• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wildan Setyaji dan Hendra. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wildan Setyaji dan Hendra. Abstrak"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kelelahan

(

Fatigue

) pada Pengemudi

Dump Truck

PT. Karya Mandiri Mining

Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur Tahun 2013

Wildan Setyaji dan Hendra

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail: wildan.setyaji@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kelelahan (fatigue) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pengemudi pengangkutan batubara di jalur hauling pertambangan batubara. Pertambangan batubara yang menerapkan sistem kerja shift dan sistem kerja lebih dari 8 jam perhari memiliki tingkat risiko yang tinggi untuk terjadinya keluhan kelelahan. Penelitian ini dilaksnakan menggunakan metode kuantitatif observasional dengan mengambil populasi pada pengemudi dump truck PT. Karya Mandiri Mining Project site PT. Tanito Harum dan PT. Karya Putra Borneo Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur tahun 2013. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor shift kerja dan kondisi jalur hauling berhubungan dengan kejadian kelelahan pada pengemudi dump truck PT. Karya Mandiri Mining yaitu sebesar 90,9% pada pekerja yang memiliki shift malam dan 76,5% pada pengemudi yang bekerja di jalur hauling dengan geometri jalan yang buruk. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa terdapat lima gejala kelelahan yang paling sering dialami pengemudi dump truck yaitu merasa haus (33,2%), sering menguap (13,3%), merasa lelah di seluruh badan (6,6%), merasa nyeri di bagian pinggang (6,6%), dan kaki terasa berat (6,6%).

Description of Influencing Factor for Dump Truck Driver Fatigue PT. Karya Mandiri Mining Kutai Kartanegara, East Kalimantan, 2013

Abstract

This study aim to determine the distribution of fatigue’s level and factors which contributes to fatigue’s level among drivers in coal mining. Many of Coal mining industry have implementing shift work and duration of work duration longer than 8 hours per day. That condition will lead risk of fatigue is rising. This study has conducted quantitative method with observational approach. The population on this study is all of dump truck drivers in PT. Karya Mandiri Mining Project site PT. Tanito Harum and PT. Karya Putra Borneo, Kutai Kartanegara, East Kalimantan at 2013. The result of this study said that work shift factor and hauling road condition have a relation with fatigue risk for the dump truck driver in PT. Karya Mandiri Mining aproximetely 90.9% for the late night shift driver and 76,5% for the driver who work on the hauling road with a bad contour. In addition, refers to the same research there are five symptoms that often happen to the dump truck drivers : feel thirsty (33,2%), yawning (13,3%), whole body feel tired (6,6%), feel pain in the waist (6,6%) and leg feel tired (6,6%).

(2)

1. Pendahuluan

Di masa industrialisasi yang terjadi sekarang ini, manusia dituntut untuk dapat bekerja dengan produktifitas tinggi guna meningkatkan pergerakan ekonomi. Produktifitas tinggi tersebut telah diiringi dengan kemajuan teknologi yang terus dikembangkan oleh manusia untuk dapat memenuhi efisiensi dan optimalisasi kerja. Namun, Seiring dengan kemajuan teknologi tersebut, potensi permasalah keselamatan dan kesehatan kerja yang dihadapi manusia juga semakin tinggi. Manusia dihadapkan berbagai potensi bahaya dan risiko di tempat kerja yang mengancam diri manusia sehingga dapat menimbulkan cedera atau gangguan kesehatan (Kurniawidjaja, 2010).

Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain dapat diakibatkan oleh sistem kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari keterbatasan manusia, perilaku hidup yang tidak sehat, perilaku kerja yang tidak selamat/aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomik, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2010). Semua hal tersebut dapat mengakibatkan permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja bagi manusia. Salah satu masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang umum dijumpai pada pekerja adalah kelelahan atau fatigue.

Kelelahan merupakan gejala yang ditandai adanya perasaan segan melakukan sesuatu dengan ditandai aktifitas tubuh yang melemah serta mengalami ketidakseimbangan. Selain itu, keinginan untuk berusaha melakukan kegiatan fisik dan mental akan berkurang karena disertai perasaan pusing dan berat (Grandjean, 1979). Sektor industri yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap kejadian kelelahan salah satunya adalah sektor industri yang memiliki durasi kerja lebih dari 8 jam perhari atau 40 jam dalam seminggu (Theron & Heerden, 2011). Dalam Keputusan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 102 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pekerja mempunyai waktu kerja 8 jam dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu, sehingga apabila pekerja melakukan pekerjaan lebih dari waktu tersebut, pekerja meiliki kemungkinan besar untuk mengalami kelelahan.

