• Tidak ada hasil yang ditemukan

Delik Wanprestasi terhadap jual beli online dalam tinjauan hukum pidana Islam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Delik Wanprestasi terhadap jual beli online dalam tinjauan hukum pidana Islam."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan

Jurusan Hukum Publik

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM

SKRIPSI

Oleh

Rizka Ferdiana Sari NIM. C03212056

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum

Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam SURABAYA

2017

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Skripsi yang berjudul “Delik Wanprestasi Terhadap Jual Beli Online Tinjauan Hukum Pidana Islam)” adalah hasil penelitian library research untuk menjawab pertanyaan yaitu bagaimana delik wanprestasi terhadap jual beli online dapat dikatakan sebagai tindak pidana yang dipersamakan dengan tindak pidana penipuan serta bagaimana hukum Islam mengatur tentang hukuman bagi para pelaku delik wanprestasi yang dapat dikatakan sebagai pelaku tindak pidana penipuan.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan kepustakaan . Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan metode deskripstif analisis dan pola pikir deduktif untuk memperoleh kesimpulan yang umum menurut hukum pidana Islam dan literature yang menjelaskan tentang wanprestasi serta delik penipuan.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pada mulanya wanprestasi merupakan kegiatan ingkar janji yang dimana seseorang tidak dapat memenuhi kewajibannya entah itu di sengaja atau tidak disengaja. Wanprestasi ini dapat dipidanakan dengan atas delik penipuan apabila yang bersangkutan merasa dirugikan dan pihak wanprestasi tidak ada iktikad baik terhadapnya dan memilih jalur pidana maka wanprestasi ini dapat dipidanakan dengan tidak melupakan unsur-unsur yang terkadung didalam delik penipuan. Namun dalam tinjauan hukum pidana Islam penerapan hukum kepada para pelaku delik wanprestasi terhadap jual beli online shop adalah jarimah takzir yang berupa pengasingan, cambukan serta denda yang harus dibayarkan sebagaimana yang telah dilakukan oleh sahabat umar bin khattab kepada pelaku penipuan, karena takzir merupakan hukuman yang dijatuhkan dan kadarnya ditentukan oleh penguasa Negara yang tidak diatur dalam alquran dan sunah.

Saran yang dapat disampaikan adalah diharapkan para aparat yang berwajib dapat mengkategorikan wanprestasi dengan delik penipuan, dimana wanprestasi dapat diangkat kepada delik penipuan atau tidak serta menggunkan UUD, KHUPerdata, KUHPidana serta dasar hukum lainnya yang dapat mendasari sebuah tuntutan, karena negara Indonesia adalah negara hukum yang menganut asas legalitas, sewajarnya para hakim memutus segala perkara sesuai dengan UU yang mengaturnya.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM………. I

PERNYATAAN KEASLIAN……….... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING………. iii

PENGESAHAN……….... iv

PERSEMBAHAN………...…. v

MOTTO………. vi

ABSTRAK………. vii

KATA PENGANTAR……… ix

DATAR ISI………. xii

DAFTAR TRANSLITERASI……… xv

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang……… 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah………... 15

C. Rumusan Masalah………... 15

D. Kajian Pustaka………. 15

E. Tujuan Penelitian……… 20

F. Kegunaan Penelitian……….... 20

G. Definisi Operasional………...………. 21

H. Metode Penelitian………... 22

(8)

27

G. Macam-macam Jarimah takzir………... 35

H. Pendapat Ulama ………. 46

BAB III DELIK WANPRESTASI JUAL BELI ONLINE……….. 52

A.Ketentuan dan Dasar Hukum Wanprestasi……… 52

B.Asas-asas Jual Beli Online Shop……….. 56

C.Pelaku-pelaku yang Terkait dalam Jual Beli Online Shop...………. 58

D. Proses Jual Beli online Shop……...……… 65

E. Pengertian, Dasar Hukum Terkait Penipuan………...……….. 73

F. Praktik Penipuan Dalam Online Shop... 78

G.Sanksi Pidana Jual Beli Online... 81

BAB IV ANALISA DELIK WANPRESTASI JUAL BELI ONLINE TINJAUN HUKUM PIDANA ISLAM…... 84

A. Analisis Hukum Pidana Terkait Delik Wanprestasi dalam Jual Beli Online…... 84

B. Analisis Hukum Pidana Islam Delik Wanprestasi Terhadap Jual Beli Online………. 92

BAB V PENUTUP……….. 95

A. Kesimpulan ………... 95

(9)

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana kita ketahui, Indonesia merupakan negara hukum yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hukum sangatlah penting

dalam menciptakan tata tertib ketentraman dalam masyarakat, baik yang bersifat

preventif maupun represif. Dalam hidup ini, kita dihadapkan dalam hal - hal yang

berkaitan dengan perjanjian untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan

material ataupun imatrial. Kadang dalam suatu perjanjian, kita mendapati kendala

yang menimbulkan terjadinya wanprestasi.

Wanprestasi adalah suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila

para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah

diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian

tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan

oleh salah satu pihak atau debitur.

Kata wanprestasi berasal dari istilah dalam bahasa Belanda wanprestatie

yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan

terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang

(11)

undang-undang. Sedangkan prestasi merupakan hal yang harus dilaksanankan dalam suatu

perikatan.1

Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan

kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang

telah ditentukan dalam perjanjian2 dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun

bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:3

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;

2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;

3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

Sedangkan menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:4

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;

2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana

dijanjikannya;

3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu

perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan

dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.

1Mariam Darus Badrulzaman, Asas-Asas Hukum Perikatan ( Medan: FH USU,1970), 8. 2Nindyo Pramono, Hukum Komersil (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003),2.21

(12)

Perkembangan teknologi komunikasi dan komputer menyebabkan

terjadinya perubahan kultur kita sehari-hari. Dalam era yang disebut “information

age” ini, media elektronik menjadi salah satu media andalan untuk melakukan

komunikasi dan bisnis. Program komputer yang satu ini memang digandrungi oleh

banyak orang, dari anak-anak, remaja sampai orang dewasa pun hampir semua

kegiatanya tidak lepas dari yang namanya komputer, khususnya internet. Melalui

internet seseorang dapat melakukan berbagai macam kegiatan tidak hanya terbatas

pada lingkup lokal atau nasional tetapi juga secara global bahkan internasional,

sehingga kegiatan yang dilakukan melalui internet ini merupakan kegiatan yang

tanpa batas, artinya seseorang dapat berhubungan dengan siapapun yang berada di

manapun dan kapanpun. Karena masyarakat sekarang menginginkan semua

kegiatan yang dilakukan sehari-hari bergerak cepat, praktis, dan tidak bertele-tele,

termasuk kegiatan ekonomi jual beli.

Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu

meningkatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain

untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli itu diangap telah terjadi

antara dua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat

tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum

diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Jika kebendaan yang dijual itu berupa

suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah

(13)

penjual berhak menuntut harganya. Jika barang-barang tidak dijual menurut

tumpukan, tetapi menurut berat, jumlah atau ukuran, maka barang-barang itu tetap

atas tangungan si penjual hingga barang-barang ditimbang, dihitung atau diukur.

Jika sebaliknya barang-barang dijual menurut tumpukan, maka barang-barang itu

adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau

diukur. 5

Asal makna kata jual beli adalah tukar menukar antara barang yang

dianggap senilai, sedang yang dimaksudkan dengan jual beli di sini adalah

pertukaran semua barang yang bernilai atau barang yang bermanfaat, dengan dasar

sama-sama suka dan sama-sama rela. Jual beli yang demikian itulah yang

dihalalkan oleh Allah. 6

Jual beli adalah perbuatan yang dianjurakan oleh Nabi Muhammad saw. hal

ini sebagaimana tertulis dalam buku Imam Syafii jual beli merupakan termasuk

perbuatan yang mulia. Beliau berpendapat bahwa kewirausahaan dengan cara jual

beli sesuai dengan hukum syarak dalam kesahihan jual belinya sehinga menjadi

mabrur baik dalam etika jual beli, tidak ada yang sesuai dengan syarak seperti

berbohong, menipu, membodoh-bodohi atau bersumpah palsu”.7

5 Subekti R. dan Tjitrosudibio R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: PT. Pradnya Paramita ,1993), 66.

6Labib MZ dan Muhtadin, Kumpulan Hadits Pilihan Shahih Bukhari (Surabaya: Tiga Dua,1993), 171-174.

