KERUSAKAN LINGKUNGAN DALAM AL-RU>
>
>
>
>
>
M AYAT 41
(Komparasi Tafsir
Mafa>
tih al-Ghayb
, Tafsir
al-Jawa>
hir fi>
Tafsi>
r al-Qura>
n
,
dan Tafsir
al-Misbah
)
Skripsi:Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
MUHAMAD ASADULLOH NIM: E33213107
PRODI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
Abstrak
Seiring berjalannya waktu, masyarakat akan terus berkembang, begitu juga masalah masalah umat sudah tidak lagi sama seperti sebelumnya. Kerusakan lingkungan misalnya, permasalahan ini baru muncul pada masyarakat modern, masyarakat yang hidup sebelum era ini, tidak ada satu pun dari mereka yang menyangka betapa hebatnya dampak dari aktivitas manusia terhadap lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan seperti ini menjadi masalah yang meresahkan bagi umat manusia, padahal umat manusia sendirilah yang memulainya. Fenomena tersebut tidak hanya menjadi bencana bagi masyarakat secar lokal, namun lebih parah lagi, secara global memgancam keberadaan umat manusia, tak terkecuali bagi umat Islam. Dalam permasalahan ini, umat Islam yang senantiasa merujuk pada Alquran sebagai landasan berperilaku mereka, pasti akan sanagat membutuhkan kitab suci tersebut sebagai petunjuk untuk menyelesaikan permasalahan kerusakan lingkungan. Mereka, tidak dapat lagi menggunakan pemahaman pemahaman masyarakat terdahulu dalam memahami Alquran. Karena, pendahulu mereka tidak pernah menghadapi apa yang sedang mereka hadapi. Merekapun mencoba mencari jawaban dan mengkomunikasikan masalah yang mereka hadapi dengan kitab suci mereka tersebut. Dari situlah terjadi perbedaan penafsiran Alquran dari satu kondisi kepada kondisi lain yang berbeda. Ketiga mufasir yang akan dibahas di dalam penelitian ini yaitu Fakhru al-Di>n ar-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary dan Quraish Shihab memiliki pemaknaan kerusakan lingkungan yang berbeda pada surat al-Ru>m ayat 41 sesuai dengan kapasitas keilmuwan, permasalahan yang ada, dan kondisi yang ada di masanya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ... v
PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 5
E. Telaah Pustaka ... 6
F. Metodologi Penelitian ... 8
G. Sistematika Pembahasan ... 11
A. Hermeneutika Wihlem Dilthey ... 14
B. Pengertian Tafsir ... 25
A. enafsiran Fakhruddi>n al-Ra>zy ... 35
C. Sejarah Penafsiran Alquran ... 26
D. Pengertian Sejarah dan Masa-Masanya ... 31
E. Pengertian Kerusakan Lingkungan ... 34
BAB III : DATA BIOGRAFI DAN PENAFSIRAN MUFASIR ... 35
P B. Penafsiran T}ant}a>wy Jauhary ... 37
C. Penafsiran Quraish Shihab ... 49
D. Biografi T}ant}a>wy Jauhary ... 54
E. Biografi Fakhruddi>n al-Ra>zy ... 55
F. Biografi M Quraish Shihab ... 56
BAB IV: ANALISA PERBANDINGAN PENAFSIRAN QS AR-RUM AYAT 41 ... 59
A. Persamaan Penafsiran Surah ar-Rum Ayat 41 Tentang Kerusakan Linkungan ... 59
B. Akar Perbedaan Penafsiran Fakhruddi>n al-Ra>zy, T}ant}a>wy Jauhary, dan M Quraish Shihab dalam Tafsir Surah ar-Rum Ayat 41 ... 61
C. Kekurangan dan Kelebihan ... 78
D. Sintesa Analisis Perbandingan ... 81
BAB V: PENUTUP ... 84
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, salah satu dari isu-isu mutakhir yang sedang berkembang adalah
permasalahan mengenai lingkungan. Contoh persoalan yang dapat ditemui adalah,
berkurangnya kualitas hidup yang diakibatkan oleh pencemaran udara, juga beberapa
masalah lingkungan lain seperti global warming, climate change, dan munculnya
berbagai wabah.
Masalah-masalah tersebut timbul karena terjadinya kerusakan alam seperti
berkurangnya wilayah hutan, dan rusaknya ekosistem. Seperti beberapa waktu lalu,
persebaran Asap dari kebakaran di Riau hingga sampai memasuki wilayah Singapura.1 Bukan hanya sekali itu saja, setiap tahunnya Asap dari kebakaran hutan di Indonesia
selalu terjadi hingga mmengakibatkan kurang baiknya kualitas udara untuk pernafasan
masyarakat, dan juga mengganggu jarak pandang. Yang lebih parah lagi adalah, ketika
kebakaran tersebut menambah memperburuk pemanasan global dan mengurangi
kawasan hutan yang menjadi “paru-paru bumi”.
Selain karena faktor alam yang terjadi secara sunnat allah, semisal rusaknya
hutan karena letusan gunung berapi, campur tangan manusia juga memiliki pengaruh
besar dalam perusakan lingkungan melebihi kapasitas alamiahnya. Penulis sepakat
dengan apa yang diungkapkan oleh Sayyed Hossein Nasr:
2
The dangers brought about by man's domination over nature are too well known to need elucidation. Nature has become desacralized for modern man, although this process itself has been carried to its logical conclusion only in the case of a small minority2
Apa yang dimaksudkan oleh Nasr adalah, bahwa bahaya yang telah dibawa oleh
manusia dengan mendominasi alam, tanpa adanya penjelasanpun hal ini sudah bisa
untuk difahami. Kini, setelah keruskan terjadi, Alam telah menjadi sesuatu yang sakral
bagi orang-orang modern, namun hanya sebagian kecil minoritas, khususnya bagi para
ilmuwan.
Illegal loging, pembakaran hutan, dan eksploitasi alam. Apa yang telah dilakukan manusia tersebut tidak mencerminkan manusia sebagai Khali>fatullah fi> al-ard} yang seharusnya mengelola alam dengan baik, namun sebaliknya, perbuatan mereka
tersebut malah merusak alam.
Permasalahan ini menjadi isu internasional yang diresahkan oleh banyak negara.
Ironisnya, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya adalah umat Islam,
juga menjadinegarayang mengalami kerusakan lingkungan. Dalam sebuah tausiah, KH
Mustofa Bisri mengungkapkan “Indonesia ini mayoritas adalah umat Islam, kalau
Indonesia maju dan berjaya maka orang Islamlah yang pertama-tama harus bersukur,
tapi kalauterpuruk seperti sekarang, umat Islamlah yang paling bertanggung jawab”.3
Ketika paru-paru dunia seperti Indonesia mengalami kerusakan lingkungan,
negara-negara timur tengahlah yang harus menelan pil pahit dengan masalah lingkungan
2Sayyed Hossein Nasr,
Man and Nature the Spiritual Crisis in Modern Man (Inggris: Unwin
Paperbacks, 1988), 18.
3Tausiah Mustofa Bisri pada Haflah Seni dan Dakwah Peringatan Tahun Baru Islam 1428 H (Pekalongan:
3
yang tidak kalah kronisnya. wilayah Arab menjadi salah satu wilayah yang terancam
dengan adanya climate change yang disebabkan oleh masalah lingkungan4 Begitu juga dengan semua negara di permukaan bumi juga terkena dampak dari global warming dan
climate change. Sehingga, tidak hanya umat Islam di Indonesia saja yang memiliki tanggung jawab terhadap hal ini, namun juga umat Islam di seluruh dunia.
Oleh karena itu, Alquran sebagai kitab suci yang menjadi landasan berperilaku
umat Islam harus tetap relevan untuk setiap waktu dan tempat (s}a>lih likulli zama>n wa maka>n). Termasuk untuk saat ini, ketika global warming dan kerusakan lingkungan menjadi masalah yang benar-benar serius, Alquran harus bisa menjawab permasalahan
umat.
Tentunya untuk mendialogkan antara Alquran dan permasalahan kerusakan
lingkungan, diperlukan penafsiran terhadap teks yang statis sehingga lahir sebuah
konteks yang siap dikonsumsi untuk menjawab masalah yang ada.
Oleh karenanya, perlu kiranya untuk meneliti proses penafsiran surat al-Rum
ayat 41,karena ayat inilah yang identik dengan kerusakan lingkungan. Hal ini terbukti
bahwa beberapa mufasir dengan background masa yang berbeda, menafsirkan ayat ini dengan pemaknaan yang sama yaitu kerusakan lingkungan, meskipun ada sebagian yang
lain yang membatasi hanya pada kemusrikan atau dengan terbunuhnya Habil oleh
Qabil.5 Selain itu, hanya pada ayat ini para mufassir kontemporer6lebih memahami ayat
4ISDR (International Strategy Disaster), RAED (Arab Network for Environment and Development), An Overview of Environment and Disaster Risk Reduction in the Arab Region (t.k., t.p., 2011), 12-13.
