• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM SEWA DIESEL ANTARA PEMILIK DAN PETANI DI DESA BULAKREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM SEWA DIESEL ANTARA PEMILIK DAN PETANI DI DESA BULAKREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

Zufan Baihaqi Habibul Albab

NIM. C02212048

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(2)

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Syari’ah dan Hukum

Oleh

Zufan Baihaqi Habibul Albab NIM. C02212048

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Diesel

Antara Pemilik dan Petani di Desa Bulakrejo, Kecamatan Balerejo, Kabupaten

Madiun” penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana sistem

sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun? Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa bulakrejo kecamatan balerejo kabupaten madiun?

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) di Desa

Bulakrejo Madiun, dengan menggunakan metode pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan wawancara (interview). Selanjutnya data yang dikumpulkan disusun dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yakni mengumpulkan data tentang sistem sewa diesel antara pemilik dan petani di Desa Bulakrejo Madiun yang disertai analisis, untuk diambil kesimpulan.

Dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa praktik sistem sewa antara

pemilik dan petani di Desa Bulakrejo Madiun, menggunakan akad ija>rah. pemilik

diesel menyewakan dieselnya kepada penyewa, lalu pemilik menentukan harga sewa berdasarkan harga sewa yang umum di masyarakat, luas sawah dan cuaca. Dalam setahun terdapat 3 kali masa tanam dan panen, dan harga yang berbeda disetiap

masanya yaitu persawah dengan luas 2000 m2 dihargai Rp 37.000, Rp 46.000, dan Rp

55.500, harga tersebut diluar solar. Pada waktu pembayaran, petani meminta keringan kepada pemilik diesel untuk membayar upah sewa diesel pada saat panen

tiba, dengan menggunakan gabah basah. Ketika petani mengalami gagal panen,

pembayaran sewanya ditangguhkan di masa panen yang akan datang, namun pada realitanya jumlah yang dibayarkan petani menggunakan gabah basah tidak sama dengan jumlah total hutang petani yang ditangguhkan dari musim sebelumnya.

Dari hasil penelitian, bahwa praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di Desa Bulakrejo Madiun diperbolehkan dalam Islam, karena akad

yang dilakukan, memenuhi rukun dan syarat sah dari ija>rah. Meski pembayarannya

mengalami perubahan, namun tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena barang yang digunakan untuk pembayaran telah ditetapkan jenis, jumlah dan sifatnya. meskipun pada akhir masa sewa, pembayaran sewa masih kurang meskipun tidak banyak, namun pemilik diesel telah merelakan kekurangan pembayaran tersebut.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

MOTTO ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C.Rumusan Masalah ... 8

D.Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G.Definisi Operasional ... 13

H.Metode Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II KONSEP IJA>RAH (Sewa-Menyewa) DALAM HUKUM ISLAM A.Pengertian Ija>rah (Sewa-menyewa) ... 21

(9)

C.Rukun Ija>rah ... 26

D.Syarat-syarat Ija>rah ... 28

E. Sifat Akad Ija>rah ... 34

F. Macam-Macam Ija>rah ... 35

G.Kewajiban Penyewa dan yang Menyewakan ... 36

H.Berakhirnya Akad Ija>rah ... 37

BAB III PRAKTIK SISTEM SEWA DIESEL ANTARA PEMIIK DAN PETANI DI DESA BULAKREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

1. Letak Geografis dan Struktur Pemerintah... 40

2. Keadaan Sosial Agama ... 42

3. Keadaan Sosial Pendidikan ... 43

4. Keadaan Sosial Ekonomi ... 45

B.Sistematika Praktik Sewa Diesel Antara Pemilik dan Petani di Desa Bulakrejo Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun ... 49

1. Latar Belakang Terjadinya Sewa Diesel Antara Pemilik dan Petani ... 49

2. Proses Sewa-menyewa Diesel Antara Pemilik dan Petani .... 3. Praktik Pembayaran Sewa Diesel Antara Pemilik dan Petani ... 51

4. Berakhirnya Masa Sewa Diesel Antara Pemilik dan Petani . 52 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SISTEM SEWA DIESEL ANTARA PEMILIK DAN PETANI DI DESA BULAKREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN A.Akad Sewa-menyewa (Ija@rah) ... 58

(10)

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 71 B.Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial. sebagai

makhluk sosial, manusia menerima dan memberikan bantuan kepada orang

lain, saling berinteraksi untuk saling memenuhi kebutuhan dan mencapai

kemajuan dalam hidupnya. Untuk menyempurnakan dan mempermudah

hubungan di antara mereka, banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya

dengan melalui cara jual beli, sewa menyewa, utang piutang, dan lain

sebagainya. Dalam agama Islam hubungan antara manusia yang satu dengan

yang lain disebut dengan muamalah.

Kata muama>lah berasal dari kata ( ةلم اعملا ) yang secara etimologi

sama dan semakna dengan al-mufa>alah (saling berbuat). Kata ini

menggambarkan suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dengan

seseorang atau seseorang dengan beberapa orang dlam memenuhi kebutuhan

masing-masing. Muamalah merupakan perbuatan manusia dalam menjalin

hubungan atau pergaulan manusia dengan manusia, sedangkan ibadah atau

pergaulan antara manusia dengan tuhan.1 Dalam kehidupan bermuamalah

manusia selalu berhubungan satu sama lainnya untuk mencukupi kebutuhan

hidup.2 Dengan demikian manusia harus saling tolong-menolong dan saling

bertukar keperluan melalui kerjasama atau sesuai dengan hukum-hukum

1 Ghufron A.Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,2002), 1.

2 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta: UII

(12)

Allah sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Ma>idah ayat 2 yang

berbunyi :

َهَللا َن ِ , َهَللا اوُقَ تلاَو ,ن

ا

َوْدُع ْلا َو ْْ ِا ىَلَع اْوُ نَواَعَ ت َََو ,ىَوْقَ تلا َو ِلا ىَلَع ا ْوُ نَواَعَ تَو

باَق علا ُدْي دَش

:ةدئاما

۲

Artinya:

“dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah amat

berat siksanya”.3 (QS al-Ma>idah : 2)

Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang manusia membutuhkan

manusia yang lainnya dalam menjalankan kehidupan, maka tidak dapat

dipungkiri akan terjadinya kerja sama dalam mencapai sebuah tujuan. Seperti

jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dan yang lainnya. Adapun aspek

kerja sama diatas semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup agar

menjadi lebih baik lagi. Salah satu bentuk kerjasama yang umum

dimasyarakat adalah sewa-menyewa, yang bisa dijadikan suatu usaha yang

menguntungkan, misalnya akad sewa-menyewa diesel yang diambil

manfaatnya untuk mengairi sawah petani.

Diesel merupakan aset penting bagi petani, karena diesel sangat

dibutuhkan petani untuk mengairi sawahnya dengan air. Membantu untuk

Menghindarkan petani dari kekeringan pada tanamannya, karena setiap

tanaman membutuhkan kadar air yang cukup untuk tumbuh dengan baik agar

bisa dipanen dan memberikan hasil yang baik untuk petani. Petani yang

memiliki diesel bisa menyewakan dieselnya kepada petani lain yang tidak

(13)

memilikinya, guna disewakan manfaat diesel tersebut, untuk kesejahteraan

bersama dengan syarat harus dilakukan sesuai akad dan kespakatan yang ada.

Hubungan kerjasama, saling tolong menolong seperti itu sangat dianjurkan

sekali karena selain menguntungkan, juga bisa membangun keharmonisan

antara sesama petani.

