• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

9

2.1 Pengertian Pemasaran dan Bauran Pemasaran 2.1.1 Pengertian pemasaran

Memahami, menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberi nilai serta kepuasan kepada konsumen adalah inti pemikiran dan praktik dalam pemasaran modern. Banyak orang berfikir bahwa pemasaran sama dengan penjualan, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa pemasaran adalah sama dengan penjualan dan periklanan. Terdapat beberapa orang yang masih berkeyakinan bahwa pemasaran merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan membuat suatu produk agar tersedia di toko, mengatur pajangan (display) dan memelihara persediaan produk untuk penjualan mendatang. Sesungguhnya, pemasaran terdir dari semua aktfitas tersebut bahkan lebih dari itu semua.

Bagi suatu perusahaan, aktifitas pemsaran mempunyai peranan yang sangat penting, Karena aktifitas pemasaran diarahkan untuk menciptakan perputaran yang memungkinkan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Selai itu aktifitas pemasaran dilakukan pencapaian tujuan perusahaan yang sesuai dengan harapan. Dibawah ini terdapat beberapa pengertian pemasaran menurut beberapa para ahli .

Pengertian pemasaran menurut American Marketing Association (AMA) yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2009;6) yang diterjemahkan oleh Benyamin Molan adalah sebagai berikut :

“Satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya”.

(2)

Menurut Marketing Association of Australia and New Zealand (MAANZ) yang dikutip oleh Buchari Alma (2009;3), memberikan pengertian pemasaran sebagai berikut :

“Pemasaran adalah aktivitas yang memfasilitasi dan memperlancar suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan melalui penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga dari barang, jasa, dan ide”.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses penciptaan, penawaran dan pertukaran (nilai) produk dengan yang lain, dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang untuk mendistribusikan barang-barang dari produsen kepada konsumen untuk mencapai sasaran serta tujuan organisasi.

2.1.2 Pengertian Bauran Pemasaran

Bauran Pemasaran (Marketing Mix) merupakan suatu strategi yang paling umum digunakan suatu perusahaan dalam menghadapi persaingan. Bauran pemasaran merupakan salah satu konsep kunci dalam teori pemasaran modern. Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol (controllable) perusahaan dalam komunikasinya dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen sasaran.

Untuk menjelaskan hal tersebut, berikut ini kita lihat beberapa definisi dari para ahli sebagai berikut :

Menurut Kotler dan Keller (2009;23), menyatakan bahwa Bauran pemasaran adalah perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya. Sedangkan menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006;70) menyatakan bahwa Bauran pemasaran (marketing mix) adalah alat bagi pemasar yang terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses.

(3)

Jadi dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah suatu perangkat alat pemasaran yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan terhadap produknya dan perangkat-perangkat tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan.

Unsur bauran pemasaran menurut lupiyoadi dan hamdani (2006;70) sering kali dikenal dengan sebutan 4 P. pengertian unsur-unsur marketing mix dapat diklasifikasikan menjadi 4P(product, price, place, promotion). Sedangkan bauran pemasaran dalam bentuk jasa perlu ditambahkan 3P, sehingga bauran pemasaran menjadi 7 P (product, price, place, promotion, people, physical evidence, process). Adapun pengertian masing-masing bauran pemasaran diatas adalah :

1. Produk (product)

Produk merupakan penawaran berwujud perusahaan kepada pasar, yang mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemampuan produk

2. Harga (price)

Sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk mendapatkan produk 3. Tempat (place)

Kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan pasaran

4. Promosi (promotion)

kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya.

5. Orang (people)

Semua pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan dalam hal ini mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk elemen ini adalah personel perusahaan dan konsumen

6. Bukti fisik (physical evidence)

Bukti fisik jasa mencangkup semua hal yang berwujud berkenaan dengan suatu jasa seperti brosur, kartu bisnis, format laporan, dan peralatan.

(4)

7. Proses (process)

Semua prosedur aktual, mekanisme dan aliran aktifitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan system pengujian atau operasi)

2.2 Jasa

2.2.1 Pengertian Jasa

Jasa merupakan segala aktifitas yang berkaitan dengan interaksi kepada pelanggan, jasa sendiri bersifat tidak nyata namun dapat dirasakan langsung pada saat terjadi aktifitas yang berhubungan dengan jasa. Banyak ahli pemasaran yang mengungkapkan definisi jasa, dimana masing masing mengemukakannya dengan sudut pandang sendiri. Beberapa definisi yang diungkapkan adalah sebagai berikut :

Jasa (service) menurut Kotler dan Keller (2009;214) :

“Any act or performance that one party can offer another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. It’s production may or not be tied to a physical product. “

Kotler mendefinisikan jasa adalah setiap aktifitas, manfaat atau performance yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang bersifat intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun dimana dalam produksinya dapat terikat maupun tidak dengan produk fisik. Sedangkan Menurut Zeithaml dan Bitner (2007;243) mendefinisikan jasa sebagai berikut :

“Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk, dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) dan bersifat tidak berwujud.

