• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKONSTRUKSI TATA NILAI EKONOMI DALAM AL-QUR`AN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REKONSTRUKSI TATA NILAI EKONOMI DALAM AL-QUR`AN."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

REKONSTRUKSI TATA NILAI EKONOMI

DALAM AL-QUR`AN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Pada Program Studi Tafsir

Oleh:

Muhammad Najib NIM: F5.5.2.12.282

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

xii

ABSTRAK

Muhammad Najib, 2016. Rekonstruksi Tata Nilai Ekonomi dalam Al-Qur`an, Tesis Prodi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir pada Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Pembimbing: Prof. Dr. H. Aswadi, M.Ag.

Kata Kunci: Al-Qur`an, Ekonomi, Persaingan Bebas, Pengendalian Konsumsi, Distribusi kekayaan.

(6)

x

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 9 

1. Identifikasi Masalah ... 9 

2. Pembatasan Masalah ... 11 

C. Perumusan Masalah ... 11 

D. Tujuan Penelitian ... 11 

E. Manfaat Penelitian ... 12 

F.  Kerangka Teoritik ... 12 

G. Penelitian Terdahulu ... 14 

H. Metode Penelitian ... 16 

1. Jenis Penelitian ... 16 

2. Teknik Pengumpulan Data ... 17 

3. Teknik Analisis Data ... 18 

I.  Sistematika Pembahasan ... 20 

BAB II KONSEP UMUM NILAI DAN EKONOMI ... 23 

A. Pengertian Nilai ... 23 

B. Pengertian dan Problem Ekonomi ... 28 

BAB III NILAI-NILAI EKONOMI DALAM AL-QUR`AN ... 34 

A. Kritik Terhadap Perilaku Ekonomi ... 37 

B. Watak Dasar Manusia Sebagai Dorongan Bagi Tindakan Manusia ... 42 

1. Tamak ... 42 

2. Kikir ... 44 

3. Predator ... 47 

4. Hedonis ... 48 

C. Nilai-Nilai Agama sebagai Dorongan Bagi Tindakan Manusia ... 53 

(7)

xi

E. Represi Kekuasaan Sebagai Dorongan Bagi Tindakan Manusia ... 66 

F.  Tindakan Manusia Yang Tak Teramalkan ... 68 

G. Permintaan dan Penawaran Yang Dikondisikan ... 71 

H. Harga Sebagai Kesediaan Fromal Kedua Belah Pihak Yang Bertransaksi . 73  I.  Ketidak-merataan Sebagai Realitas Kehidupan ... 75 

J.  Sumber Daya Alam Sebagai Faktor Produksi ... 79 

K. Pemanfaatan Sumber Daya Alam ... 84 

L. Pelestarian Alam Sebagai Bagian Dari Menjaga Kontinyuitas Produksi .... 88 

M. Pertukaran Barang dan Jasa Sebagai Sarana Distribusi Hasil Produksi ... 92 

N. Kebebasan Bertransaksi ... 96 

O. Proteksi Bagi Pihak Yang Lemah ... 102 

P.  Pencegahan Monopoli ... 106 

Q. Ekonomi Berbasis Sektor Riil ... 110 

R. Pengendalian Konsumsi ... 115 

S.  Distribusi Kekayaan ... 121 

BAB IV BANGUNAN TATA NILAI EKONOMI DALAM AL-QUR`AN . 127  A. Tujuan-Tujuan Ekonomi ... 128 

B. Faktor Input ... 131 

1. Sumber Daya Ekonomi ... 132

2. Dorongan-dorongan bagi Tindakan Manusia ... 134

3. Tindakan Manusia yang Tak Teramalkan ... 139

4. Realitas Kehidupan ... 143

C. Pencapaian Tujuan Ekonomi dengan Mempertimbangkan Faktor Input .. 144 

1. Problem Sistem Ekonomi dalam Pandangan al-Qur`an ... 144

2. Pandangan al-Qur`an Terhadap Kemiskinan ... 145

3. Pendekatan dan Strategi Pencapaian ... 146

4. Format Kebijakan Ekonomi ... 149

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 167 

D. Kesimpulan ... 167 

E. Saran-Saran ... 168 

DAFTAR PUSTAKA ... 171 

LAMPIRAN ... 176 

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

The world economy has entered a phase of extraordinary instability and

.. . its future course is absolutely uncertain”, kata Helmut Schmidt1 sebagaimana

dikutip Umer Chapra2. Sinyalemen Schmidt mengacu pada krisis minyak tahun

19733 yang memicu terjadinya berbagai resesi. Skandal subprime mortgage4 di

Amerika pada tahun 2008 kembali memicu terjadinya krisis ekonomi global.

Raksasa finansial seperti Lehman Brothers, Bear Stearns, Merrill Lynch, AIG,

Freddie Mac dan Fannie Mae yang pada krisis-krisis sebelumnya mampu

bertahan, kali ini mereka tidak dapat menyelamatkan diri. Yang terbaru adalah

krisis ekonomi di Eropa pada tahun 2010 yang dipicu oleh besarnya hutang negara

Yunani yang kemudian merembet ke Irlandia dan Portugal serta berdampak

kepada negara-negara Eropa lain.

Krisis ekonomi di Eropa mengakibatkan naiknya angka pengangguran,

kemiskinan, bahkan melebarnya kesenjangan antara miskin dan kaya, hal yang

1

Kanselir Jerman Barat dari tahun 1974 hingga 1982.

2

M. Umer Chapra, Toward a Just Monetary System, (Leicester: The Islamic Foundation, 1986), 18.

3

Pada 6 Oktober 1973 pecah perang Israel-Arab. Negara-negara arab yang tergabung dalam OPEC menggunakan komoditi minyak sebagai senjata untuk menekan Ameika dan Eropa yang pro Israel. Suplai minyak pun tersendat, sehingga harga minyak melambung tinggi. Perekonomian pun tidak dapat berjalan, karena kekurangan bahan bakar, sehingga untuk beberapa saat terjadi krisis ekonomi di tingkat global.

4

(9)

3

mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Laporan yang dirilis

International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) tahun

2013 melukiskan dampak krisis ekonomi di Eropa sebagai berikut.

Dibandingkan dengan tahun 2009, terdapat lebih jutaan orang yang mengantri untuk mendapatkan makanan, tidak mampu membeli obat ataupun mengakses perawatan kesehatan. Jutaan orang tidak punya pekerjaan dan yang masih memiliki pekerjaan menghadapi kesulitan untuk mempertahankan keluarga mereka karena upah yang tidak memadai dan melonjaknya harga. Beberapa orang dari kalangan menengah jatuh ke dalam garis kemiskinan. Jumlah orang yang tergantung pada distribusi makanan dari Palang Merah di 22 negara yang disurvei meningkat 75 persen antara tahun 2009 dan 20121.

Apa yang terjadi di Eropa tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Uni Eropa

sebagai kekuatan ekonomi besar di dunia tiba-tiba goyah akibat dilanda krisis

ekonomi. Dalam laporan yang sama IFRC menyebutkan, “lima tahun yang lalu

tidak terbayangkan bahwa jutaan orang Eropa berbaris untuk mendapatkan

makanan di dapur umum, menerima bingkisan makanan atau dirujuk ke grosir

sosial (toko di mana mereka dapat membeli makanan dengan harga sangat murah

setelah mendapatkan rekomendasi dari otoritas sosial)...2”.

Apakah yang sesungguhnya terjadi? Mengomentari krisis ekonomi 1973,

Henry Kissinger seperti dikutip Umer Chapra mengatakan, “No previous theory

seems capable of explaining the current crisis of the world economy”3. Pasti ada

kesalahan mendasar. Tetapi kesalahan apakah itu, bergantung kepada filsafat

hidup masing-masing. Dalam perspektif Islam akar dari permasalahan krisis

1

International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), Think differently, Humanitarian impacts of the economic crisis in Europe, (Jenewa: IFRC, 2013), 2

2

Ibid, 9.

3

(10)

4

ekonomi berada pada tingkat yang sangat mendasar. Penyelesaian krisis ekonomi

tidak mungkin hanya melalui perubahan pada tingkat permukaan saja4.

