_______________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 5 Oktober 2013PENGARUH PEMBERIAN KONSELING KELUARGA BERENCANA (KB) TERHADAP ALAT
KONTRASEPSI IUD POST PLASENTA DI RSUP NTB TAHUN 2013
Oleh :
1.
AASP. Chandradewi
2.
Ni Putu Karunia Ekayani
3.
Rita Sopiatun
1.
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Gizi
2.
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Kebidanan
3.
Dosen Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Kebidanan
Abstract : Prevalence of IUD participants in Indonesian has decreased over the last 20 years, from 13% in
1991 to 5% in 2007. Difficulty in determining contraceptive method to be used by women after saline due to
lack of information and counseling on contraceptive methods appropriate to the needs and health
conditions.The amount of IUD Post Placenta services in NTB General Hospital recorded in 2012 was 1690.
That consists of 617 per abdominal labor and 1073 vaginal delivery. There were 569 people (34 %) that used
IUD post placenta, remaining people choose hormonal KB, and there are other that haven’t planned using
KB. This study amied to determine the effect of family planning counseling to the selection of IUD
contraception Post placenta in NTB General Hospital. The type of research used in this study is
Experimental Research with quasi-experimental design. The population is all the women who will be giving
birth at NTB General Hospital period August 2013. The minimum sample is 30 samples that fullfill
inclusion and exclusion criteria. Difference between average value of the pregnant women knowledge about
IUD Post Placenta before given family planning counseling and after the counseling is 5.267 with a standard
deviation of 3.118. Statistical paired t test results p = 0.001 (p <0.05) that means there are significant
differences in the average value of pregnant women knowledge about IUD Post Placenta before given family
planning counseling and after the counseling. This result can be concluded that there are significant effect of
family planning counseling to the selection of IUD contraception Post placenta. The society especially
pregnant women to take a more active role in the family planning program and search many information to
expand their knowledge so they can determine the appropriate contraceptive needs.
Keywords: Family Planning Counseling, IUD Post Placenta.
PENDAHULUAN
Prevalensi peserta IUD di Indonesia menurun selama 20 tahun terakhir, dari 13% pada tahun 1991
menjadi 5% pada tahun 2007. Berdasarkan laporan pencapaian pada Rakernas Pembangunan KKB tahun
2012, pencapaian terhadap KKP tercatat peserta KB baru (PB) 9.581.469 (110,7 %), dengan mix kontrasepsi
Suntikan (48,2%), Pil (27,9%), Implant (8,0%), Kondom (7,8%), IUD (6,6%), MOW (1,2%), MOP (0,3%).
Berbagai Usaha di bidang gerakan KB sebagai salah satu kegiatan pokok pembangunan keluarga sejahtera
telah dilakukan baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat sendiri. Salah satunya dengan
mensosialisasikan metode kontrasepsi terkini IUD Post Plasenta oleh BKKBN. Berdasarkan rekomendasi
dari the National Meeting on Family Planning Programs pada tahun 2008, KB pasca persalinan dan pasca
keguguran (KB PP & PK), merupakan salah satu program utama yang harus tersedia di seluruh propinsi.
Berdasarkan data dari laporan umpan balik pelayanan kontrasepsi tahun 2012 di Provinsi NTB tercatat
jumlah total hasil pelayanan peserta KB baru Pasca persalinan/keguguran menurut metode kontrasepsi
adalah 187.991 akseptor terdiri dari suntik 10.678 (56,83%), Implant 3020 (16,075), IUD 2.235 (11,89%),
MOW 347 (1,85%), kondom 501 (2,67%), PIL 1.949 (10,37%).
Pelayanan KB IUD Post Plasenta di RSUP NTB tahun 2012 tercatat dari 1690 jumlah persalinan
terdiri dari 617 persalinan perabdominal dan 1073 persalinan pervaginam, yang menggunakan IUD Post
Plasenta adalah sejumlah 569 orang (34%). Pada bulan Juni 2013 tercatat dari 219 .jumlah persalinan yang
menggunakan IUD Post Plasenta sebanyak 58 orang (26,4%). Sedangkan pada bulan Juli 2013 tercatat dari
276 persalinan yang menggunakan IUD Post Plasenta hanya 62 orang (22,4%).