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan pada dasarnya jasa merupakan suatu tindakan yang tidak berwujud, yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. dalam memproduksi suatu jasa dapat menggunakan bantuan suatu produk fisik tetapi juga tidak. Disamping itu juga jasa tidak mengakibatkan peralihan hak

(5)

suatu barang secara fisik atau nyata, jika seseorang pemberi jasa memberikan jasanya kepada orang lain, maka tidak ada perpindahan hak milik secara fisik.

2.2.2 Karakteristik Jasa

Suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan berfungsi untuk membedakannya dengan produk barang. Menurut Kotler dan Armstrong (2009;223) ada empat karakteristik jasa :

1. Intangibility (tidak berwujud)

Service cannot be seen, tested, felt, heard, or smellesed before purchase

Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut, maka calon pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen mencari bukti kualitas jasa berdasar enam hal berikut :

a. Tempat (place)

Tempat yang mendukung seperti kebersihan yang terjaga, kenyamanan untuk konsumen, dan suasana yang mendukun

b. Orang (people)

Orang yang menangani mampu melaksanakan tugas dengan baik. Sudah terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain.

c. Peralatan (equipment)

Peralatan penunjang sperti computer, meja, mesin fax, dan lain sebagainya. d. Komunikasi material (communication material)

Bukti – bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau hasil jadi dalam foto.

e. Simbol (symbol)

Nama dan simbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan kelebihannya dalam melayani konsumen

(6)

f. Harga (price)

Harga yang masuk akal dan dapat pula dipadukan dengan berbagai macam promosi penjualan seperti bonus, diskon dan lain-lain

2. Bervariasi (variability)

Quality of service depends on who provides them and when, where, and how. Jasa bersifat non standar dan sangat variatif. Berbeda dengan kualitas produk fisik yang sudah terstandar, kualitas jasa bergantung pada siapa penyedianya, kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu diberikan. Oleh karena itu jasa sangat bervariasi dan berbeda antara satu dengan yang lainnya.

3. Tidak dapat dipisahkan (inseparability)

Service cannot be separated from their provides

Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan dengan partisipasi konsumen didalamnya

4. Tidak dapat disimpan (perishability)

Service cannot be stored for later sale or use

Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya ada pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh si penerima. Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud yang dapat diproduksi terlebih dahulu, disimpan dan dipergunakan dilain waktu.

2.2.3 Klasifikasi Jasa

Sebagai konsekuensi dari adanya berbagai macam variasai bauran pemasaran antar barang dan jasa diatas, maka sulit untuk menggeneralisir jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih lanjut. Banyaknya pakar yang melakukan klasifikasi jasa, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang dissesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing.

Klasifikasi jasa menurut Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono dalam (2009:8-12), terdapat tujuh kriteria sebagai berikut :

(7)

1. Segmen Pasar

Berdasarkan segmen pasarnya, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditunjukkan pada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, katering, jasa tabungan, dan pendidikan) dan jasa bagi konsumen organisasional (misalnya biro iklan, jasa akuntansi, perpajakan dan jasa konsultan manajemen).Baik konsumen akhir ataupun konsumen organisasional memiliki kesamaan dalam pembelian jasa, yaitusama-sama menggunakan metode pengambilan keputusan tergantung aspek kepentingan serta penggunaannya. Sedangkan perbedaan utama diantara kedua segmen tersebut terletak pada alasan dan kriteria spesifikasi dalam memilih setiap jasa dan penyedia layanan jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas pada pengerjaan jasa yang diperlukan.

2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility)

Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Rented Goods Service

Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif selama waktu tertentu pula. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakan. Contohnya penyewaan mobil, kaset video, vila dan apartement.

b. Owned Goods Service

Pada Owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan (untuk kerja), atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa, contohnya jasa reparasi (arloji, mobil dan lain-lain).

(8)

c. Non Goods Service

Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berwujud) ditawarkan kepada para pelanggan contohnya sopir, dosen, pemandu wisata, dan lain-lain.

