• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP SABAR DAN SHOLAT DALAM SURAH AL-BAQARAH AYAT 45 DAN 153 : STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN SAYYID QUTB DAN SA'ID HAWWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSEP SABAR DAN SHOLAT DALAM SURAH AL-BAQARAH AYAT 45 DAN 153 : STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN SAYYID QUTB DAN SA'ID HAWWA."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP SABAR DAN SHOLAT DALAM SURAH

AL-BAQARAH AYAT 45 DAN 153

(Studi Komparatif Penafsiran Sayyid Qutb dan

Sa’id H{awwa

)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata Satu (S-1) Dalam Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh :

MOCHAMMAD YAZID

NIM. E03212062

JURUSAN AL-QUR’AN DAN HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Mochammad Yazid. 2016. Skripsi Konsep Sabar dan Sholat Dalam Surah Al-Baqarah Ayat 45 dan 153 (Studi Komparatif Penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id Hawwa)

Kata Kunci : Sabar dan Shalat Menurut Sa’id Hawwa dan Sayyid Qutb.

Penelitian ini untuk mengetahui penafsiran Sa’id hawwa dan Sayyid Qutb dalam menjelaskan mengenai sabar dan shalat. Pertanyaan pertama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui sebab perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id Hawwa atas Surah al-Baqarah ayat 45 dan 153. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Mengapa penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id Hawwa berbeda tentang sabar dan shalatdalam surah al-Baqarah ayat 45 dan 153? Dan, (2) Bagaimana konsep sabar dan shalat dalam surah al-Baqarah ayat 45 dan 153?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan library research. Metode yang dipakai oleh peneliti adalah metode library research(penelitian perpustakaan) dan metode komparatif, sumber data primer yang digunakan berasal dari kitab tafsir fi dzilalal al-Qur’an oleh Sayyid Qutb dan Tafsir al-asas fi Tafsir oleh Sa’id Hawwa, serta data skunder yang berasal dari buku-buku sabar dan sholat yang relevan dengan penelitian ini. Selanjutnya analisis datanya menggunakan metode deskriptif kualitatif.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 9

F. Kajian Pustaka ... 9

G. Metode Penelitian ... 13

(8)

BAB II TERM SABAR DAN SHOLAT ,TEORI ILMU ASBA>B AL-NUZU>L, MUNA>SABAH, DAN H{ADI>TH DALAM

KAITANYA DENGAN TAFSIR ... 17

A. Pengertian Sabar Dan Shalat ... 17

1. Definisi Sabar ... 17

2. Definisi Shalat ... 19

B. Ilmu Asba>b Al-Nuzu>l ... 21

1. Pengertian Asba>b Al-Nuzu>l ... 21

2. Urgensi dan Kegunaan Asba>b Al-Nuzu>l ... 22

3. Cara Mengetahui Asba>b Al-Nuzu>l ... 24

4. Kaidah Asba>b Al-Nuzu>l ... 25

C. Ilmu Muna>sabah ... 26

1. Pengertian Muna>sabah ... 26

2. Macam-macam Muna>sabah ... 27

3. Urgensi Memahami Muna>sabah ... 30

D. H{adi>th Dalam Kaitanya Dengan Al-Qur’a>n ... 32

1. Kedudukan H{adi>th dan Fungsi H{adi>th ... 32

a. Kedudukan H{adi>th ... 32

b. Fungsi H{adi>th ... 33

1). Baya>n al-Taqrir ... 34

2). Baya>n al-Tafsir ... 35

3). Baya>n al-Tashri’ ... 36

(9)

BAB III BIOGRAFI DAN KITAB SA’ID H{AWWA DAN SAYYID

QUTB ... 39

A. Biografi Sa’id H{awwa ... 39

1. Biografi Sa’id H{awwa dan Tafsirnya ... 39

2. Karya-karya Sa’id H{awwa ... 45

B. Biografi Sayyid Quthb ... 55

1. Biografi Sa’id H{awwa dan Tafsirnya ... 55

2. Karya-karya Sayyid Quthb ... 58

3. Tafsir Fi> Zila>l al-Qur>an ... 60

a. Sejarah Tafsir Fi> Zila>l al-Qur>an ... 60

b. Metode Penafsirannya ... 65

BAB IV PENAFSIRAN SERTA KONSEP SABAR DAN SHOLAT MENURUT SAYYID QUTHB DAN SA’ID H{AWWA ... 70

A. Penafsiran Sayyid Quthb dan Sa’id H{awwa Atas Surah Al-Baqarah ayat 45 dan 153 ... 70

1. Penafsiran Sayyid Quthb ... 70

a. Penafsiran Surah al-Baqarah Ayat 45 ... 70

b. Penafsiran Surah al-Baqarah Ayat 153 ... 72

2. Penafsiran Sa’id H{awwa ... 76

a. Penafsiran Surah al-Baqarah Ayat 45 ... 76

(10)

B. Penggunaan Teori Asbabun Nuzul, Munasabah, Fungsi Hadis oleh Sa’id H{awwa dan Sayyid Quthb Dalam

Menafsirkan Ayat 45 dan Ayat 153 ... 84

1. Surah Al-Baqarah ayat 45 ... 84

2. Surah Al-Baqarah ayat 153 ... 77

C. Analisa Sabar dan Sholat menurut Sayyid Quthb dan Sa’id H{awwa ... 88

BAB VI PENUTUP ... 93

A. Simpulan ... 93

B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA

(11)

PEDOMAN TRANSLITERASI

No Arab Latin No Arab Latin

1 ا a ط t}

2 ب b ظ z}

3 t ع ‘

4 ث th غ gh

5 ج j ف f

6 ح h ق q

7 خ kh ك k

د d ل l

ذ dh م m

ر r ن n

ز z و w

s ه h

ش sh ء ‘

ص s} ي y

(12)

1. Vokal tunggal (monoftong) yang dilambangkan dengan harakat,

ditransliterasikan sebagai berikut:

a. Tanda fathah ( ُ) dilambangkan dengan huruf “a”

b. Tanda kasrah ( ُ) dilambangkan dengan huruf “i”

c. Tanda dammah ( ُ) dilambangkan dengan huruf “u”

2. Vokal rangkap (diftong) yang dilambangkan secara gabungan antara harakah

dan huruf,ditrasliterasikan sebagai berikut.

a. Vokal (وأ) dilambangkan dengan huruf aw seperti maw’id}ah>, al-yawm.

b. Vokal (يأ) dilambangkan dengan huruf ay, seperti laya>li>, shamsi>yah.

3. Vokal panjang (madd) ditrasliterasikan dengan menuliskan huruf vokal

disertai coretan horizontal (macron) di atasnya, contoh: fala>h, h}aki>m, dan

mans}u>r.

4. Shaddah ditransliterasikan dengan menuliskan huruf yang bertanda shaddah

dua kali (dobel) seperti, tayyib, sadd, zuyyin, dsb.