Pertambangan merupakan sektor industri yang menjadi salah satu penggerak ekonomi dengan menerapkan sistem kerja 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu yang mampu memberikan efek ekonomi bagi sektor lainnya serta mampu menyediakan kesempatan kerja bagi

(3)

34 ribu tenaga kerja langsung (ESDM, 2007). Dalam sehari, pekerja yang bekerja pada sektor pertambangan dapat bekerja selama 10 sampai 12 jam. Salah satu contoh pekerja pada sektor pertambangan yang memiliki durasi kerja antara 10 sampai 12 jam adalah pengemudi truk pengangkut batubara. Pengemudi truk pengangkut batubara memiliki tingkat risiko tinggi terhadap terjadinya kelelahan yang dapat berakibat pula pada kecelakaan kerja.

ILO Hours of Work and Rest Period Convention, 1979 (No. 153) memberikan rekomendasi bahwa total maksimal waktu mengemudi dalam satu minggu tidak boleh lebih dari 48 jam. Selain itu, pengemudi juga diwajibkan beristirahat setelah 4 jam mengemudi kendaraan secara terus menerus (Beaulieu, 2005). Jumlah durasi masksimal pengemudi dalam satu hari kerja tidak boleh melebihi dari 9 jam termasuk waktu yang digunakan untuk menunggu muatan atau menunggu jadwal selanjutnya pada jam istirahat. Waktu menunggu muatan dan menunggu jadwal kerja dalam peraturan transportasi komersil Amerika Serikat dimasukkan ke dalam jam kerja (Beaulieu, 2005).

Beberapa penelitian juga membuktikan adanya hubungan antara kelelahan yang dirasakan oleh pekerja dengan pola shift kerja yang diterapkan perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shen (2006) berjudul Fatigue and Shift Work yang dipublikasikan dalam Journal Sleep Research menyebutkan bahwa sekitar 20-25% pekerja mengeluh mengalami kelelahan kronik di pelayanan kesehatan. pekerja yang bekerja pada shift malam cenderung berisiko untuk mengalami kecelakaan sebesar 30,4% dan risiko terbesar berada pada pukul 04.00 dini hari. Pekerjaan yang dilakukan pada malam hari dan durasi yang lama lebih berisiko dibandingkan pekerjaan yang dilakukan pada siang hari dan pagi hari (NSW, 2009).

Kelelahan telah menjadi isu lama dalam industri pertambangan dan teridentifikasi sebagai faktor penyebab pada banyak cedera dan kematian. Kelelahan dapat menyebabkan reaksi lambat pada situasi tertentu dan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk membuat keputusan yang baik. Kelelahan dapat juga membuat seseorang merasa sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah seperti halnya lingkungan di pertambangan (NSW, 2010). Berdasarkan pada penelitian yang telah dipublikasikan pada tahun 2007 oleh Caterpillar Global Mining, kelelahan yang terjadi di lingkungan pertambangan mengakibatkan lebih dari 65% kecelakaan kendaraan di operasi pertambangan terbuka (Kahler, n.d).

(4)

PT. Karya Mandiri Mining (KMM) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyedia jasa pengangkutan hasil pertambangan batubara. Saat ini PT. KMM sedang mengerjakan proyek pengangkutan batubara untuk PT. Tanito Harum dan PT. Karya Borneo. Kegiatan produksi PT. KMM adalah pengangkutan hasil penambangan batubara dari pit menuju mesin crusher yang berjarak 25 km pada project site PT. Tanito Harum dan 20 km pada project site PT. Karya Putra Borneo dengan menggunakan dump truck. Dalam melakukan proses pengangkutan, pengemudi dump truck bekerja selama 10 jam perhari dan 7 hari dalam seminggu dengan sistem kerja shift. Dengan sistem kerja yang diterapkan tersebut, pengemudi dump truck yang bekerja di PT. KMM memiliki tingkat risiko yang tinggi untuk mengalami kelelahan selama bekerja. Oleh karena itu, peneliti berkeinginan mengetahui gambaran tingkat kelelahan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan pada pengemudi dump truck PT. KMM.

2. Tinjauan Teoritis

Seorang ahli keselamatan dan kesehatan kerja bernama Grandjean (1997) dalam bukunya Fitting The Task to The Human mengungkapkan bahwa kelelahan dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam tubuh manusia (internal) berupa Usia, jenis kelamin, status gizi, kondisi fisik, penyakit, masa kerja, penggunaan obat, konsumsi alkohol, dan psikososial. Selain faktor internal yang ditimbulkan dari dalam tubuh manusia, kelelahan juga bisa diakibatkan oleh faktor yang berasal dari luar tubuh manusia (eksternal). Faktor-faktor yang berasal dari luar tubuh manusia dibagi menjadi dua, yaitu yang berhubungan dengan pekerjaan (work-Related) seperti durasi kerja, waktu istirahat, shift kerja, sistem kerja, monotoni, beban kerja dan over time; serta yang tidak berhubungan dengan pekerjaan (non-work related) seperti psikososial (manajemen, tanggung jawab, kekhawatiran, motivasi, dukungan keluarga), kondisi finansial, dan kegiatan sosial dan olah raga (Theron & Heerden, 2011).

