• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konversi agama dari islam ke Katolik: studi kasus Griguyus Agung Ghari Susani di Desa Juwet Kecamatan Porong.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konversi agama dari islam ke Katolik: studi kasus Griguyus Agung Ghari Susani di Desa Juwet Kecamatan Porong."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

MEGA JUWITA PURWANINGRUM NIM: E02213022

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ix

ABSTRAK

Konversi agama sudah ada sejak zaman dahulu hingga sekarng pun masih banyak orang yang melakukan konversi agama, sekarang ini masih banyak orang yang kurang yakin terhadap agamanya, nilai-nilai norma bahkan terhadap dirinya sendiri. Karena, kepercayaan agama sudah semakin berkurang, tetapi dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin canggih. Dengan beragama manusia bisa lebih terarah jalan kehidupannya dalam hidup yang fana. Semakin banyak pengetahuan yang didapat dan pengetahuan pengalaman keagamaan seorang remaja, dewasa saat ini dalam kehidupan masyarakat. Agama juga menyangkut tentang kehidupan batin dan agama juga ditentukan dengan pendidikan, pengalaman-pengalaman keagamaan yang dialaminya sejak kecil hingga dewasa. Permasalahannya yaitu: Pertama, bagaimana kronologi pindah agama Griguyus Agung dari Islam ke Katolik. Kedua, faktor apa saja yang menyebabkan Griguyus pindah agama dari Islam ke Katolik. Ketiga, bagaimana pandangan masyarakat terhadap Griguyus Agung yang mengalami konversi agama. Setiap perbedaan pola konversi agama pada kasus konversi agama yang terjadi di Desa Juwet Kecamatan Porong Sidoarjo tidak jauh dari segi faktor penyebabnya, terdapat suatu pola konversi agama dari Islam ke Katolik yang pada umumnya, seperti: adanya niat dan kemauan dari hatinya sendiri dan tidak ada yang mendorong untuk masuk keagama Katolik, tidak ada kata pemaksaan murni dari hatinya sendiri. Adanya faktor lingkungan yang tidak mendukung. Faktor bnetuk aplikasi dari kehidupan sosial yang dirasakannya. Hasil dari penelitian di Desa Juwet Kecamatan Porong dapat diketahui bahwa pengalaman keagamaan yang dialami oleh Griguyus Agung ini adalah sering mendengarkan nyanyian do’a yang dilakukan oleh umat Katolik, akhirnya ada kemauan untuk pindah agama dari Islam ke Katolik.

(7)

x

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 01

B. Rumusan Masalah ... 08

C. Tujuan Penelitian ... 08

D. Manfaat Penelitian ... 09

E. Penegasan Judul ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 11

G. Kajian Teoritik ... 13

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II: KONVERSI AGAMA ISLAM KE KATOLIK A. Pengertian Konversi Agama... ...22

B. Penyebab Konversi Agama ... 26

C. Proses Konversi Agama ... 31

D. Konversi Agama Perspektif William James ... 36

BAB III: DESKRIPSI DATA PENELITIAN KONVERSI AGAMA GRIGUYUS AGUNG GHARI SUSANI A. Profil Griguyus Agung Ghari Susani ... 44

B. Faktor Pindah Agama Dari Islam ke Katolik ... 46

C. Proses Pelaksanaan Konversi Agama Griguyus Agung ... 49

BAB IV: ANALISIS KASUS KONVERSI AGAMA DARI ISLAM KE KATOLIK A. Kronologi Pindah Agama Griguyus Agung Dari Islam ke Katolik... ... 55

B. Faktor Penyebab Pindah Agama Griguyus Agung ... 59

C. Pandangan Masyarakat Terhadap Griguyus Agung ... 62

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 66

(8)

xi

C. Penutup...69 DAFTAR PUSTAKA

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konversi agama bukanlah sebuah fenomena yang biasa terjadi. Proses terjadinya konversi agama ini sudah ada sejak para Rasul yang di turunkan oleh Allah SWT ke muka bumi untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada umat manusia. Seiring berjalannya perkembangan zaman ilmu pengetahuan dan teknologi, konversi agama pada saat ini telah menjadi beragam. Dikarenakan adanya pengaruh lingkungan sosial dan pada akhirya merambat ke dalam kejiwaan manusia.

Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Norma-norma tersebut secara umum menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya.Sebagai sistem nilai, agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk yang khas.1

Perpindahan agama merupakan peristiwa yang kerap kali terjadi dan sering menjadi sorotan besar di mata public. Hal ini dikarenakan perpindahan agama dianggap sebagai peristiwa besar dan sacral dalam sejarah hidup manusia. Perpindahan agama sering kali dirasakan sebagai proses yang sulit oleh kebanyakan individu.

(10)

Ketika seseorang melakukan perpindahan agama, maka ia diharapkan bisa meninggalkan sebagian atsu bahkan seluruhnya termasuk nilai, keyakinan, dari sistem nilai dan aturan yang lama. Sehingga dapat dikatakan bahwa melakukan perubahan agama juga berarti belajar dan beradaptasi tentang berbagai hal yang baru.2

Masa perubahan keyakinan adalah masa darurat spiritual sehubungan dengan permasalahan religi. Pemaknaan pereseptual masing-masing individu terhadap pengalaman spiritual dapat dilihat secara implikatif dari sikap dan perilakunya. Keyakian seseorang terhadap sesuatu akan mempengaruhi reaksi emosionalnya secara stimulus.3

Tingkah laku yang menyalai norma yang berlaku ini disebut dengan tingkah laku yang menyimpang. Penyimpangan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi, sehingga sering menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus-kasus penyimpangan tingkah laku seperti itu tidak jarang pula berlaku pada kehidupan manusia sebagai individu ataupun kehidupan sebagai kelompok masyarakat. Dan dalam kehidupan masyarakat beragama penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang.4

Karena agama menyangkut masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin yang sangat mendalam, maka masalah agama sulit untuk diteliti secara

2Titian Hakiki dan Rudi Cahyono, “Komitmen Beragama Pada Muallaf (Studi Kasus Pada Muallaf Pada Usia Dewasa), Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol 4 No 1, (April 2015), 21.

3Rudi Cahyono, “Dinamika Emosi dan Pengalaman Spiritu

al Beragama: Studi Kualitatif Pengalaman Perubahan Keyakinan Beragama, INSAN, Vol 13 no. 01, (April 2011), 33. 4

(11)

seksama, terlepas dari pengaruh-pengaruh subjektifitas.5 Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang di laluinya pada waktu semasa kecilnya yang tidak pernah mendapatkan didikan agama, pada akhirnya semasa dewasanya ia tidak mengetahui arti pentingnya agama dalam kehidupannya.6

Setiap perubahan intelektual mengandung berbagai implikasi terhadap perilaku dan kesetiaan sosial, dan tidak ada seorang pun yang bisa merubah kesetiaan sosialnya dalam bidang agama atau motivasi perilakunya tanpa adanya perubahan dalam apa yang diyakininya.7 Namun seiring perkembangan manusia, sering muncul perbedaab-perbedaan di sekelilingnya.Zaman sekarang sudah modern dan teknologi semakin canggih sehingga banyak orang yang menemukan hal-hal yang berbeda. Seperti halnya kita menemukan perbedaan berbagai macam hal yang berbeda , seperti perbedaan antar suku, ras, bahasa, warna kulit maupun agama.

Dalam kenyataan di masyarakat, sering dijumpai fenomena konversi agama. Deklarasi hak asasi manusia yang dikeluarkan oleh perserikatan bangsa-bangsa (United Naitions) yang menyatakan bahwa konversi agama adalah hak asasi manusia. Hal tersebut nyata dalam kutipan “setiap orang berhak untuk

kebebasan, hati nurani dan agama, ini termasuk kebebasan untuk pindah agama dan keyakinan, baik sendiri maupun dalam komunitas dengan orang lain dan

5

Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Edisi kedua, (Jakarta:Kalam Mulia,1993), 13.