Kesulitan dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan oleh wanita pascasalin
disebabkan karena kurang mendapat informasi dan konseling tentang metode kontrasepsi yang tepat sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi kesehatannya. Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan
_______________________________________________
Volume 7, No. 5, Oktober 2013 http://www.lpsdimataram.com
lengkap, dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali
kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi
masalah tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling
KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD Post Plasenta di RSUP NTB tahun 2013.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSUP NTB pada bulan Agustus 2013. Jenis penelitian ini merupakan jenis
penelitian eksperimen (Experimental Research) dengan Desain penelitian menggunakan rancangan
eksperimen semu (quasi experimental design)
Bentuk rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Pretest Perlakuan Posttest
Kelompok
eksperimen
Gambar 1. Skema Rancangan Penelitian Quasi Experimental
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin di RSU Provinsi NTB mulai pada tanggal
5 Agustus sampai 15 Agustus tahun 2013 yaitu sejumlah 70 orang. Besar sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sampel minimal sejumlah 30 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik non probability
sampling dengan metode pengambilan sampel secara accidental. Setiap ibu bersalin yang datang melahirkan
mulai pada tanggal 5 Agustus 2013 bila memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang ditentukan dalam
penelitian ini maka dapat diambil menjadi sampel penelitian. Pengambilan sampel berhenti sampai telah
memenuhi 30 sampel minimal yaitu sampai tanggal 15 Agustus 2013.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Karakteristik Responden
1.
Umur ibu
Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faal, komposisi biokimiawi termasuk system
hormonal seorang wanita. Distribusi umur ibu bersalin yang diberikan konseling KB dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan umur ibu
Umur
.
n
%
< 20 tahun
7
23,3
20-35 tahun
20
66,7
> 35 tahun
3
10
Jumlah
30
100
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar umur ibu bersalin yang diberikan konseling KB
yaitu pada kelompok umur 20-35 tahun sebanyak 20 orang (66,7%).
Rentang umur 20-35 tahun adalah rentang usia reproduktif pada wanita. Usia reproduktif adalah usia aman
bagi wanita untuk hamil sehingga pada usia ini seseorang hanya merencanakan alat kontrasepsi yang
bertujuan untuk mengatur kehamilan. Terkadang seseorang hanya memiliki satu anak sehingga masih
berencana untuk hamil lagi. Sehingga jenis alat kontrasepsi yang dipilih cenderung bukan kontrasepsi jangka
panjang.
Menurut Wang dan Altman dalam hasil penelitiannya di Cina menyebutkan bahwa penggunaan IUD
meningkat pada umur 25-30 tahun, tetapi merosot pada wanita usia lebih tua. Pada usia 25-30 tahun,
rata-rata wanita sudah memiliki satu atau dua anak, sedangkan pada usia lebih dari 30 tahun wanita sudah
memiliki 3 anak bahkan lebih sehingga terjadi peralihan penggunakan alat kontrasepsi IUD ke metode
sterilisasi.
2.
Pendidikan Ibu
_______________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 5 Oktober 2013Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan seseorang
dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikannya yaitu pendidikan dasar (SD,SMP), pendidikan menengah
(SMA), pendidikan tinggi (Akademik, Perguruan Tinggi).
Distribusi pendidikan ibu bersalin yang diberikan konseling KB dalam penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan pendidikan ibu
Tingkat pendidikan
.
n
%
Dasar (SD,SMP)
16
53,3
Menengah (SMA)
11
36,7
Tinggi (Akademik, PT)
3
10
Jumlah
30
100
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar dari ibu bersalin yang diberikan konseling KB
memiliki pendidikan dasar (SD,SMP) yaitu sebanyak 16 orang (53,3%).
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi minat dan perilaku
seseorang. Faktor predisposisi ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau
motivasi bagi perilaku. Pendidikan pasangan suami istri yang rendah dalam hasil penelitian ini akan
meyulitkan proses pengajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan tentang IUD juga terbatas.
Hal ini akan berpengaruh terhadap keputusannya dalam menentukan alat kontrasepsi yang akan digunakan
dan sejauh mana perubahan sikap dan tata lakunya terhadap keputusan yang diambil setelah diberikan
pemahaman melalui konseling KB.
b. Alat Kontrasepsi yang dipilih Ibu Bersalin Sebelum diberikan Konseling KB.
Kontrasepsi IUD Post Plasenta adalah merupakan salah satu alat kontrasepsi secara modern jangka
panjang. Dalam proses pelayanannya harus melewati tahap pemberian konseling sesuai dengan prosedur.
Distribusi rencana alat kontrasepsi yang dipilih oleh ibu bersalin sebelum diberikan konseling KB dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Distribusi rencana alat kontrasepsi yang dipilih ibu bersalin sebelum diberikan konseling KB
Alat Kontrasepsi
.
n
%
IUD Post Plasenta
7
23.3
Non IUD Post Plasenta
23
76.7
Jumlah
30
100
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa sebelum diberikan konseling KB sebagian besar ibu bersalin
memilih alat kontrasepsi non IUD Post Plasenta yaitu sejumlah 23 orang (76,3%).
