• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sadar Penuh Hadir Utuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sadar Penuh Hadir Utuh"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

"Setiap rangkaian kalimat dalam buku ini membuat saya tersenyum. Kalimat sederhana namun penuh makna dengan berbagai ilustrasi populer yang mengingatkan saya bahwa setiap manusia mempunyai peluang besar untuk menikmati kehidupan dan menciptakan berbagai karya kreatif dengan cara yang sederhana, dengan mempertajam kesadaran untuk hadir utuh, bermakna, tercerna dengan mudah. Untuk mengisi monkey mind yang positif, bacalah buku ini."

Atilah Soeryadjaya, CEO Global Triple L Penulis, Sutradara dan Produser Sendratari "Matah

Ati" Pemerhati Budaya - Pelaku Seni

"Sampai kemana pun kita mengejar sesuatu, akan lelah pada waktunya. Tidak ada tujuan lain selain terjatuh jika sudah berada di titik puncak. Maka itu seseorang akan "membayar mahal" utk sebuah ketenangan. Rangkaian barisan kata yang menyejukkan setelah membaca buku ini, mengajari kita untuk selalu sensitif terhadap kehidupan, bukan hanya sekadar tahu tentang arti, tetapi lebih dalam untuk menghayati. Jadi saya akan bilang, "Yes, saya setuju dengan isi buku ini!!"

Tantri, Vokalis Band "Kotak"

Penulis:

Adjie Silarus

Penyunting:

Fatya Permata Anbiya

Penyelaras akhir:

Rani Andriani Koswara

Penata letak:

Naufal Adrian Alif

Pendesain sampul:

ariefshally

Diterbitkan pertama kali oleh:

TransMedia Pustaka

Cetakan pertama, 2015 ISBN (10) 602-1036-xx-x ISBN (13) 978-602-1036-xx-x Katalog Dalam Terbitan (KDT) Silarus, Adjie

Sadar Penuh Hadir Utuh/Adjie Silarusi; Penyunting, Fatya permata Anbiya, Cet.1—Jakarta; TransMedia Pustaka, 2015 ... + .... hlm; 14 x 20 cm ISBN (10) 602-1036-xx-x ISBN (13) 978-602-1036-xx-x 1. Pengembagan Diri I. Judul II. Adjie Silarus III. Fatya Permata Anbiya

150

Hak cipta dilindungi undang-undang

Redaksi

Jl. Haji Montong no. 57, Ciganjur—Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630

Telp.: (Hunting) 021-7888 3030 ext. 213, 214, 216 Faks.: 021-727 0996

E-mail: redaksi@transmediapustaka.com Website: www.transmediapustaka.com

TransMedia Pustaka @transmedia_

SADAR

PENUH

HADIR

U T U

H

(3)

Membaca buku Sadar Penuh, Hadir Utuh seakan memberikan konfirmasi pada praktik meditasi yang sudah saya jalani sekitar 20 tahun, beserta hasilnya. Latihan yang memerlukan keheningan untuk bisa FOKUS, bukan saja memusatkan pikiran, tapi juga seluruh diri kita pada momen itu.

Latihan ini membuat saya berusaha maksimal untuk memberikan diri saya hadir secara utuh. Manfaat yang diperoleh, antara lain di tempat kerja: saya akan dedikasikan pikiran perhatian hati emosi, misalnya waktu saya melakukan coaching. Atau ketika saya akan menghadapi situasi yang diantisipasi sulit, dengan kehadiran orang yang dianggap sulit, menyiapkan diri untuk hadir secara utuh akan membantu saya menangkap sinyal tertentu yang bisa merupakan pintu masuk mencairkan situasi menuju solusi.

Ketika saya akan tampil bicara depan umum, hening sejenak di pagi hari sebelum ke lokasi, membayangkan diri saya hadir secara utuh di depan peserta, terkadang membantu saya menemukan elemen tertentu yang layak untuk saya sampaikan, walaupun belum saya siapkan sebelumnya. Dan ketika saya berada bersama istri anak di rumah, kehadiran secara utuh akan dirasakan mereka. Merekapun terbiasa melakukan yang sama, sehingga menciptakan suasana nyaman tenang, bahagia.