Hidup akan menjadi damai, tentram jika dapat memenuhi hak-hak dan

kewajiban yang ada, sesuai dalam hal sewa (ija>rah). sewa (ija>rah) pada

dasarnya adalah penukaran manfaat suatu barang dengan cara memberikan

imbalan/jasa dalam jumlah tertentu. Menurut jumhur ulama fiqih berpendapat

bahwa ija>rah adalah menjual manfaatnya dan yang boleh disewakan adalah

manfaatnya bukan bendanya.4 Menurut Al-zuhayli yang dikutip oleh Ismail

Nawawi sewa (ija>rah) adalah transaksi pemindahan hak guna atas barang atau

jasa dalam batasan waktu tertentu melalui pembayaran upah sewa tanpa

diikuti dengan pemindahan hak pemilikan atas suatu barang.5

Sewa (ija>rah) berasal dari benda tertentu atau yang disebutkan

ciri-cirinya, dalam jangka waktu yang diketahui, atau akad atas pekerjaan yang

diketahui, dengan bayaran yang diketahui. Transaksi sewa (ija>rah) merupakan

salah satu bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidup.6 Sewa (ija>rah) diperbolehkan dalam Islam

4Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 122.

5Ismail Nawawi, fiqih muamalah klasik dan kontemporer, hukum perjanjian ekonomi, bisnis dan

sosial (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 185.

6Ghufron A.Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual (Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 2002),

(14)

sebagaimana firman Allah Dalam surat al-Baqarah : 233 Allah juga berfirman

yang berbunyi :

َس اَذ ِ ْمُكُيَلَع َحاَُج َََف مُكَدَلْوَأ اْوُع ض ْرَ تْسَت نَأ ْمُدَرَأ ن َِو

ْعَما ب ْمُتْيَ تاَء اَم ْمُتْمَل

فْوُر

,

ٌْ صَب َنْوُلَمْعَ ت اَ ِ َهَللا َنَأ اْوُمَلْعاَو َهَللا اْوُقَ تاَو

لا

رقب

ة:

٣

٣

٢

Artinya :

“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak

ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah

maha melihat apa yang kamu kerjakan. (al-Baqarah: 233)”7

Dari beberapa hadist Rasulullah saw, juga diterangkan sebagai berikut :

باو ىلعي وبأ اورُ .ُهَقَرَع َفََُ ْنَأ َلْبَ ق َُرْجَأ َرْ ي جََا اْوُطْعَأ

ىذمتلاو ىِطلاو هجام ن

َ

Artinya :

“Berikanlah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka. (HR Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath-Thabrani, dan At-Tirmizi)”

اًرْ ي جَأ َراَجَتْسا نَم

َىقهيبلاو قازرلا دبع اورُ .َُرْجَأ ُهْمَلْعَ يْلَ ف

Artinya :

“Siapa yang menyewa seseorang maka hendaklah ia beritahu upahnya. (HR ‘Abd Ar-Razzaq dan Al-Baihaqi)”

Pada dasarnya hukum sewa-menyewa (ija>rah) itu banyak. Akan tetapi

secara garis besar dapat disimpulkan menjadi dua bagian. Pertama, tentang

kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan akad sewa-menyewa (ija>rah)

ini tanpa ada kejadian yang mendadak. Kedua, tentang kejelasan upah setelah

transaksi dalam akad sewa menyewa (ija>rah). Dalam kegiatan masyarakat

banyak sekali ditemukan beragam transaksi, perjanjian sewa menyewa

(ija>rah) contohnya dalam hal penyewaan diesel untuk pengairan sawah, yaitu

suatu pengambilan manfaat dari suatu benda yang manfaatnya disewakan

(15)

kepada orang lain. Hal ini biasa dilakukan masyarakat apabila petani tersebut

tidak memiliki diesel untuk megairi sawahnya.

menyewakan suatu barang untuk diambil manfaatnya hukumnya

adalah sah, namun disyaratkan untuk menjelaskan transaksi untuk upah,

waktu pembayarannya dan seberapa lama waktu menyewanya. Dalam

kehidupan masyarakat pada umumnya, akad sewa-menyewa sudah menjadi

kebiasaan, guna saling mencukupi kebutuhan, akan tetapi apakah akad yang

dilakukan sesuai dengan keketentuan Islam ataukah belum, itu menjadi salah

satu permasalahan tersendiri.

Ajaran Islam dalam persoalan muamalah bukanlah ajaran yang kaku

dan sempit. Melainkan suatu ajaran yang fleksibel dan elastis, yang dapat

mengakomodir sebagai perkembangan transaksi modern, selama tidak

bertentangan dengan nash al-Quran dan Sunnah.8 Menurut aturan hukum

Islam, sewa-menyewa (ija>rah) merupakan hal yang sangat penting untuk

masyarakat. Seperti yang ada didesa bulakrejo, setiap kali sawah para petani

membutuhkan air untuk mengairi sawah mereka, maka disitu terjadi banyak

sekali akad ija>rah terhadap diesel, guna mengairi sawah para petani tersebut.

Pada dasarnya lahan pertanian didesa Bulakrejo Madiun sangat

membutuhkan pengairan dari diesel, baik itu di musim kemarau ataupun

dimusim hujan, dikarenakan letak sawah yang lebih tinggi dari pada

sungainya dan berada cukup jauh dari sawah para petani di desa Bulakrejo.

Hal ini membuat beberapa petani memasang diesel sebagai alat penarik air,

(16)

dari lubang tanah yang dibor oleh petani tersebut, sampai sumber mata air

yang ada didalam tanah, sehingga diesel yang telah dipasang oleh petani

dapat mengairi sawahnya dengan air yang cukup.

Akan tetapi, hanya beberapa petani saja yang memasang diesel untuk

mengairi sawah mereka sendiri. Jika ada petani lain yang ingin sawahnya

diairi oleh air yang cukup tapi tidak memiliki diesel, maka petani tersebut

harus menyewa diesel dari petani yang memilikinya agar sawah petani

tersebut mendapatkan air yang cukup untuk tanamannya. Oleh karena itu

petani di desa Bulakrejo banyak yang menggunakan jasa petani yang

memiliki diesel untuk mengairi sawah mereka dengan perjanjian, sawahnya

akan diari oleh pemilik diesel dengan pembayaran yang sudah ditentukan

pemilik diesl yang dibayar petani ketika panen tiba.

Akad pertama pada waktu harga dipatok adalah dengan membayar

berupa sejumlah nominal rupiah, akan tetapi pada waktu panen tiba, para

petani membayarnya dengan berupa sejumlah padi/gabah kepada pemilik

diesel. Jumlah padi/gabah yang dibayarkan dipatok berdasarkan jumlah dan

luas sawah milik petani tersebut. Harga sewa dieselpun dalam setahun

berbeda-beda dan dibagi berdasarkan 3 musim, musim pertama sewa diesel

dihargai per sawah dengan luas 2000 m2 dihargai Rp 37.000, dan musim

kedua dihargai Rp 46.000, dan musim ke ketiga dihargai Rp 55.500 meskipun

sudah dipatok dengan nilai rupiah, petani ketika masa panen membayarnya

dengan berupa gabah/padi. Dari uraian di atas terjadi suatu permasalahan,

(17)

namun munggunakan padi/gabah. Selain itu pembayaran yang dibayar

sewaktu panen tiba sedangkan harga sewa diesel sudah dipatok pada

transaksi awal, ketika petani meminta pemilik diesel untuk mengairi sawah

miliknya. Menurut pendapat peneliti hal ini terdapat unsur merugikan antara

petani dan pemilik diesel karena harga sudah dipatok diawal dengan nominal

rupiah, tetapi pada akhirnya petani membayar dengan cara pembayaran

menggunakan padi/gabah. Pada saat itu harga dari padi/gabah juga belum

diketahui, mengingat harga dari padi/gabah baru diketahui ketika sudah

panen, dan petani pun masih ada indikasi mengalami gagal panen pada waktu

itu, karena keadaan iklim yang sering berubah dan tidak menentu.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menganggap bahwa

masalah tersebut perlu dikaji secara mendalam untuk mengetahui dasar yang

menjadi pertimbangan terlaksananya praktik secara jelas. Oleh karena itu,

peneliti mengangkat judul skripsi “Analisis Hukum Islam terhadap Sistem

Sewa Diesel antara Pemilik dengan Petani di Desa Bulakrejo Kecamatan

Balerejo Kabupaten Madiun” dengan berfokus pada praktik sistem sewa

diesel antara pemilik dengan petani dan analisis hukum islam terhadap sistem

sewa diesel antara pemilik dengan petani.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Proses terjadinya praktik perjanjian sewa diesel antara pemilik dengan

(18)

2. Praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani didesa Bulakrejo,

Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun.