Berdasarkan faktor-faktor penyebab dasar kelelahan yang dikemukakan oleh para ahli diatas, terdapat beberapa faktor dominan yang menyebabkan kelelahan pada pengemudi baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut meliputi:

(5)

Beberapa penelitian telah mengidentifikasikan pada pengemudi yang berusia dibawah 30 tahun sebagai salah satu kelompok paling berisiko kecelakaan dalam mengemudi yang disebabkan oleh kelelahan. Home (1995) menemukan bahwa sekitar setengah dari pengemudi yang pernah mengalami kecelakaan akibat merasa mengantuk ketika berkendara adalah berjenis kelamin laki-laki yang berusia di bawah 30 tahun dengan usia paling rendah yaitu 21 – 25 tahun (ROSPA, 2001).

ILO dan WHO (1996) menjelaskan bahwa kapasitas kerja fungsional, mental, dan sosial akan menurun pada usia di atas 45 tahun dan kapasitas untuk beberapa pekerjaan menurut laporan akan terus menurun menjelang usia 50 sampai 55 tahun. Usia yang dimiliki seseorang dapat berpengaruh pada kondisi, kemampuan dan kapasitas tubuh yang dimilikinya. Produktifitas tubuh akan mulai berkurang atau menurun seiring bertambahnya usia orang tersebut yang disebabkan oleh penuaan, penyakit dan gaya hidup yang dilakukannya. Pada saat seseorang berusia 50 tahun, kapasitas kerja berkurang menjadi 80%. Kepasitas kerja tersebut terus menurun hingga pada usia 60 tahun kapasitas kerjanya hanya tinggal 60% jika dibandingkan pada saat mereka berusia 25 tahun (WHO, 1996).

2. Status Gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat mengkonsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Pembagian status gizi ini dibedakan menjadi status gizi buruk, baik, dan lebih. Salah satu pengukuran antopometri yang digunakan untuk mengetahui status gizi seseorang adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI). Mengukur IMT merupakan cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Almatsier, 2004). Cara penghitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) menurut Depkes RI (2003) dengan cara berat badan (kg) dibagi tinggi badan (meter) yang dikuadratkan. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT menurut Depkes adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1

IMT Berdasarkan Depkes RI

Kategori Laki-laki Perempuan

IMT IMT

Kurus < 17 Kg/m2 <18 Kg/m2

(6)

Overweight 23-27 Kg/m2 25-27 Kg/m2

Obesitas ˃ 27 Kg/m2 ˃ 27 Kg/m2

Sumber : Pedoman praktis gizi medis Depkes RI, 2003

Seseorang yang mempunyai berat badan kurang (kurus) mempunyai risiko mudah letih (Depkes RI, 1994). Pada seseorang yang memiliki berat badan kurang atau yang memiliki IMT kurang, mereka memiliki tubuh yang rentan untuk mengalami sakit dan berakibat pada daya tahan tubuh yang menurun (Kroemer, 1997). Proporsi kejadian kelelahan terbesar juga terjadi pada kategori status gizi overweight dan obesitas jika dibandingkan dengan kategori status gizi yang lain. Hal ini dijelaskan dalam pedoman praktis memantau status gizi orang dewasa (Depkes RI, 1994) yang menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki berat badan berlebih (overweight dan obesitas) mempunyai risiko gerakan lambat, lebih cepat haus dan lapar terutama bekerja di lingkungan yang panas sehingga memicu seseorang untuk mengalami kelelahan.

Kelelahan lebih banyak terjadi karena seseorang yang terlalu banyak makan dibandingkan dengan seseorang yang sedikit makan. Orang yang gemuk membutuhkan jumlah energi yang lebih besar untuk membawa tubuhnya, seiring dengan kenaikan berat badannya. Orang yang mengalami kegemukan dan obesitas tidak selalu diidentikkan dengan penyakit. Meskipun begitu, obesitas dapat menjadi penyebab gangguan tidur dan sangat berkontribusi dalam sulitnya bernafas ketika tidur atau Apnoea. Selain itu, seseorang yang memiliki kelebihan berat badan dapat menimbulkan masalah lain termasuk masalah sulit tidur (NTC, 2006).