(14)

Asal makna kata jual beli adalah tukar menukar antara barang yang di

anggap senilai, sedang yang dimaksud dengan jual beli di sini adalah pertukarang

semua barang yang bernilai atau barang yang bermanfaat, dengan dasar sama- sama

suka dan sama- sama rela. Jual beli yang demikian itulah yang dihalalkan oleh

Allah. Allah berfirman dalam surah Albaqarah ayat 275 :

(15)

datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran

lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran

suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena

orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan

emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba

nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman

jahiliyah.

Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti

orang kemasukan syaitan. Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat

ini, boleh tidak dikembalikan.8

Dalil tidak boleh ada penipuan dalam jual beli adalah hadis Rasulullah :

ىبنلرك احرْناهْنعهللاضررمعنْبهللا ْبعْنع ,

ةباخاْلًقفتعيابا َاقفعويًبْلاىفًع ْحيهَنا

Artinya : Dari Abdullah bin Umar r.a., bahwasannya ada seorang laki- laki bercerita kepada Nabi saw., bahwa ia telah ditipu orang dalam jual beli, lalu

beliau bersabda “Apabila kamu melakukan jual beli, maka katakanlah tidak

boleh ada penipuan.9

Sedangkan dalam pandangan R Sosilo ia mendasarkan. Pada pasal 378

tentang penipuan: barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri

8 Kementrian Agama ar-Rahim, Al- Qur’an dan Terjemah (Bandung : Mikhrab Khasanah Ilmu, 2014), 25.

9 Ibnu Hajar al-Asqalami, Bulughul Maram: Panduan Lengkap Masalah-masalah Fiqh, dan

(16)

atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau

keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan

perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang

membuat utang atau menghapus piutang, hukum karena penipuan, dengan

hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.10

Transaksi perdagangan secara konvensional telah beralih ke sistem online.

Sistem perdagangan ini pada dasarnya sama dengan perjanjian jual beli pada

umumnya, hanya saja penjual dan pembeli tidak perlu bertemu muka. Kegiatan ini

bergerak seolah tanpa pijakan karena tidak adanya peraturan yang secara khusus

diciptakan untuk para cyber dalam hal pelindungan terhadap para pihak yang

bertransaksi, meliputi perjanjian jual beli, karakteristik yuridis kerahasiaan data

konsumen yang menguntungkan kedua belah pihak. Namun itu semua bukanlah

penghalangan bagi pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya. Kegiatan bisnis

perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah electronic commerce

yaitu suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang, karena transaksi jual

beli secara elektronik ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu

sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang

dimanapun dan kapanpun.

(17)

E-commerce (perniagaan elektronik) pada dasarnya merupakan dampak

teknologi informasi dan telekomunikasi. Secara signifikan ini mengubah cara

manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait

dengan mekanisme dagang. Semakin meningkatnya dunia bisnis yang

mempergunakan internet dalam melakukan aktivitas sehari-hari secara tidak

langsung menciptakan sebuah domain dunia baru yang kerap diistilahkan dengan

cyber space atau dunia maya. Saat ini transaksi e-commerce telah menjadi bagian

dari perniagaan nasional dan internasional. Contoh untuk membayar zakat atau

berkurban pada saat Iduladha, atau memesan obat-obatan yang bersifat sangat

pribadi, orang cukup melakukannya melalui internet. Bahkan untuk membeli

majalah orang juga dapat membayar tidak dengan uang tapi cukup dengan

mendebitkan pulsa seluler melalui fasilitas SMS.11 Electronik commerce adalah

salah satu bagian dalam pembahasan cyber law yang akhir-akhir ini hangat

dibicarakan, merupakan kajian yang lebih khusus dibicarakan. Hal ini disebabkan

tentang e-commerce ini hukum yang mengaturnya baru saja disahkan.

Perjanjian-perjanjian yang terjadi di dalam e-commerce masih diragukan keabsahannya. Di

kalangan ahli hukum di Indonesia masih berbeda pendapat menyangkut keabsahan

perjanjian yang dibuat di internet.

(18)

Perdagangan elektronik atau e-dagang (Bahasa Inggeris: E-commerce)

merujuk kepada perniagaan atau perdagangan yang menggunakan peralatan dan

infrastruktur teknologi komunikasi dan maklumat sebagai medium untuk tujuan

komunikasi dan juga transaksi. Melalui konsep e-dagang ini, masa kerja dan urus

niaga menjadi lebih fleksibel, boleh memiliki pertubuhan/pejabat maya atau hanya

beroperasi di rumah, pasaran perniagaannya adalah lebih meluas iaitu serata dunia

dan ia berjalan 24 jam tanpa henti. Selain itu, faedah pembayaran di dalam bentuk

baru ini (secara dalam talian) ternyata amat murah dan mudah dibandingkan

dengan faedah pembayaran yang dibuat secara konvensional dan sekaligus

mengurangkan keperluan kepada pengaliran uang tunai.

Dikaitkan dengan KUHP perdata, keabsahan berkontrak memungkinkan

komunikasi global dan memiliki akses terhadap informasi secara luas. Hal yang

menarik untuk melihat bagaimana KUHP perdata menampung perikatan yang

menggunakan jalur internet atau perdagangan melalui internet. Dikaitkan dengan

KUHP perdata, keabsahan berkontrak memungkinkan komunikasi global dan

memiliki akses terhadap informasi secara luas. Hal yang menarrik untuk melihat

bagaimana KUHP perdata menampung perikatan yang menggunakan jalur internet

atau perdagangan melalui internet.

(19)

penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut:

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.12

Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana

penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi

elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan: Setiap

orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan

yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksit elektronik.

Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara

paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 miliar, sesuai

pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.13

Meskipun kita sudah berhati-hati dan memeriksa klausul perjanjian, nasib

terkadang tidak berpihak, kita menjadi korban tindakan wanprestasi. Langkah

pertama memastikan bahwa tindakan itu adalah wanprestasi, kita bisa diketahui

dari beberapa syarat seperti di atas atau dari ketentuan dalam surat perjanjian.

Setelah kita yakin dari korban wanprestasi, kita bisa ketahui dari beberapa syarat

12 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(20)

seperti diatas ataudari ketentuan dalam surat peringatan kepada mereka. Surat

peringatan berisi tuntutan agar mereka memenuhi kewajiban dalam jangka

waktu tertentu. Surat peringatan berisi tuntutan agar merekan memenuhi

kewajiban dalam jangka waktu tertentu. Surat peringatan ini juga bisa

digunakan sebagai cara bukti di pengadilan jika kasus wanprestasi tersebut

berlanjut hingga pengadilan.

Setelah memberikan surat peringatan dan pihak lawan tidak mampu

memenuhi kewajiban, kita bisa menjatuhkan sanksi. Apabila debitur melakukan

wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada debitur,

yaitu. 14

1. Membayar kerugian yang kita derita.

2. Membatalkan perjanjian.

3. Melakukan peralihan risiko.

4. Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan di muka hakim.

Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan

merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat

antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita.15

14Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), 2.22-2.25

(21)

Penggantian kerugian dapat dituntut menurut undang-undang berupa “kosten, schaden en interessen” (pasal 1243 dsl). Yang dimaksud kerugian yang bisa

dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).16

Dunia modern identik dengan kepraktisan, kecanggihan teknologi, dan kecepatan. Hal ini juga terjadi dalam dunia bisnis. Sebuah transaksi bisnis sering terjadi hanya melalaui perantara komputer, penjual dan pembeli tidak melakukan tatap muka. Pembayaran yang dilakukan pun bermacam-macam, tidak terbatas pada pembayaran tunai semata.17

Praktiknya, untuk meringankan tuntutan pidana ataupun vonis pengadilan,

sang pelaku tak jarang disarankan menyelesaikan lebih dahulu kewajiban

keperdataannya kepada Anda.18 Disadari atau tidak, posisi sebagai pengusaha

terkadang lebih berkuasa dibandingkan dengan posisi sebagai pembeli. Akibatnya

pengusaha sering terkoda untuk melakukan penipuan kepada konsumennya untuk

mendapatkan keuntungan maksimal. Atau sebaliknya, seorang pengusaha

terkadang juga harus melakukan pembelian barang dari pemasok. Terkadang saat

kita tidak jeli atau kita belum mengenal pandangan yang berurusan bisnis dengan

kita. Mereka kerap melakukan penipuan. Bisa dengan kerap mengurangi bobot

16 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 2005), 148.

17Eka An Aqimuddin, Tips Hukum Praktis Solusi Bila Terjerat Khasus Bisnis (Jakarta: Redaksi RAS, 2010), 83

(22)

barang yang dibeli, memberikan barang dengan kualitas rendah, menaikkan harga

barang seenaknya, atau membawa kabur uang yang suda dibayar dan barang yang

dipesan ternyata fiktif.

Penipuan seperti ini mau tidak mau harus anda bereskan, baik dengan cara

renegosiasi ataupun melalui bantuan aparat penegak hukum. Renegosiasi patut

diutamakan karena tujuan usaha tersebut adalah mencari keuntungan, dan dengan

cara inilah yang bisa mengganti kerugian yang anda alami. Namun, tidak semua

transaksi bisa direnegosiasi. Apabila memang sudah tidak semua transaksi bisa

direnegoisasi. Apabila memang sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan

perundingan, anda dapat langsung melaporkan ke kepolisan para pelaku ini bisa

terjerat pasat 378 KUHP dengan hukuman hingga mencapai empat tahun penjara.

Jika pedagang menjual barang yang tidak sesui spesifikasi yang dijanjikan, dapat

terjerat pasal 383 KUHP.

Agar tidak tertipu ada semua para pihak harus mencermati barang yang

diperjual belikan. Pastikan barang yang dibeli telah sesuai dengan yang dijanjikan.

Simpan bukti transaksi karena jika sewaktu-waktu ada masalah,bisa menunjukkan

bukti transaksi yang dilakukan. Lebih baik lagi jika dalam setiap transaksi

membawa seorang rekan sebagai pihak ketiga atau sebagai saksi dari transaksi.19

(23)

Prestasi diatur di dalam pasal 1234 KUHP perdata yang menegaskan sebagai

berikut: “Perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk beruat sesuatu,

atau untuk tidak berbuat sesuatu.”

Sehingga tidak terpenuhinya kewajiban (prestasi) tersebut, itulah yang

disebut wanprestasi atau ingkar janji. Berarti, wanprestasi harus berhubungan

dengan suatu perjanjian atau kontrak. Artinya, pada gugatan wanprestasi tersebut

tidak didasari atas suatu kerugian material atau immateril, tetapi harus didasari

atas perilaku tidak berbuat sesuatu atau berbuat sesuatu.

Secara umum, ketika wanprestasi atau ingkar janji selalu dikaitkan dengan

munculnya kerugian secara finansial. Hal yang paling mudah dipahami oleh

masyarakat pada umumnya adalah selalu terkait dengan masalah utang piutang.

Padahal wanprestasi tidak saja karena seseorang tidak membayar utang

tetapi didalam gugatan yang harus ditonjolkan adalah karena seseorang tidak

melaksanakan kewajiban. 20

Melalui latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji

permasalahan hukum dengan juduk “Delik Wanpresatasi Terhadap Jul Beli Online

dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

(24)

bagaimana delik wanprestasi terhadap jual beli online serta hukum pidana Islam

dalam memandang delik wanpresatsi terhadap jual beli online.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti

mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Deskripsi kasus tindak pidana Pidana Wanprestasi terhadap akad jual beli

dalam online menurut hukum Pidana Islam.

2. Bermacam-macam Wanprestasi terhadap jual beli dalam online saat ini.

3. Wanspresatsi terhadap jual beli dalam online adalah jenis tindak pidana yang

sulit untuk dideteksi.

4. Kasus wanprestasi terhadap jual beli online dalam bentuk e-commerce sering

terjadi di Indonesia.

5. Berbagai teknik melakukan kejahatan wanprestasi dalam jual beli online

dalam bentuk e-commerce.

6. Aturan hukum untuk wanprestasi atau bisa disebut cyber crime yaitu

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

(25)

Melihat luasnya pembahasan atasan delik wanprestasi terhadap jual beli

dalam perdagangan elektronik (online shop) tinjauan hukum Islam maka

permasalahan ini dibatasi dengan:

1. Delik wanpresatsi dalam transaksi jual beli onine.

2. Tinjauan hukum pidana islam tentang delik wanprestasi dalam jual beli online

menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan

Transaksi Elektronik.

C. Rumusan Masalah

Agar lebih praktis, maka permasalahan yang hendak dikaji dirumuskan

dalam beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana delik Wanprestasi dalam transaksi jual bali online?

2. Bagaimana Tinjauan hukum pidana islam tentang delik wanprestasi dalam

transaksijual beli online ?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/ penelitian yang

(26)

bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi

dari kajian penelitian yang telah ada.21

Penelitian terdahulu untuk permasalahan yang saya kaji diantaranya:

1. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Ganti Rugi Wanprestasi dalam Jual

Beli Anak Burung di Pasae Empunala Mojokerto. Yang ditulis Muhammad

Nurul Falakh jurusan Muamalah UIN Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2014.

Karya ini memuat tentang praktek ganti rugi wanprestasi dalam jual beli anak

burung di pasar Empunala Mojokerto serta tinjauan hukum Islam terhadap

praktek ganti rugi wanprestasi dalam jual beli anak burung di pasar Empunala

Mojokerto.22Yang menjadi pembeda dalam skripsi ini adalah penulis lebih

menekankan kepada tindak pidana cyber crime yang digunkan sebagai media

dalam jual beli.

2. Tinjauan Hukum Islam tentang Jual Beli melalui Elektronik di Situs Ebay.

Yang ditulis Mukarromah jurusan Muamalah UIN Sunan Ampel Surabaya,

Tahun 2012. Karya ini memuat deskripsi prosedur jual beli melalui elektronik

di situs ebay dan tinjauan hukum islam tentang jual beli melalui elektronik di

situs ebay.23 Sama halnya dengan skripsi ini, namun pada skripsi yang penelulis

susun lebih memfokuskan kepada delik pidana Islam.

21 Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya: t.p., 2014), 8.

22Muhammad Nurul Falakh,

͆Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Ganti Rugi Wanprestasi dalam Jual Beli Anak Burung di Pasae Empunala Mojokerto͇, (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014). 23Mukarromah,

(27)

3. Cyber crime dalam bentuk Phising dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun

2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik prespektif hukum pidana

Islam, yang ditulis oleh Zaina Arifin jurusan hukum pidana Islam tahun 2016.

Dalam skripsi ini membahas tentang bagaimana pandangan hukum pidana

Islam terhdap sanksi hukum dalam Undnag-Undang Nomor 11 tahun 2008

tentang informasi dan transaksi elektronik terhadap tindakan cyber crime

dalam bentuk Phising.

