REKONSTRUKSI TATA NILAI EKONOMI
DALAM AL-QUR`AN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Pada Program Studi Tafsir
Oleh:
Muhammad Najib NIM: F5.5.2.12.282
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
xii
ABSTRAK
Muhammad Najib, 2016. Rekonstruksi Tata Nilai Ekonomi dalam Al-Qur`an, Tesis Prodi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir pada Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Pembimbing: Prof. Dr. H. Aswadi, M.Ag.
Kata Kunci: Al-Qur`an, Ekonomi, Persaingan Bebas, Pengendalian Konsumsi, Distribusi kekayaan.
x
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 9
1. Identifikasi Masalah ... 9
2. Pembatasan Masalah ... 11
C. Perumusan Masalah ... 11
D. Tujuan Penelitian ... 11
E. Manfaat Penelitian ... 12
F. Kerangka Teoritik ... 12
G. Penelitian Terdahulu ... 14
H. Metode Penelitian ... 16
1. Jenis Penelitian ... 16
2. Teknik Pengumpulan Data ... 17
3. Teknik Analisis Data ... 18
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II KONSEP UMUM NILAI DAN EKONOMI ... 23
A. Pengertian Nilai ... 23
B. Pengertian dan Problem Ekonomi ... 28
BAB III NILAI-NILAI EKONOMI DALAM AL-QUR`AN ... 34
A. Kritik Terhadap Perilaku Ekonomi ... 37
B. Watak Dasar Manusia Sebagai Dorongan Bagi Tindakan Manusia ... 42
1. Tamak ... 42
2. Kikir ... 44
3. Predator ... 47
4. Hedonis ... 48
C. Nilai-Nilai Agama sebagai Dorongan Bagi Tindakan Manusia ... 53
xi
E. Represi Kekuasaan Sebagai Dorongan Bagi Tindakan Manusia ... 66
F. Tindakan Manusia Yang Tak Teramalkan ... 68
G. Permintaan dan Penawaran Yang Dikondisikan ... 71
H. Harga Sebagai Kesediaan Fromal Kedua Belah Pihak Yang Bertransaksi . 73 I. Ketidak-merataan Sebagai Realitas Kehidupan ... 75
J. Sumber Daya Alam Sebagai Faktor Produksi ... 79
K. Pemanfaatan Sumber Daya Alam ... 84
L. Pelestarian Alam Sebagai Bagian Dari Menjaga Kontinyuitas Produksi .... 88
M. Pertukaran Barang dan Jasa Sebagai Sarana Distribusi Hasil Produksi ... 92
N. Kebebasan Bertransaksi ... 96
O. Proteksi Bagi Pihak Yang Lemah ... 102
P. Pencegahan Monopoli ... 106
Q. Ekonomi Berbasis Sektor Riil ... 110
R. Pengendalian Konsumsi ... 115
S. Distribusi Kekayaan ... 121
BAB IV BANGUNAN TATA NILAI EKONOMI DALAM AL-QUR`AN . 127 A. Tujuan-Tujuan Ekonomi ... 128
B. Faktor Input ... 131
1. Sumber Daya Ekonomi ... 132
2. Dorongan-dorongan bagi Tindakan Manusia ... 134
3. Tindakan Manusia yang Tak Teramalkan ... 139
4. Realitas Kehidupan ... 143
C. Pencapaian Tujuan Ekonomi dengan Mempertimbangkan Faktor Input .. 144
1. Problem Sistem Ekonomi dalam Pandangan al-Qur`an ... 144
2. Pandangan al-Qur`an Terhadap Kemiskinan ... 145
3. Pendekatan dan Strategi Pencapaian ... 146
4. Format Kebijakan Ekonomi ... 149
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 167
D. Kesimpulan ... 167
E. Saran-Saran ... 168
DAFTAR PUSTAKA ... 171
LAMPIRAN ... 176
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
“The world economy has entered a phase of extraordinary instability and
.. . its future course is absolutely uncertain”, kata Helmut Schmidt1 sebagaimana
dikutip Umer Chapra2. Sinyalemen Schmidt mengacu pada krisis minyak tahun
19733 yang memicu terjadinya berbagai resesi. Skandal subprime mortgage4 di
Amerika pada tahun 2008 kembali memicu terjadinya krisis ekonomi global.
Raksasa finansial seperti Lehman Brothers, Bear Stearns, Merrill Lynch, AIG,
Freddie Mac dan Fannie Mae yang pada krisis-krisis sebelumnya mampu
bertahan, kali ini mereka tidak dapat menyelamatkan diri. Yang terbaru adalah
krisis ekonomi di Eropa pada tahun 2010 yang dipicu oleh besarnya hutang negara
Yunani yang kemudian merembet ke Irlandia dan Portugal serta berdampak
kepada negara-negara Eropa lain.
Krisis ekonomi di Eropa mengakibatkan naiknya angka pengangguran,
kemiskinan, bahkan melebarnya kesenjangan antara miskin dan kaya, hal yang
1
Kanselir Jerman Barat dari tahun 1974 hingga 1982.
2
M. Umer Chapra, Toward a Just Monetary System, (Leicester: The Islamic Foundation, 1986), 18.
3
Pada 6 Oktober 1973 pecah perang Israel-Arab. Negara-negara arab yang tergabung dalam OPEC menggunakan komoditi minyak sebagai senjata untuk menekan Ameika dan Eropa yang pro Israel. Suplai minyak pun tersendat, sehingga harga minyak melambung tinggi. Perekonomian pun tidak dapat berjalan, karena kekurangan bahan bakar, sehingga untuk beberapa saat terjadi krisis ekonomi di tingkat global.
4
3
mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Laporan yang dirilis
International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) tahun
2013 melukiskan dampak krisis ekonomi di Eropa sebagai berikut.
Dibandingkan dengan tahun 2009, terdapat lebih jutaan orang yang mengantri untuk mendapatkan makanan, tidak mampu membeli obat ataupun mengakses perawatan kesehatan. Jutaan orang tidak punya pekerjaan dan yang masih memiliki pekerjaan menghadapi kesulitan untuk mempertahankan keluarga mereka karena upah yang tidak memadai dan melonjaknya harga. Beberapa orang dari kalangan menengah jatuh ke dalam garis kemiskinan. Jumlah orang yang tergantung pada distribusi makanan dari Palang Merah di 22 negara yang disurvei meningkat 75 persen antara tahun 2009 dan 20121.
Apa yang terjadi di Eropa tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Uni Eropa
sebagai kekuatan ekonomi besar di dunia tiba-tiba goyah akibat dilanda krisis
ekonomi. Dalam laporan yang sama IFRC menyebutkan, “lima tahun yang lalu
tidak terbayangkan bahwa jutaan orang Eropa berbaris untuk mendapatkan
makanan di dapur umum, menerima bingkisan makanan atau dirujuk ke grosir
sosial (toko di mana mereka dapat membeli makanan dengan harga sangat murah
setelah mendapatkan rekomendasi dari otoritas sosial)...2”.
Apakah yang sesungguhnya terjadi? Mengomentari krisis ekonomi 1973,
Henry Kissinger seperti dikutip Umer Chapra mengatakan, “No previous theory
seems capable of explaining the current crisis of the world economy”3. Pasti ada
kesalahan mendasar. Tetapi kesalahan apakah itu, bergantung kepada filsafat
hidup masing-masing. Dalam perspektif Islam akar dari permasalahan krisis
1
International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), Think differently, Humanitarian impacts of the economic crisis in Europe, (Jenewa: IFRC, 2013), 2
2
Ibid, 9.
3
4
ekonomi berada pada tingkat yang sangat mendasar. Penyelesaian krisis ekonomi
tidak mungkin hanya melalui perubahan pada tingkat permukaan saja4.
