Wawasan al-Quran tentang Ulu> al-Alba>b
(Studi Komparasi Terhadap Pemikiran Wahbah al-Zuhaily dalam Tafsi>r
al-Muni>r dengan M. Quraish Shihab dalam Tafsir
al-Misbah)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Keislaman Konsentrasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Oleh Abu Samsudin NIM. FO.5.2.12.073
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK TESIS
Sesuatu yang sangat agung dari petunjuk al-Quran, berkenaan dengan visi pemikiran
dan ilmu pengetahuan adalah bahwa al-Quran memberi penghargaan terhadap ulu> al-alba>b
dan kaum cendikiawan, atau kaum intelektual. ulu> al-alba>b. Ulu> al-alba>b akan senantiasa
mempergunakan akalnya untuk berfikir tentang segala ciptaan Allah dan tunduk atas segala ketentuannya. Mereka akan selalu mengadakan perbaikan dan penyelidikan terhadap fenomena yang ada karena keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadanya.Untuk itu,
perlu adanya kajian terhadap bagaimana sesungguhnya ulu> al-alba>b dalam al-Quran,
sehingga nantinya akan diperoleh gambaran tipe manusia ideal menurut al-quran. Dalam hal ini peneliti membandingkan dua pemikiran mufassir, yaitu Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab.
Jenis penelitian dalam tesis ini adalah kepustakaan (library research) dengan
pendekatan maud}u>’i, dan metode penganalisaan yang digunakan adalah analisis isi (content
analysis)atas standard kerangka teori ilmu tafsir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Menurut Wahbah al-Zuhaily, Ulu> al-alba>b akan
memahami kandungan al-Quran sehingga akan mendapatkan petunjuk dan hikmah dari Allah; senantiasa menyeimbangkan antara zikir dan fikir, yaitu mengingat Allah dalam kondisi apapun dan senantiasa memikirkan keagungan dan kekuasaan Allah;mampu membentengi dirinya dari kejelekan dan godaan syaithan.Sedangkan Menurut M. Quraish
Shihab,Ulu> al-alba>b akan memahami posisi dirinya yang sesungguhnya. Dia akan
menghargai dan menghormati orang lain sebagaimana dia membutuhkannya; mereka yang tidak terbelenggu dengan nafsu kebinatangan atau dikuasai oleh ajakan unsur debu tanahnya; mampu memahami petunjuk-petunjuk Allah, merenungkan ketetapan-ketetapanNya, serta melaksankannya, sehingga mendapatkan hikmah; senantiasa berzikir dan berpikir akan keagungan ciptaan Allah.
Persamaan dari kedua mufassir adalahKeduanya sama-sama memaknai ulu> al-alba>b
sebagai sosok yang istimewa di mata Allah. Mereka mempunyai akal yang murni dan sehat, sehingga bisa mengambil pelajran dari ayat-ayat al-Quran; mampu menyeimbangkan antara kemampuan zikir dan pikir; dan mendapatkan hidayah dan hikmah dari Allah. Perbedaan
dari kedua mufassir adalah Wahbah al-Zuhaily Kurang variatif dalam memaknai ulu> al-alba>b
dibanding Quraish Shihab, penjelasan tentang ulu> al-alba>b tidak begitu detail, kajiannya
lebih banyak dikaitkan dengan ayat-ayat yang lainnya dan banyak dikaitkan dengan fiqih al-hayat. Sedangkan M. Quraish Shihab Penjelasannya agak panjang dan variatif, meskipun
istilahnya tentang ulu> al-alba>sering diulangdi beberapa ayat dan lebih detail menjelaskan
beberapa makna mufradat.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dimana kedua mufassir masing-masing punya persamaan dan perbedaan atau kelebihan dan kekurangan, maka peneliti menyarankan untuk menggabungkan penafsiran dari kedua mufassir, sehingga diperoleh gambaran tentang ulu>
Resume tesis
Wawasan al-Quran tentang
Ulu> al-Alba>b
(Studi Komparasi Terhadap Pemikiran Wahbah al-Zuhaily dalam
Tafsi>r
al-Muni>r
dengan M. Quraish Shihab dalam Tafsir
al-Misbah)
oleh: Abu Samsudin
NIM. FO.5.2.12.073
Sesuatu yang sangat agung dari petunjuk al-Quran, berkenaan dengan visi pemikiran dan ilmu pengetahuan adalah bahwa al-Quran memberi penghargaan terhadap ulu> al-alba>b dan kaum cendikiawan, atau kaum intelektual. Allah memuji mereka dalam
banyak ayat dalam surat-surat Makkiyah dan Madaniyah. Al-Quran mengekspos keluhuran orang yang beriman dan berilmu sebagai hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan tinggi. Bahkan, mereka yang memiliki kedudukan dan mendayagunakan anugrah Allah (potensi akal, kalbu, dan nafsu) diberi gelar khusus dengan sebuah panggilan ulu> al-alba>b. Ulu> al-alba>b akan senantiasa mempergunakan akalnya untuk berfikir tentang segala ciptaan Allah dan tunduk atas segala ketentuannya. Mereka akan selalu mengadakan perbaikan dan penyelidikan terhadap fenomena yang ada karena keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadanya.
uli> al-abs}a>r (orang yang mempunyai orientasi ke depan). Orang-orang mempunyai
cakrawala pemikiran yang dalam dan pandangan jauh ke depan sebagaimana yang disebutkan dengan istilah di atas sebenarnya dapat dikategorikan ulu> al-alba>b.
Oleh karena itu penting kiranya untuk meneliti secara komprehensif bagaimana sesungguhnya kontruksi ulu> al-alba>b dalam al-Qur’an yang dikaitkan dengan tipe ideal
manusia. Hal ini dimaksudkan agar mampu memprovokasi gerakan revolusi mental sebagai langkah awal rekayasa sosial untuk membentuk komunitas sosial yang ideal yang terkonstruks dari pribadi-pribadi yang ideal pula.
Secara etimologis, kata alba>b adalah bentuk plural dari kata lubb, yang berarti saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang disebut lubb. Berdasarkan definisi etimologi ini, dapat diambil pengertian terminologi bahwa ulu> al-Alba>b adalah orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi
oleh kulit, yakni kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir. Singkatnya, secara harfiah, ulu> al-alba>b adalah orang yang berakal. Dalam pengertian yang lebih jauh, ulu> al-alba>b bukan hanya memiliki kekuatan daya piker dan daya nalar, melainkan juga
daya zikir dan spiritual. Kedua daya yang dimilikinya akan digunakan secara optimal dan
saling melengkapi sehingga mengantarkan pada keseimbangan antara kekuatan penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan penguasaannya terhadap ajaran-ajaran agamanya dan spiritualitas.
Istilah ulu>l al-alba>b dapat ditemukan dalam teks al-Qur’an sebanyak 16 kali di
ketertarikan peneliti terhadap kedua mufassir yang sangat berpengaruh dalam dunia
Islam, khususnya pada abad ke-20.
Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, maka selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep ulu> al-alba>b dalam al-Quran menurut Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab?
2. Bagaimana ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) menurut penafsiran Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab?
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) antara penafsiran Wahbah al-Zuhaily dengan M. Quraish Shihab?
Untuk meneliti masalah tersebut, maka penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif yang termasuk dalam kategori library research dengan menggunakan pendekatan komparatif, karena dalam penelitian ini peneliti membandingkan dua tokoh. Dua tokoh tersebut dibandingkan penafsirannya tentang konsep ulu> al-alba>b yang nantinya akan menghasilkan sebuah konsep tentang tipe manusia ideal dalam masing-masing karyanya. Sedangkan kategori yang peneliti
gunakan dalam memilih dan membatasi karya tafsir yang menjadi objek kajian adalah berdasarkan pada masa, yaitu kontemporer; tafsir sezaman yang muncul pada abad dua puluh.
Dengan demikian, penelitian ini akan membandingkan pandangan atau konsep dua mufassir, yaitu Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan ulu> al-alba>b dalam al-Quran. Oleh karenanya, kajian ini menurut Bakker dan Zubair tergolong sebagai model penelitian komparatif.
Selain itu, dalam menganalisa data, peneliti mengunakan beberapa
unsur-unsur metodis yang disarankan dalam penelitian komparatif, yaitu: a. Komparasi Simetris
Dengan metode ini peneliti akan menguraikan pandangan kedua tokoh tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan konsep ulu> alba>b dalam
al-Qur’an untuk kemudian membandingkannya. Menurut Bakker dan Zubair,
perbandingan tersebut dapat dilakukan pada hal yang berkenaan dengan perumusan masalah, pendekatan, pemakaian istilah, dan argumentasi. Perbandingan tersebut bisa pada taraf konkret, lebih mendalam atau asumsi-asumsi yang paling dasar.
Dan dalam penelitian ini, yang akan peneliti komparasikan adalah penafsiran atau argumentasi Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan konsep ulu> al-alba>b yang dikaitkan dengan tipe manusia ideal.
b. Interpretasi
Dengan metode ini, peneliti akan menyelami interpretasi Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab atas ayat-ayat tentang konsep ulu> al-alba>b dalam
al-Qur’an, untuk kemudian menangkap arti dan nuansa yang dimaksudkan oleh
mereka secara khas. Dalam hal ini, tema yang akan peneliti teliti adalah interpretasi kedua tokoh tentang konsep ulul alba>b dalam karya tafsir mereka masing-masing.
Imran: 7, 190; Al-Maidah: 100; Yusuf: 111, Al-Ra’d: 19-24, Ibrahim: 52; Shaad: 29,
43; Al-Zumar: 9, 18,21; Al-Mu’min: 54,dan Al-Thalaq:10.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep ulu> al-alba>b dalam al-Quran Menurut Wahbah Zuhayli adalah sosok yang begitu ideal. Mereka mendapatkan banyak anugrah dari Allah (termasuk petunjuk dan hikmah) sehingga mampu menyeimbangkan antara kemampuan olah hati dan akal, yaitu zikir dan fikir. Sedangkan menurut Quraish Shihab ulu> al-alba>b adalah sosok yang mempunyai kemampuan berfikir yang sangat tinggi sehingga menghasilkan banyak ide kreatif yang tidak selubungi oleh kerancuan (murni). Kemampuan berfikirnya tadi juga implementasikan dalam memahami alam semesta (ayat kauniyah) sehingga mampu mendekatkan dirinya kepada Allah.
Sedangkan Ciri-ciri ulu> al-alba>b menurut penafsiran Wahbah Zuhayli dan M. Quraish Shihab
1. Menurut Wahbah al-Zuhaily: ulu> al-alba>b akan memahami kandungan al-Quran sehingga akan mendapatkan petunjuk dan hikmah dari Allah; senantiasa menyeimbangkan antara zikir dan fikir, yaitu mengingat Allah dalam kondisi apapun dan senantiasa memikirkan keagungan dan kekuasaan Allah; mampu membentengi
dirinya dari kejelekan dan godaan syaithan; mampu mengambil pelajaran mengenai kisah-kisah para Nabi dan kaumnya; sehingga mereka mampu meneladani kebaikannya dan menyingkirkan kejelekannya; mempunyai akal sehat; berpikir serta berargumen yang benar; yang mampu mengambil faidah dan pelajaran, tercermin dari
serta mau memahami dan mengikuti tutunannya; senantiasa berpikir mendalam dan
melihat jauh ke depan, sehingga mereka akan mengingat dalil atau petunjuk keEsaan dan Kekuasaan Allah; bisa mengambil pelajaran dan hidayah akan ayat-ayat Allah,
senantiasa takut akan siksa Allah.
2. Menurut M. Quraish Shihab: ulu> al-alba>b akan memahami posisi dirinya yang sesungguhnya. Dia akan menghargai dan menghormati orang lain sebagaimana dia membutuhkannya; mereka yang tidak terbelenggu dengan nafsu kebinatangan atau dikuasai oleh ajakan unsur debu tanahnya; mampu memahami petunjuk-petunjuk Allah, merenungkan ketetapan-ketetapanNya, serta melaksankannya, sehingga mendapatkan hikmah; senantiasa berzikir dan berpikir akan keagungan ciptaan Allah;
senantiasa merenungkan ketetapan Allah dan melaksanakannya diharapkan dapat meraih dapat keberuntungan; tidak hanya sekedar yang memiliki kemampuan berpikir cemerlang, tetapi kemampuan berpikir yang disertai dengan kesucian hati sehingga dapat mengantar pemiliknya meraih kebenaran dan mengamalkannya serta menghindar dari kesalahan dan kemungkaran; selalu menghayati dan mengamalkan tuntunan kitab al-Quran ini; mampu mengambil pelajaran akan ayat-ayat Allah;
menjaga sikap lahir dan batinnya; orang-orang yang telah Allah tunjuki jalan lebar yang lurus; mampu mengambil pelajaran dari tanda kebesaran dan kekuasaan Allah di dunia; memperoleh dan memanfaatkan petunjuk dari kitab Allah; orang beriman yang senantiasa bertakwa kepada Allah.
Sementara iitu, persamaan dan perbedaan penafsiran ulu> al-alba>b antara penafsiran Wahbah Zuhaily dan M. Quraish Shihab adalah:
sehingga bisa mengambil pelajaran dari ayat-ayat al-Quran; mampu
menyeimbangkan antara kemampuan zikir dan pikir; dan mendapatkan hidayah dan hikmah dari Allah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ...viii
BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C.Rumusan Masalah ... 8
D.Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Penelitian Terdahulu... 10
G.Metode Penelitian ... 13
H.Sistematika Penulisan... 18
BAB II: WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG ULU> AL-ALBA>B MENURUT WAHBAH AL-ZUHAYLI A. Biografi ... 20
1. Riwayat hidup ... 20
2. Karya ... 22
3. Karir Akademis ... 25
B. Sekilas tentang Tafsi>r al-Muni>r... 26
1. Sejarah... 26
2. Metode... 28
3. Corak Penafsiran... 30
4. Karakteristik Tafsi>r al-Muni>r... 30
5. Sumber-sumber penulisan Tafsi>r al-Muni>r... 31
C. Wawasan al-Quran tentang ulu> al-alba>b menurut Wahbah al-Zuhayli... 31
Bab III:WAWASAN AL-QURA’AN TENTANG ULU> AL-ALBA>B MENURUT M. QURAISH SHIHAB A. Biografi ... 51
1. Riwayat hidup ... 51
2. Latar Belakang Keluarga ... 51
3. Pendidikan dan Karir Intelektual ... 53
4. Karya... 55
B. Sekilas Tentang Tafsir al-Misbah... 57
1. Sejarah... 57
2. Metode... 58
3. Corak Penafsiran... 60
4. Karakteristik Penafsiran... 61
5. Sistematika Penafsiran... 62
C. Wawasan al-Quran tentang ulu> al-alba>b menurut M. Quraish Shihab... 63
BAB IV: PERBANDINGAN PENAFSIRAN WAHBAH AL-ZUHAYLI ADAN M. QURAISH SHIHAB TENTANG ULU> AL-ALBA>B A. Ciri-ciri Ulu> al-alba>b menurut Wahbah al-Zuhaily... 86
B. Ciri-ciriUlu> al-alba>b menurutM. Quraish Shihab ... 87
C. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran ... 89
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 91
B. Saran-saran ... 94
Bab I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan sebagai petunjuk manusia.1 Oleh
karena itu, maka tidaklah aneh jika al-Quran dapat memenuhi semua tuntutan
kemanusiaan berdasarkan asas-asas pertama konsep agama samawi.2 Dengan segala
misteri dan kelebihannya, al-Quran menyimpan potensi yang begitu dahsyat. Sejarah
mencatat pengaruh besarnya ketika ia melahirkan sebuah peradaban yang oleh Nas}r
H}a>mid Abu> Zaid diklaim sebagai ‚peradaban teks‛ (h}ad}a>rah al-Nas}s}).3
Dalam terminologi kajian ilmu al-Quran, sebagaimana yang ada dalam beberapa
ayat al-Quran 4, kehadiran al-Quran mempunyai beberapa fungsi. Fungsi yang paling
ideal dari beberapa fungsi yang lain adalah al-Quran menjadi petunjuk5 sebagaimana
ditegaskan surat al-Isra’ [17] ayat 9 yang artinya yang artinya: ‚Quran ini memberi
petunjuk kepada jalan yang lebih lurus. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, al-Quran
membentuk manusia pada konstruksi idealnya sebagaimana yang dikehendaki Tuhan
melalui ayat-ayat yang ada.6
1 Q.S. al-A’raf ayat 158, QS. Al-Furqan ayat 1, Q.S. al-Ahzab ayat 40
2Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n, Studi ilmu-ilmu al-Quran terj. Mudzakir, (Bogor: Pustaka Lentera Antar
Nusa, 2009), 11-12
3 Menurut Nas}r, hal ini tidak berarti bahwa ttekslah yang membangun peradaban. Sebab, teks apapun
tidak dapat membangun dan menegakkan ilmu pengetahuan serta peradaban. Yang membangun dan menegakkan peradaban adalah dialektika manusia dengan realitas di satu pihak, dan dialognya dengan teks di pihak lain.
4 Kandungan ayat-ayat al-Quran mencakup banyak aspek kehidupan manusia, termasuk konsep
ketuhanan (tauhid) juga. Banyak al-Quran yang menjelaskan secara khusus tentang Tuhyan. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam Mohammad Abu Hamdiyyah. The Quran: an Introduction. (London-Newyork: Roudledge, 2000), 50. Dalam kaitannya dengan ulu> al-alba>b maka penting sekali untuk memahami konsep tersebut sebagai dasar (pedoman) dalam berperilaku.
5 Kementerian Agama RI. Tafsir al-Quran Tematik, Kedudukan dan Peran Perempuan (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI), xix
6 Hal ini dikarenakan memang al-Quran sejak semula diturunkan oleh Allah untuk merombak budaya
Kehadiran teks al-Qur’an di tengah umat Islam telah melahirkan pusat pusaran
wacana keislaman yang tidak pernah berhenti dan menjadi pusat inspirasi bagi manusia
untuk melakukan penafsiran dan pengembangan makna atas ayat-ayatnya. Bahkan
al-Quran juga menjadi bahan kajian bagi sarjana-sarjana Barat.7 Dalam hal ini, al-Quran
dapat diposisikan sebagai mitra dialog bagi para pembacanya. Perspektif ini
mengasumsikan bahwa al-Quran merupakan teks yang mandiri, otonom, dan secara
obyektif memiliki kebenaran yang dapat dipahami secara rasional.8
Akan tetapi, yang perlu diperhatikan bahwa al-Quran tidak boleh ditafsirkan
hanya dengan akal saja tanpa landasan yang kuat dan haq, meskipun sifatnya progressif.9
Maksudnya, bahwa orang yang menafsirkan dengan terlintas keraguan dan dugaan yang
todak dapat dipertanggung jawabkan tanpa mengambil daili, maka tindakan tersebut
tidak diperbolehkan.10 Sebagaimana disebutkan dalam surat al-isra’ ayat 36:
36. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S. al-Isra’ [17]: 36)
Sesuatu yang sangat agung dari petunjuk al-Quran, berkenaan dengan visi
pemikiran dan ilmu pengetahuan adalah bahwa al-Quran memberi penghargaan terhadap
ulu> al-alba>b dan kaum cendikiawan, atau kaum intelektual. Allah memuji mereka dalam
banyak ayat dalam surat-surat Makkiyah dan Madaniyah. Al-Quran mengekspos
7 Nicolai Sinai. The Quran As Process dalam Angelika Neuwirth, Nicolai Sinai, Michael Maex. (ed), The Quran in Context, Historical and Literary Investigations into the Quranic Milieu (Leiden-Boston: Brill), 407
8 Muhammad Shahru>r, Prinsip dan Dasar Hermeneutika al-Quran Kontemporer terj. Sahiron
Syamsudin dan Burhanuddin Dzikri, (Yogyakarta: elSAQ Press, 2004), xv-xvi
9 Edip Yuksel, Layth Saleh al-Shaiban, Martha Schulte-Nafeh, al-Quran A. Reformist Translation,
(United States of America: Brainbow Press, 2007), 10
10 Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-keistemewaan al-Quran terj. Nur Faizin,
keluhuran orang yang beriman dan berilmu sebagai hamba-hamba Allah yang memiliki
kedudukan tinggi. Bahkan, mereka yang memiliki kedudukan dan mendayagunakan
anugrah Allah (potensi akal, kalbu, dan nafsu) diberi gelar khusus dengan sebuah
panggilan ulu> al-alba>b. Ulu> al-alba>b akan senantiasa mempergunakan akalnya untuk
berfikir tentang segala ciptaan Allah dan tunduk atas segala ketentuannya. Mereka akan
selalu mengadakan perbaikan dan penyelidikan terhadap fenomena yang ada karena
keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadanya.
Akan tetapi, kelompok ulu> al-alba>b sudah semakin langka di dunia Islam. Yang
banyak adalah manusia-manusia yang hanya berfikir singkat dan terbatas pada kesibukan
hidup dari hari ke hari. Pada beberapa ayat, ia selain dibekali dengan beberapa karakter
yang ideal, ia juga mengakomodasi karakter dari tipe-tipe manusia lain yang disebutkan
di dalam al-Quran. Misalnya, uli> al-nuha> yang berarti orang yang mempunyai akal, atau
uli> al-abs}a>r (orang yang mempunyai orientasi ke depan). Orang-orang mempunyai
cakrawala pemikiran yang dalam dan pandangan jauh ke depan sebagaimana yang
disebutkan dengan istilah di atas sebenarnya dapat dikategorikan ulu> al-alba>b.
Oleh karena itu penting kiranya untuk meneliti secara komprehensif bagaimana
sesungguhnya kontruksi ulu> al-alba>b dalam al-Qur’an yang dikaitkan dengan tipe ideal
manusia. Hal ini dimaksudkan agar mampu memprovokasi gerakan revolusi mental
sebagai langkah awal rekayasa sosial untuk membentuk komunitas sosial yang ideal yang
terkonstruks dari pribadi-pribadi yang ideal pula.
Secara etimologis, kata alba>b adalah bentuk plural dari kata lubb, yang berarti
saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang
disebut lubb. Berdasarkan definisi etimologi ini, dapat diambil pengertian terminologi
oleh kulit, yakni kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir.11
Singkatnya, secara harfiah, ulu> al-alba>b adalah orang yang berakal. Dalam pengertian
yang lebih jauh, ulu> al-alba>b bukan hanya memiliki kekuatan daya piker dan daya nalar,
melainkan juga daya zikir dan spiritual. Kedua daya yang dimilikinya akan digunakan
secara optimal dan saling melengkapi sehingga mengantarkan pada keseimbangan antara
kekuatan penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan penguasaannya terhadap
ajaran-ajaran agamanya dan spiritualitas.12
Istilah ulu>l al-alba>b dapat ditemukan dalam teks al-Qur’an sebanyak 16 kali13 di
beberapa tempat dan topik yang berbeda, diantaranya dalam Q.S: Al- Baqarah; 179, 197,
269; Al- Imran: 7, 190; Al-Maidah: 100; Yusuf: 111, Al-Ra’d: 19-24, Ibrahim: 52; Shaad:
29, 43; Al-Zumar: 9, 18,21; Al-Mu’min: 54,dan Al-Thalaq:10.14 Dalam hal ini peneliti
akan membahas 16 ayat tersebut dengan membatasi pada penafsiran Wahbah al-Zuhaily
dalam tafsir al-Muni>r dan M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah. Hal ini didasarkan
pada ketertarikan peneliti terhadap kedua mufassir yang sangat berpengaruh dalam dunia
Islam, khususnya pada abad ke-20.
Wahbah al-Zuhaliy dilahirkan di desa Dir Athiyah, daerah Qalmun, Damsyiq,
Syria pada 6 maret 1932 M/1351H. Ia dikenal alim dalam bidang fiqih, tafsir dan Dirasah
Islamiyyah. Ia menulis buku dan artikel dalam berbagai ilmu Islam. Buku-bukunya
melebihi 133 buah dan risalah-risalah kecil lebih dari 500 makalah. Satu usaha yang
jarang dapat dilakukan oleh ulama kini seolah-olah ia merupakan al-Suyuti kedua
(al-Suyu>ti al-Tha>ni) pada zaman ini. Di antara kitab-kitabnya adalah Tafsi>r Muni>r fi
al-Aqi>dah wa al-Syari>’a>t wa al-Manha>j yang terdiri dari 16 jilid yang diterbitkan oleh Da>r
11 M. Quraish Shihab. 2006. Tafsir al-Misbah jilid 1, (Jakarta: Lentera hati), hlm. 394
12 Abuddin Nata. 2009. Ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan multidislipiner, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada), hal. 69
13 Raghib al-Asfahani. 2004. Mu’jam mufrada>t alfa>z} al-Quran. (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah), hal.
500
14Khudhori Sholeh, dkk. 2008. Tarbiyah Ulul Albab, Peneguhan Jatidiri,Membangun Peradaban Islam,
al-Fikr Damsyiq pada tahun 1991. Kitab inilah yang akan menjadi salah satu dari fokus
penelitian ini yang lebih menitikberatkan pada penafsiran ulu> al-alba>b dalam kitab
tersebut. Bagi Wahbah al-Zuhaily itu kitab tersebut merupakan salah satu karya
terbesarnya di bidang tafsir. Hal ini dapat dilihat pada karakteristik yang ada dalam kitab
tersebut, di mana cara penafsiran ayatnya begitu komprehensif dengan kajian mufrada>t,
bala>ghah, asba>b- al-nuzu>l, tafsir, dan yang tidak kalah pentingnya adalah fiqh al-h}aya>t
sehingga penafsirannya cocok untuk konteks saat ini.
Selain itu, keistemewaanya dapat dilihat dari corak penafsiran Tafsir al-Munir
corak penafsiran yang ideal karena selaras antara ‘adabī (kesastraan), ijtima’ī (sosial
kemasyarakatan), dan fiqhnya (penjelasan hukum). Penjelasannya menyesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan yang terjadi pada masyarakat.
Sedangkan M. Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir yang juga pendidik,
cendikiawan Muslim dalam ilmu-ilmu al-Quran. Keahliannya dalam bidang tafsir
diabadikan dalam bidang pendidikan. Selain kedudukannya sebagai Rektor, Menteri
Agama, ketua MUI, Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anggota badan
Pertimbangan Pendidikan, ia juga rajin menulis karya ilmiah, dan ceramah yang erat
kaitannya dengan kegiatan pendidikan. Dengan kata lain, ia adalah seorang ulama’ yang
memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat melalui sikap dan kepribadiannya yang
patut diteladani. Penampilannya yang sederhana, tawa>d}u’, sayang kepada semua orang,
jujur, amanah, dan tegas dalam prinsip merupakan bagian dari sikap yang seharusnya
dimiliki oleh seorang guru.15
Adapun keistimewaan yang dimiliki oleh tafsir al-Mishbah yaitu Quraish Shihab
menggunkaan metode penulisan Tafsir al-Mishbah dengan mengkombinasikan antara
15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, kesan dan keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati,
metode Tahlili dengan metode Maudhu’i. Adapun corak yang dipergunakan dalam tafsir
al-Mishbah adalah corak adabi>-Ijtima’i16atau sastra-kemasyarakatan.
Keunggulan itulah yang menjadikan peneliti tertarik untuk mencoba mengkaji dan
melihat lebih dalam tentang Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab, dua mufassir
kontemporer yang telah mewarnai corak penafsiran al-Quran, khususnya tentang ulu>
al-alba>b yang dikaitkan dengan tipe manusia ideal yang dijelaskan Allah dalam al-Quran.
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
Penelitian ini berjudul ‚Wawasan al-Quran Tentang Ulu> al-Alba>b Menurut
Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab‛. Berdasarkan judul tersebut, maka penelitian
ini akan mengkaji konsep ulu> al-alba>b yang ada dalam al-Quran menurut penafsiran
Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab. Jika diidentifikasi lebih lanjut, ayat al-Quran
yang mempunyai keterkaitan dengan ulu> alba>b juga banyak, seperti uli> nuha, uli>
al-abs}a>r, dan lain-lain. akan tetapi penelitian ini, memfokuskan pada konsep ulu> al-alba>b
dengan mengkaji semua ayat yang berkaitan dengan ulu> al-alba>b. Di dalam al-Quran ada
16 ayat yang berbicara tentang ulu> al-alba>b, yaitu: Q.S: Al- Baqarah; 179, 197, 269; Al-
Imran: 7, 190; Al-Maidah: 100; Yusuf: 111, Al-Ra’d: 19-24, Ibrahim: 52; Shaad: 29, 43;
Al-Zumar: 9, 18,21; Al-Mu’min: 54,dan Al-Thalaq:10. Dalam hal ini, ada beberapa
masalah yang dapat diidentifikasi. Di antaranya adalah bagaimana kedua mufaasir di atas
menafsirkan ulu> al-alba>b dalam ayat-ayat tersebut, berdasarkan ayat-ayat tersebut
bagaimana ciri-ciri ulu> al-alba>b menurut kedua mufassir, atas dasar apa ciri-ciri tersebut
ditetapkan, apa berbedaan dan persamaannya. Dari beberapa masalah tersebut, maka
peneliti akan memfokuskan pada konsep ulu> al-alba>b dari 16 ayat tersebut dengan
16 Corak ini menitikberatkan penjelasan ayat-ayat Alquran pada segi ketelitian redaksionalnya, serta
mengkaitkankannya dengan ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) menurut kedua mufassir
sehingga ditemukan persamaan dan perbedaannya.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, maka selanjutnya
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep ulu> al-alba>b dalam al-Quran menurut Wahbah al-Zuhaily dan M.
Quraish Shihab?
2. Bagaimana ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) menurut penafsiran Wahbah al-Zuhaily
dan M. Quraish Shihab?
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) antara
penafsiran Wahbah al-Zuhaily dengan M. Quraish Shihab?
D.Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai konsep ulu> alba>b dalam
al-Quran menurut Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab
2. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai ciri-ciri ulu> al-alba>b (manusia
ideal) menurut penafsiran Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab?
3. Untuk mendaptkan gambaran yang jelas mengenai persamaan dan perbedaan ciri ulu>
al-alba>b (manusia ideal) antara penafsiran Wahbah al-Zuhaily dengan M. Quraish
Shihab?
E. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan dalam bidang
tafsir al-Quran, terutama berkaitan tentang ulu> al-alba>b.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang
bagaimana tipe manusia ideal itu menurut al-Quran, sehingga mampu menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, penelitian ini diharapakn dapat
meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia yang nantinya akan dapat membawa
dampak positif bagi kemajuan Indonesia pada umumnya, dan bagi pribadi
masing-masing pada khususnya.
F. Penelitian Terdahulu
Untuk membuktikan originalitas dari penelitian ini, maka akan diuraikan
bagaimana penelitian-penelitian dan buku-buku terkait dengan judul ini yang sudah
dilakukan sebelumnya. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian cermat dan
menyeluruh tentang konsep ulu> al-alba>b yang dikaitkan dengan tipe ideal manusia belum
ditemukan. Akan tetapi pembicaraan tentang ulu> al-alba>b secara umum banyak dibahas
dalam beberapa penelitian dan buku maupun literatur lainnya. Untuk lebih memudahkan
dalam memaparkan penelitian terkait yang sudah dilakukan sebelumnya, maka akan
dipaparkan dalam tabel di bawah ini:
No Judul Jenis Tahun Hasil
1. Ulu> alba>b dalam
al-Quran dan
relevansinya dengan
pendidikan Islam
masa kini
skripsi 2010 Pentingnya suatu pendidikan yang
dijelaskan oleh al-Quran melalui
tafsirnya akan munculnya penelitian
yang lebih mendalam dan integral
tentang Ulu> al-alba>b dalam al-Quran
dan relevansinya dengan pendidikan
Islam masa kini
dalam al-Quran dan
relevansinya dengan
tujuan pendidikan
Islam
pendidikan Islam merupakan dua kata
yang saling ada keterikatan, karena
antara konsep yang ada pada Ulu>
al-alba>b dengan tujuan pendidikan adalah
sama-sama bertujuan untuk
menjadikan peserta didik sebagai
abdullah yang selalu tunduk
menghambakan diri kepada Allah Swt
dengan cara menjalankan semua
perintah Allah Swt dan meninggalkan
semua larangannya agar-agar benar
tercipta pada diri peserta didik
menjadi manusia yang muttaqi>n
3 Ulu> al-alba>b dalam
perspektif
pendidikan
Skripsi 2006 Pendidikan Ulu> al-alba>b adalah
suatu model pendidikan yang
mengembangkan fitrah
manusia, pendidikan yang lebih
menekankan pada
keintelektualan dan akhlak
dengan berbagai macam
metode sesuai dengan kondisi.
4 Ulu> al-alba>b dalam
al-Quran dan
implikasinya
skripsi Ulu> al-alba>b adalah orang yang
mempunyai kedalaman
dalam tujuan
pendidikan Islam
pemikiran serta mampu
mengambil kesimpulan,
pelajaran, peringatan dari
ayat-ayat Allah dalam al-Quran dan
senantiasa terkandung suatu
refleksi serta potensi dzikir dan
fikir
Selain penelitian, ada beberapa buku yang juga membahas tentang Ulu> al-alba>b, di
antaranya adalah:
1. Tarbiyah ulu> al-alba>b, Z}ikr, fikr, dan amal saleh. Buku ini menjelaskan tentang konsep
pendidikan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
2. Tafsir al-Quran ulu> al-alba>b. Buku ini disusun oleh Jan Ahmad Wassil, tahun 2009.
Buku tersebut tersusun menjadi beberapa bab. Bab pertama membahas tentang
sekelompok cendikiawan yang disebut ulu> al-alba>b dengan ciri-ciri yang istimewa.
Dalam buku tersebut, penulis memilih tema-tema tertentu yang diangap penting dalam
membangun suatu pemahaman ajaran Islam, sekaligus sesuai dengan kondisi zaman
sekarang. Pembahasan tersebut di antaranya adalah kelompok ulu> al-alba>b yang
istimewa, alam ghaib, keimanan, iman kepada kitab dan Nabi, ilmuwan, takdir,
khalifah Allah di bumi, berakhlak mulia, masyarakat muslimin, jihad.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penelitian dan buku tentang konsep ulu>
al-alba>b yang dikaitkan dengan tipe ideal manusia menurut Wahbah Zuhaily dan M.
Quraish Shihab belum ada, sehingga penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya.
G.Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang termasuk dalam
kategori library research, yaitu penelitian dengan mengambil data dari literatur yang
digunakan untuk mencari konsep, teori-teori, pendapat, maupun penemuan yang
berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti.
2. Pendekatan penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan menggunakan pendekatan
komparatif, karena dalam penelitian ini peneliti membandingkan dua tokoh17. Dua
tokoh tersebut dibandingkan penafsirannya tentang konsep ulu> al-alba>b yang nantinya
akan menghasilkan sebuah konsep tentang tipe manusia ideal dalam masing-masing
karyanya. Sedangkan kategori yang peneliti gunakan dalam memilih dan membatasi
karya tafsir yang menjadi objek kajian adalah berdasarkan pada masa, yaitu
kontemporer; tafsir sezaman yang muncul pada abad dua puluh.
Penelitian ini akan membandingkan pandangan atau konsep dua mufassir,
yaitu Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat yang berkaitan
dengan ulu> al-alba>b dalam al-Quran. Oleh karenanya, kajian ini menurut Bakker dan
Zubair tergolong sebagai model penelitian komparatif18.
3. Bahan penelitian
Bahan penelitian yang dijadikan rujukan peneliti dalam penelitian ini adalah
sumber tertulis dari buku, majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan resmi19.
Sumber data yang akan dijadikan rujukan dalam penelitian ini, diklasifikasikan
menjadi tiga macam, yaitu bahan primer, sekunder dan tersier.
a. Bahan primer
17 Anton Bakker, & Zubair Achmad Charris, Metodologi Penelitian Filsafat. (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1990), hal 83.
18 Anton Bakker, & Zubair Achmad Charris, Metodologi Penelitian Filsafat. (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1990), hal 83.
Bahan primer adalah bahan yang langsung berdasarkan sumbernya, diamati
dan dicatat untuk pertama kali.20 Data primer yang digunakan di sini adalah
al-Quran dan Hadis. Selain itu, juga kitab tafsir dari kedua mufassir yang menjadi
obyek penelitian, yaitu tafsir Muni>r karya Wahbah Zuhaily dan Tafsir
al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
b. Bahan sukender
Bahan sekunder merupakan data yang berupa buku, jurnal, dan opini-opini
yang bersinggungan sekaligus dapat mengantarkan peneliti pada maksud data
yang diperlukan dalam penelitian ini.21 Di antara beberapa sumber data sekunder
yang dimaksud adalah: Buku membumikan al-Quran karya M. Quraish Shihab,
Buku Mu’jizat al-Quran karya M. Quraish Shihab, buku Tafsir quran ulu> al-alba>b
karya Jan Ahmad Wassil, buku Tarbiyah ulu> al-alba>b : Z}ikr, Fikr, dan Amal
Shaleh.
c. Bahan tersier
Bahan tersier adalah bahan yang mendukung bahan primer dan sekunder.
Bahan yang dimaksud adalah kamus Bahasa Arab al-Munawwir karya A.W.
Munawwir dan M. Fairuz dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
4. Teknik Pengumpulan Bahan
Berdasarkan fokus kajian dari penelitian ini, maka peneliti akan menitik
beratkan penelitian ini pada penafsiran Wahbah al-Zuhaily tentang ulu> al-alba>b
dalam kitab tafsir Munir dan penafsiran M. Quraish Shihab dalam tafsir
al-Misbah. Selain itu, peneliti juga akan menelusuri literatur lain yang berhubungan
dengan tema yang peneliti teliti. Langkah selanjutnya adalah menganalisis dengan
membandingkan dua mufassir, yaitu penafsiran Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish
Shihab, untuk diketahui tipe manusia ideal.
5. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan jenis penelitian, maka analisis data dalam penelitian ini adalah
analisis dokumen atau kepustakaan.22 Karena bahan yang dikumpulkan diperoleh
melalui dokumen atau kepustakaan. Sedangkan teknik analisis bahan penelitian ini
menggunakan metode analisis isi (content analysis) dengan jenis penyajian data
deskriptif-kualitatif.23
Selain itu, dalam menganalisa data, peneliti mengunakan beberapa
unsur-unsur metodis yang disarankan dalam penelitian komparatif, yaitu:
a. Komparasi Simetris
Dengan metode ini peneliti akan menguraikan pandangan kedua tokoh
tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan konsep ulu> alba>b dalam
al-Qur’an untuk kemudian membandingkannya. Menurut Bakker dan Zubair,
perbandingan tersebut dapat dilakukan pada hal yang berkenaan dengan
perumusan masalah, pendekatan, pemakaian istilah, dan argumentasi.
Perbandingan tersebut bisa pada taraf konkret, lebih mendalam atau
asumsi-asumsi yang paling dasar24.
Dan dalam penelitian ini, yang akan peneliti komparasikan adalah
penafsiran atau argumentasi Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab tentang
ayat-ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan konsep ulu> al-alba>b yang dikaitkan
dengan tipe manusia ideal.
22 Wiyono, Metodologi..., 81
23 Aminudin dan Zainal Asikin, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
163-167
24 Anton Bakker & Zubair Achmad Charris, Metodologi Penelitian Filsafat. (Yogyakarta: Penerbit
b. Interpretasi
Dengan metode ini, peneliti akan menyelami interpretasi Wahbah
al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab atas ayat-ayat tentang konsep ulu> al-alba>b dalam
al-Qur’an, untuk kemudian menangkap arti dan nuansa yang dimaksudkan oleh
mereka secara khas25. Dalam hal ini, tema yang akan peneliti teliti adalah
interpretasi kedua tokoh tentang konsep ulul alba>b dalam karya tafsir mereka
masing-masing.
Sedangkan yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 16 ayat
yang berkenaan dengan ulu> al-alba>b, yaitu: Q.S: Al- Baqarah; 179, 197, 269; Ali-
Imran: 7, 190; Al-Maidah: 100; Yusuf: 111, Al-Ra’d: 19-24, Ibrahim: 52; Shaad: 29,
43; Al-Zumar: 9, 18,21; Al-Mu’min: 54,dan Al-Thalaq:10.