4. Yonan Yoga Sugama, “Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Online Dalam

Forum Jual Beli (FJB) Kaskus Dikaitkan Dengan Kecakapan Subyek Hukum

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan

Transaksi Elektronik Dan Kuh Perdata. Fakultas Hukum Universitas

Padjadjaran Bandung”.24Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa

keabsahan perjanjian jual beli online dalam Forum Jual Beli (FJB) Kaskus yang

tidak memiliki verifikasi kecakapan subyek hukum, maka perjanjian tersebut

akan tetap sah dan mengikat para pihak. Karena kecakapan subyek hukum

bersifat kualitatif di dalam suatu sistem elektronik dan juga berpacu kepada

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara

24Yonan Yoga Sugama, “Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Online Dalam Forum Jual Beli (FJB)

(28)

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Akibat

hukum dari perjanjian jual beli online dalam forum jual beli (FJB) Kaskus yang

tidak memiliki verifikasi kecakapan subyek hukum, makaperjanjian tersebut

tidak dapat dibatalkan baik oleh subyek hukum yang tidak cakap tersebut

maupun oleh orang tua atau walinya. Karena kecakapan subyek hukum bersifat

kualitatif dalam suatu sistem elektronik yang berarti bahwa seseorang tidak

dinilai dari batasan umur atau kedewasaannya dalam melakukan suatu

perjanjian, tetapi dinilai dari apakah orang tersebut mampu melakukan suatu

transaksi atau tidak. Perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah penelitian

ini fokus pada perjanjian E-Commerce ditinjau dari aspek hukum positif dan

hukum Islam. Persamaannya sama-sama membahas tentang perjanjian jual

beli.

Dari beberapa karya tulis tersebut telah banyak memberikan inspirasi dan

kontribusi besar terhadap penulis skripsi ini, Namun berbeda dengan yang akan

penulis teliti. Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji bagaimana delik pidana

Wanprestasi dalam transaksi jual beli onlineshop dan bagaimana tinjauan hukum

pidana Islam tentang delik wanprestasi dalam transaksi jual beli. Analisa dalam

pandangan hukum pidana Islam menjadi perbedaan penelitian sekarang dengan

(29)

E. Tujuan

Tujuan penelitian yang hendak dicapai sejalan dengan

pertanyaan-pertanyaan di atas tadi adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana delik pidana wanprestasi terhadap jual beli

perdagangan elektronik (online shop).

2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum pidana Islam tentang delik

wanprestasi terhadap jual beli.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

sekurang-kurangnya untuk:

1. Aspek keilmuan (teoritis)

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan

sumbangan bagi pengembangan khazanah dan kepustakaan Islam pada

umumnya dan almamater pada khususnya.

2. Aspek terapan (praktis)

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai acuan yang

dapat memberikan informasi mengenai tinjauan hukum pidana Islam tentang

(30)

G. Definisi Operasional

Adapun untuk mempermudah gambaran yang jelas dan konkrit tentang

permasalahan yang terkandung dalam konsep penelitian ini, maka perlu dijelaskan

makna yang terdapat dalam penelitian ini. Sehingga secara operasional tidak ada

kendala terjadinya perbedaan pemahaman yang menyangut hal-hal yang dibahas.

“Delik Pidana Wanprestasi terhadap Jual Beli Online dalam Tinjauan Hukum

Pidana Islam.” definisi operasional dari judul tersebut adalah:

1. Wanprestasi:

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah

memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa

ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak

terlaksana dengan baik karena adanya pihak yang menyalai kontrak.

Penyalahan terhadap kontrak atau perjanjian inilah yang disebut dengan

wanprestasi

2.Jual beli online

Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang

diperbolehkan) yang mengunakan dunia maya sebagai media transaksi.25Jual

Beli adalah sebuah kesepakatan antara dua orang atau lebih yang menciptakan

sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal yang

(31)

tertentu.26E-commerce (online) adalah kegiatan bisnis yang menyangkut

konsumen (consumers), manufaktur (manufactures), service providers, dan

pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan

computer yaitu internet.27

3. Hukum pidana Islam

Ilmu tentang syarak yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumannya yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Jarimah takzir .28

H. Metode Penelitian.

1. Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah data yang terkait dengan delik wanprestasi

terhadap jual beli dalam perdagangan elektronik (online shop) dan tinjauan

hukum pidana islam beserta ketentuan-ketentuan pidananya.

2. Sumber data

Sumber data merupakan bagian dari skripsi yang akan menentukan keotentikan skripsi, berkenaan dengan skripsi ini, sumber data yang dihimpun antara lain:

26 M. Arsyad Sanusi, “E-Commerce Hukum dan Solusinya (Bandung: PT. Mizan Grafika Sarana, 2001), 36.

27Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikata (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2001), 283.

(32)

a. Sumber primer

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data29, yaitu: bahan hukum yang diperoleh dari ketentuan

Undang-Undang nomor 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

b. Sumber hukum sekunder

Sumber hukum yang digunakan penelitidalambentuk dokumen berupa

buku-buku literatur dan dokumen yang ada hubungannya dengan masalah

yang penulis bahas. Diantaranya:

1) Ahmad Ramli,”Cyber law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia,

Bandung PT.Refika Aditama, 2004.

2) Ramdan Muhammad Rizki, jual beli oinline menurut madhab Asy -Syafii,

Bandung:Pusataka Syifa, 2015.

3. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik dokumentasi, yakni

cara yang digunakan adalah dengan pengumpulan data literatur, yaitu dari data

yang dilengkapi dengan penggalian bahan-bahan pustaka yang berhubungan

dengan bahasan hukuman bagi pelaku tindak wansprestasi terhadap akad jual

beli dalam perdagangan elektronik (online shop). Bahan-bahan pustaka yang

(33)

digunakan di sini adalah buku-buku yang ditulis oleh para pakar atau ahli

hukum, terutama dalam bidang hukum pidana dan hukum pidana Islam.

4. Teknik pengolahan data

Semua data yang terkumpul kemudian diolah dengan cara sebagai berikut:

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah diperoleh

terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna,keselarasan dan

kesesuaian antara data primer maupun data sekunder,yang berkaitan dengan

tindak pidana wansprestasi terhdap akad jual beli dalam online.

b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematikan data yang diperoleh dalam

kerangka uraian yang sudah direncanakan.

c. Analyzing, yaitu analisis dari data yang telah dideskripsikan terhadap

hukuman bagi pelaku tindak pidana wansprestasi terhdap akad jual beli

online.

5. Teknik analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Deskriptif analisis, yaitu dengan cara memaparkan mengenai hukuman yang

diputuskan dalam kasus wansprestasi terhdap akad jual beli dalam online

secara keseluruhan.

b. Deduktif, yaitu pola pikir yang membahas persoalan yang dimulai dengan

memaparkan hal-hal yang bersifat umum berupa dalil, kaidah fiqih, pendapat

(34)

terhdap akad jual beli online kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat

khusus dari hasil penelitian tersebut.

I. Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah pembahasan masalah-masalah dalam studi ini, dan

dapat dipahami permasalahannya secara sistematis dan lebih terarah, maka

pembahasannya dibentuk dalam bab-bab yang masing-masing bab mengandung

sub-bab, sehingga tergambar keterkaitan yang sistematis. Adapun sistematika

pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan pembahasan sebagai berikut:

Dalam bab I diuraikan tentang pendahuluan yang menjelaskan gambaran

umum yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini, yaitu meliputi latar belakang,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan

sistematika pembahasan.

Bab II membahas landasan teori tentang tinjauan umum terhadap jarimah

takzir yang memuat pengertian jarimah takzir, unsur-unsur jarimah takzir,

macam-macam jarimah takzir dan hukuman jarimah takzir.

Bab III adalah penyajian data, akan dipaparkan mengenai data hasil

penelitian yang terdiri tentang delik wanprestasi jual beli (online) tinjauan hukum

(35)

jual beli, unsur wanprestasi (penipuan) jual beli online dan sanksi pidana

wanprestasi (penipuan) jual beli online.

Bab IV mengemukakan tentang analisis hukum pidana Islam terkait delik

wanprestasi akad jual beli online yang diatur dalam pasal 378 tentang kejahatan

penipuan, dan ditinjau dari hukum pidana Islam.

