kehilangan kapasitas intelektual tidak hanya ingatan (memori), namun juga
kognitif, bahasa, kemampuan visuospasial, dan kepribadian. Kelima komponen
tersebut tidak harus terganggu seluruhnya, namun pada sebagian besar kasus,
kelima komponen ini memang terganggu dalam derajat yang bervariasi.
Dementia menyebabkan gangguan intelektual dalam keadaan sadar penuh, dan
kasus ini bisa bersifat progresif, stabil, atau kekambuhan. 2. Manifestasi Klinis Dementia
Garis besar manifestasi kliniknya adalah sebagai berikut: 1) Perjalanan penyakit yang bertahap
2) Tidak terdapat gangguan kesadaran
3. Jenis dan Penyebab Dementia Pada Usia Lanjut
Keadaan yang secaara potensial reversible/bisa diihentikan: 1) Intoksidasi (Obat, termasuk alcohol, dan lain-lain) 2) Infeksi susunaan saraf pusat
3) Gangguan Metaolik 4) Gangguan Nutrisi
5) Gangguan Vaskuler (demensia multi infark, dan lain-lain) Penyakit degenerative progresif:
1) Tanpa gejala neurologic penting lain: 2) Penyakit Alzheimer
3) Penyakit Pick
4) Dengann gangguan neurologic lain yang prominer 5) Penyakit Parkinson
6) Penyakit Huntingson
7) Kelumpuhan Supranuklear progresif
8) Penyakit degenerative lain yang jarang didapat
Penyebab demensia yang reversible sangat penting untuk diketahui,
karena dengan pengobatan yang baik penderita dapat kemmbali menjalankan
hidup sehari-hari yang normal. Untuk mengingat berbagai keadaan tersebbut
telah disebut suatu “jembatan keledai” sebagai berikut: D-Drugs (obat-obatan)
E-Emotional (gangguan emosi, missal depresi, dan lain-lain) M-Metabolic (endokrin)
E-Eye and Ear (disfungsi mata dan telinga) N-Nutrition
T-Tumor dan Trauma I- Infection
A-Arterosclerotic (komplikasi penyakit aterosklerosis, missal infark miokard, gagal jantung dan lain-lain) dan alcohol (Joseph Gallo 1998 dalam Khalid
Mujhadillah 2012).
Secara garis besar dementia pada usia lanjut dapat dikategorikan dalam 4
golongan, yaitu:
a) Demensia Degeneratif Primer (50-60 %)
Dikenal juga dengan nama demensi tipe Alzheimer, adalah suatu keadaan yang
meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu
dari korteks otak. Terjadi suaatu kekusutan neurifiblier (neurofiblier tangles)
dan plak-plak neurit dan perubahan aktivitas kolinergik di daerah-daerah
tertentu di otak. Penyebab tidak diketahui dengan pasti, tetapi beberapa teori
menerangkan kemungkinan adanya factor kromosom atau genetic, radikal
bebas, foksin amiloid, pengaruh logam alumunium, akibat infeksi virus lambat
atau pengaruh lingkungan yang lain. b) Demensia Multi Infark (10-20 %)
Demensia ini merupakan jenis kedua terbanyak setelah penyakit Alzheimer.
Bisa didapatkan secara tersendiri atau bersama dengan demensia jenis lain.
Didapatkan sebagai akibat/gejala sisa dari stroke kortikal atau subkortikal yang
berulang. Ciri yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan
penurunan bertingkat (stepwise), dimana setiap episode akut mennurunkan
keadaan kognitifnya
Hal ini berbeda dengan dapatan pada penyakit Alzheimer, dimana gejala dan
demensia senilis tipe Binswangar sulit dibedakan dengan demensia
muti-infark. Pada banyak penderita sering dijumpai gejala dan tanda dari demensia
tipe caampuran (multi-infark dan Alzheimer)
c) Sindroma amnestic dan “pelupa benigna akibat penuaan” (20-30 %)
Pada dua keadaan di atas, gejala utama adalah gangguan memori (daya ingat),
sedangkan pada demensia terdapat gangguan pada fungsi intelektual yang lain.
