• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAWASAN AL-QURAN TENTANG ULU AL-ALBAB : STUDI KOMPARASI TERHADAP PEMIKIRAN WAHBAH AL-ZUHAILY DALAM TAFSIR AL-MUNIR DENGAN M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "WAWASAN AL-QURAN TENTANG ULU AL-ALBAB : STUDI KOMPARASI TERHADAP PEMIKIRAN WAHBAH AL-ZUHAILY DALAM TAFSIR AL-MUNIR DENGAN M. QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Wawasan al-Quran tentang Ulu> al-Alba>b

(Studi Komparasi Terhadap Pemikiran Wahbah al-Zuhaily dalam Tafsi>r

al-Muni>r dengan M. Quraish Shihab dalam Tafsir

al-Misbah)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Keislaman Konsentrasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh Abu Samsudin NIM. FO.5.2.12.073

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK TESIS

Sesuatu yang sangat agung dari petunjuk al-Quran, berkenaan dengan visi pemikiran

dan ilmu pengetahuan adalah bahwa al-Quran memberi penghargaan terhadap ulu> al-alba>b

dan kaum cendikiawan, atau kaum intelektual. ulu> al-alba>b. Ulu> al-alba>b akan senantiasa

mempergunakan akalnya untuk berfikir tentang segala ciptaan Allah dan tunduk atas segala ketentuannya. Mereka akan selalu mengadakan perbaikan dan penyelidikan terhadap fenomena yang ada karena keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadanya.Untuk itu,

perlu adanya kajian terhadap bagaimana sesungguhnya ulu> al-alba>b dalam al-Quran,

sehingga nantinya akan diperoleh gambaran tipe manusia ideal menurut al-quran. Dalam hal ini peneliti membandingkan dua pemikiran mufassir, yaitu Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab.

Jenis penelitian dalam tesis ini adalah kepustakaan (library research) dengan

pendekatan maud}u>’i, dan metode penganalisaan yang digunakan adalah analisis isi (content

analysis)atas standard kerangka teori ilmu tafsir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Menurut Wahbah al-Zuhaily, Ulu> al-alba>b akan

memahami kandungan al-Quran sehingga akan mendapatkan petunjuk dan hikmah dari Allah; senantiasa menyeimbangkan antara zikir dan fikir, yaitu mengingat Allah dalam kondisi apapun dan senantiasa memikirkan keagungan dan kekuasaan Allah;mampu membentengi dirinya dari kejelekan dan godaan syaithan.Sedangkan Menurut M. Quraish

Shihab,Ulu> al-alba>b akan memahami posisi dirinya yang sesungguhnya. Dia akan

menghargai dan menghormati orang lain sebagaimana dia membutuhkannya; mereka yang tidak terbelenggu dengan nafsu kebinatangan atau dikuasai oleh ajakan unsur debu tanahnya; mampu memahami petunjuk-petunjuk Allah, merenungkan ketetapan-ketetapanNya, serta melaksankannya, sehingga mendapatkan hikmah; senantiasa berzikir dan berpikir akan keagungan ciptaan Allah.

Persamaan dari kedua mufassir adalahKeduanya sama-sama memaknai ulu> al-alba>b

sebagai sosok yang istimewa di mata Allah. Mereka mempunyai akal yang murni dan sehat, sehingga bisa mengambil pelajran dari ayat-ayat al-Quran; mampu menyeimbangkan antara kemampuan zikir dan pikir; dan mendapatkan hidayah dan hikmah dari Allah. Perbedaan

dari kedua mufassir adalah Wahbah al-Zuhaily Kurang variatif dalam memaknai ulu> al-alba>b

dibanding Quraish Shihab, penjelasan tentang ulu> al-alba>b tidak begitu detail, kajiannya

lebih banyak dikaitkan dengan ayat-ayat yang lainnya dan banyak dikaitkan dengan fiqih al-hayat. Sedangkan M. Quraish Shihab Penjelasannya agak panjang dan variatif, meskipun

istilahnya tentang ulu> al-alba>sering diulangdi beberapa ayat dan lebih detail menjelaskan

beberapa makna mufradat.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dimana kedua mufassir masing-masing punya persamaan dan perbedaan atau kelebihan dan kekurangan, maka peneliti menyarankan untuk menggabungkan penafsiran dari kedua mufassir, sehingga diperoleh gambaran tentang ulu>

(6)

Resume tesis

Wawasan al-Quran tentang

Ulu> al-Alba>b

(Studi Komparasi Terhadap Pemikiran Wahbah al-Zuhaily dalam

Tafsi>r

al-Muni>r

dengan M. Quraish Shihab dalam Tafsir

al-Misbah)

oleh: Abu Samsudin

NIM. FO.5.2.12.073

Sesuatu yang sangat agung dari petunjuk al-Quran, berkenaan dengan visi pemikiran dan ilmu pengetahuan adalah bahwa al-Quran memberi penghargaan terhadap ulu> al-alba>b dan kaum cendikiawan, atau kaum intelektual. Allah memuji mereka dalam

banyak ayat dalam surat-surat Makkiyah dan Madaniyah. Al-Quran mengekspos keluhuran orang yang beriman dan berilmu sebagai hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan tinggi. Bahkan, mereka yang memiliki kedudukan dan mendayagunakan anugrah Allah (potensi akal, kalbu, dan nafsu) diberi gelar khusus dengan sebuah panggilan ulu> al-alba>b. Ulu> al-alba>b akan senantiasa mempergunakan akalnya untuk berfikir tentang segala ciptaan Allah dan tunduk atas segala ketentuannya. Mereka akan selalu mengadakan perbaikan dan penyelidikan terhadap fenomena yang ada karena keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadanya.

(7)

uli> al-abs}a>r (orang yang mempunyai orientasi ke depan). Orang-orang mempunyai

cakrawala pemikiran yang dalam dan pandangan jauh ke depan sebagaimana yang disebutkan dengan istilah di atas sebenarnya dapat dikategorikan ulu> al-alba>b.

Oleh karena itu penting kiranya untuk meneliti secara komprehensif bagaimana sesungguhnya kontruksi ulu> al-alba>b dalam al-Qur’an yang dikaitkan dengan tipe ideal

manusia. Hal ini dimaksudkan agar mampu memprovokasi gerakan revolusi mental sebagai langkah awal rekayasa sosial untuk membentuk komunitas sosial yang ideal yang terkonstruks dari pribadi-pribadi yang ideal pula.

Secara etimologis, kata alba>b adalah bentuk plural dari kata lubb, yang berarti saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang disebut lubb. Berdasarkan definisi etimologi ini, dapat diambil pengertian terminologi bahwa ulu> al-Alba>b adalah orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi

oleh kulit, yakni kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir. Singkatnya, secara harfiah, ulu> al-alba>b adalah orang yang berakal. Dalam pengertian yang lebih jauh, ulu> al-alba>b bukan hanya memiliki kekuatan daya piker dan daya nalar, melainkan juga

daya zikir dan spiritual. Kedua daya yang dimilikinya akan digunakan secara optimal dan

saling melengkapi sehingga mengantarkan pada keseimbangan antara kekuatan penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan penguasaannya terhadap ajaran-ajaran agamanya dan spiritualitas.

Istilah ulu>l al-alba>b dapat ditemukan dalam teks al-Qur’an sebanyak 16 kali di

(8)

ketertarikan peneliti terhadap kedua mufassir yang sangat berpengaruh dalam dunia

Islam, khususnya pada abad ke-20.

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, maka selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep ulu> al-alba>b dalam al-Quran menurut Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab?

2. Bagaimana ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) menurut penafsiran Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) antara penafsiran Wahbah al-Zuhaily dengan M. Quraish Shihab?

Untuk meneliti masalah tersebut, maka penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif yang termasuk dalam kategori library research dengan menggunakan pendekatan komparatif, karena dalam penelitian ini peneliti membandingkan dua tokoh. Dua tokoh tersebut dibandingkan penafsirannya tentang konsep ulu> al-alba>b yang nantinya akan menghasilkan sebuah konsep tentang tipe manusia ideal dalam masing-masing karyanya. Sedangkan kategori yang peneliti

gunakan dalam memilih dan membatasi karya tafsir yang menjadi objek kajian adalah berdasarkan pada masa, yaitu kontemporer; tafsir sezaman yang muncul pada abad dua puluh.

Dengan demikian, penelitian ini akan membandingkan pandangan atau konsep dua mufassir, yaitu Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan ulu> al-alba>b dalam al-Quran. Oleh karenanya, kajian ini menurut Bakker dan Zubair tergolong sebagai model penelitian komparatif.

(9)

Selain itu, dalam menganalisa data, peneliti mengunakan beberapa

unsur-unsur metodis yang disarankan dalam penelitian komparatif, yaitu: a. Komparasi Simetris

Dengan metode ini peneliti akan menguraikan pandangan kedua tokoh tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan konsep ulu> alba>b dalam

al-Qur’an untuk kemudian membandingkannya. Menurut Bakker dan Zubair,

perbandingan tersebut dapat dilakukan pada hal yang berkenaan dengan perumusan masalah, pendekatan, pemakaian istilah, dan argumentasi. Perbandingan tersebut bisa pada taraf konkret, lebih mendalam atau asumsi-asumsi yang paling dasar.

Dan dalam penelitian ini, yang akan peneliti komparasikan adalah penafsiran atau argumentasi Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan konsep ulu> al-alba>b yang dikaitkan dengan tipe manusia ideal.

b. Interpretasi

Dengan metode ini, peneliti akan menyelami interpretasi Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab atas ayat-ayat tentang konsep ulu> al-alba>b dalam

al-Qur’an, untuk kemudian menangkap arti dan nuansa yang dimaksudkan oleh

mereka secara khas. Dalam hal ini, tema yang akan peneliti teliti adalah interpretasi kedua tokoh tentang konsep ulul alba>b dalam karya tafsir mereka masing-masing.

(10)

Imran: 7, 190; Al-Maidah: 100; Yusuf: 111, Al-Ra’d: 19-24, Ibrahim: 52; Shaad: 29,

43; Al-Zumar: 9, 18,21; Al-Mu’min: 54,dan Al-Thalaq:10.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep ulu> al-alba>b dalam al-Quran Menurut Wahbah Zuhayli adalah sosok yang begitu ideal. Mereka mendapatkan banyak anugrah dari Allah (termasuk petunjuk dan hikmah) sehingga mampu menyeimbangkan antara kemampuan olah hati dan akal, yaitu zikir dan fikir. Sedangkan menurut Quraish Shihab ulu> al-alba>b adalah sosok yang mempunyai kemampuan berfikir yang sangat tinggi sehingga menghasilkan banyak ide kreatif yang tidak selubungi oleh kerancuan (murni). Kemampuan berfikirnya tadi juga implementasikan dalam memahami alam semesta (ayat kauniyah) sehingga mampu mendekatkan dirinya kepada Allah.

Sedangkan Ciri-ciri ulu> al-alba>b menurut penafsiran Wahbah Zuhayli dan M. Quraish Shihab

1. Menurut Wahbah al-Zuhaily: ulu> al-alba>b akan memahami kandungan al-Quran sehingga akan mendapatkan petunjuk dan hikmah dari Allah; senantiasa menyeimbangkan antara zikir dan fikir, yaitu mengingat Allah dalam kondisi apapun dan senantiasa memikirkan keagungan dan kekuasaan Allah; mampu membentengi

dirinya dari kejelekan dan godaan syaithan; mampu mengambil pelajaran mengenai kisah-kisah para Nabi dan kaumnya; sehingga mereka mampu meneladani kebaikannya dan menyingkirkan kejelekannya; mempunyai akal sehat; berpikir serta berargumen yang benar; yang mampu mengambil faidah dan pelajaran, tercermin dari

(11)

serta mau memahami dan mengikuti tutunannya; senantiasa berpikir mendalam dan

melihat jauh ke depan, sehingga mereka akan mengingat dalil atau petunjuk keEsaan dan Kekuasaan Allah; bisa mengambil pelajaran dan hidayah akan ayat-ayat Allah,

senantiasa takut akan siksa Allah.

2. Menurut M. Quraish Shihab: ulu> al-alba>b akan memahami posisi dirinya yang sesungguhnya. Dia akan menghargai dan menghormati orang lain sebagaimana dia membutuhkannya; mereka yang tidak terbelenggu dengan nafsu kebinatangan atau dikuasai oleh ajakan unsur debu tanahnya; mampu memahami petunjuk-petunjuk Allah, merenungkan ketetapan-ketetapanNya, serta melaksankannya, sehingga mendapatkan hikmah; senantiasa berzikir dan berpikir akan keagungan ciptaan Allah;

senantiasa merenungkan ketetapan Allah dan melaksanakannya diharapkan dapat meraih dapat keberuntungan; tidak hanya sekedar yang memiliki kemampuan berpikir cemerlang, tetapi kemampuan berpikir yang disertai dengan kesucian hati sehingga dapat mengantar pemiliknya meraih kebenaran dan mengamalkannya serta menghindar dari kesalahan dan kemungkaran; selalu menghayati dan mengamalkan tuntunan kitab al-Quran ini; mampu mengambil pelajaran akan ayat-ayat Allah;

menjaga sikap lahir dan batinnya; orang-orang yang telah Allah tunjuki jalan lebar yang lurus; mampu mengambil pelajaran dari tanda kebesaran dan kekuasaan Allah di dunia; memperoleh dan memanfaatkan petunjuk dari kitab Allah; orang beriman yang senantiasa bertakwa kepada Allah.

Sementara iitu, persamaan dan perbedaan penafsiran ulu> al-alba>b antara penafsiran Wahbah Zuhaily dan M. Quraish Shihab adalah:

(12)

sehingga bisa mengambil pelajaran dari ayat-ayat al-Quran; mampu

menyeimbangkan antara kemampuan zikir dan pikir; dan mendapatkan hidayah dan hikmah dari Allah

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ...viii

BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C.Rumusan Masalah ... 8

D.Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Penelitian Terdahulu... 10

G.Metode Penelitian ... 13

H.Sistematika Penulisan... 18

BAB II: WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG ULU> AL-ALBA>B MENURUT WAHBAH AL-ZUHAYLI A. Biografi ... 20

1. Riwayat hidup ... 20

2. Karya ... 22

3. Karir Akademis ... 25

B. Sekilas tentang Tafsi>r al-Muni>r... 26

1. Sejarah... 26

(14)

2. Metode... 28

3. Corak Penafsiran... 30

4. Karakteristik Tafsi>r al-Muni>r... 30

5. Sumber-sumber penulisan Tafsi>r al-Muni>r... 31

C. Wawasan al-Quran tentang ulu> al-alba>b menurut Wahbah al-Zuhayli... 31

Bab III:WAWASAN AL-QURA’AN TENTANG ULU> AL-ALBA>B MENURUT M. QURAISH SHIHAB A. Biografi ... 51

1. Riwayat hidup ... 51

2. Latar Belakang Keluarga ... 51

3. Pendidikan dan Karir Intelektual ... 53

4. Karya... 55

B. Sekilas Tentang Tafsir al-Misbah... 57

1. Sejarah... 57

2. Metode... 58

3. Corak Penafsiran... 60

4. Karakteristik Penafsiran... 61

5. Sistematika Penafsiran... 62

C. Wawasan al-Quran tentang ulu> al-alba>b menurut M. Quraish Shihab... 63

BAB IV: PERBANDINGAN PENAFSIRAN WAHBAH AL-ZUHAYLI ADAN M. QURAISH SHIHAB TENTANG ULU> AL-ALBA>B A. Ciri-ciri Ulu> al-alba>b menurut Wahbah al-Zuhaily... 86

B. Ciri-ciriUlu> al-alba>b menurutM. Quraish Shihab ... 87

C. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran ... 89

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 91

B. Saran-saran ... 94

(15)

(16)

Bab I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan sebagai petunjuk manusia.1 Oleh

karena itu, maka tidaklah aneh jika al-Quran dapat memenuhi semua tuntutan

kemanusiaan berdasarkan asas-asas pertama konsep agama samawi.2 Dengan segala

misteri dan kelebihannya, al-Quran menyimpan potensi yang begitu dahsyat. Sejarah

mencatat pengaruh besarnya ketika ia melahirkan sebuah peradaban yang oleh Nas}r

H}a>mid Abu> Zaid diklaim sebagai ‚peradaban teks‛ (h}ad}a>rah al-Nas}s}).3

Dalam terminologi kajian ilmu al-Quran, sebagaimana yang ada dalam beberapa

ayat al-Quran 4, kehadiran al-Quran mempunyai beberapa fungsi. Fungsi yang paling

ideal dari beberapa fungsi yang lain adalah al-Quran menjadi petunjuk5 sebagaimana

ditegaskan surat al-Isra’ [17] ayat 9 yang artinya yang artinya: ‚Quran ini memberi

petunjuk kepada jalan yang lebih lurus. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, al-Quran

membentuk manusia pada konstruksi idealnya sebagaimana yang dikehendaki Tuhan

melalui ayat-ayat yang ada.6

1 Q.S. al-A’raf ayat 158, QS. Al-Furqan ayat 1, Q.S. al-Ahzab ayat 40

2Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n, Studi ilmu-ilmu al-Quran terj. Mudzakir, (Bogor: Pustaka Lentera Antar

Nusa, 2009), 11-12

3 Menurut Nas}r, hal ini tidak berarti bahwa ttekslah yang membangun peradaban. Sebab, teks apapun

tidak dapat membangun dan menegakkan ilmu pengetahuan serta peradaban. Yang membangun dan menegakkan peradaban adalah dialektika manusia dengan realitas di satu pihak, dan dialognya dengan teks di pihak lain.

4 Kandungan ayat-ayat al-Quran mencakup banyak aspek kehidupan manusia, termasuk konsep

ketuhanan (tauhid) juga. Banyak al-Quran yang menjelaskan secara khusus tentang Tuhyan. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam Mohammad Abu Hamdiyyah. The Quran: an Introduction. (London-Newyork: Roudledge, 2000), 50. Dalam kaitannya dengan ulu> al-alba>b maka penting sekali untuk memahami konsep tersebut sebagai dasar (pedoman) dalam berperilaku.

5 Kementerian Agama RI. Tafsir al-Quran Tematik, Kedudukan dan Peran Perempuan (Jakarta:

Lajnah Pentashihan Mushaf al-Quran Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI), xix

6 Hal ini dikarenakan memang al-Quran sejak semula diturunkan oleh Allah untuk merombak budaya

(17)

Kehadiran teks al-Qur’an di tengah umat Islam telah melahirkan pusat pusaran

wacana keislaman yang tidak pernah berhenti dan menjadi pusat inspirasi bagi manusia

untuk melakukan penafsiran dan pengembangan makna atas ayat-ayatnya. Bahkan

al-Quran juga menjadi bahan kajian bagi sarjana-sarjana Barat.7 Dalam hal ini, al-Quran

dapat diposisikan sebagai mitra dialog bagi para pembacanya. Perspektif ini

mengasumsikan bahwa al-Quran merupakan teks yang mandiri, otonom, dan secara

obyektif memiliki kebenaran yang dapat dipahami secara rasional.8

Akan tetapi, yang perlu diperhatikan bahwa al-Quran tidak boleh ditafsirkan

hanya dengan akal saja tanpa landasan yang kuat dan haq, meskipun sifatnya progressif.9

Maksudnya, bahwa orang yang menafsirkan dengan terlintas keraguan dan dugaan yang

todak dapat dipertanggung jawabkan tanpa mengambil daili, maka tindakan tersebut

tidak diperbolehkan.10 Sebagaimana disebutkan dalam surat al-isra’ ayat 36:

                               

36. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan

tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan

diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S. al-Isra’ [17]: 36)

Sesuatu yang sangat agung dari petunjuk al-Quran, berkenaan dengan visi

pemikiran dan ilmu pengetahuan adalah bahwa al-Quran memberi penghargaan terhadap

ulu> al-alba>b dan kaum cendikiawan, atau kaum intelektual. Allah memuji mereka dalam

banyak ayat dalam surat-surat Makkiyah dan Madaniyah. Al-Quran mengekspos

7 Nicolai Sinai. The Quran As Process dalam Angelika Neuwirth, Nicolai Sinai, Michael Maex. (ed), The Quran in Context, Historical and Literary Investigations into the Quranic Milieu (Leiden-Boston: Brill), 407

8 Muhammad Shahru>r, Prinsip dan Dasar Hermeneutika al-Quran Kontemporer terj. Sahiron

Syamsudin dan Burhanuddin Dzikri, (Yogyakarta: elSAQ Press, 2004), xv-xvi

9 Edip Yuksel, Layth Saleh al-Shaiban, Martha Schulte-Nafeh, al-Quran A. Reformist Translation,

(United States of America: Brainbow Press, 2007), 10

10 Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-keistemewaan al-Quran terj. Nur Faizin,

(18)

keluhuran orang yang beriman dan berilmu sebagai hamba-hamba Allah yang memiliki

kedudukan tinggi. Bahkan, mereka yang memiliki kedudukan dan mendayagunakan

anugrah Allah (potensi akal, kalbu, dan nafsu) diberi gelar khusus dengan sebuah

panggilan ulu> al-alba>b. Ulu> al-alba>b akan senantiasa mempergunakan akalnya untuk

berfikir tentang segala ciptaan Allah dan tunduk atas segala ketentuannya. Mereka akan

selalu mengadakan perbaikan dan penyelidikan terhadap fenomena yang ada karena

keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadanya.

Akan tetapi, kelompok ulu> al-alba>b sudah semakin langka di dunia Islam. Yang

banyak adalah manusia-manusia yang hanya berfikir singkat dan terbatas pada kesibukan

hidup dari hari ke hari. Pada beberapa ayat, ia selain dibekali dengan beberapa karakter

yang ideal, ia juga mengakomodasi karakter dari tipe-tipe manusia lain yang disebutkan

di dalam al-Quran. Misalnya, uli> al-nuha> yang berarti orang yang mempunyai akal, atau

uli> al-abs}a>r (orang yang mempunyai orientasi ke depan). Orang-orang mempunyai

cakrawala pemikiran yang dalam dan pandangan jauh ke depan sebagaimana yang

disebutkan dengan istilah di atas sebenarnya dapat dikategorikan ulu> al-alba>b.

Oleh karena itu penting kiranya untuk meneliti secara komprehensif bagaimana

sesungguhnya kontruksi ulu> al-alba>b dalam al-Qur’an yang dikaitkan dengan tipe ideal

manusia. Hal ini dimaksudkan agar mampu memprovokasi gerakan revolusi mental

sebagai langkah awal rekayasa sosial untuk membentuk komunitas sosial yang ideal yang

terkonstruks dari pribadi-pribadi yang ideal pula.

Secara etimologis, kata alba>b adalah bentuk plural dari kata lubb, yang berarti

saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang

disebut lubb. Berdasarkan definisi etimologi ini, dapat diambil pengertian terminologi

(19)

oleh kulit, yakni kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir.11

Singkatnya, secara harfiah, ulu> al-alba>b adalah orang yang berakal. Dalam pengertian

yang lebih jauh, ulu> al-alba>b bukan hanya memiliki kekuatan daya piker dan daya nalar,

melainkan juga daya zikir dan spiritual. Kedua daya yang dimilikinya akan digunakan

secara optimal dan saling melengkapi sehingga mengantarkan pada keseimbangan antara

kekuatan penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan penguasaannya terhadap

ajaran-ajaran agamanya dan spiritualitas.12

Istilah ulu>l al-alba>b dapat ditemukan dalam teks al-Qur’an sebanyak 16 kali13 di

beberapa tempat dan topik yang berbeda, diantaranya dalam Q.S: Al- Baqarah; 179, 197,

269; Al- Imran: 7, 190; Al-Maidah: 100; Yusuf: 111, Al-Ra’d: 19-24, Ibrahim: 52; Shaad:

29, 43; Al-Zumar: 9, 18,21; Al-Mu’min: 54,dan Al-Thalaq:10.14 Dalam hal ini peneliti

akan membahas 16 ayat tersebut dengan membatasi pada penafsiran Wahbah al-Zuhaily

dalam tafsir al-Muni>r dan M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah. Hal ini didasarkan

pada ketertarikan peneliti terhadap kedua mufassir yang sangat berpengaruh dalam dunia

Islam, khususnya pada abad ke-20.

Wahbah al-Zuhaliy dilahirkan di desa Dir Athiyah, daerah Qalmun, Damsyiq,

Syria pada 6 maret 1932 M/1351H. Ia dikenal alim dalam bidang fiqih, tafsir dan Dirasah

Islamiyyah. Ia menulis buku dan artikel dalam berbagai ilmu Islam. Buku-bukunya

melebihi 133 buah dan risalah-risalah kecil lebih dari 500 makalah. Satu usaha yang

jarang dapat dilakukan oleh ulama kini seolah-olah ia merupakan al-Suyuti kedua

(al-Suyu>ti al-Tha>ni) pada zaman ini. Di antara kitab-kitabnya adalah Tafsi>r Muni>r fi

al-Aqi>dah wa al-Syari>’a>t wa al-Manha>j yang terdiri dari 16 jilid yang diterbitkan oleh Da>r

11 M. Quraish Shihab. 2006. Tafsir al-Misbah jilid 1, (Jakarta: Lentera hati), hlm. 394

12 Abuddin Nata. 2009. Ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan multidislipiner, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada), hal. 69

13 Raghib al-Asfahani. 2004. Mu’jam mufrada>t alfa>z} al-Quran. (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah), hal.

500

14Khudhori Sholeh, dkk. 2008. Tarbiyah Ulul Albab, Peneguhan Jatidiri,Membangun Peradaban Islam,

(20)

al-Fikr Damsyiq pada tahun 1991. Kitab inilah yang akan menjadi salah satu dari fokus

penelitian ini yang lebih menitikberatkan pada penafsiran ulu> al-alba>b dalam kitab

tersebut. Bagi Wahbah al-Zuhaily itu kitab tersebut merupakan salah satu karya

terbesarnya di bidang tafsir. Hal ini dapat dilihat pada karakteristik yang ada dalam kitab

tersebut, di mana cara penafsiran ayatnya begitu komprehensif dengan kajian mufrada>t,

bala>ghah, asba>b- al-nuzu>l, tafsir, dan yang tidak kalah pentingnya adalah fiqh al-h}aya>t

sehingga penafsirannya cocok untuk konteks saat ini.

Selain itu, keistemewaanya dapat dilihat dari corak penafsiran Tafsir al-Munir

corak penafsiran yang ideal karena selaras antara ‘adabī (kesastraan), ijtima’ī (sosial

kemasyarakatan), dan fiqhnya (penjelasan hukum). Penjelasannya menyesuaikan dengan

perkembangan dan kebutuhan yang terjadi pada masyarakat.

Sedangkan M. Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir yang juga pendidik,

cendikiawan Muslim dalam ilmu-ilmu al-Quran. Keahliannya dalam bidang tafsir

diabadikan dalam bidang pendidikan. Selain kedudukannya sebagai Rektor, Menteri

Agama, ketua MUI, Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anggota badan

Pertimbangan Pendidikan, ia juga rajin menulis karya ilmiah, dan ceramah yang erat

kaitannya dengan kegiatan pendidikan. Dengan kata lain, ia adalah seorang ulama’ yang

memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat melalui sikap dan kepribadiannya yang

patut diteladani. Penampilannya yang sederhana, tawa>d}u’, sayang kepada semua orang,

jujur, amanah, dan tegas dalam prinsip merupakan bagian dari sikap yang seharusnya

dimiliki oleh seorang guru.15

Adapun keistimewaan yang dimiliki oleh tafsir al-Mishbah yaitu Quraish Shihab

menggunkaan metode penulisan Tafsir al-Mishbah dengan mengkombinasikan antara

15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, kesan dan keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati,

(21)

metode Tahlili dengan metode Maudhu’i. Adapun corak yang dipergunakan dalam tafsir

al-Mishbah adalah corak adabi>-Ijtima’i16atau sastra-kemasyarakatan.

Keunggulan itulah yang menjadikan peneliti tertarik untuk mencoba mengkaji dan

melihat lebih dalam tentang Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab, dua mufassir

kontemporer yang telah mewarnai corak penafsiran al-Quran, khususnya tentang ulu>

al-alba>b yang dikaitkan dengan tipe manusia ideal yang dijelaskan Allah dalam al-Quran.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Penelitian ini berjudul ‚Wawasan al-Quran Tentang Ulu> al-Alba>b Menurut

Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab‛. Berdasarkan judul tersebut, maka penelitian

ini akan mengkaji konsep ulu> al-alba>b yang ada dalam al-Quran menurut penafsiran

Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab. Jika diidentifikasi lebih lanjut, ayat al-Quran

yang mempunyai keterkaitan dengan ulu> alba>b juga banyak, seperti uli> nuha, uli>

al-abs}a>r, dan lain-lain. akan tetapi penelitian ini, memfokuskan pada konsep ulu> al-alba>b

dengan mengkaji semua ayat yang berkaitan dengan ulu> al-alba>b. Di dalam al-Quran ada

16 ayat yang berbicara tentang ulu> al-alba>b, yaitu: Q.S: Al- Baqarah; 179, 197, 269; Al-

Imran: 7, 190; Al-Maidah: 100; Yusuf: 111, Al-Ra’d: 19-24, Ibrahim: 52; Shaad: 29, 43;

Al-Zumar: 9, 18,21; Al-Mu’min: 54,dan Al-Thalaq:10. Dalam hal ini, ada beberapa

masalah yang dapat diidentifikasi. Di antaranya adalah bagaimana kedua mufaasir di atas

menafsirkan ulu> al-alba>b dalam ayat-ayat tersebut, berdasarkan ayat-ayat tersebut

bagaimana ciri-ciri ulu> al-alba>b menurut kedua mufassir, atas dasar apa ciri-ciri tersebut

ditetapkan, apa berbedaan dan persamaannya. Dari beberapa masalah tersebut, maka

peneliti akan memfokuskan pada konsep ulu> al-alba>b dari 16 ayat tersebut dengan

16 Corak ini menitikberatkan penjelasan ayat-ayat Alquran pada segi ketelitian redaksionalnya, serta

(22)

mengkaitkankannya dengan ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) menurut kedua mufassir

sehingga ditemukan persamaan dan perbedaannya.

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, maka selanjutnya

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep ulu> al-alba>b dalam al-Quran menurut Wahbah al-Zuhaily dan M.

Quraish Shihab?

2. Bagaimana ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) menurut penafsiran Wahbah al-Zuhaily

dan M. Quraish Shihab?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan ciri ulu> al-alba>b (manusia ideal) antara

penafsiran Wahbah al-Zuhaily dengan M. Quraish Shihab?

D.Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai konsep ulu> alba>b dalam

al-Quran menurut Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab

2. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai ciri-ciri ulu> al-alba>b (manusia

ideal) menurut penafsiran Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab?

3. Untuk mendaptkan gambaran yang jelas mengenai persamaan dan perbedaan ciri ulu>

al-alba>b (manusia ideal) antara penafsiran Wahbah al-Zuhaily dengan M. Quraish

Shihab?

E. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan dalam bidang

tafsir al-Quran, terutama berkaitan tentang ulu> al-alba>b.

(23)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang

bagaimana tipe manusia ideal itu menurut al-Quran, sehingga mampu menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, penelitian ini diharapakn dapat

meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia yang nantinya akan dapat membawa

dampak positif bagi kemajuan Indonesia pada umumnya, dan bagi pribadi

masing-masing pada khususnya.

F. Penelitian Terdahulu

Untuk membuktikan originalitas dari penelitian ini, maka akan diuraikan

bagaimana penelitian-penelitian dan buku-buku terkait dengan judul ini yang sudah

dilakukan sebelumnya. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian cermat dan

menyeluruh tentang konsep ulu> al-alba>b yang dikaitkan dengan tipe ideal manusia belum

ditemukan. Akan tetapi pembicaraan tentang ulu> al-alba>b secara umum banyak dibahas

dalam beberapa penelitian dan buku maupun literatur lainnya. Untuk lebih memudahkan

dalam memaparkan penelitian terkait yang sudah dilakukan sebelumnya, maka akan

dipaparkan dalam tabel di bawah ini:

No Judul Jenis Tahun Hasil

1. Ulu> alba>b dalam

al-Quran dan

relevansinya dengan

pendidikan Islam

masa kini

skripsi 2010 Pentingnya suatu pendidikan yang

dijelaskan oleh al-Quran melalui

tafsirnya akan munculnya penelitian

yang lebih mendalam dan integral

tentang Ulu> al-alba>b dalam al-Quran

dan relevansinya dengan pendidikan

Islam masa kini

(24)

dalam al-Quran dan

relevansinya dengan

tujuan pendidikan

Islam

pendidikan Islam merupakan dua kata

yang saling ada keterikatan, karena

antara konsep yang ada pada Ulu>

al-alba>b dengan tujuan pendidikan adalah

sama-sama bertujuan untuk

menjadikan peserta didik sebagai

abdullah yang selalu tunduk

menghambakan diri kepada Allah Swt

dengan cara menjalankan semua

perintah Allah Swt dan meninggalkan

semua larangannya agar-agar benar

tercipta pada diri peserta didik

menjadi manusia yang muttaqi>n

3 Ulu> al-alba>b dalam

perspektif

pendidikan

Skripsi 2006 Pendidikan Ulu> al-alba>b adalah

suatu model pendidikan yang

mengembangkan fitrah

manusia, pendidikan yang lebih

menekankan pada

keintelektualan dan akhlak

dengan berbagai macam

metode sesuai dengan kondisi.