Islam memiliki keunggulan ideologis yang dengannya mampu
menyediakan cetak biru bagi penyelesaian yang adil dan dapat dijalankan
terhadap permasalahan ekonomi yang dihadapi umat manusia5. Al-Qur`an yang
merupakan sumber utama hukum Islam menjanjikan kehidupan yang baik bagi
siapa saja yang beriman dan beramal saleh. Al-Na l: 97 menuturkan,
ْـُأ ْوَأ ٍﺮََذ ِْ ﺎ ً ِﳊﺎ َﺻ ََِ َْ
Kathīr menjelaskan bahwa kehidupa baik yang dimaksud pada ayat di atas adalah
kehidupan di dunia dan kebaikan yang dimaksud mencakup segala aspek
kehidupan6. Hal senada diungkapkan al-Shawk nī. Ia berkata, “… mayoritas ahli
tafsir berpendapat bahwa kehidupan yang baik pada ayat ini adalah kehidupan
yang baik di dunia, bukan di akhirat. Sebab, kehidupan akhirat telah disebutkan
pada kalimat { نﻮ ْﻌ اﻮ ﺎﻛ ﺎ ﺴ ْﺣ ﺄ ْ ھﺮ ْ أ ْ ﮭﱠ ﺰ ْ و}”7.
Salah satu kehidupan sosial yang menjadi target reformasi al-Qur`an
adalah kehidupan sosial ekonomi. Perhatian al-Qur`an terhadap kehidupan sosial
ekonomi tampak jelas dengan ditetapkannya zakat sebagai pilar ketiga agama
5
Islam. Bahkan dalam al-Qur`an perintah zakat nyaris selalu beriringan dengan
perintah salat8. Ibnu shūr menilai bahwa penetapan zakat sebagai pilar ketiga
mengindikasikan pentingnya harta dalam menyangga kemaslahatan umat9.
Dengan demikian menurut Ibnu shūr, ditetapkannya zakat sebagai pilar agama
bagian dari upaya menciptakan kemaslahatan umat dengan mendorong terciptanya
kemapanan ekonomi.
Upaya menciptakan kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik juga
diperlihatkan al-Qur`an dalam seruan-seruannya untuk memperoleh dan
mengelola kekayaan dengan baik. Al-Qur`an bahkan membenarkan pencarian
nafkah di sela-sela menjalankan ibadah haji yang semula dianggap tabu dalam
tradisi Arab pra Islam. Al-Baqarah: 198 menuturkan,
ٍتﺎَﻓ َﺮَ ِْ ُْ ْﻀَﻓَأ ﺒَذِﺈَﻓ ُْ ﱢ َر ِْ ًﻼْﻀَﻓ ﺒﻮُﻐَـَْـ ْنَأ ٌﺘﺎَ ُ ُْ َْ َ َﺲَْ
untuk menghilangkan rasa enggan umat Islam untuk melakukan ibadah haji
sambil mencari nafkah dan bahwa mencari nafkah di saat ibadah haji tidaklah
bertentangan dengan sayriat sebagimana anggapan dalam tradisi Arab pra Islam10.
Tidak hanya itu, dalam al-Qur`an harta diungkapkan dengan kata-kata
yang berkonotasi baik, seperti al-khayr yang berarti kebaikan. Setidaknya terdapat
10Muhammad Thahir Ibnu shūr,
6
empat penggunaan kata al-khayr untuk menunjuk makna harta. Pertama, pada
al-Baqarah:180, “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan kebaikan yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa”. Kedua, pada al-Qalam:12, “Yang banyak menghalangi
kebaikan, yang melampaui batas lagi banyak dosa”. Ketiga, pada al-Ma’ rij:21, ”Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”. Keempat, pada al-‘ diy t:8,
“Dan Sesungguhnya dia sangat kikir karena cintanya kepada kebaikan”. Dalam tafsir al-Jal layn kata al-khayr pada empat ayat tersebut ditafsirkan dengan
al-m l yang berarti harta11.
Penyebutan harta dengan dengan kata “kebaikan” mengindikasikan
kepedulian al-Qur`an terhadap kehidupan sosial ekonomi. Bahkan dalam
menyerukan kebaikan, al-Qur`an banyak menggunakan bahasa ekonomi, seperti
perniagaan, jual, beli, harga, upah, hutang, gadai, untung dan rugi. Kata
“perniagaan”, misalnya, digunakan untuk mengungkapkan arti pahala pada
al-F ir:29. “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi”12. Menurut penjelasan Wahbah Zuhaili
penggunaan kata tij rah yang berarti perniagaan merupakan Isti’ rah13.Makna
11
Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Ma allī dan Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar al
-Suyū ī, Tafsīr al-Jal layn, (Cairo: D r al- adīth, tth), 37, 758, 765, 818.
12
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahannya,(Bandung: Gema Risalah Press, 1989), 700.
13
7
hakiki dari kata tersebut ialah perniagaan. Sedangkan yang dikehendaki dalam
ayat di atas adalah makna kiasan, yaitu interaksi hamba dengan Tuhannya untuk
mendapatkan pahala. Pengertian Isti’ rah diperkuat (tarshī ) dengan keberadaan
kata lan tabūra14. Dengan demikian yang dimaksud dengan “perniagaan yang
tidak merugi” adalah pahala di sisi Allah. Penjelasan senada juga disampaikan
Shawk nī dalam fath al-Qadīr15, Zamakhshari dalam al-Kashsh f16.
Dengan demikian di dalam al-Qur`an terdapat sejumlah data yang
mengindikasikan kepedulian al-Qur`an terhadap kehidupan sosial ekonomi. Ibarat
permainan puzzle data-data dimaksud di atas adalah potongan-potongan yang
dapat membentuk sebuah gambar sesuai sudut pandang penyusunnya. Di tangan
ahli fikih potongan-potongan tersebut akan disusun hingga membentuk bangunan
fikih. Demikian pula bagi ahli ilmu kalam dan tasawuf potongan-potongan
tersebut akan membentuk bangunan sesuai sudut pandang keahliannya.
Jika selama ini belum pernah ada bangunan yang membentuk tata nilai
ekonomi dari potongan-potongan tersebut, bukan karena ketidak-sesuaian karakter
potongan dengan karakter bangunan. Ibnu Mas’ud mengatakan,
ﱢﻮَـﺜُ َْـﻓ َِْ ْﺒ َدﺒ َرَأ َْ
ِ ِ ِﻓ ﱠنِﺈَﻓ ،َنآ ْﺮُْﺒ ِر
َِﺮ ِﺧ ْﺒ َو َﲔِ ﱠوَْﻷﺒ َْ
8
Hal senada juga disampaikan al-Ghaz lī. Menurutnya di dalam al-Qur`an terdapat
himpunan ilmu orang-orang terdahulu dan terkini18 dan bahwa makna al-Qur`an
memiliki cakupan luas bagi orang yang mampu memahaminya19. Al-Qur`an
memuat simbol-simbol dan petunjuk yang hanya dapat dipahami ahlinya20. Secara
ekplisit Darwazah menyatakan bahwa di dalam al-Qur`an terdapat petunjuk bagi
umat manusia dalam berbagai persoalan keagamaan dan keduniaan termasuk
persoalan politik, hukum, sosial dan humaniora21.
Dengan demikian di dalam al-Qur`an terdapat data-data yang dapat
disusun hingga membentuk bangunan tata nilai ekonomi. Tentu saja pengertian ini
tidak berarti bahwa al-Qur`an memuat segala macam ilmu secara terperinci.
Data-data tersebut perlu dipahami dan ditafsirkan dengan benar agar dapat
memperlihatkan kebenaran al-Qur`an seperti apa yang diperlihatkan ilmu
pengetahuan. Ketika ditanya alasannya masuk Islam, Granier, seorang Muslim
Perancis dan mantan anggota Majlis Perwakilan, mengatakan, “Jika tiap ahli di
suatu bidang ilmu pengetahuan membandingkan ayat-ayat al-Qur`an dengan apa
yang ia pelajari, maka tanpa ragu lagi akan masuk Islam, sepanjang dilakukan
secara rasional dan tanpa tendensi”22.
Menafsirkan al-Qur`an sesuai disiplin ilmu yang dikuasai adalah hal yang
9
mengangkat masalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tujuan suatu
ayat. Hubungan itu terbentuk karena suatu ayat mengisyaratkan ilmu pengetahuan
dimaksud. Ibnu shūr mencontohkan, dalam al- ashr ayat 7, “… supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”, seorang mufassir
dapat mengangkat persoalan ilmu ekonomi terkait distribusi kekayaan. Sebab ayat
tersebut memang mengisyaratkan persoalan distribusi kekayaan23.
Jadi, di dalam al-Qur`an terdapat data-data yang dapat disusun menjadi
bentuk bangunan tertentu sesuai dengan bidang keahlian penyusunnya.