4
ini sebagai ayat mengenai kerusakan lingkungan. Seperti halnya Fakhruddi>n al-Ra>zy, ketika menafsirkan ayat ini, beberapa ayat lain yang ia kaitkan dengan ayat ini, seperti
pada surat al-Mukminu>n ayat 71, ia tidak membahas seperti apa yang ia paparkan tentang kerusakan lingkungan pada surah al-Rum 41. Sedangkan Quraish Shihab,
membahas kerusakan lingkungan dengan porsi yang lebih daripada ketika ia
menafsirkan ayat-ayat lain seperti pada al-A’raf ayat 96. Dan tantowi jauhari, dalam
ayat ini, dengan panjang lebar membahas tentang adanya wabah penyakit dan
memberikan gambaran tersirat tentang kondisi kerusakan pada saat dia hidup, dimana
perang dunia dan kolonialisasi sedang terjadi.
Karena penafsiran selalu berproses seiring dengan berkembangnya zaman7 maka
akan diketahui bagaimana Fakhruddin ar-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary dan Quraish Shihab, yang ketiganya berada pada masa yang berbeda berbicara tentang kerusakan lingkungan
ketika menafsirkan surah al-Rum ayat 41.
Tentu saja, porsi pembahasan tentang kerusakan lingkungan pun juga berbeda.
sehingga perlu adanya perbandingan untuk menyempurnakan penafsiran dari ketiganya,
sehingga konteks daripada ayat bisa lebih matang untuk menjawab permasalahan umat.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka masalah yang
akan dijawab dalam penelitian komparatif ini adalah:
5
1. Apa persamaan dan perbedaan antara penafisran Fakhruddi>n al-Razy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab QS dalam al-Rum ayat 41?
2. Apa keunggulan dan kekurangan dari penafisran Fakhruddi>n al-Razy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab?
3. Bagaimana bentuk sintesa kreatif dari perbandingan penafisran Fakhruddi>n al-Razy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeteksi persamaan pembahasan dalam penafsiran ayat
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan diantara
ketiga tafsir tersebut
3. Untuk mengetahui keunggukan dan kekurangan masing-masing tafsir
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini sangat penting dikarenakan beberapa hal, yang pertama, dengan
semakin maraknya perusakan lingkungan yang dilakukan manusia, ditambah lagi tidak
sedikit masalah tersebut terjadi di negara yang mayoritas penduduknya adalah umat
Islam. Sehingga perlu adanya perhatian lebih besar terhadap kajian Alquran yang
mengatur mengenai perilaku manusia terhadap alam.
Yang kedua adalah, untuk memperluas khazanah keilmuan Alquran dan tafsir.
Tulisan terkait mengenai masalah lingkungan dan Alquran sudah banyak dilakukan.
Namun, mengenai apakah penafsiran semacam ini sudah pernah dilakukan oleh
orang-orang terdahulu belum banyak dilakukan karena menganggap bahwa literatur tafsir pada
6
masa klasik dan pertengahan tidak banyak menyinggung masalah ini dan jika ada
pembahasan tentang hal tersebut, tidak terlalu mendalam.
Dan yang terakhir, menepis anggapan bahwa Alquran hanyalah sebuah teks yang
statis, hanya dapat digunakan untuk menjawab permasalahan umat pada masa lalu, dan
tidak dapat digunakan untuk menjawab permasalahan umat pada saat ini sebagaimana
permasalahan lingkungan yang sudah mengkhawatirkan.
E. Telaah Pustaka
Penelitian ini bukanlah yang pertama kali dilakukan, sebelum penelitian ini sudah
ada beberapa penelitian yang dilakukan berkenaan dengan kerusakan lingkungan dalam
produk penafsiran Alquran, terlebih lagi dalam penafsiran T}ant}a>wy Jawhary dan Quraish Shihab.
Dalam penelitian terdahulu, Siti Noor Aini dengan karya skripsinya yang
berjudul “Relasi antara Manusia dengan Kerusakan Lingkungan (Telaah atas Penafsiran
Tantawi Al-Jauhari dalam Kitab Al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Quran al-Kari>m”8 dalam tulisan ini, penulis memaparkan secara deksriptif tentang metodologi penafsiran yang
digunakan oleh T}ant}a>wy Jawhary. Tentang inti pembahasannya, dalam tulisan ini dijelaskan tentang pengklasifikasian kerusakan lingkungan dan hubungannya dengan
manusia.
8Siti Noor Aini,
Relasi antara Manusia dengan Kerusakan Lingkungan (Telaah atas Penafsiran Tantawi Al-Jauhari dalam Kitab Al-Jawahir fi Tafsir al-Quran al-Karim) (Skripsi tidak diterbitkan,
7
Penelitian lainnya yang juga terkait dengan hal ini adalah karya skripsi yang
ditulis oleh Muwafiqatul Isma, dengan judul “Ayat-Ayat Ekologis dalim Tafsir
AL-Azhar dan Tafsir Al-Misbah”9 dengan Membandingkan produk penafsiran Buya Hamka dan Quraish Shihab yang memiliki displin keilmuwan yang berbeda sehingga
mempengaruhi pada corak keduanya. Tulisan ini memiliki titik tekan bahwa manusia
adalah sebagai Khali>fah fi al-ard}yang sebagian dari mereka tidak menjalankan tugasnya sehingga membuat kerusakan di bumi.
Masih tentang Quraish Shihab, karya Tesis yang ditulis oleh Khafidhoh dengan
judul “Teologi Bencana dalam Prespektif Qurais Shihab”10 konsentrasi penelitian ini
adalah klasifikasi bencana menurut Quraish Shihab seperti kehancuran, kematian,
kebinasaan dan kerusakan. Klasifikasi tulisan ini dengan lebih mendalam dijelaskan
secara deksriptif oleh penulis.
Tulisan Ahmad Cholil Zuhdi, yang diterbitkan oleh jurnal mutawatir dengan judul
“krisis lingkungan hidup”11 banyak menghimpun ayat-ayat yang dengan pemahaman
dan narasi penulis, memiliki keterkaitan dan kecenderungan pada kerusakan lingkungan.
Ibn Kathi>r, menjadi pelengkap untuk menjelaskan tentang umat-umat terdahuluyang ada dalam pemahaman penulis tersebut sebagai umat-umat yang telah mendapat bencana
dan menjadi i’tiba>r untuk kerusakan lingkungan saat ini.
9Muwafiqatul Isma, Ayat-Ayat Ekologis dalam Tafsir AL-Azhar dan Tafsir Al-Misbah (Skripsi tidak
diterbirkan, Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN SunanKalijaga, 2008). 10Khafidhoh,
Teologi Bencana Alam Prespektif Qurais Shihab (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, 2011).
8
F. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan bentuk tafsir bi al-ra’y dan metode yang digunakan adalah ijmaly dengan corak ‘ilmy ijtima’y. Hal ini dikarenakan, pembahasannya berkaitan dengan kerusakan alam dan masalah yang dihadapi oleh peradaban manusia.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif dengan menggunakan
metode analisis deskriptif-analisis, yakni suatu upaya untuk mendeskripsikan
penafsiran Fahkruddi>n al-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab, terhadap permasalahan mengenai kerusakan lingkungan dalam surat ar-Ru>m ayat 41.
1. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Data diambil dari kepustakaan baik berupa buku, dokumen, maupun artikel12,
sehingga teknik pengumpulan datanya dilakukan melalui pengumpulan
sumber-sumber primer maupun sekunder. Seperti halnya Metode dokumentasi yang
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan
sebagainya.13
12Hadari Nawawi,
Metodologi penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University press,
2001), 95.
13Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
9
Kemudian dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis sebagai panduan
dalam pembahasan. Adapun langkah yang akan peneliti lakukan dalam
pembahasan meliputi berikut ini:
a. Mengetahui bagaimana ketiga mufasir yang akan membahas mengenai
kerusakan lingkungan dalam surat ar-Rum ayat 41.
b. Menganalisa bagaimana kontruksi penafsiran mereka terbentuk.
2. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode
deskriptif-analisis yang berarti deskriptif-analisis dilakukan dengan cara menyajikan deskripsi
sebagaimana adanya, tanpa adanya perubahan data oleh pihak peneliti.14 Usaha
pemberian deskripsi atas fakta tidak sekedar diuraikan, tetapi juga mendeteksi
adanya keganjilan dan menjelaskan sebab yang menimbulkan hal tersebut.
Dengan menggunakan metode deskriptif-analisis, kajian ini meneliti penafsiran
Fahkruddi>n al-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab dengan analisa teori historical understanding yang digagas oleh wihlem Dilthey.