4 Ulu> al-alba>b dalam

al-Quran dan

implikasinya

skripsi Ulu> al-alba>b adalah orang yang

mempunyai kedalaman

(25)

dalam tujuan

pendidikan Islam

pemikiran serta mampu

mengambil kesimpulan,

pelajaran, peringatan dari

ayat-ayat Allah dalam al-Quran dan

senantiasa terkandung suatu

refleksi serta potensi dzikir dan

fikir

Selain penelitian, ada beberapa buku yang juga membahas tentang Ulu> al-alba>b, di

antaranya adalah:

1. Tarbiyah ulu> al-alba>b, Z}ikr, fikr, dan amal saleh. Buku ini menjelaskan tentang konsep

pendidikan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

2. Tafsir al-Quran ulu> al-alba>b. Buku ini disusun oleh Jan Ahmad Wassil, tahun 2009.

Buku tersebut tersusun menjadi beberapa bab. Bab pertama membahas tentang

sekelompok cendikiawan yang disebut ulu> al-alba>b dengan ciri-ciri yang istimewa.

Dalam buku tersebut, penulis memilih tema-tema tertentu yang diangap penting dalam

membangun suatu pemahaman ajaran Islam, sekaligus sesuai dengan kondisi zaman

sekarang. Pembahasan tersebut di antaranya adalah kelompok ulu> al-alba>b yang

istimewa, alam ghaib, keimanan, iman kepada kitab dan Nabi, ilmuwan, takdir,

khalifah Allah di bumi, berakhlak mulia, masyarakat muslimin, jihad.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penelitian dan buku tentang konsep ulu>

al-alba>b yang dikaitkan dengan tipe ideal manusia menurut Wahbah Zuhaily dan M.

Quraish Shihab belum ada, sehingga penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya.

G.Metode Penelitian

(26)

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang termasuk dalam

kategori library research, yaitu penelitian dengan mengambil data dari literatur yang

digunakan untuk mencari konsep, teori-teori, pendapat, maupun penemuan yang

berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti.

2. Pendekatan penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan menggunakan pendekatan

komparatif, karena dalam penelitian ini peneliti membandingkan dua tokoh17. Dua

tokoh tersebut dibandingkan penafsirannya tentang konsep ulu> al-alba>b yang nantinya

akan menghasilkan sebuah konsep tentang tipe manusia ideal dalam masing-masing

karyanya. Sedangkan kategori yang peneliti gunakan dalam memilih dan membatasi

karya tafsir yang menjadi objek kajian adalah berdasarkan pada masa, yaitu

kontemporer; tafsir sezaman yang muncul pada abad dua puluh.

Penelitian ini akan membandingkan pandangan atau konsep dua mufassir,

yaitu Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat yang berkaitan

dengan ulu> al-alba>b dalam al-Quran. Oleh karenanya, kajian ini menurut Bakker dan

Zubair tergolong sebagai model penelitian komparatif18.

3. Bahan penelitian

Bahan penelitian yang dijadikan rujukan peneliti dalam penelitian ini adalah

sumber tertulis dari buku, majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan resmi19.

Sumber data yang akan dijadikan rujukan dalam penelitian ini, diklasifikasikan

menjadi tiga macam, yaitu bahan primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan primer

17 Anton Bakker, & Zubair Achmad Charris, Metodologi Penelitian Filsafat. (Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1990), hal 83.

18 Anton Bakker, & Zubair Achmad Charris, Metodologi Penelitian Filsafat. (Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1990), hal 83.

(27)

Bahan primer adalah bahan yang langsung berdasarkan sumbernya, diamati

dan dicatat untuk pertama kali.20 Data primer yang digunakan di sini adalah

al-Quran dan Hadis. Selain itu, juga kitab tafsir dari kedua mufassir yang menjadi

obyek penelitian, yaitu tafsir Muni>r karya Wahbah Zuhaily dan Tafsir

al-Misbah karya M. Quraish Shihab.

b. Bahan sukender

Bahan sekunder merupakan data yang berupa buku, jurnal, dan opini-opini

yang bersinggungan sekaligus dapat mengantarkan peneliti pada maksud data

yang diperlukan dalam penelitian ini.21 Di antara beberapa sumber data sekunder

yang dimaksud adalah: Buku membumikan al-Quran karya M. Quraish Shihab,

Buku Mu’jizat al-Quran karya M. Quraish Shihab, buku Tafsir quran ulu> al-alba>b

karya Jan Ahmad Wassil, buku Tarbiyah ulu> al-alba>b : Z}ikr, Fikr, dan Amal

Shaleh.

c. Bahan tersier

Bahan tersier adalah bahan yang mendukung bahan primer dan sekunder.

Bahan yang dimaksud adalah kamus Bahasa Arab al-Munawwir karya A.W.

Munawwir dan M. Fairuz dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Bahan

Berdasarkan fokus kajian dari penelitian ini, maka peneliti akan menitik

beratkan penelitian ini pada penafsiran Wahbah al-Zuhaily tentang ulu> al-alba>b

dalam kitab tafsir Munir dan penafsiran M. Quraish Shihab dalam tafsir

al-Misbah. Selain itu, peneliti juga akan menelusuri literatur lain yang berhubungan

dengan tema yang peneliti teliti. Langkah selanjutnya adalah menganalisis dengan

(28)

membandingkan dua mufassir, yaitu penafsiran Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish

Shihab, untuk diketahui tipe manusia ideal.

5. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan jenis penelitian, maka analisis data dalam penelitian ini adalah

analisis dokumen atau kepustakaan.22 Karena bahan yang dikumpulkan diperoleh

melalui dokumen atau kepustakaan. Sedangkan teknik analisis bahan penelitian ini

menggunakan metode analisis isi (content analysis) dengan jenis penyajian data

deskriptif-kualitatif.23

Selain itu, dalam menganalisa data, peneliti mengunakan beberapa

unsur-unsur metodis yang disarankan dalam penelitian komparatif, yaitu:

a. Komparasi Simetris

Dengan metode ini peneliti akan menguraikan pandangan kedua tokoh

tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan konsep ulu> alba>b dalam

al-Qur’an untuk kemudian membandingkannya. Menurut Bakker dan Zubair,

perbandingan tersebut dapat dilakukan pada hal yang berkenaan dengan

perumusan masalah, pendekatan, pemakaian istilah, dan argumentasi.

Perbandingan tersebut bisa pada taraf konkret, lebih mendalam atau

asumsi-asumsi yang paling dasar24.

Dan dalam penelitian ini, yang akan peneliti komparasikan adalah

penafsiran atau argumentasi Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab tentang

ayat-ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan konsep ulu> al-alba>b yang dikaitkan

dengan tipe manusia ideal.

22 Wiyono, Metodologi..., 81

23 Aminudin dan Zainal Asikin, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),

163-167

24 Anton Bakker & Zubair Achmad Charris, Metodologi Penelitian Filsafat. (Yogyakarta: Penerbit

(29)

b. Interpretasi

Dengan metode ini, peneliti akan menyelami interpretasi Wahbah

al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab atas ayat-ayat tentang konsep ulu> al-alba>b dalam

al-Qur’an, untuk kemudian menangkap arti dan nuansa yang dimaksudkan oleh

mereka secara khas25. Dalam hal ini, tema yang akan peneliti teliti adalah

interpretasi kedua tokoh tentang konsep ulul alba>b dalam karya tafsir mereka

masing-masing.

Sedangkan yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 16 ayat

yang berkenaan dengan ulu> al-alba>b, yaitu: Q.S: Al- Baqarah; 179, 197, 269; Ali-

Imran: 7, 190; Al-Maidah: 100; Yusuf: 111, Al-Ra’d: 19-24, Ibrahim: 52; Shaad: 29,

43; Al-Zumar: 9, 18,21; Al-Mu’min: 54,dan Al-Thalaq:10.

H.Sistematika Pembahasan

Penelitian ini akan dikaji secara sistematis dalam lima bab, yaitu:

1. Bab pertama, yang meliputi: Latar belakang, identifikasi dan batasan masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan

2. Bab kedua, membahas wawasan Quran mengenai ulu> alba>b menurut Wahbah

al-Zuhaily yang meliputi: Biografi Wahbah al-al-Zuhaily, sekilas tentang tafsir al-Munir,

dan wawasan al-Quran mengenai ulu> al-alba>b menurut Wahbah al-Zuhaily

3. Bab ketiga, membahas wawasan al-Quran mengenai ulu> al-alba>b menurut M. Quraish

Shihab yang meliputi: Biografi M. Quraish Shihab, sekilas tentang tafsir al-Misbah,

dan wawasan al-Quran mengenai ulu> al-alba>b menurut M. Quraish Shihab.