Sebagaimana data-data tersebut pernah membentuk bangunan fikih, ilmu kalam
dan tasawuf, data-data itupun dapat direkonstruksi agar menjadi bangunan tata
nilai ekonomi. Sebab, al-Qur`an mengisyaratkan eksistensi berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Dan menyusun data-data tersebut menjadi bentuk bangunan ilmu
tertentu adalah hal yang dapat diterima, sebagaimana seorang mufassir dibenarkan
mengkaitkan ilmu pengetahuan dengan suatu ayat, karena adanya isyarat
keterkaitan ayat tersebut dengan ilmu pengetahuan dimaksud.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Al-Qur`an bukanlah kitab tentang ilmu ekonomi positif maupun normatif
dan karenanya keberadaan tata nilai sosial ekonomi di dalamnya bukanlah sesuatu
yang instan dan terstuktur. Namun demikian, sebagaimana dikatakan Muhammad
Izzat Darwazah, al-Qur`an mengandung gambaran paling valid tentang kondisi
sosial pada masa Rasulullah alla Allah ‘Alaihy wa Sallam. Al-Qur`an juga
23Muhammad Tahir Ibnu shūr
10
merekam jejak dakwah Rasulullah alla Allah ‘Alaihy wa Sallam beserta
perkembangannya yang bersinggungan dengan sikap dan tradisi bangsa Arab,
baik dalam aspek keagamaan, budaya, intelektual, sosial, maupun ekonomi24.
Sesuai penuturan Darwazah, berarti ayat-ayat ekonomi tesebar di berbagai surah
yang sesungguhnya merupakan pesan-pesan moral sebagai respon atas atau
refleksi dari kondisi sosial masyarakat Arab saat itu.
Pesan-pesan moral tersebut jika direkonstruksi secara kronologis sesuai
urutan turunnya ayat akan membentuk timeline yang merekam fase-fase
perkembangan pembentukan tata nilai ekonomi dalam al-Qur`an. Timeline
tersebut juga menggambarkan seperti apa respon al-Qur`an terhadap sikap dan
perilaku sosial ekonomi masyarakat Arab saat itu. Dan pada akhirnya, deretan
respon al-Qur`an membentuk bangunan tata nilai ekonomi dengan segala
kecenderungan dan orientasinya.
Berdasarkan penjelasan di atas beberapa persoalan terkait tata nilai
ekonomi dalam al-Qur`an dapat diidentifikasi sebagai berikut. Pertama,
1. Perilaku sosial ekonomi masyarakat arab pra Islam dalam perspektif
al-Qur’an.
2. Respon al-Qur’an terhadap perilaku sosial ekonomi masyarakat arab
pra Islam.
3. Bangunan tata nilai ekonomi dalam al-Quran.
24
11
4. Penjabaran nilai-nilai tersebut dalam bentuk norma ekonomi dalam
al-Qur`an
5. Keberlakuan norma lintas ruang dan waktu
2. Pembatasan Masalah
Penelitian ini akan difokuskan pada upaya rekonstruksi terhadap ayat-ayat
yang berhubungan dengan tata nilai ekonomi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dengan demikian penelitian ini hanya akan membahas bangunan tata
nilai ekonomi dalam al-Qur`an.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan penuturan tersebut di atas masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut, Bagimana bangunan tata nilai ekonomi dalam
al-Qur’an? Masalah ini dijabarkan dalam tiga sub masalah yaitu:
1. Bagaimana perilaku ekonomi seperti digambarkan al-Qur`an
2. Apa tujuan-tujuan ekonomi menurut al-Qur`an
3. Nilai-nilai ekonomi apakah yang ditetapkan al-Qur`an untuk mewujudkan
tujuan-tujuan dimaksud.
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi bangunan
tata nilai ekonomi dalam al-Qur’an?
1. Mengungkap perilaku ekonomi seperti digambarkan al-Qur`an
12
3. Merumuskannilai-nilai ekonomi yang ditetapkan al-Qur`an untuk
mewujudkan tujuan-tujuan dimaksud
E. Manfaat Penelitian
Mengacu pada perumusan di atas, manfaat penelitian ini dapat dirmuskan
sebagai berikut:
1. Menguatkan pandangan bahwa kandungan al-Qur`an bersifat holistis
2. Memperkaya khazanah Ilmu Ekonomi Islam
3. Memberikan kontribusi bagi penelitian berikutnya tentang tata nilai
ekonomi islam
F. Kerangka Teoritik
Tata atau sistem adalah seperangkat unsur yang secara teratur saling
berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas25. Nilai adalah konsep, pedoman
dan cita-cita yang diyakini dan disepakati suatu masyarakat dan menjadi ukuran
perilaku serta penilai tindakan mereka26. Ilmu ekonomi adalah ilmu yang menaruh
perhatian pada masalah bagaimana seharusnya memanfaatkan sumber daya yang
terbatas jumlahnya untuk memuaskan kebutuhan manusia yang beragam27.
Dengan demikian ekonomi adalah aktfitas manusia dalam memenafaatkan sumber
daya untuk memenuhi kebutuhannya.
25
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008),1474.
26
Sayyid Tahtawi, al-Qiyam al-Tarbawiyah fi al-Qa a al-Qur` nī, (Cairo: D r al-Fikr al-‘Arabī, 1996), 42.
27
13
Berdasarkan definisi-definisi di atas, yang dimaksud tata nilai ekonomi
dalam al-Qur`an dalam penelitian ini adalah sekumpulan konsep, pedoman dan
cita-cita yang saling terkait dan bersumber dari al-Qur`an mengenai aktifitas
manusia dalam memanafaatkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya.
Sedangkan makna rekonstruksi adalah penyusunan kembali28.
Mendefiniskan sejarah, kuntowijoyo mengatakan bahwa sejarah adalah
rekonstruksi masa lalu. Kemudian kuntowijoyo menganalogikannya dengan
sekumpulan batang korek api yang terserak dan tidak jelas bentuknya. Tugas
sejarawan adalah menyusunnya hingga menjadi bentuk-bentuk yang jelas29. Dan
maksud rekonstruksi dalam penelitian ini adalah upaya menyusun kembali
data-data yang berupa ayat-ayat al-Qur`an hingga membentuk bangunan tata nilai
ekonomi, sebagaimana data-data tersebut pernah di susun hingga membentuk
bangunan fikih, ilmu kalam tasawuf dan lain lain.
Penggalian nilai-nilai ekonomi dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengacu kepada ilmu ekonomi sebagai kerangka teoritik. Kerangka teoritik ini
dimaksudkan untuk menyediakan seperangkat konsep yang diperlukan dalam
melakukan analisis dan sistesis. Ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu
sosial yang menaruh perhatian pada masalah bagaimana seharusnya
memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk memuaskan
kebutuhan manusia yang beraneka ragam30. Pokok persoalan ekonomi adalah
bagaimana memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi keinginan
28
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 1284.
29
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), 14.
30
14
manusia yang tidak terbatas. Dari persoalan pokok dimaksud kemudian
berkembang persoalan turunan seperti, bagaimana memproduksi, siapa yang
memproduksi, untuk siapa barang dan jasa diproduksi dan berapa banyak barang
dan jasa yang diproduksi.
Keempat pokok pertanyaan di atas dijabarkan dalam subjek kajian
ekonomi berikut: produksi, konsumsi, distribusi. Kajian tentang produksi dan
konsumsi memunculkan persoalan permintaan dan penawaran yang menjadi
landasan teori harga. Dengan demikian semua persoalan ekonomi bermula dari
perilaku manusia dalam memanfaatkan sumber daya untuk memenhuhi keinginan
dan kebutuhannya.
G. Penelitian Terdahulu
Telah banyak literatur yang membahas ekonomi Islam. Tetapi dari literatur
yang ada tidak satupun yang menekankan kajiannya pada penggalian nilai-nilai
ekonomi dan bagaimana tahapan pembentukannya dalam al-Qur`an. Literatur
ekonomi Islam yang ada umumya lebih menekankan pada kajian ekonomi dari
pada eksplorasi nilai-nilai ekonomi dalam al-Qur`an. Berikut beberapa literatur
yang membahas ekonomi Islam
Islamic Economic, Theory and Practice karya Abdul Mannan. Yang
dimaksud sistem ekonomi Islam dalam buku ini adalah sistem ekonomi yang
dijiwai oleh nilai-nilai Islam yang didasarkan pada al-Qur`an, hadis dan pendapat
para ulama. Sistematika pembahasannya seperti umumnya sistematika
15
Islam and Economic Development karya Umer Chapra. Buku ini
membedah kelemahan-kelemahan sistem ekonomi non Islam untuk kemudian
mengajukan sistem ekonomi Islam sebagai alternatif dalam mengembangkan
perekonomian negara berkembang.