Metode penafsiran sebagai teknik analisis pada penelitian ini adalah
adalah muqa>rin karena membandingkan pendapat ulama tafsir yang meliputi Fahkruddi>n al-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran.15 dan pendekatan penafsirannya adalahada>by ijtima>’ydan ‘Ilmy.
14Siswantoro, Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis, (Surakarta: Sebelas Maret University
Press, 2004), 49.
15
10
3. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) karena penelitian ini akan terfokus pada data-data yang bersumber pada naskah-naskah
yang sesuai dengan pokok pembahasan.
a. Data Primer:
1) Tafsir al-Jawa>hir fi Tafsi>r al-Qura>n al-Kari>m 2) Tafsir Mafa>tih al-Ghayb
3) Tafsir al-Misbah
b. Data Skunder:
1) Epistimologi Tafsir Kontemporer
2) Man and Nature the Spiritual Crisis in Modern Man the Qur’an Leads
the Way to Science
3) ISDR(International Strategy Disaster), RAED (Arab Network for
Environment and Development),An Overview of Environment and
Disaster Risk Reduction in the Arab Region
4) Belajar Hermeneutika
5) Hermeneutika
6) Seni Memahami
7) World Civilization: The Global Experience
8) Mazhab Tafsir
11
10) Alquran dan Konservasi Lingkungan
11) al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n 12) Studi Ilmu-Ilmu Qur’an
13) Mozaik Mufasir al-Quran
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I adalah pendahuluan yang di dalamnya meliputi latar belakang masalah
untuk menjelaskan sebab kenapa tema penelitian mengenai kerusakan lingkungan
dalam beberapa karya tafsir perlu dilakukan. Selanjutnya, masalah-masalah yang
akan dipecahkan dalam penelitian ini dirumuskan sehingga akan jelas masalah
yang akan dijawab. Sangat urgen dan pentingnya mengapa penelitian ini sangat
penting dan harus dilakukan akan dibahas dalam tujuan dan kegunaan penelitian.
Juga akan dijelaskan mengenai batasan masalah untuk menghindari adanya
kesalah pahaman pembaca dalam memahami penelitian ini dan menghindari
pelebaran pembahasan. Seperti halnya anatomi yang ada dalam tubuh manusia,
penelitian juga membutuhkan kerangka seperti tulang yang menyusun tubuh
manusia. Bentuk penelitian dalam menganalisa dan pengumpulan data akan
diketahui dengan adanya kerangka teori.
12
Dan dalam penelitian ini, akan dejelaskan singkat mengenai
penelitian-penelitian terdahulu dalam telaah pustaka untuk menghindari plagiasi dan
pengulangan penelitian.
Bab II akan membahas mengenai beberapa pengertian dan teori yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Hal ini diperlukan untuk memperkuat argumentasi
dan ketajaman analisa. Diantara beberapa pengertian yang akan dibahas didalam
penelitian ini adalah pengertian dari tafsir, sejarah, dan pengertian dari kerusakan
lingkungan. Pengertian tentang tafsir di dalamnya juga termasuk teori yang
memang harus ada. Teori tersebut mengenai tafsir adalah produk manusia dan
bersifat relative.
Bab III merupakan pembahasan tentang metodologi yang digunakan mufasir
tersebut dalam penulisan tafsir. Identitas tafsir juga secara global juga akan
diketahui dalam pembahasan ini.
biografi mufasir, pembahasan ini meliputi setting sosio-historis, keilmuwan, dan karir. Hal ini sangat harus dilakukan melihat kerangka teori yang digunakan
adalah historical understanding yang harus mengetahui background penulis untuk mengetahui keseluruhan dari teks.
Bab IV adalah bagian dimana analisa dilakuakan. Kerangka dan landasan
teori yang ada, digunakan sebagai pisau analisa dalam mengolah data yang telah
dikumpulkan. Dalam penelitian perbandingan ini, persamaan dan perbedaan
13
mengapa perbedaan diantara ketiga tafsir tersebut dapat terjadi. Pendeskripsian
pemaparan ketika membahas persoalan kerusakan lingkungan dalam tafsir-tafsir
tersebut juga dijelaskan dalam bab ini. Kemudian, intesis untuk melengkapi satu
sama lain juga akan memenuhi kekurangan yang ada pada ketiga tafsir tersebut
Bab V berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari masalah-masalah
yang di awal telah dirumuskan dan di analisa dengan beberapa teori. Dan yang
paling akhir adalah saran untuk mengembangkan dan melanjutkan penelitian yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hermeneutika Wihlem Dilthey
Teori yang ditawarkan oleh Dilthey adalah sebuah dikotomi antara erklaren yang
berasal dari ilmu-ilmu alam (naturwissenchaften) dan verstehen yang berasal dari
ilmu-ilmu sosial (geisteswissenchaften). Pengertian dari erklaren sendiri adalah sikap
positivistik ataupun naturalistik yang menjadi keharusan dalam ilmu-ilmu pengetahuan
alam untuk menentukan kadar ilmiah atau validitas ilmiah dari ilmu pengetahuan.
Selanjtnya, sikap ini melahirkan metode yang matematis dan eksperimental-empiristik.1
Berbeda dari erklaren, verstehen memiliki pengertian sebagai pemahaman subjektif
yang digunakan sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid tentang arti
subjektif tindakan sosial. Metode ini muncul karena kepentingan praktis manusia hendak
mengkomunikasikan maksud yang ada dalam kehidupan sosial sebagai “pikiran
objektif”. Sebagaimana agama, hukum, negara, adat, dan lain sebagainya. Untuk
mendapatkan makna yang objektif, haruslah dilakukan dengan “merekonstruksi”
ataupun “mereproduksi” makna seperti apa. yang dihayati oleh penciptanya. Misalnya,
dalam memahami sebuah teks, peneliti haruslah menggambarkan seutuhnya dari maksud
pengarang seakan-akan peneliti mengalami sendiri peristiwa historis sebagaimana yang
dialami oleh pengarang.2
1Edi Mulyono, Belajar Hermeneutika (Jogjakarta: Diva Press, 2012), 28-29.
15
Hal tersebut adalah, apa yang oleh Dilthey disebut sebagai historical
understanding, atau menurut Palmer sebagai historicalconciousness. Kesadaran sejarah ini mampu menyelesaikan masalah jarak budaya melalui kemampuan reproduksi.
Dengan kata lain, verstehen adalah kemampuan untuk masuk ke dalam kehidupan
mental orang lain atas dasar tanda-tanda yang diberikan kepada kita ataupun yang kita
dapatkan. Oleh karena itu, fungsi dari hermenutika adalah untuk mereproduksi maksud
pengarang melalui prapengandaian yang disebut dengan “transposisi historis”
(melepaskan diri dari konteks historis yang melingkupi kita dan masuk ke dalam
konteks kehidupan yang dimiliki oleh orang lain). Dengan prapengandaian ini, Dilthey
mengklaim bahwa dengan cara ini, objektivitas ilmu pengetahuan sosial dapat terjamin.
Usahanya ini merupakan kritik yang ditujukan untuk konsepsi yang diberikan oleh
Schleiermacher yang mengartikan interpretasi teks adalah interpretasi psikologis.
Karena, menurut Dilthey, memahami sebuah teksbukanlah dengan memahami kondisi
dan keadaan psikis pengarang, akan tetapi, dengan memahami makna dari
peristiwa-peristiwa yang mengelilingi pengarang.3
1. Formula Hermeneutika Dilthey
Mengutip dari perkataan Dilthey yang berbunyi “ilmu termasuk kajian
manusia, hanya jika obyeknya dapat kita akses melalui prosedur yang
didasarkan atas hubungan sistematis antara hidup, ekspresi, dan pemahaman”.
Formula ini jauh dari penjelasan mengenai diri sendiri. Dikarenakan, setiap
16
term di atas memiliki makna yang sangat khas. Berikut penjelasan tentang
formula hermenutika Dilthey.4
a. Pengalaman5
Ada dua kata dalam Bahasa Jerman dimana memiliki artian
sebagai “pengalaman”. Yaitu erfahrung dan erlebnis(yang bersifat
lebih teknis). Kata yang pertama memiliki arti pengalaman dalam
artian umum, seperti halnya pengalaman hidup yang pernah dialami
oleh seseorang. Namun, bukan ini yang dimaksudkan oleh Dilthey,
kata yang digunakan oleh DIlthey lebih spesifik dan terbatas, yaitu
erlebnis, yang berasal dari kata kerja erleben(mengalami khususnya dalam urusan-urusan individual). Kata kerja tersebut merupakan kata
yang dibentuk melalui penambahan awalan er(yang secara umum
digunakan sebagai awalan diaman memiliki fungsi untuk
menunjukkan empati, pendalaman makna dari kata utama). Dengan
demikian, pengalaman dalam Bahasa Jerman sama dengan kata kerja
“hidup”. Bentuk tersebut adalah rasa empati yang mensugestikan
peristiwa hidup langsung yang didapati dalam keseharian.