3. Penyesuaian antara jumlah harga Rupiah yang dipatok dengan jumlah

harga gabah yang dibayarkan.

4. Pembayaran upah sewa diesel yang di patok dengan harga rupiah diawal

transaksi, tetapi sewaktu panen tiba pembayaran dilakukan menggunakan

gabah/padi.

5. Analisis hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara pemilik dengan

petani di desa Bulakrejo, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun.

Agar pokok permasalahan lebih terarah, maka yang perlu dikaji dan

menetapkan batasan-batasan pada :

1. Praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa Bulakrejo

kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.

2. Analisis hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara pemilik dengan

petani di desa Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.

Berdasarkan pokok permasalahan diatas dapat ditarik kesimpulan :

Analisis hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara pemilik dengan

petani di desa Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.

C. Rumusan Masalah

Dalam rangka mempermudah pembahasan dalam penelitian

berdasarkan paparan latar belakang, indentifikasi dan batasan masalah di

(19)

1. Bagaimana sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa

Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara

pemilik dengan petani di desa bulakrejo kecamatan balerejo kabupaten

madiun?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang

sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulagan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.9

1. Skripsi yang berjudul Studi Akad Ija>rah terhadap Perjanjian Kerja antara

TKI dan PJTKI (PT. Amri Margatama cabang Ponorogo), oleh Ruwiyati

pada tahun 2010. Kesimpulannya bahwa perjanjian kerja antara calon

TKI dengan PJTKI PT.Margatama cabang Ponorogo tidak sesuai dengan

syarat sahnya ija>rah karena disini yang mengikat diri adalah pihak buruh

saja, tidak disaksikan oleh pihak lainnya yaitu majikan. Sedangkan pada

perjanjian yang mengikat diri adalah kedua belah pihak yang

bersangkutan sehingga ini salah satu cacat dari objek yang disewakan,

karena tidak dilihat langsung oleh penyewa tapi sah menurut fatwa MUI

karena telah dikuasakan oleh majikan kepada agency. Sedangkan

tindakan PJTKI dengan tidak memberi hak TKI untuk memegang

perjanjian kerja dianggap sifat mendhalimi TKI, karena merampas hak

(20)

TKI atas jaminan kebenaran yang telah ditegakkan baginya.10 Persamaan dari judul ini dengan judul pada skripsi yang akan ditulis ialah pada

akadnya yang sama-sama mengunakan akad ija@rah, akan tetapi terdapat

perbedaan pada obyek yang diteliti. Karena skripsi ini meneliti perjanjian

kerja antara TKI dan PJTKI, dan ini sangat berbeda dengan skripsi yang

akan diteliti dan ditulis oleh penulis.

2. Skripsi yang berjudul “Analisis Al-‘Urf dan Undang-undang no.13 tahun

2003 Terhadap Upah Giling Padi yang Tidak Berbentuk Uang di Desa

Tanon Kecamatan Papar Kabupaten Kediri, oleh Eva sastri rahayu pada

tahun 2014. Kesimpulan Hasil penelitian bahwa penetapan upah dalam

penafsiran yang selama ini terjadi di desa Tanon kecamatan Papar

Kabupaten Kediri ini sesuai dengan hukum islam, dimana ‘urf menjadi

dasar penetapannya, walaupun masyarakat didesa belum mengerti

mengenai ‘urf yakni dengan mengacu kepada tradisi nenek moyang.

Hukum Islam tidak mengharamkan pengupahan yang berbentuk selain

uang. Bahkan pengupahan dengan tukar-menukar barang atau barter

dalam islam sudah lama dikenal. Konsep pengupahannya juga memenuhi

syarat-syarat ujroh dimana ija>rah sebagai dasar akadnya. Pengupahan di

desa Tanon kecamatan Papar kabupaten Kediri ini termasuk dalam ‘urf

sahih, karena yang dijadikan pedoman adalah tradisi masyarakat dan

tradisi tersebut tidak menghalalkan yang haram juga sebaliknya tidak

10 Ruwiyati, “Studi Akad Ijaroh Terhadap Perjanjian Kerja Antara TKI dan PJTKI (PT. Amri

(21)

mengharamkan yang halal. Menurut Undang-undang no.13 tahun 2003

tentang ketenaga kerjaan penentuan upah di desa Tanon kecamatan Papar

kabupaten kediri ini jauh dari ketentuan. Dimana dalam ketentuan

tersebut imbalan dinyatakan dalam bentuk uang, sementara di desa Tanon

pengupahannya tidak berbentuk uang. Namun dalam Undang-undang

tersebut tidak ada aturan yang memperbolehkan ataupun yang melarang

adanya pengupahan dalam bentuk selain uang. Jadi sejauh ini ketentuan

pengupahan dalam desa Tanon tidaklah termasuk kategori dalam

melanggar Undang-undang.11 Persamaan dari skripsi ini ialah dari

upahnya yang tidak berbentuk uang. Namun terdapat perbedaan antara

skripsi ini dengan skripsi yang akan ditulis, yaitu dari akadnya, yang

mana skripsi ini menggunakan analisis al-‘Urf dan undang-undang no.13

tahun 2003, dan ini sangat berbeda.

3. Skripsi yang ditulis oleh Riyadus Shalikhah yang berjudul ”Analisis

Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Pertanian Dengan Pembayaran Uang

dan Barang” (Studi Kasus di Desa Klotok Kecamatan Plumpang

Kabupaten Tuban), ditulis pada tahun 2015. Kesimpulannya bahwa

praktek sewa tanah pertanian dengan pembayaran uang dan barang di

desa Klotok kecamatan Plumpang kabupaten Tuban diperbolehkan dalam

islam, karena akadnya telah memenuhi rukun dan syarat sah ija>rah. Meski

pembayarannya mengalami perubahan, namun tidak bertentangan dengan

11 Eva Sastri Rahayu, “Analisis Al-‘Urf dan Undang-undang no.30 Tahun 2003 Terhadap Upah

Giling Padi yang Tidak Berbentuk Uang di desa Tanon Kecamatan Papar Kabupaten Kediri”

(22)

hukum islam karena barang yang digunakan untuk pembayaran telah

ditetapkan jenis dan jumlahnya. Meskipun pada masa berakhirnya sewa

pembayaran cicilan masih kurang, tapi pemilik tanah telah

merelakannya.12 Perbedaannya dengan skripsi ini yaitu pada obyek, yang

mana obyek dari skripsi ini yaitu pada sewa tanah sedangkan skripsi yang

akan ditulis oleh peneliti ialah sewa diesel. Sedangkan persamaannya

ialah sama-sama menggunakan akad ija@rah (sewa-menyewa)

Berbeda dengan Penelitian apabila dilihat dari obyek penulisan

skripsi kali ini, maka permasalahan yang muncul juga akan berbeda,

dimana kajian pustaka diatas sebagai pelengkap dalam penelitian kali ini.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian yang di lakukan

ini sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di

Desa Bulakrejo Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun.

2. Untuk menjelaskan tinjauan hukum Islam terhadap sistem sewa diesel

antara pemilik dengan petani di Desa Bulakrejo Kecamatan Balerejo

Kabupaten Madiun.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat dan

berguna bagi peneliti dan pembaca lainnya:

12 Riyadus Shalikhah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Pertanian dengan

pembayaran uang dan barang (studi kasus di desa Klotok kecamatan Plumpang kabupaten

(23)

Kegunaan secara teoritis, dengan adanya penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu hukum ekonomi syariah (muamalah).

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dan

manfaat bagi:

1. Peneliti

Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir agar mendapatkan

gelar S-1 dan juga diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan

khususnya Hukum Ekonomi Syariah.

2. Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada akademisi,

yaitu berupa sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan,

khususnya Hukum Ekonomi Syariah.

3. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih

mendalam kepada masyarakat dalam melakukan berbagai macam

kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam.

G. Definisi operasional

Definisi Operasional memuat beberapa penjelasan tentang pengertian

yang bersifat operasional, yaitu memuat masing-masing variabel yang

digunakan dalam penelitian yang kemudian didefinisikan secara jelas dan

mengandung spesifikasi mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian

(24)

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya

adalah sebagai berikut:

Analisis hukum Islam : Penyelidikan terhadap suatu peristiwa

berlandaskan al-Quran, Sunnah Nabi serta

ijtihad para Ulama’ yang mengatur

mengenai praktik mua>malah dalam akad

Ija@rah (sewa-menyewa). Sehingga dapat

diketahui baik atau buruk, halal atau

haram, serta boleh tidaknya praktik

sewa-menyewa tersebut dilakukan.

Sistem sewa diesel : Sistem yang terjadi antara pemilik diesel

dan petani dengan menggunakan akad

pemanfaatan hak guna atas diesel, melalui

pembayaran upah sewa tanpa diikuti

dengan pemindahan kepemilikan.

H. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan berorientasi pada pengumpulan data empiris

yaitu lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah penelitian

kualitatif, karena kualitatif memuat tentang prosedur penelitian yang

menghasilkan deskriptif berupa tulisan atau perkataan dari orang-orang atau

pelaku yang diamati.

(25)

1. Data yang Dikumpulkan

Data merupakan kumpulan dari keterangan/informasi yang benar dan

nyata yang diperoleh baik dari sumber primer maupun sumber

sekunder.13

a. Data primer ialah yang berkaitan dengan sistem sewa diesel antara

pemilik dengan petani.

b. Data sekunder ialah tentang analisis hukum Islam terahadap sistem

sewa diesel antara pemilik dengan petani.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Sumber data primer adalah sumber pertama di mana sebuah data

dihasilkan, yaitu sumber yang terkait secara langsung.14 Yang

meliputi:

1. Pemilik diesel yang menyewakan diesel di desa Bulakrejo,

kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.

2. Petani, sebagai penyewa diesel di desa Bulakrejo, kecamatan

Balerejo kabupaten Madiun.

3. Bapak lurah dan sebagian para pejabat perangkat desa Bulakrejo

kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.

13 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 2011.

14 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Airlangga University Press, 2001),

(26)

b. Sumber Data Skunder

Yang diambil dari bahan pustaka dan dokumen yang ada dan

berhubungan dengan penelitian ini, antara lain:

1. Fiqh Muamalat (Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam), karya Abdul

Aziz Muhammad Azzam.

2. Fiqh Muamalah, oleh Hendi Suhendi.

3. Fiqh Islam, oleh Wahbah Az-zuhaili.

4. Fiqh muamalah, karya Nasroen Haroen.

5. Fiqh muamalah, karya Rachmat Syafie.

6. Fiqh Islam, karya Sulaiman Rasjid.

7. Asas-asas muamalat, oleh Ahmad Azhar Basyir.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian,

penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Metode observasi (Pengamatan)

Obeservasi adalah pengumpulan data dengan menggunakan atau

menggandakan pengamatan atau pencatatan dengan sistematis

tentang fenomena yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak

langsung.15Data diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung

mengenai praktek sewa diesel di desa Bulakrejo kecamatan Balerejo

kabupaten Madiun.

(27)

b. Dokumen

Teknik pengumpulan data yang diambil dari sejumlah besar fakta dan

data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi.16

Pengambilan data dalam penelitian ini diperoleh dengan melalui

dokumen-dokumen/buku profil desa bulakrejo, kecamatan balerejo

kabupaten madiun, dan foto-foto dari sawah, diesel dan foto ketika

mengadakan wawancara.

c. Metode interview (wawancara)

Wawancara atau interview ini merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan

menggunakan pertanyaan-pertanyaan kepada responden.17 Data dari

metode interview ini didapatsetelah mewawancarai pemilik diesel,

petani sebagai penyewa diesel, bapak kepala desa dan beberapa

perangkat desa.

4. Teknik Pengelolaan Data

Tahapan-tahapan dalam pengelolaan data pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,

pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.18

2. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan

data tersebut.19

16 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Jakarta: kenana, 2011), 141.

17 Margono, Metode Penelitian Pendidikan (Jakarta: Renika Ilmu, cet I, 2004), 39.

(28)

3. Analyzing, Yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil

editing dan organizing data yang diperoleh dari sumber-sumber

penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya,

sehingga diperoleh kesimpulan.

5. Teknik Analisis Data

Dalam rangka mempermudah dalam menganalisa data, Dari hasil

pengumpulan data yang dilakukan selanjutya akan dibahas yang

kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu dengan menghasilkan

data deskriptif. Deskriptif yaitu menggambarkan/menguraikan sesuatu hal

menurut apa adanya yang sesuai dengan kenyataannya.20

Setelah penulis melakukan penelitian dengan mengumpulkan data

secara sistematis, kemudian menganalisanya dengan menggunakan

metode deskriptif analisis, yaitu Dengan mengumpulkan data tentang

praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa Bulakrejo

kecamatan Balerejo kabupaten kabupaten Madiun di sertai analisa untuk

diambil kesimpulan. Penulis menggunakan metode ini dikarenakan ingin

memaparkan, menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul

kemudian dianalisis untuk diambil kesimpulan.

Pola pikir yang dipakai adalah deduktif. yaitu merupakan metode

yang berpijak pada teori ija@roh yang kemudian dikaitkan dengan

fakta-fakta dalam praktik sewa diesel antara pemilik dan petani di didesa

Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.

19 Ibid., 97

(29)

I. Sistematika Pembahasan

Penulisan skripsi ini disusun secara sistematis agar mempermudah

pembahasan dalam penelitian ini, sistematika pembahasannya sebagai

berikut:

Bab pertama ialah pendahuluan berisi tentang pokok-pokok pikiran

atau landasan permasalahan yang melatar belakangi penulisan proposal ini,

sehingga memunculkan gambaran isi tulisan yang terkumpul dalam konteks

penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah, Rumusan masalah,

kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, defenisi

operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah merupakan konsep akad ija@rah (sewa-menyewa)

dalam hukum Islam yang terdiri dari pengertian sewa-menyewa, dasar hukum

sewa-menyewa, hukum sewa-menyewa, rukun, syarat sewa-menyewa,

bentuk-bentuk menyewa yang dilarang, dan berakhirnya

sewa-menyewa.

Bab ketiga berisikan tentang praktik sewa diesel antara pemilik dan

petani, yang berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, sistematika

praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa Bulakrejo,

kecamatan Balerejo kabupaten Madiun disertai dengan pengertiannya.

Bab keempat berisikan tentang Analisis hukum Islam terhadap

praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani didesa bulakrejo,

(30)

pembayaran yang menggunakan gabah, dan kekurangan pembayaran yang

menggunakan gabah akibat terjadinya gagal panen.

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan tentang

kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan di lengkapi dengan saran –

saran. Selain itu bab terakhir ini dilengkapi dengan daftar pustaka dan

lampiran – lampiran seperti surat-surat mengenai pengerjaan skripsi dan surat

(31)

BAB II

KONSEP IJA@RAH (Sewa-Menyewa) DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Ija>rah ( Sewa-menyewa )

Al-Ija>rah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam

memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak, atau

menjual jasa perhotelan dan lain-lain. Dengan kata lain al-ija>rah adalah akad

pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa, melalui pembayaran upah

sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah)

atas barang itu sendiri.1 Atau ija>rah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah-mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu

melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Ija>rah dapat juga diartikan

dengan lease contract dan juga hire contract. Karena itu, ija>rah dalam konteks

perbankan syariah adalah suatu lease contract. Lease contract adalah suatu

lembaga keuangan yang menyewakan peralatan (equipment), baik dalam

bentuk sebuah bangunan maupun barang-barang seperti mesin-mesin,

pesawat terbang, dan lain-lain. Kepada salah satu nasabahnya berdasarkan

pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya.2

Akad ija>rah seperti juga akad jual beli, termasuk bagian dari

al-‘uqudal-mussammaah yang sangat diperhatikan hukumnya secara khusus oleh

syariat Islam dari sisi karakter akadnya. Akad ija>rah berbeda dengan transaksi

jual beli karena sifatnya temporal, sedangkan jual beli bersifat permanen

1Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktik (Jakarta : Gema Insani, 2001),

117.