Puncak dari semuanya itu, kita sungguh-sungguh memegang kendali atas diri kita sehibngga terjaga konsistensi dari apa yang dirasakan di dalam hati, akan sejalan dengan yang dipikirkan, yang nantinya sejalan dengan yang diucapkan dan yang dikerjakan. Semuanya ini akan menciptakan harmoni hidup.

Josef Bataona Human Resources Director INDOFOOD

(4)

Sebagai wirausaha UKM start-up, hari-hari saya dilalui dengan penuh kesibukan. Banyak hal yang harus dilakukan dalam usaha kedai kopi saya. Itu karena jabatan saya CEO, Chief Everything Officer… haha. Ya, karena pengusaha UKM belum mampu membayar middle manager, semua bidang terpaksa ditangani sendiri.

Tiba-tiba di dalam buku ini, Mas Adjie menulis, “Sibuk hanyalah untuk pemalas. Ya, malas untuk berpikir menetapkan pilihan.”

Duenggg…! Rasanya pipi saya digampar dengan wajan teflon. Kenapa seorang Adjie Silarus bisa menulis seperti itu? Baca deh, buku yang luar biasa mencerahkan ini. Konsep dan ide yang ditulisnya banyak yang di luar main stream yang ada.

Jika Anda merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan; merasa hidup hanya berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain; merasa waktu 24 jam tidak cukup untuk mengerjakan semua tugas-tugas kita yang belum terselesaikan; coba baca Sadar Penuh Hadir Utuh ini. Insya Allah jawabannya ada di sini.

Muadzin F Jihad Pencinta kopi nusantara Pemilik kedai kopi Ranah Kopi @muadzin www.muadzin.com

Kebahagiaan adalah akibat. Tanpa sebab yang memadai, kebahagiaan mustahil tumbuh. Renungan yang tercermin dalam tulisan Adjie Silarus ini mengabarkan kepada kita, bahwa sebab untuk menjadi bahagia dapat diciptakan dari hal sederhana dalam hidup keseharian. Sebagai seorang praktisi mindfulness, Adjie berhasil membangun narasi berdasarkan pengalaman hidupnya ke dalam alur yang mudah dipahami tanpa kehilangan kedalaman.

Adjie mengajak kita untuk melihat realita sebagaimana adanya, dengan cara sadar penuh, hadir utuh. Suatu kondisi ketika kita sadar atas apa yang sedang terjadi saat ini tanpa berharap sebaliknya, menikmati kenyamanan tanpa menggenggam erat ketika momentum tersebut hilang (hal ini pasti terjadi), serta tetap tenang hidup bersama dengan keadaan yang tidak menyenangkan tanpa rasa takut seolah semua hal akan hancur (hal ini faktanya tidak terjadi).

Wahyu Wicaksono MSi Psikologi UGM | MA Universiteit Utrecht Research Methods/Philosophy of Psychology | PhD Rijksuniversiteit Groningen Philosophy of Mind.

Research fellow: University Paris IV Pantheon-Sorbonne, Cordoba University, Chulalongkorn

(5)

Saya mengenal Adjie Silarus yang memperkenalkan “Mindfulness” pada salah satu program “Well Being” di perusahaan kami.

Program “Well Being” mencakup pola pikir-pola hidup-pola makan yang sehat agar setiap pegawainya sukses saat ini dan mendatang, karena kami mengartikan “Well Being” sebagai “better future”.

Di buku ini kita akan diperkenalkan aktivitas dan pandangan terkait mindfulness: antara lain sejenak hening, rasa syukur, dan hadir utuh...

Adjie mengajak kita untuk berkawan dengan Kebahagiaan, Ketenangan, dan Kesuksesan.

Agung Yunanto GM for Corporate Human Capital Development PT Wijaya Karya (Persero), Tbk.

Siapa yang punya masa lalu?

Siapa yang (masih) terbebani oleh masa lalu? Apa yang bisa dilakukan saat ini?

Buku ini memuat rangkaian proses eksplorasi diri tanpa beban, bahkan mengasyikkan.

Sebuah ajakan untuk menjadikan kenangan masa lalu sebagai bagian bermanfaat proses tumbuh kembang diri. Suatu colekan untuk sadar - dan hadir.

Sadar dan hadir—dua kata yang mudah diucapkan, namun butuh upaya untuk memahami, dan terlebih lagi untuk memaknainya.