3. Durasi Mengemudi

Peraturan mengenai waktu kerja pada pengemudi yang diterapkan di negara-negara Eropa, menyatakan bahwa pengemudi diperbolehkan bekerja hingga 60 jam dalam satu minggu, akan tetapi selama periode 4 bulan diharuskan ada satu minggu kerja dengan jumlah jam kerja 48 jam dalam satu minggu. Dalam satu hari kerja, durasi maksimal mengemudi tidak boleh melebihi 9 jam dari jumlah jam kerja. Selama dua minggu berturut-turut jumlah maksimum jam kerja pengemudi yakni 90 jam. Jumlah waktu istirahat setidaknya 11 jam dalam satu hari. Jumlah tersebut dapat berkurang hingga 9 jam dalam satu hari dan dilakukan 3 kali dalam seminggu dengan kompensasi, namun tidak boleh dilakukan dalam satu minggu penuh (Beaulieu. 2005).

ILO Hours of Work and Rest Period Convention, 1979 (No. 153) memberikan rekomendasi bahwa total maksimal waktu mengemudi dalam satu minggu tidak boleh lebih dari

(7)

48 jam. Selain itu, pengemudi juga diwajibkan beristirahat setelah 4 jam mengemudi kendaraan secara terus menerus (Beaulieu, 2005). Jumlah durasi masksimal pengemudi dalam satu hari kerja tidak boleh lebih dari 9 jam termasuk waktu yang digunakan untuk menunggu muatan atau menunggu jadwal selanjutnya pada jam istirahat. Waktu menunggu muatan dan menunggu jadwal kerja dalam peraturan transportasi komersil Amerika Serikat dimasukkan ke dalam jam kerja (Beaulieu, 2005).

4. Shift Kerja

Pekerja shift memiliki waktu tidur yang lebih sedikit dan memiliki gangguan dalam tidurnya bila dibandingkan dengan pekerja non shift. Hal ini berpengaruh terhadap gejala kelelahan karena gangguan siklus sirkadian berhubungan dengan dampak yang ditimbulkan yaitu kurangnya perhatian dan performa kerja serta menurunnya respon tubuh seseorang terhadap sesuatu (ROSPA,2001). Lamanya seseorang bekerja dalam sehari umumnya 6-8 jam dan sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur dan lainnya. Jam kerja seseorang yang baik dalam seminggu adalah 40 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi bahkan bisa terlihat adanya penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit, dan kecelakaan (Theron & Heerden, 2011).

Menurut Folkard & Tucker (2003), pekerja akan mengalami penurunan performa dan produktifitas sebesar 5% pada malam hari. Selain itu, pekerja shift malam cenderung berisiko untuk mengalami kecelakaan kerja sebesar 30,4% dan risiko terbesar berada pada pukul 04.00 dini hari. Pekerjaan yang dilakukan pada malam hari dan durasi yang lama lebih berisiko dibandingkan pekerjaan yang dilakukan pada siang hari dan pagi hari (NSW, 2009).

Shen (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Fatigue and Shift Work yang dipublikasikan dalam Journal Sleep Research juga menyebutkan bahwa sekitar 20-25% pekerja mengeluh mengalami kelelahan kronik di pelayanan kesehatan. Berdasarkan teori dijelaskan bahwa shift malam lebih berisiko untuk mengalami kelelahan dibandingkan dengan shift siang. Hal ini di sebabkan oleh adanya gangguan adaptasi terhadap irama sirkadian tubuh yang berhubungan dengan kapasitas performa kerja sehingga dapat mempercepat timbulnya kelelahan (Purnawati, dkk, 2006). Pada umumnya fungsi tubuh meningkat pada siang hari dan melemah

(8)

pada sore hari dan menurun pada malam hari untuk melakukan pemulihan dan pembaharuan (Silaban, 2000).

Tingkat kelelahan yang tinggi pada malam hari juga dipengaruhi oleh hormon melatonin. Melatonin merupakan hormon yang disekresikan oleh kelenjar pineal yang memiliki peran penting dalam mekanisme tidur. Hormon melatonin mengatur penyesuaian antara ritme sirkadian internal 24 jam dengan kondisi lingkungan seperti cahaya dan aktifitas fisik (Devi, et al, 2008). Sekresi melatonin mulai meningkat pada malam hari sekitar 2 jam sebelum waktu tidur normal, kemudian terus meningkat selama malam hari dan mencapai puncak antara pukul 02.00-04.00 pagi. Setelah itu, sekresi melatonin akan menurun secara gradual pada pagi hari dan mencapai level yang sangat rendah pada siang hari (Pigeon, 2010).

5. Masa kerja

Kelelahan berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada saat bekerja dan dapat berasal dari tugas kerja, kondisi fisik, kondisi kimia dan sosial di tempat kerja. Tekanan konstan terjadi dengan bertambahnya masa kerja seiring dengan proses adaptasi. Proses adaptasi memberikan efek positif yaitu dapat menurunkan ketegangan dan peningkatan aktivitas atau performansi kerja, sedangkan efek negatifnya batas ketahanan tubuh yang berlebihan dari proses kerja. kelelahan ini membawa pengurangan fungsi psikologi dan fisiologi yang dapat dihilangkan dengan upaya pemulihan. Pada masa kerja yang sudah mencapai periode dekade, kelelahan berasal dari kelebihan usaha selama beberapa dekade dan dapat dipulihkan dengan pensiun. Sementara itu, untuk masa kerja yang baru mencapai periode tahun, kelelahan berasal dari kelebihan usaha selama beberapa tahun yang dapat dipulihkan dengan cara berlibur (Rohmert, et al, dalam ILO 1998).

