• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unduh BRS Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Unduh BRS Ini"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

1. Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat, September 2011 – Maret 2016

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada Maret 2016 adalah 371.555 jiwa mengalami peningkatan 6,30 persen dibandingkan kondisi September 2015.Lebih dari dua per tiga, tepatnya 67,98 persen, penduduk miskin tinggal di daerah perdesaan. Jadi sekitar 32,02 persen penduduk miskin tinggal di perkotaan. Tabel 1, menunjukkan bahwa 5,54 persen penduduk perkotaan dikategorikan sebagai penduduk miskin, sementara itu, di daerah perdesaan, persentase penduduk miskin lebih tinggi dibanding daerah perkotaan yaitu sekitar 8,16 persen.

No. 42/7/13/Th. XIX/18 Juli 2016

 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada Maret 2016 adalah 371.555 jiwa. Dibanding September 2015 (349.529 jiwa) naik sebanyak 22.026 jiwa. Menurut wilayahnya, perkotaan naik sebanyak 481 jiwa, dan jumlah penduduk miskin perdesaan mengalami peningkatan sebanyak 21.545 jiwa.

 Secara persentase, penduduk miskin naik sebesar 0.38 persen dari periode September 2015 ke Maret 2016 yaitu dari 6,71 persen menjadi 7,09 persen.

 Garis Kemiskinan (GK) Maret 2016 mengalami peningkatan 5,25 persen, menjadi Rp 425.141 perkapita perbulan dari Rp 403.947 per kapita per bulan pada September 2015.

 Komponen terbesar pembentuk Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan Makanan dengan kontribusi 76,91 persen, sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan memberikan kontribusi sebesar 23,09 persen.

 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 1,259 pada September 2015 menjadi 1,096 pada Maret 2016.

(2)

Secara keseluruhan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dari 6,71 persen pada September 2015 menjadi 7,09 persen pada Maret 2016. Dilihat perkembangan menurut perdesaan dan perkotaan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami perubahan relatif lebih tinggi dari daerah perkotaan. Penduduk miskin daerah perkotaan turun dari 5,73 persen pada September 2015 menjadi 5,54 persen pada Maret 2016. Di daerah perdesaan, persentase penduduk miskinnya mengalami peningkatan dari 7,35 persen menjadi 8,16 persen. Perkembangan perubahan persentase dan jumlah penduduk miskin menurut daerah perdesaan dan perkotaan berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 1 dan Grafik 2.

Tabel 1.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, September 2011 – Maret 2016

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) Perkotaan Perdesaan Jumlah Perkotaan Perdesaan Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Grafik 1.

Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, September 2011 – Maret 2016

(3)

Grafik 2.

Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, September 2011 – Maret 2016

2. Perkembangan Penduduk Miskin September 2015 – Maret 2016

Informasi kemiskinan yang disajikan merupakan keadaan kemiskinan pada bulan September 2015 dan Maret 2016. Dari September 2015 ke Maret 2016 jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 481 jiwa, walaupun dari besarnya persentase turun sebesar 3,21 persen. Sedangkan untuk jumlah penduduk miskin perdesaan mengalami peningkatan sebanyak 21.545 jiwa. Perubahan tersebut mengakibatkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan sebanyak 22.026 jiwa dari September 2015 ke Maret 2016.

3. Perubahan Garis Kemiskinan September 2015 – Maret 2016

Perubahan jumlah dan persentase penduduk miskin tidak akan terlepas dari perubahan nilai garis kemiskinan. Garis kemiskinan (GK) merupakan rata-rata pengeluaran per kapita perbulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk kedalam golongan miskin atau tidak miskin.

Garis kemiskinan yang digunakan untuk menghitung penduduk miskin Maret adalah Rp.425.141 (kapita/bulan). Peran komoditi makanan terhadap garis kemiskinan makanan jauh lebih besar dibandingkan komoditi non makanan. Pada bulan Maret 2016, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 76,91 persen. Jika dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan maka sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 80,33 persen, lebih besar dibandingkan daerah perkotaan yang hanya 70,70 persen. Komposisi tersebut tidak jauh berbeda dangan kondisi September 2015.