Islam and Economic Challenge karya Umer Chapra. Seperti karya
sebelumnya, dalam buku ini Umer juga membedah kelemahan-kelemahan sistem
ekonomi non Islam. Seperti karya Abdul Mannan, buku ini juga lebih
menekankan pada kajian ekonomi dari pada eksplorasi nilai-nilai.
Toward a Just Monetary System juga karya Dr. Umer Chapra. Buku ini
juga bergenre ekonomi Islam dengan penekanan pada sistem moneter yang
berkeadilan sesuai dengan pandangan al-Qur`an. Gagasan utamanya dilandasi
pelarangan riba dan pelarangan mengurangi timbangan dalam al-Qur`an.
Satu-satunya karya yang mengkaji al-Qur`an dan dikaitkan dengan
ekonomi adalah disertasi Charles C. Torrey yang berjudul The
Commercial-Theologial Terms in The Koran. Tetapi kajian Torrey ditekankan pada
penggunaan istilah ekonoi dalam al-Qur`an, bukan tentang nilai-nilai ekonomi
dalam al-Qur`an.
Sejauh ini belum ditemukan karya ilmiah, baik berupa skripsi, tesis
ataupun disertasi, yang membicarakan tentang tata nilai ekonomi dalam
16
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Kajian yang dilakukan dalam tesis ini merupakan penelitian kualitatif,
yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati31. Dari sudut sumber data
penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan
dengan menggunakan literatur sebagai sumber data, baik berupa buku, catatan,
maupun laporan hasil penelitian terdahulu32. Dan dari sudut pendekatan,
penelitian ini menggunakan pedekatan tafsir tematik.
Ada tiga jenis tafsir tematik, yaitu: tafsir tematik umum, tematik istilah,
dan tematik surah. Tematik umum bertujuan menemukan sikap dan pandangan
al-Qur`an terhadap tema yang dibicarakan.Tematik surah bertujuan menemukan
koherensi antar ayat dalam satu kesatuan temasurah. Tematik istilah berutujuan
menemukan pengertian dan perkembangan penggunaan suatu istilah dalam
al-Qur`an. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan tematik
umum.Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam tafsri tematik umum adalah: (1) menentukan
tema, (2) mencari data, yaitu ayat-ayat yang terkait tema, (3) mengurutkan dan
mengklasifikasi ayat sesuai dengan urutan turunnya ayat, (4) menganalisa ayat,
(5) menyusun outline secara logis dan sistematis.
Langkah pertama telah dilakukan pada perumusan masalah. Langkah
kedua dijelaskan pada sub bab Teknik Pengumpulan Data. Langkah ketiga hingga
31
Lexy J Moleong,,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2014), 4.
32
17
kelima keempat akan dibahas pada sub bab Teknik Analisis Data. Teknik
Pengumpulan Data
2. Teknik Pengumpulan Data
Sebagai penelitian kepustakaan, data dalam penelitian ini bersumber dari
kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Sesuai dengan
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, satu-satunya sumber data adalah
al-Qur`an. Data-data yang diperlukan adalah ayat-ayat al-Qur`an yang
berhubungan dengan tata nilai ekonomi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dalam penelitian ini digunakan tiga teknik pengumpulan data. Pertama,
pengumpulan data berdasarkan kata. Untuk mengimplementasikan teknik ini,
pertama-tama ditentukan kata kunci yang terkait tema, kemudian dengan bantuan
mu’jam atau aplikasi komputer dicari ayat-ayat yang memiliki kata kunci atau
diderivasi dari kata kunci tersebut.
Kedua, pengumpulan data berdasarkan kelompok tema. Langkah yang
dilakukan adalah menentukan tema-tema di dalam al-Qur`an yang terkait dengan
tema penelitian, selanjutnya dengan bantuan mu’jam mawḍū’ī atau aplikasi
komputer dicari ayat-ayat dalam tema-tema al-Qur`an yang telah ditentukan.
Ketiga, pengumpulan data dengan melakukan dialog imaginer.Langkah
yang dilakukan adalah, pertama-tama menyusun daftar pertanyaan yang terkait
tema dengan kemungkinan jawaban tertutup, ya dan tidak,. Pertanyaan-pertanyaan
itu kemudian dijabarkan dalam indikator-indikator moral dan hukum. Satu
pertanyaan dapat diuraikan menjadi lebih dari satu indikator. Indikator-indikator
18
mengetahui sikap dan pandangan al-Qur`an tentang sistem pasar persaingan
disusun pertanyaan, apakah al-Qur`an menyetujui sistem pasar persaingan? Dari
pertanyaan tersebut disusun indikator-indikator dalam bentuk pertanyaan dengan
jawaban tertutup sebagai berikut: apakah al-Qur`an membatasi tingkat keuntungan
dalam jual beli? Apakah al-Qur`an mengharuskan pemerintah menetapkan harga?
Apakah al-Qur`an mengharuskan adanya kesetaraan informasi antara penjual dan
pembeli? Selanjutnya dicari ayat-ayat yang menjawab pertanyaan-pertanyaan
indikatif tersebut.
3. Teknik Analisis Data
Analisis data meliuti tiga hal, yaitu: pengurutan data, pengelompokan data
dan penafsiran data33. Mengacu hal tersebut, dalam tafsir tematik yang termasuk
fase analisis data adalah langkah ketiga hingga kelima, yaitu mengurutkan dan
mengkalsifikan ayat, menganalisis ayat dan menyusun outline secara logis dan
sistematis.
Pengurutan data dilakukan dengan menyusun ayat-ayat yang telah
terhimpun sesuai urutan turunya surah dengan mengacu pada urutan yang dibuat
Ahmad Izaat Darwazah dalam al-Tafsīr al- adīth. Ayat yang pertama turun dalam
susunan Darwazah adalah ‘Alaq, Qalam, Muzammil, Mudaththir,
al-F ti ah dan seterusnya hingga akhir makkiyyah yaitu al-Muaffifūn dan
disambung dengan awal madaniyyah yaitu al-Baqarah hingga akhir madaniyah
yaitu al-Na r
33
19
Data-data yang telah diurutkan dikelompokkan ke dalam tiga kategori.
Pertama, tujuan ekonomi, yaitu ayat-ayat yang menyinggung tujuan-tujuan
ekonomi. Kedua, watak dasar manusia, yaitu ayat-ayat yang membicarakan watak
dasar ataupun kecenderungan manusia yang terkait dengan perilaku sosial
ekonomi. Ketiga, ajaran, yaitu ayat-ayat yang mengajarkan atau mendorong
tumbuhnya nilai-nilai sosial ekonomi yang terkait dengan tujuan-tujuan ekonomi.
Kategorisasi ini hanyalah langkah awal untuk memudahkan pengelompokan. Pada
saat penafsiran bisa jadi masing-masing kategori akan dikembangkan menjadi
sub-sub kategori. Jika satu ayat masuk dalam dua kategori berbeda, maka ia akan
dicatat dalam dua kategori.
Langkah berkiutnya adalah penafsiran data. Pertama-tama akan dilakukan
penafsiran ayat untuk menangkap makna secara mendalam dari ayat-ayat
tersebut.Secara etimologis tafsir berasal dari entri fa’, sīn dan r ’ yang berarti
kejelasan atau penjelasan. Fasara yafsiru, demikian pula fassara Yufassiru,
artinya menjelaskan34. Secara terminologis Al-Zarkashī mendefinisikannya
sebagai “… ilmu untuk memahami kitab Alah yang diturunkan kepada nabiNya
Muhammad alla Allah ‘Alaihy wa Sallam, menjelaskan maknanya dan menggali
hukum serta hikmahnya”35. Ibnu shūr mendefinisikannya dengan “… Ilmu yang
membahas penjelasan makna dari kata kata al-Qur`an dan hal-hal yang digali dari
kata-kata tersebut, baik secara ringkas ataupun panjang lebar”36. Makna kata
34
Muhammad bin Mukrim Jamaluddin Ibnu Manẓūr, Lis n al-‘Arab, (Beirut: D r dir, 1414 H), 5:55.