Kata erlebnis atau ‘pengalaman hidup”, oleh Dilthey dimaknai
sebagai suatu unit yang secara bersamaan diyakini mempunyai
4Richard E. Palmer, Hermeneutika, terj. Masnur Hery dan Damanhuri Muhammed
17
mempunyai makna yang umum. Dalam perkataan yang dipaparkan
oleh Dilthey:
Apa yang terdapat dalam arus waktu satu kesatuan dengan masa sekarang karena makna kesatuannya itu merupakan entitas paling kecil yang dapat kita tunjuk sebagai sebuah pengalaman. Lebih jauh, seseorang dapat menyebut setiap kesatuan menyeluruh dari bagian-bagian hidup terikat secara bersama melalui makna umum bagi keseluruhan hidup sebagai suatu pengalaman, bahkan jika bagian-bagian lainnya terpisah antara satu dengan yang lain oleh adanya gangguan berbagai peristiwa.
Sebagai contoh, pengalaman melukis yang penuh akan makna,
barangkali telah mengalami banyak perjumpaan dengan
pengalaman-pengalaman lainnya yang dipisahkan oleh waktu. Namun, tetap saja,
hal tersebut disebut sebagai sebuah pengalaman(erlebnis). Pengalaman
tersebut juga membawa peristiwa dalam berbagai bentuk, waktu, dan
juga tempat.
Makna dari “pengalaman” merupakan basis untuk memahami
hermeneutika Dilthey. Apa yang dimaksud sebagai pengalaman
bukanlah perilaku kesadaran reflektif. Karena jika seperti itu,
pengalaman akan menjadi sesuatu yang kita sadari, lebih dari itu, ia
merupakan perilaku itu sendiri. Pengalaman merupakan sesuatu
dimana seseorang hidup dan dilaluinya. Ia merupakan sikap yang
sebenarnya seseorang jalani untuk hidup dan dimana ia hidup. Secara
siangkat, pengalaman terjadi sedemikian rupa, sebagaimana ia secara
pra-reflektif ditentukan oleh maknanya. Selanjutnya, pengalaman
18
pengalaman langsung, tetapi merupakan obyek dari perilaku
pertemuan dengan pengalaman yang lain. Dengan demikian,
pengalaman bukanlah persoalan tindakan kesadaran manusia. Ia bukan
dibentuk sebagai sesuatu di mana kesadaran berlaku dan dapat
memahaminya.
Ini berarti bahwa pengalaman secara langsung tidak dapat
memahami dirinya sendiri, karena jika seperti itu, maka
sesungguhnya pengalaman merupakan perilaku kesadaran reflektif.
Pengalaman tidaklah merujuk pada subyek yang merupakan
obyek tertentu. Dengan demikian, pengalaman telah ada sebelum
adanya pemisahan subyek-obyek. Diaman pemisahan itu sendiri
merupakan sebuah model yang digunakan oleh pemikiran reflektif.
Upaya-upaya yang dilakukan DIlthey untuk menempa
kategori-kategori yang akan mencakup lebih dari sekedar
elemen-elemen terpisah dari perasaan, pengetahuan, dan keinginan yang
sekaligus dipandang dalam kesatuan pengalaman seperti
kategori-kategori tertentu yang kemungkinan seperti berupa nilai
“kebermaknaan”, “tekstur”, dan “hubungan”.
Apa yang ditekankan oleh Dilthey yang jauh lebih bermakna
yaitu temporalitas “konteks hubungan” yang ada dalam “pengalaman”.
19
maknanya pengalaman cenderung menjangkau danmencakup baik
rekoleksi masa lalu dan antisipasi masa depan dalam konteks “makna”
keseluruhan. Makna tidak dapat dibayangkan kecuali dalam term-term
apa yang diharapkan masa depan, juga tidak dapat lepas dari
ketergantungannya terhadap sesuatu yang terjadi di masa lalu dengan
demikian, masa lalu dan masa depan membentuk kesatuan struktural
dengan apa yang ada saat ini dari seluruh pengalaman. Dan konteks
temporal ini, merupakan horizon yang tidak dapat dipisahkan dimana
persepsi masa sekarang diinterpretasikan atau ditafsirkan.
Dilthey dapat disebut sebagai seorang realis ketimbang idealis.
Temporalitas pengalaman sebagaimana yang dikatakan oleh
Heidegger bersifat equiprimordial dengan pengalaman itu sendiri ia
tidak pernah menjadi sesuatu yang ditambahkan ke dalam pegalaman
tentunya seseorang dapat mencoba untuk menangkap proses
kehidupan seseorang dalam sebuah tindakan yang sadar reflektif.
Kesatuan dalam pengalaman khusus ini bersifat instruktif karena ia
hampir merupakan sebuah cermin dari cara dimana kesatuan ini secara
aktual ada dalam kesadaran pada ingkatan prareflektif sebagaimana
yang dikatakan oleh Dilthey :
apa yang terjadi bila ‘pengalaman’ (das erlebnis) menjadi objek
20
structural : suatu perolehan objektif akan situasi yang membentuk dasarnya dan di atas ini diletakkanlah suatu pandangan [stellungnahme] sebagai kenyataan yang mengarah pada dan kenyataan yang merupakan hasil dari perolehan sccara objektif yang selaras dengan upaya untuk mendalami apa yang ada di balik kenyataan tersebut dan keseluruhan ini merupakan keberadaan bagi saya dalam konteks strukturalnya. Tentu saja, saat ini saya telah membawa situasi tersebut kea rah diskriminasi kesadaran, dan saya telah membawanya ke dalam relief hubungan structural – saya telah ‘memisahkannya’. Namun apapun yang telah saya bawa sebenarnya ada dalam pengalaman itu sendiri dan semata-mata telah dibawa agar bersniar dalam perilaku refleksi ini.
“makna” dari “fakta yang diperoleh secara obyektif”
ditentukan oleh fakta itu sendiri, dan maknanya secara intrinsik memiliki sifat temporal, dipahami dalam term konteks kehidupan seseorang. Dilthey selanjutnya mengklaim bahwa ini bermakna sesuatu yang sangat signifikan bagi segenap studi terhadap realitas kehidupan yang ada pada manusia: “bagian-bagian komponen dari apa yang membentuk pandangan kita tentang perjalanan hidup kita ke semuanya secara bersama ada dalam kehidupan itu sendiri”. Kita dapat menyebut hal ini sebagai temporalitas atau historitas yang tidak dipaksakan dalam hidup namun bersifat internsik terhadapnya. Dilthey menegaskan bahwa suatu fakta yang sangat urgen bagi hermenutika: pengalaman secara internsik bersifat temporal (dan ini bermakna
historis dalam artian yang paling dalam terhadap kata tersebut) dan
untuk itu pemahaman akan pengalaman juga harus sepadan dengan kategori tempororal (historis).
21
temporalitas pengalaman manusia sebagimana yang telah kita gambarkan. Ini berarti bahwa memahami kekinian sebenarnya hanya dalam horizon masa lalu dan yang akan datang. Ini bukan persoalan upaya sadar tapi dibangun ke dalam struktur pengalaman itu sendiri. Namun untuk membawa historisitas ini lebih tercerahkan mempunyai konsekuensi hermeneutis, dikarenakan non- historisitas tidak dapat dipertahankan lagi dan hanya membuat kita puas dengan analisis yang tetap tegas berpeganganan pada kategori-kategori sains yang secara fundamental asing terhadap historisitas pengalaman manusia.
b. Ekspresi6
Term kedua ini, yang dalam bahasa Jerman adalah sebagai
ausdruck dapat dierjemahkan dengan “ekspresi”. Sebagai contoh dikaitkannya term “ekspresi” hampir secara otomatis dengan perasaan;
dengan “mensgespresikan” perasaan dan sebuah teori ekspresi seni
secara umum melihat karya sebagai representasi simbolik perasaan.
Kata-kata mutiara, eksponen teori ekspresi karya puisi, memandang
puisi sebagai limpahan spontan dari perasan yang mempunyai
kekuatan. Ketika Dilthey menggunakan kata ausdruck ia tidak secara
prinsip mengacu pada limpahan emosi dari kedua hal tersebut. Bagi
Dilthey, sebuah ekspresi terutama bukanlah merupakan pembentukan
perasaan seseorang namun lebih “sebuah ekspresi hidup”; sebuah
“ekspresi” mengacu pada ide, hukum, bahasa, bentuk sosial. Bisa
22
dikatakan segala sesuatu yang mengespresikan produk kehidupan
manusia.
