SKRIPSI
Oleh
Zufan Baihaqi Habibul Albab
NIM. C02212048
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
SKRIPSI Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Syari’ah dan Hukum
Oleh
Zufan Baihaqi Habibul Albab NIM. C02212048
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Diesel
Antara Pemilik dan Petani di Desa Bulakrejo, Kecamatan Balerejo, Kabupaten
Madiun” penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana sistem
sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun? Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa bulakrejo kecamatan balerejo kabupaten madiun?
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) di Desa
Bulakrejo Madiun, dengan menggunakan metode pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan wawancara (interview). Selanjutnya data yang dikumpulkan disusun dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yakni mengumpulkan data tentang sistem sewa diesel antara pemilik dan petani di Desa Bulakrejo Madiun yang disertai analisis, untuk diambil kesimpulan.
Dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa praktik sistem sewa antara
pemilik dan petani di Desa Bulakrejo Madiun, menggunakan akad ija>rah. pemilik
diesel menyewakan dieselnya kepada penyewa, lalu pemilik menentukan harga sewa berdasarkan harga sewa yang umum di masyarakat, luas sawah dan cuaca. Dalam setahun terdapat 3 kali masa tanam dan panen, dan harga yang berbeda disetiap
masanya yaitu persawah dengan luas 2000 m2 dihargai Rp 37.000, Rp 46.000, dan Rp
55.500, harga tersebut diluar solar. Pada waktu pembayaran, petani meminta keringan kepada pemilik diesel untuk membayar upah sewa diesel pada saat panen
tiba, dengan menggunakan gabah basah. Ketika petani mengalami gagal panen,
pembayaran sewanya ditangguhkan di masa panen yang akan datang, namun pada realitanya jumlah yang dibayarkan petani menggunakan gabah basah tidak sama dengan jumlah total hutang petani yang ditangguhkan dari musim sebelumnya.
Dari hasil penelitian, bahwa praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di Desa Bulakrejo Madiun diperbolehkan dalam Islam, karena akad
yang dilakukan, memenuhi rukun dan syarat sah dari ija>rah. Meski pembayarannya
mengalami perubahan, namun tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena barang yang digunakan untuk pembayaran telah ditetapkan jenis, jumlah dan sifatnya. meskipun pada akhir masa sewa, pembayaran sewa masih kurang meskipun tidak banyak, namun pemilik diesel telah merelakan kekurangan pembayaran tersebut.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
MOTTO ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C.Rumusan Masalah ... 8
D.Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G.Definisi Operasional ... 13
H.Metode Penelitian ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II KONSEP IJA>RAH (Sewa-Menyewa) DALAM HUKUM ISLAM A.Pengertian Ija>rah (Sewa-menyewa) ... 21
C.Rukun Ija>rah ... 26
D.Syarat-syarat Ija>rah ... 28
E. Sifat Akad Ija>rah ... 34
F. Macam-Macam Ija>rah ... 35
G.Kewajiban Penyewa dan yang Menyewakan ... 36
H.Berakhirnya Akad Ija>rah ... 37
BAB III PRAKTIK SISTEM SEWA DIESEL ANTARA PEMIIK DAN PETANI DI DESA BULAKREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40
1. Letak Geografis dan Struktur Pemerintah... 40
2. Keadaan Sosial Agama ... 42
3. Keadaan Sosial Pendidikan ... 43
4. Keadaan Sosial Ekonomi ... 45
B.Sistematika Praktik Sewa Diesel Antara Pemilik dan Petani di Desa Bulakrejo Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun ... 49
1. Latar Belakang Terjadinya Sewa Diesel Antara Pemilik dan Petani ... 49
2. Proses Sewa-menyewa Diesel Antara Pemilik dan Petani .... 3. Praktik Pembayaran Sewa Diesel Antara Pemilik dan Petani ... 51
4. Berakhirnya Masa Sewa Diesel Antara Pemilik dan Petani . 52 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SISTEM SEWA DIESEL ANTARA PEMILIK DAN PETANI DI DESA BULAKREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN A.Akad Sewa-menyewa (Ija@rah) ... 58
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 71 B.Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial. sebagai
makhluk sosial, manusia menerima dan memberikan bantuan kepada orang
lain, saling berinteraksi untuk saling memenuhi kebutuhan dan mencapai
kemajuan dalam hidupnya. Untuk menyempurnakan dan mempermudah
hubungan di antara mereka, banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya
dengan melalui cara jual beli, sewa menyewa, utang piutang, dan lain
sebagainya. Dalam agama Islam hubungan antara manusia yang satu dengan
yang lain disebut dengan muamalah.
Kata muama>lah berasal dari kata ( ةلم اعملا ) yang secara etimologi
sama dan semakna dengan al-mufa>alah (saling berbuat). Kata ini
menggambarkan suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dengan
seseorang atau seseorang dengan beberapa orang dlam memenuhi kebutuhan
masing-masing. Muamalah merupakan perbuatan manusia dalam menjalin
hubungan atau pergaulan manusia dengan manusia, sedangkan ibadah atau
pergaulan antara manusia dengan tuhan.1 Dalam kehidupan bermuamalah
manusia selalu berhubungan satu sama lainnya untuk mencukupi kebutuhan
hidup.2 Dengan demikian manusia harus saling tolong-menolong dan saling
bertukar keperluan melalui kerjasama atau sesuai dengan hukum-hukum
1 Ghufron A.Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,2002), 1.
2 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta: UII
Allah sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Ma>idah ayat 2 yang
berbunyi :
َهَللا َن ِ , َهَللا اوُقَ تلاَو ,ن
اَوْدُع ْلا َو ْْ ِا ىَلَع اْوُ نَواَعَ ت َََو ,ىَوْقَ تلا َو ِلا ىَلَع ا ْوُ نَواَعَ تَو
باَق علا ُدْي دَش
:ةدئاما
۲
Artinya:
“dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah amat
berat siksanya”.3 (QS al-Ma>idah : 2)
Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang manusia membutuhkan
manusia yang lainnya dalam menjalankan kehidupan, maka tidak dapat
dipungkiri akan terjadinya kerja sama dalam mencapai sebuah tujuan. Seperti
jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dan yang lainnya. Adapun aspek
kerja sama diatas semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup agar
menjadi lebih baik lagi. Salah satu bentuk kerjasama yang umum
dimasyarakat adalah sewa-menyewa, yang bisa dijadikan suatu usaha yang
menguntungkan, misalnya akad sewa-menyewa diesel yang diambil
manfaatnya untuk mengairi sawah petani.
Diesel merupakan aset penting bagi petani, karena diesel sangat
dibutuhkan petani untuk mengairi sawahnya dengan air. Membantu untuk
Menghindarkan petani dari kekeringan pada tanamannya, karena setiap
tanaman membutuhkan kadar air yang cukup untuk tumbuh dengan baik agar
bisa dipanen dan memberikan hasil yang baik untuk petani. Petani yang
memiliki diesel bisa menyewakan dieselnya kepada petani lain yang tidak
memilikinya, guna disewakan manfaat diesel tersebut, untuk kesejahteraan
bersama dengan syarat harus dilakukan sesuai akad dan kespakatan yang ada.
Hubungan kerjasama, saling tolong menolong seperti itu sangat dianjurkan
sekali karena selain menguntungkan, juga bisa membangun keharmonisan
antara sesama petani.
