• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerusakan lingkungan dalam al-rum ayat 41: komparasi tafsir Mafatih al-Ghayb, tafsir al-Jawahir fi tafsir al-Quran, dan tafsir al-Misbah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerusakan lingkungan dalam al-rum ayat 41: komparasi tafsir Mafatih al-Ghayb, tafsir al-Jawahir fi tafsir al-Quran, dan tafsir al-Misbah."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KERUSAKAN LINGKUNGAN DALAM AL-RU>

>

>

>

>

>

M AYAT 41

(Komparasi Tafsir

Mafa>

tih al-Ghayb

, Tafsir

al-Jawa>

hir fi>

Tafsi>

r al-Qura>

n

,

dan Tafsir

al-Misbah

)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

MUHAMAD ASADULLOH NIM: E33213107

PRODI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)

 

(5)
(6)

Abstrak

Seiring berjalannya waktu, masyarakat akan terus berkembang, begitu juga masalah masalah umat sudah tidak lagi sama seperti sebelumnya. Kerusakan lingkungan misalnya, permasalahan ini baru muncul pada masyarakat modern, masyarakat yang hidup sebelum era ini, tidak ada satu pun dari mereka yang menyangka betapa hebatnya dampak dari aktivitas manusia terhadap lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan seperti ini menjadi masalah yang meresahkan bagi umat manusia, padahal umat manusia sendirilah yang memulainya. Fenomena tersebut tidak hanya menjadi bencana bagi masyarakat secar lokal, namun lebih parah lagi, secara global memgancam keberadaan umat manusia, tak terkecuali bagi umat Islam. Dalam permasalahan ini, umat Islam yang senantiasa merujuk pada Alquran sebagai landasan berperilaku mereka, pasti akan sanagat membutuhkan kitab suci tersebut sebagai petunjuk untuk menyelesaikan permasalahan kerusakan lingkungan. Mereka, tidak dapat lagi menggunakan pemahaman pemahaman masyarakat terdahulu dalam memahami Alquran. Karena, pendahulu mereka tidak pernah menghadapi apa yang sedang mereka hadapi. Merekapun mencoba mencari jawaban dan mengkomunikasikan masalah yang mereka hadapi dengan kitab suci mereka tersebut. Dari situlah terjadi perbedaan penafsiran Alquran dari satu kondisi kepada kondisi lain yang berbeda. Ketiga mufasir yang akan dibahas di dalam penelitian ini yaitu Fakhru al-Di>n ar-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary dan Quraish Shihab memiliki pemaknaan kerusakan lingkungan yang berbeda pada surat al-Ru>m ayat 41 sesuai dengan kapasitas keilmuwan, permasalahan yang ada, dan kondisi yang ada di masanya.

(7)

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Telaah Pustaka ... 6

F. Metodologi Penelitian ... 8

G. Sistematika Pembahasan ... 11

(8)

A. Hermeneutika Wihlem Dilthey ... 14

B. Pengertian Tafsir ... 25

A. enafsiran Fakhruddi>n al-Ra>zy ... 35

C. Sejarah Penafsiran Alquran ... 26

D. Pengertian Sejarah dan Masa-Masanya ... 31

E. Pengertian Kerusakan Lingkungan ... 34

BAB III : DATA BIOGRAFI DAN PENAFSIRAN MUFASIR ... 35

P B. Penafsiran T}ant}a>wy Jauhary ... 37

C. Penafsiran Quraish Shihab ... 49

D. Biografi T}ant}a>wy Jauhary ... 54

E. Biografi Fakhruddi>n al-Ra>zy ... 55

F. Biografi M Quraish Shihab ... 56

BAB IV: ANALISA PERBANDINGAN PENAFSIRAN QS AR-RUM AYAT 41 ... 59

A. Persamaan Penafsiran Surah ar-Rum Ayat 41 Tentang Kerusakan Linkungan ... 59

B. Akar Perbedaan Penafsiran Fakhruddi>n al-Ra>zy, T}ant}a>wy Jauhary, dan M Quraish Shihab dalam Tafsir Surah ar-Rum Ayat 41 ... 61

C. Kekurangan dan Kelebihan ... 78

D. Sintesa Analisis Perbandingan ... 81

BAB V: PENUTUP ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

(9)

(10)

1         

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, salah satu dari isu-isu mutakhir yang sedang berkembang adalah

permasalahan mengenai lingkungan. Contoh persoalan yang dapat ditemui adalah,

berkurangnya kualitas hidup yang diakibatkan oleh pencemaran udara, juga beberapa

masalah lingkungan lain seperti global warming, climate change, dan munculnya

berbagai wabah.

Masalah-masalah tersebut timbul karena terjadinya kerusakan alam seperti

berkurangnya wilayah hutan, dan rusaknya ekosistem. Seperti beberapa waktu lalu,

persebaran Asap dari kebakaran di Riau hingga sampai memasuki wilayah Singapura.1 Bukan hanya sekali itu saja, setiap tahunnya Asap dari kebakaran hutan di Indonesia

selalu terjadi hingga mmengakibatkan kurang baiknya kualitas udara untuk pernafasan

masyarakat, dan juga mengganggu jarak pandang. Yang lebih parah lagi adalah, ketika

kebakaran tersebut menambah memperburuk pemanasan global dan mengurangi

kawasan hutan yang menjadi “paru-paru bumi”.

Selain karena faktor alam yang terjadi secara sunnat allah, semisal rusaknya

hutan karena letusan gunung berapi, campur tangan manusia juga memiliki pengaruh

besar dalam perusakan lingkungan melebihi kapasitas alamiahnya. Penulis sepakat

dengan apa yang diungkapkan oleh Sayyed Hossein Nasr:  

(11)

2   

The dangers brought about by man's domination over nature are too well known to need elucidation. Nature has become desacralized for modern man, although this process itself has been carried to its logical conclusion only in the case of a small minority2

Apa yang dimaksudkan oleh Nasr adalah, bahwa bahaya yang telah dibawa oleh

manusia dengan mendominasi alam, tanpa adanya penjelasanpun hal ini sudah bisa

untuk difahami. Kini, setelah keruskan terjadi, Alam telah menjadi sesuatu yang sakral

bagi orang-orang modern, namun hanya sebagian kecil minoritas, khususnya bagi para

ilmuwan.

Illegal loging, pembakaran hutan, dan eksploitasi alam. Apa yang telah dilakukan manusia tersebut tidak mencerminkan manusia sebagai Khali>fatullah fi> al-ard} yang seharusnya mengelola alam dengan baik, namun sebaliknya, perbuatan mereka

tersebut malah merusak alam.

Permasalahan ini menjadi isu internasional yang diresahkan oleh banyak negara.

Ironisnya, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduknya adalah umat Islam,

juga menjadinegarayang mengalami kerusakan lingkungan. Dalam sebuah tausiah, KH

Mustofa Bisri mengungkapkan “Indonesia ini mayoritas adalah umat Islam, kalau

Indonesia maju dan berjaya maka orang Islamlah yang pertama-tama harus bersukur,

tapi kalauterpuruk seperti sekarang, umat Islamlah yang paling bertanggung jawab”.3

Ketika paru-paru dunia seperti Indonesia mengalami kerusakan lingkungan,

negara-negara timur tengahlah yang harus menelan pil pahit dengan masalah lingkungan       

2Sayyed Hossein Nasr,

Man and Nature the Spiritual Crisis in Modern Man (Inggris: Unwin

Paperbacks, 1988), 18. 

3Tausiah Mustofa Bisri pada Haflah Seni dan Dakwah Peringatan Tahun Baru Islam 1428 H (Pekalongan:

(12)

3   

yang tidak kalah kronisnya. wilayah Arab menjadi salah satu wilayah yang terancam

dengan adanya climate change yang disebabkan oleh masalah lingkungan4 Begitu juga dengan semua negara di permukaan bumi juga terkena dampak dari global warming dan

climate change. Sehingga, tidak hanya umat Islam di Indonesia saja yang memiliki tanggung jawab terhadap hal ini, namun juga umat Islam di seluruh dunia.

Oleh karena itu, Alquran sebagai kitab suci yang menjadi landasan berperilaku

umat Islam harus tetap relevan untuk setiap waktu dan tempat (s}a>lih likulli zama>n wa maka>n). Termasuk untuk saat ini, ketika global warming dan kerusakan lingkungan menjadi masalah yang benar-benar serius, Alquran harus bisa menjawab permasalahan

umat.

Tentunya untuk mendialogkan antara Alquran dan permasalahan kerusakan

lingkungan, diperlukan penafsiran terhadap teks yang statis sehingga lahir sebuah

konteks yang siap dikonsumsi untuk menjawab masalah yang ada.