6

Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 35. 7

(12)

publik atau swasta, untuk mewujudkannya agama atau keyakinan dalam mengajar, latihan ibadah dan memperhatikan”.8

Pengaturan mengenai hak beragama sebagai bagian dari hak asasi manusia diatur juga dalam ketentuan pasal 28E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “setiap orang bebas memeluk agama dan

beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.9

Ketika berbicara mengenai kebebsan beragama Joachim Wach berpandangan bahwa agama ditentukan oleh latar belakang keluarga dan pengalaman pribadi. Dalam persoalan keagamaan dia mewarisi sikap toleransi keluarga dan lingkungan sekitar.10 Hal ini merupakan pilihan pribadi seseorang atas keyakinan dan mengharapkan ketenangan batin.

Dalam pandangan Islam, seluruh ajaran agama yang ditetapkan Islam, baik yang berkaitan dengan aqidah, syri’ah maupun akhlaq, bertumpu pada lima tujuan

utama yaitu, memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Tujuan adanya ajaran tersebut adalah memelihara agama dan kebebasan keyakinan merupakan tujuan yang paling tinggi tingkatannya dan mendapatkan keseriusan dari Islam. Islam sangat mementingkan pemeliharaan agama karena identitas yang

8Rani Dwi Saptani dan Jenny Lukito Setiawan, “Konversi Agama Dalam Kehi dupan Perkawinan”, Humaniora, Vol.20 no 03 (Oktober, 2008), 327.

9Pieter Radjawane, “kebebasan Beragama Sebagai Hak Konstitusi Di Indonesia”, Sasi, vol 21 no 01 (Januari-Juni 2014), 31.

10

(13)

membedakan seseorang sebagai muslim atau kafir adalah apakah ia meyakini dan beriman atau tidak terhadap ajaran Islam.11

Jika dilihat dari keseluruhan, tujuan beragama seseorang itu rata-rata mencari untuk ketenangan batin. Dalam masalah penghayatan keagamaan, tampaknya golongan wanita lebih dominan, karena faktor pembawaan mereka umumnya cenderung emosional. Bagi wanita, yang terpenting dari keberagamaan itu dapat merasakannya secara langsung. Sementara golongan pria kurang menghayati rasa-rasa keagamaan seperti itu. Mereka memerlukan dasar rasionalnya terlebih dahulu. Oleh karena itu, pengaruh agama terhadap golongan wanita cukup signifkan, sebaliknya, golongan pria cenderung mengarah ke arah sekuler.12

Dari segi ilmu jiwa agama, dapat dikatakan bahwa perubahan dan keyakinan jiwa agama pada orang dewasa bukanlah suatu hal yang terjadi secara kebetulan, dan tidak pula merupakan perubuhan yang wajar, akan tetapi adalah suatu kejadian yang didahului oleh proses dan kondsi yang dapat dipelajari. Perkembangan jiwa agama pada orang dewasa, yang paling penting adalah yang dinamakan “Konversi Agama”, keyainan yang berupa mistik dan perubahan

kearah acuh tak acuh terhadap ajaran agama.13Penyebab terjadinya perubahan

11Dede Rodin, “Riddah Dan Kebebasan Beragama Dalam Al

-Qur’an”, Ahkam, Vol,XIV,no,2, (Juli 2014), 254.

12

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama,(Bandung: Remaja Rosdakarya, cet 1, 2000), 136. 13

(14)

tersebut adalah perubahan kensenangan emosi. Segala sesuatu yang panas dan penting bagi kita hari ini akan menjadi sesuatu yang dingin pada esok hari14.

Dalam hidup ini tidak sedikit kesukaran dan problem yang harus dihadapi. Menurut para ahli ilmu jiwa agama, sikap dan cara orang menghadapi kesukaran itu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kepribadiannya dan kepercayaannya terhadap lingkungannya. “Apabila kepribadiannya cukup sehat dan lingkungan tempat hidupnya menyokong dan memberikan rasa aman kepadanya, maka kesukaran itu akan terkurang terasa olehnya, sehingga ia tidak akan panik menghadapinya. Tetapi apabila kepribadiannya kurang sehat dan suasana lingkungan sering pula mengancam kebahagiaanya, maka ia akan merasakan sekali kesukaran tersebut. Bahkan barangkali akan menyebabkan ia menjadi bingung dan kehilangan akal dalam menghadapi kesukaran tersebut, yang mungkin dirasakannya sangat berat baginya.15

Indonesia banyak ditemukan tentang kasus konversi agama.sering ditemukan kabar tentang seorang agama Islam pindah agama ke agama Katolik, dan begitu pula sebaliknya. Seperti tema yang diangkat oleh penulis tentang seorang yang mengalami konversi agama. Penulis mengambil kasus di daerah Porong dimana seorang laki-laki muslim yang memilih untuk berpindah keyakinan dari Islam ke Katolik, pada saat ia remajanya bersekolah dikalangan umat Katolik hingga akhirnya ia memilih agama Katolik sebagi keyakinannya hingga sekarang.

14

William James, The Varieties Of Religious Experience; Pengalaman-pengalaman Religious, (Yogyakarta: IRCiSod, 2015), 199.

15

(15)

Islam tentu saja mengakui kebebasan beragama, hanya saja kebebasan beragama dalam Islam bersifat permulaan, yang artinya seseorang yang awalnya dibebaskan untuk memilih agama yang ia yakini , Islam juga tidak memaksa umat agama lain untuk masuk Islam. Sebagian besar ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa adanya keharusan untuk menjaga keseluruhan kebebasan manusia itu selalu dijajarkan dengan nilai-nilai yang sangat tinggi seperti Tauhid, pensucian jiwa dan kemakmuran.16

لق

ّحۡل

ًّ ّ ني لّلل ّۡدتۡعأ ّٓ ۚۡرفۡكيۡلف ءٓش نم نمۡ يۡلف ءٓش ن ف ۖۡمكّّ نم

ءٓ ّ ْوث غي ْوثيغتۡسي

ۚ قد رس ۡم ّ ط حأ

ك

لۡ ۡلٱ

يوۡشي

ۚهوجوۡل

سۡ ّ

رشل

ًقفتۡرم ۡتءٓس

٩٢

“Dan katakanlah:kebebnaran itu datngnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. Sesungguhnya telah kami sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghangiskan muka, itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”17

Ayat diatas menjelaskan tentang apabila orang yang ingin beriman segeralah beriman maka kebenaranpun akan datang kepadamu, dan biarlah orang yang ingin kafir ia kafir, karena sesungguhnya orang yang kafir sudah ada tempat tersendiri yaitu di tempatkan di neraka yang mengepung mereka.

Dengan ringkas dapat kita katakan, bahwa agama sangat perlu dalam kehidupan manusia, baik bagi orang tua, maupun bagi anak-anak. Khusu bagi

16Dede Rodin, “Riddah dan Kebebasan Beragama Dalam Al

-Qur’an”, Ahkam, Vol, XIV, No 2, (Juli 2014), 255.

17

(16)

anak-anak, agama merupakan bibit terbaik yang diperlukan dalam pembinaan kepribadiannya. Di sinilah timbulnya kecenderungan kepada mencari ahli-ahli kebatinan yang pandai memberi sugesti.18

Dari sinilah seseorang perlu adanya bimbingan oleh yang menciptakan akal itu sang maha pencipta. Jadi, dari adanya bimbingan tersebut telah muncul suatu agama, dan dari situlah manusia secara kodrati memerlukan agama untuk menentukan kehidupannya secara baik di dunia maupun di akhirat.

B. Rumusan Masalah

Untuk memberikan arahan yang jelas terhadap permasalahan yang akan diteliti, maka perlu kiranya ada perumusan masalah. Rumusan masalah yang dimaksud diantaranya:

1. Bagaimana kronologi pindah agama kasus Griguyus dari Islam ke Katolik? 2. Faktor apa saja yang menyebabkan Griguyus pindah agama dari Islam ke

Katolik?

3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap Griguyus ? C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, ada tujuan utama yang akan di capai:

1. Untuk menjelaskan kronologi yang mendorong seorang tersebut bisa berpindah agama, dan mengetahui gambaran yang lebih rinci mengenai tahapan-tahapan terjadinya konversi agama yang mencakup perubahan kognitif dan fekatif menyertai proses pindah agama.

18

(17)

2. Untuk menjelaskan apa saja faktor yang menyebabkan pindah agama Griguyus Agung dari Islam ke Katolik, baik dari segi faktor internal maupun eksternal.

3. Untuk mengetahui kegiatan sehari-hari apa saja yang dilakukan oleh Griguyus sehingga bisa berpindah agama dan apakah pandangan masyarakat sekitar mengenai Griguyus yang telah berpindah agama.