Islam memiliki keunggulan ideologis yang dengannya mampu

menyediakan cetak biru bagi penyelesaian yang adil dan dapat dijalankan

terhadap permasalahan ekonomi yang dihadapi umat manusia5. Al-Qur`an yang

merupakan sumber utama hukum Islam menjanjikan kehidupan yang baik bagi

siapa saja yang beriman dan beramal saleh. Al-Na l: 97 menuturkan,

ْـُأ ْوَأ ٍﺮََذ ِْ ﺎ ً ِﳊﺎ َﺻ ََِ َْ

Kathīr menjelaskan bahwa kehidupa baik yang dimaksud pada ayat di atas adalah

kehidupan di dunia dan kebaikan yang dimaksud mencakup segala aspek

kehidupan6. Hal senada diungkapkan al-Shawk nī. Ia berkata, “… mayoritas ahli

tafsir berpendapat bahwa kehidupan yang baik pada ayat ini adalah kehidupan

yang baik di dunia, bukan di akhirat. Sebab, kehidupan akhirat telah disebutkan

pada kalimat { نﻮ ْﻌ اﻮ ﺎﻛ ﺎ ﺴ ْﺣ ﺄ ْ ھﺮ ْ أ ْ ﮭﱠ ﺰ ْ و}”7.

Salah satu kehidupan sosial yang menjadi target reformasi al-Qur`an

adalah kehidupan sosial ekonomi. Perhatian al-Qur`an terhadap kehidupan sosial

ekonomi tampak jelas dengan ditetapkannya zakat sebagai pilar ketiga agama

(11)

5

Islam. Bahkan dalam al-Qur`an perintah zakat nyaris selalu beriringan dengan

perintah salat8. Ibnu shūr menilai bahwa penetapan zakat sebagai pilar ketiga

mengindikasikan pentingnya harta dalam menyangga kemaslahatan umat9.

Dengan demikian menurut Ibnu shūr, ditetapkannya zakat sebagai pilar agama

bagian dari upaya menciptakan kemaslahatan umat dengan mendorong terciptanya

kemapanan ekonomi.

Upaya menciptakan kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik juga

diperlihatkan al-Qur`an dalam seruan-seruannya untuk memperoleh dan

mengelola kekayaan dengan baik. Al-Qur`an bahkan membenarkan pencarian

nafkah di sela-sela menjalankan ibadah haji yang semula dianggap tabu dalam

tradisi Arab pra Islam. Al-Baqarah: 198 menuturkan,

ٍتﺎَﻓ َﺮَ ِْ ُْ ْﻀَﻓَأ ﺒَذِﺈَﻓ ُْ ﱢ َر ِْ ًﻼْﻀَﻓ ﺒﻮُﻐَـَْـ ْنَأ ٌﺘﺎَ ُ ُْ َْ َ َﺲَْ

untuk menghilangkan rasa enggan umat Islam untuk melakukan ibadah haji

sambil mencari nafkah dan bahwa mencari nafkah di saat ibadah haji tidaklah

bertentangan dengan sayriat sebagimana anggapan dalam tradisi Arab pra Islam10.

Tidak hanya itu, dalam al-Qur`an harta diungkapkan dengan kata-kata

yang berkonotasi baik, seperti al-khayr yang berarti kebaikan. Setidaknya terdapat

10Muhammad Thahir Ibnu shūr,

(12)

6

empat penggunaan kata al-khayr untuk menunjuk makna harta. Pertama, pada

al-Baqarah:180, “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan

(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan kebaikan yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas

orang-orang yang bertakwa”. Kedua, pada al-Qalam:12, “Yang banyak menghalangi

kebaikan, yang melampaui batas lagi banyak dosa. Ketiga, pada al-Ma’ rij:21, ”Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”. Keempat, pada al-‘ diy t:8,

Dan Sesungguhnya dia sangat kikir karena cintanya kepada kebaikan. Dalam tafsir al-Jal layn kata al-khayr pada empat ayat tersebut ditafsirkan dengan

al-m l yang berarti harta11.

Penyebutan harta dengan dengan kata “kebaikan” mengindikasikan

kepedulian al-Qur`an terhadap kehidupan sosial ekonomi. Bahkan dalam

menyerukan kebaikan, al-Qur`an banyak menggunakan bahasa ekonomi, seperti

perniagaan, jual, beli, harga, upah, hutang, gadai, untung dan rugi. Kata

“perniagaan”, misalnya, digunakan untuk mengungkapkan arti pahala pada

al-F ir:29. “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan

mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anugerahkan

kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan

perniagaan yang tidak akan merugi”12. Menurut penjelasan Wahbah Zuhaili

penggunaan kata tij rah yang berarti perniagaan merupakan Isti’ rah13.Makna

11

Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Ma allī dan Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar al

-Suyū ī, Tafsīr al-Jal layn, (Cairo: D r al- adīth, tth), 37, 758, 765, 818.

12

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahannya,(Bandung: Gema Risalah Press, 1989), 700.

13

(13)

7

hakiki dari kata tersebut ialah perniagaan. Sedangkan yang dikehendaki dalam

ayat di atas adalah makna kiasan, yaitu interaksi hamba dengan Tuhannya untuk

mendapatkan pahala. Pengertian Isti’ rah diperkuat (tarshī ) dengan keberadaan

kata lan tabūra14. Dengan demikian yang dimaksud dengan “perniagaan yang

tidak merugi” adalah pahala di sisi Allah. Penjelasan senada juga disampaikan

Shawk nī dalam fath al-Qadīr15, Zamakhshari dalam al-Kashsh f16.

Dengan demikian di dalam al-Qur`an terdapat sejumlah data yang

mengindikasikan kepedulian al-Qur`an terhadap kehidupan sosial ekonomi. Ibarat

permainan puzzle data-data dimaksud di atas adalah potongan-potongan yang

dapat membentuk sebuah gambar sesuai sudut pandang penyusunnya. Di tangan

ahli fikih potongan-potongan tersebut akan disusun hingga membentuk bangunan

fikih. Demikian pula bagi ahli ilmu kalam dan tasawuf potongan-potongan

tersebut akan membentuk bangunan sesuai sudut pandang keahliannya.

Jika selama ini belum pernah ada bangunan yang membentuk tata nilai

ekonomi dari potongan-potongan tersebut, bukan karena ketidak-sesuaian karakter

potongan dengan karakter bangunan. Ibnu Mas’ud mengatakan,

ﱢﻮَـﺜُ َْـﻓ َِْ ْﺒ َدﺒ َرَأ َْ

ِ ِ ِﻓ ﱠنِﺈَﻓ ،َنآ ْﺮُْﺒ ِر

َِﺮ ِﺧ ْﺒ َو َﲔِ ﱠوَْﻷﺒ َْ

(14)

8

Hal senada juga disampaikan al-Ghaz lī. Menurutnya di dalam al-Qur`an terdapat

himpunan ilmu orang-orang terdahulu dan terkini18 dan bahwa makna al-Qur`an

memiliki cakupan luas bagi orang yang mampu memahaminya19. Al-Qur`an

memuat simbol-simbol dan petunjuk yang hanya dapat dipahami ahlinya20. Secara

ekplisit Darwazah menyatakan bahwa di dalam al-Qur`an terdapat petunjuk bagi

umat manusia dalam berbagai persoalan keagamaan dan keduniaan termasuk

persoalan politik, hukum, sosial dan humaniora21.

Dengan demikian di dalam al-Qur`an terdapat data-data yang dapat

disusun hingga membentuk bangunan tata nilai ekonomi. Tentu saja pengertian ini

tidak berarti bahwa al-Qur`an memuat segala macam ilmu secara terperinci.

Data-data tersebut perlu dipahami dan ditafsirkan dengan benar agar dapat

memperlihatkan kebenaran al-Qur`an seperti apa yang diperlihatkan ilmu

pengetahuan. Ketika ditanya alasannya masuk Islam, Granier, seorang Muslim

Perancis dan mantan anggota Majlis Perwakilan, mengatakan, “Jika tiap ahli di

suatu bidang ilmu pengetahuan membandingkan ayat-ayat al-Qur`an dengan apa

yang ia pelajari, maka tanpa ragu lagi akan masuk Islam, sepanjang dilakukan

secara rasional dan tanpa tendensi”22.

Menafsirkan al-Qur`an sesuai disiplin ilmu yang dikuasai adalah hal yang

(15)

9

mengangkat masalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tujuan suatu

ayat. Hubungan itu terbentuk karena suatu ayat mengisyaratkan ilmu pengetahuan

dimaksud. Ibnu shūr mencontohkan, dalam al- ashr ayat 7, “… supaya harta itu

jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”, seorang mufassir

dapat mengangkat persoalan ilmu ekonomi terkait distribusi kekayaan. Sebab ayat

tersebut memang mengisyaratkan persoalan distribusi kekayaan23.

Jadi, di dalam al-Qur`an terdapat data-data yang dapat disusun menjadi

bentuk bangunan tertentu sesuai dengan bidang keahlian penyusunnya.