H.Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dikaji secara sistematis dalam lima bab, yaitu:
1. Bab pertama, yang meliputi: Latar belakang, identifikasi dan batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan
2. Bab kedua, membahas wawasan Quran mengenai ulu> alba>b menurut Wahbah
al-Zuhaily yang meliputi: Biografi Wahbah al-al-Zuhaily, sekilas tentang tafsir al-Munir,
dan wawasan al-Quran mengenai ulu> al-alba>b menurut Wahbah al-Zuhaily
3. Bab ketiga, membahas wawasan al-Quran mengenai ulu> al-alba>b menurut M. Quraish
Shihab yang meliputi: Biografi M. Quraish Shihab, sekilas tentang tafsir al-Misbah,
dan wawasan al-Quran mengenai ulu> al-alba>b menurut M. Quraish Shihab.
4. Bab keempat, membahas perbandingan penafsiran Wahbah al-Zuhaily dan M.
Quraish Shihab mengenai ulu> al-albab, yang meliputi: ciri ulu> al-alba>b menurut
Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab serta persamaan dan perbedaan dari
keduanya.
BAB II
WAWASAN AL-QURAN TENTANG ULU>>>>> AL-ALBA>B
MENURUT WAHBAH AL-ZUHAILY
A. Biografi
1. Riwayat hidup
Syaikh Prof.Dr.Wahbah Az Zuhaili adalah cerdik cendikia (alim allamah)
yang menguasai berbagai disiplin ilmu (mutafannin). seorang ulama fikih
kontemporer peringkat dunia, pemikiran fikihnya menyebar ke seluruh dunia Islam
melalui kitab-kitab fikihnya. Beliau dilahirkan di desa Dir `Athiah, utara Damaskus,
Syiria pada tahun 1932 M. dari pasangan Mustafa dan Fatimah binti Mustafa
Sa`dah.Ayah beliau berprofesi sebagai pedagang sekaligus seorang petani.1
Wahbah Zuhaili dibesarkan di lingkungan ulama-ulama mazhab Hanafi, yang
membentuk pemikirannya dalam mazhab fiqih. Walaupun bermazhab Hanafi, namun
beliau tidak fanatik terhadap fahamnya dan senantiasa menghargai pendapat-pendapat
mazhab lain. Hal ini, dapat dilihat dari bentuk penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat
yang berkaitan dengan fiqih.2
Beliau mulai belajar Al Quran dan sekolah ibtidaiyah di kampungnya. Dan
setelah menamatkan ibtidaiyah di Damaskus pada tahun 1946 M. beliau melanjutkan
pendidikannya di Kuliah Syar`iyah dan tamat pada 1952 M. Ketika pindah ke Kairo
beliau mengikuti kuliah di beberapa fakultas secara bersamaan, yaitu di Fakultas
Syari'ah, Fakultas Bahasa Arab di Universitas Al Azhar dan Fakultas Hukum
Universitas `Ain Syams. Beliau memperoleh ijazah sarjana syariah di Al Azhar dan
juga memperoleh ijazah takhassus pengajaran bahasa Arab di Al Azhar pada tahun
1956 M. Kemudian memperoleh ijazah Licence (Lc) bidang hukum di Universitas
`Ain Syams pada tahun 1957 M, Magister Syariah dari Fakultas Hukum Universitas
Kairo pada tahun 1959 M dan Doktor pada tahun 1963 M. Gelar doktor di bidang
hukum (Syariat Islam) beliau peroleh dengan predikat summa cum laude (Martabatus
Syarof Al-Ula) dengan disertasi berjudul "Atsarul Harbi Fil Fiqhil Islami, Dirosah
Muqoronah Bainal Madzahib Ats-Tsamaniyah Wal Qonun Ad-Dauli Al-'Am"
(Beberapa pengaruh perang dalam fiqih Islam, Kajian perbandingan antara delapan
madzhab dan undang-undang internasional). Sungguh catatan prestasi yang sangat
cemerlang.
Satu catatan penting bahwa, Syaikh Wahbah Az Zuhaili senantiasa
menduduki ranking teratas pada semua jenjang pendidikannya. Ini semua
menunjukkan ketekunan beliau dalam belajar. Menurut beliau, rahasia kesuksesannya
dalam belajar terletak pada kesungguhannya menekuni pelajaran dan menjauhkan diri
dari segala hal yang mengganggu belajar. Moto hidupnya adalah, ‚Inna sirron najah
fil-hayat, ihsanus shilah billahi `azza wa jalla‛, (Sesungguhnya, rahasia kesuksesan
dalam hidup adalah membaikkan hubungan dengan Alloh `Azza wa jalla).
2. Karya
Wahbah Zuhaili sangat produktif dalam menulis, mulai dari artikel dan makalah,
sampai kitab besar yang terdiri dari enam belas jilid. Badi’ as-sayyid al-Lahlam dalam
biografi syekh Wahbah Zuhaili yang ditulisnya dalam buku berjudul Wahbah Az-Zuhaili
al-‘Alim, al-Faqih, al-Mufassir menyebutkan 199 karya tulis Wahbah Zuhaili selain
jurnal.3Selain itu, baru-baru ini beliau merampungkan penulisan ensiklopedia fiqih
yang beliau tulis sendiri berjudul, "Maus'atul Fiqhil Islami Wal-Qodhoya
Al-Mu'ashiroh" yang telah diterbitkan Darul Fikr dalam 14 jilid.
Di antara karya-karya beliau adalah:
Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islāmi-Dirāsah Muqāranah, Dār al-Fikr, Damaskus,
1963
al-Wasit fi Ushūl al-Fiqh, Universitas Damaskus, 1966
al-Fiqh al-Islāmi fi Uslub al-Jadid, Maktabah al-Hadits, Damaskus, 1967
Nazāriat al-Darūrāt al-Syar’iyyah, Maktabah al-Farabi, Damaskus, 1969
Nazāriat al-Damān, Dār al-Fikr, Damaskus, 1970
al-Usūl al-‘Ᾱmmah li Wahdah al-Din al-Haq, Maktabah al- Abassiyah,
Damaskus, 1972
al-Alaqāt al-Dawliah fī al-Islām, Muassasah al-Risālah, Beirut, 1981
al-Fiqh al-Islām wa Adillatuhu, (8 Jilid ), Dār al-Fikr, Damaskus,1984
Ushūl al-Fiqh al-Islāmi (2 Jilid), Dār al-Fikr, Damaskus, 1986
Juhūd Taqnin al-Fiqh al-Islāmi, Muassasah al- Risālah, Beirut, 1987
Fiqh al-Mawāris fi al-Shari’ah al-Islāmiah, Dār al-Fikr, Damaskus, 1987
al-Wasāyā wa al-Waqaf fi al-Fiqh al-Islāmi, Dār al-Fikr, Damaskus, 1987
al-Islām Din al-Jihād lā al-Udwān, Persatuan Dakwah Islam Antar Bangsa,
Tripoli, Libya, 1990
al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (16 Jilid), Dār
al-Fikr, Damaskus, 1991
al-Qisah al-Qur’āniyyah Hidāyah wa Bayān, Dār Khair, Damaskus, 1992
al-Qur’ān al-Karim al-Bunyātuh al-Tasri’iyyah aw Khasāisuh al-Hasāriyah, Dār
al-Ruẖsah al-Syari’ah-Aẖkāmuhu wa Dawabituhu, Dār al-Khair, Damaskus, 1994
Khasāis al-Kubra li Hūquq al-Insān fī al-Islām, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1995
al-Ulūm al-Syari’ah Bayān al-Wahdah wa al-Istiqlāl, Dār al-Maktabi, Damaskus,
1996
al-Asas wa al-Masādir al-Ijtihād al-Musytarikah Bayān al-Sunah wa al-Syiah,
Dār al-Maktabi, Damaskus, 1996.
al-Islām wa Tahadiyyah al-‘Asr, Dār al-Maktabi, Damaskus,1996
Muwajāhah al-Ghazu al-Taqāfi al-Sahyuni wa al-Ajnābi, Dār al-Maktabi,
Damaskus,1996
al-Taqlid fi al-Madhahib al-Islāmiah inda al-Sunah wa al-Syiah, Dār al-Maktabi,
Damaskus, 1996
al-Ijtihād al-Fiqhi al-Hadits, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1997
al-Urūf wa al-Adah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1997
Bay al-Asam, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1997
al-Sunnah al-Nabawiyyah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1997
Idārah al-Waqaf al-Kahiri, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1998
al-Mujādid Jamaluddin al-Afghani, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1998
Taghyir al-Ijtihād, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2000
Tatbiq al-Syari’ah al-Islāmiah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2000
al-Zirā’i fi al-Siyāsah al-Syar’iyyah wa al-Fiqh al-Islāmi, Dār al-Maktabi,
Damaskus, 1999
Tajdid al-Fiqh al-Islāmi, Dār al-Fikr, Damaskus,2000
al-Taqāfah wa al-Fikr, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2000
al-Qayyim al-Insāniah fi al-Qur’ān al-Karim, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2000
Haq al-Hurriah fi al-‘Alām, Dār al-Fiqr, Damaskus, 2000
al-Insān fi al-Qur’ān, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2001
al-Islām wa Usūl al-Hadārah al-Insāniah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2001
Usūl al-Fiqh al-Hanafi, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2001.