D. Manfaat Peneitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan untuk bermanfaat, baik bagi lingkungan akademis maupun sosial kemasyarakatan seperti: Pertama, Praktis, untuk wilayah akademis, penelitian ini juga dapat memperkaya literatur akademik dengan kita mengetahui tentang terjadinya konversi agama, karena konversi agama di Indonesia sudah menyebar dan berkembang sesuai zaman.

Kedua,Teoritis, penelitian ini diharapkan untuk memberikan kontribusi positif untuk lingkungan sosial, baik bagi masyarakat setempat maupun bagi masyarakat pendatang tentang konversi agma yang terjadi di Indonesia. Dan masyarakat dapat enjadikan penelitian ini sebagai tambahan wawasan dalam memahami konversi agama di Indonesia. Dan sekaligus masyarakat dapat melihat fakta sosial yang terjadi di Indonesia.

(18)

Untuk mengetahui gambaran kongkrit dari persoalan yang akan diangkat dalam penulisan proposal ini, maka perlu penegasan judul dari setiap istilah yang di pakai. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap permasalahan yang akan dibahas. Oleh karena itu, penulis akan menguraikan beberapa kata dan arti dengan judul “Konversi Agama Dari Islam Ke Katolik: studi Kasus Griguyus Agung Gari Susani Desa Juwet Kecamatan

Porong”dibawah ini penulis menegaskan apa yang dimaksud dalam judul proposal penelitian ini sebagai berikut:

Konversi, yang berasal dari bahasa inggris yang berarti conversionyang berarti berlawanan arah.19Agama, merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia.Agama merupakan fenomena universal karena ditemukan disetiap masyarakat.Suatu ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan, kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan sesame manusia dan lingkungannya.20

Islam, merupakan wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah, berupa Undang-undang dan aturan-aturan sebagai petunjuk seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan umat.

Katolik, merupakan agama yang kita lihat pada masa sekarng ini tersebar luas di Negara-negara Barat dan lainnya, berasal dari ajaran Nabi Isa a.s dengan kitab sucinyaa yang bernama kitab injil.

19

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, 137. 20

(19)

Jadi, tujuan menguraikan judul satu persatu dari istilah yang dipakai judul ini adalah untuk menghindari kesalahan peresepsi. Maksud dari penegasan judul tersebut adalah seseorang yang telah memilih untuk berpindah agama dari Islam ke Kristen dan begitupun sebaliknya. Kita tidak dapat meneliti secara langsung proses terjadinya konversi tersebut, dan keadaan jiwa apa yang memungkinkan terjadinya keyakinan secara mendadak.

F. Tinjauan Pustaka

Telaah dalam sebuah penelitian dan penggamabaran sebuah hasil kajian atau penelitan tedahulu dirasa sangat perlu. Tujuannya agar tidak mengganggu nilai orsinilitas penelitian yang akan dilkukan.

Pembahasan tentang Konversi agama ini sudah sangat sering dibahas oleh peneliti terlebih dahulu dan juga sudah banyak buku atau literature dengan pembahasan ini, diantaranya sebagai berikut:

Dalam bukunya Zakiah Darajat, yang berjudul Ilmu Jiwa Agamamengatakan bahwa konversi agama adalah terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan keyakinan semula.21

Dalam buku Walter Houston Clark yang berjudul “The Psyichology of

Religioun” yang di kutip kembali oleh Zakiah Darajdat mengatakan bahwa konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap tehadap ajaran dan tindak agama.lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi agama menunjukkan

21

(20)

bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.22

Dalam buku Jalaluddin yang berjudul “Psikologi Agama” mengatakan bahwa konversi agama itu bertobat, berubah agama, berbalik pendirian, terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama (menjadi paderi).23

Penelitian yang dilakukan oleh M. Hamim, dengan judul, “Konversi Agama dari Hindu ke Islam di Desa Jiu Kecamatan Kutorejo Kabupaten

Mojokerto”yang di dalam skripsinya membahas tentang terjadinya konversi agama Hindu ke Islam.Selain itu juga membahas tentang pemahaman ajaran Islam yang menjadi subyeknya yang mayoritasnya orang-orang awam.24

Penelitian yang dilakukan oleh Yusuf Buchori dengan judul, “Perilaku Konversi Agama pada Masyarakat Kelas menengah di Masjid Al-Falah Surabaya

pada Tahun 2015”.Yang di dalamnya membahas konversi agama yang terjadi di masyarakat kelas menengah.Selain itu juga membahas tentang pereilaku yang terjadi pada masyarakat kelas menengah di masjid Al-Falah Surabaya pada Tahun 2015.25

22

Zakiah Darajat,137. 23

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Garafindo,1997), 245. 24

M. Hamim, Konversi Agama dari Hindu ke Islam di Desa Jiu Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto, skripsi (Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).

25

Yusuf Buchori, Perilaku Konversi Agama pada Masyarakat Kelas menengah di Masjid Al-Falah Surabaya pada Tahun 2015, (Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Ampel

(21)

Adapun perbedaan yang dapat dilihat yaitu yang penulis angkat ini adalah sebuah kasus yang dilakukan oleh Griguyus Agung di Desa Juwet Kecamatan Porong. Dan penelitian ini difokuskan pada satuorang, juga dilakukan analisa kritis sesuai dengan kerangka teori yang digunakan.

G. Kajian Teoritik

Untuk mendapatkan data, penulis melakukan penelitian yaitu dengan pendekatan Psikologis dan Fenomenologis. Menggunakan pendekatan Psikologis bertujuan untuk mengetahui sikap dan perilaku yang menyimpang yang dilakukan secara sadar melakukan konversi agama. Psikologi yang berkaitan dengan ini adalah psikologi agama yang mana ada dua metode pokok, pertama, observasi terhadap agama setitap individu dan yang kedua, mengetahui isi dari tradisional dari sejarah agama.26

Selain itu peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi agama karena terkait dengan fenomena yang terjadi di Desa Juwet Kecamatan Porong yang sudah terjadi sejak lama. Pendekatan fenomenologis adalah cara untukmengetahui fakta dan data dengan kata lain bagaimana cara fenomenologi memperoleh pengetahuan.27

Disini penulis mengambil teori dari William James yang menyatakan bahwa, konversi agama merupakan berubah digenerasikan, untuk menerima kesukaan, untuk menjalani pengalaman beragama, untuk mendapatkan kepastian

26

Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 142.

27

(22)

adalah banyaknya ungkapan pada proses baik itu berangsur-angsur atau tiba-tiba, yang dilakukan secara sadar dan tidak terpisah-pisah, kurang bahagia dalam konsekuensi penganutnya yang berlandaskan kenyataan beragama.28

Suatu esensi pengalaman keagamaan benar-benar ada dan bahwa dengan suatu esensi, pengalaman tersebut dapat diketahui objek ilmunya adalah manusia, dalam tingkah laku manusia yang beragama, gejala-gejala empiris dan keagamaannya.29

William James juga mengatakan bahwa, semua agama yang diyakininya berasal dari semacam indra keenam, suatu peresepsi atau perasaan intuitif tentang adanya suatu realitas yang lebih besar yang melingkupi segenap manusia dan semesta. Dan indra keenam itu berada diwilayah mental kita, persisnya merupakan bagian dari imajinasi ontologis manusia, bagian nonrasional yang erat

berkaitan dengan “wilayah bawah sadar”. Sehingga William James menyimpulkan

bahwa realitas ilahi sebagiannya merupakan bagian dari wilayah bawah sadar itu.30

Agama selalu berkaitan dengan pengalaman “bertemu dengan yang

suci.”“Realitas Sakral” ini dapat dipahami baik sebagai kekuatan, energy (roh,

28

Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, cet 2), 1993, 54.

29

Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama,( Bandung: Pustaka Setia, 2000), 46.