35
Abu Abdillah Badruddin Muhammad bin Abdillah al-Zarkashī, al-Burh n fi ‘Ulūm al-Qur`an, (Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957), 1:13.
36
20
bersifat eksplisit sedangkan hukum dan hikmah bersifat implisit. Dengan
demikian Ilmu tafsir meliputi dua hal, yaitu memahami makna eksplisit dan
implisit.
Makna eksplisit al-Qur`an dipahami berdasarkan sumber otoritatif atau
penalaran. Sumber otoritatif terdiri dari tafsir Rasulullah alla Allah Alayhi wa
sallam, sahabat dan tabi’in. Penalaran adakalanya mengacu kepada al-Qur`an,
sunnah, bahasa, konteks bahasa, konteks situasi dan konteks budaya. Berdasarkan
makna eksplisit digali nilai-nilai al-Qur`an dengan menggunakan qiyas dan
implikasi logis dari tafsir. Implikasi logis dapat dilakukan dengan memperhatikan
cakupan makna yang lebih luas dari sekedar makna leksikal. Jadi analisis data
memiliki dua tujuan yaitu: memahami maksud eksplisit ayat dan menggali makna
implisit ayat.
Hasil penafsiran tersebut dicatat dalam bentuk proposisi.
Proposisi-proposisi ini kemudian disintesikan dengan melakukan generalisasi konseptual,
yaitu megelompokkan proposisi ke dalam konsep umum hingga menjadi satu
rangkaian yang saling berhubungan secara logis dan dalam hirarki hubungan yang
sistematis.
I. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dituangkan dalam lima bab sebagai berikut. Bab
pertama berisi uraian tentang tesis ini, mulai dari latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu, kerangka
21
Bab kedua menguraikan kerangka konsep tata nilai ekonomi yang
meliputi: pengertian nilai, pengertian ekonomi, pokok pembahasan ekonomi.
Bab ketiga menguraikan ayat-ayat yang menyinggung permasalahan
ekonomi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Bab keempat menguraikan sistem ekonomi dalam al-Qur`an berdasarkan
nilai-nilai yang digali pada bab ketiga.
Bab kelima berisi kesimpulan tesis ini dan saran-saran terkait sisi yang
belum tersentuh dalam penelitian dan perlu ditindaklanjuti dalam penelitian
BAB I I
KONSEP UMUM NI LAI DAN EKONOMI
A. Pengertian Nilai
Dalam Kamus Bahasa Indonesia terdapat lima makna dari kata nilai, yaitu:
“1 harga (dl arti taksiran harga); 2harga uang (dibandingkan dng hargauang yng
lain); 3 angka kepandaian; biji;ponten; 4 banyak sedikitnya isi; kadar;mutu; 5
sifat-sifat (halhal) yg pentingatau berguna bagi kemanusiaan”1. Dari kelima arti di
atas tampak bahwa kata nilai digunakan dalam beragam makna dan bahwa makna
terakhir sesuai dengan pengertian nilai yang sering digunakan dalam ilmu
pengetahuan.
Dalam antropologi budaya nilai didefinisikan sebagai “... konsep-konsep
mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu
masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting
dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah
dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi”2.
Dalam sosiologi nilai didefinisikan sebagai “suatu kesadaran plus emosi
yang relatif lama hilangnya terhadap suatu obyek, gagasan atau orang”3. Dengan
lebih tegas Polak mendefinisikannya sebagai “... ukuran-ukuran patokan-patokan,
keyakinan-keyakinan yang dianut oleh orang banyak dalam lingkungan suatu
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 1074.
2
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 190.
3
24
kebudayaan tertentu mengenai apa yang benar, pantas, luhur dan baik untuk
dikerjakan dilaksanakan atau diperhatikan”1.
Nilai dalam perspektif antropologi dan sosiologi memiliki kesamaan
dalam hal fungsinya sebagai kerangka referensi bagi tindakan dan penilaian
masyarakat. Dalam perspektif sosiologis nilai adalah hal yang bersifat obyektif.
Nilai dipandang dari sudut keberadaannya dalam suatu masyarakat. Durkheim
mengatakan bahwa fenomena agama, hukum, etika, ekonomi dan seni tidak lebih
dari personifikasi nilai, dan karenanya ia adalah cita-cita ideal. Sebagai cita-cita
ideal, nilai merupakan titik tolak dan bukan akhir dari kajian sosiologi. Cita-cita
ideal memiliki pembahasannya tersendiri. Tugas sosiologi bukan untuk
melahirkan nilai. Sebab sosiologi sebagai ilmu positif tidak melihat nilai selain
sebagai realitas obyektif yang dikaji2. Pendeknya, dalam sosiologi, nilai
dipandang sebagai das sein, bukan sebagai das sollen.
Dalam perspektif psikologi, nilai masuk pada domain kejiwaan. Nilai
adalah segala hal yang dapat menimbulkan atau merangsang timbulnya
kesenangan. Karena itu dalam pandangan psikologi nilai bersifat subyektif3. Von
Ehrenfelsmengatakan, “kita menginginkan sesuatu bukan karena daya tariknya
yang tidak dapat ditangkap indera. Justru sebaliknya, kita menyematkan nilai pada
sesuatu karena kita menginginkannya.... sejatinya nilai adalah apa yang dapat kita
inginkan dan keinginan yang kuat adalah ukuran nilai”4.
1
J.B.A.F Mayor Polak, Sosiologi, Suatu Buku Pengantar Ringkas, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1979), 29.
2
al h Qan awah, Naẓariyyat al-Qīmah fi al-Fikr al-Mu` ir, (Cairo: D r al-Thaq fah, 1987), 85.
3
Ibid, 72.
4
25
Pendapat yang sama diungkapkan Thorndike. Menurutnya, nilai adalah
preferensi-preferensi yang terpersonifikasikan dalam kenikmatan, rasa sakit,
senang dan tidak senang yang dirasakan manusia. Jika suatu tindakan tidak
menimbulkan kenikmatan atau rasa sakit, baik pada saat ini atau saat yang akan
datang, maka tindakan tersebut tidak memiliki nilai5.
Bagi Sigmund Freud nilai tidak memiliki wujud yang nyata. Ia hanyalah
proyeksi dari hasrat seksual yang dialihkan. Dalam psikologi analitik Freud, tiap
orang memiliki energi yang mendorongnya melakukan atau tidak melakukan
sesuatu. Semua dorongan bersumber dari hasrat seksual yang sudah ada sejak
manusia lahir. Energi yang memberikan dorongan seksual dan kenikmatan lain
disebut Libido. Menurut Freud libido menjadi sumber bagi hasrat-hasrat lain,
termasuk hasrat sosial, spiritual, estetis, etis dan religius. Hasrat seksual yang
dituntut Id direspon Ego dengan melihat realitas. Jika realitas tidak
memungkinkan pemenuhan hasrat tersebut, maka ia akan ditekan dan dialihkan ke
hasrat lain. Pengalihan libido menuju hasrat yang lebih mulia disebut dengan
sublimasi. Hasrat seksual dialihkan menjadi cinta kemanusiaan dan keindahan.
Hasrat kekuasaan dialihkan menjadi semangat berjuang dan berkorban. Oleh
karena itu Freud menganggap bahwa nilai bukanlah sesuatu yang riil dan hanya
merupakan proyeksi dari hasrat seksual yang dialihkan6.
Dengan demikian dalam sudut pandang psikologi, nilai bersifat subyektif
dan bersumber dari hasrat individu. Nilai adalah apa yang dapat memuaskan
5
fiẓ Faraj Ahmad, al-Tarbiyah wa Qaḍ y al-Mujtama’ al-Mu ir, (Cairo: D r‘ lam al-Kutub, 2003), 251.
6
26
hasrat seseorang, termasuk hasrat yang dialihkan karena terhalang realitas
obyektif.