Ausdruck dengan demikian dapat diterjemahkan tidak sebagai “ekpresi” namun sebagai sebuah “obyektifikasi pemikiran,
pengetahuan, perasaan dan keinginan manusia”. Siginifikansi
hermeneutis obyektifikasi adalah suatu yang oleh karena pemahaman
dapat difokuskan terhadap sesuatu yang telah diselesaikan, ekspresi
“obyektif” pengalaman hidup yang berlawanan dengan segala upaya
untuk mengatasinya melalui aktifitas introspkesi. Intrsopeksi tidak
dapat digunakan sebagai basis dsaar ilmu-ilmu manusia, demikianlah
apa yang ditengarahi oleh Dilthey karena refleksi langsung terhadap
pngalaman menghasilkan sebuah institusi yang tidak dapat
dikomunikasikan ataupun upaya pengkonsepan yang dnegan
sendirinya tercakup dalam ekspresi kehidupan dalam. Dengan
demikian, instropeksi merupakan cara yang tidak dapat digunakan
baik kepada pengetahuan diri maupun pengetahuan mansua dalam
ilmu-ilmu kemanusiaan. Ilmu-ilmu kemanusiaan harus memfokuskan
dirinya pada “ekspresi hidup”; ilmu-ilmu ini dengan berfokus pada
obyektifikasi hidup secara internsik bersifat hermeneutis. Terhadap
bentuk obyek apa ilmu-ilmu kemanusiaan dapat memfokuskan diri?
23
setiap sesuatu dimana spirit manusia telah memiliki sifat yang obyektif maka sesuatu tersebut telah masuk dalam wilayah ilmu-ilmu kemanusiaan. Cakupannya seluas pemahaman itu sendiri dan pemahaman memiliki obyek kebenarannya dalam obyektifikasi kehidupan itu sendiri.
c. Pengalaman7
“Pemahaman” yang disebutkan disini tidak mengacu pada
pemahaman konsepsi rasional seperti halnya problem yang terdapat
pada matematika. “pemahaman” dipersiapkan guna untuk menunjuk
pada aktivitas operasional di mana pemikiran memperoleh
“pemikiran” yang berasal dari orang lain. Ini adalah momen dimana
hidup memahami hidup. Berikut pernyataan singkat yang diutarakan
oleh Dilthey: “kita menjelaskan hakikat; orang yang harus kita
pahami”.
Dengan demikian, pemahaman merupakan proses jiwa kita
memperluas pengalaman hidup yang dimiliki manusia. Pemahaman
membuka dunia individu pada seseorang kepada kita dan dengan
begitu juga membuka kemungkinan-kemungkinan di dalam hakikat
kita sendiri. Pengalaman merupakan transposisi dan pengalaman
dunia kembali sebagaimana yang ditemui orang di dalam pengalaman
hidupnya. Hanya melalui pengalamanlah sisi-sisi realitas secara
personal dan non-konseptual saling bertemu.
24
2. Memahami Teks8
Pola hubungan antara pengarang dan karyanya terdapat dalam
dunia sosial-historis. Namun, Dilthey tidaklah sependapat dengan
Schleiermacher. Obyek penelitian ilmu-ilmu sosial kemanusiaan tidak
diketahui melalui intropeksi, melainkan lewat interpretasi. Ia
memusatkan modelnya pada “hubungan timbal balik dari
penghayatan (Erleben), ungkapan (Ausdruck) dan memahami
(Verstehen). Dilthey menjelaskan hubungan yang terkait antara penghayatan para pelaku sosial dan ungkapan-ungkapan mereka
dalam pola yang serupa dengan hubungan antara dunia mental
pengarang dan teks yang ditulisnya. Hubungan ini adalah model
keterkaitan antara dunia batiniah dan dunia lahiriah. Penghayatan
merupakan suatu hal dalam dunia batiniah, sedangkan ungkapan
adalah hal yang terdapat dalam dunia lahiriah. Cara menjembatani
keduanya menurut Dilthey adalah melalui “re-experiencing”. Berikut
adalah ilustrasi yang diberikan oleh Dilthey:
Tapi, ketika saya membaca surat-surat dan tulisan-tulisan luther, laporan-lapoan orang-orang sezamannya, catatan-catatan, disputasi-disputasi religious dan konsili-konsili, dan konfrontasinya dengan para pejabat, saya mengalami sebuah proses religious yang merupakan soal hidup dan mati, dari kekuasaan dan energi yang begitu bergelora yang melampaui kemungkinan untuk dialami langsung oleh orang dari zaman kita. Namun saya dapat mengalaminya kembali. Saya menempatkan diri pada keadaan, keadaan itu… saya mengamati dalam biara-biara sebuah cara menghadapi dunia tak kasat mata yang
25
mengarahkan jiwa rahib terus-menerus kepada soal-soal transenden; kontroversi-kontroversi teologis menjadi soal kehidupan batin. Saya mengamati bagaimana apa yang terjadi di biara-biara tersebar melalui berbagai saluran – khotbah-khotbah, pengakuan-pengakuan, pengajaran dan tulisan-tulisan kepada kaum awam; dan kemudian saya memerhatikan bagaimana konsili-konsili dan gerakan-gerakan
religious telah menyebarkan di mana-mana ajaran tentang gereja yang
tak tampak dan imamat universal dan bagaimana hal itu berkaitan dengan pembebasan orang dalam wilayah sekular. Akhirnya saya melihat bahwa apa yang telah dicapai oleh perjuangan-perjuangan seperti itu dalam sel-sel tunggal dapat bertahan hidup dan tidak dilawan oleh gereja.
Dalam ilustrasi di atas, dijelaskan bahwa untuk memahami
sebuah teks bukanlah menggunakan introspeksi psikologis, melainkan
interpretasi. Untuk memungkinkan proses itu, Dilthey tidak cukup
berimajinasi atau membayangkan diri seolah-olah berada dalam
posisi yang sama dengan posisi Luther. Dia juga harus membuat studi
dan investigasi dokumen-dokumen sejarah. Ini adalah proses
interpretasi karena upaya yang ada di dalamnya adalah interpretasi
dimana aktivitas memahami teks berlangsung.
B. Pengertian Tafsir
Pengertian tafsir yang dijelaskan dalam bagian ini, adalah untuk menggiring
pembaca pada pemahaman bahwa hermeneutika Dilthey tidak diterapkan pada
ayat-ayat Alquran namun diterapkan pada produk penafsiran para mufasir. Sehingga
pengertian tafsir perlu dijelaskan guna untuk mengetahui posisi dari objek yang akan
dianalisa.
26
Kata tafsi>r secara etimologi berarti iba>nah (penjelasan terhadap makna yang
samar), al-kasyf (menyingkap makna yang tersembunyi), dan al-izhar (menampakkan
makna yang tersembunyi). Sehingga dapat disimpulkan secara terminology bahwa
tafsi>r sendiri bermakna suatau cipta karya manusia yang berasal dari pemahaman
mereka terhadap Alquran dengan menggnakan metode ataupun pendekatan tertentu.9
Tafsir sebagai produk, ini adalah pemikiran dari Muhammad Syahrur dan
Fazlur Rahman bahwa tafsir adalah produk pemikiran (muntaj al-fikr) dari penafsir
yang merespon terhadap kehadiran Alquran. Tafsir sendiri adalah hasil dari dialektika
dari teks, pembaca, dan realitas. Sehingga walaupun teks suci Alquran adalah suci
dan sakral, namun penafsiran terhadapnya tidaklah suci dan bersifat relatif.10
Penafsiran bersifat relatif, karena, tafsir sendiri adalah respons penafsir saat
memahami teks, kitab suci, dan problem sosial yang dihadapi. Setiap produk
penafsiran terhadap ayat suci Alquran sangat dipengaruhi oleh latar belakang mufasir,
seperti latar belakang keilmuan, konteks sosial, politik, kepentingan, dan tujuan
penafsiran.11
C. Sejarah Penafsiran Alquran
Historical Understanding adalah Hermeneutika Dilthey yang menuntut pengalaman seseorang untuk memehami teks yang diproduksi oleh seseorang
tersebut. Oleh karenanya, sejarah penafsiran Alquran juga dijelaskan disini untuk
9Abdul Mustaqim, Dinamika sejarah Alquran (Yogyakarta: Adab Press, 2014), 3.
10Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKIS, 2012), 127.
27
mengklasifikasikan dimanakah ketiga mufasir yang ada disini berada, karena sejarah
perjalanan penafsiran Alquran juga mempengaruhi produk penafsiran dari penulis.
Dalam teori yang dipaparkan oleh Abdul Mustaqim ini, akan memunculkan
perubahan, kelanjutan, dan keragaman episteme dari masing-masing kurun waktu.
Menurutnya, tafsir adalah produk pemikiran yang mencerminkan “anak zamannya”,
sehingga, meniscayakan adanya perkembangan sesuai dengan semangat zamannya.12
Klasifikasi produk tafsir dalam prespektif ini dibagi menjadi tiga bagian,
sebagai berikut:13
1. Tafsir Era Formatif dengan Nalar Mitis/Quasi Kritis
Era ini, dimulai sejak zaman Nabi SAW sampai kurang lebih abad
II Hijriyah. Model ini, ditandai dengan:
a. penggunaan simbol-simbol tokoh untuk mengatasi persoalan.
