• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB - 6 Kategorisasi Berdasarkan Interval Nilai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB - 6 Kategorisasi Berdasarkan Interval Nilai"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 6

K

ATEGORISASI

B

ERDASARKAN

I

NTERVAL

(2)

KATEGORISASI

BERDASARKAN INTERVAL NILAI

Pengantar

Untuk membuat kategorisasi atau pengelompokan data di samping dapat menggunakan kuartil (K), desil (D), persentil (P), dan jenjang persentil (JP) seperti yang telah dibahas dalam modul 5, ada cara lain yang sering kita temukan dalam kehidupan praktis. Cara lain itu adalah kategorisasi berdasarkan interval nilai dengan simpangan baku (SD) sebagai alat utamanya.

Agar lebih mudah memahami bagaimana prosedur kategorisasi berdasarkan interval nilai yang akan dibahas dalam bab 6 ini dianjurkan pembaca telah mempelajari bab 5.

Setelah mempelajari bab 6 ini pembaca diharapkan dapat memperoleh pemahaman tentang :

1. simpangan baku sebagai ukuran jarak.

2. penggunaan simpangan baku sebagai alat klasifikasi data. 3. nilai baku sebagai dasar angka skala.

4. penggunaan angka skala sebagai alat klasifikasi data.

(3)

KATEGORISASI

BERDASARKAN INTERVAL NILAI

A.

Pengantar

Pada bab 4 telah diuraikan berbagai alat untuk membuat kategorisasi yang berdasarkan pada proporsi atau frekuensi. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita dituntut untuk membuat kategorisasi atau penggolongan tidak berdasarkan proporsi, melainkan dengan dasar yang lain. Seperti kategorisasi status ekonomi yang dipilah menjadi status ekonomi kelas tinggi, kelas menengah, dan kelas bawah. Contoh lain adalah klasifikasi pada tingkat kecerdasan yang dipilah menjadi bodoh, rata-rata, cerdas, dan sangat cerdas. Atau klasifikasi pada prestasi belajar siswa yang dipilah menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Kategorisasi-kategorisasi seperti demikian itu tidak berdasarkan pada proporsi melainkan berdasarkan pada nilai atau sekor. Misalnya orang dianggap mempunyai tingkat kecerdasan normal (rata-rata) jika ia mempunyai IQ antara 95 – 105, jika ia mempunyai IQ di bawah interval itu maka disebut bodoh, dan jika di atas interval itu maka disebut cerdas. Orang disebut miskin dan berhak mendapatkan BLT (bantuan langsung tunai) dari pemerintah, jika mereka mempunyai penghasilan di bawah UMP (upah minimum propinsi).

Untuk melakukan kategorisasi berdasarkan nilai atau sekor ini orang biasanya mempergunakan simpangan baku (SD) dan nilai baku ataupun angka skala sebagai alat bantu yang praktis.

Bagaimana cara atau pedoman mana yang kita gunakan untuk melakukan kategorisasi akan mempengaruhi hasil kategorisasinya, walaupun kita tidak menentukan cara mana yang terbaik. Karena yang terbaik adalah yang sesuai dengan tujuan kategorisasi dan sifat/keadaan objek kategorisasi itu sendiri.

B. Kategorisasi Berdasarkan Simpangan Baku (SD)

Seperti halnya rentangan (R) simpangan baku (SD) juga dapat dipandang sebagai alat ukuran jarak. Oleh karena itu SD dapat digunakan sebagai alat untuk membuat klasifikasi. Contoh dalam suatu distribusi normal

(4)

orang menganggap bahwa R (jarak nilai terendah sampai nilai tertinggi) = 6 SD, yaitu 3 SD di bawah M dan 3 SD di atas M. Walaupun sebebarnya di bawah M - 3 SD dan di atas M + 3 SD masih ada frekuensi atau proporsinya, namun karena sangat kecil orang menabaikan keberadaanya.

-3 -2 -1 0 1 2 3

Gambar 6.1: Panjang R dalam satuan SD

Dengan berdasarkan hal tersebut, kita dapat membuat klasifikasi pada suatu distribusi, misalnya menjadi 3 klasifikasi atau lima klasifikasi. Jika kita membuatnya menjadi 3 klasifikasi, maka masing-masing klasifikasi berinterval 6 SD : 3 = 2 SD.