Hidup akan menjadi damai, tentram jika dapat memenuhi hak-hak dan
kewajiban yang ada, sesuai dalam hal sewa (ija>rah). sewa (ija>rah) pada
dasarnya adalah penukaran manfaat suatu barang dengan cara memberikan
imbalan/jasa dalam jumlah tertentu. Menurut jumhur ulama fiqih berpendapat
bahwa ija>rah adalah menjual manfaatnya dan yang boleh disewakan adalah
manfaatnya bukan bendanya.4 Menurut Al-zuhayli yang dikutip oleh Ismail
Nawawi sewa (ija>rah) adalah transaksi pemindahan hak guna atas barang atau
jasa dalam batasan waktu tertentu melalui pembayaran upah sewa tanpa
diikuti dengan pemindahan hak pemilikan atas suatu barang.5
Sewa (ija>rah) berasal dari benda tertentu atau yang disebutkan
ciri-cirinya, dalam jangka waktu yang diketahui, atau akad atas pekerjaan yang
diketahui, dengan bayaran yang diketahui. Transaksi sewa (ija>rah) merupakan
salah satu bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidup.6 Sewa (ija>rah) diperbolehkan dalam Islam
4Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 122.
5Ismail Nawawi, fiqih muamalah klasik dan kontemporer, hukum perjanjian ekonomi, bisnis dan
sosial (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 185.
6Ghufron A.Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual (Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 2002),
sebagaimana firman Allah Dalam surat al-Baqarah : 233 Allah juga berfirman
yang berbunyi :
َس اَذ ِ ْمُكُيَلَع َحاَُج َََف مُكَدَلْوَأ اْوُع ض ْرَ تْسَت نَأ ْمُدَرَأ ن َِو
ْعَما ب ْمُتْيَ تاَء اَم ْمُتْمَل
فْوُر
,
ٌْ صَب َنْوُلَمْعَ ت اَ ِ َهَللا َنَأ اْوُمَلْعاَو َهَللا اْوُقَ تاَو
لا
رقب
ة:
٣
٣
٢
Artinya :“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
maha melihat apa yang kamu kerjakan. (al-Baqarah: 233)”7
Dari beberapa hadist Rasulullah saw, juga diterangkan sebagai berikut :
باو ىلعي وبأ اورُ .ُهَقَرَع َفََُ ْنَأ َلْبَ ق َُرْجَأ َرْ ي جََا اْوُطْعَأ
ىذمتلاو ىِطلاو هجام ن
َ
Artinya :
“Berikanlah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka. (HR Abu Ya’la, Ibnu Majah, Ath-Thabrani, dan At-Tirmizi)”
اًرْ ي جَأ َراَجَتْسا نَم
َىقهيبلاو قازرلا دبع اورُ .َُرْجَأ ُهْمَلْعَ يْلَ ف
Artinya :
“Siapa yang menyewa seseorang maka hendaklah ia beritahu upahnya. (HR ‘Abd Ar-Razzaq dan Al-Baihaqi)”
Pada dasarnya hukum sewa-menyewa (ija>rah) itu banyak. Akan tetapi
secara garis besar dapat disimpulkan menjadi dua bagian. Pertama, tentang
kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan akad sewa-menyewa (ija>rah)
ini tanpa ada kejadian yang mendadak. Kedua, tentang kejelasan upah setelah
transaksi dalam akad sewa menyewa (ija>rah). Dalam kegiatan masyarakat
banyak sekali ditemukan beragam transaksi, perjanjian sewa menyewa
(ija>rah) contohnya dalam hal penyewaan diesel untuk pengairan sawah, yaitu
suatu pengambilan manfaat dari suatu benda yang manfaatnya disewakan
kepada orang lain. Hal ini biasa dilakukan masyarakat apabila petani tersebut
tidak memiliki diesel untuk megairi sawahnya.
menyewakan suatu barang untuk diambil manfaatnya hukumnya
adalah sah, namun disyaratkan untuk menjelaskan transaksi untuk upah,
waktu pembayarannya dan seberapa lama waktu menyewanya. Dalam
kehidupan masyarakat pada umumnya, akad sewa-menyewa sudah menjadi
kebiasaan, guna saling mencukupi kebutuhan, akan tetapi apakah akad yang
dilakukan sesuai dengan keketentuan Islam ataukah belum, itu menjadi salah
satu permasalahan tersendiri.
Ajaran Islam dalam persoalan muamalah bukanlah ajaran yang kaku
dan sempit. Melainkan suatu ajaran yang fleksibel dan elastis, yang dapat
mengakomodir sebagai perkembangan transaksi modern, selama tidak
bertentangan dengan nash al-Quran dan Sunnah.8 Menurut aturan hukum
Islam, sewa-menyewa (ija>rah) merupakan hal yang sangat penting untuk
masyarakat. Seperti yang ada didesa bulakrejo, setiap kali sawah para petani
membutuhkan air untuk mengairi sawah mereka, maka disitu terjadi banyak
sekali akad ija>rah terhadap diesel, guna mengairi sawah para petani tersebut.
Pada dasarnya lahan pertanian didesa Bulakrejo Madiun sangat
membutuhkan pengairan dari diesel, baik itu di musim kemarau ataupun
dimusim hujan, dikarenakan letak sawah yang lebih tinggi dari pada
sungainya dan berada cukup jauh dari sawah para petani di desa Bulakrejo.
Hal ini membuat beberapa petani memasang diesel sebagai alat penarik air,
dari lubang tanah yang dibor oleh petani tersebut, sampai sumber mata air
yang ada didalam tanah, sehingga diesel yang telah dipasang oleh petani
dapat mengairi sawahnya dengan air yang cukup.
Akan tetapi, hanya beberapa petani saja yang memasang diesel untuk
mengairi sawah mereka sendiri. Jika ada petani lain yang ingin sawahnya
diairi oleh air yang cukup tapi tidak memiliki diesel, maka petani tersebut
harus menyewa diesel dari petani yang memilikinya agar sawah petani
tersebut mendapatkan air yang cukup untuk tanamannya. Oleh karena itu
petani di desa Bulakrejo banyak yang menggunakan jasa petani yang
memiliki diesel untuk mengairi sawah mereka dengan perjanjian, sawahnya
akan diari oleh pemilik diesel dengan pembayaran yang sudah ditentukan
pemilik diesl yang dibayar petani ketika panen tiba.
Akad pertama pada waktu harga dipatok adalah dengan membayar
berupa sejumlah nominal rupiah, akan tetapi pada waktu panen tiba, para
petani membayarnya dengan berupa sejumlah padi/gabah kepada pemilik
diesel. Jumlah padi/gabah yang dibayarkan dipatok berdasarkan jumlah dan
luas sawah milik petani tersebut. Harga sewa dieselpun dalam setahun
berbeda-beda dan dibagi berdasarkan 3 musim, musim pertama sewa diesel
dihargai per sawah dengan luas 2000 m2 dihargai Rp 37.000, dan musim
kedua dihargai Rp 46.000, dan musim ke ketiga dihargai Rp 55.500 meskipun
sudah dipatok dengan nilai rupiah, petani ketika masa panen membayarnya
dengan berupa gabah/padi. Dari uraian di atas terjadi suatu permasalahan,
namun munggunakan padi/gabah. Selain itu pembayaran yang dibayar
sewaktu panen tiba sedangkan harga sewa diesel sudah dipatok pada
transaksi awal, ketika petani meminta pemilik diesel untuk mengairi sawah
miliknya. Menurut pendapat peneliti hal ini terdapat unsur merugikan antara
petani dan pemilik diesel karena harga sudah dipatok diawal dengan nominal
rupiah, tetapi pada akhirnya petani membayar dengan cara pembayaran
menggunakan padi/gabah. Pada saat itu harga dari padi/gabah juga belum
diketahui, mengingat harga dari padi/gabah baru diketahui ketika sudah
panen, dan petani pun masih ada indikasi mengalami gagal panen pada waktu
itu, karena keadaan iklim yang sering berubah dan tidak menentu.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menganggap bahwa
masalah tersebut perlu dikaji secara mendalam untuk mengetahui dasar yang
menjadi pertimbangan terlaksananya praktik secara jelas. Oleh karena itu,
peneliti mengangkat judul skripsi “Analisis Hukum Islam terhadap Sistem
Sewa Diesel antara Pemilik dengan Petani di Desa Bulakrejo Kecamatan
Balerejo Kabupaten Madiun” dengan berfokus pada praktik sistem sewa
diesel antara pemilik dengan petani dan analisis hukum islam terhadap sistem
sewa diesel antara pemilik dengan petani.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Proses terjadinya praktik perjanjian sewa diesel antara pemilik dengan
2. Praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani didesa Bulakrejo,
Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun.