30

(23)

setanj, malaikat), sebagai Tuhan (personal), sebagai Tuhhan (impersonal), ataupun realitas tertinggi (nirvana).31

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara menurut sistem-sistem aturan tertentu untuk mengarahkan suatu kegiatan praktis agar terlaksana secara rasional dengan harapan untuk mencapai hasil yang optimal.32Metode penelitian ini merupakan standart penulisan dari karya ilmiah. Adapun metode-metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang pada umumnya didasarkan pada pendahuluan, pengalaman, refrensi serta saran dari pembimbing atau orang tua yang dianggap ahli.Fokus penelitian ini juga sifatnya masih sementara dan dapat berkembang setelah penulis telah berada di lapangan.Di mana permasalahan yang terjadi di wilayah Desa Juwet ini adalah wilayah yang terdapat seseorang yang mengalami pindah agama sejak masa remajanya.Maka dengan itu peneliti menggunakan metode kualitatif agar peneliti sendiri lebih mudah dalam memahami keadaan sosial yang ada di wilayah tersebut.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data Primer

31

Hans Kung, Mencari Jalan Baru Dialog Antar Agama, terj. Mega Hidayati dkk, (Yogyakarta: Mizan), 13.

32

(24)

Hasil data wawancara yang dilakukan secara formal dan direncanakan sebelumnya, bisa juga bersifat informal.Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi dengan menyelidiki pengalaman masa lalu dan masa kini para partisipan, guna menemukan perasaan, pemikiran dan persepsi mereka.Dalam pengumpulan data kualitatif, tanggapan orang-orang yang diwawancarai terhadap pertanyaan anda menentukan bagaimana wawancara berkembang, serta menindaklanjuti jawaban mereka dengan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.33

Data primer diambil dari sumber utama di lapangan, berupa keterangan yang berasal dari pihak-pihak tertentu. Maka disini peneliti perlu membatasi permasalahan yang akan dibahas dengan fokus pada beberapa permasalahan saja. Hal ini didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari keadaan sosial di lapangan. Diantaranya objek yang diteliti adalah perpindahan agama Griguyus Agung dari Islam ke Katolik yang terjadi di Desa Juwet Kecamatan Porong.Dalam mendapatkan informasi yang diperlukan tentunya didapat melalui pengamatan, yaitu penggabungan antara kegiatan melihat, mendengar dan bertanya yang terarah dan sitematis, sehingga jawaban tidak melebar dari pembahasan.

b. Data Skunder

33

(25)

Merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepusatakaan dan sumber data yang sifatnya sebagai pendukung data primer, seperti dokumen resmi, buku, jurnal, dan sebaginya yang berkaitan dengan permasalahan konversi agama yang terjadi di Desa Juwet Kecamatan Porong.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses untuk pengadaan data primer dalam sebuah penelitian. Pengumpulan data dalam hal ini sangatlah penting karena data yang dikumpulkan tersebut digunakan untuk menguji hipotesa yang telah dirumuskan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:

a. Observasi

Metode ini menjadi awal bagi penulis untuk mengamati dan meneliti fenomena dan fakta-fakta yang akan diteliti.34Dimana peneliti mengadakan pengamatan terhadap objek, baik langsung maupun tidak langsung. Metode ini dilakukan oleh peneliti ketika di lapangan dalam mengamati jenis peristiwa, kegiatan, cara berfikir, dan perilaku-perilaku masyarakat yang ada di Desa Juwet. Metode ini digunakan untuk mengetahui tentang konversi agama masyarakat islam di wilayah tersebut.

b. Wawancara

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dari hasil wawancara atau interview. Dimana peneliti dan informan akan melakukan

34

(26)

tanya jawab sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Metode wawancara atau interview mencakup cara yang dipergunakan seseorang ketika mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang informan, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut. Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan dan membantu dalam proses pengamatan.35Wawancara tersebut terdiri dari informan Griguyus Agung Gari Susani dan kedua orang tuanya Hendi Jutawa dan Sulasmi, dan dari masyarakatnya termasuk Halim Istighsaroh, Suparno, Nur Azizah.

Melalui metode wawancara ini, peneliti dan informan diharapkan dapat saling memahami, saling pengertian tanpa adanya suatu tekanan, baik secara mental maupun fisik, membiarkan subyek penelitian berbicara secara jujur dan transparan.Sehingga data yang diperoleh cukup akurat dan valid, serta bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan sosial.Metode ini digunakan untuk analisis data secara langsung dengan masyarakat setempat agar mendapatkan bukti kebenarannya.

c. Dokumentasi

Metode ini dilakukan untuk pengumpulan data-data dari berbagai dokumen.Metode pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yaitu data yang berupa buku, majalah, dokumen-dokumen, notulen rapat,

35

(27)

catatan harian dan lain-lain yang berkaitan dengan pembahasan penelitian.36

Adapun buku-buku yang digunakan ialah buku tentang Islam secara garis besar.Dan mendokumentasikan sumber data menggunakan kamera atau video dan rekaman dalam memperoleh hasil dari wawancara.Dalam

bentuk dokumentasi tersebut utamanya berkenaan dengan “Konversi

Agama Dari Islam ke Katolik (Studi Kasus Tentang Griguyus Agung Ghari

Susani Di Desa Juwet Kecamatan Porong)”.Pengambilan dokumentasi dilakukan pada saat dilaksanakannya wawancara pada beberapa objek atau masyarakat sekitar yang sekiranya cukup menguatkan dokumentasi analisis dalam penelitian.

4. Analisis Data

Proses analisa data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu, observasi, wawancara dan dokumentasi untuk meningkatan pemahaman peneliti tentang permasalahan yang akan diteliti. Dalam menganalisa data yang diperoleh, penulis akan menggunakan teknik analisa penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena tradisi pernikahan masyarakat Islam yang ada di Desa Kebonangung dan mengkaji lebih dalam.

Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif 37

yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena yang saat ini

36

(28)

masih terjadi tentang konversi agama di masyarakat. Proses analisa ini dimulai dengan penyaringan data yang sudah diperoleh, kemudian dilakukan pengelompokan data kemudian data analisis sesuai dengan pembahasan tentang konversi agama dalam masyarakat islam.

I. Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan ini, penulis membagi pembahasannya dalam empat bagian.Hal ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman dalam penjelasannya. Empat bagian itu sendiri adalah:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri atas Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penlitian, Manfaat penelitian, Penegasan judul, Telaah pustaka, Kerangka teori, Metode penelitian, Sistematika pembahasan.

Bab kedua, berisikan tentang konversi agama dari Islam ke Katolik, yang terdiri dari pengertian konversi agama, faktor-faktor penyebab konversi agama, serta pengalaman keagamaan penyebab konversi agama dalam prespektif William James.

Bab ketiga, berisikan tentang studi kasus Griguyus Agung Ghari Susani di Desa Juwet yang berisikan tentang profil Griguyus Agung Ghari Susani meliputi latar belakang keluarga, pendidikan dan organisasi, faktor pindah agama dari Islam ke Katolik,serta proses pelaksanaan konversi agama Griguyus Agung dari Islam ke Katolik.

37

(29)

Bab keempat, berisikan tentang hasil studi yang menhasilkan kronologi dari Griguyus Agung Ghari Susani, faktor-faktor yang menyebabkan Griguyus Agung pindah agama dari Islam ke Katolik, dan pandangan masyarakat atau lingkungan sekitar tentang terjadinya konversi agama yang terjadi pada keluarga tersbut.

(30)

22

BAB II

KONVERSI AGAMA DARI ISLAM KE KATOLIK

Sebelum membahas tentang konversi agama yang dialami oleh Griguyus Agung Gari Susani, perlu adanya bagi penulis untuk menguraikan secara detail tentang hal-hal yang menyangkut tentang konversi agama itu sendiri. Seperti apa definisi dari konversi agama, serta menjelaskan proses terjadinya konversi agama, faktor penyebab konversi agama, dan pengalaman keagamaan dalam prespektif William James. Hal ini menjadi perlu karena sudah menjadi acuan dasar.

A.Definisi Konversi Agama

Konversi berasal dari kata conversio yang berarti, tobat, pindah, berubah. Sehingga dalam bahasa inggris convertion yang artinya berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religious to another).38 Kesimpulan dari arti kata tersebut bahwa konversi agama adalah adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang tersebut terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau pindah ke agama lain.

Perubahan keyakinan dalam beragama bukan berarti pindah agama.Perubahan keyakinan lebih kepada goncangannya keyakinan seseorang terhadap suatu agama, baik itu kemudian diikuti dengan keyakinan terhadap agama baru atau tidak. Perubahan keyakinan tidak harus diikuti perpindahan

38

(31)

agama, meskipun tidak jarang orang yang keyakinannya goyah lebih memilih agama baru yang diyakininya.