5. Lam ta’rif tetap ditrasliterasikan mengikuti teks (bukan bacaan) meskipun

bergabung dengan huruf shamsiyah, antara alif-lam dan kata benda,

dihubungkan dengan tanda penghubung, misalnya, qalam, kita>b,

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan landasan hukum Islam paling sentral yang berfungsi sebagai pedoman hidup manusia agar selamat di dunia dan di akhirat. Tidak bisa dipungkiri bahwa al-Qur’an memiliki mutu sastra yang tinggi dan gaya bahasa yang indah, sehingga tidak mudah bagi seseorang dalam memahami makna yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, dibutuhkan penafsiran yang mendalam agar makna yang terkandung dalam al-Qur’an dapat dipahami.1

Al-Qur’an juga tidak hanya sebagai landasan hukum, akan tetapi juga sebuah sumber ilmu, petunjuk dan inspirasi kebenaran yang tidak pernah kering dan habis, tapi juga disaat yang sama, al-Qur’an adalah sumber segala kebahagiaan sejati. Oleh karena itu, semua yang terdapat dalam al-Qur’an selalu menyimpan makna dan hikmah meski kadang pikiran manusia belum sampai pada hal-hal tersebut.2

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sabar berarti tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak tidak tergesa-gesa tidak terburu nafsu)3

1 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wayu dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), 3.

2Ibid., 3.

(14)

2

Sabar adalah Salah satu akhlaq Qur’an yang paling utama dan ditekankan

oleh al-Qur’an baik pada surat-surat Makiyyah maupun Madaniyyah, serta merupakan akhlak yang terbanyak sebutanya di dalam al-Qur’an.4

Pemahaman umum dikalangan umat Islam tetang Sabar adalah menahan diri dalam menangung suatu penderitaan, baik dalam menemukan suatu yang tidak diinginkan maupun bentuk kehilangan suatu yang di senangi.5

Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa sabar adalah salah satu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuh, atas dorongan ajaran agama (syarah Asm>a’All>ah Al-Husnah, ).

Banyak orang yang mengatakan bahwa sabar itu adalah rela menerima segala-galanya. Padahal hakekat sifat sabar yang sebenarnya adalah suatu sikap jiwa yang sanggup menerima segala sesuatu yang telah menjadi ketentuan Allah, dibarengi dengan upaya untuk tangguh dalam menghadapinya.6

Karena kesabaran membawa kepada kebaikan dan kebahagiaan, maka manusia tidak boleh berpangku tangan, atau terbawa kesedihan oleh petaka yang dialaminya, ia harus berjuang dan berjuang. Memperjuangkan kebenaran, dan menegakkan keadilan, dapat mengakibatkan kematian. Puncak petaka yang memerlukan kesabaran adalah kematian.7

4Ibid.,

5Ensiklopedia islam, 2005: 6/90

(15)

3

Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, serta konsistensi menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam percobaan.8

Kata s}ala>h adalah bentuk mashdar dari kata kerja yang tersusun dari hauruf-huruf shad, lam, dan waw . susunan dari huruf-huruf tersebut, menurut Ibnu Faris dan Al-Ashfahani, mempunyai dua makna denotative, yaitu Pertama,

“membakar” dan kedua, “berdo’a” atau “meminta”, Abu Rwah menambahkan.

Ada juga yang berpendapat dedonaktifnya adalah shilah ( يص) hubungan karena sholat menghubungkan antara hamba dengan tuhannya atau shala>/shalwa>n اص

ناواص/ tulang ekor karena ketika sujud tulang ekor tempatnya berada paling

tinggi, atau lazu>mمؤ ل tetap karena s}ala>h berarti melakukan apa yang diwajibkan Allah. Namun, ketiga pendapat tersebut, lanjut Abu Uwrah, tampaknya di pengaruhi dengan terma s}ala>h di dalam Islam, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.9

Pada masa Jahilliyah, kata s}ala>h digunakan daidalam arti do’a, meminta, dan beristighfar, yang diambil kata dari maksa Shilah يص “hubungan”, yaitu hubungan antara hamba dengan tuhan. Dengan makna ini, maka s}ala>h digunakan oleh semua agama sebagai istilah suatu ibadah kepada Tuhan masing-masing dan orangnya disebut mu}shall}i> ل م juga digunakan di dalam arti orang yang menyusul sang juara dala perlombaan (pacuan).10

8 Abdul Syukur, Dahsyanya Sabar, Syukur & Ikhlas, (Yogjakarta: Sabil, 2013), 43 9 M.Quraish shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an,(Jakarta : Lentera Hati, 2007).,

(16)

4

Dan problema yang dihadapi manusia di dunia ini sagatlah berbeda-beda. Dalam menghadapi cobaan yang ad, salah satunya yaitu dengan cara bersabar diri. al-Qur’an adalah petunjuk dan Syari’at Allah yang sempurna bagi umat manusia, baik yang berkaitan dengan urusan agama maupun yang berkaitan dengan urusan agama maupun yang berkaitan dengan urusan dunia. Allah Swt telah menganjurkannya untuk bersabar, bawa semua apa yang menimpanya dalam kehidupan di dunia tidak lain cobaan dari Allah Swt banyak mufassir melakukan penafsiran terhadap ayat al-Qur’an agar permasalahan yang ada di sekitarnya dapat diselesaikan dengan nilai-nilai al-Qur’an. menghadapi hidup ini, setiap manusia tentunya ingin tetap sehat baik lahir maupun batin, sebagai solusi mengatasinya adalah selalu sabar dan tegas dalam situasi dan kondisi yang baik dan buruk dengan tetap dilandasi iman dan taqwa pada Allah Swt. Apapun bentuknya, baik itu berupa nikmat atau musibah hendaknya diterima sebagai karunia Allah Swt yang wajib disyukuri sesuai dengan ketentuan syariat agama Islam.

Dalam surah al-Baqarah menjelaskan bahwa sabar dan s}ala>h sebagai solusi atas segala kesulitan dan problematika yang datang silih berganti, dan banyak sekali mufassir melakukan penafsiran terhadap ayat al-Qur’an tentang sabar agar permasalahan yang ada disekitarnya dapat diselesaikan dengan nilai nilai al-Qur’an.

(17)

5

menjadi mudah. Dua hal itu adalah Sabar dan S}ala>h . Sebagaimana telah diuraikan di dalam al-Qur’an, yaitu:

1. Pada surat Al-Baqarah ayat 45







Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat . Dan sesusungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali kepada orang-orang yang khusyu.11

2. Pada surat Al-Baqarah ayat 153









Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.12

Kedua ayat di atas, Ayat tersebut menggambarkan Perintah dan sekaligus merupakan solusi agar umat secara kolektif bisa mengatasi dengan baik segala kesulitan dan problematika yang datang silih berganti. Sehingga melalui ayat ini, Allah memerintahkan agar kita memohon pertolongan kepada-Nya dengan senantiasa mengedepankan sikap sabar dan menjaga s}ala>h .13 Dalam surah Al-Baqarah ayat 45 dan 153 terdapat kemiripan pada kalimat “mintalah pertolongan

dengan sabar dan sholat”, adakah kolerasi antar ayat , maka dari itu perlu

11Al-Qur’a>n, 2:45

(18)

6

dijelaskan secara rinci maksud ayat dalam surah al-Baqarah ayat 45 dan 153,

dengan menggunakan beberapa penafsiran dan ilmu ulumul qur’an.