3. Keterampilan Penyedia Jasa

Terdapat dua tipe pokok jasa dalam tingkat keterampilannya. Jasa pertama, profesional service (seperti dosen, konsultan manajemen, konsultan hukum, pengacara, dokter, perawat) dan jasa kedua, non profesional service (seperti jasa supir taksi, tukang parkir, pengantar surat). Pada jasa yang memerlukan keterampilan tinggi dalam proses operasinya, pelanggan cenderung sangat selektif dalam memilih penyediaan jasa. Hal ini yang menyebabkan para professional dapat meningkatkan para pelanggannya.

4. Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (misalnya bank, penerbangan) dan non-profit (misalnya sekolah, yayasan, panti asuhan, perpustakaan dan museum).

5. Regulasi

Dari aspek regulasi, jasa dibagi menjadi regulated services (misalnya jasa pialang, angkutan umum, media massa, dan perbankan) dan non-regulated services (seperti jasa makelar, katering, kost dan asrama, kantin sekolah)

6. Tingkat Intensitas Karyawan

Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja) jasa dapat dikelompokkan menjadi :

a. Equipment based service (misalnya cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon jarak jauh, ATM, vending machine dan binatu)

b. People based service (seperti pelatih sepakbola, satpam, jasa akuntansi, konsultasi manajemen, dan konsultan hukum)

(9)

7. Tingkat kontak peyediaan jasa dan pelanggan

Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi High Contact Service (seperti universitas, bank, dokter, dan pegadaian) dan Low Contact Service (misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak pelanggannya tinggi, keterampilan interpersonal harus diperhatikan oleh perusahaan jasa. Sebaliknya pada jasa yang tingkat kontaknya rendah, justru keahlian teknis karyawan yang paling penting.

2.2.4 Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa

Pada kenyataanya, pemasaran jasa agak berbeda dengan pemasaran barang-barang manufaktur. Perbedaan ini dikarenakan sifat dan karakteristik produk jasa. Produk jasa membuat bermacam-macam kegiatan yang dilaksanakan dalam berbagai situasi dan kondisi.

Menurut Kotler dan Keller (2009;117) menyatakan bahwa aspek-aspek pada pemasaran jasa cukup penting, berikut adalah uraiannya :

1. Pemasaran Eksternal

Menggambarkan aktivitas normal yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempersiapkan jasa, menetapkan harga, melakukan distribusi dan mempromosikan jasa yang bernilai superior terhadap pelanggan. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka pelanggan akan terikat dengan perusahaan, sehingga laba jangka panjang bisa terjamin

2. Pemasaran Internal

Menggambarkan tugas yang diemban perusahaan dalam rangka melatih motivasi karyawan sebagai asset utama perusahaan dan ujung tombak pelayanan, agar dapat melayani pelanggan dengan baik. Aspek ini bisa membangkitkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, loyalitas dalam organisasi. Secara teknik pemasaran internal berarti mengaplikasikan setiap aspek pemasaran didalam perusahaan.

(10)

3. Pemasaran Interaktif

Pemasaran interaktif menggambarkan interaksi antara pelanggan dan karyawan. Pelanggan yang puas akan melnjalin hubungan berkesinambungan dengan personil dan perusahaan yang bersangkutan.

Gambar 2.1 Tiga Jenis Pemasaran Dalam Industry Jasa Kotler dan Keller (2007;118)

2.3 Kualitas Pelayanan

2.3.1 Pengertian Kualitas Pelayanan

Kualitas atau mutu suatu jasa adalah hal yang perlu diperhatikan oleh setiap perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan, karena jika konsumen merasa kualitas jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tidak memuaskan, maka kemungkinan besar para konsumen akan menggunakan jasa perusahaan lain.

Perusahaan Pemasaran Internal Pemasaran Eksternal Pemasaran Interaktif Karyawan Pelanggan

(11)

Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan yang berkualitas tinggi dibandingkan dengan para pesaing yang lebih tinggi daripada harapan pelanggan.

Definisi dari kualitas pelayanan atau kualitas jasa bermacam-macam, banyak pendapat yang mengemukakan tentang pengertian dari kualitas jasa itu sendiri. Inti dari kualitas jasa berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetepan dalam penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan

Definisi kualitas jasa menurut Parasuraman (1995 : 44) adalah :

“the quality that a consumer perceives in a services is a functions of the magnitude and directions of the gap between expected service and perceived service”

Sedangkan definisi kualitas jasa menurut Wykof yang dikutip oleh Tjiptono (2009:59) adalah :

“Kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”.

Dengan kata lain, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service dan Perceived Service. Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan (perceived value) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa bergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

(12)

2.3.2 Kesenjangan Dalam Penyampaian Jasa

Menurut Parasuraman, A, et al (1985 : 44) seperti yang dikutip oleh Tjiptono (2009;147) mengidentifikasikan lima gap (kesenjangan) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa. Kelima gap tersebut adalah :

1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung atau sekunder apa yang diinginkan oleh pelanggan.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa.

Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang dinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan

3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa.

Ada beberapa kasus terjadinya gap, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak memenuhi standar kinerja yang ditetapkan 4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal

Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat terpenuhi.

5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan

Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersiapkan kualitas jasa tersebut.

(13)

Sumber : Fandy Tjiptono, Manajemen Jasa (2009;82)

Gambar 2.2 Model Kualitas Pelayanan Jasa

2.3.3 Prinsip-prinsip Kualitas Jasa

Dalam rangka menciptakan gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif serta menyempurnakan kualitas, setiap organisasi harus mampu mengimplementasikan enam prinsip utama yang berlaku baik perusahaan manufaktur maupun organisasi jasa.

Keenam prinsip ini sangat bermanfaat bagi setiap perusahaan yang menjalankannya serta mampu mempertahankan lingkungan yang tepat untuk

Kebutuhan personal Jasa yang diharapkan Jasa yang dirasakan Penyampaian jasa Penjabaran spesifikasi Persepsi manajemen Pengalaman yang lalu Komunikasi dari mulut ke mulut Komunikasi eksternal GAP 4 GAP 1 GAP 2 GAP 3 GAP 5 PEMASAR KONSUMEN

(14)

melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan, dan pelanggan.

Enam prinsip pokok tersebut menurut Wolkins, yang dikutip oleh Tjiptono (2009:75), yaitu:

1. Kepemimpinan

Strategi kualitas perusahaan harus inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan. 2. Pendidikan

Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.

3. Perencanaan Strategik

Proses perencanaan strategik harus mencangkup pengukuran dan tujuan kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visi dan misinya.

4. Review

Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas.

(15)

5. Komunikasi

Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti : pemasok, pemehang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain.

6. Pengharapan dan pengakuan (Total Human Reward)

Reward dan recognition merupakan aspek krusial dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang menghasilkan prestasi perlu diberikan suatu imbalan dan prestasinya diakui oleh organisasi. Dengan cara seperti itu, motivasi serta semangat kerja, rasa bangga, dan rasa mmiliki (sense of belong) setiap anggota organisasi dapat meningkat, yang pada gilirannya berkontribusi pada meningkatnya produktivitas karyawan dan profitabilitas bagi perusahaan, serta kepuasan dan loyalitas pelanggan

2.3.4 Faktor – Faktor Yang Menentukan Penilaian Kualitas Jasa

Langkah pertama dalam program penilaian kualitas adalah menentukan apa yang diukur. Suatu pengukuran memang hanya akan menjadi efisien bila dipahami apa yang akan diukur sebelum bertanya bagaimana cara mengukurnya. Dalam hal ini tentu saja setiap perusahaan jasa memiliki pandangan tersendiri. Salah satu cara utama membedakan sebuah perusahaan jasa adalah memberikan jasa berkualitas tinggi dari pesaing secara konsisten. Dan kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan kualitas jasa pelanggan.

Lima dimensi penentu mutu jasa menurut Parasuraman, Zeithami, Berry yang dikutip Kotler dan keller (2010;52), kelima dimensi tersebut disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya :

(16)

1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat

2. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.

3. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan

4. Emphaty (empati), yaitu kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus pada masing-masing pelanggan.

5. Tangible (berwujud), yaiut penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan bahan komunikasi.

Dimensi kualitas jasa tersebut dipergunakan dalam menilai seberapa jauh antara harapan konsumen dan kenyataan yang dirasakan oleh pelanggan terhadap pelayanan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan.

Menurut pendapat lainnya terdapat delapan dimensi kualitas pelayanan jasa dan dapat digunakan sebagai pondasi strategis dan analisis bagi perusahaan, delapan dimensi tersebut dikemukakan oleh Garvin yang dikutip oleh Tjiptono (2009:68), yaitu :

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, konsumsi listrik, jumlah kapasitas yang dapat dipakai konsumen, kemudahan dan kenyaman dalam menggunakan jasa tersebut, dan sebagainya. 2. Ciri-ciri keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau

pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti AC, sound system, kursi, meja, dan sebagainya.

3. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya komputer yang tidak sering mengalami kendala dalam proses penggunaan.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakterisik desain dan opersai memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan

(17)

sebelumnya. Misalnya standar keamanan ruangan penyedia jasa, apakah tersedia peralatan keamanan apabila terjadi suatu kejadian yang tidak diinginkan seperti kebakaran atau gempa bumi.

5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun ekonomis penggunaan komputer.

6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah diperbaiki, serta penanganan keluhan yang memuaskan.

7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik yang menarik, model desain yang artistik, warna, dan sebagainya.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Bery yang dikutip oleh Tjiptono (2009:69) mengidentifikasi ada sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan jasa. Kesepuluh faktor tersebut adalah:

1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai jadwal yang disepakati.

2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.

3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.

4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain.

(18)

5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, teller, operator telepon, dan lain-lain).

6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengar saran dan keluhan pelanggan. 7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama

perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik contact personnel, dan interaksi dengan pelanggan.

8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keraguan. Aspek ini meliputi keamana secara fisik, keamanan finansial, dan kerahasiaan.

9. Understanding, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.

Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bias berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik dari jasa misalnya unit komputer yang digunakan.

2.3.5 Faktor – Faktor Penyebab Kualitas Jasa Yang Buruk

Setiap perusahaan harus benar memahami sejumlah faktor potensial yang bisa menyebabkan buruknya kualitas pelayanan jasa. Tjiptono & Chandra (2007;175) dalam bukunya Service, Quality & Satisfaction mengemukakan beberapa faktor, diantaranya :

1. Produksi dan konsumsi terjadi secara simultan.

Salah satu karakteristik unik jasa adalah inseparability, artinya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Hal yang kerap kali terjadi menimbulkan kehadiran dan partisipasi pelangan dalam proses penyampaian jasa. Konsekuensinya, berbagai macam persoalan sehubungan dengan interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan jasa bisa saja terjadi. Beberapa kelemahanyang kerap kali terjadi pada karyawan jasa dan mungkin berdampak negatif terhadap persepsi kualitas meliputi :

(19)

a. Tidak terampil dalam melayani pelanggan

b. Cara berpakaian karyawan yang kurang sesuai dengan konteks c. Tutur kata karyawan kurang sopan atau bahkan menyebalkan d. Bau badan karyawan mengganggu kenyamanan pelangan e. Karyawan selalu cemberut atau pasang muka “angker” 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi.

Keterlibatan karyawan secara insentif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan. Faktor yang bisa mempengaruhi antara lain : upah rendah (umumnya karyawan yang melayani dan berinteraksi langsung dengan pelanggan memiliki tingkat pendidikan dan upah yan paling rendah dalam perusahaan), pelatihan yang kurang memadai atau bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, tingkat perputaran karyawan terlalu tinggi, dan lain-lain.

3. Dukungan terhadap karyawan internal kurang memadai.

Karyawan front-line merupakan ujung tombak sistem penyampaian jasa, agar mereka dapat memberikan jasa secara efektif, mereka tentunya membutuhkan dukungan dari fungsi-fungsi utama dari manajemen (operasi, pemasaran, keuangan, SDM), dukungan tersebut berupa fasilitas yang memadai bagi setiap fungsi-fungsi operasional, dan tidak kalah pentingnya adalah unsur pemberdayaan (empowerment), baik menyangkut karyawan front-line maupun manajer.

4. Gap komunikasi

Komunikasi merupakan faktor penting dalam menjalin kontak dengan pelanggan. Bila terjadi gap komunikasi antara organisasi dan pelanggan, akan menimbulkan persepsi negatif terhadap kualitas pelayanan jasa. Gap-gap komunikasi bisa berupa :

(20)

a. Penyedia jasa memberikan janji berlebih, tetapi tidak mampu untuk memenuhinya.

b. Penyedia jasa tidak bisa selalu memberikan informasi terbaru kepada para pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan prosedur/ aturan, perubahan susunan barang di rak panjang pasar swalayan, dan lain-lain. c. Pesan komunikasi penyedia jasa tidak mampu dipahami oleh pelanggan. d. Penyedia jasa tidak memperhatikan atau tidak merespon dengan cepat

keluhan serta saran dari para pelanggan.

5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama.