Sebelum mendapatkan konseling KB, ibu bersalin hanya membuat keputusan berdasarkan apa yang
menjadi persepsi dalam dirinya dan sepengetahuan yang dia miliki tanpa ada perlakuan yang menjadi faktor
pendorong terhadap keputusannya sehingga setelah melahirkan ibu tidak memilih KB IUD.
Menurut Teori Lawrence Green, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang adalah
faktor pendorong (Reinforcing Factors) yang mana faktor ini merupakan faktor yang menentukan apakah
tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Perilaku tersebut misalnya
pemberian konseling KB.
Erfandi (2008) mengemukakan konseling KB juga sebagai faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
keputusan akseptor dalam pemilihan alat kontrasepsi yang diinginkanya. Konseling merupakan proses
pemberian informasi objektif dan lengkap, dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk
membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang dihadapi dan menentukan jalan keluar
atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
Bessinger (2001) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa rendahnya pemakaian kontrasepsi IUD,
dikarenakan ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan alkon tersebut yang disebabkan informasi yang yang
kurang lengkap
_______________________________________________
Volume 7, No. 5, Oktober 2013 http://www.lpsdimataram.com
Alat kontrasepsi yang dipilih ibu bersalin setelah diberikan konseling KB adalah alat kontrasepsi yang
sudah mantap dipilih ibu sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dirinya berdasarkan penerimaan informasi
yang diperoleh dari konselor KB.
Distribusi alat kontrasepsi yang dipilih ibu bersalin di RSUP NTB tahun 2013 setelah diberikan
konseling KB dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Distribusi alat kontrasepsi yang dipilih ibu bersalin setelah diberikan konseling KB
Alat Kontrasepsi
.
n
%
IUD
15
50
Non IUD
15
50
Jumlah
30
100
Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa setelah diberikan konseling KB, jumlah ibu bersalin yang memilih
alat kontraspsi IUD Post Plasenta dan non IUD Post Plasenta sama banyak yaitu sejumlah 15 orang (50%).
Hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan jumlah ibu bersalin yang memilih alat kontraspsi
IUD Post Plasenta setelah diberikan konseling KB dan ada juga ibu bersalin yang masih bertahan dengan
alat kontrasepsi yang dipilihnya sehingga tetap tidak memilih alat kontraspsi IUD Post Plasenta.
Memberikan perlakuan terhadap calon akseptor KB yaitu ibu bersalin melalui konseling KB berarti
memberikan tambahan informasi dan pemahaman dalam diri ibu sehingga meningkatkan pengetahuannya.
Peningkatan pengetahuan mempengaruhi proses pengambilan keputusan terhadap alat kontrasepsi yang tepat
yang sesuai dengan keadaan dirinya. Sehingga pada hasil penelitian ini ditemukan peningkatan jumlah ibu
bersalin yang memilih alat kontraspsi IUD Post Plasenta setelah diberikan konseling KB menjadi 50 %.
Penelitian Tumini (2010) didapatkan ada perbedaan kemantapan dalam pemilihan alat kontrasepsi pada
calon akseptor KB antara kelompok diberi konseling dengan tidak diberi konseling dengan p<0,001 dan
disimpulkan bahwa konseling efektif untuk meningkatkan kemantapan dalam pemilihan kontrasepsi pada
calon akseptor.
Hasil penelitian ini juga menemukan 50% ibu bersalin juga masih memilih alat kontrasepsi non IUD
Post Plasenta. Meskipun setelah diberikan konseling KB ibu tetap bertahan untuk tidak memilih alat
kontrasepsi IUD Post Plasenta. Dapat dianalisis secara mendalam bahwa dari 50% ibu bersalin yang
memilih alat kontrasepsi non IUD Post Plasenta berada pada rentang umur 20-35 tahun sehingga masih
berada pada rentang usia produktivitas aman untuk melahirkan dan banyak yang masih memilih hamil lagi
karena rata-rata baru pertama kali melahirkan sehingga mereka tidak merasa perlu menggunakan alat
kontrasepsi jangka panjang.
d. Pengaruh Pemberian Konseling KB terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD Post Plasenta
Konseling KB merupakan proses pemberian informasi objektif dan lengkap. Pengaruh pemberian
konseling KB terhadap pemilihan Alat Kontrasepsi IUD Post Plasenta di RSUP NTB Tahun 2013 dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Perbedaan nilai pengetahuan ibu bersalin tentang IUD Post Plasenta sebelum dan sesudah
diberikan konseling KB
Variabel Mean SD Paired Difference p value ‘n Mean SD Sebelum 12,53 3,589 -5,267 3,118 0,001 30 Sesudah 17,80 2,552Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa rata-rata nilai pengetahuan ibu bersalin tentang IUD
Post Plasenta sebelum diberikan konseling KB adalah 12,53 dengan standar deviasi 3,589. Sedangkan
rata-rata nilai pengetahuan ibu bersalin tentang IUD Post Plasenta setelah diberikan konseling KB adalah 17,80
dengan standar deviasi 2,552.