Berangkat dari pemikiran tersebut, skripi ini ingin mengangkat tema

“Konsep Sabar Dan Sholat Dalam Surah al-Baqarah ayat 45 dan ayat 153 (Studi

Komparatif penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa)”. Dengan tujuan meneliti bagaimana penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa dalam menjelaskan ayat tentang sabar dan sholat dalam surah Al-Baqarah dan bagaimana perbedaan dan persamaan penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa tentang sabar dan sholat dalam surah Al-Baqarah. Alasan memilih kedua mufassir dikarenakan Sayyid Qutb ini menggunakan sumber-sumber primer yang menjelaskan ayat-ayat

al-Qur’an dengan bahasa yang sederhana dan gampang di fahami, Sedangkan Sa’id

H{awwa adalalah ulama’ atau modern dengan tafsirnya Al-Asa>s fi> al-Tafsi>r dan

tafsir ini menjelaskan secara ringkas dan mudah di pahami.14 Kemudian untuk corak tafsir Sayyid Qutb ini lebih domina Lughowi memakai pendekatan kebahasaan,Sedangkan corak penafsiran Sa’id H{awwa lebih dominan Sufistik memakai pendakatan sufi. Sehingga menarik untuk dijadikan bahan acuan dalam mengkaji persoalan tentang Sabar dan sholat melalui karya tafsirnya.

Dalam tafsirnya Sa’id H{awwa dan Sayyid Qutb memiliki pemikiran yang berbeda dalam menafsirkan sabar dalam sholat, Sa’id H{awwa menjelaskan sabar dalam tafsirnya kitab Al-Asa>s fi> al-Tafsi>r menjelaskan sabar ditafsirkan puasa karena dengan alasan hadis, “puasa adalah separuh dari kesabaran”. Sedangkan membaca Al Fatihah dan doa termasuk ke dalam perintah untuk meminta tolong

14 Rahmad Andika, Tafsir as-Asas fi al-Tafsir, (studi atas pemikiran Munasabah Sa’id

(19)

7

dengan s}ala>h karena Al Fatihah itu merupakan bagian dari s}ala>h , begitu juga

dengan do’a.15

Sedangkan penafsiran Sayyid Qutb dalam kitabnya fi> zila>l al-Qur>an menjelaskan makna sabar yaitu sabar dalam taat kepada Allah, sabar dalam meninggalkan maksiat, sabar dalam arti tegar dalam taat kepada Allah. Sedangkan sholat adalah hubungan dan pertemuan antara hamba dan Tuhan.

Dari penafsiran kedua mufassir terlihat jelas perbedaan dalam menafsirkan sabar dan sholat. Perbedaan tersebut diantaranya dipengaruhi oleh spesialisasi keilmuan yang mana Sa’id H{awwa lebih condong kepada corak sufistik, sedangkan Sayyid Qutb lebih kepada makna kebahasaan atau lughawi.

Melihat dari kedua mufassir dalam menafsirkan Sabar dan Sholat terjadi perbedaan dalam penafsirannya, penulis tertarik membahas mengenai perbedaan konsep sabar dan sholat dalam surah al-Baqarah ayat 45 dan 153 oleh Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa.

Fokus pembahasan pada skripsi ini, tertitik dan tertuju pada perbedaan penafsiran dan konsep sabar dan sholat dalam surah al-Baqarah ayat 45 dan 153 oleh Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa.

B. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang timbul terkait dengan urgensi sabar dan sholat di dalam Surah al-Baqarah meliputi:

(20)

8

1. Apa pengertian Sabar? 2. Apa pengertian Sholat?

3. Bagaimana tahapan Sabar dan sholat?

4. Bagaimana penerapan Sabar dan sholat dalam kehidupan ? 5. Bagaimana biografi Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa?

6. Bagaimana penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa terhadap Surah Al-Baqarah tentang sabar dan sholat?

7. Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran keduanya?

C. Rumusan masalah

Dari batasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan beberapa permasalahan untuk memperkuat fokus penelitian ini, di antaranya:

1. Mengapa penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa berbeda tentang Sabar dan S}ala>h dalam surah al-Baqarah ayat 45 dan 153?

2. Bagaimana konsep sabar dan s}ala>h dalam surah Al-Baqarah ayat 45 dan 153 menurut Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini di antaranya:

1. Untuk mengetahui sebab perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa atas surah al-Baqarah ayat 45 dan 153.

(21)

9

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan dalam bidang tafsir. Agar hasil penelitian ini jelas dan berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan bisa diterapkan di kehidupan sehari-hari, maka perlu dikemukakan kegunaan dari penelitian ini.

Adapun kegunaan hasil penelitian ini ada dua yaitu: 1. Kegunaan secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan ilmu keagamaan khususnya mengenai sabar dan sholat.

2. Kegunaan secara praktis

Implementasi penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam memberikan penjelasan mengenai sabar dan sholat yang pasti terjadi pada setiap manusia, sehingga masyarakat dapat lebih memahami dirinya untuk mengitropeksi diri dengan lebih baik. Serta dapat mengetahui kejadian sabar dan sholat yang berlandaskan dan bersumber dari al-Qur’an.

F. Kajian Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini telaah pustaka sangat diperlukan untuk memberikan pemantapan dan penegasan terkait penulisan dan kekhasan penelitian yang akan dilakukan. :

(22)

10

menggunakan penafsiran metode maud}u>’i> yaitu mencantumkan semua ayat yang berkaitan dengan sabar.

2. Tri Haryanti (Tafsir Hadis), 2004, “Konsep Sabar Dalam Prespektif

M.Quraish Shihab”. Dalam penelitian ini, ia menjelaskan Sabar menunurut

pendapat M.Quraish Shihab dan menggunakan metode maudhu’I yaitu mencamtumkan semua ayat yang berkaitan dengan sabar.

3. Arif Herdiana (Tafsir Hadis), 2012, “Konsep Sabar Dalam Pandangan Yusuf Al-Qardhowi”. Dalam penelitiannya, ia menjelaskan konsep secara umum mengenai sabar dengan menjelaskan secara rinci dengan metode maud}u>’i> (Tematik) yaitu mencantumkan semua ayat yang berkaitan dengan sabar. 4. Tesis Fajrul Munawir yang diterbitkan Fakultas Ushuluddin. Penelitianya ini

berkaitan dengan”Konsep Sabar dalam Al-Qur’an”. Dalam tesis ini penulis mencoba mengkritisi pemahaman konsep sabar yang sering diidentikkan dengan sikap pasrah, pasif, dan nerimo, sehingga berkonotasi pada sikap negative dan kemudian menempatkanya pada pemahaman yang obyektif dengan cara melihat the origin meaning sabar dalam Al-Qur’an melalui pendekatan tafsir tematik, sehingga menghasilkan pemahaman yang

komprehensif (jami’-mani’) tentang sabar.16

5. Skripsi saudara Zainul Arifin yang berjudul, “Sabar sebagai Metode Psikoterapi dalam Prespektif Al-Qur’an”, dalam skripsi tersebut dipaparkan mengenai ayat-ayat tentang sabar, medan penerapan sabar, jenis-jenis sabar, sumber kesabaran, latihan kesabaran serta balasan bagi orang-orang yang

(23)

11

sabar. Dalam skripsi juga dipaparkan mengenai sabar sebagai psikoterapi dalam Al-Qur’an. Namun dalam paparanya masih sangat global, belum pada dataran praktisnya sehingga penelitian ini masih kurang sempurna dan perlu dikaji kembali.