Kelelahan yang terjadi pada pengemudi baru biasanya berhubungan dengan proses adaptasi pekerjaan. Pengemudi yang memiliki masa kerja lama telah menghabiskan sebagian besar jam kerja mereka untuk mengendarai kendaraan. Pengemudi yang memiliki masa kerja lama juga telah terbiasa dengan pola kerja shift, memiliki jam kerja yang tidak teratur, dan bekerja pada malam hari. Umumnya pengemudi yang memiliki masa kerja lama juga bekerja dengan jumlah jam yang berlebih (Radun, 2009). Oleh karena itu, pengemudi yang memiliki

(9)

masa kerja lama atau pengemudi profesional memiliki risiko yang lebih kecil untuk mengalami kelelahan.

6. Desain tempat duduk pengemudi

Pekerjaan yang lama dan berulang-ulang pada pengemudi umumnya dapat menyebabkan kelelahan. Kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. Konsep dari desain stasiun kerja harus mendukung efisiensi dan keselamatan penggunya. Konsep tersebut adalah desain untuk reliabilitas, kenyamanan, lamaya waktu pemakaian, kemudahan dalam pemakaian dan efisien dalam pemakaian sehingga risiko terjadinya kelelahan dapat diminimalisir. Desain stasiun kerja dengan posisi duduk mempunyai derajat stabilitas tubuh yang cukup tinggi, mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari 2 jam. Tetapi jika pekerjaan duduk statis tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kelelahan yang cukup tinggi. (tawarka, bakri, dan sudiajeng, 2004).

Menurut Lermat et al., (2012) kebutuhan fisik dan mental pekerjaan juga telah menunjukan pengaruhnya terhadap kelelahan dan kewaspadaan. Selain itu desain ruang kerja juga harus dibuat dengan menggunakan prinsip-prinsip erognomi untuk mengurangi kelelahan yang berhubungan dengan gerakan berulang atau untuk mencegah kelelahan pada muculosteral dari postur yang statis.

7. Lingkungan kerja

Menurut lerman et al (2012) kodisi lingkungan dapat didisain untuk meningkatkan kewaspadaan dan cahaya, suhu, kelembaban, suara dan disain yang ergonomis dapat mempengaruhi kewaspadaan. Suhu udara ambien secara signifikan berdampak pada performa dan kewaspadaan melalui perubahan dalam suhu tubuh. Pemajanan temperatur tinggi (>28oc/82,4oF). Mengurangi kewaspadaan ketika melakukan kedua tugas kognitif.

Bagi seorang yang bekerja sebagai pengemudi, salah satu lingkungan kerja yang berpengaruh pada tingkat kelelahan adalah jalan yang dilaluinya. Geometri jalan sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik yang dialami oleh pengemudi. The Royal Society for The Prevention of Accident (ROSPA) menyebutkan bahwa kondisi geometri jalan yang dapat

(10)

menimbulkan kelelahan adalah jalan yang memiliki geometri monoton sehingga pengemudi tidak harus berkonsentrasi tinggi untuk mengemudikan kendaraan. Jalan – jalan di perkotaan tidak termasuk dalam kategori tersebut karena memiliki mobilitas yang tinggi sehingga pengemudi membutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk mengemudikan kendaraan. Permukaan jalan yang memiliki banyak gelombang dan permukaan jalan yang tidak rata juga dapat mengakibatkan kelelahan pada pengemudi (ROSPA, 2001).

3. Metode Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan observasional untuk melihat tingkat kelelahan akibat aktivitas mengemudi pada pengemudi dump truck di PT. Karya Mandiri Mining dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Disain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain penelitian Cross Sectional (potong lintang) menggunakan data primer berupa kuesioner untuk mengetahui gambaran antara variabel dependen dan independen yang diambil dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder berupa data operasional perusahaan dan literatur-literatur lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan terhadap para pengemudi dump truck yang bekerja di PT. Karya Mandiri Mining yang berjumlah 48 responden, dengan rincian 14 responden pada project site PT. Tanito Harum, Kecamatan Loa Tebu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dan 34 responden PT. Karya Putra Borneo Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai September tahun 2013.