Pada sindroma amnestic terdapat gangguan pada daya hal yang baru terjadi.
Kemungkinan penyebabnya adalah:
1) Defisensi tiamin (sering akibat pemakaian alkohol yang berlebihan)
2) Lesi pada struktur otak bagian temporal tengah (akibat trauma atau
anoksia)
3) Iskemia global transien (sepintas) akibat isufisiensi serebrovaskuler.
Pelupa benigna akibat penuaan, biasanya terlihat sebagai gangguan
ringan daya ingat yang tidak progresif dan tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Biasanya dikenali oleh keluarga atau teman, karena sering mengulang
pertanyaan yang sama atau lupa pada kejadian yang baru saja terjadi. Perlu
observasi beberapa bulan untuk membedakan dengan demensia sebenarnya.
Bila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai dengan gangguan
intelektual yang lain, maka kemungkinan besar diagnosis demensia dapat
ditegaskan (Brocklehurst and Allen, 1987; Kane at al, 1994 dalam Khalid
Mujhadilllah (2012).
d) Gangguan lain (terutama neurologic) (5-10 %)
Berbagai penyakit neurologic sering disertai dengaan gejala demensia.
hidrosefalus bertekanan normal. Hidroseefalus bertekanan normal jarang sekali
dijumpai. Kecurigaan akan keadaan ini perlu diwaspadai, bbila pada skan TK
atau MRI didapatkan pelebaran ventrikel melebihi proposi dibandingkan
dengaan atrofi kortikal otak. Gejala mirip demensia subkortikal, yaitu selain
didapatkan demensia juga gejala postur dan langkah serta depresi. 4. Diagnosis Banding Demensia Pendekatan Sistematis
Dalam mendiagnosis gangguan kognitif, dokter atau praktisi yang ada harus
membedakan antaaraa demensia, delirium dan penurunan neurologis spesifik
(seperti afasia atau amnesia). 1) Gambarann Kortikal 2) Penyakitt Alzheimer’s 3) Penyakit Pick’s
4) Gambaran Subkortikal
5) Episode-episode iskemik multiple 6) Demensia Vaskuler
7) Kelainan Gerakan 8) Penyakit Parkinson’s 9) Palsi supranuklir progresif 10) Penyakit Huntingtoon’s 11) Penyakit Wilson’s 12) Kelainan Afektif
13) Sindrom demensia depresi 14) Triad Klasik hidrosefalus 15) Hidrosefalus tekanan normal 16) Keracunan mental kronik
17) Reaksi terhadap toksin atau obat 18) Abnormalitas metabolic
19) Kelainan Endokrin 20) Defisiensi Nutrisional 21) Proses Infeksius
22) Neoplasma, primer tau metastase
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya
demensia. Pennuaan menyebabkan terjadinya peruahan anatomi dan
biokimiawi di susunan syaraf pusat. Pada beberapa penderita tua menjadi
penurunan daya ingat dan ganggua psikomotor yang masih wajar, disebut
forgetfulness). Kejadian ini tidak menyebabkan gangguan pada aktivitas
sehari-hari. Harus diingat pula bahwa beberapa penyakit demensia sering mengalami
depresi konfusio, sehingga gambaran kliniknya sering membingungkan (Joseph
Gallo, 1998 dalam Khalid Mujhadillah (2012). 5. Asuhan Keperawatan Demensia
Asuhan keperawatan bertujuan menetapkan apakah klien masih mampu
melakukan aktivitas sehari-hari atau apakah kemampuan kognitif masih tersisa
tingkat penyakit apapun yang mereka alami. Tujuan utamanya adalah
mempertahankan kemampuan klien secara maksimal. Hal ini dilakukan untuk
memaksimalkan kemandirian dan mendukung hal tersebut dalam waktu yang
relatif lama. Upaya ini mungkkin akan memperlambat terjadinva penurunan
kemampuan klien dalam merawat diri, perilaku, dan kemampuan kognitif pada
saat penvakit berialan progresif. Kemunduran pada semua kemampuan tersebut
tidak dapat dihindari dan dibutuhkan kesadaran perawatan untuk membuat
tujuan yang realistis bagi klien secara individual. Hal ini dilakukan untuk
meng-kompensasi kemampuan klien vang men u run dan membuat tujuan yang
baru serta melaksanakankan keperawatan. Beberapa aspek demensia telah
diteliti dan memberikan hasil evaluasi teknik orientasi realita dan pengaruh
program latihan.
