5
II. TELAAH PUSTAKA
Mikroalga merupakan organisme berukuran renik diameternya antara 3-30 μ m, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut yang lazim disebut fitoplankton.Mikroalga termasuk prokariot/eukariot, umumnya bersifat fotosintetik yang mengandung pigmen berwarna hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin).Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada pembagian yang jelas pada sel-sel komponennya.Hal itulah yang membedakan mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004).
Wehr et., al (2003), menyatakan terdapat 4 divisi utama mikroalga yaitu : Bacillariophyta (Diatom), Chlorophyta (Alga hijau), Chrysophyta (Alga emas) dan Cyanophyta (Alga biru). Identifikasi mikroalga bentik dilakukan secara manual dengan membandingkan pengamatan melalui mikroskop, ada 4 karakteristik yang digunakan untuk membedakan divisi mikroalga yaitu tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella, tipe komponen fotosintesis, dan jenis pigmen sel. Morfologi sel dan sifat sel yang menempel baik yang berkoloni ataupun filamen merupakan informasi yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan masing-masing kelompok mikroalga. Selain dari karakteristik morfologi (morphological characteristics), komposisi biokimia dan asam lemakpada setiap sel mikroalga dapat juga digunakansebagai pembeda dari masing-masing spesies.
Menurut Soelistiono (1990) mikroalga mengandung protein, karbohidrat dan asam lemak tak jenuh.Kandungan lemak (lipid) dan asam lemak (fatty acid) yang ada dalam mikroalga merupakan sumber energi. Kandungan ini dihasilkan dari proses fotosintesis yang merupakan hidrokarbon (Prince & Haroon, 2005). Senyawa hidrokarbon menurut Thorn (2007) merupakan senyawa lipid yang disimpan dalam bentuk minyak (trigliserida) maupun asam lemak jenuh.Senyawa trigliserida dari alga dapat diubah karakteristiknya dalam bentuk metil ester melalui transesterifikasi.Fatty acid metal ester (FAME) yang dihasilkan dapat digunakan untuk campuran solar sebagai bahan dasar pembentuk bahan bakar. Menurut Chisti (2007), telah dilakukan beberapa penelitian untuk mengetahui potensi mikroalga sebagai penghasil lipid dengan kadar yang berbeda-beda (Tabel 2.1).
6
Tabel 2.1 Kandungan·lipid pada beberapa mikroalga (Chisti, 2007)
Jenis mikroalga % lipid dari berat kering
Botryococcus braunii 25-75
Menurut Hausemann et al., (2003) penelitian tentang diatom telah diketahui potensinya sebagai sumber pakan, penghasil enzim, penghasil asam lemak esensial dan lain sebagainya.Diatom tergolong mikroalga yang cukup tinggi kandungan asam lemaknya sehingga bisa diekstrak.Diatom memiliki kandungan asam lemak yang tinggi sehingga dapat diekstrak dan diolah lebih lanjut menjadi biofeul.
Biofuel merupakan bahan bakar nabati dapat diperbaharui (renewable resources).Biofuel terdiri dari bioethanol dan biogas yang dihasilkan oleh biomassa,
baik tumbuhan, hewan, mikroba maupun limbah.Biofuel adalah campuran senyawa asam lemak berupa metal atau alkil ester yang dikonversi dari lemak nabati, lemak hewani dan minyak nabati yang telah dipakai (jelantah). Biofuel dari mikroalga dapat dijadikan solusi permasalahan kekurangan bahan bakar pada saat ini dan masa yang mendatang seperti di Indonesia (Chisti, 2007).
Kandungan makromolekul dalam biomassa mikroalga ini telah banyak diteliti dan dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif (Sheehan et al., 1998) dan sebagai bahan baku pembuat biofuel (Schenk et al., 2008) kandungan minyaknya bahkan dapat mencapai lebih dari 50%, minyak nabati ini dapat digunakan untuk bahan baku pembuat biofuel.Kandungan minyak mikroalga yang cukup tinggi merupakan salah satu alasan pengembangan biofuel oleh negara-negara maju di Eropa, selain alasan yang terkait dengan lingkungan.Komposisi asam lemak pada mikroalga yang sangat bervariasi menyebabkan karakteristik biodiesel yang dihasilkan juga beragam.