Simbol tokoh yang dimaksud di sini adalah Nabi, para Sahabat dan
para Tabi’in yang cenderung dijadikan rujukan menafsirkan
Alquran.
b. cenderung kurang kritis dalam menerima produk penafsiran. Di
sini, Alquran berada pada posisi subjek, sedangkan realitas dan
penafsirannya sebagai objek. Sehingga, model berfikir deduktif
lebih menonjol dibandingan dengan model berfikir induktif.
12Abdul Mustaqim, Pergeseran epistemolgi Tafsir (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2008), 30.
28
c. Sedangkan metode yang ada pada era ini, masih bersifat
penyampaian oral dan menggunakan metode periwayatan.
2. Tafsir Era Formatif dengan Nalar Ideologis
Era ini terjadi abad pertengahan, ketika itu, tradisi penafsiran lebih
didominan dengan kepentingan-kepentingan politik, mazhab, ataupun
ideologi keilmuwan tertentu. Karakteristik tafsir era ini adalah:14
a. Pemaksaan gagasan ekternal Alquran, banyak sekali pembahasan
yang seharusnya berada di luar tafsir, namun dikembangkan
sedemikian rupa dalam penafsiran Alquran.
b. Bersifat ideologis, kecenderungan ini sangat tergambar dalam
produk penafsiran era ini, hal ini disebabkan kecenderungan cara
berpikir yang berbasis pada ideologi mazhab, sekte keagamaan,
ataupun keilmuan tertentu.
c. Bersifat repetitif, pada umumnya, produk tafsir yang ada pada era
ini sudah mengikuti sistem mushafy. Seringkali para mufasir
dihadapkan pada adanya ayat-ayat yang redaksinya memiliki
kemiripan dengan ayat-ayat lain, sehingga mufasir akan
menyinggung kembali ayat yang telah dibahas sebelumnya.
d. Bersifat parsial. Uraian tafsir cenderung sepotong-sepotong, tidak
menyeluruh sehingga, kurang mendapatkan informasi yang
konferhensif dalam tema yang sedang dibahas.
29
Pada saat tafsir era ini juga muncul berbagai corak penafsiran
sesuai dengan background masing-masing mufasir. Macam-macam corak
yang muncul pada saat ini adalah:
a. Corak linguistik, dengan corak ini, penafsiran lebih banyak
didominasi dengan uraian tentang berbagai aspek kebahasaan.
b. Corak fikih, diskusi-diskusi tentang masalah hukum fikih sangat
menonjol dalam produk penafsiran Alquran
c. Corak Teologis, seringkali produk tafsir yang bercorak teologis
digunakan oleh simpatisan kelompok teologis tertentu untuk
membela sudut pandang mereka.
d. Corak sufistik, tafsir ini, dibangun atas dasar-dasar teori sufistik
yang bersifat falsafi. Tafsir ini juga dimaksudkan untuk
menguatkan teori-teori sufistik.
e. Corak falsafi. Yang menonjol dari penafsiran ini adalah,
kajian-kajian filsafat sangat mendominasi dalam penafsiran ayat Alquran
f. Corak ‘ilmi. Teori-teori sains telah digunakan dalam menjelaskan
beberapa ayat-ayat Alquran.
3. Tafsir Era Reformatif dengan Nalar Kritis
Produk penafsiran yang selama ini ada dan dikonsumsi oleh umat
Islam mulai dikritisi denga nalar kritis. Dan para mufasir era ini, mulai
30
melepas baju mazhab yang selama ini melingkupi produk penafsiran.
Karakteristik tafsir pada era ini adalah:15
a. Memosisikan Alquran sebagai kitab petunjuk, berawal dari kritik
Muhammad Abduh bahwa tafsir yang sudah ada hanyalah
pemaparan ulama yang saling berbeda dan hanya memusatkan
konsentrasinya kata-kata ataupun kedudukan kalimatnya,
sehingga, ini jauh dari tujuan diturunkannya Alquran sebagai
petunjuk bagi umat manusia. Disinilah mulai dikembangkan
metode penafsiran tematik-kontekstual maupun yang
dikembangkan melalui pendekatan historis, sosiologis,
hermeneutis, dan juga pendekatan interdisipliner.
b. Bernuansa hermeneutis, pada tafsir era ini, cenderung bernuansa
epistimologis metodologis dalam pengkajian Alquran. dalam hal
ini permasalahan harus selalu diarahkan bagaimana agar teks
tersebut selalu dapat dipahami dalam konteks kekinian yang ada
dalam kondisi dan situasi yang jauh berbeda dari masa saat itu.
c. Kontekstual dan berorientasi pada spirit Alquran
D. Pengertian Sejarah dan Masa-Masanya
selain sejarah perjalanan tafsir, sejarah manusia yang menggambarkan
keadaan masyarakat dan peradaban juga mempengaruhi penafsiran mefasir. Sejarah
memiliki pengertian sebaigai sebuah catatan mengenai apa-apa yang telah difikirkan
31
ataupun dikerjakan oleh manusia yang telah beradab pada masa yang telah lampau.
Apakah itu dalam hitungan hari, tahun, abad, ataupun ribuan abad yang lalu.16
Dalam buku World Civilizations the Global Experience disebutkan beberapa
tahapan dalam pengklasifikasian zaman-zaman sejarah manusia dari yang paling awal
hingga yang paling terkini. Masa-masa yang disebutkan di dalamnya adalah sebagai
berikut:
1. Bagian pertama, adalah masa-masa dimana manusia masih berburu dan
mengumpulkan makanan mereka hingga mereka memiliki peradaban. Masa
ini berlangsung sekitar 2,5 juta-1000 tahun sebelum masehi.17
2. Bagian kedua. Adalah periode klasik dimana China, India, Timur tengah
berada pada kebesaran dan kejayaan peradaban. Dan periode ini berlangsung
pada 1000 tahun sebelum masehi hingga 500 masehi. 18
3. Bagian ketiga. Adalah periode postclassical. Masa ini ditandai dengan
penyebaran agama-agama utama dan tersambungnya perdagangan antara
Afrika, Asia, dan Eropa. Pada masa ini, Islam berkembang cukup pesat.
Berlangsung pada tahun 500-1450 masehi.19 Pembagian dari periode ini
adalah sebagai berikut:
a. Peradaban global pertama: kebangkitan dan penyebaran Islam
16Hutton Webster, World History (USA: D.C. Heath & CO., Publishers, 1921), 1.
17
Pamela Marquez, World Civilization the Global Experience (USA: Pearson Education,
32
b. Kemunduran khalifah Abbasiyah dan penyebaran peradaban Islam
di timur dan Asia Tenggara.
c. Peradaban Afrika dan penyebaran Islam
d. Peradaban di Eropa Timur: Byzantium dan Ortodox Eropa
e. Peradaban baru Eropa Barat
f. Amerika disaat invasi
g. Penyatuan kembali dan kebangkitan peradaban Cina: era dinasti
Tang dan Song
h. Penyebaran peradaban Cina: Japan, Korea, Vietnam
i. Tantangan masyarakat terakhir yang paling besar: dari Jenghis
Khan sampai Timur
j. Barat dan perubahan keseimbangan dunia
4. Bagian keempat. Disebut dengan periode modern awal. Pada masa ini,
beberapa kerajaan di Eropa, Ottoman Turks, Mughal India dan Russia,
sedang memperluas wilayah kekuasaannya.pada masa ini juga mereka mulai
mengenggunakan teknologi pada bidang kemiliteran. Berlangsung sejak
1450M hingga 1750M.20
5. Bagian kelima, merupakan awal dari perkembangan industri. Revolusi
industri telah menimbulkan perubahan ekonomi dan sosial di Barat. Pada
33
masa ini Barat memperluas hegemoninya melalui hegemoninya ataupun
ketergantungan perekonomian. terjadi sekitar tahun 1750M-1914M.21
6. Bagian keenam, adalah bagian paling mutakhir dari sejarah dunia, perubahan
besar dalam batasan-batasan wilayah dihasilkan pada saat akhir dari kerajaan
Ottoman, Hungaria, dan Rusia. Sekitar tahun 1914 sampai dengan sekarang.22
Pada masa ini, terbagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut:
a. Perang dunia pertama dan pendudukan seluruh wilayah oleh
Eropa.
b. Dunia diantara perang: revolusi, krisis ekonomi, dan pemerintahan
otoriter
c. Perang dunia kedua dan akhir dari kolonialisasi
d. Masyarakat Barat dan Eropa timur pada saat perang dingin
e. Revolusi dan reaksi Amerika Latin pada abad ke-2
f. Afrika, Timur Tengah dan Asia di era kemerdekaan
g. Revolusi dan kelahiran kembali dalam pembangunan nasional di
Asia Timur dan Pasifik.
h. Akhir dari perang dingin dan bentuk dari era baru
i. Era globalisasi
7. Periode kontemporer. Bagian terakhir ini tidak disebutkan dalam buku World
Civilizations the Global Experience. Bukan tidak disebutkan sama sekali,
34
hanya istilah kontemporer yang memang tidak menjadi salah satu klasifikasi
periode sejarah. Tahun dan kejadian-kejadian yang ada pada masa
kontemporer terdapat pada bagian keenam dan masuk dalam pembahasan
“dunia kedua dan akhir dari kolonialisasi” hingga “era globalisasi”23.