6. Skripsi saudara Anita Surya Ningsih, yang berjudul “Etika Hubungan Sosial terhadap Ahli Kitab dalam Al-Qur’an menurut Yusuf Al-Qordhowi, di dalam skripsi tersebut membahas mengenai biografi dari tokoh serta membahas mengenai pendapat tokoh tersebut mengenai etika hubungan sosial dengan ahli kitab dalam Al-Qur’an.17

7. Skripsi saudara Sarifudin yang penelitiannya berkenaan dengan “Konsep Sabar dan Tawakal dalam Perspektif Konseling Islam (Implementasi bagi

konselor)”. Di dalam pembahasan ini penulis memaparkan mengenai konsep

sabar dan tawakal yang mempunyai hubungan erat di mana sikap sabar itu biasanya akan diikuti dengan sikap tawakal yang ditinjau dari perspektif bimbingan dan konseling Islam, lebih khusus lagi implementasi bagi para konselor. Adapun penelitian Sarifudin ini masih kurang sempurna karena pemaparan konsep sabar dan tawakal di sini masih identik dengan sikap

pasrah yang “pasif”. Apalagi, bagi seorang konselor itu yang dibutuhkan

adalah sikap sabar dan tawakal yang aktif baik untuk dirinya sendiri, terlebih lagi untuk memotivasi para kliennya untuk aktif dalam memecahkan masalah

17 Anita Surya Ningsih. Etika Hubungan Sosial terhadap Ahli Kitab dalam

Al-Qur’anmenurut Yusuf Al-Qordhowi.Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ushuludin UIN Sunan

(24)

12

yang dihadapi. Maka dari itu, pembahasan mengenai konsep sabar dan tawakal ini hendaknya terus dilakukan.18

8. Skripsi saudara Joko Ariyanto , yang penelitiannya berjudul, “ Sabar sebagai Terapi Emosi Marah (Studi Pemikiran Al-Ghazali). Pada skripsi tersebut penulis menyampaikan dengan panjang lebar mengenai pendapat Imam Al-Ghazali mengenai sabar sebagai terapi emosi marah. Menurut hemat saya penelitian yang dilakukan ini masih kurang sempurna, karena pada pembahasannya tidak dijelaskan secara rinci mengenai sabar dalam mengatasi emosi marah yang terkait dengan dorongan hawa nafsu tiap manusia yang tentunya sangat beragam. Dalam skripsi ini tidak dipaparkan bahwa

sebenarnya “sabar” itu memang tidak ada batasnya. Hanya manusianya

sendirilah yang membatasi kesabarannya terkait dengan emosi marah dan dorongan hawa nafsu yang ada dalam dirinya masing-masing.19

9. “Ruh menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah,”disusun oleh Nursusilawati sarjana dari Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (2005). Dalam tulisannya ini ia membahas tentang ruh di antaranya mengenai pengertian ruh, penciptaan ruh lebih awal dari pada jasad, hakikat ruh dan macam-macam ruh yang mempengaruhi sifat manusia.

18Sarifudin.Konsep Sabar dan Tawakal dalam Perspektif Konseling Islam

(Implementasibagi Konselor).Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2003

19 Joko Ariyanto. Sabar sebagai Terapi Emosi Marah (Studi Pemikiran Imam

(25)

13

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif beberapa kata-kata tertulis atau lisan dari suatu objek yang dapat diamati dan diteliti.20 Di samping itu, penelitian ini juga menggunakan metode penelitian library research (penelitian perpustakaan), dengan mengupulkan data dan informasi dari data-data tertulus baik merupa literature berbahasa arab maupun literatur berbahasa Indonesia yang mempunyai relevansi dengan penelitian.

1. Sumber data

Untuk mendukung tercapainya data penelitian di atas, pilihan akan akurasi literatur sangat mendukung untuk memperoleh validitas dan kualitas data. Karenanya, sumber data yang menjadi objek penelitian ini adalah:

a) Sumber data primer

Adapun data primer dalam penelitian ini, yaitu: - Tafsir fi> zila>l al-Qur>an, oleh Sayyid Qutb - Tafsir al-Asa>s fi> al-Tafsi>r, oleh Sa’id H{awwa b) Sumber data sekunder

Sedangkan data sekunder meliputi literatur-literatur seperti artikel dan buku-buku karya yang menunjang penelitian ini, seperti:

1) Dahsyatnya Sabar, buku ini menjelaskan tentang sabar di zaman sekarang, oleh Muhammad Syafi’I Antonio.

20Lexy J. Moleing, metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung: Remaja Rosdakarya,

(26)

14

2) Mukjizat Sabar: Penelitian Seorang doctor Muslim di Amerika, oleh Tallal Alie Turfe

3) Sholat Penyelesai Segala Masalah, oleh Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi

4) Memahami Sholat Khusyu’: Buku Relaksasi, Bukan Meditasi, oleh M.Amin Abdul-Samad.

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Kartu Dta, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, skripsi, buku, dan sebagainya.21

3. Langkah Penelitian

Dalam meneliti atau mengakaji tafsir al-Qur’an, dibutuhkan beberapa langkah-langkah khusus terutama berkaitan dengan kaidah-kaidah tafsir yang digunakan oleh para mufasir dalam memberikan penafsiran. Di antaranya Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa yang masing-masing menggunakan metode dan kaidah penafsiran yang terlihat sama. Kemudian menganalisis

penafsiran berdua dengan bantuan Ilmu Ulumul Qur’an.

Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh diantaranya:

Memaparkan penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa dalam menafsirkan surah al-Baqarah ayat 45 dan 153

a. Meneliti makna Sabar dan Sholat dalam surah al-Baqarah ayat 45 dan 153

(27)

15

b. Analisis terhadap penafsiran Sayyid Qutb dengan Sa’id H{awwa dalam menafsirkan surah al-Baqarah ayat 45 dan 153

c. Analisis terhadap persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan Sa’id H{awwa dalam menafsirkan surah al-Baqarah ayat 45 dan 153

4. Metode Analisis Data

Untuk sampai pada prosedur akhir penelitian, maka penulis menggunakan metode analisa data untuk menjawab personalan yang akan muncul di sekitar penelitian ini.

a. Deskriptif

Deskriptif yaitu menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya dengan menuturkan atau menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variable dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.22

Penelitian Deskritif Kualitatif yakni penelitian berupaya untuk mendeskripsikan yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriprif

(28)

16

akualitatif ini bertujuan untuk mempetoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada.23

H. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih mudah mengetahui secara utuh terhadap isi skripsi ini, maka perlu disusun konsep sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sitematika pembahasan.

Bab kedua. berisi tentang landasan teori yang berisi tentang pengertian sabar dan sholat dan penjelasan teori Ulumul Qur’an antara lain Ilmu asbabun al -nuzul, ilmu munasabah dan fungsi hadis penjelas bagi al-Qur’an.

Bab ketiga adalah adalah pengelola data yang memaparkan kedua biografi Tokoh Sa’id H{awwa dan Sayyid Qutb, dan keberadaan Kitab tafsir dari kedu tokoh.

Bab keempat adalah Penafsiran dan Analisa data, berisi tentang penafsiran Sa’id H{awwa dan Sayyid Qutb dalam surah al-Baqarah tentang sabar dan Sholat, Kemudian berisi tentang analisa terhadap ayat sabar dan sholat dalam surah al-Baqarah, yang didalamnya dijelaskan pandangan Sa’id H{awwa dan Sayyid Qutb dan perbedaan dari kedua tokoh.

Bab kelima adalah kesimpulan dan saran yang berisi tentang kesimpulan hasil penelitian serta saran-saran terhadap hasil penelitian selanjutnya.