Jika dibandingkan antara September 2015 dengan Maret 2016, maka garis kemiskinan daerah perkotaan meningkat sebesar 4,30 persen. Sedangkan di daerah perdesaan meningkat 5,78 persen, peningkatan di perdesaan ini lebih tinggi dari daerah perkotaan. Jika dilihat menurut komponennya maka terjadi perbedaan antara perkotaan dan

145,988

128,817 125,388 120,604 126,024 108,076 108,532 118,034 118,481 118,960 298,782

279,138 276,133 290,518

258,061 271,120 246,206 261,575

231,048 252,590 444,770

407,955 401,521 411,121

384,085 379,196

354,738 379,609 349,529 371,550

(4)

perdesaan. Di daerah perdesaan garis kemiskinan non makanan mengalami perubahan yang lebih besar daripada garis kemiskinan makanan.

Tabel 2.

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2013 – Maret 2016

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/

Tahun Makanan

Non

Makanan Total

Jumlah September 2014

Maret 2015 September 2015

282 276 September 2014

Maret 2015 September 2015

279 289 September 2014

Maret 2015 September 2015 Maret 2016

4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

(5)

Tabel 3

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), September 2013 – Maret 2016 (%)

Tahun Kota Desa Kota + Desa

P1

September 2013 1,116 1,363 1,267

Maret 2014 0,654 1,122 0,940

September 2014 Maret 2015 September 2015

0,536 0,785 1,056

0,888 1,104 1,392

0,751 0,977 1,259

Maret 2016 0,752 1,334 1,096

P2

September 2013 0,292 0,313 0,305

Maret 2014 0.125 0.278 0,219

September 2014 Maret 2015 September 2015

0,096 0,161 0,245

0,181 0,224 0,320

0,148 0,211 0,290

Maret 2016 0,153 0,304 0,242

Dari Tabel 3 terlihat bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan dari September 2015 ke Maret 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita perbulan penduduk miskin makin mendekati garis kemiskinan. Kondisi tersebut bersifat positif bagi upaya pengentasan kemiskinan. Begitu juga jika dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan maka indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan maupun perkotaan mengalami perbaikan.

(6)

5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Indeks/P1), yaitu kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, dan Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Indeks/P2), yaitu ketimpangan diantara penduduk miskin.

c. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.

d. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

e. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

(7)

Dody Herlando, M.Econ

Kepala BPS Provinsi Sumatera Barat

Gambar

Tabel 1.  Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Grafik 2. Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat
Tabel 3           Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2),

Referensi

Dokumen terkait

Landasan Konstitusional keberadaan Koperasi sebagai badan usaha dapat dilihat dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yamg mengemukakan “Perekonomian disusun sebagai usaha

Sebelum adanya DNS, dahulu digunakan file HOST.TXT dari SRI pada seluruh komputer yang terhubung dengan jaringan untuk memetakan alamat ke sebuah nama.. Namun sistem ini

Salah satu hikayat yang berbentuk cerita lisan terdapat dalam tradisi mauluik dikia pada masyarakat penganut Tarekat Syatariyah di kota Padang.. Melihat kedudukan hikayat

JADWAL KULIAH SEMESTER GANJIL 2017/2018 JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO.. Jadwal

Jadi, auditor yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan dengan mengikuti etika profesi yang berlaku, bersikap profesional tanpa memandang status, serta memiliki

Etnobotani adalah penelitian ilmiah murni yang mengunakan pengalaman pengetahuan tradisional dalam memajukan dan improvisasi kualitas hidup, tidak hanya bagi manusia tetapi

Presentase jumlah gabah isi pada perlakuan banjir selama 6 hari dan 9 hari memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata, namun terlihat bahwa semakin lama tanaman padi

Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa perlakuan jenis ekstrak antara konsentrasi biji dan daun nimba sama-sama memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase