Gambar dari kanan kekiri: Wakil Presiden RI, M. Yusuf Kalla, didampingi oleh Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bid. Industri, Teknologi & Kelautan Rachmat Gobel, Ketua Umum Kadin Indonesia Mohamad S Hidayat, dan Ketua Panitia Penyelenggara, Gunadi Sindhuwinata, memukul gong, sebagai tanda secara resmi acara Rakornas Kadin Indonesia Bidang Industri, Teknologi & Kelautan dibuka. (foto hdw)
Rekomendasi Rakornas Kadin Indonesia
Bidang Industri, Teknologi dan Kelautan
Kadin Indonesia
Jakarta, 29-30 Agustus 2008
Pen dahuluan
yang menarik perhatian para investor manca negara. Namun,
pemanfaatan semua potensi tersebut belum optimal karena
berbagai kendala struktural.
(1) Kendala-kendala struktural tersebut dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
a. I nstitusi yang lemah—ditandai oleh
tumpang-tindihnya berbagai peraturan perundang-undangan yang tidak konsisten satu sama lain dan rumitnya birokrasi pengurusan berbagai ijin usaha, serta masih terbatasnya
upaya
enforcement
yang tegas terhadap penegakan hukum.Hal ini terutama disebakan oleh lemahnya koordinasi antar para pihak yang berkepentingan, baik itu koordinasi internal antar berbagai lembaga pemerintahan mau pun koordinasi antara lembaga pemerintahan dan para pelaku usaha.
b. Standar kualitas yang belum jelas—ditandai oleh
tidak adanya ketentuan yang baku tentang standar (minimum) mengenai kualitas barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri. Akibatnya, hanya ada sedikit produk unggulan nasional yang dapat dijadikan andalan ekspor ke manca negara.
c. Upaya R&D belum efektif—ditandai oleh terbatasnya
hasil inovasi baru per-tahun dari putera-puteri I ndonesia yang berhasil diterapkan dalam konteks bisnis, sehingga mampu berkontribusi bagi dunia usaha untuk memenangkan pasar persaingan global. Komunikasi yang kurang efektif antara perguruan tinggi/ litbang dan dunia usaha
menyulitkan lahirnya berbagai inovasi kreatif yang relevan dengan kebutuhan pasar.
d. Fasilitas infrastruktur masih terbatas—ditandai oleh
e. Tingkat kompetensi SDM masih rendah— ditandai
oleh terbatasnya keterampilan, sikap, dan pengetahuan dari
angkatan kerja sehingga terjadi
mismatch
yang signifikanantara kebutuhan dunia usaha dan ketersediaan SDM berkualitas. Akibatnya, di satu pihak dunia usaha kesulitan untuk mendapatkan SDM yang kompeten, dan di lain pihak angka pengangguran terus meningkat dan sulit diturunkan.
f. Akses terhadap permodalan bagi UKM—ditandai
oleh kesulitan para pengusaha kecil dan menengah yang baru memulai usaha mereka untuk mendapatkan akses kepada dana yang dibutuhkan untuk
memulai/ mengembangkan usaha mereka.
g. Keamanan (
security
) berusaha mencemaskan—ditandai oleh banyaknya keluhan para pelaku usaha tentang upaya pemerintah yang kurang memadai dalam mengurangi ancaman terhadap rasa aman bagi kelangsungan usaha mereka dari hari ke hari. Ancaman terhadap rasa aman tersebut tercermin dalam berbagai bentuk, mulai dari yang bersifat keamanan fisik hingga yang bersifat ketidak-jelasan ketentuan.
Di samping berbagai kendala struktural di atas yang belum bisa ditanggapi dengan baik, berbagai tantangan baru akibat terjadinya: (a) Perkembangan keterbukaan pasar global (terutama pada sektor
industri keuangan global yang sangat
volatile
); (b) Perkembangankrisis energi dan pangan dunia; (c) Perkembangan pesat kemajuan teknologi infokom, telah mulai melahirkan sejumlah ‘pekerjaan ‘rumah baru bagi dunia usaha nasional. Dialog antara pemerintah dengan dunia usaha merupakan syarat mutlak sebelum pemerintah melakukan negosiasi WTO di tingkat apa pun.
Re ko m e n d a s i
(1) Perlu melakukan studi kelautan secara menyeluruh sehungga
dan panjang pantai mencapai 81.000 km, maka industri maritim merupakan hal yang harus didorong, karena kebutuhan kapal dan
produk-produk penunjangnya mencapai skala industri (
economies of
scale
). Teknologi perkapalan, dalam batas tertentu, sudah dikuasai,sehingga dapat mendukung pengembangan industri maritim yang kuat. I ndustri maritim didefinisikan sebagai industri yang berkaitan dengan pengelolaan laut secara menyeluruh, termasuk di dalamnya industri perkapalan dan produk-produk barang dan jasa lainnya yang terkait.
(2) Agar pengeleloaan kelautan lebih efektif, perlu kehendak politik
(
political will
) yang kuat untuk memasukkan kata atau istilah“kelautan” dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Selanjutnya, produk-produk hukum di bawahnya (UU, PP, Keputusan
Menteri, dan lain-lain) bisa lebih efektif dan bertenaga (
powerful
)untuk diimplementasikan dalam pengelolaan kelautan, sesudah mendapatkan payung hukum konstitusi.