Sebagaimana data-data tersebut pernah membentuk bangunan fikih, ilmu kalam

dan tasawuf, data-data itupun dapat direkonstruksi agar menjadi bangunan tata

nilai ekonomi. Sebab, al-Qur`an mengisyaratkan eksistensi berbagai bidang ilmu

pengetahuan. Dan menyusun data-data tersebut menjadi bentuk bangunan ilmu

tertentu adalah hal yang dapat diterima, sebagaimana seorang mufassir dibenarkan

mengkaitkan ilmu pengetahuan dengan suatu ayat, karena adanya isyarat

keterkaitan ayat tersebut dengan ilmu pengetahuan dimaksud.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Al-Qur`an bukanlah kitab tentang ilmu ekonomi positif maupun normatif

dan karenanya keberadaan tata nilai sosial ekonomi di dalamnya bukanlah sesuatu

yang instan dan terstuktur. Namun demikian, sebagaimana dikatakan Muhammad

Izzat Darwazah, al-Qur`an mengandung gambaran paling valid tentang kondisi

sosial pada masa Rasulullah alla Allah ‘Alaihy wa Sallam. Al-Qur`an juga

23Muhammad Tahir Ibnu shūr

(16)

10

merekam jejak dakwah Rasulullah alla Allah ‘Alaihy wa Sallam beserta

perkembangannya yang bersinggungan dengan sikap dan tradisi bangsa Arab,

baik dalam aspek keagamaan, budaya, intelektual, sosial, maupun ekonomi24.

Sesuai penuturan Darwazah, berarti ayat-ayat ekonomi tesebar di berbagai surah

yang sesungguhnya merupakan pesan-pesan moral sebagai respon atas atau

refleksi dari kondisi sosial masyarakat Arab saat itu.

Pesan-pesan moral tersebut jika direkonstruksi secara kronologis sesuai

urutan turunnya ayat akan membentuk timeline yang merekam fase-fase

perkembangan pembentukan tata nilai ekonomi dalam al-Qur`an. Timeline

tersebut juga menggambarkan seperti apa respon al-Qur`an terhadap sikap dan

perilaku sosial ekonomi masyarakat Arab saat itu. Dan pada akhirnya, deretan

respon al-Qur`an membentuk bangunan tata nilai ekonomi dengan segala

kecenderungan dan orientasinya.

Berdasarkan penjelasan di atas beberapa persoalan terkait tata nilai

ekonomi dalam al-Qur`an dapat diidentifikasi sebagai berikut. Pertama,

1. Perilaku sosial ekonomi masyarakat arab pra Islam dalam perspektif

al-Qur’an.

2. Respon al-Qur’an terhadap perilaku sosial ekonomi masyarakat arab

pra Islam.

3. Bangunan tata nilai ekonomi dalam al-Quran.

24

(17)

11

4. Penjabaran nilai-nilai tersebut dalam bentuk norma ekonomi dalam

al-Qur`an

5. Keberlakuan norma lintas ruang dan waktu

2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini akan difokuskan pada upaya rekonstruksi terhadap ayat-ayat

yang berhubungan dengan tata nilai ekonomi, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Dengan demikian penelitian ini hanya akan membahas bangunan tata

nilai ekonomi dalam al-Qur`an.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan penuturan tersebut di atas masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut, Bagimana bangunan tata nilai ekonomi dalam

al-Qur’an? Masalah ini dijabarkan dalam tiga sub masalah yaitu:

1. Bagaimana perilaku ekonomi seperti digambarkan al-Qur`an

2. Apa tujuan-tujuan ekonomi menurut al-Qur`an

3. Nilai-nilai ekonomi apakah yang ditetapkan al-Qur`an untuk mewujudkan

tujuan-tujuan dimaksud.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi bangunan

tata nilai ekonomi dalam al-Qur’an?

1. Mengungkap perilaku ekonomi seperti digambarkan al-Qur`an

(18)

12

3. Merumuskannilai-nilai ekonomi yang ditetapkan al-Qur`an untuk

mewujudkan tujuan-tujuan dimaksud

E. Manfaat Penelitian

Mengacu pada perumusan di atas, manfaat penelitian ini dapat dirmuskan

sebagai berikut:

1. Menguatkan pandangan bahwa kandungan al-Qur`an bersifat holistis

2. Memperkaya khazanah Ilmu Ekonomi Islam

3. Memberikan kontribusi bagi penelitian berikutnya tentang tata nilai

ekonomi islam

F. Kerangka Teoritik

Tata atau sistem adalah seperangkat unsur yang secara teratur saling

berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas25. Nilai adalah konsep, pedoman

dan cita-cita yang diyakini dan disepakati suatu masyarakat dan menjadi ukuran

perilaku serta penilai tindakan mereka26. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang menaruh

perhatian pada masalah bagaimana seharusnya memanfaatkan sumber daya yang

terbatas jumlahnya untuk memuaskan kebutuhan manusia yang beragam27.

Dengan demikian ekonomi adalah aktfitas manusia dalam memenafaatkan sumber

daya untuk memenuhi kebutuhannya.

25

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008),1474.

26

Sayyid Tahtawi, al-Qiyam al-Tarbawiyah fi al-Qa a al-Qur` nī, (Cairo: D r al-Fikr al-‘Arabī, 1996), 42.

27

(19)

13

Berdasarkan definisi-definisi di atas, yang dimaksud tata nilai ekonomi

dalam al-Qur`an dalam penelitian ini adalah sekumpulan konsep, pedoman dan

cita-cita yang saling terkait dan bersumber dari al-Qur`an mengenai aktifitas

manusia dalam memanafaatkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya.

Sedangkan makna rekonstruksi adalah penyusunan kembali28.

Mendefiniskan sejarah, kuntowijoyo mengatakan bahwa sejarah adalah

rekonstruksi masa lalu. Kemudian kuntowijoyo menganalogikannya dengan

sekumpulan batang korek api yang terserak dan tidak jelas bentuknya. Tugas

sejarawan adalah menyusunnya hingga menjadi bentuk-bentuk yang jelas29. Dan

maksud rekonstruksi dalam penelitian ini adalah upaya menyusun kembali

data-data yang berupa ayat-ayat al-Qur`an hingga membentuk bangunan tata nilai

ekonomi, sebagaimana data-data tersebut pernah di susun hingga membentuk

bangunan fikih, ilmu kalam tasawuf dan lain lain.

Penggalian nilai-nilai ekonomi dalam penelitian ini dilakukan dengan

mengacu kepada ilmu ekonomi sebagai kerangka teoritik. Kerangka teoritik ini

dimaksudkan untuk menyediakan seperangkat konsep yang diperlukan dalam

melakukan analisis dan sistesis. Ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu

sosial yang menaruh perhatian pada masalah bagaimana seharusnya

memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk memuaskan

kebutuhan manusia yang beraneka ragam30. Pokok persoalan ekonomi adalah

bagaimana memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi keinginan

28

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 1284.

29

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), 14.

30

(20)

14

manusia yang tidak terbatas. Dari persoalan pokok dimaksud kemudian

berkembang persoalan turunan seperti, bagaimana memproduksi, siapa yang

memproduksi, untuk siapa barang dan jasa diproduksi dan berapa banyak barang

dan jasa yang diproduksi.

Keempat pokok pertanyaan di atas dijabarkan dalam subjek kajian

ekonomi berikut: produksi, konsumsi, distribusi. Kajian tentang produksi dan

konsumsi memunculkan persoalan permintaan dan penawaran yang menjadi

landasan teori harga. Dengan demikian semua persoalan ekonomi bermula dari

perilaku manusia dalam memanfaatkan sumber daya untuk memenhuhi keinginan

dan kebutuhannya.

G. Penelitian Terdahulu

Telah banyak literatur yang membahas ekonomi Islam. Tetapi dari literatur

yang ada tidak satupun yang menekankan kajiannya pada penggalian nilai-nilai

ekonomi dan bagaimana tahapan pembentukannya dalam al-Qur`an. Literatur

ekonomi Islam yang ada umumya lebih menekankan pada kajian ekonomi dari

pada eksplorasi nilai-nilai ekonomi dalam al-Qur`an. Berikut beberapa literatur

yang membahas ekonomi Islam

Islamic Economic, Theory and Practice karya Abdul Mannan. Yang

dimaksud sistem ekonomi Islam dalam buku ini adalah sistem ekonomi yang

dijiwai oleh nilai-nilai Islam yang didasarkan pada al-Qur`an, hadis dan pendapat

para ulama. Sistematika pembahasannya seperti umumnya sistematika

(21)

15

Islam and Economic Development karya Umer Chapra. Buku ini

membedah kelemahan-kelemahan sistem ekonomi non Islam untuk kemudian

mengajukan sistem ekonomi Islam sebagai alternatif dalam mengembangkan

perekonomian negara berkembang.