Apalah arti kekayaan tanpa kesadaran dalam menikmatinya. Apalah arti waktu tanpa kehadiran dalam menjalaninya. Apalah arti ilmu tanpa kesadaran dalam memanfaatkannya. Baca buku Sadar Penuh, Hadir Utuh karya sahabat saya, Adjie Silarus. Pahami setiap kalimat, kata dan tanda baca. Rasakan setiap tarikan napas.

Dan nikmati saat sadar sesadar-sadarnya, dan hadir sehadir-hadirnya.

Rene Suhardono Penulis, Pembicara Publik

(6)

"Ditulis dengan bahasa yang lugas dan kadang membuat tersenyum sendiri karena mengambil inspirasi dari tokoh yang familiar, mulai dari Chinmi si kungfu boy hingga Clark Kent si Superman.. Mengajak kita tidak untuk mengosongkan pikiran tapi justru untuk sadar akan keadaan sekitar.. Mengajak kita untuk menciptakan kebahagiaan justru dengan berkawan dengan stres, berkawan dengan sakit..serta memaknai kesederhanaan.... Menarik! "

Kariyanto Hardjosoemarto Deputy Director Business and Network Development PT. Mercedes-Benz Indonesia "Dalam berbagai perjalanan panjang ke pedalaman Kalimantan, India, Afrika untuk mengembangkan usaha Mikro masyarakat setempat, saya menjadi saksi betapa bahagianya masyarakat yang saya kunjungi dengan segala kesederhanaan yang mereka miliki. Dan Mas Adjie benar bahwa kebahagiaan sesungguhnya ada di sekitar kita.. (h.141) namun kita sering lupa mensyukurinya.

Membaca buku ini menuntun saya meniti perjalanan hidup, dan diujungnya, saya menemukan makna bahwa kebahagiaan itu. Sekarang saatnya saya berbalik ke diri saya, mumpung kebahagian tersebut belum terlalu jauh saya lewati. Terimakasih, Mas Adjie Silarus, sudah mengingatkan saya. Teruslah berkarya."

Johanes Saragih Executive Vice President PT. Bank Rakyat Indonesia Penggemar dan Pembelajar Microfinance &

Mikrobanking

DAFTAR ISI

PRAKATA

XIV

MINDFULNESS

1

FOKUS DARI DISTRAKSI

TEKNOLOGI

77

MENGUBAH KEBIASAAN

93

SEMUANYA BERAWAL DARI PERSEPSI

115

MANUSIA, HATI, CINTA,

DAN KASIH

137

MENCIPTAKAN

KEBAHAGIAAN

185

TULISAN INI PUN

BELUM TENTU BENAR

217

DAFTAR REFERENSI

220

PERPUSTAKAAN YANG SEDERHANA

220

TENTANG PENULIS

(7)

SOMETIMES

YOU NEED TO PRESS PAUSE

TO LET EVERYTHING SINK IN.

(8)

VETTEL- “Berapalamawaktuyangdibutuhkansupayaakumampumen-guasaijuruspamungkasitu,guru?”,tanyamuridsesaatsetelahme nyaksikanjuruspamungkasdarisangguru.Guruitumenataptedu hmatamuridnyalalumenjawab,“Denganbekalkemampuanyan gkamumilikisekarang,kamumembutuhkanwaktukuranglebih1 0tahun.”Berniatberanjak,tetapitakjadikarenamuridnyakembal-ibertanyadenganpenuhsemangat,”Akuakanberlatihlebihkeras. Akugunakanjamistirahatkuuntukberlatihdengansungguhsung- guh.Kalauperlu,akukurangijamtidurkudanjammakanku.Jikaad-awaktusenggang,akuakanberusahamengingatjurusjurusyangt elahguruajarkanpadaku.Dengancarakusepertiitu,berapalamaw aktuyangdibutuhkansupayaakumampumenguasaijuruspamun gkasitu,guru?”

Apakah kamu nyaman membaca cerita di atas ?

Apakah kamu mudah memahami arti setiap kalimatnya ? Cerita di atas memang sengaja ditulis tanpa spasi antar alinea, antar kalimat bahkan antar kata. Akan menjadi berbeda jika ditulis dengan spasi yang sesuai, sehingga ada jeda. Kita akan merasa lebih nyaman dan mudah memahami makna cerita dalam tulisan tersebut.