Oleh karenanya, perlu kiranya untuk meneliti proses penafsiran surat al-Rum

ayat 41,karena ayat inilah yang identik dengan kerusakan lingkungan. Hal ini terbukti

bahwa beberapa mufasir dengan background masa yang berbeda, menafsirkan ayat ini dengan pemaknaan yang sama yaitu kerusakan lingkungan, meskipun ada sebagian yang

lain yang membatasi hanya pada kemusrikan atau dengan terbunuhnya Habil oleh

Qabil.5 Selain itu, hanya pada ayat ini para mufassir kontemporer6lebih memahami ayat

 

      

4ISDR (International Strategy Disaster), RAED (Arab Network for Environment and Development), An Overview of Environment and Disaster Risk Reduction in the Arab Region (t.k., t.p., 2011), 12-13. 

(13)

4   

ini sebagai ayat mengenai kerusakan lingkungan. Seperti halnya Fakhruddi>n al-Ra>zy, ketika menafsirkan ayat ini, beberapa ayat lain yang ia kaitkan dengan ayat ini, seperti

pada surat al-Mukminu>n ayat 71, ia tidak membahas seperti apa yang ia paparkan tentang kerusakan lingkungan pada surah al-Rum 41. Sedangkan Quraish Shihab,

membahas kerusakan lingkungan dengan porsi yang lebih daripada ketika ia

menafsirkan ayat-ayat lain seperti pada al-A’raf ayat 96. Dan tantowi jauhari, dalam

ayat ini, dengan panjang lebar membahas tentang adanya wabah penyakit dan

memberikan gambaran tersirat tentang kondisi kerusakan pada saat dia hidup, dimana

perang dunia dan kolonialisasi sedang terjadi.

Karena penafsiran selalu berproses seiring dengan berkembangnya zaman7 maka

akan diketahui bagaimana Fakhruddin ar-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary dan Quraish Shihab, yang ketiganya berada pada masa yang berbeda berbicara tentang kerusakan lingkungan

ketika menafsirkan surah al-Rum ayat 41.

Tentu saja, porsi pembahasan tentang kerusakan lingkungan pun juga berbeda.

sehingga perlu adanya perbandingan untuk menyempurnakan penafsiran dari ketiganya,

sehingga konteks daripada ayat bisa lebih matang untuk menjawab permasalahan umat.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka masalah yang

akan dijawab dalam penelitian komparatif ini adalah:

(14)

5   

1. Apa persamaan dan perbedaan antara penafisran Fakhruddi>n al-Razy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab QS dalam al-Rum ayat 41?

2. Apa keunggulan dan kekurangan dari penafisran Fakhruddi>n al-Razy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab?

3. Bagaimana bentuk sintesa kreatif dari perbandingan penafisran Fakhruddi>n al-Razy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeteksi persamaan pembahasan dalam penafsiran ayat

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan diantara

ketiga tafsir tersebut

3. Untuk mengetahui keunggukan dan kekurangan masing-masing tafsir

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini sangat penting dikarenakan beberapa hal, yang pertama, dengan

semakin maraknya perusakan lingkungan yang dilakukan manusia, ditambah lagi tidak

sedikit masalah tersebut terjadi di negara yang mayoritas penduduknya adalah umat

Islam. Sehingga perlu adanya perhatian lebih besar terhadap kajian Alquran yang

mengatur mengenai perilaku manusia terhadap alam.

Yang kedua adalah, untuk memperluas khazanah keilmuan Alquran dan tafsir.

Tulisan terkait mengenai masalah lingkungan dan Alquran sudah banyak dilakukan.

Namun, mengenai apakah penafsiran semacam ini sudah pernah dilakukan oleh

orang-orang terdahulu belum banyak dilakukan karena menganggap bahwa literatur tafsir pada

(15)

6   

masa klasik dan pertengahan tidak banyak menyinggung masalah ini dan jika ada

pembahasan tentang hal tersebut, tidak terlalu mendalam.

Dan yang terakhir, menepis anggapan bahwa Alquran hanyalah sebuah teks yang

statis, hanya dapat digunakan untuk menjawab permasalahan umat pada masa lalu, dan

tidak dapat digunakan untuk menjawab permasalahan umat pada saat ini sebagaimana

permasalahan lingkungan yang sudah mengkhawatirkan.

E. Telaah Pustaka

Penelitian ini bukanlah yang pertama kali dilakukan, sebelum penelitian ini sudah

ada beberapa penelitian yang dilakukan berkenaan dengan kerusakan lingkungan dalam

produk penafsiran Alquran, terlebih lagi dalam penafsiran T}ant}a>wy Jawhary dan Quraish Shihab.

Dalam penelitian terdahulu, Siti Noor Aini dengan karya skripsinya yang

berjudul “Relasi antara Manusia dengan Kerusakan Lingkungan (Telaah atas Penafsiran

Tantawi Al-Jauhari dalam Kitab Al-Jawa>hir fi> Tafsi>r al-Quran al-Kari>m”8 dalam tulisan ini, penulis memaparkan secara deksriptif tentang metodologi penafsiran yang

digunakan oleh T}ant}a>wy Jawhary. Tentang inti pembahasannya, dalam tulisan ini dijelaskan tentang pengklasifikasian kerusakan lingkungan dan hubungannya dengan

manusia.

       8Siti Noor Aini,

Relasi antara Manusia dengan Kerusakan Lingkungan (Telaah atas Penafsiran Tantawi Al-Jauhari dalam Kitab Al-Jawahir fi Tafsir al-Quran al-Karim) (Skripsi tidak diterbitkan,

(16)

7   

 

       

Penelitian lainnya yang juga terkait dengan hal ini adalah karya skripsi yang

ditulis oleh Muwafiqatul Isma, dengan judul “Ayat-Ayat Ekologis dalim Tafsir

AL-Azhar dan Tafsir Al-Misbah”9 dengan Membandingkan produk penafsiran Buya Hamka dan Quraish Shihab yang memiliki displin keilmuwan yang berbeda sehingga

mempengaruhi pada corak keduanya. Tulisan ini memiliki titik tekan bahwa manusia

adalah sebagai Khali>fah fi al-ard}yang sebagian dari mereka tidak menjalankan tugasnya sehingga membuat kerusakan di bumi.

Masih tentang Quraish Shihab, karya Tesis yang ditulis oleh Khafidhoh dengan

judul “Teologi Bencana dalam Prespektif Qurais Shihab”10 konsentrasi penelitian ini

adalah klasifikasi bencana menurut Quraish Shihab seperti kehancuran, kematian,

kebinasaan dan kerusakan. Klasifikasi tulisan ini dengan lebih mendalam dijelaskan

secara deksriptif oleh penulis.

Tulisan Ahmad Cholil Zuhdi, yang diterbitkan oleh jurnal mutawatir dengan judul

“krisis lingkungan hidup”11 banyak menghimpun ayat-ayat yang dengan pemahaman

dan narasi penulis, memiliki keterkaitan dan kecenderungan pada kerusakan lingkungan.

Ibn Kathi>r, menjadi pelengkap untuk menjelaskan tentang umat-umat terdahuluyang ada dalam pemahaman penulis tersebut sebagai umat-umat yang telah mendapat bencana

dan menjadi i’tiba>r untuk kerusakan lingkungan saat ini.

 

9Muwafiqatul Isma, Ayat-Ayat Ekologis dalam Tafsir AL-Azhar dan Tafsir Al-Misbah (Skripsi tidak

diterbirkan, Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN SunanKalijaga, 2008).  10Khafidhoh,

Teologi Bencana Alam Prespektif Qurais Shihab (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan

Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, 2011). 

(17)

8   

F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan bentuk tafsir bi al-ra’y dan metode yang digunakan adalah ijmaly dengan corak ‘ilmy ijtima’y. Hal ini dikarenakan, pembahasannya berkaitan dengan kerusakan alam dan masalah yang dihadapi oleh peradaban manusia.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif dengan menggunakan

metode analisis deskriptif-analisis, yakni suatu upaya untuk mendeskripsikan

penafsiran Fahkruddi>n al-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab, terhadap permasalahan mengenai kerusakan lingkungan dalam surat ar-Ru>m ayat 41.

1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Data diambil dari kepustakaan baik berupa buku, dokumen, maupun artikel12,

sehingga teknik pengumpulan datanya dilakukan melalui pengumpulan

sumber-sumber primer maupun sekunder. Seperti halnya Metode dokumentasi yang

mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip,

buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan

sebagainya.13

       12Hadari Nawawi,

Metodologi penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University press,

2001), 95. 

13Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

(18)

9   

Kemudian dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis sebagai panduan

dalam pembahasan. Adapun langkah yang akan peneliti lakukan dalam

pembahasan meliputi berikut ini:

a. Mengetahui bagaimana ketiga mufasir yang akan membahas mengenai

kerusakan lingkungan dalam surat ar-Rum ayat 41.

b. Menganalisa bagaimana kontruksi penafsiran mereka terbentuk.

2. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode

deskriptif-analisis yang berarti deskriptif-analisis dilakukan dengan cara menyajikan deskripsi

sebagaimana adanya, tanpa adanya perubahan data oleh pihak peneliti.14 Usaha

pemberian deskripsi atas fakta tidak sekedar diuraikan, tetapi juga mendeteksi

adanya keganjilan dan menjelaskan sebab yang menimbulkan hal tersebut.