Islam and Economic Challenge karya Umer Chapra. Seperti karya

sebelumnya, dalam buku ini Umer juga membedah kelemahan-kelemahan sistem

ekonomi non Islam. Seperti karya Abdul Mannan, buku ini juga lebih

menekankan pada kajian ekonomi dari pada eksplorasi nilai-nilai.

Toward a Just Monetary System juga karya Dr. Umer Chapra. Buku ini

juga bergenre ekonomi Islam dengan penekanan pada sistem moneter yang

berkeadilan sesuai dengan pandangan al-Qur`an. Gagasan utamanya dilandasi

pelarangan riba dan pelarangan mengurangi timbangan dalam al-Qur`an.

Satu-satunya karya yang mengkaji al-Qur`an dan dikaitkan dengan

ekonomi adalah disertasi Charles C. Torrey yang berjudul The

Commercial-Theologial Terms in The Koran. Tetapi kajian Torrey ditekankan pada

penggunaan istilah ekonoi dalam al-Qur`an, bukan tentang nilai-nilai ekonomi

dalam al-Qur`an.

Sejauh ini belum ditemukan karya ilmiah, baik berupa skripsi, tesis

ataupun disertasi, yang membicarakan tentang tata nilai ekonomi dalam

(22)

16

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Kajian yang dilakukan dalam tesis ini merupakan penelitian kualitatif,

yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati31. Dari sudut sumber data

penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan

dengan menggunakan literatur sebagai sumber data, baik berupa buku, catatan,

maupun laporan hasil penelitian terdahulu32. Dan dari sudut pendekatan,

penelitian ini menggunakan pedekatan tafsir tematik.

Ada tiga jenis tafsir tematik, yaitu: tafsir tematik umum, tematik istilah,

dan tematik surah. Tematik umum bertujuan menemukan sikap dan pandangan

al-Qur`an terhadap tema yang dibicarakan.Tematik surah bertujuan menemukan

koherensi antar ayat dalam satu kesatuan temasurah. Tematik istilah berutujuan

menemukan pengertian dan perkembangan penggunaan suatu istilah dalam

al-Qur`an. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan tematik

umum.Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam tafsri tematik umum adalah: (1) menentukan

tema, (2) mencari data, yaitu ayat-ayat yang terkait tema, (3) mengurutkan dan

mengklasifikasi ayat sesuai dengan urutan turunnya ayat, (4) menganalisa ayat,

(5) menyusun outline secara logis dan sistematis.

Langkah pertama telah dilakukan pada perumusan masalah. Langkah

kedua dijelaskan pada sub bab Teknik Pengumpulan Data. Langkah ketiga hingga

31

Lexy J Moleong,,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014), 4.

32

(23)

17

kelima keempat akan dibahas pada sub bab Teknik Analisis Data. Teknik

Pengumpulan Data

2. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai penelitian kepustakaan, data dalam penelitian ini bersumber dari

kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Sesuai dengan

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, satu-satunya sumber data adalah

al-Qur`an. Data-data yang diperlukan adalah ayat-ayat al-Qur`an yang

berhubungan dengan tata nilai ekonomi baik secara langsung maupun tidak

langsung. Dalam penelitian ini digunakan tiga teknik pengumpulan data. Pertama,

pengumpulan data berdasarkan kata. Untuk mengimplementasikan teknik ini,

pertama-tama ditentukan kata kunci yang terkait tema, kemudian dengan bantuan

mu’jam atau aplikasi komputer dicari ayat-ayat yang memiliki kata kunci atau

diderivasi dari kata kunci tersebut.

Kedua, pengumpulan data berdasarkan kelompok tema. Langkah yang

dilakukan adalah menentukan tema-tema di dalam al-Qur`an yang terkait dengan

tema penelitian, selanjutnya dengan bantuan mu’jam mawḍū’ī atau aplikasi

komputer dicari ayat-ayat dalam tema-tema al-Qur`an yang telah ditentukan.

Ketiga, pengumpulan data dengan melakukan dialog imaginer.Langkah

yang dilakukan adalah, pertama-tama menyusun daftar pertanyaan yang terkait

tema dengan kemungkinan jawaban tertutup, ya dan tidak,. Pertanyaan-pertanyaan

itu kemudian dijabarkan dalam indikator-indikator moral dan hukum. Satu

pertanyaan dapat diuraikan menjadi lebih dari satu indikator. Indikator-indikator

(24)

18

mengetahui sikap dan pandangan al-Qur`an tentang sistem pasar persaingan

disusun pertanyaan, apakah al-Qur`an menyetujui sistem pasar persaingan? Dari

pertanyaan tersebut disusun indikator-indikator dalam bentuk pertanyaan dengan

jawaban tertutup sebagai berikut: apakah al-Qur`an membatasi tingkat keuntungan

dalam jual beli? Apakah al-Qur`an mengharuskan pemerintah menetapkan harga?

Apakah al-Qur`an mengharuskan adanya kesetaraan informasi antara penjual dan

pembeli? Selanjutnya dicari ayat-ayat yang menjawab pertanyaan-pertanyaan

indikatif tersebut.

3. Teknik Analisis Data

Analisis data meliuti tiga hal, yaitu: pengurutan data, pengelompokan data

dan penafsiran data33. Mengacu hal tersebut, dalam tafsir tematik yang termasuk

fase analisis data adalah langkah ketiga hingga kelima, yaitu mengurutkan dan

mengkalsifikan ayat, menganalisis ayat dan menyusun outline secara logis dan

sistematis.

Pengurutan data dilakukan dengan menyusun ayat-ayat yang telah

terhimpun sesuai urutan turunya surah dengan mengacu pada urutan yang dibuat

Ahmad Izaat Darwazah dalam al-Tafsīr al- adīth. Ayat yang pertama turun dalam

susunan Darwazah adalah ‘Alaq, Qalam, Muzammil, Mudaththir,

al-F ti ah dan seterusnya hingga akhir makkiyyah yaitu al-Muaffifūn dan

disambung dengan awal madaniyyah yaitu al-Baqarah hingga akhir madaniyah

yaitu al-Na r

33

(25)

19

Data-data yang telah diurutkan dikelompokkan ke dalam tiga kategori.

Pertama, tujuan ekonomi, yaitu ayat-ayat yang menyinggung tujuan-tujuan

ekonomi. Kedua, watak dasar manusia, yaitu ayat-ayat yang membicarakan watak

dasar ataupun kecenderungan manusia yang terkait dengan perilaku sosial

ekonomi. Ketiga, ajaran, yaitu ayat-ayat yang mengajarkan atau mendorong

tumbuhnya nilai-nilai sosial ekonomi yang terkait dengan tujuan-tujuan ekonomi.

Kategorisasi ini hanyalah langkah awal untuk memudahkan pengelompokan. Pada

saat penafsiran bisa jadi masing-masing kategori akan dikembangkan menjadi

sub-sub kategori. Jika satu ayat masuk dalam dua kategori berbeda, maka ia akan

dicatat dalam dua kategori.

Langkah berkiutnya adalah penafsiran data. Pertama-tama akan dilakukan

penafsiran ayat untuk menangkap makna secara mendalam dari ayat-ayat

tersebut.Secara etimologis tafsir berasal dari entri fa’, sīn dan r ’ yang berarti

kejelasan atau penjelasan. Fasara yafsiru, demikian pula fassara Yufassiru,

artinya menjelaskan34. Secara terminologis Al-Zarkashī mendefinisikannya

sebagai “… ilmu untuk memahami kitab Alah yang diturunkan kepada nabiNya

Muhammad alla Allah ‘Alaihy wa Sallam, menjelaskan maknanya dan menggali

hukum serta hikmahnya”35. Ibnu shūr mendefinisikannya dengan “… Ilmu yang

membahas penjelasan makna dari kata kata al-Qur`an dan hal-hal yang digali dari

kata-kata tersebut, baik secara ringkas ataupun panjang lebar”36. Makna kata

34

Muhammad bin Mukrim Jamaluddin Ibnu Manẓūr, Lis n al-‘Arab, (Beirut: D r dir, 1414 H), 5:55.

35

Abu Abdillah Badruddin Muhammad bin Abdillah al-Zarkashī, al-Burh n fi ‘Ulūm al-Qur`an, (Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957), 1:13.