(32)

karena pengaruhnya dapat memindahkan kepemilikan suatu barang. Akad

ija>rah adalah akad yang penting dalam kehidupan praktis.

Menurut bahasa ija>rah adalah “balasan, tebusan, atau pahala”

sedangkan menurut syarak berarti melakukan akad mengambil manfaat

sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar sesuai dengan

perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu.3

Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ija>rah yang dikemukakan

para ulama fiqh.

Pertama ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan :

ضَو ع ب ع فاََم ىَلَع ٌدْقَع

“Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan”.

Kedua, ulama Syafi’iyah mendefinisikannya dengan :

ىَلَع ٌدْقَع

َو لْذَبْل ل ةَل باَق ةَحَابُم ةَموُلْعَم ةَدْوُصْقَم ةَعَفْ َم

ٍْوُلْعَم ضَو ع ب ةَحاَب ِا

“Transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat

mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu”.

Ketiga, ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan :

ضَو ع ب ٍْوُلْعَم َةَدُم ةَحاَبُم ئَش ع فاََم ُكْي لََْ

“Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu

dengan suatu imbalan”.

Berdasarkan beberapa definisi, maka akad al-ija>rah tidak boleh dibatasi

oleh syarat. Akad al-ija>rah juga tidak berlaku pada pepohonan untuk diambil

(33)

buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan akad al-ija>rah itu

hanya ditujukan kepada manfaat. Demikian juga halnya dengan kambing,

tidak boleh dijadikan sebagai obyek al-ija>rah untuk diambil susu atau

bulunya, karena susu dan bulu kambing termasuk materi. Jumhur ulama fiqh

juga tidak membolehkan air mani hewan ternak pejantan, seperti unta, sapi,

kuda, dan kerbau, karena yang dimaksudkan dengan hal itu adalah

mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu sendiri merupakan materi. Hal

ini sejalan dengan sebuah riwayat dari Rasulullah SAW yang berbunyi :

ىَهَ ن

َمَلَسَو هْيَلَع هّللا ىَلَص هّللا ُلْوُسَر

. لْحَفلا بَسَع ْنَع

نب دما و ىراخبلا اور

دبع نع دواد وبأو ىئاس لاو لب ح

رمع نب ها

“Rasulullah saw melarang penyewaan mani hewan pejantan. (HR

al-Bukhari, Ahmad ibn Hanbal, a-Nasa’i, dan Abu Daud dari ‘Abdullah

ibn ‘Umar).

Demikian juga para ulama fiqh tidak membolehkan al- ija>rah terhadap

nilai tukar uang, seperti dirham dan dinar, karena menyewakan hal itu berarti

menghabiskan materinya, sedangkan dalam al-ija>rah yang dituju hanyalah

manfaat dari suatu benda.4

Diantara masalah yang disepakati tidak sah adalah semua jenis

persewaan barang yang manfaatnya diharamkan karena dzat barang itu

sendiri. Demikian juga manfaat yang diharamkan oleh syarak, seperti upah

para peratap mayit dan honor para biduan. Demikian juga manfaat yang

menjadi “kewajiban” setiap muslim seperti shalat dan yang lainnya.

(34)

Fuqaha telah bersepakat tentang kebolehan menyewakan rumah,

kendaraan (hewan). Dan pekerjaan orang (jasa), yang tidak dilarang (mubah).

Begitu pula baju dan hamparan tikar. Tetapi mereka berselisih pendapat

tentang persewaan tanah, air, tukang, azan, jasa mengajar al-Qur’an, dan

binatang pejantan.5

B. Dasar Hukum Ija>rah

Ija>rah merupakan sewa-menyewa maupun upah-mengupah dalam

bentuk muamalah, yang telah disyariatkan dalam hukum Islam yang

berdasarkan landasan al-Quran dan hadis Nabi. Berikut dasar hukum tentang

kebolehan akad Ija>rah :

a. Landasan al-Quran

دوُقُعْلا ب اْوُ فْوَأ اوَُماَء َنْي ذَلا اَهم يَأَي

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”

(al-Ma@idah : 1)6

ىَوْقَ تلاَو ِ ِلا ىَلَع اوُنَواَعَ تَو

لا َو ْْ ِا ىَلَع اْوُ نَواَعَ ت َََو ,

َهَللا َن ِ ,َهَللا اوُقَ تلاَو , ناَوْدُع

. باَق علا ُدْي دَش

Artinya :

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya

Allah amat berat siksanya.” (al-Ma@idah : 2)7

َ ي

َوْمَأ اْوُلُكْأَت ََ اْوُ َماَء َنْي ذَلا اهميَأ

َ بْلا ب ْمُكَْ يَ ب ْمُكَل

ط

ََ ِ ل

َ ت ْنَع ًةَراَ ِ َنْوُكَت ْنَأ

ضاَر

اًمْي حَر ْمُك ب َناَك َهَللا َن ِ ,ْمُكَسُفْ نَأ اوُلُ تْقَ ت َََو ,ْمُكْ م

5Al-Faqih Abul Wahid Muhammad, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid (Jakarta :

Pustaka amani, 2007). 64.

6Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya ( Bandung: Jumanatul ‘Ali-Art, 2004), 107

(35)

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu , dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalahah maha

penyayang kepadamu.” ( QS. an-Nisa@ :29 )8

ف ْمُهَ تَشْي عَم ْمُهَ ْ يَ ب اَْمَسَق ُنََْ َكِبَر َةَْمَر َنْوُم سْقَ ي ْمَُأ

لا

َ ب ْمُهُضْعَ ب اَْعَ فَرَو اَيْ نُد

اًضْع

ُس

...اًي رْخ

Artinya :

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu ? kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat

mempergunakan sebagian yang lain...” (az-Zukhruf, 43: 32)9

...َنَُرْوُجُأ َنُ ْوُ تْعَ ف ْمُكَل اَْعَضْرَأ ْن إَف...

Artinya :

“...jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu untukmu, maka

berikanlah upah kepada mereka...” (ath-Thalaq, 65 :6)10

وَقلا َتْرَجْئَتْسااَم َرْ يَخ َن ِ ُْر جْئَتْسا تَبَأآي اَُُ اَدْح ِ ْتَلاَق

.ُْْ مََا مي

Artinya :

“salah seorang dari dua wanita itu berkata : wahai bapakku ambillah

dia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita), ialah

orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (al-Qashash, 28 :26)11

b. Landasan As-sunnah

َأ

وُطْع

.ُهَقَرَع َفََُ ْنَأ َلْبَ ق َُرْجَأ َرْ ي جََا ا

م نباو ىلعي وبأ اور

هجا

تلاو ىِطلاو

ىذم

Artinya :

“berikanlah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum

kering keringat mereka. (HR Abu Ya’la, Ibnu Majah, ath-Thabrani,

dan at-Tirmizi).12

8Ibid, 84

9Ibid, 492

10Ibid, 560

11Ibid, 389

(36)

.َُرْجَأ ُهْمَلْعَ يْلَ ف ًاْْ جَأ َراَجَتْسا نَم

ىقهيبلاو قازرلا دبع اور

Artinya :

“siapa yang menyewa seseorang maka hendaklah ia beritahu upahnya. (HR ‘Abdu ar-Razzaq dan al-Baihaqi).13

هيلع ها ىلص ها لوسر نأ

َُرْجَأ ٍَاَج حا ىَطْعَأَو َمَمَجَتْحا ملسو

.