3. Penyesuaian antara jumlah harga Rupiah yang dipatok dengan jumlah
harga gabah yang dibayarkan.
4. Pembayaran upah sewa diesel yang di patok dengan harga rupiah diawal
transaksi, tetapi sewaktu panen tiba pembayaran dilakukan menggunakan
gabah/padi.
5. Analisis hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara pemilik dengan
petani di desa Bulakrejo, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun.
Agar pokok permasalahan lebih terarah, maka yang perlu dikaji dan
menetapkan batasan-batasan pada :
1. Praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa Bulakrejo
kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.
2. Analisis hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara pemilik dengan
petani di desa Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.
Berdasarkan pokok permasalahan diatas dapat ditarik kesimpulan :
Analisis hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara pemilik dengan
petani di desa Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.
C. Rumusan Masalah
Dalam rangka mempermudah pembahasan dalam penelitian
berdasarkan paparan latar belakang, indentifikasi dan batasan masalah di
1. Bagaimana sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa
Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sistem sewa diesel antara
pemilik dengan petani di desa bulakrejo kecamatan balerejo kabupaten
madiun?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulagan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.9
1. Skripsi yang berjudul Studi Akad Ija>rah terhadap Perjanjian Kerja antara
TKI dan PJTKI (PT. Amri Margatama cabang Ponorogo), oleh Ruwiyati
pada tahun 2010. Kesimpulannya bahwa perjanjian kerja antara calon
TKI dengan PJTKI PT.Margatama cabang Ponorogo tidak sesuai dengan
syarat sahnya ija>rah karena disini yang mengikat diri adalah pihak buruh
saja, tidak disaksikan oleh pihak lainnya yaitu majikan. Sedangkan pada
perjanjian yang mengikat diri adalah kedua belah pihak yang
bersangkutan sehingga ini salah satu cacat dari objek yang disewakan,
karena tidak dilihat langsung oleh penyewa tapi sah menurut fatwa MUI
karena telah dikuasakan oleh majikan kepada agency. Sedangkan
tindakan PJTKI dengan tidak memberi hak TKI untuk memegang
perjanjian kerja dianggap sifat mendhalimi TKI, karena merampas hak
TKI atas jaminan kebenaran yang telah ditegakkan baginya.10 Persamaan dari judul ini dengan judul pada skripsi yang akan ditulis ialah pada
akadnya yang sama-sama mengunakan akad ija@rah, akan tetapi terdapat
perbedaan pada obyek yang diteliti. Karena skripsi ini meneliti perjanjian
kerja antara TKI dan PJTKI, dan ini sangat berbeda dengan skripsi yang
akan diteliti dan ditulis oleh penulis.
2. Skripsi yang berjudul “Analisis Al-‘Urf dan Undang-undang no.13 tahun
2003 Terhadap Upah Giling Padi yang Tidak Berbentuk Uang di Desa
Tanon Kecamatan Papar Kabupaten Kediri, oleh Eva sastri rahayu pada
tahun 2014. Kesimpulan Hasil penelitian bahwa penetapan upah dalam
penafsiran yang selama ini terjadi di desa Tanon kecamatan Papar
Kabupaten Kediri ini sesuai dengan hukum islam, dimana ‘urf menjadi
dasar penetapannya, walaupun masyarakat didesa belum mengerti
mengenai ‘urf yakni dengan mengacu kepada tradisi nenek moyang.
Hukum Islam tidak mengharamkan pengupahan yang berbentuk selain
uang. Bahkan pengupahan dengan tukar-menukar barang atau barter
dalam islam sudah lama dikenal. Konsep pengupahannya juga memenuhi
syarat-syarat ujroh dimana ija>rah sebagai dasar akadnya. Pengupahan di
desa Tanon kecamatan Papar kabupaten Kediri ini termasuk dalam ‘urf
sahih, karena yang dijadikan pedoman adalah tradisi masyarakat dan
tradisi tersebut tidak menghalalkan yang haram juga sebaliknya tidak
10 Ruwiyati, “Studi Akad Ijaroh Terhadap Perjanjian Kerja Antara TKI dan PJTKI (PT. Amri
mengharamkan yang halal. Menurut Undang-undang no.13 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan penentuan upah di desa Tanon kecamatan Papar
kabupaten kediri ini jauh dari ketentuan. Dimana dalam ketentuan
tersebut imbalan dinyatakan dalam bentuk uang, sementara di desa Tanon
pengupahannya tidak berbentuk uang. Namun dalam Undang-undang
tersebut tidak ada aturan yang memperbolehkan ataupun yang melarang
adanya pengupahan dalam bentuk selain uang. Jadi sejauh ini ketentuan
pengupahan dalam desa Tanon tidaklah termasuk kategori dalam
melanggar Undang-undang.11 Persamaan dari skripsi ini ialah dari
upahnya yang tidak berbentuk uang. Namun terdapat perbedaan antara
skripsi ini dengan skripsi yang akan ditulis, yaitu dari akadnya, yang
mana skripsi ini menggunakan analisis al-‘Urf dan undang-undang no.13
tahun 2003, dan ini sangat berbeda.
3. Skripsi yang ditulis oleh Riyadus Shalikhah yang berjudul ”Analisis
Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Pertanian Dengan Pembayaran Uang
dan Barang” (Studi Kasus di Desa Klotok Kecamatan Plumpang
Kabupaten Tuban), ditulis pada tahun 2015. Kesimpulannya bahwa
praktek sewa tanah pertanian dengan pembayaran uang dan barang di
desa Klotok kecamatan Plumpang kabupaten Tuban diperbolehkan dalam
islam, karena akadnya telah memenuhi rukun dan syarat sah ija>rah. Meski
pembayarannya mengalami perubahan, namun tidak bertentangan dengan
11 Eva Sastri Rahayu, “Analisis Al-‘Urf dan Undang-undang no.30 Tahun 2003 Terhadap Upah
Giling Padi yang Tidak Berbentuk Uang di desa Tanon Kecamatan Papar Kabupaten Kediri”
hukum islam karena barang yang digunakan untuk pembayaran telah
ditetapkan jenis dan jumlahnya. Meskipun pada masa berakhirnya sewa
pembayaran cicilan masih kurang, tapi pemilik tanah telah
merelakannya.12 Perbedaannya dengan skripsi ini yaitu pada obyek, yang
mana obyek dari skripsi ini yaitu pada sewa tanah sedangkan skripsi yang
akan ditulis oleh peneliti ialah sewa diesel. Sedangkan persamaannya
ialah sama-sama menggunakan akad ija@rah (sewa-menyewa)
Berbeda dengan Penelitian apabila dilihat dari obyek penulisan
skripsi kali ini, maka permasalahan yang muncul juga akan berbeda,
dimana kajian pustaka diatas sebagai pelengkap dalam penelitian kali ini.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian yang di lakukan
ini sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di
Desa Bulakrejo Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun.