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 6 bagian. Bagian-bagian tersebut antara lain identitas diri responden, pertanyaan umum (pendidikan terakhir dan masa kerja), shift kerja, jalan dan lingkungan kerja serta gejala kelelahan (fatigue). Untuk mengambil data gambaran mengenai kondisi kelelahan secara subjektif yang dialami oleh responden, penulis menggunakan kuesioner standar yang bersumber dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) dengan menggunakan metode pengukuran Subjective Symptoms Test (SST).

Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian univariat dan bivariat. Hasil dari analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi tingkat kelelahan

(11)

(fatigue) yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan (fatigue) pada pengemudi dump truck PT. Karya Mandiri Mining yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini. Sedangkan pada analisis bivariat, peneliti menggunakan instrumen statistik berupa analisis bivariat uji Chi Square (Kai Kuadrat). Analisis ini bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kelelahan pada Responden

Gambar 4.1 Diagram Persentase Tingkat Kelelahan PT. Karya Mandiri Mining

Dari data yang terkumpul diketahui bahwa sebanyak 15 responden atau 33,3% tidak mengalami kelelahan dan sebanyak 30 responden atau 66,7% mengalami kelelahan ringan serta tidak ada pengemudi dump truck PT. Karya Mandiri Mining yang mengalami kelelahan menengah dan kelelahan berat. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pengemudi dump truck PT. Karya Mandiri Mining sebagian besar mengalami kelelahan ringan yaitu sebanyak 30 orang atau 66,7%.

(12)

4.2 Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Responden terhadap Kejadian Kelelahan

Tabel 4.1

Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Responden terhadap Kejadian Kelelahan Variabel Kategorik

Kejadian Kelelahan

Total

P Value Tidak Lelah Lelah

n % N % n Usia < 30 tahun 7 31,8 % 15 68,2 % 22 0,976 30 – 45 tahun 7 35 % 13 65 % 20 ˃ 45 tahun 1 33,3 % 2 66,7 % 3 IMT Responden Kurus 0 0 % 1 100 % 1 0,473 Normal 7 29,2 % 17 70,8 % 24 Overweight 4 30,8 % 9 69,2 % 13 Obesitas 4 57,1 % 3 42,9 % 7 Masa Kerja ≤ 2 tahun 12 36,4 % 21 63,6 % 33 0,721 ˃ 2 tahun 3 25 % 9 75 % 12

Shift Kerja Shift siang 13 56,5 % 10 43,5 % 23 0,002 Shift malam 2 9,1 % 20 90,9 % 22 Jenis Transmisi Kejdaraan Transmisi Manual 10 32,3 % 21 67,7 % 31 1,000 Transmisi Automatic 5 35,7 % 9 64,3 % 14 Kondisi Jalur Hauling Geometri Jalur Baik 7 63,6 % 4 36,4 % 11 0,037 Geometri Jalur Buruk 8 23,5 % 26 76,5 % 34

4.1 Distribusi Frekuensi Faktor Usia terhadap Kejadian Kelelahan

Proporsi kejadian kelelahan pada responden yang berusia < 30 tahun sebesar 68,2% , sedangkan pada responden yang berusia 30 – 45 tahun sebesar 65%, dan pada responden yang berusia > 45 tahun sebesar 66,7%. Nilai P = 0,976 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian kelelahan pada responden kelompok usia < 30 tahun, 30 – 45 tahun, dan > 45 tahun.

4.2 Distribusi Frekuensi Faktor Status Gizi (IMT terhadap Kejadian Kelelahan

Proporsi kejadian kelelahan pada responden yang memiliki status gizi tergolong kurus sebesar 100%, pada responden yang memiliki status gizi tergolong normal sebesar 70,8%, pada responden yang memiliki status gizi tergolong overweight sebesar 69,9%, dan pada responden yang memiliki status gizi obesitas sebesar 66,7%. Nilai P = 0,473 menunjukkan bahwa tidak

(13)

terdapat perbedaan proporsi kejadian kelelahan pada responden yang memiliki status gizi tergolong kurus, normal, overweight dan obesitas.

4.3 Distribusi Frekuensi Faktor) Masa Kerja terhadap Kejadian Kelelahan

Proporsi kejadian kelelahan pada responden yang memiliki masa kerja ≤ 2 tahun sebesar 63,6%, dan pada responden yang memiliki masa kerja > 2 tahun sebesar 75%. Nilai P = 0,721 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian kelelahan pada responden yang memiliki masa kerja ≤ 2 tahun dan responden yang memiliki masa kerja > 2 tahun. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,714 yang artinya bahwa responden yang memiliki masa kerja ≤ 2 tahun memiliki peluang 1,714 kali lebih besar untuk mengalami kelelahan dibandingkan dengan responden yang memiliki masa kerja > 2 tahun.