ىراخبلا اور

لب ح نب دمأو ملسمو

Artinya :

“Rasulullah saw. Berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang membekamnya. (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad ibn

Hanbal).14

C. Rukun Ija>rah

Rukun merupakan sesuatu yang mesti ada dalam sebuah akad atau

transaksi. Tanpa rukun akad tidak akan sah. Rukun mutlak adanya dalam

sebuah akad ija>rah, layaknya sebuah transaksi ija>rah dapat dikatakan sah

apabila memenuhi rukun dan syaratnya. Menurut ulama Hanafiyah rukun

ija>rah hanya satu yaitu ija>b dan qabu>l dari dua belah pihak yang bertransaksi.

Sedangkan menurut jumhur Ulama rukun ija>rah ada empat, yaitu:15

1. Dua orang yang berakad

Mu’jir dan musta’jir, Mu’jir adalah orang yang menggunakan

jasa atau tenaga orang lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan

tertentu. musta’jir adalah orang yang menyumbangkan tenaganya atau

orang yang menjadi tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka

menerima upah dari pekerjaannya itu.

2. Sighat (ija>b dan qabu>l)

13Ibid, 231

14Ibid, 231.

(37)

Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa

ija>b dan qabu>l. ija>b adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah

seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam

mengadakan akad ija>rah. Sedangkan qabu>l adalah suatu pernyataan

yang diucapkan dari pihak yang berakad pula (musta’jir) untuk

penerimaan kehendak dari pihak pertama, yaitu setelah adanya ija>b.16

3. Ujrah (uang sewa atau upah)

Upah atau imbalan dalam ija>rah mestilah berupa sesuatu yang

bernilai, baik berupa uang ataupun jasa yang tidak bertentangan

dengan kebiasaan yang berlaku. Dalam bentuk imbalan ija>rah bisa

berupa benda material untuk sewa rumah, gaji seseorang ataupun

berupa jasa pemeliharaan dan perawatan sesuatu sebagai ganti sewa

atau upah. Asalkan dilakukan atas kerelaan dan kejujuran.17

4. Manfaat

Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja harus

memiliki manfaat yang jelas seperti mengerjakan pekerjaan proyek,

membajak sawah dan sebagainya. Sebelum melakukan sebuah akad

ija>rah hendaknya manfaat yang akan menjadi objek ija>rah harus

diketahui secara jelas agar terhindar dari perselisihan dikemudian hari

baik jenis, sifat barang yang akan disewakan ataupun pekerjaan yang

akan dilakukan.

16 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 116-117.

(38)

Menurut ulama Hanafiyah, rukun al-ija>rah itu hanya satu, yaitu ijab

(ungkapan menyewakan) dan qabul persetujuan terhadap sewa-menyewa.

Akan tetapi jumhur ulama mengatakan bahwa rukun al-ija>rah itu ada empat,

yaitu : (a) orang yang berakad, (b) sewa/imbalan, (c) manfaat, dan sighat (ijab

dan qabul). Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang berakad,

sewa/imbalan, dan manfaat, termasuk syarat-syarat al-ija>rah, bukan

rukunnya.18

D. Syarat-syarat Ija>rah

Sebagai sebuah transaksi umum, al-ija>rah baru dianggap sah apabila

telah memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara

umum dalam transaksi lainnya. Adapun syarat-syarat akad ija>rah adalah

sebagai berikut :

1. Kedua orang yang berakad (al-muta’aqidaini), menurut para ulama

Syafi’iyah dan Hanabilah, disyaratkan telah baligh dan berakal.

Oleh sebab itu, apabila orang yang belu atau tidak berakal, seperti

anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau diri

mereka (sebagai buruh), menurut mereka, al-ija>rahnya tidak sah.

Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa

kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baligh,

tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad

al-ija>rah. Namun, mereka mengatakan, apabila seorang anak yang

(39)

mumayyiz melakukan akad al-ija>rah terhadap harta atau dirinya,

maka akad itu baru dianggap sah apabila disetujui oleh walinya.

2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk

melakukan akad al-ija>rah. Apabila salah seorang diantaranya

terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah. Hal ini

berdasarkan kepada firman Allah SWT, dalam surat al-Nisa’, 4: 29

yang berbunyi :

اَوْمَأ اْوُلُكْأَت ََ اْوُ َمآ َنْي ذَلا اَهم يَأ آي

اَبْلا ب ْمُكَْ يَ ب ْمُكَل

َنْوُكَت ْنَأ ََ ِ ل ط

ْنَع ًةَراَ ِ

...ْمُكْ م ضاَرَ ت

Artinya :

“wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta kamu dengan cara yang batil, kecuali melalui

suatu perniagaan yang berlaku suka sama suka....”19

3. Manfaat yang menjadi obyek al-ija>rah harus diketahui secara

sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.

Apabila manfaat yang akan menjadi obyek al-ija>rah itu tidak jelas,

maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan

dengan menjelaskan jenis manfaatnya, dan penjelasan berapa lama

manfaat ditangan penyewa. Dalam masalah penentuan waktu

sewa ini, ulama syafi’iyah memberikan syarat yang ketat.

Menurut mereka, apabila seseorang menyewakan rumahnya

selama satu tahun dengan harga sewa Rp 150.000 sebulan, maka

akad sewa menyewa batal, karena dalam akad seperti ini

diperlukan pengulangan akad baru setiap bulan dengan harga sewa

(40)

baru pula. Sedangkan kontrak rumah yang telah disepakati selama

satu tahun itu, akadnya tidak diulangi setiap bulan. Oleh sebab

itu, menurut mereka akad sebenarnya belum ada, yang berarti

al-ija>rah pun batal (tidak ada). Disamping itu menurut mereka, sewa

menyewa dengan cara diatas, menunjukkan tenggang waktu sewa

tidak jelas, apakah satu tahun atau satu bulan. Berbeda halnya jika

rumah itu disewa dengan harga sewa Rp 1.000.000 setahun, maka

akad seperti ini adalah sah, karena tenggang waktu sewa jelas dan

harganyapun ditentukan untuk satu tahun. Akan tetapi jumhur

ulama mengatakan bahwa akad sewa seperti ini adalah sah dan

bersifat mengikat. Apabila seorang menyewakan rumahnya selama

satu tahun dengan harga sewa Rp 100.000 sebulan, maka menurut

jumhur ulama, akadnya sah untuk bulan pertama, sedangkan untuk

bulan selanjutnya apabila kedua belah pihak saling rela membayar

sewa dan menerima sewa seharga Rp 100.000 maka kerelaan ini

dianggap sebagai kesepakatan bersama, sebagaimana dalam bai’

al-muathah (jual beli tanpa ijab dan qabul tetapi cukup dengan

membayar uang dan mengambil barang yang dibeli).

4. Obyek al-ija>rah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara

langsung dan tidak bercacat. Oleh sebab itu, para ulama fiqh

sepakat menyatakan bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang

tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa.

(41)

langsung ia terima kuncinya dan langsung boleh ia manfaatkan.

Apabila rumah itu masih berada ditangan orang lain, maka akad

al-ija>rahnya hanya berlaku sejak rumah itu boleh diterima dan

ditempati oleh penyewa kedua. Demikian juga halnya apabila atap

rumah itu bocor dan sumurnya kering, sehingga membawa

mudharat bagi penyewa. Dalam kaitan ini,para ulama fiqh sepakat

menyatakan bahwa pihak penyewa berhak memilih apakah akan

melanjutkan akad itu atau membatalkannya.

5. Obyek al-ija>rah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syarak. Oleh

sebab itu, para ulama fiqh sepakat menyatakan tidak boleh

menyewa menyewa seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir,

untuk membunuh orang lain (pembunuh bayaran), dan orang Islam

tidak boleh menyewakan rumah kepada orang non muslim untuk

dijadikan tempat ibadah mereka. Menurut mereka, obyek

sewa-menyewa dalam contoh diatas termasuk maksiat.

6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa.

Misalnya, menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri

penyewa dan menyewa orang yang belum haji untuk

menggantikan haji penyewa. Para ulama fiqh sepakat menyatakan

bahwa sewa-menyewa seperti ini tidak sah, karena shalat dan haji

merupakan kewajiban bagi orang yang disewa.