Perbedaan nilai rata-rata pengetahuan ibu bersalin tentang IUD Post Plasenta sebelum diberikan
konseling KB dan sesudah diberikan konseling KB adalah -5,267 dengan standar deviasi 3,118. Hasil uji
statistik paired t test didapatkan nilai p = 0,001 (p< 0,05) berarti terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata
_______________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 5 Oktober 2013nilai pengetahuan ibu bersalin tentang IUD Post Plasenta sebelum diberikan konseling KB dan sesudah
diberikan konseling KB sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh pemberian konseling KB terhadap
pemilihan alat kontrasepsi IUD Post Plasenta.
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Kelurga Berencana. Konseling yang
berkualitas antara klien dan provider (tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan
bagi keberhasilan program keluarga berencana (KB).
Informasi merupakan suatu bagian dari pelayanan yang sangat berpengaruh bagi calon akseptor
maupun akseptor pengguna mengetahui apakah kontrasepsi yang dipilih telah sesuai dengan kondisi
kesehatan dan sesuai dengan tujuan akseptor dalam memakai kontrasepsi tersebut. Informasi sangat
menentukan pemilihan alat kontrasepsi yang di pilih, sehingga informasi yang lengkap mengenai kontrasepsi
sangat diperlukan guna memutuskan pilihan metode kontrasepsi yang akan dipakai
Menurut penelitian Hanani (2010) menyatakan ada hubungan yang signifikan antara persepsi konseling
KB dengan metode kontrasepsi Jangka Panjang yaitu persepsi konseling KB akan meningkatkan 22 kali
terhadap metode kontrasepsi Jangka Panjang.
PENUTUP
a.
Simpulan
Karakteristik umur ibu bersalin yang akan diberikan konseling KB ada pada kelompok umur 20-35
tahun dan berpendidikan dasar (SD,SMP) yaitu 53,3%. Sedangkan distribusi rencana alat kontrasepsi yang
akan dipilih ibu bersalin sebelum diberikan konseling KB sebagian besar memilih alat kontrasepsi non IUD.
Setelah diberikan konseling KB, ibu bersalin yang memilih alat kontraspsi IUD Post Plasenta dan non IUD
Post Plasenta sama banyak 50% dalam hal ini ada peningkatan keputusan memilih alat kontrasepsi IUD
Post Plasenta. Dan secara statistic ada pengaruh pemberian konseling KB terhadap pemilihan alat
kontrasepsi IUD Post Plasenta dengan menggunakan uji statistik paired t test didapatkan nilai p = 0,001 (p<
0,05).
b. Saran
Masyarakat khususnya ibu bersalin diharapkan lebih berperan aktif dalam mengikuti program keluarga
berencana dan banyak mencari sumber informasi guna memperluas pengetahuannya sehingga dapat
menentukan alat kontrasepsi yang tepat sesuai kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Widyastuti L , Saikia US, Postpartum Contraceptive Use in Indonesia :Recent Patterns and Determinants.
BKKBN. 2011
BKKBN. IUD Post Plasenta sebagai Solusi berKB. 2010 http://www.bkkbn.go.id , diakses tanggal 6 April
2013 jam 23.00 WIB.
BKKBN Pusat. Laporan Umpan Balik Pelayanan Kontrasepsi . 2011
BKKBN. Laporan Umpan Balik Pelayanan Kontrasepsi Tahun 2012 Provinsi NTB. 2012
TIM PKBRS RSUP NTB. Laporan Pelayanan KB RSUP NTB. Mataram. 2012
Tumini. Pengaruh Pemberian Konseling KB terhadap Pengetahuan tentang KB dan Kemantapan dalam
Pemilihan Alat Kontrasepsi pada calon Akseptor KB.Surakarta. 2010. http://pasca.uns.ac.id
diakses
tanggal 06 April 2013
Imbarwati. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Penggunaan KB IUD Pada Peserta KB Non IUD Di
Kecamatan
Pedurungan
Kota
Semarang.
2009.
http://eprints.undip.ac.id/
17781/1/IMBARWATI.pdf
diakses tanggal 06 April 2013
_______________________________________________
Volume 7, No. 5, Oktober 2013 http://www.lpsdimataram.com