4.4 Distribusi Frekuensi Faktor Shift Kerja terhadap Kejadian Kelelahan

Proporsi kejadian kelelahan pada responden yang memiliki shift kerja siang sebesar 43,5%, dan pada responden yang memiliki shift kerja malam sebesar 90,9%. Nilai P = 0,002 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kejadian kelelahan pada responden yang memiliki shift kerja siang dan responden yang memiliki shift kerja malam. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 13,000 yang artinya bahwa responden yang memiliki shift kerja malam memiliki peluang 13 kali lebih besar untuk mengalami kelelahan dibandingkan dengan responden yang memiliki shift kerja siang.

4.5 Distribusi Frekuensi Faktor Jenis Transmisi Kendaraan terhadap Kejadian Kelelahan

Proporsi kejadian kelelahan pada responden yang menggunakan dump truck dengan transmisi manual sebesar 67.7%, dan pada responden yang menggunakan dump truck dengan transmisi automatic sebesar 64,3%. Nilai P = 1,000 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian kelelahan pada responden yang menggunakan dump truck Scania (transmisi manual) dan responden yang menggunakan dump truck Iveco (transmisi automatic). Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,167 yang artinya bahwa responden yang menggunakan dump truck Scania (transmisi manual) memiliki peluang 1,167 kali lebih besar untuk mengalami

(14)

kelelahan dibandingkan dengan responden yang menggunakan dump truck Iveco (transmisi automatic).

4.6 Distribusi Frekuensi Faktor Kondisi Geometri Jalur Hauling terhadap Kejadian Kelelahan

Proporsi kejadian kelelahan pada responden yang bekerja di jalur hauling dengan geometri jalur baik sebesar 36,4%, dan pada responden yang bekerja di jalur hauling dengan geometri jalur buruk sebesar 76,5%. Nilai P = 0,037 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kejadian kelelahan pada responden yang bekerja di jalur hauling dengan geometri jalur baik dan responden yang bekerja di jalur hauling dengan geometri jalur buruk. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 5,688 yang artinya bahwa responden bekerja di jalur hauling dengan geometri jalur buruk memiliki peluang 5,688 kali lebih besar untuk mengalami kelelahan dibandingkan dengan responden yang bekerja di jalur hauling dengan geometri jalur baik.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa faktor shift kerja dan kondisi geometri jalur hauling berhubungan dengan kejadian kelelahan pada pengemudi dump truck PT. Karya Mandiri Mining yaitu sebesar 90,9% pada pekerja yang memiliki shift malam dan 76,5% pada pengemudi yang bekerja di jalur hauling dengan geometri jalan yang buruk. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa terdapat lima gejala kelelahan yang paling sering dialami pengemudi dump truck yaitu merasa haus (33,2%), sering menguap (13,3%), merasa lelah di seluruh badan (6,6%), merasa nyeri di bagian pinggang (6,6%), dan kaki terasa berat (6,6%).

6. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah :

1) Perusahaan sebaiknya memperhatikan permasalahan mengenai pengemudi dump truck yang melakukan shift kerja malam dengan cara :

a. Menambah jumlah jam istirahat atau waktu istirahat pada pekerja yang bekerja pada shift malam. Penambahan jam istirahat tersebut dengan cara memperbanyak kuantitas waktu istirahat yang hanya 1 kali pada shift siang, menjadi 4 kali pada shift malam.

(15)

b. Memperbolehkan pengemudi dump truck yang bekerja pada shift malam yang sedang tidak fit atau mengalami kelelahan untuk beristirahat sampai dia fit kembali.

c. Mengajukan permintaan kepada perusahaan owner untuk memperbanyak rest area pada jarak tertentu di sepanjang jalur hauling agar pengemudi yang mengalami kelelahan dapat menepikan kendaraannya di rest area tersebut untuk beristirahat. d. Perusahaan mensosialisasikan program “Napping” pada pekerja. Napping adalah

mengistirahatkan tubuh (tidur) selama 15 menit agar tubuh pekerja kembali dalam kondisi fit untuk bekerja.

2) Perusahaan sebaiknya mengajukan permintaan kepada perusahaan owner untuk melakukan perbaikan jalur hauling agar tidak menimbulkan kelelahan pada pengemudi. Perbaiakan jalur tersebut berupa perbaikan permukaan jalur, perbaiakan jalur yang bergelombang, dan kemiringan jalur hauling.

3) Perusahaan melakukan pelatihan atau sosialisasi tentang “Fatigue Awarreness” kepada para pengemudi dump truck. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para pengemudi dump truck mengenai dampak yang dapat ditimbulkan dari kelelahan saat bekerja dan bagaimana cara mengendalikan kelelahan tersebut.

4) Perusahaan melakukan sosialisasi kepada keluarga pekerja untuk dapat memperhatikan aktivitas pekerja selama di lingkungan tempat tinggal. Hal ini bertujuan agar pekerja tidak melakukan kegiatan yang dapat menurunkan kondisi tubuhnya setelah selesai melakukan pekerjaan di tempat kerja sehingga meminimalisasi tingkat kelelahan pada pekerja dan meminimalisasi risiko kecelakaan di tempat kerja.