Dengan menggunakan metode deskriptif-analisis, kajian ini meneliti penafsiran

Fahkruddi>n al-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish Shihab dengan analisa teori historical understanding yang digagas oleh wihlem Dilthey.

Metode penafsiran sebagai teknik analisis pada penelitian ini adalah

adalah muqa>rin karena membandingkan pendapat ulama tafsir yang meliputi Fahkruddi>n al-Ra>zy, T}ant}a>wy Jawhary, dan Quraish dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran.15 dan pendekatan penafsirannya adalahada>by ijtima>’ydan ‘Ilmy.

 

      

14Siswantoro, Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis, (Surakarta: Sebelas Maret University

Press, 2004), 49. 

15

(19)

10   

3. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) karena penelitian ini akan terfokus pada data-data yang bersumber pada naskah-naskah

yang sesuai dengan pokok pembahasan.

a. Data Primer:

1) Tafsir al-Jawa>hir fi Tafsi>r al-Qura>n al-Kari>m 2) Tafsir Mafa>tih al-Ghayb

3) Tafsir al-Misbah

b. Data Skunder:

1) Epistimologi Tafsir Kontemporer

2) Man and Nature the Spiritual Crisis in Modern Man the Qur’an Leads

the Way to Science

3) ISDR(International Strategy Disaster), RAED (Arab Network for

Environment and Development),An Overview of Environment and

Disaster Risk Reduction in the Arab Region

4) Belajar Hermeneutika

5) Hermeneutika

6) Seni Memahami

7) World Civilization: The Global Experience

8) Mazhab Tafsir

(20)

11   

10) Alquran dan Konservasi Lingkungan

11) al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n 12) Studi Ilmu-Ilmu Qur’an

13) Mozaik Mufasir al-Quran

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I adalah pendahuluan yang di dalamnya meliputi latar belakang masalah

untuk menjelaskan sebab kenapa tema penelitian mengenai kerusakan lingkungan

dalam beberapa karya tafsir perlu dilakukan. Selanjutnya, masalah-masalah yang

akan dipecahkan dalam penelitian ini dirumuskan sehingga akan jelas masalah

yang akan dijawab. Sangat urgen dan pentingnya mengapa penelitian ini sangat

penting dan harus dilakukan akan dibahas dalam tujuan dan kegunaan penelitian.

Juga akan dijelaskan mengenai batasan masalah untuk menghindari adanya

kesalah pahaman pembaca dalam memahami penelitian ini dan menghindari

pelebaran pembahasan. Seperti halnya anatomi yang ada dalam tubuh manusia,

penelitian juga membutuhkan kerangka seperti tulang yang menyusun tubuh

manusia. Bentuk penelitian dalam menganalisa dan pengumpulan data akan

diketahui dengan adanya kerangka teori.

(21)

12   

Dan dalam penelitian ini, akan dejelaskan singkat mengenai

penelitian-penelitian terdahulu dalam telaah pustaka untuk menghindari plagiasi dan

pengulangan penelitian.

Bab II akan membahas mengenai beberapa pengertian dan teori yang akan

digunakan dalam penelitian ini. Hal ini diperlukan untuk memperkuat argumentasi

dan ketajaman analisa. Diantara beberapa pengertian yang akan dibahas didalam

penelitian ini adalah pengertian dari tafsir, sejarah, dan pengertian dari kerusakan

lingkungan. Pengertian tentang tafsir di dalamnya juga termasuk teori yang

memang harus ada. Teori tersebut mengenai tafsir adalah produk manusia dan

bersifat relative.

Bab III merupakan pembahasan tentang metodologi yang digunakan mufasir

tersebut dalam penulisan tafsir. Identitas tafsir juga secara global juga akan

diketahui dalam pembahasan ini.

biografi mufasir, pembahasan ini meliputi setting sosio-historis, keilmuwan, dan karir. Hal ini sangat harus dilakukan melihat kerangka teori yang digunakan

adalah historical understanding yang harus mengetahui background penulis untuk mengetahui keseluruhan dari teks.

Bab IV adalah bagian dimana analisa dilakuakan. Kerangka dan landasan

teori yang ada, digunakan sebagai pisau analisa dalam mengolah data yang telah

dikumpulkan. Dalam penelitian perbandingan ini, persamaan dan perbedaan

(22)

13   

 

mengapa perbedaan diantara ketiga tafsir tersebut dapat terjadi. Pendeskripsian

pemaparan ketika membahas persoalan kerusakan lingkungan dalam tafsir-tafsir

tersebut juga dijelaskan dalam bab ini. Kemudian, intesis untuk melengkapi satu

sama lain juga akan memenuhi kekurangan yang ada pada ketiga tafsir tersebut

Bab V berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari masalah-masalah

yang di awal telah dirumuskan dan di analisa dengan beberapa teori. Dan yang

paling akhir adalah saran untuk mengembangkan dan melanjutkan penelitian yang

(23)

       

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hermeneutika Wihlem Dilthey

Teori yang ditawarkan oleh Dilthey adalah sebuah dikotomi antara erklaren yang

berasal dari ilmu-ilmu alam (naturwissenchaften) dan verstehen yang berasal dari

ilmu-ilmu sosial (geisteswissenchaften). Pengertian dari erklaren sendiri adalah sikap

positivistik ataupun naturalistik yang menjadi keharusan dalam ilmu-ilmu pengetahuan

alam untuk menentukan kadar ilmiah atau validitas ilmiah dari ilmu pengetahuan.

Selanjtnya, sikap ini melahirkan metode yang matematis dan eksperimental-empiristik.1

Berbeda dari erklaren, verstehen memiliki pengertian sebagai pemahaman subjektif

yang digunakan sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid tentang arti

subjektif tindakan sosial. Metode ini muncul karena kepentingan praktis manusia hendak

mengkomunikasikan maksud yang ada dalam kehidupan sosial sebagai “pikiran

objektif”. Sebagaimana agama, hukum, negara, adat, dan lain sebagainya. Untuk

mendapatkan makna yang objektif, haruslah dilakukan dengan “merekonstruksi”

ataupun “mereproduksi” makna seperti apa. yang dihayati oleh penciptanya. Misalnya,

dalam memahami sebuah teks, peneliti haruslah menggambarkan seutuhnya dari maksud

pengarang seakan-akan peneliti mengalami sendiri peristiwa historis sebagaimana yang

dialami oleh pengarang.2

 

1Edi Mulyono, Belajar Hermeneutika (Jogjakarta: Diva Press, 2012), 28-29. 

(24)

15   

Hal tersebut adalah, apa yang oleh Dilthey disebut sebagai historical

understanding, atau menurut Palmer sebagai historicalconciousness. Kesadaran sejarah ini mampu menyelesaikan masalah jarak budaya melalui kemampuan reproduksi.

Dengan kata lain, verstehen adalah kemampuan untuk masuk ke dalam kehidupan

mental orang lain atas dasar tanda-tanda yang diberikan kepada kita ataupun yang kita

dapatkan. Oleh karena itu, fungsi dari hermenutika adalah untuk mereproduksi maksud

pengarang melalui prapengandaian yang disebut dengan “transposisi historis”

(melepaskan diri dari konteks historis yang melingkupi kita dan masuk ke dalam

konteks kehidupan yang dimiliki oleh orang lain). Dengan prapengandaian ini, Dilthey

mengklaim bahwa dengan cara ini, objektivitas ilmu pengetahuan sosial dapat terjamin.

Usahanya ini merupakan kritik yang ditujukan untuk konsepsi yang diberikan oleh

Schleiermacher yang mengartikan interpretasi teks adalah interpretasi psikologis.

Karena, menurut Dilthey, memahami sebuah teksbukanlah dengan memahami kondisi

dan keadaan psikis pengarang, akan tetapi, dengan memahami makna dari

peristiwa-peristiwa yang mengelilingi pengarang.3

1. Formula Hermeneutika Dilthey

Mengutip dari perkataan Dilthey yang berbunyi “ilmu termasuk kajian

manusia, hanya jika obyeknya dapat kita akses melalui prosedur yang

didasarkan atas hubungan sistematis antara hidup, ekspresi, dan pemahaman”.

Formula ini jauh dari penjelasan mengenai diri sendiri. Dikarenakan, setiap

 

      

(25)

16   

term di atas memiliki makna yang sangat khas. Berikut penjelasan tentang

formula hermenutika Dilthey.4

a. Pengalaman5

Ada dua kata dalam Bahasa Jerman dimana memiliki artian

sebagai “pengalaman”. Yaitu erfahrung dan erlebnis(yang bersifat

lebih teknis). Kata yang pertama memiliki arti pengalaman dalam

artian umum, seperti halnya pengalaman hidup yang pernah dialami

oleh seseorang. Namun, bukan ini yang dimaksudkan oleh Dilthey,

kata yang digunakan oleh DIlthey lebih spesifik dan terbatas, yaitu

erlebnis, yang berasal dari kata kerja erleben(mengalami khususnya dalam urusan-urusan individual). Kata kerja tersebut merupakan kata

yang dibentuk melalui penambahan awalan er(yang secara umum

digunakan sebagai awalan diaman memiliki fungsi untuk

menunjukkan empati, pendalaman makna dari kata utama). Dengan

demikian, pengalaman dalam Bahasa Jerman sama dengan kata kerja

“hidup”. Bentuk tersebut adalah rasa empati yang mensugestikan

peristiwa hidup langsung yang didapati dalam keseharian.