(30)

4. Bab keempat, membahas perbandingan penafsiran Wahbah al-Zuhaily dan M.

Quraish Shihab mengenai ulu> al-albab, yang meliputi: ciri ulu> al-alba>b menurut

Wahbah al-Zuhaily dan M. Quraish Shihab serta persamaan dan perbedaan dari

keduanya.

(31)

BAB II

WAWASAN AL-QURAN TENTANG ULU>>>>> AL-ALBA>B

MENURUT WAHBAH AL-ZUHAILY

A. Biografi

1. Riwayat hidup

Syaikh Prof.Dr.Wahbah Az Zuhaili adalah cerdik cendikia (alim allamah)

yang menguasai berbagai disiplin ilmu (mutafannin). seorang ulama fikih

kontemporer peringkat dunia, pemikiran fikihnya menyebar ke seluruh dunia Islam

melalui kitab-kitab fikihnya. Beliau dilahirkan di desa Dir `Athiah, utara Damaskus,

Syiria pada tahun 1932 M. dari pasangan Mustafa dan Fatimah binti Mustafa

Sa`dah.Ayah beliau berprofesi sebagai pedagang sekaligus seorang petani.1

Wahbah Zuhaili dibesarkan di lingkungan ulama-ulama mazhab Hanafi, yang

membentuk pemikirannya dalam mazhab fiqih. Walaupun bermazhab Hanafi, namun

beliau tidak fanatik terhadap fahamnya dan senantiasa menghargai pendapat-pendapat

mazhab lain. Hal ini, dapat dilihat dari bentuk penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat

yang berkaitan dengan fiqih.2

Beliau mulai belajar Al Quran dan sekolah ibtidaiyah di kampungnya. Dan

setelah menamatkan ibtidaiyah di Damaskus pada tahun 1946 M. beliau melanjutkan

pendidikannya di Kuliah Syar`iyah dan tamat pada 1952 M. Ketika pindah ke Kairo

beliau mengikuti kuliah di beberapa fakultas secara bersamaan, yaitu di Fakultas

Syari'ah, Fakultas Bahasa Arab di Universitas Al Azhar dan Fakultas Hukum

Universitas `Ain Syams. Beliau memperoleh ijazah sarjana syariah di Al Azhar dan

(32)

juga memperoleh ijazah takhassus pengajaran bahasa Arab di Al Azhar pada tahun

1956 M. Kemudian memperoleh ijazah Licence (Lc) bidang hukum di Universitas

`Ain Syams pada tahun 1957 M, Magister Syariah dari Fakultas Hukum Universitas

Kairo pada tahun 1959 M dan Doktor pada tahun 1963 M. Gelar doktor di bidang

hukum (Syariat Islam) beliau peroleh dengan predikat summa cum laude (Martabatus

Syarof Al-Ula) dengan disertasi berjudul "Atsarul Harbi Fil Fiqhil Islami, Dirosah

Muqoronah Bainal Madzahib Ats-Tsamaniyah Wal Qonun Ad-Dauli Al-'Am"

(Beberapa pengaruh perang dalam fiqih Islam, Kajian perbandingan antara delapan

madzhab dan undang-undang internasional). Sungguh catatan prestasi yang sangat

cemerlang.

Satu catatan penting bahwa, Syaikh Wahbah Az Zuhaili senantiasa

menduduki ranking teratas pada semua jenjang pendidikannya. Ini semua

menunjukkan ketekunan beliau dalam belajar. Menurut beliau, rahasia kesuksesannya

dalam belajar terletak pada kesungguhannya menekuni pelajaran dan menjauhkan diri

dari segala hal yang mengganggu belajar. Moto hidupnya adalah, ‚Inna sirron najah

fil-hayat, ihsanus shilah billahi `azza wa jalla‛, (Sesungguhnya, rahasia kesuksesan

dalam hidup adalah membaikkan hubungan dengan Alloh `Azza wa jalla).

2. Karya

Wahbah Zuhaili sangat produktif dalam menulis, mulai dari artikel dan makalah,

sampai kitab besar yang terdiri dari enam belas jilid. Badi’ as-sayyid al-Lahlam dalam

biografi syekh Wahbah Zuhaili yang ditulisnya dalam buku berjudul Wahbah Az-Zuhaili

al-‘Alim, al-Faqih, al-Mufassir menyebutkan 199 karya tulis Wahbah Zuhaili selain

jurnal.3Selain itu, baru-baru ini beliau merampungkan penulisan ensiklopedia fiqih

(33)

yang beliau tulis sendiri berjudul, "Maus'atul Fiqhil Islami Wal-Qodhoya

Al-Mu'ashiroh" yang telah diterbitkan Darul Fikr dalam 14 jilid.

Di antara karya-karya beliau adalah:

 Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islāmi-Dirāsah Muqāranah, Dār al-Fikr, Damaskus,

1963

 al-Wasit fi Ushūl al-Fiqh, Universitas Damaskus, 1966

 al-Fiqh al-Islāmi fi Uslub al-Jadid, Maktabah al-Hadits, Damaskus, 1967

 Nazāriat al-Darūrāt al-Syar’iyyah, Maktabah al-Farabi, Damaskus, 1969

 Nazāriat al-Damān, Dār al-Fikr, Damaskus, 1970

 al-Usūl al-‘mmah li Wahdah al-Din al-Haq, Maktabah al- Abassiyah,

Damaskus, 1972

 al-Alaqāt al-Dawliah fī al-Islām, Muassasah al-Risālah, Beirut, 1981

 al-Fiqh al-Islām wa Adillatuhu, (8 Jilid ), Dār al-Fikr, Damaskus,1984

 Ushūl al-Fiqh al-Islāmi (2 Jilid), Dār al-Fikr, Damaskus, 1986

 Juhūd Taqnin al-Fiqh al-Islāmi, Muassasah al- Risālah, Beirut, 1987

 Fiqh al-Mawāris fi al-Shari’ah al-Islāmiah, Dār al-Fikr, Damaskus, 1987

 al-Wasāyā wa al-Waqaf fi al-Fiqh al-Islāmi, Dār al-Fikr, Damaskus, 1987

 al-Islām Din al-Jihād lā al-Udwān, Persatuan Dakwah Islam Antar Bangsa,

Tripoli, Libya, 1990

 al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (16 Jilid), Dār

al-Fikr, Damaskus, 1991

 al-Qisah al-Qur’āniyyah Hidāyah wa Bayān, Dār Khair, Damaskus, 1992

 al-Qur’ān al-Karim al-Bunyātuh al-Tasri’iyyah aw Khasāisuh al-Hasāriyah, Dār

(34)

 al-Rusah al-Syari’ah-Akāmuhu wa Dawabituhu, Dār al-Khair, Damaskus, 1994

 Khasāis al-Kubra li Hūquq al-Insān fī al-Islām, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1995

 al-Ulūm al-Syari’ah Bayān al-Wahdah wa al-Istiqlāl, Dār al-Maktabi, Damaskus,

1996

 al-Asas wa al-Masādir al-Ijtihād al-Musytarikah Bayān al-Sunah wa al-Syiah,

Dār al-Maktabi, Damaskus, 1996.

 al-Islām wa Tahadiyyah al-‘Asr, Dār al-Maktabi, Damaskus,1996

 Muwajāhah al-Ghazu al-Taqāfi al-Sahyuni wa al-Ajnābi, Dār al-Maktabi,

Damaskus,1996

 al-Taqlid fi al-Madhahib al-Islāmiah inda al-Sunah wa al-Syiah, Dār al-Maktabi,

Damaskus, 1996

 al-Ijtihād al-Fiqhi al-Hadits, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1997

 al-Urūf wa al-Adah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1997

 Bay al-Asam, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1997

 al-Sunnah al-Nabawiyyah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1997

 Idārah al-Waqaf al-Kahiri, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1998

 al-Mujādid Jamaluddin al-Afghani, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1998

 Taghyir al-Ijtihād, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2000

 Tatbiq al-Syari’ah al-Islāmiah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2000

 al-Zirā’i fi al-Siyāsah al-Syar’iyyah wa al-Fiqh al-Islāmi, Dār al-Maktabi,

Damaskus, 1999

 Tajdid al-Fiqh al-Islāmi, Dār al-Fikr, Damaskus,2000

 al-Taqāfah wa al-Fikr, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2000

(35)

 al-Qayyim al-Insāniah fi al-Qur’ān al-Karim, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2000

 Haq al-Hurriah fi al-‘Alām, Dār al-Fiqr, Damaskus, 2000

 al-Insān fi al-Qur’ān, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2001

 al-Islām wa Usūl al-Hadārah al-Insāniah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2001

 Usūl al-Fiqh al-Hanafi, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2001.