Di ranah filsafat nilai memiliki pemaknaan beragam seberagam aliran
filsafat itu sendiri. Thomas Hobbes berpendapat bahwa kenikmatan adalah energi
yang mendorong kita untuk menginginkan sesuatu dan rasa sakit adalah energi
yang mendorong kita menghindari sesuatu. Seluruh tindakan manusia digerakkan
oleh dua hal, yaitu hasrat dan rasa takut. Dua hal ini disebut dengan kehendak dan
kehendak adalah hasrat yang kuat. Suatu hasrat lahir dari kenikmatan dan
kenikmatan merupakan sumber nilai7.
Kecenderungan subyektif-indvidualis Hobbes dalam memposisikan nilai
diikuti oleh Schopenhauer, Nietszche dan Sartre. Menurut Schopenhauer kebaikan
adalah segala hal yang selaras dengan kehendak individu8. Dalam perspektif
Nietzsche, nilai adalah apa yang disematkan individu pada sebuah perilaku. Nilai
bersumber dari kehendak untuk berkuasa. Nilai tercipta oleh kehendak manusia
yang tak berbatas apapun selain aturan yang dibuatnya sendiri9. Senada dengan
Nietzsche, Sartre berpandangan bahwa nilai adalah apa yang menjadi pilihan
seseorang diantara berbagai pilihan. Sifat pemberanidisebutbernilai bukan karena
ia memiliki nilai a priori, melainkan karena ia dipilih sebagai sebuah sikap.
Demikian pula sifat penakut juga sebuah nilai karena ia dipilih sebagai sebuah
sikap. Berani dan takut tidaklah memiliki nilai sepanjang ia tidak dipilih sebagai
sebuah sikap. Baginya, manusia adalah makhluk yang bebas menciptakan nilainya
7
dil al-‘Aww , al-‘Umdah Falsafat al-Qiyam, 117.
8
Ibid., 119.
9
27
sendiri dan apa yang dipilihnya menjadi kebaikan absolut bagi dirinya.
Satu-satunya nilai absolut adalah kebebasan dan penghargaan terhadap apapun yang
menjadi pilihan kebebasan tersebut10.
Pada kutub yang berseberangan Max Scheller berpendapat bahwa nilai
bersifat apriori dan tidak tunduk pada pengalaman empirik. “Nilai secara esensial
ditemukan manusia mendahului pengalaman inderanya, dan secara apriori
ditangkap manusia dari dunia nilai melalui perasaan emosinya”11. Menurutnya,
nilai adalah “... suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya dan
merupakan kualitas apriori (yang telah dapat dirasakan manusia tanpa melalui
pengalaman inderawi terlebih dahulu)”12. Nilai bersifat obyektif dan menjadi
acuan bagi segala kewajiban dan tuntutan13.
Meski mendapat pemaknaan beragam, semuanya sepakat bahwa apa yang
disebut dengan nilai merupakan sesuatu yang diinginkan. Dengan demikian nilai
dapat dipahamisebagai segala sesuatu, baik berupa benda, sikap atau perilaku,
yang diinginkan berdasarkan keyakinan-keyakinan tertentu.
Keyakinan-keyakinan itu bisa berupa norma dalam suatu masyarakat sebagaimana dalam
sosiologi dan antropologi, hasrat berkuasa sebagaimana dalam filsafat Nietzsche,
hasrat seksual sebagaimana dalam psikologi Freud, kebebasan individu
sebagaimana filsafat Sartre atau ajaran agama. Bagi kaum religius nilai bersumber
dari “Yang Sakral” yang sekaligus menjadi sumber segala yang ada.
10
dil al-‘Aww , al-‘Umdah Falsafat al-Qiyam, 613-614. Lihat pula, Al-Rabī’ Maimun, Naẓariyy t al-Qiyam fi al-Fikr al-Mu’ ir, 178-183.
11
Paulus Wahana, Nilai Etika Aksiologi Max Scheller, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 51.
12
Ibid.
13
28
B. Pengertian dan ProblemEkonomi
Menurut Zimmerman, Aristoteles adalah orang pertama yang membuka
jalan bagi kajian ilmu ekonomi. Dalam bukunya, Negara, Aristoteles
membedakan oikosnomos dan chermatisti. Oikosnomos berkaitan dengan
penyelidikan tentang peraturan-peraturan rumah tangga, sedangkan chermatisti
mempelajari peraturan-peraturan tukar-menukar14. Dari kata Yunani oikosnomos
inilah kemudian lahir istilah ekonomi. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, entri
ekonomi meiliki tiga arti: “1 ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan
pemakaian barang-barang serta kekayaan (spt hal keuangan, perindustrian, dan
perdagangan); 2 pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dsb yg berharga; 3 tata
kehidupan perekonomian (suatu negara)”15.
Dari ketiga arti tersebut di atas, arti pertama merupakan pengertian
terminologis dari ilmu ekonomi. Mengutip Paul A. Samuelson, Ari Sudarman
mejelaskan maksud ilmu ekonomi sebagai berikut:
Ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang menaruh perhatian pada masalah bagaimana seharusnya memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk memuaskan kebutuhan manusia yang beraneka ragam. Dalam buku literatur ekonomi yang baku, ilmu ekonomi didefinisikan sebagai suatu studi mengenai bagaimana seharusnya manusia/masyarakat menentukan pilihannya, baik dengan/atau [sic!] tanpa menggunakan uang dalam memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya dan yang mempunyai alternatif penggunaan untuk menghasilkan barang serta kemudian mendistribusikannya baik untuk keperluan sekarang/masa yang akan datang di antara anggota-anggota masyarakat16.
14
L.J. Zimmerman, Sedjarah Pendapat-Pendapat Tentang Ekonomi, terj. K. Siagian, (Bandung: Vorkink Van Hoeve, 1955), 2
15
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 378.
16
29
Berdasarkan penjelasan tersebut obyek kajian ekonomi adalah pemanfaatan
sumber daya untuk memenuhi keinginan manusia. Hal senada diungkapkan
Sickle.Ia menjelaskan bahwa ekonomi adalah, “... study of the ways in which
people use resources to satisfy his wants”17. Dengan demikian, definisi Samuelson
dan Sickle menempatkan persoalan pemanfaatan sumber daya dan keinginan
manusia sebagai obyek kajian ekonomi.
Sejalan dengan Samuelson dan Sickle, Abdul Mannan menjelaskan bahwa
problem fundamental ekonomi bersumber dari keinginan manusia yang tidak
terbatas dan sumber daya yang terbatas. Ia mengatakan,
Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamental bersumber dari kenyataan bahwa kita mempunyai kebutuhan dan kebutuhan ini pada umumnya tidak dapat dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya enerji manusia, kita, dan peralatan material yang terbatas. Bila kita memiliki sarana tidak terbatas untuk memnuhi semua jenis kebutuhan, maka masalah ekonomi tidak akan timbul18.
Yang dimaksud kelangkaan adalah keterbatasan sumber daya dalam memproduksi
barang yang diinginkan manusia, baik sumber daya manusia maupun sumber daya
alam. Sickle mengilustrasikan kelangkaan sebagai berikut:
All of us want the food, clothing, and shelter that we need to stay alive. But most of us (even college teachers!) want much more. We want cars, television sets, vacation trips—in fact, our capacity to want is almost unlimited. In contrast, the things we want are always limited in quantity. Even in a wealthy country like the United States there is never enough of everything to satisfy all the wants of every person in the country. How to narrow this gap between what people want and what they are able to get is the basic problem studied in economics. We shall refer to this problem as the problem of scarcity19
30
Kombinasi dari kelangkaan dan keinginan menentukan apakah suatu barang
disebut sebagai barang ekonomi atau tidak. Witztum mengatakan, “Everything
which is both scarce and desirable is an economic good”20. Jika suatu barang
langka tetapi tidak diinginkan, maka tidak akan timbul masalah ekonomi.
Demikian pula jika suatu barang tidak terbatas, maka ia tidak akan menimbulkan
masalah ekonomi. Satu-satunya yang dapat menimbulkan masalah ekonomi
adalah ketika suatu barang bersifat langka dan diinginkan. Jadi, masalah pokok
ekonomi adalah tuntutan manusia yang tidak terbatas terhadap barang-barang
ekonomi yang terbatas.