2. Untuk menjelaskan tinjauan hukum Islam terhadap sistem sewa diesel
antara pemilik dengan petani di Desa Bulakrejo Kecamatan Balerejo
Kabupaten Madiun.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat dan
berguna bagi peneliti dan pembaca lainnya:
12 Riyadus Shalikhah, “Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa Tanah Pertanian dengan
pembayaran uang dan barang (studi kasus di desa Klotok kecamatan Plumpang kabupaten
Kegunaan secara teoritis, dengan adanya penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu hukum ekonomi syariah (muamalah).
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dan
manfaat bagi:
1. Peneliti
Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir agar mendapatkan
gelar S-1 dan juga diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan
khususnya Hukum Ekonomi Syariah.
2. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada akademisi,
yaitu berupa sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya Hukum Ekonomi Syariah.
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam kepada masyarakat dalam melakukan berbagai macam
kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam.
G. Definisi operasional
Definisi Operasional memuat beberapa penjelasan tentang pengertian
yang bersifat operasional, yaitu memuat masing-masing variabel yang
digunakan dalam penelitian yang kemudian didefinisikan secara jelas dan
mengandung spesifikasi mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian
Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
adalah sebagai berikut:
Analisis hukum Islam : Penyelidikan terhadap suatu peristiwa
berlandaskan al-Quran, Sunnah Nabi serta
ijtihad para Ulama’ yang mengatur
mengenai praktik mua>malah dalam akad
Ija@rah (sewa-menyewa). Sehingga dapat
diketahui baik atau buruk, halal atau
haram, serta boleh tidaknya praktik
sewa-menyewa tersebut dilakukan.
Sistem sewa diesel : Sistem yang terjadi antara pemilik diesel
dan petani dengan menggunakan akad
pemanfaatan hak guna atas diesel, melalui
pembayaran upah sewa tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan.
H. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan berorientasi pada pengumpulan data empiris
yaitu lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah penelitian
kualitatif, karena kualitatif memuat tentang prosedur penelitian yang
menghasilkan deskriptif berupa tulisan atau perkataan dari orang-orang atau
pelaku yang diamati.
1. Data yang Dikumpulkan
Data merupakan kumpulan dari keterangan/informasi yang benar dan
nyata yang diperoleh baik dari sumber primer maupun sumber
sekunder.13
a. Data primer ialah yang berkaitan dengan sistem sewa diesel antara
pemilik dengan petani.
b. Data sekunder ialah tentang analisis hukum Islam terahadap sistem
sewa diesel antara pemilik dengan petani.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Sumber data primer adalah sumber pertama di mana sebuah data
dihasilkan, yaitu sumber yang terkait secara langsung.14 Yang
meliputi:
1. Pemilik diesel yang menyewakan diesel di desa Bulakrejo,
kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.
2. Petani, sebagai penyewa diesel di desa Bulakrejo, kecamatan
Balerejo kabupaten Madiun.
3. Bapak lurah dan sebagian para pejabat perangkat desa Bulakrejo
kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.
13 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 2011.
14 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Airlangga University Press, 2001),
b. Sumber Data Skunder
Yang diambil dari bahan pustaka dan dokumen yang ada dan
berhubungan dengan penelitian ini, antara lain:
1. Fiqh Muamalat (Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam), karya Abdul
Aziz Muhammad Azzam.
2. Fiqh Muamalah, oleh Hendi Suhendi.
3. Fiqh Islam, oleh Wahbah Az-zuhaili.
4. Fiqh muamalah, karya Nasroen Haroen.
5. Fiqh muamalah, karya Rachmat Syafie.
6. Fiqh Islam, karya Sulaiman Rasjid.
7. Asas-asas muamalat, oleh Ahmad Azhar Basyir.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian,
penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Metode observasi (Pengamatan)
Obeservasi adalah pengumpulan data dengan menggunakan atau
menggandakan pengamatan atau pencatatan dengan sistematis
tentang fenomena yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak
langsung.15Data diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung
mengenai praktek sewa diesel di desa Bulakrejo kecamatan Balerejo
kabupaten Madiun.
b. Dokumen
Teknik pengumpulan data yang diambil dari sejumlah besar fakta dan
data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi.16
Pengambilan data dalam penelitian ini diperoleh dengan melalui
dokumen-dokumen/buku profil desa bulakrejo, kecamatan balerejo
kabupaten madiun, dan foto-foto dari sawah, diesel dan foto ketika
mengadakan wawancara.
c. Metode interview (wawancara)
Wawancara atau interview ini merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan kepada responden.17 Data dari
metode interview ini didapatsetelah mewawancarai pemilik diesel,
petani sebagai penyewa diesel, bapak kepala desa dan beberapa
perangkat desa.
4. Teknik Pengelolaan Data
Tahapan-tahapan dalam pengelolaan data pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.18
2. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan
data tersebut.19
16 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Jakarta: kenana, 2011), 141.
17 Margono, Metode Penelitian Pendidikan (Jakarta: Renika Ilmu, cet I, 2004), 39.
3. Analyzing, Yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil
editing dan organizing data yang diperoleh dari sumber-sumber
penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya,
sehingga diperoleh kesimpulan.
5. Teknik Analisis Data
Dalam rangka mempermudah dalam menganalisa data, Dari hasil
pengumpulan data yang dilakukan selanjutya akan dibahas yang
kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu dengan menghasilkan
data deskriptif. Deskriptif yaitu menggambarkan/menguraikan sesuatu hal
menurut apa adanya yang sesuai dengan kenyataannya.20
Setelah penulis melakukan penelitian dengan mengumpulkan data
secara sistematis, kemudian menganalisanya dengan menggunakan
metode deskriptif analisis, yaitu Dengan mengumpulkan data tentang
praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa Bulakrejo
kecamatan Balerejo kabupaten kabupaten Madiun di sertai analisa untuk
diambil kesimpulan. Penulis menggunakan metode ini dikarenakan ingin
memaparkan, menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul
kemudian dianalisis untuk diambil kesimpulan.
Pola pikir yang dipakai adalah deduktif. yaitu merupakan metode
yang berpijak pada teori ija@roh yang kemudian dikaitkan dengan
fakta-fakta dalam praktik sewa diesel antara pemilik dan petani di didesa
Bulakrejo kecamatan Balerejo kabupaten Madiun.
19 Ibid., 97
I. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini disusun secara sistematis agar mempermudah
pembahasan dalam penelitian ini, sistematika pembahasannya sebagai
berikut:
Bab pertama ialah pendahuluan berisi tentang pokok-pokok pikiran
atau landasan permasalahan yang melatar belakangi penulisan proposal ini,
sehingga memunculkan gambaran isi tulisan yang terkumpul dalam konteks
penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah, Rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, defenisi
operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah merupakan konsep akad ija@rah (sewa-menyewa)
dalam hukum Islam yang terdiri dari pengertian sewa-menyewa, dasar hukum
sewa-menyewa, hukum sewa-menyewa, rukun, syarat sewa-menyewa,
bentuk-bentuk menyewa yang dilarang, dan berakhirnya
sewa-menyewa.
Bab ketiga berisikan tentang praktik sewa diesel antara pemilik dan
petani, yang berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, sistematika
praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani di desa Bulakrejo,
kecamatan Balerejo kabupaten Madiun disertai dengan pengertiannya.
Bab keempat berisikan tentang Analisis hukum Islam terhadap
praktik sistem sewa diesel antara pemilik dengan petani didesa bulakrejo,
pembayaran yang menggunakan gabah, dan kekurangan pembayaran yang
menggunakan gabah akibat terjadinya gagal panen.
Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan tentang
kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan di lengkapi dengan saran –
saran. Selain itu bab terakhir ini dilengkapi dengan daftar pustaka dan
lampiran – lampiran seperti surat-surat mengenai pengerjaan skripsi dan surat
BAB II
KONSEP IJA@RAH (Sewa-Menyewa) DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Ija>rah ( Sewa-menyewa )
Al-Ija>rah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam
memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak, atau
menjual jasa perhotelan dan lain-lain. Dengan kata lain al-ija>rah adalah akad
pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah)
atas barang itu sendiri.1 Atau ija>rah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah-mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Ija>rah dapat juga diartikan
dengan lease contract dan juga hire contract. Karena itu, ija>rah dalam konteks
perbankan syariah adalah suatu lease contract. Lease contract adalah suatu
lembaga keuangan yang menyewakan peralatan (equipment), baik dalam
bentuk sebuah bangunan maupun barang-barang seperti mesin-mesin,
pesawat terbang, dan lain-lain. Kepada salah satu nasabahnya berdasarkan
pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya.2
Akad ija>rah seperti juga akad jual beli, termasuk bagian dari
al-‘uqudal-mussammaah yang sangat diperhatikan hukumnya secara khusus oleh
syariat Islam dari sisi karakter akadnya. Akad ija>rah berbeda dengan transaksi
jual beli karena sifatnya temporal, sedangkan jual beli bersifat permanen
1Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktik (Jakarta : Gema Insani, 2001),
117.
karena pengaruhnya dapat memindahkan kepemilikan suatu barang. Akad
ija>rah adalah akad yang penting dalam kehidupan praktis.
Menurut bahasa ija>rah adalah “balasan, tebusan, atau pahala”
sedangkan menurut syarak berarti melakukan akad mengambil manfaat
sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar sesuai dengan
perjanjian yang telah ditentukan dengan syarat-syarat tertentu.3
Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ija>rah yang dikemukakan
para ulama fiqh.
Pertama ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan :
ضَو ع ب ع فاََم ىَلَع ٌدْقَع
“Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan”.
Kedua, ulama Syafi’iyah mendefinisikannya dengan :
ىَلَع ٌدْقَع
َو لْذَبْل ل ةَل باَق ةَحَابُم ةَموُلْعَم ةَدْوُصْقَم ةَعَفْ َم
ٍْوُلْعَم ضَو ع ب ةَحاَب ِا
“Transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat
mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu”.
Ketiga, ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan :
ضَو ع ب ٍْوُلْعَم َةَدُم ةَحاَبُم ئَش ع فاََم ُكْي لََْ
“Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu
dengan suatu imbalan”.
Berdasarkan beberapa definisi, maka akad al-ija>rah tidak boleh dibatasi
oleh syarat. Akad al-ija>rah juga tidak berlaku pada pepohonan untuk diambil
buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan akad al-ija>rah itu
hanya ditujukan kepada manfaat. Demikian juga halnya dengan kambing,
tidak boleh dijadikan sebagai obyek al-ija>rah untuk diambil susu atau
bulunya, karena susu dan bulu kambing termasuk materi. Jumhur ulama fiqh
juga tidak membolehkan air mani hewan ternak pejantan, seperti unta, sapi,
kuda, dan kerbau, karena yang dimaksudkan dengan hal itu adalah
mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu sendiri merupakan materi. Hal
ini sejalan dengan sebuah riwayat dari Rasulullah SAW yang berbunyi :
ىَهَ ن
َمَلَسَو هْيَلَع هّللا ىَلَص هّللا ُلْوُسَر
. لْحَفلا بَسَع ْنَع
نب دما و ىراخبلا اور
دبع نع دواد وبأو ىئاس لاو لب ح
رمع نب ها
“Rasulullah saw melarang penyewaan mani hewan pejantan. (HR
al-Bukhari, Ahmad ibn Hanbal, a-Nasa’i, dan Abu Daud dari ‘Abdullah
ibn ‘Umar).
Demikian juga para ulama fiqh tidak membolehkan al- ija>rah terhadap
nilai tukar uang, seperti dirham dan dinar, karena menyewakan hal itu berarti
menghabiskan materinya, sedangkan dalam al-ija>rah yang dituju hanyalah
manfaat dari suatu benda.4
Diantara masalah yang disepakati tidak sah adalah semua jenis
persewaan barang yang manfaatnya diharamkan karena dzat barang itu
sendiri. Demikian juga manfaat yang diharamkan oleh syarak, seperti upah
para peratap mayit dan honor para biduan. Demikian juga manfaat yang
menjadi “kewajiban” setiap muslim seperti shalat dan yang lainnya.
Fuqaha telah bersepakat tentang kebolehan menyewakan rumah,
kendaraan (hewan). Dan pekerjaan orang (jasa), yang tidak dilarang (mubah).
Begitu pula baju dan hamparan tikar. Tetapi mereka berselisih pendapat
tentang persewaan tanah, air, tukang, azan, jasa mengajar al-Qur’an, dan
binatang pejantan.5
B. Dasar Hukum Ija>rah
Ija>rah merupakan sewa-menyewa maupun upah-mengupah dalam
bentuk muamalah, yang telah disyariatkan dalam hukum Islam yang
berdasarkan landasan al-Quran dan hadis Nabi. Berikut dasar hukum tentang
kebolehan akad Ija>rah :
a. Landasan al-Quran
دوُقُعْلا ب اْوُ فْوَأ اوَُماَء َنْي ذَلا اَهم يَأَي
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”
(al-Ma@idah : 1)6
ىَوْقَ تلاَو ِ ِلا ىَلَع اوُنَواَعَ تَو
لا َو ْْ ِا ىَلَع اْوُ نَواَعَ ت َََو ,
َهَللا َن ِ ,َهَللا اوُقَ تلاَو , ناَوْدُع
. باَق علا ُدْي دَش
Artinya :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksanya.” (al-Ma@idah : 2)7
َ ي
َوْمَأ اْوُلُكْأَت ََ اْوُ َماَء َنْي ذَلا اهميَأ
َ بْلا ب ْمُكَْ يَ ب ْمُكَل
ط
ََ ِ ل
َ ت ْنَع ًةَراَ ِ َنْوُكَت ْنَأ
ضاَر
اًمْي حَر ْمُك ب َناَك َهَللا َن ِ ,ْمُكَسُفْ نَأ اوُلُ تْقَ ت َََو ,ْمُكْ م
5Al-Faqih Abul Wahid Muhammad, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid (Jakarta :
Pustaka amani, 2007). 64.
6Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya ( Bandung: Jumanatul ‘Ali-Art, 2004), 107
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu , dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalahah maha
penyayang kepadamu.” ( QS. an-Nisa@ :29 )8
ف ْمُهَ تَشْي عَم ْمُهَ ْ يَ ب اَْمَسَق ُنََْ َكِبَر َةَْمَر َنْوُم سْقَ ي ْمَُأ
لا
َ ب ْمُهُضْعَ ب اَْعَ فَرَو اَيْ نُد
اًضْع
ُس
...اًي رْخ
Artinya :“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu ? kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain...” (az-Zukhruf, 43: 32)9
...َنَُرْوُجُأ َنُ ْوُ تْعَ ف ْمُكَل اَْعَضْرَأ ْن إَف...