7. Obyek al-ija>rah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan,

(42)

tidak boleh dilakukan akad sewa-menyewa terhadap sebatang

pohon yang akan dimanfaatkan penyewa sebagai penjemur kain

cucian, karena akad pohon bukan dimaksudkan untuk penjemur

cucian.

8. Upah/sewa dalam akad al-ija>rah harus jelas, tertentu, dan sesuatu

yang bernilai harta. Oleh sebab itu, para ulama sepakat

menyatakan bahwa khamar dan babi tidak boleh menjadi upah

dalam akad al-ija>rah, karena kedua benda itu tidak bernilai harta

dalam Islam.

9. Ulama Hanafiyah mengatakan upah/sewa itu tidak sejenis dengan

manfaat yang disewa. Misalnya, dalam sewa-menyewa rumah.

Jika sewa rumah dibayar dengan penyewaan kebun, menurut

mereka al-ija>rah seperti ini dibolehkan. Apabila sewa rumah itu

dilakukan dengan dengan cara mempertukarkan rumah, seperti

munaf menyewakan rumahnya pada indra. Indra dalam membayar

sewa rumah itu menyewakan pula rumahnya pada munaf, sebagai

sewa, sedangkan dari segi kualitas dan kuantitas tidak berbeda.

Sewa-menyewa seperti ini, menurut mereka tidak sah. Akan

tetapi, jumhur ulama tidak menyetujui syarat ini,karena menurut

mereka antara sewa dengan manfaat yang disewakan boleh

sejenis, seperti yang dikemukakan ulama Hanafiyah diatas.20

(43)

Upah atau bayaran sewa dalam ija>rah harus jelas, tertentu, dan

sesuatu yang memiliki nilai ekonomi. Adapun syarat pembayaran sewa

yaitu:21

1. Bayaran hendaknya ditetapkan jumlahnya. Jika bayaran sewa itu

tidak dibayar dengan uang, maka barang yang menjadi harga itu

hendaknya ditetapkan jenis, jumlah dan sifatnya.

2. pembayaran sewa dapat dilakukan dengan segera sebelum

memulai penggunaan barang sewa.

3. Sekiranya tidak disyaratkan bayaran sewa, maka dengan segera

kewajiban membayar sewa dimulai dengan pengendalian harta

yang disewa.

4. Sekiranya disyaratkan bayaran sewa selepas penggunaan, maka

pemberi sewa hendaknya menyegerakan penyerahan harta yang

disewa.

5. Sekiranya sewa ditetapkan mengikuti waktu, seperti harian,

mingguan, bulanan dan tahunan, maka pembayaran hendaknya

dibuat pada akhir waktu yang ditetapkan. Kecuali jika ada

perjanjian lain Sekiranya harta yang disewa itu gagal dikendalikan

untuk mendapat manfaatnya maka gugurlah bayaran sewa,

mengikuti kadar kegagalan itu.

Mengenai kebolehan menyewakan manfaat, syafi’i mensyaratkan agar

manfaat tersebut mempunyai nilai secara mandiri. karena itu, tidak boleh

(44)

menyewakan buah apeluntuk dicium, atau makanan sebagai penghias toko,

karena manfaat ini tidak mempunyai nilai secara mandiri (independent).

Malik dan syafi’i sama-sama melarang hal ini.

E. Sifat Akad Ija>rah

Para ulama fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad al-ija>rah, apakah

bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama hanafiyah

berpendirian bahwa akad al-ija>rah itu bersifat mengikat, tetapi boleh

dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang

berakad seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak

hukum. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad al-ija>rah itu

bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh

dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini terlihat dalam kasus apabila

salah seorang meninggal dunia. Menurut ulama hanafiyah, apabila salah

seorang yang berakad meninggal dunia, maka akad al-ija>rah batal, karena

manfaat tidak boleh diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan

bahwa manfaat itu boleh diwariskan karena termasuk harta (al-mal). Oleh

sebab itu, kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad

al-ija>rah.22

F. Macam-macam Ija>rah

Dilihat dari segi obyeknya ija>rah dapat dibagi menjadi dua macam

yaitu ija>rah yang bersifat manfaat dan ija>rah yang bersifat pekerjaan:

(45)

1. Ija>rah bersifat manfaat, umpamanya sewa-menyewa rumah, toko,

kendaraan, pakaian pengantin dan perhiasan. Apabila manfaat itu

merupakan manfaat yang dibolehkan syara’ untuk digunakan, maka

para ulama fiqh sepakat hukumnya boleh dijadikan objek

sewa-menyewa.

2. Ija>rah yang bersifat pekerjaan, adalah dengan cara memperkerjakan

seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. ija>rah seperti ini

diperbolehkan seperti buruh bangunan, tukang jahit, tkang sepatu, dan

lain-lain, yaitu ija>rah yang bersifat kelompok (serikat). ija>rah yang

bersifat pribadi juga dapat dibenarkan seperti mengaji, pembantu

rumah tangga, tukang kebun dan satpam.23

Apabila orang yang dipekerjakan tersebut bersifat pribadi, maka

seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung

jawabnya. Akan tetapi, para ulama fikih sepakat menyatakan bahwa apabila

obyek yang dikerjakan itu rusak dalam tanganya, bukan karena kelalaian dan

kesengajaan, maka ia tidak dituntut ganti rugi. Apabila kerusakan itu terjadi

karena kesengajaan atau kelalaian, maka menurut kesepakatan pakar fikih, ia

wajib membayar ganti rugi.24 Menurut madzhab Hanafi akad ija>rah bersifat

mengikat kedua belah pihak, akan tetapi dapat dibatalkan secara sepihak,

apabila terdapat uzur seperti meninggal dunia atau tidak dapat bertindak

23 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalat (Jakarta: PT Raja

Grafindo Prsada, 2003), 236.

(46)

secara hukum seperti gila. Jumhur ulama berpendapat, bahwa akad ija>rah itu

bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak dapat

dimanfaatkan.25

G. Kewajiban Penyewa dan yang Menyewakan

Adapun kewajiban yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak

dalam menggunakan akad ija>rah antara lain:

1. Orang yang menyewakan wajib mempersiapkan barang yang

disewakan untuk dapat digunakan secara optimal oleh penyewa.

Misalnya, mobil yang disewa ternyata tidak dapat digunakan karena

akinya lemah, maka yang menyewakan wajib menggantinya. Bila yang

menyewakan tidak dapat memperbaikinya, penyewa mempunyai

pilihan untuk membatalkan akad atau menerima manfaat yang rusak.

2. Penyewa wajib menggunakan barang yang disewakan menurut

syarat-syarat akad atau menurut kelaziman penggunaannya. Penyewa juga

wajib menjaga barang yang disewakan agar tetap utuh. Oleh karena

itu, ulama berpendapat bahwa bila penyewa diminta untuk melakukan

perawatan, ia berhak untuk mendapatkan upah dan biaya yang wajar

untuk pekerjaannya itu. Bila penyewa melakukan perawatan atas

kehendaknya sendiri, ini dianggap sebagai hadiah dari penyewa dan ia

tidak dapat meminta pembayaran apapun.26

H. Berakhirnya Akad Ija>rah

25 Ibid.

26 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Cet. 3 (Jakarta: PT Raja

(47)

Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad al-ija>rah akan berakhir

apabila :

1. Obyek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang

dijahitkan hilang.

2. Tenggang waktu yang disepakati dalam al-ija>rah telah berakhir.

Apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu ikembalikan

kepada pemiliknya, dan pabila yang disewa itu adalah jasa

seseorang maka ia berhak menerima upahnya. Kedua hal ini

disepakati seluruh ulama fiqh.

3. Menurut ulama Hanafiyah. Wafatnya salah seorang yang berakad,

karena akad al-ija>rah, menurut mereka, tidak boleh diwariskan.