a. Terapi Validasi Terapi yang sering terlihat bertentangan dengan orientasi
realitas adalah terapi validasi (Bleathman dan Morton, 1988 dalam Watson,
2000). Akan tetapi, hal ini bukan merupakan suatu masalah, karena terapi
validasi digunakan dalam keadaan vang berbeda untuk alasan yang berbeda
dari orientasi realitas. Keduanya dapat diterapkan pada lingkungan dan
klien yang berusaha menghindari realita, atau setidaknya menerima situasi
yang mereka dapatkan pada dirinya. Contoh, jika lansia demensia berusaha
untuk meninggalkan lingkungan keperawatan yang aman dan mengklaim
bahwa ia melihat ibunya. Pernyataan ini bertentangan dengan kennyataan
bahwa ibunya telah meninggal beberapa tahun yang lalu (hal ini
menunjukkan bahwa praktik keperawatan yang dilakukan buruk) menderita
delusi. Pendekatan yang dapat dilakukan perawat vaitu dengan
menanyakan mengenai ibunya, apakah dia sangat dekat dengan klien atau
kapan klien terakhir melihatnva. b. Terapi kenangan
Selain terapi di atas, terapi lain yang diterapkan pada lansia umumnya khen
dengan demensia khususnya adalah terapi kenangan. Terapi ini berguna
untuk menstimulasi individu suraya memikirkan tentang masa lalu
sehingga mereka dapat menanvakan lebih hanvak tentang kehidupan
mereka kepada staf keperawatan atau ahli terapi. Selain itu terapi sering
hanyak berbentuk obrolan mengenai bagaimana kehidupan klien di masa
lalu. Semua hal yang dilakukan klien seringkali memberikan cerita baru
kepada staf perawatan mengenai seseorang yang merawat mereka. Terapi
ini tampak tidak seekslusif terapi lain karena tidak terlalu menghabiskan
waktu yang lama, tidak membutuhkan peralatan yang mahal, atau tingkat
pelatihan yang tinggi. Semua khen lansia dengan demensia harus terus
memperhatikan aspek keperawatan yang dipraktikkan oleh semua staf
Kehilangan kemampuan dalam melakukan perawatan atau aktivitas
sehari-hari adalah salah satu aspek demensia vang telah diteliti melalui program
latihan yang moderat/icukup (Jirovec, 1991 dalam Watson, 2000).
Kenyataannya, banyak program yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan klien dalam perawatan diri.Adalah fakta bahwa lingkungan
yang khususkan untuk klien demensia ini mengunttmgkan, dalam arti dapat
menghambat terjadinya kemunduran kognifif. d. Orientasi Realitas
Orientasi realitas adalah teknik yang penting, terutania saat lansia masuk ke
rumah sakit untuk menjalani perwatan yang lama. Teknik ini tidak hanya
bertujuan mempertahankan sensasi klien terhadap waktu, tempat, dan
identitas, akan tetapi juga dalam banyak kasus, digunakan untuk
meng-hilangkan pengaruh yang merugikan pada klien institusi rumah sakit.