R S T

-3 -2 -1 0 1 2 3

Gambar 6.2 : Distribusi Normal dibagi menjadi Tiga kategori

Tiga klasifikasi tersebut misalnya tinggi (T), sedang (S), dan rendah (R), seperti pada gambar 6.2 di atas, maka yang termasuk klasifikasi rendah (R) adalah nilai di bawah M – 1 SD, yang termasuk klasifikasi sedang (S) adalah nilai yang terletak antara M – 1 SD sampai M + 1 SD, dan yang termasuk klsaifikasi tinggi (T) adalah nilai yang berada di atas M + 1 SD.

Klasifikasi Interval

Tinggi X > M + 1 SD

Sedang M – 1 SD ≤ x ≤ M + 1 SD

(5)

Contoh : suatu distribusi diketahui mempunyai M = 50 dan SD = 10. Jika distribusinya normal dan akan diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi seperti tersebut di atas maka, titik-titik batas klaifikasinya adalah :

M – 1 SD = 50 – 10 = 40. M + 1 SD = 50 + 10 = 60 Sehingga menjadi: Klasifikasi Interval Tinggi di atas 60 Sedang 40 – 60 Rendah Di bawah 40 R S T 40 50 60

Gambar 6.3 : Letak Skor Batas Klasifikasi

Jadi yang termasuk klasifikasi tinggi adalah sekor-sekor di atas 60, sekor-sekor antara 40 sampai 60 termasuk sedang, sekor di bawah 40 termasuk klasifikasi rendah.

Jika membuatnya menjadi lima klasifikasi, misalnya sangat tinggi (ST), tinggi (T), sedang (S), rendah (R), dan sangat rendah (SR), maka interval masing-masing klasifikasinya adalah 6 SD : 5 = 1,2 SD

SR ST R S T

-3 -1,8 -0,6 0,6 1,8 3

Gambar 6.4 : Distribusi Normal dibagi menjadi Tiga kategori

(6)

Klasifikasi Interval Sangat tinggi x > M + 1,8 SD Tinggi M + 0,6 SD < x ≤ M + 1,8 SD Sedang M – 0,6 SD ≤ x ≤ M + 0,6 SD Rendah M – 1,8 SD ≤ x ≤ M – 0,6 SD Sangat rendah x < M – 1,8 SD Nilai-nilai batas klasifikasinya adalah: X1 = M – 1,8 SD = 50 – 1,8 (10) = 32 X2 = M – 0,6 SD = 50 – 0,6 (10) = 44 X3 = M + 0,6 SD = 50 + 0,6 (10) = 56. X4 = M + 1,8 SD = 50 + 1,8 (10) = 68. SR ST R S T 32 44 56 68

Gambar 6.5 : Letak Sekor Batas Klasifikasi

Dengan demikian nilai-nilai batas interval klasifikasinya, adalah:

Klasifikasi Interval nilai

Sangat tinggi Di atas 68

Tinggi 56 sampai 68

Sedang 44 sampai 56

Rendah 32 sampai 44

Sangat rendah Di bawah 32

Untuk lebih memahami bagaimana langkah-langkah dan kegunaan klasifikasi berdasarkan simpangan baku (SD), perhatikan contoh di bawah ini.

Seorang psikolog berhasil menyusun tes motivasi belajar yang terdiri dari 30 item. Tes tersebut menggunakan metode rating yang dijumlahkan (Skala Likert) dengan skala 5 (skor terrendah untuk setiap item adalah 1 dan skor tertinggi untuk setiap item adalah 5). Dengan seseorang yang mengambil tes motivasi belajar itu kita akan dapat kita tentukan apakah ia mempunyai motivasi belajar yang tinggi atau rendah.

Jika pengambil itu individual, maka kategorisasinya adalah menggunakan kriteria skor ideal, dengan langkah-langkah :

(7)

1. Tentukan berapa kategori yang kita inginkan (tiga kategori : tinggi, sedang, rendah ataukah lima kategori ; sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah).