Kata erlebnis atau ‘pengalaman hidup”, oleh Dilthey dimaknai

sebagai suatu unit yang secara bersamaan diyakini mempunyai

      

4Richard E. Palmer, Hermeneutika, terj. Masnur Hery dan Damanhuri Muhammed

(26)

17   

mempunyai makna yang umum. Dalam perkataan yang dipaparkan

oleh Dilthey:

Apa yang terdapat dalam arus waktu satu kesatuan dengan masa sekarang karena makna kesatuannya itu merupakan entitas paling kecil yang dapat kita tunjuk sebagai sebuah pengalaman. Lebih jauh, seseorang dapat menyebut setiap kesatuan menyeluruh dari bagian-bagian hidup terikat secara bersama melalui makna umum bagi keseluruhan hidup sebagai suatu pengalaman, bahkan jika bagian-bagian lainnya terpisah antara satu dengan yang lain oleh adanya gangguan berbagai peristiwa.

Sebagai contoh, pengalaman melukis yang penuh akan makna,

barangkali telah mengalami banyak perjumpaan dengan

pengalaman-pengalaman lainnya yang dipisahkan oleh waktu. Namun, tetap saja,

hal tersebut disebut sebagai sebuah pengalaman(erlebnis). Pengalaman

tersebut juga membawa peristiwa dalam berbagai bentuk, waktu, dan

juga tempat.

Makna dari “pengalaman” merupakan basis untuk memahami

hermeneutika Dilthey. Apa yang dimaksud sebagai pengalaman

bukanlah perilaku kesadaran reflektif. Karena jika seperti itu,

pengalaman akan menjadi sesuatu yang kita sadari, lebih dari itu, ia

merupakan perilaku itu sendiri. Pengalaman merupakan sesuatu

dimana seseorang hidup dan dilaluinya. Ia merupakan sikap yang

sebenarnya seseorang jalani untuk hidup dan dimana ia hidup. Secara

siangkat, pengalaman terjadi sedemikian rupa, sebagaimana ia secara

pra-reflektif ditentukan oleh maknanya. Selanjutnya, pengalaman

(27)

18   

pengalaman langsung, tetapi merupakan obyek dari perilaku

pertemuan dengan pengalaman yang lain. Dengan demikian,

pengalaman bukanlah persoalan tindakan kesadaran manusia. Ia bukan

dibentuk sebagai sesuatu di mana kesadaran berlaku dan dapat

memahaminya.

Ini berarti bahwa pengalaman secara langsung tidak dapat

memahami dirinya sendiri, karena jika seperti itu, maka

sesungguhnya pengalaman merupakan perilaku kesadaran reflektif.

Pengalaman tidaklah merujuk pada subyek yang merupakan

obyek tertentu. Dengan demikian, pengalaman telah ada sebelum

adanya pemisahan subyek-obyek. Diaman pemisahan itu sendiri

merupakan sebuah model yang digunakan oleh pemikiran reflektif.

Upaya-upaya yang dilakukan DIlthey untuk menempa

kategori-kategori yang akan mencakup lebih dari sekedar

elemen-elemen terpisah dari perasaan, pengetahuan, dan keinginan yang

sekaligus dipandang dalam kesatuan pengalaman seperti

kategori-kategori tertentu yang kemungkinan seperti berupa nilai

“kebermaknaan”, “tekstur”, dan “hubungan”.

Apa yang ditekankan oleh Dilthey yang jauh lebih bermakna

yaitu temporalitas “konteks hubungan” yang ada dalam “pengalaman”.

(28)

19   

maknanya pengalaman cenderung menjangkau danmencakup baik

rekoleksi masa lalu dan antisipasi masa depan dalam konteks “makna”

keseluruhan. Makna tidak dapat dibayangkan kecuali dalam term-term

apa yang diharapkan masa depan, juga tidak dapat lepas dari

ketergantungannya terhadap sesuatu yang terjadi di masa lalu dengan

demikian, masa lalu dan masa depan membentuk kesatuan struktural

dengan apa yang ada saat ini dari seluruh pengalaman. Dan konteks

temporal ini, merupakan horizon yang tidak dapat dipisahkan dimana

persepsi masa sekarang diinterpretasikan atau ditafsirkan.

Dilthey dapat disebut sebagai seorang realis ketimbang idealis.

Temporalitas pengalaman sebagaimana yang dikatakan oleh

Heidegger bersifat equiprimordial dengan pengalaman itu sendiri ia

tidak pernah menjadi sesuatu yang ditambahkan ke dalam pegalaman

tentunya seseorang dapat mencoba untuk menangkap proses

kehidupan seseorang dalam sebuah tindakan yang sadar reflektif.

Kesatuan dalam pengalaman khusus ini bersifat instruktif karena ia

hampir merupakan sebuah cermin dari cara dimana kesatuan ini secara

aktual ada dalam kesadaran pada ingkatan prareflektif sebagaimana

yang dikatakan oleh Dilthey :

apa yang terjadi bila ‘pengalaman’ (das erlebnis) menjadi objek

(29)

20   

structural : suatu perolehan objektif akan situasi yang membentuk dasarnya dan di atas ini diletakkanlah suatu pandangan [stellungnahme] sebagai kenyataan yang mengarah pada dan kenyataan yang merupakan hasil dari perolehan sccara objektif yang selaras dengan upaya untuk mendalami apa yang ada di balik kenyataan tersebut dan keseluruhan ini merupakan keberadaan bagi saya dalam konteks strukturalnya. Tentu saja, saat ini saya telah membawa situasi tersebut kea rah diskriminasi kesadaran, dan saya telah membawanya ke dalam relief hubungan structural – saya telah ‘memisahkannya’. Namun apapun yang telah saya bawa sebenarnya ada dalam pengalaman itu sendiri dan semata-mata telah dibawa agar bersniar dalam perilaku refleksi ini.

makna” dari “fakta yang diperoleh secara obyektif”

ditentukan oleh fakta itu sendiri, dan maknanya secara intrinsik memiliki sifat temporal, dipahami dalam term konteks kehidupan seseorang. Dilthey selanjutnya mengklaim bahwa ini bermakna sesuatu yang sangat signifikan bagi segenap studi terhadap realitas kehidupan yang ada pada manusia: “bagian-bagian komponen dari apa yang membentuk pandangan kita tentang perjalanan hidup kita ke semuanya secara bersama ada dalam kehidupan itu sendiri”. Kita dapat menyebut hal ini sebagai temporalitas atau historitas yang tidak dipaksakan dalam hidup namun bersifat internsik terhadapnya. Dilthey menegaskan bahwa suatu fakta yang sangat urgen bagi hermenutika: pengalaman secara internsik bersifat temporal (dan ini bermakna

historis dalam artian yang paling dalam terhadap kata tersebut) dan

untuk itu pemahaman akan pengalaman juga harus sepadan dengan kategori tempororal (historis).

(30)

21   

temporalitas pengalaman manusia sebagimana yang telah kita gambarkan. Ini berarti bahwa memahami kekinian sebenarnya hanya dalam horizon masa lalu dan yang akan datang. Ini bukan persoalan upaya sadar tapi dibangun ke dalam struktur pengalaman itu sendiri. Namun untuk membawa historisitas ini lebih tercerahkan mempunyai konsekuensi hermeneutis, dikarenakan non- historisitas tidak dapat dipertahankan lagi dan hanya membuat kita puas dengan analisis yang tetap tegas berpeganganan pada kategori-kategori sains yang secara fundamental asing terhadap historisitas pengalaman manusia.

b. Ekspresi6

Term kedua ini, yang dalam bahasa Jerman adalah sebagai

ausdruck dapat dierjemahkan dengan “ekspresi”. Sebagai contoh dikaitkannya term “ekspresi” hampir secara otomatis dengan perasaan;

dengan “mensgespresikan” perasaan dan sebuah teori ekspresi seni

secara umum melihat karya sebagai representasi simbolik perasaan.

Kata-kata mutiara, eksponen teori ekspresi karya puisi, memandang

puisi sebagai limpahan spontan dari perasan yang mempunyai

kekuatan. Ketika Dilthey menggunakan kata ausdruck ia tidak secara

prinsip mengacu pada limpahan emosi dari kedua hal tersebut. Bagi

Dilthey, sebuah ekspresi terutama bukanlah merupakan pembentukan

perasaan seseorang namun lebih “sebuah ekspresi hidup”; sebuah

“ekspresi” mengacu pada ide, hukum, bahasa, bentuk sosial. Bisa

 

      

(31)

22   

dikatakan segala sesuatu yang mengespresikan produk kehidupan

manusia.