Bab V merupakan kesimpulan dan saran yang memuat uraian jawaban

(36)

BAB II

LANDASAN TEORI MENGENAI JARIMAH TAKZIR

A. Pengertian Jarimah

Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarangsyarah yang sanksinya

dapat berubah hukuman h{ad atau takzir.Menurut Imam al- Mawardi jarimah

adalah “segala larangan syarah (melakukan hal-hal yang dilarangdan atau

meninggalkan yang diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau

takzir”.1

Suatu perbuatan dapat dinamai suatu jarimah (tindak pidana, peristiwa

pidana atau delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi

orang lain atau masyarakat baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta

benda, keamanan, atau aturan masyarakat, nama baik, perasaan atau hal-hal

yang harus dipelihara dan dijunjung tinggi keberadaannya. Artinya, jarimah

adalah dampak dari perilaku tersebut yang menyebabkan kepada pihak lain,

baik berbentuk material (jasad, nyawa atau harta benda) maupun yang

berbentuk non materi atau gabungan nonfisik seperti ketenangan,

ketentraman, harga diri, adat istiadat dan sebagainya.2

Menurut Tresna “Peristiwa pidana itu adalah rangkaian perbuatan

manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-peraturan perundangan lainnya, terhadap perbuatan yang mana diadakan tindakan

penghukuman.”Menurut pengertian tersebut suatu perbuatan itu baru

(37)

dianggap sebagai tindak pidana, apabila bertentangan dengan undang-undang dan diancam dengan hukuman. Apabila perbuatan itu tidak bertentangan dengan hukum (undang-undang), artinya hukum tidak melarangnya dan tidak ada hukumannya dalam undang-undang maka perbuatan itu tidianggap sebagai tindak pidana.3

dak

B. Bentuk-bentuk Jarimah

Jarimah dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan

aspek yang di tonjolkan. Pada umumnya para ulama membagi jarimah

berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau

tidaknya oleh Alquran dan Hadis. Atas dasar ini mereka membaginya

menjadi tiga macam, yaitu4:

a. Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni

hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat ringan)

sanksinya yang menjadi hak Allah Swt. melalui dalil naqli.

b. Jarimah qishash atau diyat adalah jarimah yang diancam dengan

hukuman qishash atau diyat. Baik qishash maupun diyat keduanya adalah

hukuman yang sudaah ditentukan oleh syarak.

c. Jarimah takzir adalah suatu jarimah yang hukumannya diserahkan kepada

hakim atau penguasa.

(38)

C. Unsur-Unsur Jarimah

Jarimah adalah perbuatan pidana, sebuah perbuatan dikatakan jarimah

apabila memenuhi unsur umum dan unsur khusus. Jarimah memiliki

beberapa unsur yaitu unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum yaitu

unsur yang ada pada setiap janis jarimah, yang terdiri5:

a. Al- Rukn al- Shar’i yakni sesuatu yang sudah ada aturanya. Disebut juga

unsur formil yaitu nash yang melarang perbuatan dan mengancam

perbuatan terhadapnya. Dalam unsur ini terdapat lima masalah pokok

yaitu:

1. Asas legalitas dalam huku pidana Islam

2. Sumber-sumber aturan-atura Pidana Islam

3. Masa berlakunya aturan-aturan pidana islam

4. Lingkungan berlakunya pidana islam

5. Asas pelaku atau terhadap siapa berlakunya aturan-aturan pidana

Islam.

b. Al- Rukn al- Madi yakni terdapat suatu perbuatan yang di anggap

melanggar syarak. Disebut juga unsur materiil yaitu adanya tingkah laku

yang membentuk jarimah, baik perbuatan-perbuatan nyata (positif)

maupun sikap tidak berbuat (negatif) yang bersifat melawan hukum.

Unsur materiil ini mencakup anatara lain:

1. Jarimah yang belum selesai atau percobaan

(39)

2. Turut serta melakukan jarimah.

c. Al- Rukn al- Adabiy yakni adanya pelaku yang telah melakukan

perbuatan yang dilarang syarak. Disebut juga unsur moral yaitu orang

yang dapat dimintai pertanggung jawaban terhadap jarimah yang

diperbuatnya.6 Pembahasan mengenai unsur pertanggung jawaaban

berkisar dua masalah pokok:

1. Pertanggung jawaban pidana

2. Hapusnya pertanggung jawaban pidana.

Suatu perbuatan (jarimah) dapat dihukum apabila sudah memenuhi

ketiga unsur tersebut.7

Unsur jarimah khusus adalah unsur-unsur yang terdapat pada jarimah

namun tidak terdapat pada jarimah lainnya. Seperti contoh mengambil harta

orang lain secara pakasa secara terang-terangan adalah jarimah hirabah, atau

perbuatan yang sengaja meniru suatu benda yang asli yang mengakibatkan

kerugian terhadap seseorang, unsur tersebut dapat digolongkan pada jarimah

penipuan.

D. Pengertian Takzir

Seperti yang diuangkapakan oleh Imam Al-Mawardi mengenai jarimah

yaitu segala perbuatan yang melanggar syarak yang dapat diajatuhi hukuman

had atau takzir. Setiap perbuatan yang sanksinya diatur oleh Alquran dan

(40)

hadis disebut dengan jarimah had, sedangkang setiap perbuatan yang

sanksinya tidak diatur oleh Alquran dan hadis disebut dengan jarimah takzir.

Takzir menurut Wahbah Zuhaili mirip dengan definisi yang dikemukakan

oleh Al-Mawardi yaitu hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat

yang tidak di kenakan hukuman had dan tidak pula kifarat.8

Takzir berasal dari kata ‘azzara yang berarti menolak dan mencegah

kejahatan, atau berarti menguatkan, memuliakan, dan membantu. Dalam

Alquran disebutkan:

  

Artinya: supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (Q.S Alfath: 9).9

Tazir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut

dnegan takzir karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum

untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain membuat jera.

Dalam takzir, hukuman itu tidak ditetapkan dengan ketentuan (dari

Allah dan Rasul-Nya), dan hakim diperkenankan untuk mempertimbangkan

baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Pelanggaran

(41)

yang dapat dihukum dengan metode ini merugikan kehidupan dan harta serta

kedamaian dan kenyamanan masyarakat.10

Sementara berkenaan dengan meninggalkan hal-hal yang makruh, ada

dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa tidak boleh memberikan

sanksi takzir kepada seseorang yang melakukan hal yang makruh atau

seseorang yang meninggalkan sunah. Sebab tidak ada taklif (keharusan

mengerjakan atau meninggalkan) dalam hal-hal yang sunah dan makruh.

Pendapat kedua boleh memberikan sanksi takzir kepada seseorang yang

melakukan hal yang makruh atau seseorang yang meninggalkan sunah. Hal

ini didasarkan pada peristiwa dimana Umar bin Khatab menghukum

seseorang yang tidak cepat-cepat menyembelih kambing setelah kambing itu

dibaringkan, padahal perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang makruh.11

Hakim dalam hal ini diberi kewenangan untuk menjatuhakan hukuman

bagi pelaku jarimah takzir.12 kata “Hakim” secara etimologi berarti “orang

yang memutuskan hukum.” Dalam istilah fikih hakim merupakan orang yang

memutuskan hukum yang sama maknanya dengan qadhi. Dalam kajian usul

fikih, hakim juga berarti pihak penentu dalam pembuat hukum syariat secara

hakiki.13

10 Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 14.

11 Enceng Arif Fatzal dan Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah: Asas-Asas Hukum Pidana Islam

(Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 176-177.