2.Tentukan nilai tertinggi (XT) yang mungkin dicapai oleh subjek = 30 (item) x

5 (nilai tertinggi tiap butir skala) = 150

3. Tentukan nilai terendah (XR) yang mungkin dicapai oleh subjek = 30 (item) x

1 (nilai terendah tiap butir skala) = 30

4.Tentukan R (Rentangan) = XT – XR = 150 – 30 = 120

5. Tentukan SD = 120 : 6 = 20

6. Tentukan lebar interval masing-masing klasifikasi dalam satuan SD :

a. Jika tiga klasifikasi, maka tiap klasifikasi berinterval = 6 SD : 3 = 2 SD

b.Jika lima klasifikasi, maka tiap klasifikasi berinterval = 6 SD : 5 = 1,2 SD atau dapat juga secara langsung dalam rentang nilai

c. Jika tiga klasifikasi, maka tiap klasifikasi berinterval = 120 : 3 = 40 d. Jika lima klasifikasi, maka tiap klasifikasi berinterval = 120 : 5 = 24 7. Tentukan M (rerata) = (30 + 150) : 2 = 90

8.Menentukan nilai-nilai batas klasifikasi seperti di bawah ini : Tiga klasifikasi :

Klasifikasi Interval

Tinggi di atas 110 (dari 150 – 40)

Sedang 70 – 110

Rendah Di bawah 70 ( dari 30 + 40)

R S T 70 90 110

Gambar 6.6 : Letak Skor Batas Klasifikasi

Jika lima klasifikasi :

Klasifikasi Interval nilai

(8)

Tinggi 102 sampai (102 + 24)

Sedang 78 sampai (78 + 24)

Rendah 54 sampai (54 + 24)

Sangat rendah Di bawah (30 + 24) = 54

SR ST R S T

54 78 102 126

Gambar 6.7 : Letak Sekor Batas Klasifikasi

Jika pengambil tes motivasi itu adalah klasikal, maka kategorisasinya di samping menggunakan kriteria skor ideal seperti tersebut di atas, dapat juga menggunakan kriteria norma kelompok, dengan langkah-langkah :

1. Tentukan nilai M (rerata)

2. Tentukan SD (simpangan baku)

3. Tentukan jumlah kategori yang dikehendaki (misal 2, 3, 4, atau 5, dan sebagainya)

4.Tentukan lebar interval masing-masing kategori dengan rumus = 6 SD dibagi jumlah kategori =

Misalnya dibuat tiga kategori atau lima kategori, maka lebar interval dan batas masing-masing kategori adalah seperti telah dijelaskan di atas.

Contoh :

Hasil ujian stastistika 40 mahasiswa tersaji seperti tabel 6.1.

Jika data tersebut akan diklasifikasikan menjadi tiga klasifikasi yaitu tinggi (T), sedang (S), dan rendah (R), maka interval masing-masing klasifikasinya adalah = 6 SD : 3 = 2 SD. Sehingga batas-batas klasifikasinya adalah :

Tabel 6.1 : Nilai Ujian Statistika 40 Mahasiswa

Nilai f

40 – 46 3

33 – 39 5

(9)

12 – 18 5

5 – 11 2

Σ 40

Klasifikasi Batas interval

Tinggi X > M + 1 SD

Sedang M – 1 SD ≤ x ≤ M + 1 SD

Rendah X < M – 1 SD

Adapun langkah-langkah kerja untuk menentukan klasifikasi tersebut adalah :

1. Membuat tabel kerja seperti tabel 6.2 untuk menentukan M dan SD.

Tabel 6.2 : Tabel Kerja untuk menghitung M dan SD dari tabel 6.1

Nilai X f fX fX2 40 – 46 43 3 129 5547 33 – 39 36 5 180 6480 26 – 32 29 12 348 10092 19 – 25 22 13 286 6292 12 – 18 15 5 75 1125 5 – 11 8 2 16 128 Σ 40 1034 29664

2. Menentukan M (dari tabel 6.2)

3. Menentukan SD

(10)

R S T

-1 SD M +1 SD 17,284 25,85 34,416

Gambar 6.8 : Letak Skor Batas Klasifikasi

Klasifikasi Batas interval Batas Nilai

Tinggi X > M + 1 SD Di atas 34,416

Sedang M – 1 SD ≤ x ≤ M + 1 SD 17,284 – 34,416

Rendah X < M – 1 SD Di bawah 17,284

Dengan ditentukan batas-batas klasifikasi, kita dapat menentukan berapa jumlah mahasiswa yang termasuk ke dalam masing-masing klasifikasi, dengan cara menentukan JP (Jenjang Persentil) dari nilai-nilai batas klasifikasi.