Demikian produktifnya Syaikh Wahbah dalam menulis sehingga Badi`
mengumpamakannya seperti Imam Al-Suyuthi di masa lampau.4
3. Karir Akademis
Setelah memperoleh ijazah Doktor, pekerjaan pertama Syaikh Wahbah Az
Zuhailli adalah staf pengajar pada Fakultas Syariah, Universitas Damaskus pada
tahun 1963 M, kemudian menjadi asisten dosen pada tahun 1969 M dan menjadi
profesor pada tahun 1975 M. Sebagai guru besar, ia menjadi dosen tamu pada
sejumlah univesritas di negara-negara Arab, seperti pada Fakultas Syariah dan
Hukum serta Fakultas Adab Pascasarjana Universitas Benghazi, Libya; pada
Universitas Khurtum, Universitas Ummu Darman, Universitas Afrika yang ketiganya
berada di Sudan. Beliau juga pernah mengajar pada Universitas Emirat Arab.
Beliau juga menghadiri berbagai seminar internasional dan mempresentasikan
makalah dalam berbagai forum ilmiah di negara-negara Arab termasuk di Malaysia
dan Indonesia. Akan tetapi, di Medan belum pernah. Ia juga menjadi anggota tim
redaksi berbagai jurnal dan majalah, dan staf ahli pada berbagai lembaga riset fikih
dan peradaban Islam di Siria,Yordania, Arab Saudi,Sudan, India, dan Amerika.
B.Sekilas Tentang Tafsir al-Munir
1. Sejarah
Tafsīr al- Munīr ditulis setelah pengarangnya menyelesaikan penulisan dua
kitab fiqh, yaitu Ushūl Fiqh al-Islāmi (2 jilid) dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu (8
Jilid), dengan rentang waktu selama 16 tahun barulah kemudian beliau menulis kitab
Tafsīr al-Munīr, yang pertama kalinya diterbitkan oleh Dār al-Fikri Beirut Libanon
dan Dār al-Fikr Damaskus Syiria dengan berjumlah 16 jilid bertepatan pada tahun
1991 M/1411 H. Sedangkan, kitab terjemahannya telah diterjemahkan di berbagai
negara salah satunya di Turqi, Malaysia, dan Indonesia yang telah diterbitkan oleh
Gema Insani Jakarta 2013 yang terdiri dari 15 jilid.
Dibandingkan dengan kedua Tafsīr al-Wajīz 5dan Tafsir al –Wasīṯ, maka
Tafsīr al-Munīr ini lebih lengkap pembahasannya, yakni mengkaji ayat-ayatnya
secara komprehensif, lengkap dan mencakup berbagai aspek yang dibutuhkan oleh
masyarakat atau pembaca. Karena, dalam pembahasannya mencantumkan asbāb
al-Nuzūl, Balāghah, I’rāb serta mencantunkan hukum-hukum yang terkandung
didalamnya. Dan dalam penggunaan riwayatnya beliau mengelompokkan antara yang
ma’tsur dengan yang ma’kul. Sehingga, penjelasan mengenai ayat-ayatnya selaras
dan sesuai dengan penjelasan riwayat-riwayat yang sahih, serta tidak mengabaikan
penguasaan ilmu-ilmu keislaaman seperti pengungkapan kemukjizatan ilmiah dan
gaya bahasa.6
Di samping terdapat perbedaan mengenai ketiga tafsir di atas, maka terdapat
persamaannya, di antaranya adalah sama-sama bermaksud menjelaskan ayat-ayat
al-Qur’an secara komperensif dengan menggunakan uslub yang sederhana dan
penyampaian yang berdasarkan pokok-pokok tema bahasan.
Mengenai ketiga karya tafsirnya, Wahbah mengatakan:
5 Tafsir al-Wajiz merupakan ringkasan dari Tafsir al-Munir dan Tafsir al-Wasith dalam 3 jilid tebal.
Untuk pertama kalinya, saya menyuguhkan tafsir-tafsir di atas kepada pembaca berdasarkan tingkatannya: al-Tafsir al-Munir ditulis untuk orang-orang yang tingkat pengetahuannya memadai (li ahl alikhtishash), al-Tafsir al-Wajiz ditulis untuk kalangan umum (li al-‘Ámmah wa aktsariyat al-nas), sementara al-Tafsir al-Wasith ditulis untuk kalangan menengah (li mutawassithi al-tsaqafah).7
Tujuan utama penyusunan Tafsir ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Wahbah pada bagian pendahuluan, adalah:
‚Tujuan utama menyusun kitab ini adalah mempererat hubungan antara seorang
muslim dengan al-Qur’an berdasarkan ikatan akademik yang kuat, karena al
-Qur’an merupakan hukum dasar bagi kehidupan umat manusia secara umum dan
umat Islam secara khusus. Karena itu, saya tidak membatasi diri dalam menjelaskan hukum-hukum dari masalah-masalah fikih dalam pengertiannya yang sempit dan dikenal di kalangan fuqaha, tetapi saya ingin menjelaskan
hukum-hukum yang diistimbatkan dari ayat-ayat al-Qur’an dengan
pengertiannya yang lebih umum.8
2. Metode
Secara sistematika, sebelum memasuki bahasan ayat, Wahbah Zuhaili pada
setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang keutamaan dan kandungan
surat tersebut, dan sejumlah tema yang terkait dengannya secara garis besar. 9Setiap
tema yang diangkat dan dibahas mencakup tiga aspek, yaitu; pertama, aspek bahasa,
yaitu menjelaskan beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan
menerangkan segi-segi al-balāghat dan gramatika bahasanya.
Kedua, al-tafsīr dan al-bayān, yaitu deskripsi yang komprehensif terhadap
ayat-ayat, sehingga mendapatkan kejelasan tentang makna-makna yang terkandung di
dalamnya dan kesahihan hadis-hadis yang terkait dengannya.
7 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Wasith, juz I (Damaskus: Dar al-Fikr, 2000), 6. Bandingkan pula dengan Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Wajiz (Cet.II; Damaskus: Dar al-Fikr, 1996), 1.
8 Ibid., 6
9 Selain itu, beliau juga menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat, Seperti: Definisi al-Qur’an, cara turunnya, dan pengumpulannya, Cara penulisan al-Qur’an dan Rasm Usmanī, Menyebutkan dan menjelaskan Ahruf Sab’ah dan Qirā’ah Sab’ah, Penegasan terhadap al-Qur’an yang murni sebagai kalam Allah
dan disertai dengan dalil-dalil yang membuktikan kemukjizatannya, Keontetikan al-Qur’an dalam
Ketiga, fiqh al-hayāt wa al-ahkām, yaitu perincian tentang beberapa kesimpulan
yang bisa diambil dari beberapa ayat yang berhubungan dengan realitas kehidupan
manusia. Dan ketika terdapat masalah-masalah baru, dia berusaha untuk
menguraikannya sesuai dengan hasil ijtihadnya.9
Adapun tentang metodologi penulisan Tafsir al-Munir ini, secara umum
adalah mengopromikan sumber-sumber atau riwayat yang ma’tsur yang ma’qul. Dan,
untuk mengetahui pembahasan yang lebih detailnya mengenai metode yang
digunakan maka dapat dilihat sebagaimana berikut ini:
a. Menjelaskan kandungan surah secara global, menyebutkan sebab-sebab penamaan
surah dan menjelaskan keutamaan-keutamaannya.