12Ahmad Asrofi, “Jarimah Takzir dalam Prespektif Hukum Pidana Islam “,

(42)

E. Dasar Hukum Takzir

Dasar hukum disyariatkannya takzir terdapat dalam beberapa hadis Nabi

saw. dan tindakan sahabat. Hadis-hadis tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burdah

رلْورقَ يَمهلَسَوِهْيَلَعرهللاىهلَصِهلل ََْورسَرَعِمَسرهََأرهْ نَعرهللاَىِضَرْ ىِراَصْنَْْاًةدْرُىِبَأْنَع

sepuluh kali, melainkan hukuman yang telah nyata ditetapkan Allah, seperti hukuman bagi orang berzina dan sebagainya.” (Riwayat

Muslim).14

2. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah

ْمِِِاَرَ ثَعِتاَئْ يَْْاِوَذاْورلْ يِقَأ : َلاَقَمهلَسَوِهْيَلَعرهللاىهلَصهيِبهنلهََأاَهْ نَعرهللاَىِضَرَةَشِئاَعْ نَعَو .)ىقهيبلاوىئاسنلاودوادوبأودمأ اور( َدْوردرْْا هَِإ

Artinya: Dari Aisyah bahwasanya Nabi saw bersabda : ”Ampunkanlah

gelinciran orang-orang yang baik-baik kecuali had-had.” (Riwayat

Ahmad, Abu Daud, An-Nasai, dan Baihakki)15

Secara umum ketiga hadis tersebut menjelaskan tentang eksistensi takzir dalam syariat Islam. Hadis pertama menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk memudahkan penyelidikan. Hadis kedua menjelaskan tentang batas hukuman takzir yang tidak boleh lebih dari

(43)

sepuluh kali cambukan, untuk membedakan dengan jarimah hudud.Dengan batas hukuman ini dapatlah diketahui mana yang termasuk jarimah hudud dan mana yang termasuk jarimah takzir. Para ulama sepakat bahwa yang termasuk jarimah hudud adalah zina, pencurian, minuman khamr, hirabah, qadzab, murtad, dan pembunuhan. Selaindari jarimah tersebut berarti jarimah takzir, meskipun ada yang masih diperdebatkan oleh para fukaha, seperti homoseksual, lesbian, dan lain-lain. Sedangkan hadis ketiga mengatur tentang teknis pelaksanaan hukuman takzir yang bisa berbeda antara satu pelaku dengan pelaku lainnya, tergantung pada status mereka dan kondisi-kondisi lain yang menyertainnya.

Adapun tindakan sahabat yang dapat dijadikan dasar hukum untuk

jarimah dan hukuman takzir antara lain tindakan sayidina Umar bin

Khattab ketika melihat seseorang yang menelantarkan seekor kambing

untuk disembelih, kemudian ia mengasah pisaunya. Khalifah umar

memukul orang tersebut dengan cemeti dan ia berkata: “Asah dulu pisau

itu!”16

F. Tujuan Takzir

Tujuan memberikan sanksi kepada pelaku takzir mengandung

aspek kemaslahatan bagi kehidupan masyarakat, yakni:

1. Sebagai preventif yaitu bahwa sanksi takzir harus memberikan dampak

positif bagi orang lain (orang yang tidak dikenai hukuman takzir,

sehingga orang lain selain pelaku tidak melakukan perbuatan yang sama.

(44)

2. Sebagai represif yaitu bahwa sanksi takzir harus memberikan dampak

positif bagi pelaku sehingga tidak mengulangi perbuatan yang

menyebabkan pelaku dikenakan sanksi (jera). Oleh karena itu, sanksi

takzir baik dalam tujuan sanksi preventif dan represif harus sesuai

dengan keperluan, tidak lebih dan tidak kurang dengan menerapkan

prinsip keadilan.

3. Sebagai kuratif (islah) yaitu sanksi takzir harus mampu membawa

perbaikan sikap dan prilaku terhukum dikemudian hari.

4. Sebagai edukatif yaitu sanksi takzir harus mampu menumbuhkan hasrat

pelaku ataupun orang lain untuk mengubah pola hidupnya sehingga

pelaku akan menjauhi perbuatan maksiat bukan karena takut hukuman

melainkan karena tidak senang terhadap kejahatan. Dalam hal ini

pendidikan agama sebagai sarana memperkuat keimanan dan

ketakwaannya, sehingga ia menjauhi segala macam maksiat untuk

mencari keridhaan Allah Swt.17

G. Macam-Macam Jarimah Takzir

Takzir adalah sanksi yang hak penetapannya diberikan kepada khalifah.

Dalam hal ini, terdapat sanksi-sanksi yang telah ditetapkan oleh nash

dengan sangat jelas, untuk tidak dijatuhkan (digunakan) sebagai sanksi.

Oleh karena itu, penguasa tidak boleh menghukum seseorang dengan sanksi

tersebut. Disisi lain, nash-nash dari Alquran dan hadis telah menjelaskan

(45)

sanksi-sanksi tertentu yang telah ditetapkan ukurannya, disamping adanya

perintah untuk menjatuhkan hukuman dengan sanksi yang telah ditentukan

itu. Itu sebabnya, ijtihad seorang penguasa dalam masalah takzir diatasi

hanya pada ukurannya saja, bukan pada sanksi yang dikehendaki atau

ditetapkan sebagai sanksi. Maka, keberadaan syarak yangtelah menjelaskan

sanksi-sanksi tertentu, menunjukkan bahwa vonis berbagai macam sanksi

dalam masalah takzir dibatasi dengan sanksi yang telah dijelaskan oleh

syarak. Mengenai sanksi-sanksi yang telah digunakan syarak (sebagai

hukuman), mencakup jenis-jenis sebagai berikut:18

1. Sanksi hukuman mati.

Sebagaimana diketahui, takzir mengandung arti pendidikan dan

pengajaran. Dari pengertian itu, dapat kita pahami bahwa tujuan takzir

adalah mengubah si pelaku menjadi orang yang baik kembali dan tidak

melakukan kejahatan yang sama di waktu yang lain.

Dengan maksud pendidikan tersebut, keberadaan si pelaku setelah

melakukan suatu jarimah harus dipertahankan, si pelaku harus tetap

hidup setelah hukuman dijatuhakan agar tujuan pendidikan dapat

tercapai. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan kepada si pembuat

jarimah tidaklah sampai membinasakan pelaku jarimah, tujuan

mendidik untuk kembali kejalan yang benar, tidak akan tercapai.

Namun demikian apabila hal ini tidak mampu memberantas kejahatan,

(46)

mungkin lebih variatif jenis kejahatannya. Dalam hal ini satu-satunya

cara untuk mencegah kejahatan tersebut adalah melenyapkan si pelaku

agardampak negatifnya tidak terus bertambah dan mengancam

kemaslahatan yang lebih luas lagi. Hukuman ini juga berlaku bagi

mereka yang melakukan kejahatan yang dapat membahayakan bangsa

dan negara, membocorkan rahasia negara yang sangat penting untuk

kepentingan musuh negara.

2. Hukuman dera

Dalam jarimah takzir hukuman ini sebenarnya juga ditunjuk

Alquran untuk mengatasi masalah kejahatan atau pelanggaran yang

tidak ada sanksinya. Walaupun bentuk hukumanya tercantum dalam

surah An-nisa’ ayat 34 ditunjukan pada tujuan ta’di>b bagi istri yang

melakukan nusyu kepada suaminya. Hukuman jilid juga mempunyai

dampak lebih maslahat bagi keluarga sebab hukuman ini hanya

dirasakan fisik oleh yang menerima hukuman walaupun secara moril

juga dirasakan oleh keluarga terhukum. Namun, seiring singkatnya

hukuman tersebut, dampak terhadap morilnya tersebut akan cepat

hilang. Adapun hukuman penjara menyebabkan penderitaan yang

dialami keluarga pelaku, baik moril maupun materil. Ini berarti bahwa

hukuman tersebut juga ikut dirasakan oleh keluarga yang tidak ikut

bersalah. Dari segi moril keduanya akan berpisah dalam jangka waktu

(47)

kemanusiaanya tidak dapat disalurkan. Dari segi materil, keluarga juga

akan menanggung resiko yang tak kalah beratnya, bahkan ini yang

sangat tampak dirasakan keluarga, terutama anak-anak. Orang yang

selama ini menanggung kebutuhan materil keluarga tidak dapat lagi

melakukan pekerjaanya. Akibatnya, keluarga harus hidup seadanya

atau istri harus mencari penghasilan kalau tidak mau mati

bersama-sama. Ada kemungkinan bagi istri, dalam upaya menghidupi

anak-anaknya, melakukan hal yang menyimpang dari kesusilaan, karena

keterbatasan keterampilan yang dimilikinya. Tentu saja ini akan

menambah masalah baru, masalah sosial yang dapat berantai.