(29)

BAB II

TERM SABAR DAN SHOLAT, TEORI ASBA<B AL-NUZU<L,

MUNA>SABAH DAN H{ADI>TH DALAM KAITANYA DENGAN TAFSIR

A. Pengertian Sabar dan Shalat

1. Definisi sabar

Sabar (ash-Shabr) secara etimologi berarti menahan dan mengekang.1sedangkan menurut al-Khudairi, sabar berarti al-habs atau al-kaff yaitu menahan diri.2 Sabar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan istilah menahan yaitu tahan menghadapi cobaan seperti tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak terburu-buru.3

Secara terminologi, sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah atau tabah Menerimanya dengan rela dan berserah diri. Yang tidak disukai itu tidak selamanya terdirir dari hal-hal yang tidak disenangi tapi bisa juga berupa hal-hal yang disenangi. Sabar dalam hal ini berarti menahan dan mengekang diri dari memperturutkan hawa nafsu. Dalam Enslikopedi Islam, sabar mempunyai arti menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan, baik dalam menemukan

1 Yunahar Ilyas, Kuliah Ahklak, (Yogyakarta: LPPI, 1999), cet 1, 134

(30)

18

sesuatu yang tidak diinginkan ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi.4

Sabar adalah suatu bagian dari akhlak utama yang di butuhkan seorang muslim dalam masalah dunia dan agama. Ia harus mendasarkan amal dan cita-citanya kepada sabar itu. Sebagai lhamba Allah, kita tidak terlepas dari musibah yang menimpa kita, baik musibah yang berhubungan dengan pribadi kita sendiri mupun musibah dan bencana yang menimpa sekelompok masyarakat maupun bangsa.5

Sabar merupakan bentuk pengendalian diri`atau kemampuan menghadapi rintangan, kesulitan menerima musibah dengan ikhlas dan dapat menahan marah, titik berat nurani (hati). Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankanketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila

kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.6

Sabar merupakan pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan.7 Sabar salah satu akhlak Qur’ani yang paling utama dan ditekankan

4Dewan Redaksi Enslikopedi Islam . enslikopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), jilid 4, 184

5 Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim,(Semarang: Wicaksana, 1990), 258 6Ibnu Qayyim Al-Zauwjiyyah, Al-Fawa’id. 95.

(31)

19

oleh al-Qur’an baik pada surat-surat Makkiyyah maupun Madaniyyah, serta merupakan akhlak yang terbanyak sebutannya dalam Al-Qur’an.8

2. Definisi Shalat

Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada.

Kata shalat adalah bentuk mashdar dari kata kerja yang tersusun dari hauruf-huruf shad, lam, dan waw . susunan dari huruf-huruf tersebut, menurut Ibnu Faris dan Al-Ashfahani, mempunyai dua makna denotative, yaitu

Pertama, “membakar” dan kedua, “berdo’a” atau “meminta”, Abu Rwah

menambahkan. Ada juga yang berpendapat dedonaktifnya adalah shilah (ة يص) hubungan karena sholat menghubungkan antara hamba dengan tuhannya atau shala>/shalwa>n ا اص/ اص tulang ekor karena ketika sujud tulang ekor tempatnya berada paling tinggi, atau lazu>m ل tetap karena shalat berarti melakukan apa yang diwajibkan Allah. Namun, ketiga pendapat tersebut, lanjut Abu Uwrah, tampaknya di pengaruhi dengan terma shalat di dalam Islam, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.9

Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan. Adapun secara hakikinya ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang

8Yusuf Qordhowi, Assobru Fil Qur`an (Al-Qur`an Menyuruh Kita Sabar), terj. Aziz Salim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 11.

(32)

20

mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya.10

Pada masa Jahilliyah, kata shala>t digunakan daidalam arti do’a, meminta, dan beristighfar, yang diambil kata dari maksa Shilah ة يص “hubungan”, yaitu hubungan antara hamba dengan tuhan. Dengan makna ini,

maka shalat digunakan oleh semua agama sebagai istilah suatu ibadah kepada Tuhan masing-masing dan orangnya disebut mushalli لصم juga digunakan di

dalam arti orang yang menyusul sang juara dala perlombaan (pacuan).11 Shalat merupakan peresapan makna-makna kehambaan tauhid dan kesyukuran, penegakan ibadah pada organ-organ utamajasad, pemusnahan sifat angkuh dan pembangkangan terhadap Allah sertamerupakan pengakuan akan ketuhanan. Oleh karena itu penunaiannya secara sempurna dapat memusnahkan ujub, ghurur bahkan seluruh kemungkarandan kekejian.12

Shalat adalah bentuk ibadah yang paling agung karena amal yang pertama kali yang ditanyakan nanti di hari kiamat adalah shalat.13

10Abdul Hamid, M.Ag, Drs. Beni HMd Saebani, M.Si. Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 191

11Ibid.,

12Sa’id H{awwa, Tazkiyatun Nafs Intisari Ihya Ulumuddin,( Jakarta: Pena Pundi Aksara,2006 ), 37

13Sayyid Shaleh Al-Ja'tari, The Miracle of Shalat; Dahsyatnya Shalat, (Jakarta: Gema

(33)

21

B. ILMU ASBA<B AL-NUZU<L

1. Pengertian Asba>b al-Nuzu>l

Secara bahasa Asba>b al-Nuzu>l berasal dari kata بابسا عم ببس14 sedangkan

Nuzul bentuk masdar dari ي - ن yang berarti turun atau jatuh.15. adapun

menurut istilah, Dr Musa Rahim Ibrahim dalam bukunya Buhuts Manhajiyyah fi Ulum al-Qur’a>n al-Karim Medefinisikan Asba>b al-Nuzu>l yaitu:

لؤسوأ هتداحك هعوقو تقو نْاشب نارق لزن ام

suatu hal yang menerangkan status (hukumnya) al-Qur’a>npada masa itu terjadi, baik berupa peristiwa atau pertanyaan.16

Asba>b al-Nuzu>l terdapat banyak pengrtian, diantaranya:

1. Menurut az-Zarqani mendefinisikan Asba>b al-Nuzu>l merupakan suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, atau peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan turunnya suatu ayat.17

2. Subhi Shalih menyatakan bahwa Asba>b al-Nuzu>l berkenaan dengan sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat, atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai

14MahmudYunus, Kamus Arab Indonesia. (Jakarta: PT Hidakarya Agung), 161 15Ibid

16Musa ibrahim, Buhuts manhajiyyah fi ulum al-Qur’an karim, (oman: Dar Ammar,

1996), 30.

(34)

22

jawaban, atau sebagai penjelasan yang diturunkan pada waktu terjadinya suatu peristiwa.18

3. Quraish shihab berpendapat Asba>b al-Nuzu>l bukanlah dalam artian hukum sebab akibat yang menyebabkan seakan-akan tanpa adanya suatu peristiwa ayat tersebut tidak akan di turunkan. Pemakaian kata asbab bukanlah dalam arti sebenarnya. Tanpa adanya suatu peristiwa, al-Qur’a>n tetap di turunkan oleh Allah SWT sesuai dengan iradat-Nya.

Emikian pula kata al-Nuzul, bukan berarti turunnya al-Qur’a>n dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, karena al-Qur’a>n tidak terbentuk fisik dan materi. Penegertian turun menurut mufasir mengandung penyampaian atau penginformasian dari Allah SWT kepada utusan-Nya, Muhammad SAW kealam nyata melalui malaikat jibril.19

2. Urgensi dan kegunaan Asba>b al-Nuzu>l

1. Mengungkap sebab turunnya ayat al-Qur’a>n melalui kisah salah satu cara menerangkan yang jelas mengenai sesuatu yang bernilai tinggi.20

2. Kita bisa memahami makna suatu ayat secara lebih mendalam

18Subhishalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’a>n, (terj Nur Rakhim dkk), (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1993), 160.

19Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’a>n cet VII, (bandung: Mizan, 1994), 89. 20 Subhi As Shalih, Membahas ilmu-ilmu al-Qur’a>n, (jakarta: pustaka firdaus, 1996),

(35)

23

3. Mengetahui hikmah pemberlakuan suatu hukum, dan perhatian syariat terhadap kemaslahatan umum dalam menghadapi segala peristiwa sebagai rahmat bagi umat.21

4. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata,”Mengetahui sebab turunnya

al-Qur’a>n membantu pemahaman ayat.Sebab pengetahuan tentang sebab akan

menghasilkan pengetahuan tentang Aqidah.22

5. Mengetahui sebab turunnya ayat adalah cara terbaik untuk memahami

al-Qur’a>n dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang

tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turunNya. Al-Wahidi menjelaskan, “ Tidak mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui

sejarah dan penjelasan sebab turunnya.” Ibnu Daqiq Al-Id berpendapat, “Keterangan tentang sebab turunnya ayat adalah cara yang tepat untuk

memahami makna al-Qur’a>n. Menurut Ibnu Taimiyah, Mengetahui sebab turunnya ayat akan membantu dalam memahami ayat, karena mengetahui sebab akan mengantarkan pengetahuan kepada musababnya (akibat).23 Berikut terdapat beberapa ulama’ yang menganggap pengetahuan tentang Asba>b

al-Nuzu>l itu sesuatu yang penting24:

21Imam jalaluddin As-Suyuti, Studi al-Qur’a>n komperhensif, (surakarta: indiva pustaka,

2008), 124.

22YusufAl-Qaradhawi, Bagaimana Berinteraksi dengan, al-Qur’a>n (Jakarta: Pustaka Al

-Kautsar, 2008)

23Syaikh Manna Al-Qaththan, op.Cit.,hal 99.

24Nashruddin Baidan, wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: pustaka pelajar,

(36)

24

1. Al-Syathibi berpendapat bahwa pengetahuan tentang asbabun al-nuzul merupakan keharusan bagi orang yang ingin mengetahui kandungan

al-Qur’a>n.

2. Al-Wahidi mengemukakan pendapatnya bahwa tidak mungkin dapat diketahui tafsir ayat al-Qur’a>n tanpa terlebih diketahui tafsir ayat

al-Qur’a>n tanpa terlebih dahulu mengetahui kisahnya dan keterangan sebab

turunnya ayat yang bersangkutan. Dan pasti ayat-ayat yang dimaksud adalah yang memiliki Asba>b al-Nuzu>l.

3. Ibn Qaqiq al-‘Id berpendapat memahami makna-makna al-Qur’a>n, khusunya ayat-ayat yang mempunyai Asba>b al-Nuzu>l.

4. Ibn Taymiyah mengemukakan pendapatnya bahwa, pengetahuan sebab turunnya ayat membantu memahami ayat al-Qur’a>n. karena, pengetahuan tentang sebab akan mewariskan pengetahuan tentang akibat dari turunnya ayat.

3. Cara Mengetahui Asba>b al-Nuzu>l

(37)

25

menunjukkan Asba>b al-Nuzu>l dan tidak mengandung kemungkinan makna lain.25

b. Asba>b al-Nuzu>l tidak disebutkan dengan ungkapan sebab secara jelas juga tidak dengan mendatangkan “fa” yang menunjukkan sebab, tetapi dengan redaksi: “nazalat hazihil ayatu fi kaza” ( ayat ini turun mengenai ini), atau

ahsibu hazihil ayata fi kaza (aku mengira ayat ini turun mengenai soal begini), atau ma ahsibu hazihil ayata nazalat illa fi kaza (aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal yang begini). Dengan bentuk redaksi seperti ini perawi tidak memastikan Asba>b al-Nuzu>l . tetapi dianggapnya mengandung suatu kemungkinan, mungkin menunjukkan sebab, mungkin menunjukkan hukum atau lainnya.26 Al-Zarkasyi menyebutkan bahwa telah dimaklumi dari kebiasaan para sahabat dan tabi’in bahwa jika salah seorang

mereka berkata: “ayat ini turun tentang demikian”, maka yang dimaksud

adalah hukum suatu ayat, bukan sebab bagi turunnya ayat tersebut.27 Sementara menurut al-Zarqani, satu-satunya jalan untuk menentukan salah satu dari dua makna yang terkandung dalam ungkapan itu adalah konteks pembicaraannya.28

4. Kaidah Asba>b al-Nuzu>l

Ulama’ telah membahas tentang hubungan antara sebab yang terjadi, dengan

ayat yang turun. Hal seperti ini dianggap penting karena sangat erat kaitannya

25Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’a>n, (jakarta: litera antar Nusa, 1992),

120

26Ibid, 121

27Badruddin Muhammad bin ‘Abdullah al-Zarkazsyi, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’a>n,

(beirut: daarul kutub Ilmiyah, 2006) juz 2, .31-32.

(38)

26

dengan penerapan hukum. Adanya perbedaan pemahaman tentang suatu ayat berlaku secara umum berdasarkan bunyi lafalnya, atau terkait sebab turunnya, menyebabkan lahirnya dua kaidah antara lain:29

Kaidah Yang Terkait Dengan Asba>b al-Nuzu>l Ulama tafsir dan ushul fiqh mengatakan bahwa ada dua kaidah yang terkait dengan masalah asbabunnuzul yang membawa implikasi cukup luas dalam pemahaman kandungan ayat tersebut, yakni:

1.

ببسلا صوصخا ظفللا مومعب ةرعلا

( yang menjadi patokan adalah

keumuman lafadz, bukan karena sebab yang khusus ), ini adalah pendapat yang dianut oleh jumhur ulama.

2.

ظفللا مومعبا ببسلا صوصخ ةرعلا

( yang menjadi patokan adalah

sebab khusus, bukan keumuman lafadz ). Kaidah ini berkaitan dengan permasalahan apakah ayat yang diturunkan Allah SWT berdasarkan sebab yang khusus harus dipahami sesuai dengan lafal umum ayat tersebut atau hanya terbatas pada khusus yang melatarbelakangi turunnya ayat itu.30

C. Ilmu Muna>sabah

1. Pengertian Muna>sabah

29NashrudinBaidan, Wawasan baru ilmu tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 130

30Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an.Cetakan VII, ( Mizan. Bandung, 1994),

(39)

27

Secara etimologi, istilah muna>sabah berasal dari akar kata

بسن

yang

mengandung arti berdekatan atau mirip. Dari segi etimologi tersebut diperoleh sebuah gambaran bahwa muna>sabah terjadi antara dua hal yang mempunyai hubungan atau pertalian baik dari segi fisik maupun maknanya.31 Al-Alma’i mendefinisikan muna>sabahsebagai “pertalian antara dua hal dalam aspek apa pun dari berbagai aspeknya.” Demikian berdasarkan ungkapan Nashruddin Baidan. Sedangkan menurut Manna’ al-Qattan muna>sabah mengandung pengertian ada

aspek hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, atau antara satu ayat dengan ayat lain dalam himpunan beberapa ayat, ataupun hubungan surat dengan surat yang lain.32 Quraish Shihab mendefinisikan muna>sabah dengan kemiripan-kemiripan yang etrdapat pada hal-hal tertentu

dalam al-Qur’a>n baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya.33

Dari definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa muna>sabah adalah keterkaitan dan keterpaduan hubungan antara bagian-bagian ayat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam al-Qur’a>n. Dalam rangka memahami ayat, diperlukan muna>sabah agar dapat diketahui keterkaitan dan keterpaduan antara ayat sebelum

dan sesudahnya begitu juga antara satu surat dengan surat yang lain.34

2. Macam-Macam Muna>sabah

31Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),

183.