Perubahan keyakinan dapat terjadi dua bentuk: Pertama, perubahan persial adalah perubahan keyakinan pada satu atau lebih ajaran agama. Biasanya keyakinan persial ini menggambungkan antara agama yang sebulumnya dengan agama yang menarik perhatiannya sekarang. Kedua, perubahan keyakinan total adalah perubahan keyakinan secara menyeluruh dari agam yang dianut sebelumnya menuju kepada agama yang baru. Perubahan yang terakhir ini lebih potensial mengakibatkan beralihnya seseorang kepada agama lain.39

Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat sesorang berada. Selain itu konversi agama yang dimaksudkan uraian di atas memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri: pertama, adanya perubahan arah pandang dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya. Kedua, perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.

Ketiga, perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri. Keempat, selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itupun disebabkan faktor petunjuk dari Yang Maha Kuasa.40

39Rudi Cahyono, “Dinamika Emosi dan Pengalaman Spiritual Beragama: Studi Kualitatif Pengalaman Perubahan Keyakinan Beragama”, INSAN, Vol 13 no.01 (April 2011). 40

(32)

Perasaan yang berlawanan itu menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga untuk mengatasi kesulitan tersebut harus dicari jalan keluarnya. Pada umumnya apa bila gejala tersebut sudah dialami oleh seseorang atau kelompok maka dirinya menjadi lemah dan pasrah ataupun timbul semacam peledakan perasaan untuk menghindarkan diri dari pertentangan batin itu ketenangan batin akan terjadi dengan sendirinya bila yang bersangkutan telah mampu memilih pandangan hidup yang baru. Pandangan hidup yang dipilih tersebut merupakan petaruh bagi masa depannya sehingga ia merupakan pegangan baru dalam kehidupan selanjutnya.41

Pengaruh agama dalam kehidupan seseorang adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi dan rasa puas. Pengaruh positif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat. Agama dalam kehidupan seseorang selain menjadi motivasi juga merupakan harapan. Agama berpengaruh dalam mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktifitas, karena perbuatan yang di lakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu, agama mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban.42

Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena itu kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sacral dan dunia ghaib.

41

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 252. 42

(33)

Dari kesadaran agama dan pengalaman agama ini pula kemudian muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang.43

Jika nilai-nilai agama yang mereka pilih untuk dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka. Menjalankan agama yang dianutnya, sehingga jarang sikap keberagamaan menimbulkan ketaatan yang lebihdan menjurus ke fanatisme.44

Banyak contoh yang mengenai kasus terjadinya konversi agama pada orang-orang biasa. Bahkan para alim ulama juga mengatakan bahwa pendidikan agama yang selama ini mereka dapatkan tidak cukup untuk menguatkan iman mereka dan mempertahankan agama diri dari agama asalnya.

Perkembangan pada masa kecil, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarganya, di sekolah maupun di masyarakat lingkungan. Semakin banya pengalaman yang bersifat agama, maka sikap tindakan kelakuan menghadapi hidup sesuai dengan ajarannya.45

B.Faktor-faktor Terjadinya Konversi

Peristiwa konversi agama sudah sering teradi di dalam kehidupan manusia.Peristiwa tersebut tentunya terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi. Sesungguhnya untuk menentukan faktor apa yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya konversi agama itu memang tidak mudah, tetapi

43

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 211 44

Ibid, Jalaluddin, 211. 45

(34)

demikian ada beberapa faktor yang tampaknya terjadi dan terdapat dalam setiap peristiwa konversi agama, diantaranya yaitu:46

a. Para Ahli Agama

Melihat bahwa pengaruh supernatural yang dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang maupun kelompok. Sebenarnya faktor yang mendorong terjadinya konversi agama adalah mendapatkan petunjuk dari Allah (mendapatkan hidayah dari Allah) akan tetapi, terasa sulit untuk membuktikan secara empriris, meskipun kita sudah mempercayainya bahwa mendapatkan petunjuk dari Ilahi sangat memegang peranan penting dalam perubahan perilaku seseorang.

ّكل ۡم ده كّّۡع سّۡل۞

هّلٱ

رّۡخ ّۡم ْوقفنت ام ءاشي ّم دۡ ي

كسفنأّف

ۚۡم

الإ وقفنت ام

ءاغّۡبٱ

هۡج

ۚهّلٱ

رّۡخ ّۡم ْوقفنت ام

ۡمكّۡلإ ّوي

ال ۡمّنأ

و ّۡظت

٢٧٢

“bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan

tetapi allahlah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) yang

dikehendakinya”47

Ayat tersebut menjelaskan bahwa, setiap orang mempunyai kewajiban untuk mendapatkan petunjuk, akan tetapi Allah SWT memberikan Taufiq kepada orang yang telah dikehendakinya.

46

Sururin, Ilmu Jiwa Agama, 107-108. 47

(35)

b. Para ahli Sosiologi

Terjadinya konversi agama disebabkan oleh pengaruh sosial. Dijelaskan kembali oleh Clark bahwa pengaruh-pengaruh tersebut adalah: Pertama, Hubungan antara pribadi, baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun nonagama. Seperti orang yang ingin menikah tetapi diantara salah satu dari mereka agamanya berbeda, jalan keluar satu-satunya adalah melakukan konversi agama. Kedua, Kebiasaan yang rutin.Seperti menghadiri upacara keagamaan atau pertemuan-pertemuan yang sifatnya keagamaan baik di lembaga formal maupun nonformal. Ketiga, Anjuran dari propaganda dari orang-orang yang dekat seperti keluarga, sahabat, karib, dan sebagainya.Ada juga pengaruh seperti pemimpin agama, pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi, pengaruh kekuasaan pemimpin.

c. Ahli Psikologi

(36)

perkembangan aspirasinya. Jikalau dalam kelompok baru itu segala sesuatunya dirasa sesuai dengan keinginannya, maka dari itu ia merasa menemukan suatu cara yang diyakini sebagai keyakinan baru.48

Dengan ini terjadinya konversi agama tidak hanya mendapatkan dorongan dari faktor luar saja tetapi juga disebabkan oleh faktor intern. Diantaranya yaitu Pertama, Faktor Internal juga dibagi menjadi empat bagian yakni. Pertama, Dari segi psikologis tipe kepribadian ini sangat mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Dalam penelitian William James mengemukakan bahwa tipe melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam dirinya.

Kedua, Pembawaan. Menurut penelitian Guy E. Swanson ditemukan secara kecenderungan urutan kelahiran yang mempengaruhi konversi agama. Seperti anak sulung dan anak bungsu yang biasanya tidak mengalami tekanan batin. Sementara anak yang dilahirkan pada urutan tengah atau pada urutan sulung dan bungsu itu yang sering mengalami stres jiwa.49

Ketiga, Emosi. Orang-orang yang emosinya lebih besar atau sensitif, maka memungkinkan ia akan mudah terkena sugesti dari orang lain disaat ia sedang mengalami kegelisahan. Dalam bukunya yang berjudul Ilmu Jiwa Agama yang dikutip oleh Zakiah Darajat mengatakan bahwa meskipun secara lahir tidak tampak, tapi tidak dibuktikan pada usia remaja yang tidak sedikit faktor emosi mempengaruhi akan terjadinya konversi agama.50

48

Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Rajawali, 1987), 85. 49

William James, The Varietes Of Religious Eksperience, 248.

50

(37)

Keempat, Kemauan. Orang yang akan melakukan konversi agama, dalam hatinya ia merasa ada sesuatau yang hilang atau ia merasa bersalah dan ingin lepas dari dosa.51 Maka dari itu seseorang ingin melakukan suatu hal sehingga ia lepas dari perasaan dosa tersebut. Untuk melakukan itu, ia butuh niat yang kuatan.