Kontemporer sendiri dapat dimaknai sebagai “present age” yang mana terus
bergerak maju dan terdapat pada memori kehidupan selam 80 tahun atau
sebuah generasi selama 25-30 tahun. Masa kontemporer ini pertama kali
terkenal pada masa modern dimana saat itu terjadi perang dunia kedua.24
Sedangkan definisi yang terdapat pada Wikipedia adalah sekumpulan sejarah
modern yang menggambarkan periode sejarah dari tahun 1945 hingga saat
ini.25
E. Pengertian Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan adalah penurunan mutu lingkungan dengan hilangnya sumber
daya air, tanah, dan udara. Selain itu juga kerusakan ekosistem dan punahnya
populasi flora dan fauna.26
Dengan lebih spesifik, Definisi di atas senada dengan definisi dari
environmental degdradation yang diberikan oleh UNEP (United Nations Environment Programme) dalam publikasinya yang berjudul Environment and
23Ibid,. 456-528
24Terry Smith, Contemporary, Contemporaneity (t.k., University of Pittsburgh, t.th.), 3.
25http://en.m.wikipedia.org/wiki/contemporary_history (Selasa, 6 Desember 2016, 08:22)
35
Disaster Risk. Environmental degradation adalah menurunnya kapasitas lingkungan
untuk mempertemukan antara objek ekologi, objek sosial, dan kebutuhan.27
Dengan istilah lain, Mudhofir Abdullah menyebut permasalahan lingkungan
dengan istilah yang berbeda lagi, yaitu krisis lingkungan. Krisis dipakainya dengan
makna perubahan keadaan secara radikal dalam kehidupan seseorang, atau situasi
yang telah kritis seperti krisis lingkungan. Pemaknaan krisis dalam hal ini, menuntut
sebuah analisis sosio-psikologis yang melihat aspek-aspek krisis dari titik-titik jiwa
manusia atau jiwa komponen lain seperti binatang dan tumbuhan.28
Kerusakan lingkungan semakin dahsyat di era modern dengan fenomena yang
disebut sebagai ecocide istilah ini menunjuk pada penghancuran ekosistem oleh
tindakan-tindakan spesies manusia. Aktivitas manusia seperti perang dan
pemanfaatan ceroboh atas sumber-sumber daya ekosistem. Rujukan awal mengenai
hal ini berangkat dari peperangan yang menggunakan teknologi kimia. Ecocide
sendiri telah berlangsung lama sejak teknologi yang terutama dalam bidang militer
digunakan dalam peperangan termasuk perang dunia pertama, perang dunia kedua
dan perang-perang modern lainnya.
27United Nations Environment Programme Post Conflict and Disaster Management Branch
International Environmenrt House, Inveromental And Disaster Risk Emerging Prespectives
(Switzerland: UN/ISDR secretariat, 2008).
28Mudhofir Abdullah, Al-Quran dan Konservasi Lingkungan (Jakarta: Dian Rakyat,2010),
BAB III
DATA BIOGRAFI DAN PENAFSIRAN MUFASIR
A.Penafsiran Fakhruddi>n al-Ra>zy1
Firman Allah SWT:
ﺴﺾْﺴـ
ُﻬ
ﺴ ِﺬُِ
ِسﺎ ﺒ
يِﺪْﺴأ
ْ ﺴﺴ ﺴ
ﺎﺴِﲟ
ِﺮْ ﺴْﺒﺴو
ِّﺮﺴـْﺒ
ِﰲ
ُدﺎﺴ ﺴْﺒ
ﺴﺮﺴﻬﺴﻇ
ﺴنﻮُ ِﺟْﺮﺴـ
ْ ُﻬ ﺴﺴ
ﺒﻮُِﺴ
يِﺬ ﺒ
2Dari sisi keterkaitan dari ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah kesirikan yang menyebabkan kerusakan. Sebagaimana firman Allah:
ﷲ
ﻻِﺐ
ﺲﺔﺴِﳍآ
ﺎﺴ ِﻬِ
ﺴنﺎﺴ
ْﻮﺴ
ﺴ ﺴﺪﺴ ﺴﺴ
. Dan jikalau kesirikan adalah sebabnya, maka Allah akan membuat kesirikannya nyata dengan menurunkan kerusakan. Walaupun apa yang ia kerjakan berbentuk perkataanُضْرﻷﺒﺴو
ُتﺒﺴﻮﺴ ﺒ
ِتﺴﺪﺴ ﺴﺴ
sebagaimana firman Allah:ُتﺒﺴوﺎﺴ ﺒ
ُدﺎﺴ ﺴ
ْﺮﻄﺴﺴـﺴـ
رﺒّﺪﺴ
ُلﺎﺴِْ ﺒ
ﺮِﺴﲣﺴو
ُضْرﻷﺒ
ﺴﺸْﺴـﺴو
ُِْ
ﺴن
. Dan terhadap ayat ini, Allah mengisyaratkan dengan firmannya:ﺒﻮُِﺴ
يِﺬ ﺒ
ﺴﺾْﺴـ
ُﻬﺴ ِﺬُِ
. Beberapa pendapat berselisih tentang ayat:ِﺮْ ﺴْﺒﺴو
ِّﺮﺴـْﺒ
ِﰲ
. dan pendapat dari beberapa mufasir: maksudnya adalah ketakutan akan angin topan di laut dan di darat.Mznnxzn,xz,
Dan beberapa yang lainnya berpendapat bahwa ketiadaan tanaman di sebagian
daratan dan salinitas air laut. Dan yang lainnya lagi berpendapat bahwa maksud dari
ُﺮْ ﺴْﺴأ
adalahُنُﺪُْﺴأ
, karena orang Arab menamakan kota-kota dengan laut dikarenakan
1
Fakhruddi>n al-Ra>zy, Mafa>tih al-Ghayb juz 25 (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), 128
36
Ketahuilah, bahwasannya setiap kerusakan disebabkan kesirikan, karena
kesirikan tersebut telah ada di dalam perbuatan tanpa perkataan dan I‘tiqad. Maka itu
dinamakan dengan fa>siq, dan kemaksiatan. Karena, kemaksiatan tidak disebabkan
oleh Allah namun disebabkan dari diri manusia sendiri. Maka, fa>siq adalah kesirikan
kepada Allah dengan perbuatan. Inti dari bab ini adalah, bahwa kesirikan dengan
perbuatan tidak mengharuskan adanya ketentuan. Karena asal dari seseorang adalah
hati dan lisannya. Dan jika tidak ditemukan diantara keduanya, kecuali tauhid yang
menghilangkan kesirikan badany dengan kesamaan terhadap hati dan lisan. Dan
firmannya yang berbunyi:
ﺒﻮُِﺴ
يِﺬ ﺒ
ﺴﺾْﺴـ
ْ ُﻬﺴ ِﺬُِ
telah kita jelaskan bahwasannya haltersebut bukanlah keseluruhan dari balasannya. Dan sesuatu yang telah ditetapkan,
berlaku bagi mereka. Dan firman Allah:
نﻮُ ِﺟْﺮﺴـ
ْ ُﻬ ﺴﺴ
yakni sebagaimana taubat ataukembalinya orang-orang yang menyesal sedangkan sesungguhnya Allah mengetahui
orang yang telah ia sesatkan tidak akan kembali. Akan tetapi, manusia tidak tahu,
maka mereka mengharapkan ada diantara orang sesat itu yang kembali setelah
merasakan perbuatan mereka sendiri sebagaimana seorang tuan jika mengetahui
budaknya tidak bisa dicegah dengan perkataan. Jika seseorang mengatakan mengapa
3T}ant}a>wy Jauhary, Al-Jawa>hir fi tafsi>r al-Qura>n al-Kari>m, (Mesir: Mat}ba’ah
37
B.Penafsiran T}ant}a>wy Jawhary
ِﺮْ ﺴْﺒﺴو
ِّﺮﺴـْﺒ
ِﰲ
ُدﺎﺴ ﺴْﺒ
ﺴﺮﺴﻬﺴﻇ
dengan terjadinya peperangan, pengerahan pasukan, dan pelucuran pesawat-pesawat tempur. dengan kapal-kapal perang, penggunaantorpedo, kapal selam, dan memutus telegram pada saat peperangan.