(9)

PERJALANAN KE DALAM DIRI

“Berapa lama waktu yang dibutuhkan supaya aku mampu menguasai jurus pamungkas itu, guru?”, tanya murid sesaat setelah menyaksikan jurus pamungkas dari sang guru. Guru itu menatap teduh mata muridnya lalu menjawab, “Dengan bekal kemampuan yang kamu miliki sekarang, kamu membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun …” Berniat beranjak, tetapi tak jadi karena muridnya kembali bertanya dengan penuh semangat, “Aku akan berlatih lebih keras. Aku gunakan jam istirahatku untuk berlatih dengan sungguh-sungguh. Kalau perlu, aku kurangi jam tidurku dan jam makanku.

Jika ada waktu senggang, aku akan berusaha mengingat jurus-jurus yang telah guru ajarkan padaku. Dengan caraku seperti itu, berapa lama waktu yang dibutuhkan supaya aku mampu menguasai jurus pamungkas itu, guru?” Jeda beberapa saat, sang guru berkata dengan penuh ketenangan, “Kamu terlalu khawatir akan pertarungan selanjutnya yang entah kapan akan kamu hadapi …”.

Si murid menunduk karena isi pikirannya seolah diketahui

PRAKATA:

Lanjut sang guru, “Jika seperti itu caramu berlatih, maka kamu membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun …”

“Pendekar yang tangguh bukanlah pendekar yang berlatih keras membabi buta, tak beraturan, diselimuti amarah dan kekhawatiran.

Pendekar yang tangguh hanya terlahir dengan bekal ketenangan, menyadari penuh akan kehadirannya secara utuh…

Ia tak hanya tahu kapan harus memaksa diri menggapai sesuatu, tapi juga mampu menerima bahwa adakalanya ia hanya diberi kesempatan untuk berlatih ikhlas apa adanya.” Mengapa orang-orang yang kita anggap sudah memenuhi syarat untuk merasa bahagia, punya harta kekayaan yang begitu mewah, sudah terkenal dan punya kuasa untuk memberikan perintah serta banyak yang mencintai tak kenal lelah, tetap saja tak merasa bahagia bahkan ada yang nekat mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri ?

Mengapa kita seringkali merasa sulit untuk melepaskan dan merelakan pergi?

Mengapa kita sekarang mudah marah dan lemah untuk menunggu dengan sabar?

(10)

Kita sudah tahu bahkan hafal pesan baik tentang mensyukuri hidup ini. Tapi mengapa kita jarang menerima segala yang sudah ada dengan penuh rasa syukur? Malah kita semakin hari semakin serakah tak tentu arah.

Mengapa kita lekas bosan? Apakah kita hidup di era di mana saat ada sesuatu yang rusak maka kita lebih memilih untuk menggantinya daripada memperbaikinya? Apakah ini yang menyebabkan semakin tingginya tingkat perceraian dalam pernikahan?

Bayangkan seandainya jawaban-jawaban atas pertanyaan yang tak kunjung henti ini bisa diketahui secara jelas. Pasti akan terjadi kehidupan yang lebih baik, dimulai dari dalam diri setiap orang. Tak akan ada revolusi mental dalam skala yang besar tanpa dimulai dari revolusi dalam diri setiap orang, dalam tingkatan setiap manusia.

Pencarian atas jawaban-jawaban tersebut sebaiknya kita lakukan sepanjang hidup dengan sabar dan tekun.

Saya menduga hidup butuh keseimbangan, seperti dalam filosofi yin-yang atau being-doing.

Sekarang kita merasakan bersama bahwa kita lebih ahli di bagian yang, doing. Tapi masih lemah di bagian yin, being. Timpang, tak seimbang.

Hidup tak hanya dipenuhi dengan perjalanan ke luar diri, tapi juga ke dalam diri.

Being

Yin

Doing

Yang

Melepaskan

dan merelakan

datang-pergi

Mempertahankan

dan menggenggam

erat

Bergerak dalam riuh

Tergesa, bertindak

Meraih, berharap

Bermimpi akan

masa depan yang

lebih baik

Diam dalam

hening

Bersabar,

menunggu

Menerima,

bersyukur

Merayakan saat

ini, di sini-kini

(11)

Hidup bukan hanya tentang mempertahankan dan menggenggam erat, tapi juga perlu mempersiapkan diri untuk melepaskan dan merelakan datang-pergi.

Hidup tak hanya terus bergerak dalam riuh, tapi juga butuh diam dalam hening.

