• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Dasar Pemikiran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Dasar Pemikiran"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN : Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 41 Tahun 2000

Tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Pemikiran

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000 km. Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang sangat potensial untuk pembangunan ekonomi.

Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang cukup besar karena didukung oleh adanya ekosistem dengan produktivitas hayati tinggi seperti terumbu karang, padang lamun (sea grass), rumput laut (sea weeds) dan hutan bakau (mangrove). Sumber daya hayati laut pada kawasan ini memiliki potensi keragaman dan nilai ekonomis yang tinggi seperti kerapu, napoleon, ikan hias, kuda laut, kerang mutiara, kima raksasa (Tridacna gigas), dan teripang. Selain itu, pulau-pulau kecil ini juga memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya dan sekaligus sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan.

Selama ini kawasan pulau-pulau kecil kurang mendapat sentuhan pembangunan yang berarti karena Pembangunan Nasional di waktu lampau lebih berorientasi ke darat. Walaupun terdapat kegiatan pembangunan, kegiatan tersebut lebih mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, sehingga kurang memperhatikan kelestarian lingkungan dan bahkan seringkali memarjinalkan masyarakat setempat.

Di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa perairan pulau-pulau kecil yang memiliki potensi perikanan cukup tinggi cenderung menjadi tempat penangkapan ikan yang dilakukan baik oleh nelayan asing maupun nelayan lokal dengan cara tidak ramah lingkungan, seperti pemboman, pembiusan, penggunaan racun, dan sebagainya. Selain itu, terdapat fakta bahwa pulau-pulau kecil yang terpencil sering dijadikan sebagai tempat penyelundupan, pembuangan limbah dan/atau penambangan pasir secara liar.

Era globalisasi yang berciri perdagangan bebas serta dilengkapi sistem komunikasi dan informasi tanpa batas, dapat mengakibatkan penduduk pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan menjadi lebih dekat serta lebih menguntungkan jika berhubungan dengan negara-negara lain dibandingkan dengan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang melingkupinya. Hal ini juga harus menjadi pertimbangan dalam pembangunan kawasan pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan dengan negara tetangga.

Berdasarkan potensi dan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas serta adanya tanggung jawab Pemerintah untuk menyiapkan kebijakan makro di bidang kelautan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan standardisasi pengelolaan pulau-pulau kecil sesuai dengan pasal 2 ayat (3) butir 2.d Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom, diperlukan suatu pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.

Dengan demikian, Pedoman Umum ini diharapkan dapat memperbaiki pembangunan pulau-pulau kecil pada waktu lampau, dan sekaligus memberikan arahan untuk pembangunan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari di waktu yang akan datang.

(2)

B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan

Tujuan Pedoman Umum ini adalah :

• Sebagai acuan bagi para pihak yang berkepentingan (stakeholders) yaitu Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil yang terpadu, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat untuk mencapai pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, dan efektif mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian daya dukung lingkungan.

• Sebagai pedoman dalam menata mekanisme pengelolaan pulau-pulau kecil oleh pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders).

2. Sasaran

Sasaran Pedoman Umum ini adalah :

• Terarahnya pengembangan kebijakan operasional pengelolaan pulau-pulau kecil di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

• Terwujudnya mekanisme pengelolaan pulau-pulau kecil, baik yang dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan.

• Tertatanya perencanaan dan implementasi kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang sedang berjalan dan yang masih dalam tahap perencanaan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

(3)

BAB II

BATASAN PERISTILAHAN Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan :

1. Pulau-pulau Kecil/Gugusan Pulau-pulau Kecil adalah kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya, baik secara individual maupun sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumber dayanya.

2. Sumber Daya Nasional adalah sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia yang tersedia di daerah.

3. Sumber Daya Pulau-pulau Kecil adalah bagian dari Sumber Daya Nasional yang meliputi seluruh sumber daya alam yang terdiri dari semua jenis sumber daya alam dapat pulih maupun tidak dapat pulih serta jasa lingkungan yang membentuk ekosistem pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau kecil.

4. Pengelolaan Berkelanjutan adalah pengelolaan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini tanpa mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasinya di masa mendatang.