يِﺪْﺴأ
ْ ﺴﺴ ﺴ
ﺎﺴِﲟ
ِسﺎ ﺒ
karena disebabkan oleh mereka (manusia), sebagaimana yang terdahulu, denganjeleknya cela yang mereka miliki dan dengan tabiat alamiah mereka, menyebabkan
mereka melakukan perbuatan seperti ini di bumi, oleh karena nya, sebagai balak bagi
mereka, maka ditimpakanlah penyakit tha>‘u>n, berbagai macam demam, dan
hewan-hewan kecil yang dinamakan dengan mikroba. mikroba tersebut menempati dataran
dan pegunungan, dan dapat menyebabkan penyakit, cacar, dan campak. dan ini
menyebabkan penyakit t}a>‘u>n dalam jenis ataupun beberpa jenis hewan dan
tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia. Hama tersebut menyerang
tumbuh-tumbuhan seperti halnya menyerang jenis tumbuh-tumbuhan Kapas Mesir, Anggur Perancis,
38
Dikarenakan manusia telah dititipi bumi ini, dan mereka telah bertanggung
jawab atas timbulnya penyakit tersebut, dan hal ini adalah untuk melatih dan
memberikan pelajaran kepada manusia, dan ringkasan apa yang telas dijelaskan
diatasa adalah bahwa kerusakan di laut dan di darat ada kalanya disebabkan karena
perbuatan manusia dan ada kalanya adalah proses alamiyah yang diciptakan sebab
kekurangan yang dimiliki manusia, sebagai balasan dan ujian baginya.
Firman Allah SWT
ﺒﻮُِﺴ
يِﺬ ﺒ
ﺴﺾْﺴـ
ُﻬﺴ ِﺬُِ
memiliki makna bahwa haltersebut adalah sebagian dari balasan, karena, sempurnanya balasan adalah di akhirat.
ﺴنﻮُ ِﺟْﺮﺴـ
ْ ُﻬ ﺴﺴ
dari apa-apa yang telah mereka kerjakan.Dan kerusakan yang disebabkan oleh manusia menurutnya dapat
menyebabkan berbagai penyakit diantaranya:
1. Bencana alam dari gigi-gigi yang kuat
Jika engkau melihat tikus, maka waspadalah pada hewan tersebut.
akan tetapi, maka tidak sepantasnya engkau meremehkannya. Karena hewan
ini adalah hewan yang kecil dan hewan yang paling kuat di dunia. Musuh
yang menjadi momok bagi manusia. Oleh karenanya, engkau harus
memerangi hewan ini di setiap tempat dimana berkembang marabahayanya
yang besar. Dan dalam hal ini, Sir. William Bul menganalisa kerugian yang
disebabkan oleh tikus-tikus tersebut di Inggris mencapai sekitar 250 juta
junaih, oleh karena itu, parlemen Inggris mengeluarkan keputusan yang sangat
39
serius dalam masalah ini. Dan jika pemerintah mengetahui bahwasannya di
kediaman setiap penduduk terdapat tikus, maka diutuslah utusan kepada
mereka untuk memberantas tikus-tikus tersebut. Dan jika belum tuntas, maka,
pemerintah mengirim beberapa orang untuk memberantasnya. langkah
memerangi tikus ini oleh pemerintah dijadikan sebagai prosedur dari
undang-undang penanggulangan. sedangkan pemerintah Amerika, memberikan
imbalan bagi siapa saja yang memburunya. Hingga di wilayah Teksas, para
gadis-gadis di sana dalam kurun waktu enam minggu, dapat membunuh 7398
ekor tikus. Dan telah berkembang dengan ikut sertanya para anak laki-laki di
dekat daerah ini, yang telah membunuh sekitar 10.000 ekor tikus. Dan
diperkirakan kerugian yang diakibatkan oleh tikus dalam setahun palisng
sedikit sekitar 10 shilling. Jika dua ekor tikus melakukan perkawinan pada
kurun waktu tiga tahun, maka, akan tumbuh dari keduanya 18 keturunan.
Hingga jumlah individunya mencapai 359,809,482 ekor tikus. Dan jika
bencana alam yang berasal dari 2 tikus adalah bencana yang besar dari segi
ekonomi, maka sesungguhnya bencana bagi manusia dari segi kesehatan
adalah bencana yang paling besar. Karena, tikus hidup di tempat-tempat yang
kotor, dan keluar dari lubang-lubang mereka yang jorok ke tempat-tempat
dimana terdapat makanan dan meninggalkan bakteri di bahan-bahan makanan
lalu menyebarkannya di lantai ruangan. Ilmu kedokteran menetapkan bahwa
40
mematikan. Dan dari bulunya juga, terdapat penyakit t}a>‘u>n dan penyakit
lainnya yang menyebabkan berbagai penyakit. Jumlah manusia yang menjadi
korban dari bakteri tikus lebih banyak dari korban perang yang telah
disebutkan oleh sejarah. Penyakit t}a>‘u>n dan wabah yang membuat
orang-orang Eropa mengungsi dari permukimannya pada masa lalu tidak
berkembang kecuali dari tikus yang memindahkan infeksi. Diperkirakan
korban salah satu dari penyakit ini dalam satu hari berjumlah 10000 jiwa di
kota Kostantinopel pada tahun 405 masehi. Dan beberapa kali penyakit ini
membunuh penduduk Italia. T}a>‘u>n telah menyebar di seluruh Eropa dalam
kurun waktu 14 tahun dan membunuh penduduk wilayah tersebut. Tragedi ini
dinamakn dengan Black Death dan telah memakan korban 25,000,000 jiwa.
sedangkan korban di India pada tahun 1892 sekitar 9,000,000 jiwa.
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa bencana yang diakibatkan oleh
tikus menjelaskan atas apa yang terjadi pada hewan singa, harimau, serigala,
hingga akhirnya ditemukan pada hewan buas di seluruh dunia.
Politisi Negara dan para ilmuwan berpendapat bahwa sesungguhnya
dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, para insinyur kota harus
mendirikan rumah baru mereka dengan membuat langit-langit dengan model
khusus sehingga tidak membiarkan tikus hidup di sana. Dan harus ada
perbaikan lain untuk tanah perkotaan sehingga tidak memungkinkan tikus
untuk membuat lubang. Dalam hal ini, tidaklah menjadi keharusan bagi dokter
41
untuk mengerjakan apa yang dikerjakan oleh insinyur. Telah jelas
sesungguhnya perkotaan yang concern dalam bidang kesehatan, di dalamnya
terdapat sedikit tikus. Berbeda dengan qura>’ dan mudu>n yang mengabaikan
masalah kesehatan. Oleh karena itu, sesungguhnya kita menghadapkan
perhatian setiap anggota keluarga terhadap pembersihan rumah dari hewan
yang mengkhawatirkan ini. Karena hewan tersebut tidak berbeda dengan
hakikat pencuri yang membunuh dengan tangannya. Sesungguhnya hewan
tersebut melakukan dua pekerjaan dalam satu waktu.
2. Disebabkan tikus juga
Akademi kesehatan di Inggris telah menetapkan bahwa sesungguhnya
tikus-tikus jantan melakukan perkawinan dalam satu tahun, sehingga
melahirkan anaknya, anaknya lagi dan pada akhirnya di penghujung tahun
dapat mencapai 10.000 ekor tikus. Sampai jumlah kerugian yang telah
dirusaknya mencapai 1500 junaih. Perkiraan kerugian Inggris yang
disebabkan oleh tikus yang berjumlah 70.000.000 junaih setiap tahun,
berakhir pada warta tersebut.
Kerusakan di darat dan di laut tidak terbatas dalam hal-hal yang ada di
sini, akan tetapi dapat melampaui pada permasalahan yang banyak. Saya
42
3. Penyakit yang menular
Penyakit ini menular melalui air, makanan, udara, dan pembuahan.
Dan penyakit yang sering menular dengan media air dan makanan adalah,
disentri, diare, kolera, demam typhus, dan lain sebagainya. Dan terkadang,
menular melalui susu yaitu penyakit qarmizy dan depteri. Penyakit-penyakit yang menular melalui udara dan bersentuhan adalah demam typhus,
pneumonia, cacar air, campak, influenza, batuk, depteri, cacar dan lain
sebagainya. Dan penularan penyakit melalui nyamuk, serangga hemiptera dan
kutu. Seperti halnya demam malaria, dan demam yang kambuh-kambuhan,
dan penyakit t}a>‘u>n yang menular melalui kutu-kutu yang berasal dari tikus.
Dan dari beberapa penyakat yang menular melalui pembuahan bintik merah
(penyakit demam disertai bintik merah), demam nifas, keracunan berdarah.
cacar sapi, Penyakit Anjing Gila, Titanus, Tuberkolosis, Kusta, dan lain
sebaga