36

(26)

20

bersifat eksplisit sedangkan hukum dan hikmah bersifat implisit. Dengan

demikian Ilmu tafsir meliputi dua hal, yaitu memahami makna eksplisit dan

implisit.

Makna eksplisit al-Qur`an dipahami berdasarkan sumber otoritatif atau

penalaran. Sumber otoritatif terdiri dari tafsir Rasulullah alla Allah Alayhi wa

sallam, sahabat dan tabi’in. Penalaran adakalanya mengacu kepada al-Qur`an,

sunnah, bahasa, konteks bahasa, konteks situasi dan konteks budaya. Berdasarkan

makna eksplisit digali nilai-nilai al-Qur`an dengan menggunakan qiyas dan

implikasi logis dari tafsir. Implikasi logis dapat dilakukan dengan memperhatikan

cakupan makna yang lebih luas dari sekedar makna leksikal. Jadi analisis data

memiliki dua tujuan yaitu: memahami maksud eksplisit ayat dan menggali makna

implisit ayat.

Hasil penafsiran tersebut dicatat dalam bentuk proposisi.

Proposisi-proposisi ini kemudian disintesikan dengan melakukan generalisasi konseptual,

yaitu megelompokkan proposisi ke dalam konsep umum hingga menjadi satu

rangkaian yang saling berhubungan secara logis dan dalam hirarki hubungan yang

sistematis.

I. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini akan dituangkan dalam lima bab sebagai berikut. Bab

pertama berisi uraian tentang tesis ini, mulai dari latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu, kerangka

(27)

21

Bab kedua menguraikan kerangka konsep tata nilai ekonomi yang

meliputi: pengertian nilai, pengertian ekonomi, pokok pembahasan ekonomi.

Bab ketiga menguraikan ayat-ayat yang menyinggung permasalahan

ekonomi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Bab keempat menguraikan sistem ekonomi dalam al-Qur`an berdasarkan

nilai-nilai yang digali pada bab ketiga.

Bab kelima berisi kesimpulan tesis ini dan saran-saran terkait sisi yang

belum tersentuh dalam penelitian dan perlu ditindaklanjuti dalam penelitian

(28)

BAB I I

KONSEP UMUM NI LAI DAN EKONOMI

A. Pengertian Nilai

Dalam Kamus Bahasa Indonesia terdapat lima makna dari kata nilai, yaitu:

“1 harga (dl arti taksiran harga); 2harga uang (dibandingkan dng hargauang yng

lain); 3 angka kepandaian; biji;ponten; 4 banyak sedikitnya isi; kadar;mutu; 5

sifat-sifat (halhal) yg pentingatau berguna bagi kemanusiaan”1. Dari kelima arti di

atas tampak bahwa kata nilai digunakan dalam beragam makna dan bahwa makna

terakhir sesuai dengan pengertian nilai yang sering digunakan dalam ilmu

pengetahuan.

Dalam antropologi budaya nilai didefinisikan sebagai “... konsep-konsep

mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu

masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting

dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah

dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi”2.

Dalam sosiologi nilai didefinisikan sebagai “suatu kesadaran plus emosi

yang relatif lama hilangnya terhadap suatu obyek, gagasan atau orang”3. Dengan

lebih tegas Polak mendefinisikannya sebagai “... ukuran-ukuran patokan-patokan,

keyakinan-keyakinan yang dianut oleh orang banyak dalam lingkungan suatu

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 1074.

2

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 190.

3

(29)

24

kebudayaan tertentu mengenai apa yang benar, pantas, luhur dan baik untuk

dikerjakan dilaksanakan atau diperhatikan”1.

Nilai dalam perspektif antropologi dan sosiologi memiliki kesamaan

dalam hal fungsinya sebagai kerangka referensi bagi tindakan dan penilaian

masyarakat. Dalam perspektif sosiologis nilai adalah hal yang bersifat obyektif.

Nilai dipandang dari sudut keberadaannya dalam suatu masyarakat. Durkheim

mengatakan bahwa fenomena agama, hukum, etika, ekonomi dan seni tidak lebih

dari personifikasi nilai, dan karenanya ia adalah cita-cita ideal. Sebagai cita-cita

ideal, nilai merupakan titik tolak dan bukan akhir dari kajian sosiologi. Cita-cita

ideal memiliki pembahasannya tersendiri. Tugas sosiologi bukan untuk

melahirkan nilai. Sebab sosiologi sebagai ilmu positif tidak melihat nilai selain

sebagai realitas obyektif yang dikaji2. Pendeknya, dalam sosiologi, nilai

dipandang sebagai das sein, bukan sebagai das sollen.

Dalam perspektif psikologi, nilai masuk pada domain kejiwaan. Nilai

adalah segala hal yang dapat menimbulkan atau merangsang timbulnya

kesenangan. Karena itu dalam pandangan psikologi nilai bersifat subyektif3. Von

Ehrenfelsmengatakan, “kita menginginkan sesuatu bukan karena daya tariknya

yang tidak dapat ditangkap indera. Justru sebaliknya, kita menyematkan nilai pada

sesuatu karena kita menginginkannya.... sejatinya nilai adalah apa yang dapat kita

inginkan dan keinginan yang kuat adalah ukuran nilai”4.

1

J.B.A.F Mayor Polak, Sosiologi, Suatu Buku Pengantar Ringkas, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1979), 29.

2

al h Qan awah, Naẓariyyat al-Qīmah fi al-Fikr al-Mu` ir, (Cairo: D r al-Thaq fah, 1987), 85.

3

Ibid, 72.

4

(30)

25

Pendapat yang sama diungkapkan Thorndike. Menurutnya, nilai adalah

preferensi-preferensi yang terpersonifikasikan dalam kenikmatan, rasa sakit,

senang dan tidak senang yang dirasakan manusia. Jika suatu tindakan tidak

menimbulkan kenikmatan atau rasa sakit, baik pada saat ini atau saat yang akan

datang, maka tindakan tersebut tidak memiliki nilai5.

Bagi Sigmund Freud nilai tidak memiliki wujud yang nyata. Ia hanyalah

proyeksi dari hasrat seksual yang dialihkan. Dalam psikologi analitik Freud, tiap

orang memiliki energi yang mendorongnya melakukan atau tidak melakukan

sesuatu. Semua dorongan bersumber dari hasrat seksual yang sudah ada sejak

manusia lahir. Energi yang memberikan dorongan seksual dan kenikmatan lain

disebut Libido. Menurut Freud libido menjadi sumber bagi hasrat-hasrat lain,

termasuk hasrat sosial, spiritual, estetis, etis dan religius. Hasrat seksual yang

dituntut Id direspon Ego dengan melihat realitas. Jika realitas tidak

memungkinkan pemenuhan hasrat tersebut, maka ia akan ditekan dan dialihkan ke

hasrat lain. Pengalihan libido menuju hasrat yang lebih mulia disebut dengan

sublimasi. Hasrat seksual dialihkan menjadi cinta kemanusiaan dan keindahan.

Hasrat kekuasaan dialihkan menjadi semangat berjuang dan berkorban. Oleh

karena itu Freud menganggap bahwa nilai bukanlah sesuatu yang riil dan hanya

merupakan proyeksi dari hasrat seksual yang dialihkan6.

Dengan demikian dalam sudut pandang psikologi, nilai bersifat subyektif

dan bersumber dari hasrat individu. Nilai adalah apa yang dapat memuaskan

5

fiẓ Faraj Ahmad, al-Tarbiyah wa Qaḍ y al-Mujtama’ al-Mu ir, (Cairo: D r‘ lam al-Kutub, 2003), 251.

6

(31)

26

hasrat seseorang, termasuk hasrat yang dialihkan karena terhalang realitas

obyektif.

Di ranah filsafat nilai memiliki pemaknaan beragam seberagam aliran

filsafat itu sendiri. Thomas Hobbes berpendapat bahwa kenikmatan adalah energi

yang mendorong kita untuk menginginkan sesuatu dan rasa sakit adalah energi

yang mendorong kita menghindari sesuatu. Seluruh tindakan manusia digerakkan

oleh dua hal, yaitu hasrat dan rasa takut. Dua hal ini disebut dengan kehendak dan

kehendak adalah hasrat yang kuat. Suatu hasrat lahir dari kenikmatan dan

kenikmatan merupakan sumber nilai7.