Ausdruck dengan demikian dapat diterjemahkan tidak sebagai “ekpresi” namun sebagai sebuah “obyektifikasi pemikiran,

pengetahuan, perasaan dan keinginan manusia”. Siginifikansi

hermeneutis obyektifikasi adalah suatu yang oleh karena pemahaman

dapat difokuskan terhadap sesuatu yang telah diselesaikan, ekspresi

“obyektif” pengalaman hidup yang berlawanan dengan segala upaya

untuk mengatasinya melalui aktifitas introspkesi. Intrsopeksi tidak

dapat digunakan sebagai basis dsaar ilmu-ilmu manusia, demikianlah

apa yang ditengarahi oleh Dilthey karena refleksi langsung terhadap

pngalaman menghasilkan sebuah institusi yang tidak dapat

dikomunikasikan ataupun upaya pengkonsepan yang dnegan

sendirinya tercakup dalam ekspresi kehidupan dalam. Dengan

demikian, instropeksi merupakan cara yang tidak dapat digunakan

baik kepada pengetahuan diri maupun pengetahuan mansua dalam

ilmu-ilmu kemanusiaan. Ilmu-ilmu kemanusiaan harus memfokuskan

dirinya pada “ekspresi hidup”; ilmu-ilmu ini dengan berfokus pada

obyektifikasi hidup secara internsik bersifat hermeneutis. Terhadap

bentuk obyek apa ilmu-ilmu kemanusiaan dapat memfokuskan diri?

(32)

23   

setiap sesuatu dimana spirit manusia telah memiliki sifat yang obyektif maka sesuatu tersebut telah masuk dalam wilayah ilmu-ilmu kemanusiaan. Cakupannya seluas pemahaman itu sendiri dan pemahaman memiliki obyek kebenarannya dalam obyektifikasi kehidupan itu sendiri.

c. Pengalaman7

“Pemahaman” yang disebutkan disini tidak mengacu pada

pemahaman konsepsi rasional seperti halnya problem yang terdapat

pada matematika. “pemahaman” dipersiapkan guna untuk menunjuk

pada aktivitas operasional di mana pemikiran memperoleh

“pemikiran” yang berasal dari orang lain. Ini adalah momen dimana

hidup memahami hidup. Berikut pernyataan singkat yang diutarakan

oleh Dilthey: “kita menjelaskan hakikat; orang yang harus kita

pahami”.

Dengan demikian, pemahaman merupakan proses jiwa kita

memperluas pengalaman hidup yang dimiliki manusia. Pemahaman

membuka dunia individu pada seseorang kepada kita dan dengan

begitu juga membuka kemungkinan-kemungkinan di dalam hakikat

kita sendiri. Pengalaman merupakan transposisi dan pengalaman

dunia kembali sebagaimana yang ditemui orang di dalam pengalaman

hidupnya. Hanya melalui pengalamanlah sisi-sisi realitas secara

personal dan non-konseptual saling bertemu.

 

      

(33)

24   

2. Memahami Teks8

Pola hubungan antara pengarang dan karyanya terdapat dalam

dunia sosial-historis. Namun, Dilthey tidaklah sependapat dengan

Schleiermacher. Obyek penelitian ilmu-ilmu sosial kemanusiaan tidak

diketahui melalui intropeksi, melainkan lewat interpretasi. Ia

memusatkan modelnya pada “hubungan timbal balik dari

penghayatan (Erleben), ungkapan (Ausdruck) dan memahami

(Verstehen). Dilthey menjelaskan hubungan yang terkait antara penghayatan para pelaku sosial dan ungkapan-ungkapan mereka

dalam pola yang serupa dengan hubungan antara dunia mental

pengarang dan teks yang ditulisnya. Hubungan ini adalah model

keterkaitan antara dunia batiniah dan dunia lahiriah. Penghayatan

merupakan suatu hal dalam dunia batiniah, sedangkan ungkapan

adalah hal yang terdapat dalam dunia lahiriah. Cara menjembatani

keduanya menurut Dilthey adalah melalui “re-experiencing”. Berikut

adalah ilustrasi yang diberikan oleh Dilthey:

Tapi, ketika saya membaca surat-surat dan tulisan-tulisan luther, laporan-lapoan orang-orang sezamannya, catatan-catatan, disputasi-disputasi religious dan konsili-konsili, dan konfrontasinya dengan para pejabat, saya mengalami sebuah proses religious yang merupakan soal hidup dan mati, dari kekuasaan dan energi yang begitu bergelora yang melampaui kemungkinan untuk dialami langsung oleh orang dari zaman kita. Namun saya dapat mengalaminya kembali. Saya menempatkan diri pada keadaan, keadaan itu… saya mengamati dalam biara-biara sebuah cara menghadapi dunia tak kasat mata yang       

(34)

25   

mengarahkan jiwa rahib terus-menerus kepada soal-soal transenden; kontroversi-kontroversi teologis menjadi soal kehidupan batin. Saya mengamati bagaimana apa yang terjadi di biara-biara tersebar melalui berbagai saluran – khotbah-khotbah, pengakuan-pengakuan, pengajaran dan tulisan-tulisan kepada kaum awam; dan kemudian saya memerhatikan bagaimana konsili-konsili dan gerakan-gerakan

religious telah menyebarkan di mana-mana ajaran tentang gereja yang

tak tampak dan imamat universal dan bagaimana hal itu berkaitan dengan pembebasan orang dalam wilayah sekular. Akhirnya saya melihat bahwa apa yang telah dicapai oleh perjuangan-perjuangan seperti itu dalam sel-sel tunggal dapat bertahan hidup dan tidak dilawan oleh gereja.

Dalam ilustrasi di atas, dijelaskan bahwa untuk memahami

sebuah teks bukanlah menggunakan introspeksi psikologis, melainkan

interpretasi. Untuk memungkinkan proses itu, Dilthey tidak cukup

berimajinasi atau membayangkan diri seolah-olah berada dalam

posisi yang sama dengan posisi Luther. Dia juga harus membuat studi

dan investigasi dokumen-dokumen sejarah. Ini adalah proses

interpretasi karena upaya yang ada di dalamnya adalah interpretasi

dimana aktivitas memahami teks berlangsung.

B. Pengertian Tafsir

Pengertian tafsir yang dijelaskan dalam bagian ini, adalah untuk menggiring

pembaca pada pemahaman bahwa hermeneutika Dilthey tidak diterapkan pada

ayat-ayat Alquran namun diterapkan pada produk penafsiran para mufasir. Sehingga

pengertian tafsir perlu dijelaskan guna untuk mengetahui posisi dari objek yang akan

dianalisa.

(35)

26   

Kata tafsi>r secara etimologi berarti iba>nah (penjelasan terhadap makna yang

samar), al-kasyf (menyingkap makna yang tersembunyi), dan al-izhar (menampakkan

makna yang tersembunyi). Sehingga dapat disimpulkan secara terminology bahwa

tafsi>r sendiri bermakna suatau cipta karya manusia yang berasal dari pemahaman

mereka terhadap Alquran dengan menggnakan metode ataupun pendekatan tertentu.9

Tafsir sebagai produk, ini adalah pemikiran dari Muhammad Syahrur dan

Fazlur Rahman bahwa tafsir adalah produk pemikiran (muntaj al-fikr) dari penafsir

yang merespon terhadap kehadiran Alquran. Tafsir sendiri adalah hasil dari dialektika

dari teks, pembaca, dan realitas. Sehingga walaupun teks suci Alquran adalah suci

dan sakral, namun penafsiran terhadapnya tidaklah suci dan bersifat relatif.10

Penafsiran bersifat relatif, karena, tafsir sendiri adalah respons penafsir saat

memahami teks, kitab suci, dan problem sosial yang dihadapi. Setiap produk

penafsiran terhadap ayat suci Alquran sangat dipengaruhi oleh latar belakang mufasir,

seperti latar belakang keilmuan, konteks sosial, politik, kepentingan, dan tujuan

penafsiran.11

C. Sejarah Penafsiran Alquran

Historical Understanding adalah Hermeneutika Dilthey yang menuntut pengalaman seseorang untuk memehami teks yang diproduksi oleh seseorang

tersebut. Oleh karenanya, sejarah penafsiran Alquran juga dijelaskan disini untuk

      

9Abdul Mustaqim, Dinamika sejarah Alquran (Yogyakarta: Adab Press, 2014), 3. 

10Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKIS, 2012), 127. 

(36)

27   

mengklasifikasikan dimanakah ketiga mufasir yang ada disini berada, karena sejarah

perjalanan penafsiran Alquran juga mempengaruhi produk penafsiran dari penulis.

Dalam teori yang dipaparkan oleh Abdul Mustaqim ini, akan memunculkan

perubahan, kelanjutan, dan keragaman episteme dari masing-masing kurun waktu.

Menurutnya, tafsir adalah produk pemikiran yang mencerminkan “anak zamannya”,

sehingga, meniscayakan adanya perkembangan sesuai dengan semangat zamannya.12

Klasifikasi produk tafsir dalam prespektif ini dibagi menjadi tiga bagian,

sebagai berikut:13

1. Tafsir Era Formatif dengan Nalar Mitis/Quasi Kritis

Era ini, dimulai sejak zaman Nabi SAW sampai kurang lebih abad

II Hijriyah. Model ini, ditandai dengan:

a. penggunaan simbol-simbol tokoh untuk mengatasi persoalan.