Secara lebih spesifik Sickle menyebutkan bahwa obyek kajian ekonomi
adalah, bagaimana mempersempit kesenjangan antara tuntutan manusia yang
tidak terbatas dan barang-barang ekonomi yang terbatas. Menurut Sickle, hanya
ada dua jalan untuk mempersempit kesenjangan tersebut. Pertama, meminimalkan
tuntutan manusia terhadap barang-barang ekonomi yang langka. Kedua,
memaksimalkan produksi barang untuk menaikkan tingkat ketercapaian tuntutan
manusia. Jika jalan pertama yang diambil, maka problem ekonomi menjadi
berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi para ekonom mengambil jalan
kedua dan menjadikannya sebagai obyek kajian ekonomi21. Dengan demikian,
menurut Sickle, problem ekonomi adalah, bagaimana meningkatkan produksi
barang untuk meningkatkan ketercapaian tuntutan manusia. Berikut bagan
problem ekonomi menurut Sickle.
20
A. Witztum, Introduction to Economics, (London:University of London, 2011), 29.
21
31
Gambar 2. 1
Solusi para ekonom atas problem ekonomi seperti tampak pada gambar 3
melahirkan pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) barang apakah yang harus
diproduksi dan dalam jumlah berapa, (2) bagaimana memproduksi, (3) siapa yang
memproduksi, dan (4) Bagaimana pembagian keuntungan dari hasil produksi.
Chapra mengatakan:
every economic system must answer the three wellknown fundamental economic questions of what, how, and for whom to produce. How much of which alternative goods andservices shall be produced. Who will produce them with whatcombination of resources and in what technological manner. Andwho will enjoy to what extent the goods and services produced. The answers to these questions determine not only the allocationof resources in an economy but also their distribution betweenindividuals and between the present (consumption) and thefuture (saving and investment)22
22
M. Umer Chapra, Islam and the Economic Challenge, (Herndon Virginia: The International institute of Islamic thought, 1995), 4.
32
Jadi, alokasi sumber daya dan distribusi merupakan dua pokok kajian ekonomi,
dan dari keduanya muncul persoalan konsumsi, tabungan dan investasi.
Dengan demikian ilmu ekonomi adalah ilmu yang membahas perilaku
manusia dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi
keinginan-keinginannya. Persoalan fundamental ekonomi bersumber dari fakta
bahwa tuntutan manusia terhadap barang-barang ekonomi tidak terbatas,
sedangkan sumber daya untuk memproduksi barang-barang ekonomi terbatas.
Untuk meminimalkan kesenjangan antara tuntutan tak trebatas dan ketersedian
sumber daya yang terbatas para ekonom mengambil solusi dengan cara
mengupayakan ketersediaan barang secara maksimal untuk meningkatkan
ketercapaian tuntutan manusia. Upaya inilah yang menjadi wilayah kajian
ekonomi.
Dengan perkataan lain wilayah kajian ekonomi adalah perilaku manusia
dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi yang terbatas untuk mencapai
BAB V
KESI MPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis penelitian ini, bangunan nilai-nilai ekonomi dalam
al-Qur`an dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Perilaku ekonomi dalam al-Qur`an
a. Perilaku dantindakan manusia didorong oleh empat jenis dorongan,
yaitu: watak dasar, nilai-nilai agama, kepatutan sosial dan represi
kekuasaan.
b. Tindakan manusia adalah hal yang tak teramalkan.
c. Watak dasar manusia di satu sisi bernilai positif karena dapat
mendukung peningkatan produktifitas yang menjadi salah satu
ekonomi dan di sisi lain bernilai negatif karena dapat menghambat
pemerataan yang juga menjadi salah satu tujuan ekonomi
2. Tujuan ekonomi sebagaimana disimpulkan dari nilai-nilai al-Qur`an
adalah pengelolaan kekayaan alam untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan sebanyak mungkin umat manusia dengan cara-cara yang dapat
menjamin keberlangsungan produksi selama mungkin.
3. Al-Qur`an tidak menista kekayaan dan pada saat yang sama al-Qur`an juga
mendorong distribusi kekayaan. Al-Qur`an memberikan kebebasan dalam
bertransaksi dan pada saat yang sama al-Qur`an memberikan proteksi
169
menekankan kegiatan ekonomi yang berbasis sektor riil. Al-Qur`an
memperbolehkan konsumsi sekunder dan tersier dan pada saat yang sama
al-Qur`an melarang konsumsi yang hanya mengejar simbol prestise
belaka.
4. Pencapaian tujuan-tujuan ekonomi dicapai dengan strategi memanfaatkan
dorongan watak dasar manusia untuk meningkatkan produktifitas. Dampak
dari nilai negatif watak dasar diminimalisir dengan menanamkan dorongan
nilai-nilai agama, dorongan represi kekuasaan dan dorongan kepatutuan
sosial. Kemudian tujuan-tujuan tersebut diupayakan dengan menerapkan
enam kebijakan yaitu: pesaingan bebas, proteksi bagi pihak yang lemah,
pencegahan monopoli, penekanan terhadap kegiatan ekonomi yang
berbasis sektor riil, pengendalian konsumsi, dan distribusi kekayaan.
Kesenjangan antara keinginan yang tak terbatas dan sumber daya yang
terbatas dipersempit dengan menggerakkan kedua aspek menuju satu titik
yang sama: konsumsi ditekan dan produksi ditingkatkan. Distribusi
kekayaan diposisikan sebagai aktifitas religius, dan pada saat yang sama ia
memiliki justifikasi rasional yaitu untuk menjamin keberlangsungan
aktifitas ekonomi.
B. Saran-Saran
Sangat disadari bahwa penelitian ini belum menyentuh seluruh aspek
ekonomi dalam al-Qur`an. Masih banyak aspek yang belum terjangkau dalam
170
bermanfaat bagi penelitian sejenis. Karena itu untuk penelitian sejenis di masa
mendatang, disarankan hal-hal berikut:
1. Untuk mengetahui sikap dan pandangan al-Qur`an tentang ekonomi,
pertama-tama perlu disusun daftar pertanyaantentang hal-hal yang terkait
dengan aspek-aspek ekonomi dengan kemungkinan jawaban tertutup, ya
dan tidak,. Pertanyaan-pertanyaan itu kemudian dijabarkan dalam
indikator-indikator moral dan hukum. Satu pertanyaan bisa diuraikan
menjadi lebih dari satu indikator. Indikator-indikator inilah yang kemudian
dicarikan jawabannya dalam al-Qur`an. Misalnya, untuk mengetahui sikap
dan pandangan al-Qur`an tentang sistem pasar persaingan disusun
pertanyaan, apakah al-Qur`an menyetujui sistem pasar persaingan?Dari
pertanyaan tersebut disusun indikator-indikator dalam bentuk pertanyaan
dengan jawaban tertutup sebagai berikut: apakah al-Qur`an membatasi
tingkat keuntungan dalam jual beli? Apakah al-Qur`an mengharuskan
pemerintah menetapkan harga? Apakah al-Qur`an mengharuskan adanya
kesetaraan informasi antara penjual dan pembeli? Indikator-indikator
inilah yang digunakan sebagai kerangka dalam pengumpulan data. Jika
indikator-indikator tersebut sulit ditemukan jawabannya dalam al-Qur`an
secara langsung, dapat dicarikan jawabannya dalam kitab-kitab syarah
hadis, fikih atau akhlak yang menyertakan dalil al-Qur`an. Jika di dalam
kitab-kitab tersebut ditemukan jawabannya dengan disertai dalil al-Qur`an,
171
2. Ayat-ayat yang bertutur tentang kisah, baik kisah orang-orang terdahulu
maupun kisah perjalanan dakwah Rasulullah alla Allah Alayhi wa sallam,
banyak menggambarkan kehidupan sosial. Ayat-ayat semacam ini tidak
hanya berbicara tentang “apa yang seharusnya”, tetapi juga tentang “apa
yang terjadi”. Oleh karena itu ayat-ayat kisah bisa menjadi semacam
laboratorium mini kehidupan sosial. Dalam penelitian al-Qur`an yang
bertema sosial, ayat-ayat kisah patut mendapatkan perhatian lebih, karena
ayat-ayat dimaksud menyodorkan data tentang kehidupan sosial
sebagaimana digambarkan al-Qur`an
3. Perlu dikembangkan penelitian serupa yang lebih komprehensif untuk
menemukan sikap dan pandangan al-Qur`an tentang ekonomi yang belum
172
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur` n al-Karīm
Ab dī, Muhammad Asyraf bin Amir, ‘Awn al-Ma’būd Shar Sunan Abi D wud, Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H.