Kecenderungan subyektif-indvidualis Hobbes dalam memposisikan nilai

diikuti oleh Schopenhauer, Nietszche dan Sartre. Menurut Schopenhauer kebaikan

adalah segala hal yang selaras dengan kehendak individu8. Dalam perspektif

Nietzsche, nilai adalah apa yang disematkan individu pada sebuah perilaku. Nilai

bersumber dari kehendak untuk berkuasa. Nilai tercipta oleh kehendak manusia

yang tak berbatas apapun selain aturan yang dibuatnya sendiri9. Senada dengan

Nietzsche, Sartre berpandangan bahwa nilai adalah apa yang menjadi pilihan

seseorang diantara berbagai pilihan. Sifat pemberanidisebutbernilai bukan karena

ia memiliki nilai a priori, melainkan karena ia dipilih sebagai sebuah sikap.

Demikian pula sifat penakut juga sebuah nilai karena ia dipilih sebagai sebuah

sikap. Berani dan takut tidaklah memiliki nilai sepanjang ia tidak dipilih sebagai

sebuah sikap. Baginya, manusia adalah makhluk yang bebas menciptakan nilainya

7

dil al-‘Aww , al-‘Umdah Falsafat al-Qiyam, 117.

8

Ibid., 119.

9

(32)

27

sendiri dan apa yang dipilihnya menjadi kebaikan absolut bagi dirinya.

Satu-satunya nilai absolut adalah kebebasan dan penghargaan terhadap apapun yang

menjadi pilihan kebebasan tersebut10.

Pada kutub yang berseberangan Max Scheller berpendapat bahwa nilai

bersifat apriori dan tidak tunduk pada pengalaman empirik. “Nilai secara esensial

ditemukan manusia mendahului pengalaman inderanya, dan secara apriori

ditangkap manusia dari dunia nilai melalui perasaan emosinya”11. Menurutnya,

nilai adalah “... suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya dan

merupakan kualitas apriori (yang telah dapat dirasakan manusia tanpa melalui

pengalaman inderawi terlebih dahulu)”12. Nilai bersifat obyektif dan menjadi

acuan bagi segala kewajiban dan tuntutan13.

Meski mendapat pemaknaan beragam, semuanya sepakat bahwa apa yang

disebut dengan nilai merupakan sesuatu yang diinginkan. Dengan demikian nilai

dapat dipahamisebagai segala sesuatu, baik berupa benda, sikap atau perilaku,

yang diinginkan berdasarkan keyakinan-keyakinan tertentu.

Keyakinan-keyakinan itu bisa berupa norma dalam suatu masyarakat sebagaimana dalam

sosiologi dan antropologi, hasrat berkuasa sebagaimana dalam filsafat Nietzsche,

hasrat seksual sebagaimana dalam psikologi Freud, kebebasan individu

sebagaimana filsafat Sartre atau ajaran agama. Bagi kaum religius nilai bersumber

dari “Yang Sakral” yang sekaligus menjadi sumber segala yang ada.

10

dil al-‘Aww , al-‘Umdah Falsafat al-Qiyam, 613-614. Lihat pula, Al-Rabī’ Maimun, Naẓariyy t al-Qiyam fi al-Fikr al-Mu’ ir, 178-183.

11

Paulus Wahana, Nilai Etika Aksiologi Max Scheller, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 51.

12

Ibid.

13

(33)

28

B. Pengertian dan ProblemEkonomi

Menurut Zimmerman, Aristoteles adalah orang pertama yang membuka

jalan bagi kajian ilmu ekonomi. Dalam bukunya, Negara, Aristoteles

membedakan oikosnomos dan chermatisti. Oikosnomos berkaitan dengan

penyelidikan tentang peraturan-peraturan rumah tangga, sedangkan chermatisti

mempelajari peraturan-peraturan tukar-menukar14. Dari kata Yunani oikosnomos

inilah kemudian lahir istilah ekonomi. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, entri

ekonomi meiliki tiga arti: “1 ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan

pemakaian barang-barang serta kekayaan (spt hal keuangan, perindustrian, dan

perdagangan); 2 pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dsb yg berharga; 3 tata

kehidupan perekonomian (suatu negara)”15.

Dari ketiga arti tersebut di atas, arti pertama merupakan pengertian

terminologis dari ilmu ekonomi. Mengutip Paul A. Samuelson, Ari Sudarman

mejelaskan maksud ilmu ekonomi sebagai berikut:

Ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang menaruh perhatian pada masalah bagaimana seharusnya memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk memuaskan kebutuhan manusia yang beraneka ragam. Dalam buku literatur ekonomi yang baku, ilmu ekonomi didefinisikan sebagai suatu studi mengenai bagaimana seharusnya manusia/masyarakat menentukan pilihannya, baik dengan/atau [sic!] tanpa menggunakan uang dalam memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya dan yang mempunyai alternatif penggunaan untuk menghasilkan barang serta kemudian mendistribusikannya baik untuk keperluan sekarang/masa yang akan datang di antara anggota-anggota masyarakat16.

14

L.J. Zimmerman, Sedjarah Pendapat-Pendapat Tentang Ekonomi, terj. K. Siagian, (Bandung: Vorkink Van Hoeve, 1955), 2

15

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 378.

16

(34)

29

Berdasarkan penjelasan tersebut obyek kajian ekonomi adalah pemanfaatan

sumber daya untuk memenuhi keinginan manusia. Hal senada diungkapkan

Sickle.Ia menjelaskan bahwa ekonomi adalah, “... study of the ways in which

people use resources to satisfy his wants”17. Dengan demikian, definisi Samuelson

dan Sickle menempatkan persoalan pemanfaatan sumber daya dan keinginan

manusia sebagai obyek kajian ekonomi.

Sejalan dengan Samuelson dan Sickle, Abdul Mannan menjelaskan bahwa

problem fundamental ekonomi bersumber dari keinginan manusia yang tidak

terbatas dan sumber daya yang terbatas. Ia mengatakan,

Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamental bersumber dari kenyataan bahwa kita mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada umumnya tidak dapat dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya enerji manusia, kita, dan peralatan material yang terbatas. Bila kita memiliki sarana tidak terbatas untuk memnuhi semua jenis kebutuhan, maka masalah ekonomi tidak akan timbul18.

Yang dimaksud kelangkaan adalah keterbatasan sumber daya dalam memproduksi

barang yang diinginkan manusia, baik sumber daya manusia maupun sumber daya

alam. Sickle mengilustrasikan kelangkaan sebagai berikut:

All of us want the food, clothing, and shelter that we need to stay alive. But most of us (even college teachers!) want much more. We want cars, television sets, vacation trips—in fact, our capacity to want is almost unlimited. In contrast, the things we want are always limited in quantity. Even in a wealthy country like the United States there is never enough of everything to satisfy all the wants of every person in the country. How to narrow this gap between what people want and what they are able to get is the basic problem studied in economics. We shall refer to this problem as the problem of scarcity19

(35)

30

Kombinasi dari kelangkaan dan keinginan menentukan apakah suatu barang

disebut sebagai barang ekonomi atau tidak. Witztum mengatakan, “Everything

which is both scarce and desirable is an economic good”20. Jika suatu barang

langka tetapi tidak diinginkan, maka tidak akan timbul masalah ekonomi.

Demikian pula jika suatu barang tidak terbatas, maka ia tidak akan menimbulkan

masalah ekonomi. Satu-satunya yang dapat menimbulkan masalah ekonomi

adalah ketika suatu barang bersifat langka dan diinginkan. Jadi, masalah pokok

ekonomi adalah tuntutan manusia yang tidak terbatas terhadap barang-barang

ekonomi yang terbatas.

Secara lebih spesifik Sickle menyebutkan bahwa obyek kajian ekonomi

adalah, bagaimana mempersempit kesenjangan antara tuntutan manusia yang

tidak terbatas dan barang-barang ekonomi yang terbatas. Menurut Sickle, hanya

ada dua jalan untuk mempersempit kesenjangan tersebut. Pertama, meminimalkan

tuntutan manusia terhadap barang-barang ekonomi yang langka. Kedua,

memaksimalkan produksi barang untuk menaikkan tingkat ketercapaian tuntutan

manusia. Jika jalan pertama yang diambil, maka problem ekonomi menjadi

berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi para ekonom mengambil jalan

kedua dan menjadikannya sebagai obyek kajian ekonomi21. Dengan demikian,

menurut Sickle, problem ekonomi adalah, bagaimana meningkatkan produksi

barang untuk meningkatkan ketercapaian tuntutan manusia. Berikut bagan

problem ekonomi menurut Sickle.