Faktor ini sangat penting bagi seseotang yang melakukan konversi agama, karena seseorang yang merasa tegang dalam batin akan tetapi akan ada dorongan dengan niat, maka jalan keluar dari ketegangan tersebut tidak akan pernah terjadi termasuk harus pindah agama. Selain itu dengan adanya niat yang kuat untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Esa, akan membuatnya semakin gigih dalam menjalankan ajaran dalam agama islam. Faktor yang

kedua yakni Faktor Eksternal. Konversi agama yang disebabkan oleh faktor eksternal ada tiga faktor yang dianggap memberikan pengaruh kepada seseorang untuk melakukan konversi agama: Pertama, Keluarga. Dari keadaan keluarga yang tidak normal yang membuat seseorang yang merasa tidak tenang sehingga memberikan dorongan untuk pindah agama. Dalam hal ini yang sering dipengaruhi terjadinya konversi agama yaitu: keretakan keluarga, tidak ada keseraian, berlainan agama, dalam keadaan kesulitan, kesepian, terkucilkan.52 Yang sering terjadi di kalangan masyarakat yaitu kawin yang berlainan agama dengan dasar kasih sayang dan cinta serta tidak ingin kehilangan maka ia rela untuk pindah agama.

51

Ibid, 189. 52

(38)

Kedua, Perubahan status.53 Adanya perubahan status yang secara tiba-tiba, bisa jadi memberikan pengaruh terjadinya konversi agama. Seperti halnya perkawinan beda agama, bercerai, masalah pekerjaan. Seseorang yang sedang mengalami sesuatu yang mendadak dan perubahan tersebut merupakan kondisi terpuruk baginya dan seblemunya ia tidak pernah mengalami, maka ia tidak bisa menghindari ketegangan batinntya, sehingga ia terdorong untuk mencari jalan keluar yang lebih intens.

Ketiga, Kemiskinan atau ekonomi.54 Faktor kemiskinan ini sering kali terjadi di masyarakat awam yang miskin dan terpengaruh untuk memeluk agama yang menjanjikan dunia lebih baik, seperti kebutuhan sandang dan pangan yang mendesak, maka mereka lebih cenderung memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Oleh karena itu seseorang memiliki perekonomian yang mencukupi, maka sedikit kemungkinan terjadi konversi agama.

Dari penjelasan diatas mengenai konversi agama yang telah diuraikan oleh beberapa ilmuan yang sesuai dengankajian keilmuannya, baik dari segi internal maupun eksternal, penulis menyimpulkan bahwa penyebab yang sering kali terjadi konversi agama adalah konflim kejiwaannya (batin) dan ketegangan yang disebabkan oleh keadaan tertentu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu faktor-faktor konversi agama harus tetap dicantumkan.

53

Jalaluddin Ramayulis, Psikologi Agama, 252. 54

(39)

C.Proses Konversi Agama

Proses konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung, bangunan lama yang dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain sama sekali dari bangunan sebelumnya. Demikian pula seseorang yang mengalami proses konversi agama.55 Setelah seseorang mengalami konversi agama, ia akan mengalami kesadaran yang tinggi, kalau boleh disebut, ia akan sampai pada kematangan beragama.56 Menurut Zakiah Darajat, proses ini berbeda antara satu dengan yang lainnya, sesuai dengan pertumbuhan jiwa yang dilaluinya, serta pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak kecil, dengan suasana lingkungannya, dimana dia hidup dan pengalaman terakhir yang menjadi puncak dari perubahan keyakinan.57

Proses konversi agama menurut M.T.L Penido mengandung dua unsur:58Pertama, Unsur dari dalam, yaitu suatu proses yang terjadi pada seseorang maupun kelompok. Proses konversi dari dalam ini disebabkan oleh krisisyang terjadi dan keputusan yang diambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Terjadinya proses ini menurut gejala psikologi yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama sering dengan prosestersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.

Kedua, Unsur dari luar, proses ini mengalami perubahan yang berasal dari luar atau kelompok sehingga ia mampu menguasai kesadaran orang atau

55

Jalaluddin ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, 58-59. 56

Sururin, Ilmu Jiwa Agama, 113. 57

Darajat, Ilmu Jiwa Agama, 161. 58

(40)

kelompok yang bersangkutan.yang berasal dari luar atau kelompok sehingga ia mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Proses ini ada kekuatan yang datang dari luar kemudian menekan pada pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh dirinya.

Kedua unsur tersebut kemudian akan mempengaruhi kehidupan untuk aktif berperan memilih penyelesaian yang mampu memberikan ketenangan batin kepada yang bersangkutan. Jadi, disini terlihat adanya pengaruh motivasi dari unsur tersebut terhadap batin. Jika pemilihan tersebut sudah serasi dengan kehendak batin maka tercipta suatu ketenangan. Jika proses konversi agama itu diteliti dengan seksama maka baik hal itu terjadi oleh unsur luar ataupun unsur dalam maupun terhadap individu atau kelompok maka akan ditemui persamaan.59

Zakiah Daradjat memberikan pendapatnya yang berdasarkan proses kejiwaan yang terjadi melalui lima tahap yaitu: Pertama, Masa Tenang, Kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap apriori terhadap agama. Keadaan yang demikian dengan sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batinnya, hingga ia berada dalam keadaan tenang dan tentram.

Kedua, Masa Ketidak Tenangan, Tahap ini berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya. Mungkin dikarenakan suatu krisis, musibah atau perasaan berdosa yang dialaminya. Hal ini menimbulkan semacam

59

(41)

goncangan dalam kehidupan batinnya sehingga mengakibatkan terjadi kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk: rasa gelisah, panic, putus asa, ragu dan bimbang. Perasaan yang seperti itu menyebabkan orang menjadi lebih sensitive dan sugisebel. Pada masa ini terjadi proses pemilihan terhadap ide atau kepercayaan baru untuk atasi konflik batinnya.

Ketiga, Masa Konversi, Masa ini terjadi setelah konvlik batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggpa serasi atau timbulnya pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesedian menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk ilahi. Karena di saat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan sikap kepercayaan yang bertentangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, maka terjadilah proses konversi agama.

Keempat, Masa Tenang dan Tentram, Masa tenang dan tentram yang ini berbeda dengan tahap sebelumnya.Jika tahap pertama keadaan itu dialami karena sikap yang acuh tak acuh, maka ketenangan dan ketentraman pada tahap keempat ini yang ditimbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah diambil.Ia pun timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan konsep baru. Seperti yang tercantum dalam surat Al-A’rad (28):

ّي لٱ

رۡك ب م بوّق ّ ۡطت ْونم ء

هّلٱ

رۡك ب الأ

هّلٱ

ّ ۡطت

وّقۡلٱ

(42)

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati

menjadi tentram”60

Apabila seseorang ragu dalam keadaan apapu maka akan hilang setelah mereka mendapat petunjuk dari Allah setelah sebelumnya ragu. Dengan dzikir mengingat Allah selalu ada dalam setiap kegiatannya, maka seseorang akan bebas dari kecemasan, ketentraman jiwa tidak akan mudah untuk didapat.

Kelima, Masa Ekspresi Konversi, Sebagai ungkapan dari sikap menerima terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya tadi, maka tidak tunduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran dalam bentuk amal perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan pernytaan konversi agama itu dalam kehidupan.61dijelaskan dalam surat Al-Kahfi 110:

ۡلق

رشب انأ ا نإ

هلإ ۡمك لإ ا نأ ّلإ حوي ۡمكّۡثم

دح

اك ّ ف

هب ءاقل ْوجۡري

ۦ

ل ع ۡل ۡعّّۡف

حّص

هب دابعب ۡ رۡشي ال

ۦ

دحأ

٠٠١

“Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan

kepadaku: “bahwa sesungghnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha

Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka

hendaklah ia mengerjakan amalyang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”62

60

Al-Qur’an, 13:28. 61

Jalaluddin, Psikologi Agama, 254-255. 62

(43)

Maksudnya, beramal saleh berbuat kebaikan dan bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarganya dan orang lain dimana pun dia berada hanya demi karena Allah , juga termasuk dalam keimanan yang diajarkan oleh agama Islam.

Untuk memberikan gambaran yang nyata dan mendalam mengenai proses konversi agama peristiwa sejarah agama dan kejadian dalam kehidupan sehari-hari cukup padat kasus serupa.