Setiap pelanggan tentunya memiliki karakter yang unik dan tentunya akan berbeda satu sama lain. Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa, tidak semua pelangan bersedia menerima jasa yang seragam (standarized services). Sering dialami seperti pelanggan yang menginginkan atau menuntut jasa yang sifatnya personal dan berbeda dengan pelanggan lainnya. Hal ini menimbulkan tantangan bagi para penyedia jasa dalam hal kemampuan memahami kebutuhan spesifik pelanggan individual dan memahami perasaan pelanggan terhadap penyedia jasa dan layanan yang mereka terima.

6. Perluasan atau pengenbangan jasa secara berlebihan.

Dalam hal lain mengintroduksi jasa baru atau menyempurnakan jasa lama dapat meningkatkan peluang pertumbuhan bisnis dan menghindari terjadinya layanan buruk. Disisi lainnya, bila terlampau banyak jasa baru dan tambahan terhadap jasa yang sudah ada, hasil yang didapat belum tentu optimal, bahkan tidak menutup kemungkinan timbul masalah-masalah seputar standar kualitas jasa. Selain itu, pelanggan juga bisa bingung membedakan variasi penawaran jasa, baik dari segi fitur, keunggulan, maupun tingkat kualitasnya.

7. Visi bisnis jangka pendek.

Visi jangka pendek (misalnya, orientasi pada pencapaian target penjualan dan laba tahunan, penghematan biaya sebesar-besarnya, dan lain-lain bisa merusak

(21)

kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai contoh, kebijakan bank untuk menekan biaya dengan cara menutup sebagian kantor cabangnya akan mengurangi akses bagi para nasabahnya, yang pada gilirannya bisa menimbulkan ketidakpuasan pelanggan dan persepsi negatif terhadap kualitas jasa bank yang bersangkutan.

2.3.6 Strategi Meningkatkan Kualitas Jasa

Meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, upaya tersebut juga berdampak luas yaitu terhadap budaya organisasi secara keseluruhan.

Menurut tjiptono, (2006;88) diantara berbagai faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah :

1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah riset untuk mengidentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran. Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran tersebut terhadap perusahaan dan pesaing

2. Mengelola harapan pelanggan

Perusahaan sebaiknya tidak melebih-lebihkan pesan komunikasinya pada pelanggan. Hal seperti ini dapat menjadi kelemahan bagi perusahaan itu sendiri. 3. Mengelola bukti kualitas jasa

Tujuannya untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Karena jasa tidak dapat dirasakan, maka pelanggan cenderung memperhatikan fakta-fakta yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. 4. Mendidik pelanggan tentang jasa

Dapat dilakukan berbagai upaya, seperti :

a. Perusahaan mendidik pelanggannya untuk melakukan sendiri jasa tertentu. b. Perusahaan membantu pelanggan mengetahui kapan menggunakan suatu jasa

(22)

c. Perusahaan mendidik pelanggannya mengenai cara menggunakan jasa

d. Perusahaan dapat pula meningkatkan persepsi tentang kualitas dengan cara menjelaskan kepada pelanggan alasan-alasan yang mendasari suatu kebijakan. 5. Mengembangkan budaya kualitas

Budaya kualitas merupakan system nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus. Agar dapat tercipta budaya kualitas yang baik dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi.

6. Menciptakan automatic quality

Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki.

7. Menindaklanjuti jasa

Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan

8. Mengembangkan system informasi kualitas jasa

Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan

(23)

2.4 Kepuasan Pelanggan

2.4.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan

Sebenarnya konsep kepuasan nasabah masih bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana maupun kompleks. Dalam hal ini peranan setiap individu dalam suatu jasa sangatlah penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk. Banyak pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan nasabah. Menurut Lovelock dan Wright (2007;102) : “Kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pasca pembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan atau kesenangan.” Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2007;177) menyatakan bahwa : “Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan.”

Menurut Engel et al yang dikutip oleh Tjiptono (2006), menyatakan kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut : “kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternative yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan”.

Dari definisi atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa kesamaan di antara beberapa definisi yang telah disebutkan diatas, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan). Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Sehingga pelanggan dapat menjalani salah satu dari tiga tingkatan kepuasan yang umum. Kalau kinerja dibawah harapan, pelanggan merasa kecewa. Kalau kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan

(24)

akan merasa puas. Secara konseptual, kepuasan pelanggan dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan dalam gambar pada halaman berikut :

Sumber: Tjiptono (2009;25)

Gambar 2.3 Konsep Kepuasan Pelanggan

Dalam penelitian ini yang menyangkut masalah kepuasan nasabah, diasumsikan bahwa kepuasan nasabah dinyatakan secara ordinal. Harapan nasabah dibentuk berdasarkan pengalaman pribadi, teman-teman, dan juga dari komunikasi yang disampaikan lewat iklan, brosur, atau dengan cara lain. Apabila mereka membeli jasa tersebut, mereka membandingkan dengan harapan mereka. Apabila jasa yang mereka rasakan jauh berbeda dibawah jasa yang mereka harapkan, diasumsikan bahwa nasabah belum terpuaskan, untuk itu perusahaan harus memberikan jasa melebihi harapan mereka (mutu jasa) agar perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang unggul dibandingkan para pesaing.

Tujuan Perusahaan Produk Nilai Produk Bagi Pelanggan Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Harapan Pelanggan Terhadap Produk Tingkat Kepuasan Pelanggan

(25)

Perusahaan berfikir bahwa mendapatkan pelanggan adalah tugas bagian pemasaran/penjualan pemasaran, jika bagian tersebut tidak bisa mendapatkan pelanggan bahwa perusahaan menyimpulkan kinerja penjualan atau pemasaran kurang baik. Akan tetapi kenyataanya adalah pelayanan perusahaan itu sendiri yang dapat menarik pelanggan dan mempertahankan pelanggan sehingga tercipta kepuasan pelanggan, karena kepuasan merupakan fungsi dari persepsi. Kesan atas kinerja dan harapan, dengan begitu bila kinerja tidak memenuhi harapan sangat berpengaruh dengan kepuasan pelanggan.

2.4.2 Strategi Kepuasan Pelanggan

Upaya mewujudkan kepuasan pelanggan bukanlah hal yang mudah. Namun upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya strategi kepuasan pelanggan akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan.

Menurut Tjiptono (2006;160) ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya :

1. Relationship marketing

Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulang (repeat business)

2. Strategi Superior Customer Service

Perusahaan yang menerapkan strategi ini berusaha menawarkan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha yang gigih. Meskipun demikian, perusahaan yang bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasanya. Akan ada kelompok pelanggan yang tidak berkeberatan dengan harga

(26)

mahal tersebut. Selain itu perusahaan yang baik akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang lebih besar.

3. Strategi Unconditional Guarantees/Extraordinary Guarantees

Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, perusahaan jasa dapat mengembangkan pelayanannya terhadap kualitas jasa, misalnya dengan merancang garansi tertentu atau dengan memberikan purnajual yang baik. Purnajual ini harus pula menyediakan media yang efisien dan efektif untuk menangani keluhan, meskipun hanya membiarkan pelanggan melepaskan emosinya, itu sudah cukup baik. Minimal persepsi terhadap kepuasan dan kewajaran akan meningkat jika perusahaan mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf, serta memberikan semacam ganti rugi yang berharga bagi pelanggan.

4. Strategi penanganan keluhan yang efektif

Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas. Manfaat lain (Mudie dan Cottam, 1993) yang dapat diperoleh adalah :

a. Penyedia jasa memperoleh kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan yang kecewa

b. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negative. Citra buruk jasa perusahaan mudah berkembang dan sangat merugikan perusahaan.

c. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalamnya saat ini.

d. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya

(27)

2.4.3 Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler dan Keller yang dikutip oleh Tjiptono dan Chandra (2006;210) ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan pesaing). Ada empat metode untuk mengukur kepuasan yaitu :

1. System keluhan dan saran

Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan mereka. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkan untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.

2. Ghost shopping

Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk/jasa. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut.

3. Lost customer analysis

Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Adanya kesulitan penerapan pada metode ini adalah pada mengidentifikasi dan mengkontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan

(28)

4. Survey kepuasan pelanggan

Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.

2.4.4 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler dan Amstrong (2009:14) kepuasan pelanggan adalah di mana kinerja produk yang diterima (product perceived performance) sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Pendapat tersebut dapat dituangkan menjadi fungsi kepuasan sebagai berikut (Kaihatu, 2008) :

Keterangan:

S = Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan) E = Expectation (harapan pelanggan)

P = Perceived Performance (jasa yang diterima pelanggan) Dari fungsi tersebut, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Jika E > P, maka pelanggan akan merasa tidak puas

Jika E = P, maka pelanggan akan merasa puas

Jika E < P, maka pelanggan akan merasa sangat puas

2.5 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa jasa tidak nyata (intangible) dimana jasa tersebut tidak dapat dirasakan, diraba, didengar atau diperbaharui sebelum dibeli. Dengan demikian pelanggan akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa (pelayanan) tersebut melalui orang lain. Sudah menjadi tugas para penyedia jasa untuk membuktikan atau menyatakan yang tidak nyata sesuatu yang

(29)

dapat memberikan bukti fisik dan citra penawaran abstrak mereka sehingga pelanggan dapat merasakan jasa-jasa yang diberikan perusahaan untuk kemudian dievaluasi oleh pelanggan, apakah jasa tersebut sesuai dengan yang diharapkan, melebihi harapan mereka, ataukah berada dibawah harapan mereka.