Kandungan minyak pada mikroalga berhubungan dengan kandungan lipidnya, ada tidaknya lipid pada mikroalga dapat diketahui dengan menggunakan Nile Red (Gunawan, 2010; Cooksey et al., 1987).Larutan Nile Red digunakan untuk mengetahui kandungan lipid pada mikroalga melalui pembendaran warna (Cooksey
7
et al., 1987). Mikroalga yang mengandung lipid akan menujukkan pembendaran warna kuning mengkilap (Gunawan, 2010; Priscu, 1990; Cooksey et al., 1987). Gunawan (2010), menyatakan bahwa perubahan warna terjadi karena Nile
Redbereaksi dengan lipid yang terkandung dalam sel mikroalga dengan mengubah
ligand menjadi kuning/merah.
Kandungan lemakmikroalga tergantung dari jenis mikroalga, rata-rata pertumbuhan dan kondisikultur mikroalga (Chisti, 2007).Keunggulan dari mikroalga yaitu pertumbuhannya yang cepat, dapat dibudidayakan secara cepat dan kemampuan untuk menghasilkan minyak alami (lipid) yang sangat besar dan menghasilkan sedikit polusi dibandingkan bahan bakar petroleum menjadikan salah satu alternatif bahan bakar nabati yang dapat diperbaharui (renewable resources). Pengembangan budidaya mikroalga dapat dikembangkan dalam dimensi volume, sehingga dengan luasan lahan yang sama dapat memperoleh biomassa yang lebih banyak. Produktifitas minyak mikroalga lebih besar dibandingkan sumber minyak nabati yang lain. Namun beberapa permasalahan yang menghambat pemanfaatan mikroalga sebagai sumber bahan bakar nabati (biofuel) antara lain ketersediaan jenis-jenis mikroalga unggulan yang mudah dikembangkan dengan kandungan lipid tinggi.Menurut Verma et al., (2010) berbagai keuntungan mikroalga sebagai sumber energi alternatif telah dikemukaan diantaranya yaitu: (a). kemampuan berfotosintesis sangat tinggi, sekitar 3–8% sinar matahari mampu dikonversikan menjadi energi dibanding tanaman tingkat tinggi lainnya yang hanya sekitar 0,5%, (b). memiliki siklus hidup yang pendek (±1–10 hari), (c). kemampuan untuk mensintesis lemak sangat tinggi (± 40–86% berat kering biomassa), (d). tidak bersaing dengan produk pangan (e). tidak banyak membutuhkan pupuk dan nutrisi, (f). kemampuan bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim (salinitas tinggi atau lingkungan yang tercemar) seperti di lingkungan perairan sungai.
Sungai merupakan habitat bagi organisme perairan termasuk mikroalga.Istilah habitat juga untuk menunjukkan tempat tumbuh dan berkembangnya kelompok organisme berbagai jenis yang membentuk suatu komunitas (Resosoedarmo, 1988
dalam Wiryanto, 1997). Sungai merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya selalu
terdapat komponen abiotik dan biotik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Suatu individu akan membentuk populasi, satuan-satuan populasi mendiami habitat bersama membentuk komunitas. Kelimpahan diartikan sebagai banyaknya individu yang terdapat dalam contoh sampel yang diambil.Kelimpahan suatu organisme
8
berubah-ubah sepanjang aliran sungai, beberapa jenis hanya di hulu sedang jenis-jenis lainnya hanya ditemukan di hilir.Perbedaan ini ditentukan oleh faktor fisika dan kimia.Faktor fisika dan kimia perairan sungai ini dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia dari lingkungan sekitarnya.Kegiatan tersebut dapat berupa limbah dari industri tapioka yaitu menghasilkan limbah padat berupa onggok dan limbah cair.Limbah cair tapioka yang dibuang ke badan perairan sungai merupakan limbah organik (Whitten, 1987). Limbah organik ini terdiri dari bahan-bahan organik yang umumnya terdiri dari senyawa, yaitu: bahan organik yang mudah terurai seperti protein, karbohidrat dan lemak (Winarno dan Fardiaz, 1974).
Menurut Kabinawa dan Agustini (2005) bahwa limbah organik yang dibuang di badan air sungai akan mengalami proses penguraian oleh mikroorganisme menjadi bahan anorganik sederhana yang dapat digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan organisme perairan yaitu mikroalga karena umumnya kaya akan nutrien N (nitrat), P (fosfat), Si (silika), C (karbon), dan K (kalium) yang merupakan nutrisi bagi pertumbuhan sel mikroalga.