Simbol tokoh yang dimaksud di sini adalah Nabi, para Sahabat dan

para Tabi’in yang cenderung dijadikan rujukan menafsirkan

Alquran.

b. cenderung kurang kritis dalam menerima produk penafsiran. Di

sini, Alquran berada pada posisi subjek, sedangkan realitas dan

penafsirannya sebagai objek. Sehingga, model berfikir deduktif

lebih menonjol dibandingan dengan model berfikir induktif.

 

      

12Abdul Mustaqim, Pergeseran epistemolgi Tafsir (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2008), 30. 

(37)

28   

c. Sedangkan metode yang ada pada era ini, masih bersifat

penyampaian oral dan menggunakan metode periwayatan.

2. Tafsir Era Formatif dengan Nalar Ideologis

Era ini terjadi abad pertengahan, ketika itu, tradisi penafsiran lebih

didominan dengan kepentingan-kepentingan politik, mazhab, ataupun

ideologi keilmuwan tertentu. Karakteristik tafsir era ini adalah:14

a. Pemaksaan gagasan ekternal Alquran, banyak sekali pembahasan

yang seharusnya berada di luar tafsir, namun dikembangkan

sedemikian rupa dalam penafsiran Alquran.

b. Bersifat ideologis, kecenderungan ini sangat tergambar dalam

produk penafsiran era ini, hal ini disebabkan kecenderungan cara

berpikir yang berbasis pada ideologi mazhab, sekte keagamaan,

ataupun keilmuan tertentu.

c. Bersifat repetitif, pada umumnya, produk tafsir yang ada pada era

ini sudah mengikuti sistem mushafy. Seringkali para mufasir

dihadapkan pada adanya ayat-ayat yang redaksinya memiliki

kemiripan dengan ayat-ayat lain, sehingga mufasir akan

menyinggung kembali ayat yang telah dibahas sebelumnya.

       

d. Bersifat parsial. Uraian tafsir cenderung sepotong-sepotong, tidak

menyeluruh sehingga, kurang mendapatkan informasi yang

konferhensif dalam tema yang sedang dibahas.  

(38)

29   

Pada saat tafsir era ini juga muncul berbagai corak penafsiran

sesuai dengan background masing-masing mufasir. Macam-macam corak

yang muncul pada saat ini adalah:

a. Corak linguistik, dengan corak ini, penafsiran lebih banyak

didominasi dengan uraian tentang berbagai aspek kebahasaan.

b. Corak fikih, diskusi-diskusi tentang masalah hukum fikih sangat

menonjol dalam produk penafsiran Alquran

c. Corak Teologis, seringkali produk tafsir yang bercorak teologis

digunakan oleh simpatisan kelompok teologis tertentu untuk

membela sudut pandang mereka.

d. Corak sufistik, tafsir ini, dibangun atas dasar-dasar teori sufistik

yang bersifat falsafi. Tafsir ini juga dimaksudkan untuk

menguatkan teori-teori sufistik.

e. Corak falsafi. Yang menonjol dari penafsiran ini adalah,

kajian-kajian filsafat sangat mendominasi dalam penafsiran ayat Alquran

f. Corak ‘ilmi. Teori-teori sains telah digunakan dalam menjelaskan

beberapa ayat-ayat Alquran.

3. Tafsir Era Reformatif dengan Nalar Kritis

Produk penafsiran yang selama ini ada dan dikonsumsi oleh umat

Islam mulai dikritisi denga nalar kritis. Dan para mufasir era ini, mulai

(39)

30   

melepas baju mazhab yang selama ini melingkupi produk penafsiran.

Karakteristik tafsir pada era ini adalah:15

a. Memosisikan Alquran sebagai kitab petunjuk, berawal dari kritik

Muhammad Abduh bahwa tafsir yang sudah ada hanyalah

pemaparan ulama yang saling berbeda dan hanya memusatkan

konsentrasinya kata-kata ataupun kedudukan kalimatnya,

sehingga, ini jauh dari tujuan diturunkannya Alquran sebagai

petunjuk bagi umat manusia. Disinilah mulai dikembangkan

metode penafsiran tematik-kontekstual maupun yang

dikembangkan melalui pendekatan historis, sosiologis,

hermeneutis, dan juga pendekatan interdisipliner.

b. Bernuansa hermeneutis, pada tafsir era ini, cenderung bernuansa

epistimologis metodologis dalam pengkajian Alquran. dalam hal

ini permasalahan harus selalu diarahkan bagaimana agar teks

tersebut selalu dapat dipahami dalam konteks kekinian yang ada

dalam kondisi dan situasi yang jauh berbeda dari masa saat itu.

c. Kontekstual dan berorientasi pada spirit Alquran

       

D. Pengertian Sejarah dan Masa-Masanya

selain sejarah perjalanan tafsir, sejarah manusia yang menggambarkan

keadaan masyarakat dan peradaban juga mempengaruhi penafsiran mefasir. Sejarah

memiliki pengertian sebaigai sebuah catatan mengenai apa-apa yang telah difikirkan  

(40)

31   

ataupun dikerjakan oleh manusia yang telah beradab pada masa yang telah lampau.

Apakah itu dalam hitungan hari, tahun, abad, ataupun ribuan abad yang lalu.16

Dalam buku World Civilizations the Global Experience disebutkan beberapa

tahapan dalam pengklasifikasian zaman-zaman sejarah manusia dari yang paling awal

hingga yang paling terkini. Masa-masa yang disebutkan di dalamnya adalah sebagai

berikut:

1. Bagian pertama, adalah masa-masa dimana manusia masih berburu dan

mengumpulkan makanan mereka hingga mereka memiliki peradaban. Masa

ini berlangsung sekitar 2,5 juta-1000 tahun sebelum masehi.17

2. Bagian kedua. Adalah periode klasik dimana China, India, Timur tengah

berada pada kebesaran dan kejayaan peradaban. Dan periode ini berlangsung

pada 1000 tahun sebelum masehi hingga 500 masehi. 18

3. Bagian ketiga. Adalah periode postclassical. Masa ini ditandai dengan

penyebaran agama-agama utama dan tersambungnya perdagangan antara

Afrika, Asia, dan Eropa. Pada masa ini, Islam berkembang cukup pesat.

Berlangsung pada tahun 500-1450 masehi.19 Pembagian dari periode ini

adalah sebagai berikut:

a. Peradaban global pertama: kebangkitan dan penyebaran Islam

 

      

16Hutton Webster, World History (USA: D.C. Heath & CO., Publishers, 1921), 1. 

17

Pamela Marquez, World Civilization the Global Experience (USA: Pearson Education,

(41)

32   

b. Kemunduran khalifah Abbasiyah dan penyebaran peradaban Islam

di timur dan Asia Tenggara.

c. Peradaban Afrika dan penyebaran Islam

d. Peradaban di Eropa Timur: Byzantium dan Ortodox Eropa

e. Peradaban baru Eropa Barat

f. Amerika disaat invasi

g. Penyatuan kembali dan kebangkitan peradaban Cina: era dinasti

Tang dan Song

h. Penyebaran peradaban Cina: Japan, Korea, Vietnam

i. Tantangan masyarakat terakhir yang paling besar: dari Jenghis

Khan sampai Timur

j. Barat dan perubahan keseimbangan dunia

4. Bagian keempat. Disebut dengan periode modern awal. Pada masa ini,

beberapa kerajaan di Eropa, Ottoman Turks, Mughal India dan Russia,

sedang memperluas wilayah kekuasaannya.pada masa ini juga mereka mulai

mengenggunakan teknologi pada bidang kemiliteran. Berlangsung sejak

1450M hingga 1750M.20

5. Bagian kelima, merupakan awal dari perkembangan industri. Revolusi

industri telah menimbulkan perubahan ekonomi dan sosial di Barat. Pada

(42)

33   

masa ini Barat memperluas hegemoninya melalui hegemoninya ataupun

ketergantungan perekonomian. terjadi sekitar tahun 1750M-1914M.21

6. Bagian keenam, adalah bagian paling mutakhir dari sejarah dunia, perubahan

besar dalam batasan-batasan wilayah dihasilkan pada saat akhir dari kerajaan

Ottoman, Hungaria, dan Rusia. Sekitar tahun 1914 sampai dengan sekarang.22

Pada masa ini, terbagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut:

a. Perang dunia pertama dan pendudukan seluruh wilayah oleh

Eropa.

b. Dunia diantara perang: revolusi, krisis ekonomi, dan pemerintahan

otoriter

c. Perang dunia kedua dan akhir dari kolonialisasi

d. Masyarakat Barat dan Eropa timur pada saat perang dingin

e. Revolusi dan reaksi Amerika Latin pada abad ke-2

f. Afrika, Timur Tengah dan Asia di era kemerdekaan

g. Revolusi dan kelahiran kembali dalam pembangunan nasional di

Asia Timur dan Pasifik.

h. Akhir dari perang dingin dan bentuk dari era baru

i. Era globalisasi

7. Periode kontemporer. Bagian terakhir ini tidak disebutkan dalam buku World

Civilizations the Global Experience. Bukan tidak disebutkan sama sekali,

 

(43)

34   

hanya istilah kontemporer yang memang tidak menjadi salah satu klasifikasi

periode sejarah. Tahun dan kejadian-kejadian yang ada pada masa

kontemporer terdapat pada bagian keenam dan masuk dalam pembahasan

“dunia kedua dan akhir dari kolonialisasi” hingga “era globalisasi”23.