Artinya :
“...jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu untukmu, maka
berikanlah upah kepada mereka...” (ath-Thalaq, 65 :6)10
وَقلا َتْرَجْئَتْسااَم َرْ يَخ َن ِ ُْر جْئَتْسا تَبَأآي اَُُ اَدْح ِ ْتَلاَق
.ُْْ مََا مي
Artinya :
“salah seorang dari dua wanita itu berkata : wahai bapakku ambillah
dia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita), ialah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (al-Qashash, 28 :26)11
b. Landasan As-sunnah
َأ
وُطْع
.ُهَقَرَع َفََُ ْنَأ َلْبَ ق َُرْجَأ َرْ ي جََا ا
م نباو ىلعي وبأ اور
هجا
تلاو ىِطلاو
ىذم
Artinya :“berikanlah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum
kering keringat mereka. (HR Abu Ya’la, Ibnu Majah, ath-Thabrani,
dan at-Tirmizi).12
8Ibid, 84
9Ibid, 492
10Ibid, 560
11Ibid, 389
.َُرْجَأ ُهْمَلْعَ يْلَ ف ًاْْ جَأ َراَجَتْسا نَم
ىقهيبلاو قازرلا دبع اور
Artinya :
“siapa yang menyewa seseorang maka hendaklah ia beritahu upahnya. (HR ‘Abdu ar-Razzaq dan al-Baihaqi).13
هيلع ها ىلص ها لوسر نأ
َُرْجَأ ٍَاَج حا ىَطْعَأَو َمَمَجَتْحا ملسو
.
ىراخبلا اور
لب ح نب دمأو ملسمو
Artinya :
“Rasulullah saw. Berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang membekamnya. (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad ibn
Hanbal).14
C. Rukun Ija>rah
Rukun merupakan sesuatu yang mesti ada dalam sebuah akad atau
transaksi. Tanpa rukun akad tidak akan sah. Rukun mutlak adanya dalam
sebuah akad ija>rah, layaknya sebuah transaksi ija>rah dapat dikatakan sah
apabila memenuhi rukun dan syaratnya. Menurut ulama Hanafiyah rukun
ija>rah hanya satu yaitu ija>b dan qabu>l dari dua belah pihak yang bertransaksi.
Sedangkan menurut jumhur Ulama rukun ija>rah ada empat, yaitu:15
1. Dua orang yang berakad
Mu’jir dan musta’jir, Mu’jir adalah orang yang menggunakan
jasa atau tenaga orang lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan
tertentu. musta’jir adalah orang yang menyumbangkan tenaganya atau
orang yang menjadi tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka
menerima upah dari pekerjaannya itu.
2. Sighat (ija>b dan qabu>l)
13Ibid, 231
14Ibid, 231.
Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa
ija>b dan qabu>l. ija>b adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah
seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam
mengadakan akad ija>rah. Sedangkan qabu>l adalah suatu pernyataan
yang diucapkan dari pihak yang berakad pula (musta’jir) untuk
penerimaan kehendak dari pihak pertama, yaitu setelah adanya ija>b.16
3. Ujrah (uang sewa atau upah)
Upah atau imbalan dalam ija>rah mestilah berupa sesuatu yang
bernilai, baik berupa uang ataupun jasa yang tidak bertentangan
dengan kebiasaan yang berlaku. Dalam bentuk imbalan ija>rah bisa
berupa benda material untuk sewa rumah, gaji seseorang ataupun
berupa jasa pemeliharaan dan perawatan sesuatu sebagai ganti sewa
atau upah. Asalkan dilakukan atas kerelaan dan kejujuran.17
4. Manfaat
Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja harus
memiliki manfaat yang jelas seperti mengerjakan pekerjaan proyek,
membajak sawah dan sebagainya. Sebelum melakukan sebuah akad
ija>rah hendaknya manfaat yang akan menjadi objek ija>rah harus
diketahui secara jelas agar terhindar dari perselisihan dikemudian hari
baik jenis, sifat barang yang akan disewakan ataupun pekerjaan yang
akan dilakukan.
16 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 116-117.
Menurut ulama Hanafiyah, rukun al-ija>rah itu hanya satu, yaitu ijab
(ungkapan menyewakan) dan qabul persetujuan terhadap sewa-menyewa.
Akan tetapi jumhur ulama mengatakan bahwa rukun al-ija>rah itu ada empat,
yaitu : (a) orang yang berakad, (b) sewa/imbalan, (c) manfaat, dan sighat (ijab
dan qabul). Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang berakad,
sewa/imbalan, dan manfaat, termasuk syarat-syarat al-ija>rah, bukan
rukunnya.18
D. Syarat-syarat Ija>rah
Sebagai sebuah transaksi umum, al-ija>rah baru dianggap sah apabila
telah memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara
umum dalam transaksi lainnya. Adapun syarat-syarat akad ija>rah adalah
sebagai berikut :
1. Kedua orang yang berakad (al-muta’aqidaini), menurut para ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah, disyaratkan telah baligh dan berakal.
Oleh sebab itu, apabila orang yang belu atau tidak berakal, seperti
anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau diri
mereka (sebagai buruh), menurut mereka, al-ija>rahnya tidak sah.
Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa
kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baligh,
tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad
al-ija>rah. Namun, mereka mengatakan, apabila seorang anak yang
mumayyiz melakukan akad al-ija>rah terhadap harta atau dirinya,
maka akad itu baru dianggap sah apabila disetujui oleh walinya.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad al-ija>rah. Apabila salah seorang diantaranya
terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah. Hal ini
berdasarkan kepada firman Allah SWT, dalam surat al-Nisa’, 4: 29
yang berbunyi :
اَوْمَأ اْوُلُكْأَت ََ اْوُ َمآ َنْي ذَلا اَهم يَأ آي
اَبْلا ب ْمُكَْ يَ ب ْمُكَل
َنْوُكَت ْنَأ ََ ِ ل ط
ْنَع ًةَراَ ِ
...ْمُكْ م ضاَرَ ت
Artinya :
“wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta kamu dengan cara yang batil, kecuali melalui
suatu perniagaan yang berlaku suka sama suka....”19
3. Manfaat yang menjadi obyek al-ija>rah harus diketahui secara
sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.
Apabila manfaat yang akan menjadi obyek al-ija>rah itu tidak jelas,
maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan
dengan menjelaskan jenis manfaatnya, dan penjelasan berapa lama
manfaat ditangan penyewa. Dalam masalah penentuan waktu
sewa ini, ulama syafi’iyah memberikan syarat yang ketat.
Menurut mereka, apabila seseorang menyewakan rumahnya
selama satu tahun dengan harga sewa Rp 150.000 sebulan, maka
akad sewa menyewa batal, karena dalam akad seperti ini
diperlukan pengulangan akad baru setiap bulan dengan harga sewa
baru pula. Sedangkan kontrak rumah yang telah disepakati selama
satu tahun itu, akadnya tidak diulangi setiap bulan. Oleh sebab
itu, menurut mereka akad sebenarnya belum ada, yang berarti
al-ija>rah pun batal (tidak ada). Disamping itu menurut mereka, sewa
menyewa dengan cara diatas, menunjukkan tenggang waktu sewa
tidak jelas, apakah satu tahun atau satu bulan. Berbeda halnya jika
rumah itu disewa dengan harga sewa Rp 1.000.000 setahun, maka
akad seperti ini adalah sah, karena tenggang waktu sewa jelas dan
harganyapun ditentukan untuk satu tahun. Akan tetapi jumhur
ulama mengatakan bahwa akad sewa seperti ini adalah sah dan
bersifat mengikat. Apabila seorang menyewakan rumahnya selama
satu tahun dengan harga sewa Rp 100.000 sebulan, maka menurut
jumhur ulama, akadnya sah untuk bulan pertama, sedangkan untuk
bulan selanjutnya apabila kedua belah pihak saling rela membayar
sewa dan menerima sewa seharga Rp 100.000 maka kerelaan ini
dianggap sebagai kesepakatan bersama, sebagaimana dalam bai’
al-muathah (jual beli tanpa ijab dan qabul tetapi cukup dengan
membayar uang dan mengambil barang yang dibeli).
4. Obyek al-ija>rah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara
langsung dan tidak bercacat. Oleh sebab itu, para ulama fiqh
sepakat menyatakan bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang
tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa.
langsung ia terima kuncinya dan langsung boleh ia manfaatkan.