b. Menyajikan makna secara jelas dan lugas dengan disesuaikan pada pokok bahasan.
c. Menyajikan penjelasaan dari sisi qirā’ātnya, i’rāb, balāghah, kosa kata, dan
hubungan antar ayat maupun surah, serta sebab-sebab turunnya ayat maupun
surah.
d. Menafsirkan dan memberikan penjelasan secara detail.
e. Memberikan keterangan tambahan berupa riwayat-riwayat yang dapat
dipertanggung jawabkan dan menyajikan qisah-qisah maupun peristiwa-peristiwa
besar.
f. Menggali hukum-hukum yang terkandung pada setiap pokok bahasan.
g. Memperhatikan pendapat-pendapat atau hasil ijtihad baik itu ijtihad dari para ahli
tafsir amupun ahli hadits serta ijtihad dari ulama lainnya yang ketsiqahannya
tidak diragukan lagi.
i. Bersumber dan berpedoman pada kitab-kitab atau pendapat sesuai dengan
tuntunan syari’ah.10
3. Corak Penafsiran
Dengan melihat pada corak-corak penafsiran,11 maka Tafsir al-Munir yang
juga memiliki corak penafsiran tersendiri. Dengan melihat dari manhaj dan metode
yang digunakan serta analisa dari penilaian penulis lainnya bahwa corak penafsiran
Tafsir al-Munir ini adalah bercorak kesastraan (‘adabi) dan sosial kemasyarakatan
(ijtimā’i) serta adanya nuansa kefiqhian (fiqh) yakni karena adanya penjelaskan
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Bahkan sebagaimana telah disinggung
sebelumnya meskipun juga bercorak fiqh dalam pembahsannya akan tetapi
penjelasannya menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan yang terjadi pada
masyarakat. Sehingga, bisa dikatakan corak penafsiran Tafsir al-Munir sebagai corak
yang ideal karena selaras antara ‘adabī, ijtima’ī, dan fiqhinya.
4. Karakterestik Tafsir al-Munir
Ciri khas dari Tafsir al-Munir jika dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir
lainnya adalah dalam penyampaian dan kajiannya yang menggunakan langsung
pokok tema bahasan. Misalnya tentang orang-orang munafik dan sifatnya, maka
tema tersebut dapat ditemukan dibeberapa ayat disurah al-Baqarah.
Selain itu, yang menciri khaskan dari Tafsir al-Munir ini adalah ditulis secara
sistematis mulai dari qirā’ātnya kemudian i’rāb, balāghah, mufradāt
lughawiyyahnya, yang selanjutnya adalah asbāb al- Nuzūl dan Munāsabah ayat,
10 Ibid.,
kemudian mengenai tafsir dan penjelasannya dan yang terakhir adalah mengenai fiqh
kehidupan atau hukum-hukum yang terkandung pada tiap –tiap tema pembahasan.
Serta memberikan jalan tengah terhadap perdebatan antar ulama madzhab yang
berkaitan dengan ayat-ayat ahkam, dan mencantumkan footnote ketika pengambilan
sumber dan kutipan.
5. Sumber-sumber Penulisan Tafsir al-Munir
Sebagaimana kita ketahui Tafsir al-Munir adalah bagian dari karya Wahbah
al-Zuhaili yang terbesar. Meskipun demikian layaknya sebuah karya di abad kekinin
maka dalam penulisannya sudah tentu banyak kitab-kitab yang menjadi
sumber-sumber atau referensinya. Pengambilan sumber-sumber-sumber-sumber terhadap suatu penulisan
sangat menentukan nilai dari sebuah karya. Semakin banyak sumber yang diambil
akan menjadikan semakin menambah bobot penulisan suatu karya, tentunya
bersumber pada kitab-kitab yang sudah tidak diragukan lagi kredibel karya dan
pengarangnya. Hal ini ditemukan dalam kitab Tafsir al-Munir, mulai dari bidang
Tafsir, Ulum al-Qur’an, Hadits, Usul Fiqh, Fiqh, Teologi, Tarikh, Lughah, dan
beberapa bidang umum lainnya.
C.Wawasan al-Quran tentang ulu> al-alba>b menurut Wahbah Zuhaily
1. Surat Al-Baqarah: 179
Artinya: dan dalam qis}a>s} itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.12
Dalam ayat ini, Wahbah Zuhaily dalam tafsirnya al-Munir tidak
menyinggung sama sekali tentang ulu> al-alba>b. Penafsirannya lebih banyak tentang
hukuman qis}a>s} dan mengapa perlu adanya hukuman Qis}a>s} serta hikmah dibalik
hukuman Qis}a>s}. Kajiannya lebih banyak pada pendekatan fiqih, terutama perbedaan
pendapat di antara ulama’ tentang qis}a>s}.13
Tampaknya hal tersebut dipengaruhi dari corak fiqh dari penulisan tafsir
al-Muni>r. Dalam penafsiran ayat tersebut corak fiqhnya lebih menonjol dibanding
corak lainnya, yaitu adabi> dan ijtima>’i.
2. Surat al-Baqarah 197
Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,14 Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats,15 berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa16 dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.17
a. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan dari Bukhari dan selainnya dari Ibnu ‘Abbas bahwa dalam
suatu riwayat, orang-orang Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal
apa-apa, dengan alasan tawakal kepada Allah. Maka turunlah ayat wa tajawaadu> fa
inna khaira za> di al-Takwa>....18
13 Penjelasan lebih detail bisa dilihat di Wahbah Zuhaily, Tafsi>r al-Muni>r jilid 1, (Dar Fikr: Beirut, 2003), 468-481
14 Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
15 Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.
16 Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.
b. Tafsir
Dalam ayat ini Wahbah Zuhaily sedikit menyinggung term ulu> al-alba>b,
yaitu dalam penjelasan makna mufrada>t. Menurutnya, ulu> al-alba>b diambil dari
kata lubb yaitu sesuatu yang masih murni, yakni murni akalnya.19 Dalam tafsir
ayat tersebut, penjelasannya lebih banyak pada hukum Haji dan Umroh,
bagaimana pelaksanaannya, dan waktunya dengan menggunakan pendekatan
fiqih, perbedaan pendapat di antara imam mazhab.20 Ini tampaknya juga
dipengaruhi oleh menonjolnya corak fiqh dibanding corak lainnya. Hal ini
dipengaruhi dari latar belakang pendidikan beliau yang berkonsentrasi pada
hukum Islam.
3. Surat al-Baqarah ayat 269
Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).21
Menurut Wahbah Zuhaily, Allah memberikan hikmah kepada siapapun
yang dikehendakiNya. Hikmah itu tidak hanya berupa tanda-tanda kenabian.
Menurut jumhur ulma’ hikmah itu dapat berupa ilmu, fiqih, al-Quran. Itu lebih
umum dari tanda-tanda kenabian. Tingkat tertinggi dari hikmah itu memang
kenabian, khususnya risalah. Hal itu dapat memberikan petunjuk akan suatu
19 Zuhaily, Tafsir....juz 1, hal. 562
20 Penjelasan lebih detailnya dapat dilihat di Wahbah Zuhaily, Tafsir....jilid 1, 563-575
kebenaran dan membedakan antara bisikan Syaithan dan ilham. Media untuk
mendapatkan hikmah itu adalah akal.
Barang siapa yang diberikan ilmu yang bermanfaat, khususnya tentang
pemahaman al-Quran dan agama dan menunjukkannya pada hidayahnya akal, maka
dia akan mendapatkan hidayah ntuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.
Itulah orang yang diberikan hikmah. Maka sesungguhnya dia benar-benar
mendapatkan sesuatu yang paling utama dari pemberian Allah.22 Ini semua hanya
dapat dipahami oleh ulu> al-alba>b.
Kaitannya dengan ayat sebelumnya, bahwa ketakwaan merupakan tujuan
hidup dari ulu> al-alba>b dan itu bisa didapatkan ketika dia mau mengambil hikmah
dari apa yang sudah dijelaskan oleh Allah dalam al-Quran, misalnya, hikmah dari
Qis}a>s}, haji dan umrah. Inilah yang harus dipahami seseorang jika ingin
mendapatkan predikat ulu> al-alba>b.
4. Surat Ali Imran ayat 7
<