5. Pengelolaan Berbasis Masyarakat adalah pengelolaan yang menempatkan masyarakat sebagai pengelola sumber daya alam dan jasa lingkungannya yang didukung oleh pemerintah dan dunia usaha.

6. Perjanjian Pengelolaan adalah kesepakatan tertulis antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan pihak ketiga untuk mengelola pulau-pulau kecil dalam rangka pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, dan efektif, serta mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian daya dukung lingkungan.

7. Jaminan Pengelolaan adalah jaminan yang diberikan pihak ketiga untuk mengelola pulau-pulau kecil, berupa deposito, dan/atau bank garansi, dan/atau jaminan pribadi (personal guarantee) dalam rangka :

a. perlindungan terhadap lingkungan hidup, apabila pihak ketiga dalam aktivitas fisiknya mengakibatkan hilangnya fungsi dan nilai-nilai ekosistem bioma penyangga pulau dan gugusan pulau yang akan dikelola; dan/atau

b. cidera janji sebagaimana diperjanjikan dalam perjanjian pengelolaan pulau-pulau kecil.

Besarnya jaminan pengelolaan yang harus diserahkan oleh pihak ketiga ditetapkan lebih lanjut oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

8. Pihak Ketiga adalah pihak-pihak yang diberikan hak pengelolaan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

9. Protokol Keamanan (Safety Protocol) adalah pengaturan keselamatan wilayah yang meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, institusi, kearifan lokal (traditional wisdom), dan pemerataan kesempatan (equal accesibility).

10. Asuransi Lingkungan (Environmental Insurance) adalah premi asuransi yang harus dibayarkan oleh pihak ketiga sebagai jaminan terhadap kelestarian lingkungan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil.

(4)

BAB III

BATASAN DAN KARAKTERISTIK PULAU-PULAU KECIL Batasan dan karakteristik pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut:

a. Pulau yang ukuran luasnya kurang atau sama dengan 10.000 km2, dengan jumlah penduduknya kurang atau sama dengan 200.000 orang;

b. Secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga bersifat insular;

c. Mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi;

d. Daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut;

e. Dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.

Daratan yang pada saat pasang tertinggi permukaannya ditutupi air, tidak termasuk kategori pulau kecil.

(5)

BAB IV

PEDOMAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL

A. Pedoman Kebijakan tentang Hak-hak Para Pihak Atas Tanah dan Willayah Perairan Pulau-pulau Kecil

1. Negara mengakui dan melindungi hak ulayat/hak adat/hak asal usul atas penguasaan tanah dan wilayah perairan pulau-pulau kecil oleh masyarakat hukum adat di samping hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

a. Untuk pulau-pulau kecil dan wilayah perairannya yang dikuasai/dimiliki/ diusahakan oleh masyarakat hukum adat, maka kegiatan pengelolaannya sepenuhnya berada di tangan masyarakat hukum adat itu sendiri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Setiap kerja sama pengelolaan pulau-pulau kecil antara masyarakat hukum adat dengan pihak ketiga harus didasarkan pada kesepakatan yang saling menguntungkan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya.

c. Setiap kerja sama pengelolaan pulau kecil antara masyarakat hukum adat dengan pihak ketiga dari luar negeri harus mendapatkan izin dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan kepentingan nasional.

2. Pemerintah berwenang untuk memberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada pihak yang akan melakukan pengelolaan pulau-pulau kecil dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berwenang memberikan Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP) di atas HPL sepanjang tidak melanggar hak individu dan/atau hukum adat atas tanah.

3. Pemberian HPL dituangkan antara lain dalam bentuk perpanjian pengelolaan dan bentuk perjanjian lainnya.

4. Pengaturan hak atas wilayah perairan di sekitar pulau-pulau kecil diatur lebih lanjut oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Pedoman Kebijakan tentang Pemanfaatan Ruang Pulau-pulau Kecil

Kebijakan tentang pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Latar geografis

Dalam pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil perlu diperhatikan latar geografis pulau dan gugus pulau yang mempunyai kedudukan strategis dalam pengembangan ekonomi wilayah dan konstelasi geopolitik. Oleh karena itu, penataan ruang pulau-pulau kecil perlu mempertimbangkan faktor keterkaitan antar pulau-pulau dan gugus pulau.