Kontemporer sendiri dapat dimaknai sebagai “present age” yang mana terus

bergerak maju dan terdapat pada memori kehidupan selam 80 tahun atau

sebuah generasi selama 25-30 tahun. Masa kontemporer ini pertama kali

terkenal pada masa modern dimana saat itu terjadi perang dunia kedua.24

Sedangkan definisi yang terdapat pada Wikipedia adalah sekumpulan sejarah

modern yang menggambarkan periode sejarah dari tahun 1945 hingga saat

ini.25

E. Pengertian Kerusakan Lingkungan

Kerusakan lingkungan adalah penurunan mutu lingkungan dengan hilangnya sumber

daya air, tanah, dan udara. Selain itu juga kerusakan ekosistem dan punahnya

populasi flora dan fauna.26

Dengan lebih spesifik, Definisi di atas senada dengan definisi dari

environmental degdradation yang diberikan oleh UNEP (United Nations Environment Programme) dalam publikasinya yang berjudul Environment and

       23Ibid,. 456-528 

24Terry Smith, Contemporary, Contemporaneity (t.k., University of Pittsburgh, t.th.), 3. 

25http://en.m.wikipedia.org/wiki/contemporary_history (Selasa, 6 Desember 2016, 08:22) 

(44)

35   

 

       

Disaster Risk. Environmental degradation adalah menurunnya kapasitas lingkungan

untuk mempertemukan antara objek ekologi, objek sosial, dan kebutuhan.27

Dengan istilah lain, Mudhofir Abdullah menyebut permasalahan lingkungan

dengan istilah yang berbeda lagi, yaitu krisis lingkungan. Krisis dipakainya dengan

makna perubahan keadaan secara radikal dalam kehidupan seseorang, atau situasi

yang telah kritis seperti krisis lingkungan. Pemaknaan krisis dalam hal ini, menuntut

sebuah analisis sosio-psikologis yang melihat aspek-aspek krisis dari titik-titik jiwa

manusia atau jiwa komponen lain seperti binatang dan tumbuhan.28

Kerusakan lingkungan semakin dahsyat di era modern dengan fenomena yang

disebut sebagai ecocide istilah ini menunjuk pada penghancuran ekosistem oleh

tindakan-tindakan spesies manusia. Aktivitas manusia seperti perang dan

pemanfaatan ceroboh atas sumber-sumber daya ekosistem. Rujukan awal mengenai

hal ini berangkat dari peperangan yang menggunakan teknologi kimia. Ecocide

sendiri telah berlangsung lama sejak teknologi yang terutama dalam bidang militer

digunakan dalam peperangan termasuk perang dunia pertama, perang dunia kedua

dan perang-perang modern lainnya.

 

27United Nations Environment Programme Post Conflict and Disaster Management Branch

International Environmenrt House, Inveromental And Disaster Risk Emerging Prespectives

(Switzerland: UN/ISDR secretariat, 2008). 

28Mudhofir Abdullah, Al-Quran dan Konservasi Lingkungan (Jakarta: Dian Rakyat,2010),

(45)

       

BAB III

DATA BIOGRAFI DAN PENAFSIRAN MUFASIR

A.Penafsiran Fakhruddi>n al-Ra>zy1

Firman Allah SWT:

ﺴﺾْﺴـ

ُﻬ

ﺴ ِﺬُِ

ِسﺎ ﺒ

يِﺪْﺴأ

ْ ﺴﺴ ﺴ

ﺎﺴِﲟ

ِﺮْ ﺴْﺒﺴو

ِّﺮﺴـْﺒ

ِﰲ

ُدﺎﺴ ﺴْﺒ

ﺴﺮﺴﻬﺴﻇ

ﺴنﻮُ ِﺟْﺮﺴـ

ْ ُﻬ ﺴﺴ

ﺒﻮُِﺴ

يِﺬ ﺒ

2

Dari sisi keterkaitan dari ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah kesirikan yang menyebabkan kerusakan. Sebagaimana firman Allah:

ﻻِﺐ

ﺲﺔﺴِﳍآ

ﺎﺴ ِﻬِ

ﺴنﺎﺴ

ْﻮﺴ

ﺴ ﺴﺪﺴ ﺴﺴ

. Dan jikalau kesirikan adalah sebabnya, maka Allah akan membuat kesirikannya nyata dengan menurunkan kerusakan. Walaupun apa yang ia kerjakan berbentuk perkataan

ُضْرﻷﺒﺴو

ُتﺒﺴﻮﺴ ﺒ

ِتﺴﺪﺴ ﺴﺴ

sebagaimana firman Allah:

ُتﺒﺴوﺎﺴ ﺒ

ُدﺎﺴ ﺴ

ْﺮﻄﺴﺴـﺴـ

رﺒّﺪﺴ

ُلﺎﺴِْ ﺒ

ﺮِﺴﲣﺴو

ُضْرﻷﺒ

ﺴﺸْﺴـﺴو

ُِْ

ﺴن

. Dan terhadap ayat ini, Allah mengisyaratkan dengan firmannya:

ﺒﻮُِﺴ

يِﺬ ﺒ

ﺴﺾْﺴـ

ُﻬﺴ ِﺬُِ

. Beberapa pendapat berselisih tentang ayat:

ِﺮْ ﺴْﺒﺴو

ِّﺮﺴـْﺒ

ِﰲ

. dan pendapat dari beberapa mufasir: maksudnya adalah ketakutan akan angin topan di laut dan di darat.

Mznnxzn,xz,

Dan beberapa yang lainnya berpendapat bahwa ketiadaan tanaman di sebagian

daratan dan salinitas air laut. Dan yang lainnya lagi berpendapat bahwa maksud dari

ُﺮْ ﺴْﺴأ

adalah

ُنُﺪُْﺴأ

, karena orang Arab menamakan kota-kota dengan laut dikarenakan

 

1

Fakhruddi>n al-Ra>zy, Mafa>tih al-Ghayb juz 25 (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), 128  

(46)

36   

 

       

Ketahuilah, bahwasannya setiap kerusakan disebabkan kesirikan, karena

kesirikan tersebut telah ada di dalam perbuatan tanpa perkataan dan I‘tiqad. Maka itu

dinamakan dengan fa>siq, dan kemaksiatan. Karena, kemaksiatan tidak disebabkan

oleh Allah namun disebabkan dari diri manusia sendiri. Maka, fa>siq adalah kesirikan

kepada Allah dengan perbuatan. Inti dari bab ini adalah, bahwa kesirikan dengan

perbuatan tidak mengharuskan adanya ketentuan. Karena asal dari seseorang adalah

hati dan lisannya. Dan jika tidak ditemukan diantara keduanya, kecuali tauhid yang

menghilangkan kesirikan badany dengan kesamaan terhadap hati dan lisan. Dan

firmannya yang berbunyi:

ﺒﻮُِﺴ

يِﺬ ﺒ

ﺴﺾْﺴـ

ْ ُﻬﺴ ِﺬُِ

telah kita jelaskan bahwasannya hal

tersebut bukanlah keseluruhan dari balasannya. Dan sesuatu yang telah ditetapkan,

berlaku bagi mereka. Dan firman Allah:

نﻮُ ِﺟْﺮﺴـ

ْ ُﻬ ﺴﺴ

yakni sebagaimana taubat atau

kembalinya orang-orang yang menyesal sedangkan sesungguhnya Allah mengetahui

orang yang telah ia sesatkan tidak akan kembali. Akan tetapi, manusia tidak tahu,

maka mereka mengharapkan ada diantara orang sesat itu yang kembali setelah

merasakan perbuatan mereka sendiri sebagaimana seorang tuan jika mengetahui

budaknya tidak bisa dicegah dengan perkataan. Jika seseorang mengatakan mengapa

 

3T}ant}a>wy Jauhary, Al-Jawa>hir fi tafsi>r al-Qura>n al-Kari>m, (Mesir: Mat}ba’ah

(47)

37   

B.Penafsiran T}ant}a>wy Jawhary

ِﺮْ ﺴْﺒﺴو

ِّﺮﺴـْﺒ

ِﰲ

ُدﺎﺴ ﺴْﺒ

ﺴﺮﺴﻬﺴﻇ

dengan terjadinya peperangan, pengerahan pasukan, dan pelucuran pesawat-pesawat tempur. dengan kapal-kapal perang, penggunaan

torpedo, kapal selam, dan memutus telegram pada saat peperangan.