(3) Sebagai negara yang sering diklam sebagai negara maritim,
I ndonesia harus lebih banyak bergaul dan mengikuti forum-forum dan asosiasi-asosiasi internasional yang berhubungan dengan
kelautan. Melalui forum dan asosiasi internasional tersebut, banyak manfaat dapat kita peroleh, terutama dalam penataan dan
perlindungan kekayaan laut, mengingat intensitas penjarahan internasional yang kian canggih dan semakin serius.
(4) I ndustri perbankan seyogianya tidak memandang sektor kelautan
sebagai sektor yang berisiko tinggi. Karena itu, perlu pemahaman yang lebih baik di kalangan perbankan untuk membiayai sektor kelautan. Bank tidak mengumpulkan uang-uang di ibukota dan diwajibkan untuk mengembangkan daerah-daerah lain.
(5) Pemerintah perlu segera menyusun prioritas pengembangan
industri menurut
cluster
industri dan berdasarkancompetitive/ comparative advantage
masing-masih wilayah geografis(terutama untuk 7 propinsi kepulauan yang memiliki potensi
bahari/ maritim yang besar dan belum tergarap) secara spesifik dan
jelas berdasarkan studi nasional yang
rigor
. Penentuan prioritas inidaya
(resource allocation)
dengan efektif. Sehingga pada gilirannya, dengan dana yang terbatas dapat dihasilkan pembangunaninfrastruktur dan institusi yang kuat untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing dunia usaha nasional yang berkelanjutan. Prioritas ini seharusnya tercermin dengan sangat jelas dalam APBN.
(6) Kerja-sama usaha antara perusahaan skala besar dan perusahaan
skala menengah/ kecil perlu terus dibangun/ dikembangkan sambil dengan tekun mencari dan menemukan pola kemitraan yang paling efektif, agar pada gilirannya angka pengangguran dan kemiskinan nasional dapat terus menurun secara berkelanjutan.
(7) Kerja-sama penelitian terapan (terutama di bidang kelautan)
antara berbagai lembaga penelitian/ universitas dengan dunia usaha perlu dibangun dengan komunikasi yang baik dan saling pengertian tentang masing-masing kemampuan dan kebutuhan, sehingga pada gilirannya hasil inovasi (baik produk mau pun proses) nasional dapat ikut mendorong peningkatan kemakmuran bangsa I ndonesia secara berkelanjutan. Kebijakan ‘insentif’ fiskal untuk kegiatan R&D yang sudah mulai dijalankan diharapkan dapat terus mempercepat terjadinya pertumbuhan produktivitas inovasi kreatif pada dunia usaha nasional.
(8) Kemitraan dunia usaha nasional dengan berbagai perusahaan
multi-nasional/ global harus didasari oleh pertimbangan kekuatan “kepentingan bisnis” dan “kemampuan manajemen” yang ‘fit’ di
antara para pihak, agar dampak negatif dari kerja sama lintas bangsa tersebut dapat diminimalkan.
(9) Pemerintah pusat mau pun daerah harus membuat komitmen
yang serius demi terciptanya rasa aman dan iklim bisnis yang memadai untuk mengundang para investor (baik nasional maupun
multinasional) menanamkan modalnya dalam bentuk
real assets
/ FDIdi I ndonesia, sehingga investor tidak sekedar memasukkan dananya
melalui instrumen
financial portfolio
yang dapat menimbukan(10) Direksi perushaaan besar yang beroperasi di daerah
sangat dianjurkan untuk menetap di tempat usaha utamanya dan tidak mengumpulkan di ibukota.
(11) Regulasi-regulasi pemerintah dan Pemerintah Daerah yang tumpah tindih, berbelit-belit dan sangat panjang, perlu diserasikan agar doing business di I ndonesia menjadi mudah dan cepat.
(12) Transfer teknologi dari lembaga Litbang ke
masyarakat pengguna perlu dijembatani untuk mempermudah masyarakat memahami dan memodifikasinya. Lembaga seperti Business Technology Transfer (BTC) ataupun Techno/ science Park bisa memfasilitasi transfer tersebut
(13) Perhatian dan langkah yang efektif untuk
mencegah penyelundupan, terutama barang-barang elektronik dan lainnya perlu ditingkatkan, dan import produk-produk yang berpotensi membunuh produk dalam negeri perlu dibatasi.
(14) BUMN masih sangat diperlukan sebagai instrumen kebijakan tetapi masih perlu pembenahan yang konsisten (depolitisasi), sehingga baru bisa berjalan sesuai dengan harapan, yaitu profesional dan meritokratik. Keberadaan BUMN menunjukkan kecenderungan yang semakin baik, dan perlu ditingkatkan lagi melalui kebijakan kompetisi, dan segala keuntungan bisa digunakan untuk bangsa.
(15) Fungsi Angkatan Laut yang vital perlu mendapat perhatian pemerintah terutama menyangkut masalah pendanaan, infrastruktur dan peralatan sehingga penjagaan keamanan laut I ndonesia dapat berjalan dengan baik, dan gairah membuka usaha bagi pelaku bisnis akan semakin baik
asing untuk menginvestaasi dan membuka peluang usaha di kini
(17) UU 17/ 2008 memberi kerangka hukum yang lebih
baik bagi pemerintahan di laut, namun memerlukan perangkat PP untuk pelaksanaannya. Selanjutnya diperlukan reposisi kelembagaan agar implementasinya segera dapat diwujudkan.
Jakarta, 30 Agustus 2008