2. Kerentanan wilayah terhadap bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi. 3. Keamanan nasional.

4. Ketersediaan sarana dan prasarana.

5. Kawasan konservasi dan endemisme flora dan fauna termasuk di dalamnya yang terancam punah.

(6)

6. Karakter politik, ekonomi, sosial, budaya, dan kelembagaan masyarakat lokal. 7. Bentang alam (landscape)

Bentang alam pulau merupakan perwujudan keseimbangan alam yang terjadi dan memiliki nilai-nilai keunikan alam. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi terhadap bentang alam pulau harus berada dalam batas toleransi dan kapasitas asimilatif lingkungan pulau kecil.

8. Tata guna lahan dan permintakatan (zonasi) laut

Pengaturan tata guna lahan dan laut harus mempertimbangkan konflik pemanfaatan dan faktor-faktor lain seperti keunikan, kepekaan, dan transformasi sumber daya alamnya. Keterpaduan penggunaan lahan dan laut menjadi salah satu prinsip utama yang harus dipertimbangkan.

9. Keterkaitan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya antar pulau

Keterkaitan fungsional antar pulau dapat memberikan sinergi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kegiatan sosial ekonomi dari wilayah gugus pulaunya.

10. Skala ekonomi dalam pengembangan kegiatan

Tingkat pengelolaan suatu pulau kecil harus sebanding dengan skala ekonominya agar dapat diperoleh tingkat efisiensi yang optimal.

11. Pelibatan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) yang terdiri dari pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam proses perencanaan pemanfaatan ruang.

C. Pedoman Kebijakan tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil dan Wilayah Perairan Sekitarnya

1. Dalam melakukan pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah perairan di sekitarnya harus mempertimbangkan:

a) Keseimbangan/stabilitas lingkungan;

b) Keterpaduan kegiatan antara wilayah darat dan laut sebagai satu kesatuan ekosistem;

c) Efisiensi pemanfaatan sumber daya;

d) Protokol Keamanan yang didasarkan pada penilaian harga sumber daya sesuai dengan prinsip ekonomi lingkungan;

e) Peraturan-peraturan dan konvensi internasional terutama yang menyangkut tata batas perairan internasional.

2. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota harus menjamin bahwa pantai dan perairan pulau-pulau kecil merupakan akses yang terbuka bagi masyarakat.

3. Pengelolaan ekosistem pulau-pulau kecil perlu dilakukan secara menyeluruh berdasarkan satu kesatuan gugusan pulau-pulau dan/atau keterkaitan pulau tersebut dengan ekosistem pulau besar.

4. Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang berbasis masyarakat harus memperhatikan adat, norma dan/atau sosial budaya serta kepentingan masyarakat setempat.

5. Pengelolaan pulau-pulau kecil oleh pihak ketiga dengan tujuan observasi, penelitian dan kompilasi data/spesimen untuk keperluan pengembangan iptek, wajib melibatkan lembaga/instansi terkait setempat dan/atau pakar dibidangnya. Data, informasi, hasil dari penelitian tersebut, dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) menjadi milik pihak-pihak yang terlibat.

(7)

6. Pulau-pulau yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, kawasan otorita, kawasan tertentu khususnya tempat latihan militer dan pangkalan militer, tidak termasuk di dalam pedoman umum pengelolaan pulau-pulau kecil.

7. Gosong, atol, dan pulau kecil yang menjadi titik pangkal (base point) pengukuran wilayah perairan Indonesia hanya dapat dikembangkan sebagai kawasan konservasi. Penggunaan terbatas pulau kecil tersebut hanya diperkenankan apabila sebelumnya telah dimanfaatkan masyarakat sebagai permukiman.