يِﺪْﺴأ

ْ ﺴﺴ ﺴ

ﺎﺴِﲟ

ِسﺎ ﺒ

karena disebabkan oleh mereka (manusia), sebagaimana yang terdahulu, dengan

jeleknya cela yang mereka miliki dan dengan tabiat alamiah mereka, menyebabkan

mereka melakukan perbuatan seperti ini di bumi, oleh karena nya, sebagai balak bagi

mereka, maka ditimpakanlah penyakit tha>‘u>n, berbagai macam demam, dan

hewan-hewan kecil yang dinamakan dengan mikroba. mikroba tersebut menempati dataran

dan pegunungan, dan dapat menyebabkan penyakit, cacar, dan campak. dan ini

menyebabkan penyakit t}a>‘u>n dalam jenis ataupun beberpa jenis hewan dan

tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia. Hama tersebut menyerang

tumbuh-tumbuhan seperti halnya menyerang jenis tumbuh-tumbuhan Kapas Mesir, Anggur Perancis,

(48)

38   

Dikarenakan manusia telah dititipi bumi ini, dan mereka telah bertanggung

jawab atas timbulnya penyakit tersebut, dan hal ini adalah untuk melatih dan

memberikan pelajaran kepada manusia, dan ringkasan apa yang telas dijelaskan

diatasa adalah bahwa kerusakan di laut dan di darat ada kalanya disebabkan karena

perbuatan manusia dan ada kalanya adalah proses alamiyah yang diciptakan sebab

kekurangan yang dimiliki manusia, sebagai balasan dan ujian baginya.

Firman Allah SWT

ﺒﻮُِﺴ

يِﺬ ﺒ

ﺴﺾْﺴـ

ُﻬﺴ ِﺬُِ

memiliki makna bahwa hal

tersebut adalah sebagian dari balasan, karena, sempurnanya balasan adalah di akhirat.

ﺴنﻮُ ِﺟْﺮﺴـ

ْ ُﻬ ﺴﺴ

dari apa-apa yang telah mereka kerjakan.

Dan kerusakan yang disebabkan oleh manusia menurutnya dapat

menyebabkan berbagai penyakit diantaranya:

1. Bencana alam dari gigi-gigi yang kuat

Jika engkau melihat tikus, maka waspadalah pada hewan tersebut.

akan tetapi, maka tidak sepantasnya engkau meremehkannya. Karena hewan

ini adalah hewan yang kecil dan hewan yang paling kuat di dunia. Musuh

yang menjadi momok bagi manusia. Oleh karenanya, engkau harus

memerangi hewan ini di setiap tempat dimana berkembang marabahayanya

yang besar. Dan dalam hal ini, Sir. William Bul menganalisa kerugian yang

disebabkan oleh tikus-tikus tersebut di Inggris mencapai sekitar 250 juta

junaih, oleh karena itu, parlemen Inggris mengeluarkan keputusan yang sangat

(49)

39   

serius dalam masalah ini. Dan jika pemerintah mengetahui bahwasannya di

kediaman setiap penduduk terdapat tikus, maka diutuslah utusan kepada

mereka untuk memberantas tikus-tikus tersebut. Dan jika belum tuntas, maka,

pemerintah mengirim beberapa orang untuk memberantasnya. langkah

memerangi tikus ini oleh pemerintah dijadikan sebagai prosedur dari

undang-undang penanggulangan. sedangkan pemerintah Amerika, memberikan

imbalan bagi siapa saja yang memburunya. Hingga di wilayah Teksas, para

gadis-gadis di sana dalam kurun waktu enam minggu, dapat membunuh 7398

ekor tikus. Dan telah berkembang dengan ikut sertanya para anak laki-laki di

dekat daerah ini, yang telah membunuh sekitar 10.000 ekor tikus. Dan

diperkirakan kerugian yang diakibatkan oleh tikus dalam setahun palisng

sedikit sekitar 10 shilling. Jika dua ekor tikus melakukan perkawinan pada

kurun waktu tiga tahun, maka, akan tumbuh dari keduanya 18 keturunan.

Hingga jumlah individunya mencapai 359,809,482 ekor tikus. Dan jika

bencana alam yang berasal dari 2 tikus adalah bencana yang besar dari segi

ekonomi, maka sesungguhnya bencana bagi manusia dari segi kesehatan

adalah bencana yang paling besar. Karena, tikus hidup di tempat-tempat yang

kotor, dan keluar dari lubang-lubang mereka yang jorok ke tempat-tempat

dimana terdapat makanan dan meninggalkan bakteri di bahan-bahan makanan

lalu menyebarkannya di lantai ruangan. Ilmu kedokteran menetapkan bahwa

(50)

40   

mematikan. Dan dari bulunya juga, terdapat penyakit t}a>‘u>n dan penyakit

lainnya yang menyebabkan berbagai penyakit. Jumlah manusia yang menjadi

korban dari bakteri tikus lebih banyak dari korban perang yang telah

disebutkan oleh sejarah. Penyakit t}a>‘u>n dan wabah yang membuat

orang-orang Eropa mengungsi dari permukimannya pada masa lalu tidak

berkembang kecuali dari tikus yang memindahkan infeksi. Diperkirakan

korban salah satu dari penyakit ini dalam satu hari berjumlah 10000 jiwa di

kota Kostantinopel pada tahun 405 masehi. Dan beberapa kali penyakit ini

membunuh penduduk Italia. T}a>‘u>n telah menyebar di seluruh Eropa dalam

kurun waktu 14 tahun dan membunuh penduduk wilayah tersebut. Tragedi ini

dinamakn dengan Black Death dan telah memakan korban 25,000,000 jiwa.

sedangkan korban di India pada tahun 1892 sekitar 9,000,000 jiwa.

Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa bencana yang diakibatkan oleh

tikus menjelaskan atas apa yang terjadi pada hewan singa, harimau, serigala,

hingga akhirnya ditemukan pada hewan buas di seluruh dunia.

Politisi Negara dan para ilmuwan berpendapat bahwa sesungguhnya

dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, para insinyur kota harus

mendirikan rumah baru mereka dengan membuat langit-langit dengan model

khusus sehingga tidak membiarkan tikus hidup di sana. Dan harus ada

perbaikan lain untuk tanah perkotaan sehingga tidak memungkinkan tikus

untuk membuat lubang. Dalam hal ini, tidaklah menjadi keharusan bagi dokter

(51)

41   

untuk mengerjakan apa yang dikerjakan oleh insinyur. Telah jelas

sesungguhnya perkotaan yang concern dalam bidang kesehatan, di dalamnya

terdapat sedikit tikus. Berbeda dengan qura>’ dan mudu>n yang mengabaikan

masalah kesehatan. Oleh karena itu, sesungguhnya kita menghadapkan

perhatian setiap anggota keluarga terhadap pembersihan rumah dari hewan

yang mengkhawatirkan ini. Karena hewan tersebut tidak berbeda dengan

hakikat pencuri yang membunuh dengan tangannya. Sesungguhnya hewan

tersebut melakukan dua pekerjaan dalam satu waktu.

2. Disebabkan tikus juga

Akademi kesehatan di Inggris telah menetapkan bahwa sesungguhnya

tikus-tikus jantan melakukan perkawinan dalam satu tahun, sehingga

melahirkan anaknya, anaknya lagi dan pada akhirnya di penghujung tahun

dapat mencapai 10.000 ekor tikus. Sampai jumlah kerugian yang telah

dirusaknya mencapai 1500 junaih. Perkiraan kerugian Inggris yang

disebabkan oleh tikus yang berjumlah 70.000.000 junaih setiap tahun,

berakhir pada warta tersebut.

Kerusakan di darat dan di laut tidak terbatas dalam hal-hal yang ada di

sini, akan tetapi dapat melampaui pada permasalahan yang banyak. Saya

(52)

42   

 

3. Penyakit yang menular

Penyakit ini menular melalui air, makanan, udara, dan pembuahan.

Dan penyakit yang sering menular dengan media air dan makanan adalah,

disentri, diare, kolera, demam typhus, dan lain sebagainya. Dan terkadang,

menular melalui susu yaitu penyakit qarmizy dan depteri. Penyakit-penyakit yang menular melalui udara dan bersentuhan adalah demam typhus,

pneumonia, cacar air, campak, influenza, batuk, depteri, cacar dan lain

sebagainya. Dan penularan penyakit melalui nyamuk, serangga hemiptera dan

kutu. Seperti halnya demam malaria, dan demam yang kambuh-kambuhan,

dan penyakit t}a>‘u>n yang menular melalui kutu-kutu yang berasal dari tikus.

Dan dari beberapa penyakat yang menular melalui pembuahan bintik merah

(penyakit demam disertai bintik merah), demam nifas, keracunan berdarah.

cacar sapi, Penyakit Anjing Gila, Titanus, Tuberkolosis, Kusta, dan lain

sebaga

Referensi

Dokumen terkait

Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah, sedangkan penelitian ini lebih dikhususkan pada surat T}a>ha ayat 41-44 saja yang membahas tentang konsep qawlan layyina

Berbusana dalam Membentuk Karakter Islami yang terkandung dalam tafsir. surat al-Nu>r : 31 persepektif