Ahmad, fiẓ Faraj, al-Tarbiyah wa Qaḍ y al-Mujtama’ al-Mu ir, Cairo:
D r‘ lam al-Kutub, 2003.
Alim, Moch. Rum, Dasar-Dasar Teori Ekonomi Makro, Jakarta: IND HILL CO, 2011.
‘Arabī (al), Abu Bakar Ibnu, A k m al-qur` n, Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.
Asfih nī (al) Abu al-Q sim Al-R ghib, Tafsīr Al-R ghib al-Asfih nī, Tanta Mesir: Kulliyyat al- dab J mi’ah an a, 1999.
shūr, Muhammad Tahir Ibnu, Maq sid al-Sharī’ah al-Isl miyyah, Yordania:
D r al-Naf is, 2001.
_______,al-Ta rīr wa al-Tanwīr, Tunisia: al-D r al-Tunisiyah, 1984, 2:237.
‘Asqal ni (al), Ahmad bin Ali bin Hajar, Fat al-B rī Shar a ī al-Bukh rī,
Beirut: D r al-Ma’rifah, 1379 H.
‘Atiyyah, Abu Muhammad Ibnu, al-Mu arrar,al-Wajīz fi Tafsīr al-Kit b al -‘Azīz, D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H.
Bayhaqī(al), Ahmad bin al-Husain Abu Bakar, al-Sunan al-Kubr , Beirut: D r
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.
Biq ’ī (al), Ibrahim bin Umar, Nuẓum al-Durar fi Tan sub al-` y t wa al -Suwar, Cairo: D r al-Kit b al-Isl mī, tth.
Bukh rī (al), Muhammad bin Ismail Abu Abdillah, a ī al-Bukh rī, Beirut:
173
Bustī (al), Muhammad bin ibb n, a ī Ibnu ibb n, Beirut: al-Ris lah, 1988.
Chapra, M. Umer, Toward a Just Monetary System, Leicester: The Islamic Foundation, 1986.
_______, Islam and the Economic Challenge, Herndon Virginia: The International institute of Islamic thought, 1995.
Darwazah, Muhammad Izzat, al-Tafsīr al- adīth, Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1383.
Daud, Sulaiman bin al-`AshathAbu, Sunan Abi D wud, Beirut: al-Maktabah al-‘A riyah, tth.
Faḍl (al), Majduddin Abu, al-Ikhtiy r fi Ta’līl al-Mukht r, Cairo: al- alabī, 1937.
Ghaz lī (al), Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Jaw hir al-Qur`an,
Beirut: D r I y ` al-‘Ulum, 1986.
_______, I y ` ‘Ulūm al-Dīn, Beirut: D r al-Ma’rifah, tth.
Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor: Ghalia, 2002.
J iẓ (al), Amr bin Harb Abu Uthman, al-Bay n wa al-Tabyīn, Beirut: D r wa Maktabat al-Hil l, 1423 H.
Jundī (al), Muhammad bin Yusuf Baha`uddin, al-Sulūk fi abaq t al-Ulam `
wa al-Mulūk, Sana Yaman: Maktabah al-Irsh d, 1995.
Kathīr, Abu al-Fida` IsmailIbnu, Tafsīr al-Quran al-‘Aẓīm, Beirut: D r Ibnu
Kathīr, 1419 H
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.
Ma allī (al), Jalaluddin Muhammad bin Ahmad dan Jalaluddin Abdurrahman
174
Mahmud, Abdul Halim, Awrub wa al-Isl m, Cairo: D r al-Ma’ rif, tth.
Maimun, Al-Rabī’, Naẓariyy t al-Qiyam fi al-Fikr al-Mu’ ir, Bayn al-Nisbiyyah wa al-Mu laqiyyah, Al-Jazair: al-Shirkah al-Wataniyah, 1980.
M jah, Abu Abdillah Ibnu, Sunan Ibnu M jah, Cairo: D r I y ` Kutub al-;Arabiyyah, tth.
Malik, Malik bin Anas bin, Muwa a`, Beirut: al-Ris lah, 1412 H.
Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, terj. M. Nastangin Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Mansur, Abu Utsman Said bin, al-Tafsīr min sunan Sa’īd bin Man ūr, Riyad:
D r al- umay’ī, 1997.
Manẓūr, Muhammad bin Mukrim Jamaluddin Ibnu, Lis n al-‘Arab, Beirut:
D r dir, 1414 H.
Moleong,Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Mun wī (al), Zainuddin Muhammad bin T j al-‘ rifīn, Fayḍ al-Qadīr, Cairo: al-Maktabah al-Tij riyah al-Kubr , 1356 H.
Muqaddasī (al), Abu Muhammad Ibnu Qudamah, al-Mughni, Cairo: Maktabat
al-Q horah, 1968.
Naw wī (al), Muyiddin Yahya bin Sharaf, al-Minh j Sharh a ī Muslim bin
al- ajj j, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-‘Arabī, 1392 H.
Nays būrī (al), Muslim bin Hajjaj, a ī Muslim, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-Arabī, tth.
Polak, J.B.A.F Mayor, Sosiologi, Suatu Buku Pengantar Ringkas, Jakarta: Ichtiar Baru, 1979.
Qan awah, al h, Naẓariyyat al-Qīmah fi al-Fikr al-Mu` ir, Cairo: D r al
175
Qurubī (al), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad, al-J mi’ li A k m al -Qur` n, Cairo: D r al-Kutub al-Ma riyyah, 1964.
R zī (al), Fakhruddin Muhammad bin Umar, “Ris lat Dhamm Ladhdh t al
-Duny ” dalam Ayman Shihadeh, The Teleological Ethics of Fakhr
al-D n al-R zī, Leiden: Brill, 2006.
_______, Maf tī al-Ghayb, Beirut: D r I y ` al-Tur th al-‘Arabī, 1420 H.
Salam, Abu Ubaid al-Q sim bin, Kit b al-Amw l, Beirut: D r al-Fikr, 1988.
Sh fi’ī (al), Muhammad bin Idris, Tafsīr al-Im m al-Shafi’ī, Riyadl: D r al -Tadammuriyyah, 2006.
Shawk nī (al), Muhammad bin Ali, Fath al-Qadīr, Damaskud: D r Ibn Kathīr,
1414 H.
_______, Nayl al-Aw r, Cairo: D r al- adīs, 1993.
Shaybah, Ibnu Abi, Mu annaf Ibnu Abī Shaybah, Riyadl: al-Rushd, 2004.
Sickel, Jhon V. Van dan Benjamin A. Rogge, Introduction to Economics, New York: D. Van Nostrand, 1952.
Sindī (al), Muhammad bin Abdul Hadi, shiyat al-Sindī ‘ala Ibn M jah,
Beirut: D r al-Jīl, tth.
Sudarman, Ari, Teori Ekonomi Mikro, Yogyakarta: BPFE, 1991.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur`an dan Terjemahannya,
Bandung: Gema Risalah Press, 1989.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
abar nī (al), Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu al-Q sim, Mu’jam al-Kabīr, Cairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, tth.
176
Tahtawi, Sayyid, al-Qiyam al-Tarbawiyah fi al-Qa a al-Qur` nī, Cairo: D r
al-Fikr al-‘Arabī, 1996.
Taimiyah, Taqiyyuddin Abu al-Abbas Ibnu, al- isbah fi al-Isl m, (Beirut:
D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tth).
Tirmidhī (al), Muhammad bin Isa,Sunan al-Tirmidhī, Cairo: Musthafa al-b bī al- alabī, 1975.
Wahana, Paulus, Nilai Etika Aksiologi Max Scheller, Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Witztum, A., Introduction to Economics, London:University of London, 2011.
Zamakhshari (al), Abu al-Qasim Mahmud bin Amr, al-Kashsh f ‘an aq iq Ghaw miḍ al-Tanzīl, Beirut: D r al-Kit b al-‘Arabī, 1407 H.
Zarkashī(al), Abu Abdillah Badruddin Muhammad bin Abdillah, al-Burh n fi ‘Ulūm al-Qur`an, Cairo: D r I y ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1957.
Zimmerman, L.J., Sedjarah Pendapat-Pendapat Tentang Ekonomi, terj. K. Siagian, Bandung: Vorkink Van Hoeve, 1955.