20

A. Witztum, Introduction to Economics, (London:University of London, 2011), 29.

21

(36)

31

Gambar 2. 1

Solusi para ekonom atas problem ekonomi seperti tampak pada gambar 3

melahirkan pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) barang apakah yang harus

diproduksi dan dalam jumlah berapa, (2) bagaimana memproduksi, (3) siapa yang

memproduksi, dan (4) Bagaimana pembagian keuntungan dari hasil produksi.

Chapra mengatakan:

every economic system must answer the three wellknown fundamental economic questions of what, how, and for whom to produce. How much of which alternative goods andservices shall be produced. Who will produce them with whatcombination of resources and in what technological manner. Andwho will enjoy to what extent the goods and services produced. The answers to these questions determine not only the allocationof resources in an economy but also their distribution betweenindividuals and between the present (consumption) and thefuture (saving and investment)22

22

M. Umer Chapra, Islam and the Economic Challenge, (Herndon Virginia: The International institute of Islamic thought, 1995), 4.

(37)

32

Jadi, alokasi sumber daya dan distribusi merupakan dua pokok kajian ekonomi,

dan dari keduanya muncul persoalan konsumsi, tabungan dan investasi.

Dengan demikian ilmu ekonomi adalah ilmu yang membahas perilaku

manusia dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi

keinginan-keinginannya. Persoalan fundamental ekonomi bersumber dari fakta

bahwa tuntutan manusia terhadap barang-barang ekonomi tidak terbatas,

sedangkan sumber daya untuk memproduksi barang-barang ekonomi terbatas.

Untuk meminimalkan kesenjangan antara tuntutan tak trebatas dan ketersedian

sumber daya yang terbatas para ekonom mengambil solusi dengan cara

mengupayakan ketersediaan barang secara maksimal untuk meningkatkan

ketercapaian tuntutan manusia. Upaya inilah yang menjadi wilayah kajian

ekonomi.

Dengan perkataan lain wilayah kajian ekonomi adalah perilaku manusia

dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi yang terbatas untuk mencapai

(38)

BAB V

KESI MPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis penelitian ini, bangunan nilai-nilai ekonomi dalam

al-Qur`an dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Perilaku ekonomi dalam al-Qur`an

a. Perilaku dantindakan manusia didorong oleh empat jenis dorongan,

yaitu: watak dasar, nilai-nilai agama, kepatutan sosial dan represi

kekuasaan.

b. Tindakan manusia adalah hal yang tak teramalkan.

c. Watak dasar manusia di satu sisi bernilai positif karena dapat

mendukung peningkatan produktifitas yang menjadi salah satu

ekonomi dan di sisi lain bernilai negatif karena dapat menghambat

pemerataan yang juga menjadi salah satu tujuan ekonomi

2. Tujuan ekonomi sebagaimana disimpulkan dari nilai-nilai al-Qur`an

adalah pengelolaan kekayaan alam untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan sebanyak mungkin umat manusia dengan cara-cara yang dapat

menjamin keberlangsungan produksi selama mungkin.

3. Al-Qur`an tidak menista kekayaan dan pada saat yang sama al-Qur`an juga

mendorong distribusi kekayaan. Al-Qur`an memberikan kebebasan dalam

bertransaksi dan pada saat yang sama al-Qur`an memberikan proteksi

(39)

169

menekankan kegiatan ekonomi yang berbasis sektor riil. Al-Qur`an

memperbolehkan konsumsi sekunder dan tersier dan pada saat yang sama

al-Qur`an melarang konsumsi yang hanya mengejar simbol prestise

belaka.

4. Pencapaian tujuan-tujuan ekonomi dicapai dengan strategi memanfaatkan

dorongan watak dasar manusia untuk meningkatkan produktifitas. Dampak

dari nilai negatif watak dasar diminimalisir dengan menanamkan dorongan

nilai-nilai agama, dorongan represi kekuasaan dan dorongan kepatutuan

sosial. Kemudian tujuan-tujuan tersebut diupayakan dengan menerapkan

enam kebijakan yaitu: pesaingan bebas, proteksi bagi pihak yang lemah,

pencegahan monopoli, penekanan terhadap kegiatan ekonomi yang

berbasis sektor riil, pengendalian konsumsi, dan distribusi kekayaan.

Kesenjangan antara keinginan yang tak terbatas dan sumber daya yang

terbatas dipersempit dengan menggerakkan kedua aspek menuju satu titik

yang sama: konsumsi ditekan dan produksi ditingkatkan. Distribusi

kekayaan diposisikan sebagai aktifitas religius, dan pada saat yang sama ia

memiliki justifikasi rasional yaitu untuk menjamin keberlangsungan

aktifitas ekonomi.

B. Saran-Saran

Sangat disadari bahwa penelitian ini belum menyentuh seluruh aspek

ekonomi dalam al-Qur`an. Masih banyak aspek yang belum terjangkau dalam

(40)

170

bermanfaat bagi penelitian sejenis. Karena itu untuk penelitian sejenis di masa

mendatang, disarankan hal-hal berikut:

1. Untuk mengetahui sikap dan pandangan al-Qur`an tentang ekonomi,

pertama-tama perlu disusun daftar pertanyaantentang hal-hal yang terkait

dengan aspek-aspek ekonomi dengan kemungkinan jawaban tertutup, ya

dan tidak,. Pertanyaan-pertanyaan itu kemudian dijabarkan dalam

indikator-indikator moral dan hukum. Satu pertanyaan bisa diuraikan

menjadi lebih dari satu indikator. Indikator-indikator inilah yang kemudian

dicarikan jawabannya dalam al-Qur`an. Misalnya, untuk mengetahui sikap

dan pandangan al-Qur`an tentang sistem pasar persaingan disusun

pertanyaan, apakah al-Qur`an menyetujui sistem pasar persaingan?Dari

pertanyaan tersebut disusun indikator-indikator dalam bentuk pertanyaan

dengan jawaban tertutup sebagai berikut: apakah al-Qur`an membatasi

tingkat keuntungan dalam jual beli? Apakah al-Qur`an mengharuskan

pemerintah menetapkan harga? Apakah al-Qur`an mengharuskan adanya

kesetaraan informasi antara penjual dan pembeli? Indikator-indikator

inilah yang digunakan sebagai kerangka dalam pengumpulan data. Jika

indikator-indikator tersebut sulit ditemukan jawabannya dalam al-Qur`an

secara langsung, dapat dicarikan jawabannya dalam kitab-kitab syarah

hadis, fikih atau akhlak yang menyertakan dalil al-Qur`an. Jika di dalam

kitab-kitab tersebut ditemukan jawabannya dengan disertai dalil al-Qur`an,

(41)

171

2. Ayat-ayat yang bertutur tentang kisah, baik kisah orang-orang terdahulu

maupun kisah perjalanan dakwah Rasulullah alla Allah Alayhi wa sallam,

banyak menggambarkan kehidupan sosial. Ayat-ayat semacam ini tidak

hanya berbicara tentang “apa yang seharusnya”, tetapi juga tentang “apa

yang terjadi”. Oleh karena itu ayat-ayat kisah bisa menjadi semacam

laboratorium mini kehidupan sosial. Dalam penelitian al-Qur`an yang

bertema sosial, ayat-ayat kisah patut mendapatkan perhatian lebih, karena

ayat-ayat dimaksud menyodorkan data tentang kehidupan sosial

sebagaimana digambarkan al-Qur`an

3. Perlu dikembangkan penelitian serupa yang lebih komprehensif untuk

menemukan sikap dan pandangan al-Qur`an tentang ekonomi yang belum

(42)

172

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur` n al-Karīm

Ab dī, Muhammad Asyraf bin Amir, ‘Awn al-Ma’būd Shar Sunan Abi D wud, Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H.

Ahmad, fiẓ Faraj, al-Tarbiyah wa Qaḍ y al-Mujtama’ al-Mu ir, Cairo:

D r‘ lam al-Kutub, 2003.

Alim, Moch. Rum, Dasar-Dasar Teori Ekonomi Makro, Jakarta: IND HILL CO, 2011.

‘Arabī (al), Abu Bakar Ibnu, A k m al-qur` n, Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.

Asfih nī (al) Abu al-Q sim Al-R ghib, Tafsīr Al-R ghib al-Asfih nī, Tanta Mesir: Kulliyyat al- dab J mi’ah an a, 1999.

shūr, Muhammad Tahir Ibnu, Maq sid al-Sharī’ah al-Isl miyyah, Yordania:

D r al-Naf is, 2001.

_______,al-Ta rīr wa al-Tanwīr, Tunisia: al-D r al-Tunisiyah, 1984, 2:237.

‘Asqal ni (al), Ahmad bin Ali bin Hajar, Fat al-B rī Shar a ī al-Bukh rī,

Beirut: D r al-Ma’rifah, 1379 H.