Batas klasifikasi Rendah adalah X1 = 17,284

JPX1 =

Ini berarti bahwa yang termasuk klasifikasi rendah ada 15,329 % dari 40 mahasiswa atau = 6 orang

Yang termasuk klasifikasi sedang + rendah nilai batasnya X2 = 34,416

Ini berarti yang termasuk klasifikasi sedang + rendah = 88,211 % dari 40 mahasiswa atau = 35 orang.

Jadi yang termasuk klasifikasi Tinggi = 40 orang – 35 orang = 5 orang, dan yang termasuk klasifikasi sedang = 35 orang - 6 orang = 29 orang

Klasifikasi Jumlah Cara menghitung

(11)

Rendah 6 dari JPX1 = 6 orang

Jumlah 40

Prosedur yang sama berlaku untuk semua pengklasifikasian berdasarkan interval nilai (berapa pun jumlah klasifikasi yang dikehendaki) asal

distribusi datanya normal.

C. Angka Skala

Dengan berdasarkan pada nilai baku Z orang mengembangkan nilai-nilai baku yang lain yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menghindari tanda negatif. Sehingga nilai baku itu menjadi praktis dan mudah dipahami. Nilai-nilai baku tersebut dikenal sebagai angka skala. Beberapa angka skala antara lain :

1. T Score

Adalah angka skala yang menggunakan rerata = 50 dan SD = 10. Sehingga rumusnya menjadi :

50 10 + = Z

T ...(Rumus 6.1.)

Dari contoh dalam bab 5 halaman 69-70, nilai Matematika si A dan Nilai Sejarah si B yang masing-masign menyimpang 2 SD di atas M dan 0,5 SD di bawah M, jika ditransformasi ke dalam score T menjadi :

TA = 10(Z) + 50

= 10 (2) + 50 = 70 TB = 10(Z) + 50

= 10(-0,5) + 50 = 45

2. GRE Score

Angka GRE (Graduate Record Examination) dari Educational Testing Service, Princeton, New Jersey menggunakan rerata = 500 dan SD = 100, sehingga rumusnya menjadi:

500

100 +

= Z

GRE ...(Rumus 6.2.)

(12)

Kata stanine berasal dari standar nine score. Stanine plan ini dikembang-kan oleh US Air Force pada masa PD II. Stanine ini membagi distribusi menjadi 9 klasifikasi, dan masing-masing diberi simbol berturut-turut dari bawah ke atas 1, 2, 3, ...9. Semua angka berjarak sama kecuali score 1 dan 9.

4. Stanel

Stanel (Standard Eleven Score) ini membagi distribusi menjadi 11 klasifikasi. Agak berbeda dengan stanine, dalam stanel semua angka dari 0 sampai 10 berjarak sama.

Stanel ini dikembangkan oleh FIP UGM.

Berikut ini bagian perbandingan beberapa angka skala.

Angka Stanine Persentase 1 2 3 4 5 6 7 8 9 4 7 12 17 20 17 12 7 4 Angka Stanel Persentil 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 3 8 21 39 61 79 92 97 99

Perlatihan 6

1. Jika data pada tabel 6.3 di bawah ini diklasifikasikan menjadi 5 klasifikasi

Angka Z-3 -2 -1 0 1 2 Angka T20 30 40 50 60 70 80 Angka GRE 200 30 400 500 600 0 70 0 80 0 3

(13)

Klasifikasi Interval Sangat positif x > M + 1,8 SD Positif M + 0,6 SD < x ≤ M + 1,8 SD Netral M – 0,6 SD ≤ x ≤ M + 0,6 SD Negatif M – 1,8 SD ≤ x ≤ M – 0,6 SD Sangat negatif x < M – 1,8 SD

Berapa jumlah yang termasuk dalam masing-masing klasifikasi ? Tabel 6.3 : Data Persepsi terhadap PILPRES 2009

INTERVAL f 120 – 134 10 105 – 119 15 90 – 104 25 75 – 89 35 60 – 74 20 45 – 59 17 30 – 44 13

2. Dari tabel 6.3 berapakah nilai baku T dari dua orang responden si A dan si B, yang masing-masing mempunyai sekor mentah 50 dan 115 ? Jika skor mereka ditransformasikan ke dalam Stanine berapakah nilai mereka masing-masing?

Gambar

Gambar 6.3 : Letak Skor Batas Klasifikasi
Gambar 6.5  : Letak Sekor Batas Klasifikasi
Gambar 6.6 : Letak Skor Batas Klasifikasi
Gambar 6.7  : Letak Sekor Batas Klasifikasi

Referensi

Dokumen terkait