Apabila rumah itu masih berada ditangan orang lain, maka akad
al-ija>rahnya hanya berlaku sejak rumah itu boleh diterima dan
ditempati oleh penyewa kedua. Demikian juga halnya apabila atap
rumah itu bocor dan sumurnya kering, sehingga membawa
mudharat bagi penyewa. Dalam kaitan ini,para ulama fiqh sepakat
menyatakan bahwa pihak penyewa berhak memilih apakah akan
melanjutkan akad itu atau membatalkannya.
5. Obyek al-ija>rah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syarak. Oleh
sebab itu, para ulama fiqh sepakat menyatakan tidak boleh
menyewa menyewa seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir,
untuk membunuh orang lain (pembunuh bayaran), dan orang Islam
tidak boleh menyewakan rumah kepada orang non muslim untuk
dijadikan tempat ibadah mereka. Menurut mereka, obyek
sewa-menyewa dalam contoh diatas termasuk maksiat.
6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa.
Misalnya, menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri
penyewa dan menyewa orang yang belum haji untuk
menggantikan haji penyewa. Para ulama fiqh sepakat menyatakan
bahwa sewa-menyewa seperti ini tidak sah, karena shalat dan haji
merupakan kewajiban bagi orang yang disewa.
7. Obyek al-ija>rah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan,
tidak boleh dilakukan akad sewa-menyewa terhadap sebatang
pohon yang akan dimanfaatkan penyewa sebagai penjemur kain
cucian, karena akad pohon bukan dimaksudkan untuk penjemur
cucian.
8. Upah/sewa dalam akad al-ija>rah harus jelas, tertentu, dan sesuatu
yang bernilai harta. Oleh sebab itu, para ulama sepakat
menyatakan bahwa khamar dan babi tidak boleh menjadi upah
dalam akad al-ija>rah, karena kedua benda itu tidak bernilai harta
dalam Islam.
9. Ulama Hanafiyah mengatakan upah/sewa itu tidak sejenis dengan
manfaat yang disewa. Misalnya, dalam sewa-menyewa rumah.
Jika sewa rumah dibayar dengan penyewaan kebun, menurut
mereka al-ija>rah seperti ini dibolehkan. Apabila sewa rumah itu
dilakukan dengan dengan cara mempertukarkan rumah, seperti
munaf menyewakan rumahnya pada indra. Indra dalam membayar
sewa rumah itu menyewakan pula rumahnya pada munaf, sebagai
sewa, sedangkan dari segi kualitas dan kuantitas tidak berbeda.
Sewa-menyewa seperti ini, menurut mereka tidak sah. Akan
tetapi, jumhur ulama tidak menyetujui syarat ini,karena menurut
mereka antara sewa dengan manfaat yang disewakan boleh
sejenis, seperti yang dikemukakan ulama Hanafiyah diatas.20
Upah atau bayaran sewa dalam ija>rah harus jelas, tertentu, dan
sesuatu yang memiliki nilai ekonomi. Adapun syarat pembayaran sewa
yaitu:21
1. Bayaran hendaknya ditetapkan jumlahnya. Jika bayaran sewa itu
tidak dibayar dengan uang, maka barang yang menjadi harga itu
hendaknya ditetapkan jenis, jumlah dan sifatnya.
2. pembayaran sewa dapat dilakukan dengan segera sebelum
memulai penggunaan barang sewa.
3. Sekiranya tidak disyaratkan bayaran sewa, maka dengan segera
kewajiban membayar sewa dimulai dengan pengendalian harta
yang disewa.
4. Sekiranya disyaratkan bayaran sewa selepas penggunaan, maka
pemberi sewa hendaknya menyegerakan penyerahan harta yang
disewa.
5. Sekiranya sewa ditetapkan mengikuti waktu, seperti harian,
mingguan, bulanan dan tahunan, maka pembayaran hendaknya
dibuat pada akhir waktu yang ditetapkan. Kecuali jika ada
perjanjian lain Sekiranya harta yang disewa itu gagal dikendalikan
untuk mendapat manfaatnya maka gugurlah bayaran sewa,
mengikuti kadar kegagalan itu.
Mengenai kebolehan menyewakan manfaat, syafi’i mensyaratkan agar
manfaat tersebut mempunyai nilai secara mandiri. karena itu, tidak boleh
menyewakan buah apeluntuk dicium, atau makanan sebagai penghias toko,
karena manfaat ini tidak mempunyai nilai secara mandiri (independent).
Malik dan syafi’i sama-sama melarang hal ini.
E. Sifat Akad Ija>rah
Para ulama fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad al-ija>rah, apakah
bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama hanafiyah
berpendirian bahwa akad al-ija>rah itu bersifat mengikat, tetapi boleh
dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang
berakad seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak
hukum. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad al-ija>rah itu
bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh
dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini terlihat dalam kasus apabila
salah seorang meninggal dunia. Menurut ulama hanafiyah, apabila salah
seorang yang berakad meninggal dunia, maka akad al-ija>rah batal, karena
manfaat tidak boleh diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan
bahwa manfaat itu boleh diwariskan karena termasuk harta (al-mal). Oleh
sebab itu, kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad
al-ija>rah.22
F. Macam-macam Ija>rah
Dilihat dari segi obyeknya ija>rah dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu ija>rah yang bersifat manfaat dan ija>rah yang bersifat pekerjaan:
1. Ija>rah bersifat manfaat, umpamanya sewa-menyewa rumah, toko,
kendaraan, pakaian pengantin dan perhiasan. Apabila manfaat itu
merupakan manfaat yang dibolehkan syara’ untuk digunakan, maka
para ulama fiqh sepakat hukumnya boleh dijadikan objek
sewa-menyewa.
2. Ija>rah yang bersifat pekerjaan, adalah dengan cara memperkerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. ija>rah seperti ini
diperbolehkan seperti buruh bangunan, tukang jahit, tkang sepatu, dan
lain-lain, yaitu ija>rah yang bersifat kelompok (serikat). ija>rah yang
bersifat pribadi juga dapat dibenarkan seperti mengaji, pembantu
rumah tangga, tukang kebun dan satpam.23
Apabila orang yang dipekerjakan tersebut bersifat pribadi, maka
seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung
jawabnya. Akan tetapi, para ulama fikih sepakat menyatakan bahwa apabila
obyek yang dikerjakan itu rusak dalam tanganya, bukan karena kelalaian dan
kesengajaan, maka ia tidak dituntut ganti rugi. Apabila kerusakan itu terjadi
karena kesengajaan atau kelalaian, maka menurut kesepakatan pakar fikih, ia
wajib membayar ganti rugi.24 Menurut madzhab Hanafi akad ija>rah bersifat
mengikat kedua belah pihak, akan tetapi dapat dibatalkan secara sepihak,
apabila terdapat uzur seperti meninggal dunia atau tidak dapat bertindak
23 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalat (Jakarta: PT Raja
Grafindo Prsada, 2003), 236.
secara hukum seperti gila. Jumhur ulama berpendapat, bahwa akad ija>rah itu
bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak dapat
dimanfaatkan.25
G. Kewajiban Penyewa dan yang Menyewakan
Adapun kewajiban yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak
dalam menggunakan akad ija>rah antara lain:
1. Orang yang menyewakan wajib mempersiapkan barang yang
disewakan untuk dapat digunakan secara optimal oleh penyewa.
Misalnya, mobil yang disewa ternyata tidak dapat digunakan karena
akinya lemah, maka yang menyewakan wajib menggantinya. Bila yang
menyewakan tidak dapat memperbaikinya, penyewa mempunyai
pilihan untuk membatalkan akad atau menerima manfaat yang rusak.