Menurut Kotler dan Keller (2007;66-67) salah satu hal yang diharapkan oleh pelanggan dari perusahaan adalah kualitas produk dan jasa yang tinggi. Kebanyakan pelanggan tidak lagi bersedia menerima atau mentoleransi kinerja kualitas yang biasa-biasa saja. Dengan demikian akan terdapat hubungan yang erat antara kualitas jasa dan kepuasan pelanggan.

Apabila pelanggan merasa puas, maka mereka akan melakukan konsumsi yang lebih dari yang sebelumnya, melakukan konsumsi yang baru, atau pemakaian jasa yang lebih besar sehingga hubungan dengan pelanggan untuk jangka panjang dan tahan lama akan tercapai. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap kualitas yang ada, maka pelanggan tersebut akan meninggalkan perusahaan untuk mecoba jasa perusahaan lain.

Satu hal yang perlu diketahui adalah jika para pelanggan melepas diri karena merasa tidak puas, maka mereka bisa menjadi menyebarkan image buruk yang beredar dari mulut ke mulut tentang perusahaan sehingga berakibat kerugian ekonomi yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan.(Buchari Alma 2009;283)

2.6 Kerangka Pemikiran

Kualitas pelayanan suatu Bank berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan nasabah serta ketetapan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Pelanggan akan menilai kualitas rendah jika kinerja tidak memenuhi harapan dan menilai kualitas tinggi ketika kinerja melebihi harapan. Nilai kualitas pelayanan yang diberikan Nasabah terhadap suatu Bank tergantung pada kemampuan Bank dan karyawannya dalam memenuhi harapan nasabah secara konsisten

(30)

Parasuraman, et al. (1985) yang dikutip oleh Kotler (2000) dalam Thomas Kaihatu (2008) mengemukakan Terdapat lima dimensi yang dirancang untuk mengukur kualitas pelayanan jasa yang didasari pada perbedaan antara nilai harapan dengan nilai kinerja yang dirasakan oleh pelanggan yaitu Tangibles (Bukti fisik), Empathy (Perhatian), Reliability (Kehandalan), Responsiveness (Daya tanggap), Assurance (Jaminan)

Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran

Seperti yang telah diuraikan diatas menurut Kotler dan Keller (2007;177) menyatakan bahwa : “Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan”. Sehingga untuk melihat kepuasan nasabah Bank BRI Kantor Cabang Martadinata Bandung adalah dengan membandingkan apa yang diharapkan oleh nasabah terhadap kinerja yang dirasakan oleh nasabah terhadap pelayanan yang diberikan Bank BRI Kantor Cabang Martadinata Bandung.

Kualitas Pelayanan (X) :

1. Bukti Fisik (Tangible) 2. Empati (Emphaty) 3. Keandalan (Reliability) 4. Daya Tanggap

(Responsiveness) 5. Jaminan (Assurance)

Gambar

Gambar 2.1 Tiga Jenis Pemasaran Dalam Industry Jasa  Kotler dan Keller (2007;118)
Gambar 2.2 Model Kualitas Pelayanan Jasa
Gambar 2.3  Konsep Kepuasan Pelanggan
Gambar 2.4  Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin

Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang

Hipotesis dalam variabel ini adalah H1 : Kegunaan yang dirasakan berpengaruh positif signifikan terhadap Sikap menggunakan M- banking pada Bank CIMB Niaga di

Sesuai dengan judul yang peneliti ambil dalam penelitian ini, maka penelitian ini hanya terfokus pada makna dari konsep islamisasi ilmu Ismail Raji al- Faruqi yang

Sementara itu, tokoh masyarakat (termasuk tokoh adat) dapat mensosialisasikan HIV/AIDS serta narkoba dalam kelompok keluarga untuk mendorong keterlibatan mereka dalam

yang besar dan kasar dengan jumlah elemen yang lebih sedikit menunjukan bahwa hasil perhitugan gaya drag sangat jauh dari kestabilan. Pada Gambar tersebut kestabilan diperoleh

Fungsi Seni Rupa Tiga Dimensi Karya seni rupa tiga dimensi pada umumnya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan karya-karya seni rupa murni patung, relief, monumen