Demikian produktifnya Syaikh Wahbah dalam menulis sehingga Badi`

mengumpamakannya seperti Imam Al-Suyuthi di masa lampau.4

3. Karir Akademis

Setelah memperoleh ijazah Doktor, pekerjaan pertama Syaikh Wahbah Az

Zuhailli adalah staf pengajar pada Fakultas Syariah, Universitas Damaskus pada

tahun 1963 M, kemudian menjadi asisten dosen pada tahun 1969 M dan menjadi

profesor pada tahun 1975 M. Sebagai guru besar, ia menjadi dosen tamu pada

sejumlah univesritas di negara-negara Arab, seperti pada Fakultas Syariah dan

Hukum serta Fakultas Adab Pascasarjana Universitas Benghazi, Libya; pada

Universitas Khurtum, Universitas Ummu Darman, Universitas Afrika yang ketiganya

berada di Sudan. Beliau juga pernah mengajar pada Universitas Emirat Arab.

Beliau juga menghadiri berbagai seminar internasional dan mempresentasikan

makalah dalam berbagai forum ilmiah di negara-negara Arab termasuk di Malaysia

dan Indonesia. Akan tetapi, di Medan belum pernah. Ia juga menjadi anggota tim

redaksi berbagai jurnal dan majalah, dan staf ahli pada berbagai lembaga riset fikih

dan peradaban Islam di Siria,Yordania, Arab Saudi,Sudan, India, dan Amerika.

B.Sekilas Tentang Tafsir al-Munir

1. Sejarah

(36)

Tafsīr al- Munīr ditulis setelah pengarangnya menyelesaikan penulisan dua

kitab fiqh, yaitu Ushūl Fiqh al-Islāmi (2 jilid) dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu (8

Jilid), dengan rentang waktu selama 16 tahun barulah kemudian beliau menulis kitab

Tafsīr al-Munīr, yang pertama kalinya diterbitkan oleh Dār al-Fikri Beirut Libanon

dan Dār al-Fikr Damaskus Syiria dengan berjumlah 16 jilid bertepatan pada tahun

1991 M/1411 H. Sedangkan, kitab terjemahannya telah diterjemahkan di berbagai

negara salah satunya di Turqi, Malaysia, dan Indonesia yang telah diterbitkan oleh

Gema Insani Jakarta 2013 yang terdiri dari 15 jilid.

Dibandingkan dengan kedua Tafsīr al-Wajīz 5dan Tafsir al Wasīṯ, maka

Tafsīr al-Munīr ini lebih lengkap pembahasannya, yakni mengkaji ayat-ayatnya

secara komprehensif, lengkap dan mencakup berbagai aspek yang dibutuhkan oleh

masyarakat atau pembaca. Karena, dalam pembahasannya mencantumkan asbāb

al-Nuzūl, Balāghah, I’rāb serta mencantunkan hukum-hukum yang terkandung

didalamnya. Dan dalam penggunaan riwayatnya beliau mengelompokkan antara yang

ma’tsur dengan yang ma’kul. Sehingga, penjelasan mengenai ayat-ayatnya selaras

dan sesuai dengan penjelasan riwayat-riwayat yang sahih, serta tidak mengabaikan

penguasaan ilmu-ilmu keislaaman seperti pengungkapan kemukjizatan ilmiah dan

gaya bahasa.6

Di samping terdapat perbedaan mengenai ketiga tafsir di atas, maka terdapat

persamaannya, di antaranya adalah sama-sama bermaksud menjelaskan ayat-ayat

al-Qur’an secara komperensif dengan menggunakan uslub yang sederhana dan

penyampaian yang berdasarkan pokok-pokok tema bahasan.

Mengenai ketiga karya tafsirnya, Wahbah mengatakan:

5 Tafsir al-Wajiz merupakan ringkasan dari Tafsir al-Munir dan Tafsir al-Wasith dalam 3 jilid tebal.

(37)

Untuk pertama kalinya, saya menyuguhkan tafsir-tafsir di atas kepada pembaca berdasarkan tingkatannya: al-Tafsir al-Munir ditulis untuk orang-orang yang tingkat pengetahuannya memadai (li ahl alikhtishash), al-Tafsir al-Wajiz ditulis untuk kalangan umum (li al-‘Ámmah wa aktsariyat al-nas), sementara al-Tafsir al-Wasith ditulis untuk kalangan menengah (li mutawassithi al-tsaqafah).7

Tujuan utama penyusunan Tafsir ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Wahbah pada bagian pendahuluan, adalah:

‚Tujuan utama menyusun kitab ini adalah mempererat hubungan antara seorang

muslim dengan al-Qur’an berdasarkan ikatan akademik yang kuat, karena al

-Qur’an merupakan hukum dasar bagi kehidupan umat manusia secara umum dan

umat Islam secara khusus. Karena itu, saya tidak membatasi diri dalam menjelaskan hukum-hukum dari masalah-masalah fikih dalam pengertiannya yang sempit dan dikenal di kalangan fuqaha, tetapi saya ingin menjelaskan

hukum-hukum yang diistimbatkan dari ayat-ayat al-Qur’an dengan

pengertiannya yang lebih umum.8

2. Metode

Secara sistematika, sebelum memasuki bahasan ayat, Wahbah Zuhaili pada

setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang keutamaan dan kandungan

surat tersebut, dan sejumlah tema yang terkait dengannya secara garis besar. 9Setiap

tema yang diangkat dan dibahas mencakup tiga aspek, yaitu; pertama, aspek bahasa,

yaitu menjelaskan beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan

menerangkan segi-segi al-balāghat dan gramatika bahasanya.

Kedua, al-tafsīr dan al-bayān, yaitu deskripsi yang komprehensif terhadap

ayat-ayat, sehingga mendapatkan kejelasan tentang makna-makna yang terkandung di

dalamnya dan kesahihan hadis-hadis yang terkait dengannya.

7 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Wasith, juz I (Damaskus: Dar al-Fikr, 2000), 6. Bandingkan pula dengan Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Wajiz (Cet.II; Damaskus: Dar al-Fikr, 1996), 1.

8 Ibid., 6

9 Selain itu, beliau juga menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat, Seperti: Definisi al-Qur’an, cara turunnya, dan pengumpulannya, Cara penulisan al-Qur’an dan Rasm Usmanī, Menyebutkan dan menjelaskan Ahruf Sab’ah dan Qirā’ah Sab’ah, Penegasan terhadap al-Qur’an yang murni sebagai kalam Allah

dan disertai dengan dalil-dalil yang membuktikan kemukjizatannya, Keontetikan al-Qur’an dalam

(38)

Ketiga, fiqh al-hayāt wa al-ahkām, yaitu perincian tentang beberapa kesimpulan

yang bisa diambil dari beberapa ayat yang berhubungan dengan realitas kehidupan

manusia. Dan ketika terdapat masalah-masalah baru, dia berusaha untuk

menguraikannya sesuai dengan hasil ijtihadnya.9

Adapun tentang metodologi penulisan Tafsir al-Munir ini, secara umum

adalah mengopromikan sumber-sumber atau riwayat yang ma’tsur yang ma’qul. Dan,

untuk mengetahui pembahasan yang lebih detailnya mengenai metode yang

digunakan maka dapat dilihat sebagaimana berikut ini:

a. Menjelaskan kandungan surah secara global, menyebutkan sebab-sebab penamaan

surah dan menjelaskan keutamaan-keutamaannya.

b. Menyajikan makna secara jelas dan lugas dengan disesuaikan pada pokok bahasan.

c. Menyajikan penjelasaan dari sisi qirā’ātnya, i’rāb, balāghah, kosa kata, dan

hubungan antar ayat maupun surah, serta sebab-sebab turunnya ayat maupun

surah.

d. Menafsirkan dan memberikan penjelasan secara detail.

e. Memberikan keterangan tambahan berupa riwayat-riwayat yang dapat

dipertanggung jawabkan dan menyajikan qisah-qisah maupun peristiwa-peristiwa

besar.

f. Menggali hukum-hukum yang terkandung pada setiap pokok bahasan.

g. Memperhatikan pendapat-pendapat atau hasil ijtihad baik itu ijtihad dari para ahli

tafsir amupun ahli hadits serta ijtihad dari ulama lainnya yang ketsiqahannya

tidak diragukan lagi.