2. Penyewa wajib menggunakan barang yang disewakan menurut
syarat-syarat akad atau menurut kelaziman penggunaannya. Penyewa juga
wajib menjaga barang yang disewakan agar tetap utuh. Oleh karena
itu, ulama berpendapat bahwa bila penyewa diminta untuk melakukan
perawatan, ia berhak untuk mendapatkan upah dan biaya yang wajar
untuk pekerjaannya itu. Bila penyewa melakukan perawatan atas
kehendaknya sendiri, ini dianggap sebagai hadiah dari penyewa dan ia
tidak dapat meminta pembayaran apapun.26
H. Berakhirnya Akad Ija>rah
25 Ibid.
26 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Cet. 3 (Jakarta: PT Raja
Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad al-ija>rah akan berakhir
apabila :
1. Obyek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang
dijahitkan hilang.
2. Tenggang waktu yang disepakati dalam al-ija>rah telah berakhir.
Apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu ikembalikan
kepada pemiliknya, dan pabila yang disewa itu adalah jasa
seseorang maka ia berhak menerima upahnya. Kedua hal ini
disepakati seluruh ulama fiqh.
3. Menurut ulama Hanafiyah. Wafatnya salah seorang yang berakad,
karena akad al-ija>rah, menurut mereka, tidak boleh diwariskan.
Sedangkan menurut jumhur ulama, akad al-ija>rah tidak batal
dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena manfaat,
menurut mereka, boleh diwariskan dan al-ija>rah sama dengan jual
beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.
4. Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak,
seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang
yang banyak, maka akad al-ija>rah batal. Uzur-uzur yang dapat
membatalkan akad al-ija>rah itu, menurut ulama Hanafiyah salah
satu pihak jatuh muflis, dan berpindah tempatnya penyewa,
misalnya seseorang digaji untuk menggali sumur disuatu desa,
sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah kedesa lain.
membatalkan akad al-ija>rah itu hanyalah apabila obyeknya
mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu
hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.27
5. Ija>rah juga habis dengan adanya pengguguran akad (iqalah). Hal
itu karena akad ijaroh adalah akad mu’awwadah (Tukar-menukar)
harta dengan harta, maka dia memungkinkan untuk digugurkan
seperti jual beli.28
Jika ija>rah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan
barang sewaan. Jika barang itu berbentuk barang dapat dipindah, ia wajib
menyerahkannya kepada pemiliknya. Jika berbentuk barang tidak bergerak
(‘iqar) ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan
kosong (tidak ada) hartanya (harta si penyewa). Jika berbentuk tanah
pertanian, ia wajib menyerahkannya dalam keadaan tidak bertanaman.
Kecuali jika terdapat uzur seperti yang telah lalu, maka itu tetap berada
ditangan penyewa sampai tiba masa diketam, dengan pembayaran serupa.
Penganut-penganut madzhab Hanafi berkata: boleh memfasakh ija>rah,
karena adanya uzur sekalipun dari salah satu pihak. Seperti seseorang
menyewa toko untuk berdagang, kemudian hartanya terbakar, dicuri,
dirampas, atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ija>rah.
Penganut-penganut mazhab Hambali berkata: manakala ija>rah telah berakhir, penyewa
harus mengangkat tangannya, dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk
menyerahterimakannya. Seperti barang titipan, karena ia merupakan yang
27Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 237-238.
tidak menuntut jaminan. Sehingga tidak mesti mengembalikan dan
menyerahterimakannya.
Mereka berkata bahwa setelah berakhirnya masa, maka ia adalah
amanat yang apabila terjadi kerusakan tanpa dibuat, tidak ada kewajiban
menanggung.29 Menurut Sayyid Sabiq jika akad ija>rah telah berakhir,
penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu
berbentuk barang yang dapat dipindah (barang bergerak), seperti rumah,
tanah, bangunan, ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam
keadaan kosong, seperti keadaan semula.30
BAB III
PRAKTIK SISTEM SEWA DIESEL ANTARA PEMILIK DAN PETANI DI DESA BULAKREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dalam suatu kehidupan bermasyarakat, keadaan suatau wilayah sangat
berpengaruh dan menentukan watak serta sifat dari masyarakat yang
menempatinya, sehingga karakteristik masyarakat itu akan berbeda-beda
antara wilayah satu dengan wilayah yang lainnya. Seperti yang terjadi di
masyarakat Desa Bulakrejo Kecamatan Balerejo Kabupaten Tuban, yang
mana diantaranya adalah faktor geografis, sosial, keagamaan, pendidikan dan
faktor ekonomi.
1. Letak Geografis dan Struktur Pemerintahan
Desa Bulakrejo adalah salah satu Desa yang terletak di wilayah
Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun Provinsi Jawa Timur. Desa
ini dekat dari Kota Caruban. Tepatnya berada di belakang kantor
DPRD Kabupaten Madiun, kurang lebih 1 km ke arah utara dan 3 km
dari kota Caruban1.
Desa Bulakrejo dari segi batas wilayahnya, disebelah utara
berbatasan dengan Desa Purworejo Kecamatan Pilangkenceng,
disebelah selatan berbatasan dengan Desa Sumber Bening Kecamatan
Balerejo, disebelah timur berbatasan dengan Desa Buduran
1
Kecamatan Wonoasri, sedangkan disebelah barat berbatasan dengan
Desa Tapelan Kecamatan Balerejo.
Desa Bulakrejo memiliki jumlah penduduk 1775 orang yang
terdiri dari 879 laki-laki dan 896 perempuan pada tahun 2014. Di
tahun 2015, jumlah penduduk mengalami peningkatan sebesar 1.783
orang, dengan rincian 884 laki-laki dan 899 perempuan. Adapun
jumlah KK (Kepala Keluarga) pada tahun 2014 sebanyak 491 KK
(Kepala Keluarga), 412 KK laki-laki dan 79 KK perempuan. Pada
tahun 2015 meningkat menjadi 495 KK, 415 KK perempuan dan 80
KK laki-laki.2
Pertanian adalah aset terbesar yang dimiliki oleh desa ini.
Selain itu terdapat juga sektor perternakan, perkebunan, perikanan,
industri pangan, bangunan, lembaga keuangan bukan Bank, jasa
perorangan dan rumah tangga, angkutan, listrik, dan air minum.
Wilayah Desa Bulakrejo terbagi dari tiga dusun yaitu: Dusun
Kedung Semak, Dusun Setren, dan Dusun Bulakrejo. Dusun Kedung
Semak merupakan dusun yang paling kecil dari pada dusun-dusun
lainnya. Dusun ini terdapat 4 RT yaitu RT 01 , RT 02, RT 03, RT 04.
Bagian dusun yang kedua yaitu dusun Setren. Dusun ini
terletak di sebelah timur dusun Kedung Semak. Karena terdapat kali
yang memisahkan diantara dua dusun ini. Maka jembatan menjadi
penghubung dari dusun Kedung semak menuju dusun Setren atau
sebaliknya. Dusun ini memiliki 6 RT.
Selanjutnya adalah Dusun Bulakrejo yang sistem pola desanya
memanjang sepanjang jalan desa. Dan di dusun ini di kelilingi oleh
area persawahan yang sangat luas. Terdapat 6 RT dan memiliki
jumlah penduduk paling banyak di antara 3 dusun yang ada di Desa
Bulakrejo.
Desa Bulakrejo terbagi menjadi 3 dusun yaitu Dusun
Kedungsemak, Setren, dan Bulakrejo. Desa Bulakrejo memiliki
jumlah penduduk 1775 orang yang terdiri dari 879 laki-laki dan 896
perempuan pada tahun 2014. Di tahun 2015, jumlah penduduk
mengalami peningkatan sebesar 1783 orang, dengan rincian 884
laki-laki dan 899 perempuan. Adap