Hidup tak melulu tentang tergesa untuk bertindak, tapi juga ada kalanya yang bisa kita lakukan hanya bersabar menunggu.

Hidup akan menjadi melelahkan jika hanya diisi dengan terus berharap dan berusaha meraih, sehingga dibutuhkan penerimaan segala yang sudah ada dengan penuh rasa syukur.

Hidup tak semata hanya bermimpi akan masa depan yang lebih baik, tapi juga merayakan apa adanya saat ini, di sini-kini.

Buku ini adalah tulisan-tulisan sederhana yang bercerita pengalaman sehari-hari mengenai kita, manusia bersama sisi yin, being. Untuk melatih sisi yin, being, melalui buku ini, saya memperkenalkan "mindfulness" sebagai bentuk kepedulian saya untuk kehidupan yang dipenuhi rasa bahagia, diselimuti sukacita.

Sekarang saatnya kita menyadari penuh kehadiran diri secara utuh. Selamat melakukan perjalanan ke dalam diri dengan keheningan. Selamat berSukhaCitta.

Adjie Silarus SukhaCitta Jakarta, 2015

(12)

MINDFULNESS

Bab 1:

‘Cause all of me Loves all of you

Love your curves and all your edges All your perfect imperfections

Give your all to me I’ll give my all to you

All of Me – John Legend

Untuk memberikan diri kita secara utuh kepada sesama, terutama orang yang kita cinta, kita harus hadir utuh terlebih dahulu.

Bukan hanya sebagian di sini, tapi sebagian di masa lalu ataupun masa depan.

(13)

MENGENDALIKAN MONKEY MIND

McQueen:

OK… Here we go. Focus. Speed. I am speed. One winner. 42 losers. I eat losers for breakfast. Breakfast. Wait, maybe I should have had breakfast. A little

breck-y could be good for me. No, no, no, stay focused. Speed. I’m faster than fast. Quicker than quick.

I am Lightning!

Kawan-kawan yang pernah menonton film animasi kerja sama Disney dan Pixar berjudul Cars mungkin masih teringat kutipan monolog tersebut. Namun, jangan sampai salah, Cars yang pertama, lho ya, bukan Cars 2.

Pada awal film ini, yang tampak di layar hanya warna hitam, gelap. Kemudian terdengar suara orang yang sedang berbicara dengan dirinya sendiri, yaitu Lightning McQueen, tokoh utama film ini, yang tampaknya sedang berusaha memfokuskan dirinya untuk suatu perlombaan dengan kecepatan.

Bagaimana cerita mengalir kemudian tentunya sudah sama-sama diketahui oleh kawan-kawan yang menonton film ini.

Saya tidak akan bercerita banyak tentang film ini. Yang ingin saya ceritakan di sini adalah saat-saat di awal film itu. Ya, kata-kata di awal tulisan ini yang diucapkan oleh McQueen sebelum memulai perlombaan itu.

Itu adalah saat-saat McQueen berusaha untuk fokus. Memusatkan perhatian pada dirinya sendiri, pada kecepatan yang dia miliki, pada kemampuan yang dia miliki untuk memenangi pertandingan.

Semudah itu? Tentu tidak. Sebab jika kita lihat lagi, ternyata saat McQueen berusaha untuk memusatkan pikirannya pada dirinya, pada kondisi dan kemampuan dia yang ada sekarang, saat ini.

Namun, ternyata pikirannya sempat meloncat dan memikirkan sarapan. Ya, dia teringat akan sarapan dan memikirkan menu sarapan.

Untunglah, McQueen segera sadar dan kembali menarik pikirannya untuk fokus pada dirinya dan kemampuan yang dia miliki untuk menghadapi pertandingan.

(14)

saat meditasi. Saat-saat pikiran kita mendadak meloncat ke sana ke mari tanpa kita sadari ini biasa disebut dengan “monkey mind”, bahkan “crazy monkey mind”.

Jadi, bagaimana mengatasi terjadinya “crazy monkey mind” saat sedang bermeditasi?

Bagaimanapun kita bermeditasi, kemungkinan terjadinya “crazy monkey mind” tetap saja ada karena menurut Charles Luk (1990), justru fungsi meditasi adalah untuk mengendalikan “crazy monkey mind” sehingga kita dapat selalu fokus dan selalu sadar untuk berada di sini, saat ini. Lalu, bagaimana cara mengendalikannya? Masih menurut Charles Luk, cara mengendalikan “monyet pikiran” yang nakal ini adalah dengan merasakan napas kita saat sedang bermeditasi.