D. Pengalaman Keagamaan Penyebab konversi Agama Prespektif William

James

William James adalah seorang ahli psikologi yang menjadi seorang filosof, yang cukup menonjol selama pergantian abad (dari abad ke-19 ke abad-20) saat berlangsungnya sebuah pergolokan kultural di Amerika Serikat. William James (1842-1910) berasal dari keluarga cendekiawan yang sejak lama menaruh perhatian pada agama dan hal-hal yang bersifat keruhanian.63

William James adalah professor psikologi Amerika.Dia dikenal sebagai dosen yang berdedikasi tinggi, orotor ulung, pemikir dan penulis monumental, dan aktivis sosioal.Dia mengajar di Harvard selama 35 tahun dan di Unversitas Callifornia.Sebelum menekuni psikologi dan filsafat, William James pernah belajar zoology, filosogi, dan memperoleh gelar doctor. William James lahir pada tanggal 11 januari 1842 dalam sebuah keluarga yang religious di kota New York dan meninggal pada musim panas di rumahnya di Chocorua, terkena serangan jantung.64

63

William James, The Varieties of Religious: Perjumpaan Dengan Tuhan, Terj. Gunawan Admiranto, (Bandung: Mizan Pustaka, 2004), 19.

64

(44)

Menjalani konversi, terlahir kembali menerima rahmat, mendapatkan pengalaman keagamaan, memperoleh kepastian, adalah berbagai ungkapan yang menunjukkan suatu proses baik yang berlangsung bertahap maupun cepat ketika pribadi yang sebelumnya mengalami keterbelahan dan sadar bahwa dirinya rendah, salah dan tidak berbahagia, menjadi menyatu dan merasa percaya diri, benar, bahagia, sebagai akibat menganutnya keyakinan terhadap realitas-realitas keagamaan.65

Agama (Religious) dan pengalaman religious (religious experience) adalah dua istilah kunci karya dari William James, tetapi yang dimaksud Jemes dengan agama berbeda dengan pengertian umum.James lebih menghargai kenyataan dan pengalaman-pengalaman keruhanian yang berkaitan dengan praktik keagamaan. Agama bagi James adalah segala perasaan, tindakan dan pengalaman pribadi manusia dalam kesendiriannya, sejauh mereka memahami diri mereka sendiri saat berhadapan dengan apapun yang mereka anggap sebagai ilahia.

Jadi, agama dalam rumusan James paralel dengan pengalaman, penghayatan, dan tindakan keagamaan atau keruhanian yang sifatnya sangat unik dan personal dalam keterlibatan seseorang dengan sesuatu yang dianggapnya suci.Sedangkan pengalaman religious mencakup pemikiran, penghayatan, keyakinan, dambaan, dan perilaku yang berkaitan dengan hal-hal religious.66

Ketertarikan terhadap pengalaman keagamaan yang bersifat subjektif dan unik, juga mendorong sebagian pendukung psikologis untuk mengajinya dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Menurut William James pengalaman keagamaan

65

Ibid., 280. 66

(45)

seperti itu tetap saja fenomena yang tidak mungkin diabaikan, William James menegaskan bahwa penglaman-pengalaman religious tersebut berakar pada kondisi kesadaran mistis, yang bersifat unik dan personal, sehingga juga perlu pendekatan filsafat untuk menjadikannya azas-azas yang lebih umum.67

William James hendak memperjelas keabsahan kajian atas pengalaman-pengalaman keagamaan tersebut sebagai bagian dari kajian disiplin psikologi.Sebagaimana telah disebutkan diatas, sebagian besar kalangan pendukung disiplin psikologi menolak memasukkan bahasan pengalaman keagamaan seperti ini sebagai bagian dari kajian psikologi, karena mereka anggap tidak memenuhi kriteria ilmiah.68

Menurut William James dalam bukunya pengalaman-pengalaman religious, faktor-faktor yang mempengaruhi konversi agama adalah: Pertama, Pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan atau bidang kebudayaan yang lainnya).

Kedua, Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorng seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jika dilakukan secara rutin sehingga pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan baik pada lembaga formal.

Ketiga, Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang terdekat seperti family, dan sebagainya. Keempat, Pengaruh pemimpin keagamaan.

67Komarudin, “Pengalaman Bersua Tuhan: Prespektif William James dan Al

-Ghazali”, Walisongo, vol 20 no 2, (November 2012), 471-472.

68

(46)

Hubungan yang paling baik dengan pemimpin adalah salah satu faktor pendorong konversi agama.

Kelima, Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Maksudnya, seseorang yang berdasarkan hobinya dapat menjadi pendorong terjadinya konversi agama. Keenam, Pengaruh kekuasaan pemimpin. Maksudnya pengaruh kepemimpinan yang berdasarkan kekuatan hukum masyarakat umumnya yang cenderung menganut agama yang dianut oleh kepala negara mereka.69

Dalam uraian William James yang berhasil meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agama menyimpulkan sebagai berikut: Pertama, Konversi agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul peresepsi baru, dalam bentuk suatu ide yang bersemi secara mantap. Kedua, Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak (tanpa suatu proses).70

Berdasarkan gejala tersebut maka dengan meminjam istilah yang digunakan Starbuck ia membagi konversi agama menjadi dua tipe yaitu: Pertama, Tipe Volitional (perubahan bertahap), tipe ini terjadi secara berproses sedikit demi sedikit sehingga menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran.

69

William James, Pengalaman-pengalaman Religious, cet 1, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003), 240-250.

70

(47)

Kedua, Tipe Self-Surrender (perubahan drastis), konversi agama tipe ini adalah perubahan yang secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan ini pun dapat terjadi pada kondisi yang tidak taat menjadi taat, dari tidak percaya dan sebagainya. Pada tipe kedua ini William James mengakui adanya pengaruh petunjuk dari yang maha kuasa terhadap seseorang, karena gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehingga ia menerima kondisi yang baru dengan penyerahan jiwa sepenuhnya. Jadi, semacam ada petunjuk atau hidayah dari Tuhan.71

William James menegaskan bahwa meski terkadang banyak orang yang menafsirkan pengalaman untuk kehadiran sesuatu seperti diatas tidak dalam tafsiran secara teistik, yakni dengan istilah kehadiran Tuhan, tetapi tidak ada salahnya untuk menafsirkannya sebagai sebuah bentuk eksistensi dari ilahi. Yang pasti, menurut William James kasus-kasus kehadiran sesuatu seperti diatas telah membuktikannya adanya sesuatu didalam bangunan mental kita yang terkait dengan hadirnya suatu realitas yang bersifat lebih umum dan kabur dari pada realitas yang dicerna oleh indra tertentu kita. Meski diakui bahwa psikolog pun akan merasakan kesulitan dalam melacak kedudukan organi dari perasaan semacam itu.72

Mengenai pengalaman keagamaan sering kali tidak dapat dipaparkan dengan kata-kata karena berbeda dengan yang lainnya. Sepanjang sejarah

71

Jalaluddin, Psikologi Agama, 249.

72

(48)

manusia, tidak sedikit pendukung argument pengalaman ini yang paling umum adalah kalangan mistik dan pengikut berbagai tradisi agama. Bahkan, William James mengatakan bahwa pengalaman keagamaan demikian penting sehingga ia percaya bahwa seluruh agama dan teologi yang teroganisasi pada kenyataan merupakan hasil sekunder dari kalangan-kalangan premier dan soliter tentang Tuhan.73

Ada beberapa cara untuk mengategorikan penglaman. Seperti halnya, mendengarkan deskripsi tentang api, melihat api, dan benar-benar api adalah tingkatan pnglaman yang berbeda salah satu metode menggunakan kondisi dalam: Pertama, pengalaman keagamaan, kedua, pengalaman alamiah, ketiga, pengalaman pribadi non-keagamaan.

Penggolongan ini sejalan dengan cara-cara dasar Tuhan menyingkapkan dirinya kepada manusia, yakni melalui kitab suci Tuhan dan risalah para Nabi,

dunia alamiah, dan melalui apa yang terdapat “di dalam” yakni roh manusia dan

kaitannya dengan Tuhan.74

Pengalaman keagamaan tersebut dapat diidentifikasikan dengan dua cara. Cara pertama dari deskripsi sejrah agama, sekte atau aliran pemikiran keagamaan itu sendiri. Cara kedua, dari kawasan potensial tempat pengalaman perorangan itu berlangsung.75

Paling tidak ada empat kriteria untuk mengetahui pengalaman keagamaan tersebut.kriteria berawal dari asumsi bahwa pengalaman keagamaan itu

73

Saiyad Fareed Ahmad, 5 Tantangan Abadi Terhadap Agama, cet 1, terj. Rudy Harisyah alam, (Bandung: Mizan 2004 ), 42.