Hukuman dera juga dapat menghindarkan si terhukum dari akibat

sampingan hukuman penjara dan ini pada hakikatnya memberikan

kemaslahatan bagi si terhukum. Dalam hukuman jilid, si terhukum

setelah hukuman selesai akan kembali ke dalam keseharian bersama

keluarga, terlepas dari pergaulan buruk sesama narapidana seperti

layaknya penjara. Sebaliknya di penjara, terhukum akan berkumpul

dengan sesama narapidana dengan berbagai keahlian kejahatan. Ini

menyebabkan akan memperoleh ilmu kejahatan yang lebih tinggi yang

dapat menjadi modal baginya setelah keluar nanti, menjadikannya lebih

berani dan percaya diri. Bahkan, teman bekas narapidana bekas di

penjara dulu, tidak jarang kemudian bergabung untuk berbuat kejahatan

bersama- sama. Oleh karena itu, penjahat-penjahat profesional banyak

(48)

sistem penjara kurang efektif dalam upaya mengembalikan si terhukum

ke arah yang lebih baik, walaupun disana diadakan pembinaan mental

spiritual terpidana secara reguler serta kegiatan-kegiatan keterampilan

yang diperlukan untuk sekembalinya ke masyarakat nanti.

3. Hukuman penjara

Hukuman penjara dalam hukum Islam berbeda dengan hukum

positif. Menurut hukum Islam, penjara dipandang bukan sebagai

hukuman utama, tetapi hanya dianggap sebagai hukuman kedua atau

hukuman pilihan. Hukuman pokok dalam syariat Islam bagi perbuatan

yang tidak diancam dengan hukuman had adalah hukuman jilid.

Biasanya hukuman ini hanya dijatuhkan bagi perbuatan yang dinilai

ringan saja atau yang sedang-sedang saja.

Dalam syariat Islam hukuman penjara hanya dipandang sebagai

alternatif dari hukuman jilid. Karena hukuman itu pada hakikatnya

untuk mengubah terhukum menjadi lebih baik. Dengan demikian,

apabila dengan pemenjaraan, tujuan tersebut tidak tercapai,

hukumannya harus diganti dengan yang lainnya yaitu hukuman jilid.

Hukuman penjara dibagi menjadi dua jenis yaitu hukuman penjara

terbatas dan hukuman penjara tidak terbatas. Hukuman penjara terbatas

yaitu hukuman yang dibatasi lamanya hukuman yang dijatuhkan dan

harus dilaksakan terhukum, sedangkan hukuman penjara tidak terbatas

(49)

terhukum bertaubat seperti pembunuhan, pembunuh yang terlepas dari

qis}hash karena suatu hal-hal yang meragukan, homoseksual, pencurian.

Jadi pada prinsipnya penjara seumur hidup itu hanya dikenakan bagi

tidak kriminal yang berat-berat saja.

4. Hukuman pengasingan

Membuang si terhukum dalam suatu tempat, masih dalam wilayah

negara dalam bentuk memenjarakannya. Sebab kalau dibuang tidak

dalamtempat yang khusus, dia akan membahayakan tempat yang

menjadi pembuangan.

5. Hukuman penyaliban

Dalam pengertian takzir , hukuman salib berbeda dengan hukuman

salib yang dikenakan bagi pelaku jarimah hudud hirabah. Hukuman

salib sebagai hukuman takzir dilakukan tanpa didahului atau disertai

dengan mematikan sipelaku jarimah. Dalam hukuman salib takzir ini, si

pelaku disalib hidup-hidup dan dilarang makan dan minum atau

melakukam kewajibannya shalatnya walaupun sebatas dengan isyarat.

Adapun lamanya hukuman ini tidak lebih dari tiga hari.

6. Hukuman pengucilan

Hukuman pengucilan merupakan salah satu jenis hukuman takzir

yang disyariatkan oleh Islam. Dalam sejarah, Rasulullah pernah

melakukan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut

serta dalam perang Tabuk, yaitu Kaab bin Malik, Miroroh bin Rubaiah

(50)

tanpa diajak bicara. Sehingga turunlah firman Allah surah At-Taubah

ayat 118, yang artinya: Dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehingga

apabila bumi terasa sempit oleh mereka meskipun dengan luasnya, dan

sesak pula diri mereka, serta mereka mengira tidak ada tempat

berlindung dari Tuhan kecuali pada-Nya, kemudian Tuhan menerima

taubat mereka agar mereka bertaubat (Q.S. AtTaubah: 118).

7. Hukuman peringatan atau ancaman

Peringatan juga merupakan hukuman dalam Islam. Bahkan dalam

berbagai bidang, seseorang menerima ancaman sebagai bagian dari

sanksi. Dalam hal ini hakim cukup memanggil si terdakwa dan

menerangkan perbuatannya salah serta menasehatinya agar tidak

melakukan dikemudian hari. Sanksi peringatan merupakan sanksi

ancang-ancang bahwa dia akan menerima hukuman dalam bentuk lain

apabila melakukan perbuatan yang sama atau lebih dari itu di kemudian

hari.

8. Hukuman pencemaran

Hukuman ini berbentuk penyiaran kesalahan, keburukan seseorang

yang telah melakukan perbuatan tercela, seperti menipu dan lain-lain.

Pada masa lalu upaya membeberkan kesalaha orang yang telah

melakukan kejahtan dilakukan dengan teriakan dipasar atau ditempat

keramaian umum. Tujuannya agar orang-orang mengetahui perbuatan

(51)

terhindar dari akibatnya. Pada masa sekarang, upaya itu dapat

dilakukan melalui berbagai media masa baik cetak maupun elektronik.

Sering kita temukan dikoran-koran, pengumuman dari perusahaan yang

merasa dirugikan akibat salah satu karyawannya. Pengumuman dalam

koran itu merupakan peringatan bagi masyarakat agar berhati-hati.

9. Hukuman terhadap harta

Hukuman terhadap harta dapat berupa denda atau penyitaan harta.

Hukuman berupa denda, umpanya pencurian buah yang masih dipohon

dengan keharusan pengembalian dua kali harga asal. Hukuman denda

juga dapat dijatuhkan bagi orang yang menyembunyikan,

menghilangkan, merusakkan barang milik orang lain dengan sengaja.

Perampasan terhadap harta yang diduga merupakakn hasil perbuatan

jahat atau mengabaikan hak orang lain yang ada didalam hartanya.

Dalam hal ini, boleh menyita harta tersebut bila terbukti harta tersebut

tidak dimiliki dengan jalan yang sah.

10. Sanksi-sanksi lain

Sanksi-sanksi yang disebutkan di atas itu pada umumnya dapat

dijatuhkan terhadap setiap jarimah atas dasar pertimbangan hakim.

Terhadap sanksi-sanksi lain yang bersifat khusus, sanksi-sanksi tersebut

dapat berupa penurunan jabatan atau pemecatan dari pekerjaan,

pemusnahan atau penghancuran barang-barang tertentu.

(52)

Kafarat pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan untuk

menebus perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancam atas

perbuatan-perbuatan yang dilarang syara’ karena perbuatan itu sendiri

dan mengerjakannya dipandang sebagai maksiat. Ditinjau dari segi

terdapat dan tidak terdapatnya nas dalam alquran atau hadis, hukuman

dibagi menjadi dua, yaitu :19

1. Hukuman yang ada nasnya, yaitu hudud, qis}hash, diyat, dan

kafarah. Misalnya, hukuman-hukuman bagi pezina, pencuri,

perampok, pemberontak pembunuh, dan orang yang menzihar

istrinya (menyerupakan istrinya dengan ibunya).

2. Hukuman yang tidak ada nasnya, hukuman ini disebut takzir,

seperti percobaan melakukan jarimah, jarimah-jarimah hudud dan

qis}hashatau diat yang tidak selesai, dan jarimah-jarimah takzir itu

sendiri.