5) Perusahaan perlu membuat prosedur fatigue management sebagai peraturan perusahaan untuk mengatur pekerja agar terhindar dari kelelahan pada saat bekerja. Prosedur tersebut meliputi peraturan jam istirahat, pemeriksaan awal saat bekerja, pelaksanaan medical check up secara berkala, dan prosedur lain yang berhubungan dengan pengendalian kelelahan pada pengemudi.

6) Perusahaan melakukan program operator fatigue check pada saat malam hari dengan memeriksa keadaan pengemudi dump truck yang bekerja pada shift malam.

7) Pemeliharaan unit dump truck dengan baik agar dapat menjaga kenyamanan kendaraan saat dikemudikan sehingga tidak dapat menimbulkan kelelahan pada pengemudi. Pemeliharaan

(16)

yang diperlukan berupa maintenance jok kabin, suspensi kendaraan, suspensi kabin, roda kendaraan dan kebersihan serta kenyamanan kabin.

Daftar Referensi

1. Australian safety and compensation council. (2006). Summary of recent indicative research: work related fatigue. Australian : Australia Government

2. Damarany, Purnisa. (2012). Tesis : Analisis Hubungan Faktor Internal dan Eksternal dengan Tingkat Kantuk (Sleepness) dan Kelelahan (Fatigue) pada Pengemudi Dump Truck PT. X Distrik KCMB Tahun 2012. Depok : FKM UI

3. Ferguson, et al. (1983). SA Medical Journal Volume 64Page 489-490: Driver’s Fatigue. South African Associaton for Accident and Traffic Medicine : South Africa.

4. Grandjean. E. (1979). FATIGUE IN INDUSTRY. In : British Journal of Industrial Medicine, 1997, 36,175-186

5. Hastono, Sutanto Priyo. (2007). Basic Data Analysis for Health Research Training. Depok : FKM UI

6. ILO Convention 153 Hours of Work and Rest Periods (Road Transport) 1979

7. ILO. (1998). Condition of Work and Employment Program; Social Protection Sector. 8. ILO. (1990). Condition of Work and employment program; Social Protection Sector

9. Kroemer & Grandjean E. (1997). Fitting The Task to The Human, 5th Edition. London : Taylor and Francis

10. Kurniawidjaja, L. Meily. (2010). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta : Penerbit Universitas Indoensia (UI-Press)

11. Pedoman praktis memantau status gizi orang dewasa (Depkes RI, 1994)

12. Shen, Jianhuan, et al. (2006). Fatigue and Shift Work. In: Journal Sleep Research, 15, 1-5 13. The Royal Society for the Prevention Accidents Driver Fatigue and Roan Accident (RoSPA).

(2001). Driver Fatigue and Road Accidents : A Literature Review and Position Paper. United Kingdom : RoSPA

14. Theron W.J & G.M.J van Heerdeen, (2011). “Fatigue Knowledge – A Lever In Safety Management” The Journal of The Southern African Institute of Mining and Metallurgy. Volume 111

Gambar

Gambar 4.1 Diagram Persentase Tingkat Kelelahan PT. Karya Mandiri Mining  Dari  data  yang  terkumpul  diketahui  bahwa  sebanyak  15  responden  atau  33,3%  tidak  mengalami kelelahan dan sebanyak 30 responden atau 66,7% mengalami kelelahan ringan serta

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diambil adalah pengaturan spasial yang terdiri dari sirkulasi, pembagian ruang, dan denah; jenis furnitur kerja yang disediakan untuk pengguna; kebisingan

Hal ini menandakan bahwa dalam rangka memenangkan persaingan untuk dapat duduk menjadi wakil rakyat di DPRD Kabupaten Sragen maka salah satu saluran komunikasi

Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat perbedaan pelepasan ion Ni dan Cr yang signifikan antara kawat ortodonti stainless steel yang direndam dalam saliva buatan

Untuk meningkatkan penerimaan sosial remaja dapat menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik konseling yang tepat untuk mengatasi permasalahan sosial..

Manajemen (GR. Terry) adalah suatu proses tertentu yang terdiri dari POAC yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan manusia

Penulis juga ingin menganalisis bagaimana strategi penyelesaian pembiayaan bermasalah mikro yang ada di BSM KCP Bantul sesuai dengan prinsip etika bisnis Islam, karena pada

Sungai merupakan sumber air yang terpenting dan manfaatnya dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik secara langsung maupun tak langsung. Pengaturan sungai

Hasil penelitian dalam novel Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara terdapat beberapa nilai pendidikan karakter jujur yang dapat digunakan dalam pembelajaran sastra di