Sedangkan menurut jumhur ulama, akad al-ija>rah tidak batal

dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena manfaat,

menurut mereka, boleh diwariskan dan al-ija>rah sama dengan jual

beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.

4. Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak,

seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang

yang banyak, maka akad al-ija>rah batal. Uzur-uzur yang dapat

membatalkan akad al-ija>rah itu, menurut ulama Hanafiyah salah

satu pihak jatuh muflis, dan berpindah tempatnya penyewa,

misalnya seseorang digaji untuk menggali sumur disuatu desa,

sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah kedesa lain.

(48)

membatalkan akad al-ija>rah itu hanyalah apabila obyeknya

mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu

hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.27

5. Ija>rah juga habis dengan adanya pengguguran akad (iqalah). Hal

itu karena akad ijaroh adalah akad mu’awwadah (Tukar-menukar)

harta dengan harta, maka dia memungkinkan untuk digugurkan

seperti jual beli.28

Jika ija>rah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan

barang sewaan. Jika barang itu berbentuk barang dapat dipindah, ia wajib

menyerahkannya kepada pemiliknya. Jika berbentuk barang tidak bergerak

(‘iqar) ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan

kosong (tidak ada) hartanya (harta si penyewa). Jika berbentuk tanah

pertanian, ia wajib menyerahkannya dalam keadaan tidak bertanaman.

Kecuali jika terdapat uzur seperti yang telah lalu, maka itu tetap berada

ditangan penyewa sampai tiba masa diketam, dengan pembayaran serupa.

Penganut-penganut madzhab Hanafi berkata: boleh memfasakh ija>rah,

karena adanya uzur sekalipun dari salah satu pihak. Seperti seseorang

menyewa toko untuk berdagang, kemudian hartanya terbakar, dicuri,

dirampas, atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ija>rah.

Penganut-penganut mazhab Hambali berkata: manakala ija>rah telah berakhir, penyewa

harus mengangkat tangannya, dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk

menyerahterimakannya. Seperti barang titipan, karena ia merupakan yang

27Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 237-238.

(49)

tidak menuntut jaminan. Sehingga tidak mesti mengembalikan dan

menyerahterimakannya.

Mereka berkata bahwa setelah berakhirnya masa, maka ia adalah

amanat yang apabila terjadi kerusakan tanpa dibuat, tidak ada kewajiban

menanggung.29 Menurut Sayyid Sabiq jika akad ija>rah telah berakhir,

penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu

berbentuk barang yang dapat dipindah (barang bergerak), seperti rumah,

tanah, bangunan, ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam

keadaan kosong, seperti keadaan semula.30

(50)

BAB III

PRAKTIK SISTEM SEWA DIESEL ANTARA PEMILIK DAN PETANI DI DESA BULAKREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dalam suatu kehidupan bermasyarakat, keadaan suatau wilayah sangat

berpengaruh dan menentukan watak serta sifat dari masyarakat yang

menempatinya, sehingga karakteristik masyarakat itu akan berbeda-beda

antara wilayah satu dengan wilayah yang lainnya. Seperti yang terjadi di

masyarakat Desa Bulakrejo Kecamatan Balerejo Kabupaten Tuban, yang

mana diantaranya adalah faktor geografis, sosial, keagamaan, pendidikan dan

faktor ekonomi.

1. Letak Geografis dan Struktur Pemerintahan

Desa Bulakrejo adalah salah satu Desa yang terletak di wilayah

Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun Provinsi Jawa Timur. Desa

ini dekat dari Kota Caruban. Tepatnya berada di belakang kantor

DPRD Kabupaten Madiun, kurang lebih 1 km ke arah utara dan 3 km

dari kota Caruban1.

Desa Bulakrejo dari segi batas wilayahnya, disebelah utara

berbatasan dengan Desa Purworejo Kecamatan Pilangkenceng,

disebelah selatan berbatasan dengan Desa Sumber Bening Kecamatan

Balerejo, disebelah timur berbatasan dengan Desa Buduran

1

(51)

Kecamatan Wonoasri, sedangkan disebelah barat berbatasan dengan

Desa Tapelan Kecamatan Balerejo.

Desa Bulakrejo memiliki jumlah penduduk 1775 orang yang

terdiri dari 879 laki-laki dan 896 perempuan pada tahun 2014. Di

tahun 2015, jumlah penduduk mengalami peningkatan sebesar 1.783

orang, dengan rincian 884 laki-laki dan 899 perempuan. Adapun

jumlah KK (Kepala Keluarga) pada tahun 2014 sebanyak 491 KK

(Kepala Keluarga), 412 KK laki-laki dan 79 KK perempuan. Pada

tahun 2015 meningkat menjadi 495 KK, 415 KK perempuan dan 80

KK laki-laki.2

Pertanian adalah aset terbesar yang dimiliki oleh desa ini.

Selain itu terdapat juga sektor perternakan, perkebunan, perikanan,

industri pangan, bangunan, lembaga keuangan bukan Bank, jasa

perorangan dan rumah tangga, angkutan, listrik, dan air minum.

Wilayah Desa Bulakrejo terbagi dari tiga dusun yaitu: Dusun

Kedung Semak, Dusun Setren, dan Dusun Bulakrejo. Dusun Kedung

Semak merupakan dusun yang paling kecil dari pada dusun-dusun

lainnya. Dusun ini terdapat 4 RT yaitu RT 01 , RT 02, RT 03, RT 04.

Bagian dusun yang kedua yaitu dusun Setren. Dusun ini

terletak di sebelah timur dusun Kedung Semak. Karena terdapat kali

yang memisahkan diantara dua dusun ini. Maka jembatan menjadi

(52)

penghubung dari dusun Kedung semak menuju dusun Setren atau

sebaliknya. Dusun ini memiliki 6 RT.

Selanjutnya adalah Dusun Bulakrejo yang sistem pola desanya

memanjang sepanjang jalan desa. Dan di dusun ini di kelilingi oleh

area persawahan yang sangat luas. Terdapat 6 RT dan memiliki

jumlah penduduk paling banyak di antara 3 dusun yang ada di Desa

Bulakrejo.

Desa Bulakrejo terbagi menjadi 3 dusun yaitu Dusun

Kedungsemak, Setren, dan Bulakrejo. Desa Bulakrejo memiliki

jumlah penduduk 1775 orang yang terdiri dari 879 laki-laki dan 896

perempuan pada tahun 2014. Di tahun 2015, jumlah penduduk

mengalami peningkatan sebesar 1783 orang, dengan rincian 884

laki-laki dan 899 perempuan. Adap

Gambar

Tabel 3.1 Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Bulakrejo

Referensi

Dokumen terkait

Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur “melakukan usaha penyediaan tenaga listrik” telah terpenuhi karena pendistribusian tenaga listrik sebagaimana yang

PARAMETER INDIKATOR DEFINISI INDIKATOR STANDAR (UKURAN) MINIMAL DATA YANG DIBUTUHKAN 1 Kualitas SDM Kondisi masyarakat untuk dapat hidup secara layak Indeks Pem- bangunan

Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kota Depok Tahun 2015-2019 4.2.2 Aspek Ekonomi Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya. Pembangunan bidang Cipta Karya

Dari hasil penelitian diperoleh persentase kelayakan rata-rata 71% sehingga dapat disimpulkan bahwa media tersebut telah layak digunakan.. Kata Kunci: media, kimia,

Fungsi penggunaan bahasa gaul bahasa Mandarin dalam media sosial WeChat periode Agustus s.d Oktober 2015 yang peneliti temukan adalah fungsi ekspresi atau emotif,

Dengan menggunakan Algoritma Greedy pada graph di atas, hasil akhir yang akan didapatkan sebagai jarak terpendek adalah A-C-D-E-F-B.. Hasil jarak terpendek yang

Melalui kegiatan membaca teks cerpen pada google classroom, peserta didik dapat menemukan nilai-nilai cerpen secara mandiri.. Setelah menemukan nilai-nilai cerpen,

Pengamatan dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh penulis dan satu orang guru sebagai teman sejawat atau kolaborator, yaitu Ibu Ade Irma Suryani Pada