(39)

i. Bersumber dan berpedoman pada kitab-kitab atau pendapat sesuai dengan

tuntunan syari’ah.10

3. Corak Penafsiran

Dengan melihat pada corak-corak penafsiran,11 maka Tafsir al-Munir yang

juga memiliki corak penafsiran tersendiri. Dengan melihat dari manhaj dan metode

yang digunakan serta analisa dari penilaian penulis lainnya bahwa corak penafsiran

Tafsir al-Munir ini adalah bercorak kesastraan (‘adabi) dan sosial kemasyarakatan

(ijtimā’i) serta adanya nuansa kefiqhian (fiqh) yakni karena adanya penjelaskan

hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Bahkan sebagaimana telah disinggung

sebelumnya meskipun juga bercorak fiqh dalam pembahsannya akan tetapi

penjelasannya menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan yang terjadi pada

masyarakat. Sehingga, bisa dikatakan corak penafsiran Tafsir al-Munir sebagai corak

yang ideal karena selaras antara ‘adabī, ijtima’ī, dan fiqhinya.

4. Karakterestik Tafsir al-Munir

Ciri khas dari Tafsir al-Munir jika dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir

lainnya adalah dalam penyampaian dan kajiannya yang menggunakan langsung

pokok tema bahasan. Misalnya tentang orang-orang munafik dan sifatnya, maka

tema tersebut dapat ditemukan dibeberapa ayat disurah al-Baqarah.

Selain itu, yang menciri khaskan dari Tafsir al-Munir ini adalah ditulis secara

sistematis mulai dari qirā’ātnya kemudian i’rāb, balāghah, mufradāt

lughawiyyahnya, yang selanjutnya adalah asbāb al- Nuzūl dan Munāsabah ayat,

10 Ibid.,

(40)

kemudian mengenai tafsir dan penjelasannya dan yang terakhir adalah mengenai fiqh

kehidupan atau hukum-hukum yang terkandung pada tiap –tiap tema pembahasan.

Serta memberikan jalan tengah terhadap perdebatan antar ulama madzhab yang

berkaitan dengan ayat-ayat ahkam, dan mencantumkan footnote ketika pengambilan

sumber dan kutipan.

5. Sumber-sumber Penulisan Tafsir al-Munir

Sebagaimana kita ketahui Tafsir al-Munir adalah bagian dari karya Wahbah

al-Zuhaili yang terbesar. Meskipun demikian layaknya sebuah karya di abad kekinin

maka dalam penulisannya sudah tentu banyak kitab-kitab yang menjadi

sumber-sumber atau referensinya. Pengambilan sumber-sumber-sumber-sumber terhadap suatu penulisan

sangat menentukan nilai dari sebuah karya. Semakin banyak sumber yang diambil

akan menjadikan semakin menambah bobot penulisan suatu karya, tentunya

bersumber pada kitab-kitab yang sudah tidak diragukan lagi kredibel karya dan

pengarangnya. Hal ini ditemukan dalam kitab Tafsir al-Munir, mulai dari bidang

Tafsir, Ulum al-Qur’an, Hadits, Usul Fiqh, Fiqh, Teologi, Tarikh, Lughah, dan

beberapa bidang umum lainnya.

C.Wawasan al-Quran tentang ulu> al-alba>b menurut Wahbah Zuhaily

1. Surat Al-Baqarah: 179









Artinya: dan dalam qis}a>s} itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.12

Dalam ayat ini, Wahbah Zuhaily dalam tafsirnya al-Munir tidak

menyinggung sama sekali tentang ulu> al-alba>b. Penafsirannya lebih banyak tentang

(41)

hukuman qis}a>s} dan mengapa perlu adanya hukuman Qis}a>s} serta hikmah dibalik

hukuman Qis}a>s}. Kajiannya lebih banyak pada pendekatan fiqih, terutama perbedaan

pendapat di antara ulama’ tentang qis}a>s}.13

Tampaknya hal tersebut dipengaruhi dari corak fiqh dari penulisan tafsir

al-Muni>r. Dalam penafsiran ayat tersebut corak fiqhnya lebih menonjol dibanding

corak lainnya, yaitu adabi> dan ijtima>’i.

2. Surat al-Baqarah 197



























Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,14 Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats,15 berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa16 dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.17

a. Asbabun Nuzul

Diriwayatkan dari Bukhari dan selainnya dari Ibnu ‘Abbas bahwa dalam

suatu riwayat, orang-orang Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal

apa-apa, dengan alasan tawakal kepada Allah. Maka turunlah ayat wa tajawaadu> fa

inna khaira za> di al-Takwa>....18

13 Penjelasan lebih detail bisa dilihat di Wahbah Zuhaily, Tafsi>r al-Muni>r jilid 1, (Dar Fikr: Beirut, 2003), 468-481

14 Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.

15 Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.

16 Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.

(42)

b. Tafsir

Dalam ayat ini Wahbah Zuhaily sedikit menyinggung term ulu> al-alba>b,

yaitu dalam penjelasan makna mufrada>t. Menurutnya, ulu> al-alba>b diambil dari

kata lubb yaitu sesuatu yang masih murni, yakni murni akalnya.19 Dalam tafsir

ayat tersebut, penjelasannya lebih banyak pada hukum Haji dan Umroh,

bagaimana pelaksanaannya, dan waktunya dengan menggunakan pendekatan

fiqih, perbedaan pendapat di antara imam mazhab.20 Ini tampaknya juga

dipengaruhi oleh menonjolnya corak fiqh dibanding corak lainnya. Hal ini

dipengaruhi dari latar belakang pendidikan beliau yang berkonsentrasi pada

hukum Islam.

3. Surat al-Baqarah ayat 269











Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).21

Menurut Wahbah Zuhaily, Allah memberikan hikmah kepada siapapun

yang dikehendakiNya. Hikmah itu tidak hanya berupa tanda-tanda kenabian.

Menurut jumhur ulma’ hikmah itu dapat berupa ilmu, fiqih, al-Quran. Itu lebih

umum dari tanda-tanda kenabian. Tingkat tertinggi dari hikmah itu memang

kenabian, khususnya risalah. Hal itu dapat memberikan petunjuk akan suatu

19 Zuhaily, Tafsir....juz 1, hal. 562

20 Penjelasan lebih detailnya dapat dilihat di Wahbah Zuhaily, Tafsir....jilid 1, 563-575

(43)

kebenaran dan membedakan antara bisikan Syaithan dan ilham. Media untuk

mendapatkan hikmah itu adalah akal.

Barang siapa yang diberikan ilmu yang bermanfaat, khususnya tentang

pemahaman al-Quran dan agama dan menunjukkannya pada hidayahnya akal, maka

dia akan mendapatkan hidayah ntuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.

Itulah orang yang diberikan hikmah. Maka sesungguhnya dia benar-benar

mendapatkan sesuatu yang paling utama dari pemberian Allah.22 Ini semua hanya

dapat dipahami oleh ulu> al-alba>b.

Kaitannya dengan ayat sebelumnya, bahwa ketakwaan merupakan tujuan

hidup dari ulu> al-alba>b dan itu bisa didapatkan ketika dia mau mengambil hikmah

dari apa yang sudah dijelaskan oleh Allah dalam al-Quran, misalnya, hikmah dari

Qis}a>s}, haji dan umrah. Inilah yang harus dipahami seseorang jika ingin

mendapatkan predikat ulu> al-alba>b.

4. Surat Ali Imran ayat 7























<

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga mufasir yang akan dibahas di dalam penelitian ini yaitu Fakhru al-Di&gt; n ar- Ra&gt; zy, T} ant}a&gt; wy Jawhary dan Quraish Shihab memiliki pemaknaan kerusakan

(STUDI KRITIS TERHADAP PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH

Perbedaan dengan penulis adalah lebih memfokuskan kepada penafsiran tentang ayat-ayat tawadu menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah.. Reza Bafiitra 0D¶DULIdalam

Quraish Shihab dalam al-Qur‟an Surat Luqman ayat 13-19 adalah memberikan peran penting terehadap keluarga khususnya orang tua, dalam mendidik anak (dimulai usia dini)

Terhadap ayat yang mempunyai asba&gt;b al-nuzu&gt;l dari riwayat s}ah}ih yang menjadi pegangan para ahli tafsir, maka Quraish Shihab Menjelaskan lebih dahulu.

Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka judul dari penelitian ini adalah “Interpretasi M.Quraish Shihab dalam memaknai ayat-ayat lingkungan hidup”.Penelitian yang

QURAISH SHIHAB DAN PENERAPANNYA PADA ZAMAN SEKARANG .... Quraish Shihab tentang ayat-ayat

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishba&gt;h yaitu gabungan dari beberapa metode, seperti tahlîli karena dia menafsirkan berdasarkan urutan ayat yang ada