32Manna>’ Khalil al-Qat}t}a>n, Maba>his fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n,terj. Mudzakir AS. (Bogor:

Pustaka Litera antarnusa, 2011), 138.

33Nashruddin Baidan, Wawasan Baru., 185.

34Kementerian Agama RI, Mukadimah al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi,

(40)

28

a. Dzhahir al -Irtibath

Muna>sabah ini terjadi karena bagian al-Qur’a>n yang satu dengan yang lain

nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu terkadang, ayat yang satu berupa penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian, atau pembatas dengan ayat yang lain. Sehingga semua ayat menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Sebagai contoh, adalah hubungan antara ayat satu dan dua dari surat al-Isra’, yang menjelaskan tentang di-isra’-kannya Nabi Muhammad saw, dan diikuti oleh keterangan tentang diturunkannya Tarurat kepada Nabi Musa as. Dari kedua ayat tersebut nampak jelas bahwa keduanya memberikan keterangan tentang diutusnya nabi dan rasul

b. Khafiy al-Irtibath

Muna>sabah ini terjadi karena antara bagian-bagian al-Qur’a>n tidak ada

kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat berdiri sendiri, baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain.

Sedangkan model yang kedua, adalah tanpa adanya huruf ‘athaf, sehingga

membutuhkan penyokong sebagai bukti keterkaitan ayat-ayat, berupa pertalian secara maknawi. Dalam hal ini ada 3 (tiga) jenis: Tanzhir atau hubungan mencerminkan perbandingan, Mudhaddah atau hubungan yang mencerminkan pertentangan, Istithrad atau hubungan yang mencerminkan kaitan suatu persoalan dengan persoalan lain.35

(41)

29

Secara umum, bentuk-bentuk muna>sabah dibagi menjadi tiga, antara lain: 1. Muna>sabah antara bagian-bagian dalam satu ayat

2. Muna>sabah antara ayat-dengan ayat, yaitu kaitan ayat dengan ayat sebelumnya

3. Muna>sabah antara surah dengan surah

Sedangkan, Manna al-Qattan menjelaskan bahwa muna>sabah itu terjadi antara ayat dengan ayat. Setiap ayat mempunyai aspek hubungan dengan ayat sebelumnya. Terkadang muna>sabah juga terletak pada perhatiannya terhadap keadaan lawan bicara. Selain itu, muna>sabah juga terjadi antara satu surah dengan surah yang lain dan antara awal surah dengan akhir surah.36

bentuk-bentuk muna>sabah menjadi tujuh bagian, yang kemudian dikutip oleh Nashruddin Baidan sebagai berikut:

1. Muna>sabah antara surat dengan surat, seperti muna>sabah antara surat al-Fatihah, al-Baqarah dan ali-Imran. Ketiga surat ini ditematkan secraa berurutan dan menunjukkan bahwa ketiganya mengacu pada satu tema sentral yang santara satu sama lain saling menyempurnakan dalam tema tersebut. Hal ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Suyuti bahwa al-Fatihah mengandung tema sentral ikrar ketuhanan, perlindungan kepada Tuhan, dan terpelihara dari agama Yahudi dan Nasrani. Sedangkan surat al-Baqarah mengandung tema sentral pokok-pokok (akidah) agama,

(42)

30

sementara ali-Imran mengandung tema sentral menyempurnakan maksud yang terdapat dalam pokok-pokok agama itu.37

2. Muna>sabah antara nama surat dengan tujuan turunnya. Keserasian itu merupakan inti pembahasan surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan surat itu. Sebagaimana diketahui dalam surat al-Baqarah yang berarti lembu betina. Cerita tentang lembu betina yang terdapat dalam surat itu pada hakikatnya menunjukkan kekuasaan Tuhan dalam membangkitkan orang-orang yang sudah mati sehingga, dengan demikian, tujuan dari surat al-Baqarah adalah menyangkut kekuasaaan Tuhan dan keimanan kepada hari kemudian.

3. Muna>sabah antara kalimat dengan kalimat dalam satu ayat. Muna>sabah antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama, muna>sabah antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat yang menggunakan huruf athf. Kedua, muna>sabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam satu ayat tanpa menggunakan huruf athf.

4. Muna>sabah antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam satu surat. 5. Muna>sabah antara penutup ayat dengan isi ayat tersebut.

6. Muna>sabah awal uraian surat dengan akhirnya.

Muna>sabah antara akhir suatu surat dengan awal surat berikutnya

3. Urgensi Memahami Muanasabah

37Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rahma>n al-Suyu>t}i>, Asra>r Tarti>b al-Qur’a>n, ed. ‘Abd al-Qadir

(43)

31

Dalam kaitannya dengan penafsiran al-Qur’a>n, muna>sabah juga membantu dalam interpretasi dan ta’wil ayat dengan baik dan cermat. Di antara para mufassir, menafsirkan ayat atau surat dengan menampilkan asbab al- nuzul ayat atau surat. Tetapi sebagian dari mereka bertanya-tanya, manakah yang harus di dahulukan. Aspek asbab al- nuzulnya ataukah muna>sabahnya. Hal ini menunjukkan adanya kaitan yang erat antar ayat yang satu dengan lainnya dalam rangkaiannya yang serasi.38

Dengan demikian ilmu muna>sabah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menafsirkan al-Qur’a>n. Ilmu ini dipahami sebagai pembahasan tentang rangkaian ayat-ayat beserta korelasinya, dengan cara turunnya yang berangsur-angsur dan tema-tema serta penekanan yang berbeda. Dan ketika menjadi sebuah kitab, ayat yang terpisah secara waktu dan bahasan itu dirangkai dalam sebuah susunan yang baku.

Ketika menyadari bahwa al-Qur’a>n merupakan satu kesatuan yang utuh, maka ilmu muna>sabah menjadi satu topik yang dapat membantu pemahaman dan mempelajari isi kandungan al-Qur’a>n. Secara garis besar, terdapat tiga arti penting dari muna>sabah dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’a>n antara lain:39

1. Balaghah, korelasi ayat dengan ayat menjadikan keutuhan yang

indah dalam tata bahasa al-Qur’a>n. Dan bahasa al-Qur’a>n adalah suatu susunan yang paling baligh (tinggi nilai sastranya) dalam hal keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

38Ibid., 56

(44)

32

2. Ilmu muna>sabah dapat memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surat. Dalam hal penafsiran bil ma’tsur maupun bir

ra’yi, jelas membutuhkan pemahaman mengenai ilmu tersebut.

Izzuddin ibn Abdis. menegaskan bahwa, ilmu muna>sabah adalah ilmu yang baik, manakala seseorang menghubungkan kalimat atau ayat yang satu dengan lainnya, maka harus tertuju kepada ayat-ayat yang benar-benar berkaitan, baik di awal maupun di akhirnya. Ilmu kritis, ilmu muna>sabah akan sangat membantu mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n. Setelah ayat-ayat tersebut dipahami secara tepat, dan demikian akan dapat mempermudah dalam pengistimbatan hukum-hukum atau pun makna-makna terselubung yang terkandung di dalamnya.40

D. H{adi>th Dalam Kaitannya Dengan Al-Qur’a>n

1. Kedudukan H{adi>th Dan Fungsi H{adi>th

a. Kedudukan H{adi>th

Al-Qur’a>n merupakan kitab suci yang menjadi pedoman pokok seluruh umat islam disemua penjuru dunia dalam hal syari’at agama.