‘Atiyyah, Abu Muhammad Ibnu, al-Mu arrar,al-Wajīz fi Tafsīr al-Kit b al -‘Azīz, D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H.

Bayhaqī(al), Ahmad bin al-Husain Abu Bakar, al-Sunan al-Kubr , Beirut: D r

al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.

Biq ’ī (al), Ibrahim bin Umar, Nuẓum al-Durar fi Tan sub al-` y t wa al -Suwar, Cairo: D r al-Kit b al-Isl mī, tth.

Bukh rī (al), Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, a ī al-Bukh rī, Beirut:

(43)

173

Bustī (al), Muhammad bin ibb n, a ī Ibnu ibb n, Beirut: al-Ris lah, 1988.

Chapra, M. Umer, Toward a Just Monetary System, Leicester: The Islamic Foundation, 1986.

_______, Islam and the Economic Challenge, Herndon Virginia: The International institute of Islamic thought, 1995.

Darwazah, Muhammad Izzat, al-Tafsīr al- adīth, Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1383.

Daud, Sulaiman bin al-`AshathAbu, Sunan Abi D wud, Beirut: al-Maktabah al-‘A riyah, tth.

Faḍl (al), Majduddin Abu, al-Ikhtiy r fi Ta’līl al-Mukht r, Cairo: al- alabī, 1937.

Ghaz lī (al), Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Jaw hir al-Qur`an,

Beirut: D r I y ` al-‘Ulum, 1986.

_______, I y ` ‘Ulūm al-Dīn, Beirut: D r al-Ma’rifah, tth.

Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor: Ghalia, 2002.

J iẓ (al), Amr bin Harb Abu Uthman, al-Bay n wa al-Tabyīn, Beirut: D r wa Maktabat al-Hil l, 1423 H.

Jundī (al), Muhammad bin Yusuf Baha`uddin, al-Sulūk fi abaq t al-Ulam `

wa al-Mulūk, Sana Yaman: Maktabah al-Irsh d, 1995.

Kathīr, Abu al-Fida` IsmailIbnu, Tafsīr al-Quran al-‘Aẓīm, Beirut: D r Ibnu

Kathīr, 1419 H

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.

Ma allī (al), Jalaluddin Muhammad bin Ahmad dan Jalaluddin Abdurrahman

(44)

174

Mahmud, Abdul Halim, Awrub wa al-Isl m, Cairo: D r al-Ma’ rif, tth.

Maimun, Al-Rabī’, Naẓariyy t al-Qiyam fi al-Fikr al-Mu’ ir, Bayn al-Nisbiyyah wa al-Mu laqiyyah, Al-Jazair: al-Shirkah al-Wataniyah, 1980.

M jah, Abu Abdillah Ibnu, Sunan Ibnu M jah, Cairo: D r I y ` Kutub al-;Arabiyyah, tth.

Malik, Malik bin Anas bin, Muwa a`, Beirut: al-Ris lah, 1412 H.

Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, terj. M. Nastangin Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Mansur, Abu Utsman Said bin, al-Tafsīr min sunan Sa’īd bin Man ūr, Riyad:

D r al- umay’ī, 1997.

Manẓūr, Muhammad bin Mukrim Jamaluddin Ibnu, Lis n al-‘Arab, Beirut:

D r dir, 1414 H.

Moleong,Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.

Mun wī (al), Zainuddin Muhammad bin T j al-‘ rifīn, Fayḍ al-Qadīr, Cairo: al-Maktabah al-Tij riyah al-Kubr , 1356 H.

Muqaddasī (al), Abu Muhammad Ibnu Qudamah, al-Mughni, Cairo: Maktabat

al-Q horah, 1968.

Naw wī (al), Muyiddin Yahya bin Sharaf, al-Minh j Sharh a ī Muslim bin

al- ajj j, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-‘Arabī, 1392 H.

Nays būrī (al), Muslim bin Hajjaj, a ī Muslim, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-Arabī, tth.

Polak, J.B.A.F Mayor, Sosiologi, Suatu Buku Pengantar Ringkas, Jakarta: Ichtiar Baru, 1979.

Qan awah, al h, Naẓariyyat al-Qīmah fi al-Fikr al-Mu` ir, Cairo: D r al

(45)

175

Qurubī (al), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad, al-J mi’ li A k m al -Qur` n, Cairo: D r al-Kutub al-Ma riyyah, 1964.

R zī (al), Fakhruddin Muhammad bin Umar, “Ris lat Dhamm Ladhdh t al

-Duny ” dalam Ayman Shihadeh, The Teleological Ethics of Fakhr

al-D n al-R zī, Leiden: Brill, 2006.

_______, Maf tī al-Ghayb, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-‘Arabī, 1420 H.

Salam, Abu Ubaid al-Q sim bin, Kit b al-Amw l, Beirut: D r al-Fikr, 1988.

Sh fi’ī (al), Muhammad bin Idris, Tafsīr al-Im m al-Shafi’ī, Riyadl: D r al -Tadammuriyyah, 2006.

Shawk nī (al), Muhammad bin Ali, Fath al-Qadīr, Damaskud: D r Ibn Kathīr,

1414 H.

_______, Nayl al-Aw r, Cairo: D r al- adīs, 1993.

Shaybah, Ibnu Abi, Mu annaf Ibnu Abī Shaybah, Riyadl: al-Rushd, 2004.

Sickel, Jhon V. Van dan Benjamin A. Rogge, Introduction to Economics, New York: D. Van Nostrand, 1952.

Sindī (al), Muhammad bin Abdul Hadi, shiyat al-Sindī ‘ala Ibn M jah,

Beirut: D r al-Jīl, tth.

Sudarman, Ari, Teori Ekonomi Mikro, Yogyakarta: BPFE, 1991.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahannya,

Bandung: Gema Risalah Press, 1989.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

abar nī (al), Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu al-Q sim, Mu’jam al-Kabīr, Cairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, tth.

(46)

176

Tahtawi, Sayyid, al-Qiyam al-Tarbawiyah fi al-Qa a al-Qur` nī, Cairo: D r

al-Fikr al-‘Arabī, 1996.

Taimiyah, Taqiyyuddin Abu al-Abbas Ibnu, al- isbah fi al-Isl m, (Beirut:

D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth).

Tirmidhī (al), Muhammad bin Isa,Sunan al-Tirmidhī, Cairo: Musthafa al-b bī al- alabī, 1975.

Wahana, Paulus, Nilai Etika Aksiologi Max Scheller, Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Witztum, A., Introduction to Economics, London:University of London, 2011.

Zamakhshari (al), Abu al-Qasim Mahmud bin Amr, al-Kashsh f ‘an aq iq Ghaw miḍ al-Tanzīl, Beirut: D r al-Kit b al-‘Arabī, 1407 H.

Zarkashī(al), Abu Abdillah Badruddin Muhammad bin Abdillah, al-Burh n fi ‘Ulūm al-Qur`an, Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957.

Zimmerman, L.J., Sedjarah Pendapat-Pendapat Tentang Ekonomi, terj. K. Siagian, Bandung: Vorkink Van Hoeve, 1955.

Gambar

Gambar 2. 1

Referensi

Dokumen terkait

Pada pembuatan karya ini metode estetika digunakan sebagai acuan dalam pemilihan sampel tato Dayak dan tato Maori yang akan digunakan, pembuatan desain baik desain

Fungsi produksi pada suatu barang atau jasa tertentu (q) adalah q = f (K, L) dimana K merupakan modal dan L adalah tenaga kerja yang memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui unsur paksaan dan unsur ancaman dalam Pasal 71 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam dan

Hasil yang diperoleh bahwa rata-rata pendapatan peternak ayam ras pedaging di Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka berbeda-beda berdasarkan jenis pola usaha,

percepatan atau perlambatan perkecambahan dan fase generatif tanaman (Saputra, 2012), perubahan bentuk daun anggrek yang sementara akibat kerusakan fisiologi sel dan jaringan

Simpan di dalam bekas asal atau bekas lain yang diluluskan yang diperbuat daripada bahan yang sesuai, tutup ketat apabila tidak digunakan.. Simpan dan guna jauh daripada

Penelitian Ismail (2003), wanita hamil dengan dukungan sosial yang tidak cukup memiliki risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya depresi antepartum. Hubungan

Proses pembuatan arang terkarbonisasi dengan bahan baku ampas jarak pagar 56 kg dan serbuk gergaji 34 kg, yang telah dilakukan dengan menggunakan tungku karbonizer yang memiliki