Orientasi realitas adalah upaya mempertahankan sensasi terhadap realita
yang ada, antara lain terhadap waktu, tempat, dan orang yang mengalami
kemunduran kognitif (Hanley dkk.,1981 dalam Waston, 2000) 6. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
a. Pengertian
Menurut Stuart dan Laraia (2001) Terapi Aktivitas Kelompok adalah suatu
upaya untuk menfasilitasi psikoterapi untuk memantau dan meningkatkan
hubungan interpersonal antar anggota dengan memberi kesempatan untuk
berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi umpan tanggapan kepada
orang lain, mengekspresikan ide-ide dan tukar persepsi serta memberi
stimulus eksternal. Terapi ini dilaksanakan atas dasar bahwa respon
seseorang saling berpengaruh dan dipengaruhi oleh orang lain haik
rekreasi dan kreatif untuk menfasilitasi penga-laman seseorang dan
meningkatkan respons sosial dan harga diri (Rawlins dan Kneisi, 1992). b. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok
Tujuan Terapi Akti•itas Kelompok adalah terapeutik dan rehabilitasi.
Terapeutik adalah meningkatkan kemampuan uji realitas komunikasi dan
umpan balik dengan atau dari orang lain, melakukan sosialisasi,
meningkatkan kesadaran terhadap hubungan reaksi emosi dengan tindakan
defensif, membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognifif dan
afektif, meningkatkan identitas menyalurkan emosi secara konstruktif,
meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosial. Sedangkan
tujuan rehabilitasi menurut Stuart dan Laraia, 2001 adalah meningkatkan
keterampilan ekspresi diri, meningkatkan keterampilan meningkatkan
kemampuan empati, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
memecahkan masalah. c. Komponen Kelompok
Kelompok terdiri dari dari delapan aspek, sebagai berikut (Stuart and
Laraia, 2001):
1) Struktur Kelompok
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok.
Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola
perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya
pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin,
sedangkan keputusan diambil secara bersama. 2) Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil vang
menurut Stuart and Laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut
Lanchester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins,
Williams, and Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok
terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapatkan kesempatan
untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannva. Jika
terialu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. 3) Lamanya Sessi
Waktu optimal untuk satu sessi adalah 20-40 rnenit bagi fungsi
kelompok vang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok vang
tinggi (Stuart and Laraia, 200)). Biasanya dimulai dengan penugasan
berupa orientasi, tahap kerja, dan finshing berupa terminasi. Banyaknva
sessi tergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali per
minggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan. 4) Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah
mengobservasi dan menganallisis pola komunikasi dalarn suatu
keiompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberikan
kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi.
Pernimpin dapat mengkaji hambatan, konflik interpersonal dalam
kelompok, tingkat kompetisi, seberapa jauh kelompok tersebut
bertanggung jawab terhadap tugas yang dilaksanakannva. 5) Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam suatu
kelornpok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditarnpilkan
anggota kelompok dalarn kerja kelompok (Berne & Sheats, 1948 dalam
Maintenance roles Yaitu peran serta aktif dalam proses kelornpok dan
fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas.
Individual roles adalah self-centered dan distraksi pada kelompok. 6) Kekuatan Kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompuk jalannya
kegiatan kelompok. Untuk dalam mempengaruhi menetapkan kekuatan
anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling
banyak mendengar, dan siapa yang membuat keputusan dalam
kelompok.
7) Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan
terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan
pengalaman masa lalu dan saat Pemahaman tentang norma kelompok
berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan
interaksi dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok
dengan norma kelompok penting dalam menerima anggota kelompok. 8) Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok dalam bekerja sama
dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini mempengaruhi anggota
kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Ada yang membuat
anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu
diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan. Pemimpin
kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar kekohesifan kelompok
dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok untuk bicara satu
sama yang lain, diskusi dengan kata-kata "kita", menyampaikan
mendengar ketika yang lain bicara. Kekohesifan perlu diukur melalui
seberapa sering antar anggota memberikan pujian dan meng-ungkapkan