Ditinjau dari sudut pandang kaitan antara hukuman yang satu

dengan hukuman lainya, terbagi menjadi empat20 :

1) Hukuman pokok (al-‘Uqubat al-Asl}iyah), yaitu hukuman utama

bagi suatu kejahatan, hukuman mati bagi pembunuh yang

membunuh dengan sengaja, hukuman diat bagi pelaku pembunuhan

tidak sengaja, dera (jilid) seratus kali bagi pezina ghairah muhsan.

2) Hukuman pengganti (al-Uqabatal-Badaliyah), hukuman yang

menggantikan kedudukan hukuman pokok (hukuman asli) dan

(53)

karena suatu sebab tidak bisa dilaksanakan, sepeti hukuman takzir

dijatuhkan bagi pelaku karena jarimah had yang didakwakan

mengadung unsur-unsur kesamanaan atau subhad atau hukuman

diat dijatuhkan bagi pembunuhan sengaja yang dimaafkan keluarga

korban. Dalam hal ini hukuman takzir merupakan hukuman

pengganti dari hukuman pokok yang tidak bisa dijatuhkan,

kemudian hukuman diat sebagai pengganti dari hukuman qis}hash

yang dimaafkan.

3) Hukuman tambahan (al-‘Uqubat al-Taba’iyah), yaituhukuman yang

dikenakan yangmengiringi hukuman pokok. Seorang pembunuh

pewaris, tidak mendapat warisan dari harta si terbunuh.

4) Hukuman pelengkap (al-‘Uqubat al-Takmiliyah), yaitu hukuman

untuk melengkapi hukuman pokok yang telah dijatuhkan, namun

harus melalui keputusan tersendiri oleh hakim. Hukuman

pelengkap itu menjadi pemisah dari yang hukuman tambahan tidak

memerlukan putusan tersendiri seperti, pemecatan suatu jabatan

bagi pegawai karena melakukan tindakan kejahatan tertentu atau

mengalungkan tangan yang telah dipotong di leher pencuri.

Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya

(54)

1) Hukuman yang mempunyai batas tertentu, yaitu hukuman yang telah

ditentukan besar kecilnya. Dalam hal ini hakim tidak dapat menambah

atau mengurangi hukuman tersebut atau menggantinya dengan

hukuman lain. Ia hanya bertugas menerapkan hukuman yang telah

ditentukan tadi seperti, hukuman yang termasuk kedalam kelompok

jarimah hudud dan jarimah qis}has,diyat.

2) Hukuman yang merupakan alternatif karena mempunyai batas tertinggi

dan terendah. Hakim dapat memilih jenis hukuman yang dianggap

mencerminkan keadilan bagi terdakwa. Kebebasan hakim ini, hanya ada

pada hukuman-hukuman yang termasuk kelompok takzir. Hakim dapat

memilih apakah si terhukum akan dipenjarakan atau didera (jilid),

mengenai penjara pun hakim dapat memilih, berapa lama dia

dipenjarakan.22

H. Pendapat Ulama tentang Penerapan Sanksi Takzir

Menurut mazhab Hanafi penerapan sanksi takzir itu diserahkan kepada

Ulil Amri termasuk batas minimal dan maksimalnya. Dalam hal ini harus

tetap dipertimbangkan variasi hukumannya sesuai dengan perbedaan

jarimah dan perbedaan pelakunya. Perbedaan jarimah dalam kaitannya

dengan penerapan sanksi takzir artinya bahwa sanksi itu harus disesuaikan

(55)

bahwa bila jarimah takzir yang dilakukan itu berkaitan dengan jilid, maka

jilidnya harus kurang dari batas jilid had zina. Akan tetapi, bila jarimah

takzir yang dilakukan itu bukan jarimah hudud, maka diserahkan

sepenuhnya kepada ulil amri sesuai dengan tuntutan kemaslahatan umum.

Perbedaan pelaksanaan jarimah takzir juga harus dipertimbangkan. Hal

ini berarti bahwa dalam menentukan sanksi takzir itu harus

mempertimbangkan pelakunya, karena kondisi pelakunya itu tidak selalu

sama, baik motif tindakannya maupun kondisi psikisnya. Disamping itu,

untuk menjerahkan si pelaku sudah tentu harus tidak sama antara orang

yang satu dengan orang yang lainnya ada yang harus dijilid, ada harus

dikurung, ada yang harus dicela, dan sebagainnya. Menurut mazhab Hanafi

dalam penerapan sanksi ini harus diperhatikan stratifikasi manusia, yakni

ada empat:23

1. al-Ashraf (orang-orang yang paling mulia), yaitu para ulama. Mereka

cukup diberi peringatan oleh hakim atau diajukan ke meja hijau,dan hal

ini baginya sudah tentu pelajaran yang pahit.

2. Karimun (orang-orang yang mulia), yaitu para pemimpin yang harus

diberi sanksi yang lebih berat dari pada sanksi yang diberikan kepada

para ulama, yakni bisa dengan peringatan yang keras atau dihadirkan di

depan pengadilan.

3. al-Awsat (pertengahan), bisa dengan peringatan keras atau penjara.

(56)

Derajat-derajat ini sesungguhnya hanya merupakan klasifikasi manusia

dalam kaitannya dengan pengaruh sanksi bagi dirinya, dan tidak

dimaksudkan untuk membeda-bedakan manusia di depan hukum, karena

semuannya dikena hukuman, hanya saja dalam rangka untuk

mencapaitujuan hukuman, maka stratifikasi ini diperlukan. Hal ini

dibuktikan oleh Ibn Abidin yang menyatakan bila orang yang mulia

mengulang lagi kejahatannya, maka bisa dikenai sanksi jilid seperti orang

kebanyakan.

Jadi menurut ulama Hanafi bahwa yang diserahkan kepada Ulil Amri

itu adalah tentang penentuan jenis takzir yang akan diterapkan. Hanya saja

seperti telah dikemukakan bila jarimah takzirnya berkaitan dengan jarimah

hudud, maka jilidnya tidak boleh melampaui batas had, dan bisa sanksi

takzir itu tidak berupa jilid, maka batas terendah dan tertingginya

diserahkan sepenuhnya kepada ulil amri.24

Di kalangan mazhab Maliki ada prinsip bahwa sanksi takzir itu

berbeda-beda jenisnya, jumlahnya, dan sifatnya karena perbedaan kondisi

pelakunnya, bahkan al-Qarafi menambahkan bahwa perbedaan kondisi

pelakunya, bahkan al-Qarafi menambahkan bahwa perbedaan waktu dan

tempat terjadinya kejahatan itu membawa perbedaan sanksi takzir, terutama

sekali takzir yang berkaitan dengan adat kebiasaan negeri tertentu.

Di kalangan mazhab Syafii takzir itu pada prinsipnya diserahkan

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 1.2 Foto Kondisi Simpang APILL Purwosari Jalan Hasanudin, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan Jalan Brigjen Slamet Riyadi. 1.2

Kawasan Outbound Training merupakan kawasan pusat di alam terbuka yang memiliki fasilitas Rekreasi ( Recreation ), Edukasi ( Education ), Petualangan ( Adventure ), dan

Citra merupakan tujuan utama dan sekaligus merupakan reputasi dan prestasi yang hendak dicapai bagi dunia humas atau public relations (Ruslan, 1999:62). Masing-masing

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana citra PT. PLN dalam surat kabar harian nasional, berdasarkan hasil penelitian tentang pemberitaan media surat

Dari data yang disajikan mengenai target dan realisasi penerimaan pajak bumi banguanan ( PBB ) Kota Medan, dapat dilihat bahwa target yang ditetapkan oleh pemerintah kota

diterbitkan oleh Dinas, bagi anak yang berdomisili di Kota Probolinggo, berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikahc. Pemanfaataan KAS adalah dalam rangka

Value consciousnessadalahpersepsi konsumen yang memperhatikan keseimbangan antara harga yang harus dibayar dengan kualitas yang diterima saat membeli katagori grocery

Simple present tense pattern; Platypus lives in streams, male platypus does not need any burrow, etc.. Joining Construction of Text