74

Ibid, 43. 75

(49)

merupakan tanggapan terhadap apa yang dihayati sebagai “Realitas Mutlak” yang

dimaksud dengan realitas mutlak disini adalah suatu realitas yang meskipun tidak dapat tertangkap dengan alat-alat indrawi ia mutlak ada dan merupakan realitas yang senantiasa mengesankan dan menentang umat beragama. Ia adalah realitas yang tidak tampak menurut William James, dalam bahasa agama realitas tersebut adalah Tuhan yang senantiasa dirasakan keberadaannya oleh umat manusia sepanjang masa meskipun tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.76

Pengalaman keagamaan yang dikatakan sebagai tanggapan terhadap apa yang dialami sebagai realitas mutlak mencakup empat hal. Pertama, anggapan bahwa dalam pengalaman tersebut terdapat tingkat-tingkat kesadaran seperti pemahaman dan konsepsi.

Kedua, tanggapan tersebut dipandang sebagai bagian dari suatu

perjumpaan antara manusia dengan “Realita Mutlak” yang telah dialami oleh

banyak orang sepanjang masa. Manusia bukan hanya homo sapiens tetapi juga homo Religious untuk menunjukan bahwa disamping adanya kenyataan manusia adalah makhluk berfikir dan sekaligus merupakan makhluk yang memiliki kecenderungan untuk beragama.

Ketiga, pengahayatan terhadap “Realitas Mutlak” mengandung adanya

hubungan dinamis sebab didalamnya terdapat adanya panggilan dan tanggapan, yang tidak dilepaskan dari adanya kenyataan bahwa realitas tersebut dihayati umat beragams sebagai misteri yang dahsyat.

76

(50)

Keempat, dalam memahami pengalaman keagamaan harus dilihat wataknya yang bersifat situasional, dalam artian, pengalaman keberagamaan harus dipandang dari konteks tertentu.77

77

(51)

44

BAB III

DESKRIPSI DATA PENELITIAN KONVERSI AGAMA GRIGUYUS AGUNG

A.

Profil griguyus Agung Gari Susani

Griguyus Agung merupakan salah satu orang yang mengalami konversi agama, dimana sekarang ia berdomisili di Desa Juwet Kecamatan Porong. Di kawasan Desa Juwet rata-rata dari orang pendatang. Griguyus Agung dilahirkan di kota Blitar pada tanggal 14 juli 1959 dari seorang ayah yang bernama Handi Jutawan berprofesi sebagai PNS pegawai kantor di kecamatan di bagian juru ketik dan ibunya bernama Sulasmi yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Dari segi ekonomi, kehidupan Griguyus Agung sangat berkecukupan sampai saat ini.Keluarga ini adalah keluarga Islam ayah dan ibunya seorang beragama Islam yang patuh.81

Griguyus Agung adalah anak pertama dari delapan bersaudara. Sejak kecil Griguyus Agung beragama Islam. Dan ketujuh adiknya juga beragama Islam. Tetapi setelah Griguyus beranjak dewasa ia memilih untuk berpindah agama menjadi agama Katolik karena, semasa remajanya Griguyus Agung sering

mendengar nyanyian do’a dari agama Katolik. Karena setiap harinya beliau

berada di lingkungan Katolik, mulai dari situlah Grigutus Agung merasakan ada sentuhan-sentuhan dihatinya, dimana beliau merasakan kehidupan beragama dalam Katolik jauh lebih baik dari pada kehidupannya saat beliau beragama Islam.

Sejalan dengan perkembangannya jasmani dan rohani, maka agama pada saat ia remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya, penghayatan

81

(52)

semasa remajanya terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada saat remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.82

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh Griguyus Agung SDN Sragi Blitar pada tahun (1967-1972), SMP ST. Negri Wlingi Blitar (1973-1975), dan di SLTA/STMK Blitar pada tahun (1976-1979). Pendidikan Griguyus Agung hanya sampai di SLTA setelah itu ia daftarkan dirinya di Militer Angkatan Darat. Proses terjadinya konversi agama pada tahun 1980 pada saat menyeleseikan sekolah SLTAnya, Griguyus Agung tidak pernah mengikuti organisasi hanya saja ia memiliki penglaman di Militer Angkatan Darat.

Pada akhirnya Griguyus Agung menikahi seorang wanita yang bernama Agata Antonia Anik Suwarni dan menikahnya secara Katolik.Tetapi istrinya sudah mengetahui bahwa hal ini adalah kesepakatan serius dan tidak main-main, dan sampai sekarang masih bertahan selama bertahun-tahun. Dan tanpa sepengetahuan istrinya Griguyus Agung mulai menyadari bahwasanya istrinya adalah kesaksian hidup nyata dari pribadi Kristus dalam perjuangan pernikahannya.Akan tetapi disini Griguyus Agung tidak memberi tahu teman-temannya bahwa Griguyus telah masuk agama Katolik.

Griguyus Agung adalah dulunya sebagai anggota TNI Angkatan Darat yang menjabat sebagai Peltu.Pada saat ini Griguyus Agung sudah tidak bekerja lagi karena masa tugasnya menjadi seorang Militer Angkatan Darat sudah selesei (sudah pensiun) sejak pada tahun 2012 tahun lalu.Setelah Griguyus Agung

82

(53)

menyeleseikan tugasnya saat ini kegiatannya menjadi pengurus Greja Santo Andreas yang ada di Desa Juwet Kecamatan Porong.

B.

Faktor Pindah Agama Dari Islam ke Katolik

Faktor yang menyebabkan Griguyus Agung Ghari Susani pindah agama yang terjadi di Desa Juwet. Ada beberapa data yang mengenai faktor penyebab pindah agama penulis mengambil dari wawancara terhadap Griguyus Agung yang mengalami konversi agama dan beberapa masyarakat yang memandang Griguyus yang melakukan konversi agama. Dalam hal ini yang menyangkut faktor pindah agama, membahas sesuai dengan penemuan data dari lapangan yang dapat disimpulkan bahwa faktor pindah agama yang dialami oleh Griguyus Agung yang meliputi faktor niat atau kemauan, faktor lingkungan, dan bentuk aplikasi.

1. Faktor Niat atau Kemauan dari Hati83

Salah satu faktor pindah agama adalah niat atau kemauan dari hati orang tersebut, pembahasan yang mengandung unsur niat yang penulis temukan dilapangan sebagai seseuatu yang paling penting karena, keyakinan adalah sumber yang paling utama sebagai suatu keinginan. Dari adanya dorongan niat yang kuat untuk selalu mendekatkan diri kepada sang pencipta, yang semakin gigih dalam menjalankan ajaran-ajaran dalam agama yang dianutnya. Pada akhirnya timbul rasa ingin berpindah agama karena, menurutnya ia akan nyaman di agamanya yang sekarang.

Seperti yang dialami oleh Griguyus Agung Gari Susani, seorang salah satu purnawirawan yang dulunya bekerja sebagai anggota Angkatan Darat.Griguyus

83

(54)

masuk agama Katolik disebabkan karena sering mendengarkan nyanyian do’a-

do’a misa di Greja dan akhirnya ada niatan untuk masuk di agama Katolik dan <

Referensi

Dokumen terkait

Quick lock : bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%, dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa semua

Pada kesempatan kali ini, variasi sulaman karawo menggunakan teknik tusuk ikat dan tusuk loncat isi benang menisik. Untuk lebih jelasnya, proses pembuatan sulaman

Jumlah tenaga paramedis belum sesuai standar karena dihitung bukan berdasarkan tempat tidur tetapi berdasarkan tingkat ketergantungan pasien dan beban kerja, sehingga

Kohlberg (dalam Papalia, dkk., 2008, hal.376) menyatakan bahwa konstansi gender, kesadaran anak bahwa jenis kelaminnya akan selalu sama, mengarah kepada akuisisi peran

Dari hasil penelitian dapat dilihat masing-masing nilai IP dari setiap makanan ikan senangin di perairan Dumai (Tabel.2). Berdasarkan perhitungan nilai IP, didapatkan

Pengaruh rakan sebaya adalah perkara yang paling ditakuti oleh pihak sekolah kerana dengan pengaruh rakan sebaya ini lah akan menyebabkan perkara yang menyalahi

[r]

Secara opearasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, praktek baik individu, kelompok atau masyarakat