8. Pengelolaan pulau-pulau kecil dengan luas kurang atau sama dengan 2.000 km2 hanya dapat digunakan untuk kepentingan sebagai berikut:

• konservasi

• budidaya laut (mariculture)

• kepariwisataan

• usaha penangkapan dan industri perikanan secara lestari

• pertanian organik dan peternakan skala rumah tangga

• industri teknologi tinggi nonekstraktif

• pendidikan dan penelitian

• industri manufaktur dan pengolahan sepanjang tidak merusak ekosistem dan daya dukung lingkungan.

9. Pengecualian dari butir 8 tersebut di atas hanya untuk kegiatan yang telah dilakukan masyarakat penghuni pulau-pulau kecil sebelum Pedoman Umum ini dikeluarkan, sepanjang tidak mengakibatkan degradasi lingkungan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10. Kegiatan pemanfaatan sumber daya pulau-pulau kecil yang menimbulkan dampak penting lingkungan tidak diizinkan.

11. Kegiatan pengelolaan pulau kecil untuk usaha industri manufaktur dan industri pengoalahan hanya dapat dilakukan di pulau kecil dengan luas lebih besar dari 2.000 km2, dengan persyaratan pengelolaan lingkungan yang sangat ketat, dengan memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat, menggunakan teknologi ramah lingkungan, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

12. Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang diarahkan untuk kegiatan kepariwisataan harus memperhatikan persyaratan pengelolaan lingkungan yang ketat, sebagaimana tersebut dalam pasal 6 dan pasal 21 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

13. Pengelolaan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pihak ketiga harus memberdayakan masyarakat lokal, baik dalam bentuk penyertaan saham maupun kemitraan lainnya secara aktif dan memberikan keleluasaan aksesibilitas terhadap pulau-pulau kecil tersebut.

14. Setiap kerja sama dengan pihak luar negeri dalam pengelolaan pula u-pulau kecil harus berdasarkan kepentingan nasional.

15. Jangka waktu pengelolaan pulau-pulau kecil disesuaikan dengan tujuan pengelolaan yang pelaksanaannya akan diatur dalam Keputusan tersendiri.

(8)

BAB V

MEKANISME PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL

Mekanisme pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil diatur sebagai berikut:

1. Pengelolaan pulau-pulau kecil sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bekerja sama dengan masyarakat dan dunia usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan inventarisasi dan penamaan untuk pulau-pulau kecil yang belum mempunyai nama dengan tetap memperhatikan penamaan pulau yang telah digunakan masyarakat, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota menyusun rencana strategis dan rencana permintakatan (zonasi) untuk pengelolaan pulau-pulau kecil di wilayahnya.

4. Dalam perencanaan pengelolaan pulau-pulau tersebut, para pihak yang berkepentingan harus menyusun rencana pengelolaan pulau-pulau kecil dan membuat mintakat (zona) sesuai dengan tujuan pemanfaatannya.

5. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat memberikan izin pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah perairannya kepada pihak ketiga sesuai dengan hukum adat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Khusus untuk pengelolaan pulau kecil oleh pihak ketiga dari luar negeri, sebelum izin dikeluarkan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terlebih dahulu mengkonsultasikannya kepada Pemerintah.

7. Pihak ketiga yang akan melakukan pengelolaan wajib menyusun rencana investasi dan rencana aksi yang sejalan dengan rencana strategis pembangunan daerah (Propeda) secara transparan yang akan dinilai oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/kota.

8. Pihak ketiga dari luar negeri yang akan melakukan pengelolaan perlu menyusun rencana investasi dan rencana aksi yang sejalan dengan rencana strategis pembangunan daerah (Propeda) secara transparan yang dinilai oleh Pemerintah.

9. Pihak ketiga bersama Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota diwajibkan melakukan dialog awal dengan masyarakat untuk mendapatkan kesepakatan ide pengelolaan. Setelah mendapatkan kesepakatan, maka dilakukan perencanaan pengelolaan pulau-pulau kecil dengan melibatkan masyarakat setempat.

10. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil, pihak ketiga harus melakukan Studi Amdal, termasuk Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) untuk kegiatan-kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

11. Dalam pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil, pihak ketiga disarankan dapat memanfaatkan potensi energi yang tersedia sebagai sumber energi baru yaitu angin, pasut, gelombang, Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), dan tenaga surya.

12. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota menetapkan pulau-pulau kecil yang akan dipergunakan sebagai tempat usaha industri strategis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

13. Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota bila diperlukan, dapat menunjuk lembaga/dinas teknis yang membidangi kelautan dan perikanan sebagai instansi di

(9)

daerah yang bertanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil dengan luas kurang atau sama dengan 2.000 km2.

14. Masyarakat berperan serta dalam pengawasan pengelolaan pulau-pulau kecil sejak dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan.

15. Dalam rangka pengendalian pengelolaan pulau-pulau kecil baik yang sedang dan akan berjalan, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib memberikan laporan secara berkala kepada Menteri Kelautan dan Perikanan.

16. Apabila pengelolaan pulau tersebut akan dikerjasamakan dengan pihak ketiga, harus ada jaminan pengelolaan dan asuransi lingkungan (environmental insurance) kepada Pemerintah.

17. Dalam hal pengelolaan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pihak ketiga, yang aktivitas fisiknya dapat mengorbankan/menghilangkan fungsi dan nilai-nilai ekosistem bioma penyangga setempat, maka Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai hak untuk mencairkan jaminan pengelolaan pulau-pulau kecil secara langsung tanpa persetujuan dari pihak ketiga.

(10)

BAB VI

PENEGAKAN DAN PENATAAN HUKUM

1. Dalam pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota berwenang melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan pengelolaan sesuai dengan aturan dan kebijakan yang berlaku.

2. Apabila pihak ketiga terbukti melakukan penyimpangan terhadap aturan dan kebijakan yang berlaku serta Perjanjian Pengelolaan yang telah disepakati, akan dikenakan sanksi berupa peringatan dan/atau pembatalan izin pengelolaan. Selanjutnya Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota berhak untuk mencairkan Jaminan Pengelolaan tanpa persetujuan pihak ketiga.

3. Masyarakat berhak mengajukan tuntutan hukum terhadap pihak ketiga apabila dalam melaksanakan kegiatannya menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan dan telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat setempat.

4. Departemen Kelautan dan Perikanan bersama Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan evaluasi ulang terhadap pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil oleh pihak ketiga yang sudah berjalan sebelum Pedoman Umum ini dikeluarkan. Selanjutnya Departemen Kelautan dan Perikanan bersama Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota menyampaikan hasil evaluasi tersebut ke instansi yang berwenang untuk dapat menindaklanjuti bila dalam pelaksanaan pengelolaannya terjadi penyimpangan dari peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

5. Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan pulau-pulau kecil wajib mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang berasal dari hukum adat.

(11)

BAB VII PENUTUP

Pedoman Umum ini merupakan acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan pengelolaan pulau-pulau yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 22 Desember 2000 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

ttd.

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran inovatif dapat diterapkan dengan beberapa asas sebagai berikut: 1) Berpusat pada peserta didik, maksudnya paradigma guru sebagai pusat pembelajaran dan peserta didik

Berangkat dari permasalahan tersebut, untuk mendorong keberhasilan guru dalam proses pembelajaran membuat karya kerajinan motif hias Nusantara, penulis berkeyakinan bahwa

Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam memilih sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) Perusahaan yang digunakan sebagai sampel adalah perusahaan perbankan

Jumlah ini turut dibuktikan melalui data yang dikeluarkan oleh CIDB (2005) berkaitan penggunaan IBS dalam sektor pembinaan iaitu majoriti pemaju di Malaysia masih gemar

Strategi pengelolaan air limbah permukiman di Bantaran Sungai Kumpul Kuista harus memper-timbangkan perilaku masyarakat yang masih membuang air limbah permukimannya

Metafora sebagai salah satu wujud daya kreatif bahasa di dalam penerapan makna, artinya berdasarkan kata-kata tertentu yang telah dikenalnya dan berdasarkan keserupaan atau

Ruang Rawat Instalasi Paviliun Garuda adalah ruang yang menyediakan fasilitas kelas VIP B dengan kapasitas tempat tidur 20, VIP A dengan kapasitas tempat tidur 16, VVIP