Sebagaimana Al-Qur’a>n, H{adi>th pun mempunyai kedudukan tinggi dalam perannya menjadi landasan dasar hukum syariat, yakni menempati kedudukan yang kedua setelah Al-Qur’a>n.41

Hal ini didasarkan pada Firman Allah QS. An Nisa’: 59

40Ibid., 173-174

(45)

33































































Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.42

Dr. Muhammad Ajjaj al Khotib mengatakan bahwa kedudukan hadits sejajar dengan al-Qur’a>n, dengan dalih keberadaannya merupakan wahyu dan hukumnya wajib untuk diamalkan isinya, juga karena fungsi hadits adalah sebagai penjelas dari isi al-Qur’a>n sendiri, maka tidak mungkin mmemahami al-Qur’a>n tanpa adanya h{adi>th disampingnya.

b. Fungsi H{adi>th

Al-Qur’a>n dan h{adi>th sebagai sumber ajaran islam tidak dapat

dipisahkan. Al-Qur’a>nsebagai sumber hukum memuat ajaran –ajaran yang bersifat umum dan global, yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci. Disini H{adi>th berfungsi sebagai penjelas isi kandungan

Al-Qur’a>n tersebut. Ini sesuai denga firman Allah QS. Al-Nahl : 44 yang

berbunyi:

(46)

34

بٱ ل

ي

ت

ٱ

رب ل

ل نأ

يل إ

ك

ٱ

ك ل

يل إ ن م ل ن ي ل ر

م

م عل

ر ف ي

Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.

Fungsi H{adi>th sebagai penjelas Al-Qur’a>n itu bermacam-macam. Antara lain sebagai berikut:

1. Bayan al-Taqrir

Bayan al-taqrir disebut juga bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Maksud bayan ini yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan didalam al-Qur’a>n. Fungsi hadits dalam hal ini hanya untuk memperkokoh isi kandungan al-Qur’a>n. Seperti contoh keharusan berwudhu sebelum shalat seperti yang diterangkan dalam QS. Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:







































































































































(47)

35

mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

Ayat. diatas diperkuat dengan H{adi>th yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu hurairah yang berbunyi:

ق

س

ه

ى ص

ه

هي ع

م س

:

ل

ل ْقي

ّا

ص

ا

ْمك حأ

ا إ

ْحأ

ى ح

ض ي

)

ا

خ لا

(

Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima sholat orang yang berhadast sebelum berwudhu43

Menurut sebagian Ulama’, bahwa bayan taqrir atau bayan

ta’kid, disebut juga dengan bayan al-muwafiq nash al-Kitab al-Karim.

Hal ini karena memunculkan H{adi>th -H{adi>th itu sesuai dan untuk memperkokoh ayat al-Qur’a>n44

2. Baya>n al-Tafsir

Tafsir secara bahasa berarti penjelasan, interpretasi atau keterangan. Maksud dari H{adi>th /Sunnah sebagai bayan al-tafsir adalah H{adi>th /Sunnah berfungsi sebagai penjelasan atau interpretasi kepada ayat-ayat yang tidak mudah dipahami.45 Hal ini dikarenakan ayat-ayat tersebut bersifat mujmal (umum) sehingga

43Arifin, Ilmu H{adi>th , 51 44 Ibid., 53

45 Abdul Wahid Ramli, Studi Ilmu H{adi>th , cet.III (Medan: Citapustaka Media

(48)

36

perlu penjelasan yang bisa menjelaskannya lebih terperinci. Sebagai contoh ayat al-Qur’a>n kewajiban salat QS. Al-Baqarah ayat 45

ي قأ

ْا

ٱ

صل

أ

ْا ت

ٱ

ك ل

ٱ

ْا عك

عم

ٱ

رل

ني ع ك

Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’

Hal ini dirincikan tata cara pelaksanaanya dalam H{adi>th berikut :

اْوُلَص

اَمَك

يِنْوُمُتْ يَأَر

يَصُأ

يِ ل

( .

هاور

يراخبلا

)

Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.(HR.al-Bukhari)

Dalam ayat diatas hanya ada perintah melaksanakan shalat, namun tidak dijelaskan secara rinci bagaimana cara melaksanakan shalat. Sehingga datanglah H{adi>th yang menjelaskan bahwa cara melaksanan shalat adalah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah.

3. Bayan Al-Tashri’

H{adi>th sebagai bayan tasyri’ berarti sunnah dijadikan

(49)

37

secara eksplisit di dalam al-Qur’a>n.46 Hal ini tidak berarti bahwa hukum dalam al-quran belum lengkap, melainkan al-Qur’a>n telah menunjukkan secara garis besar segala masalah keagamaan. Namun hadirnya H{adi>th untuk menetapkan hukum yang lebih eksplisit sesuai dengan perintah yang ada dalam al-Qur’a>n surat an-Nahl ayat 44. Salah satu contoh di antaranya tentang haramnya memadukan antara seorang perempuan dengan bibinya. Sementara al-Qur’a>nhanya menyatakan tentang kebolehan berpoligami, yaitu:

...

فٱ

ْا ح ن

م

ط

م ل

ن م

ٱ

س ل

ء

ثم

ى

ث

ث

ب

ع

...

Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat

Hadits berikut ini menetapkan haramnya berpoligami bagi seseorang terhadap seorang wanita dengan bibinya.

خ أ ْر ْلا نْيب ل ع أ ْر ْلا نْيب ع ْجي ل

ل

)

هي ع قف م

(

Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan bibinya (saudari bapaknya) dan seorang wanita dengan bibinya (saudari ibunya). (HR. Bukhari Muslim)47

4. Bayan Al-Nasakh

Para ulama berbeda pendapat tentang bayan al-nasakh ini. Sebagian diantara mereka ada yang membenarkannya dengan

46 Abuddin Nata, Al-Qur’an dan H{adi>th ,Cet.VII (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2000), 203

47Mohammad Gufran dan rahmawati, Ulu>mulH{adi>th : Praktis dan Mudah (Yogyakarta:

(50)

38

alasan bahwa hal itu pernah terjadi. Mereka juga sepakat bahwa H{adi>th yang menjelaskan nasakh salah satu hukum dalam

al-Qur’a>n itu haruslah mutawatir. Bahkan Ibn Hazmin berpendapat

bahwa H{adi>th Ahad pun boleh menasakh al-Qur’a>n. Ini sejalan dengan pendiriannya bahwa setiap H{adi>th adalah qath’y.48

Salah seorang ulama yang menolak adanya bayan nasakh ini adalah Imam Syafi’i. Beliau berpendapat bahwa

al-Qur’a>n hanya boleh dinasakh dengan al-Qur’a>n. Tidak ada nasakh

Hadits terhadap al-Qur’a>n karena Allah mewajibkan kepada Nabi-Nya agar mengikuti apa yang diwahyukan kepadanya, dan bukan mengganti menurut kehendak sendiri.49

(51)

BAB III

BIOGRAFI DAN KITAB SA’ID H{AWWA DAN SAYYID QUTB

A. Biografi Sa’id H{awwa

Referensi

Dokumen terkait