Saat kita menghirup napas, rasakan dan sadari bahwa kita sedang menghirup udara. Kemudian saat mengembuskan udara, rasakan dan sadari pula bahwa kita sedang mengembuskan napas. Lakukan terus-menerus dan jadikan napas sebagai “jangkar” pikiran kita sehingga pikiran kita tidak berkeliaran ke mana-mana.

Saat hati, perasaan, dan pikiran telah menyatu dalam napas yang kita tarik dan kita lepaskan, saat inilah yang disebut “locking up the monkey heart” atau “mengunci monyet dalam pikiran kita” sehingga dia tidak nakal dan berkeliaran ke mana-mana.

Setelah Lightning McQueen berhasil menjinakkan “monkey mind”-nya, walaupun kedua ban belakangnya pecah saat mendekati garis finis, dia berhasil—bersama-sama tiga mobil lainnya—memenangi pertandingan karena mereka melewati garis finis pada saat yang bersamaan.

Bagaimana? Tertarik menjinakkan dan mengendalikan “monyet” dalam pikiran? Kita coba yuk….

MONKEY MIND BERASAL

DARI ISTILAH BUDDHA

YANG ARTINYA ‘TIDAK

TENANG’, ‘BERUBAH-UBAH’,

‘LINGLUNG’, DAN ‘TIDAK

TERKENDALI’.

(15)

KEHENINGAN DAN FOKUS

Dia makan sambil sesekali melihat jam tangan. Selama makan, dia bercakap-cakap dengan orang di depannya dengan penuh kemarahan. Tidak jarang juga menulis pesan di gadget yang dia pegang, ditambah berbicara melalui telepon.

Begitulah sebuah peristiwa yang saya lihat di rumah makan beberapa hari yang lalu. “Sibuk sekali,” kata saya dalam hati. Menetap, tinggal diam, dan bersembunyi di masa lalu, serta terlalu berkhayal akan masa depan, hingga lupa menyadari keberadaan diri secara utuh di sini, masa kini untuk bersyukur. Itulah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita.

Segala yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk makan, dapat menjadi kesempatan yang indah untuk kita gunakan berlatih menjaga kesadaran.

Salah satu caranya adalah dengan sabar menghubungkan diri dan fokus kepada hal-hal yang bermanfaat. Dari situ, kita mempertajam kemampuan untuk hadir utuh di sini, di masa kini.

Saat menuangkan air, hanya tuangkanlah air. Saat mencuci

Saat mendengarkan, hanya dengarkanlah. Saat Twitter-an, hanya Twitter-anlah. Demikian juga saat makTwitter-an, hanya makanlah.

Sepertinya sederhana, tetapi ini bermakna dalam. Ya, seperti kita tahu, sering kali yang benar-benar bermakna dalam kita temui dalam kesederhanaan.

Bayangkanlah. Bagaimana kita bisa menuangkan air dengan baik dan tidak tumpah jika saat menuangkan air kita memikirkan atasan yang selalu nyinyir?

Bagaimana kita bisa mencuci piring dengan bersih jika saat melakukannya kita gelisah akan utang yang membuat kepala menjadi pening?

Bagaimana kita bisa berlari dengan sehat jika saat berlari kita membayangkan rekan kerja yang selalu berhasil membuat iri?

Bagaimana kita bisa mendengarkan dengan baik jika saat mendengarkan kita sudah menyiapkan rancangan di pikiran untuk jawaban yang menghasilkan pujian?

Bagaimana kita bisa Twitter-an dengan seru jika saat Twitter-an kita dipenuhi kegalauan dan dendam yang tak kunjung diredam?

(16)

Bagaimana kita bisa benar-benar menikmati saat ini, di sini, saat ini, jika saat menjalani saat ini kita mudah menyesal dan cemas karena gangguan dari dering ponsel, notifikasi pesan masuk dan media sosial—selalu terhubung dengan dunia maya?

Kita ambil salah satu contoh: menuangkan air. Akibat dari menuangkan air sambil tidak sadar dan memikirkan atasan yang nyinyir, paling hanya meja atau lantai yang basah. Namun, bagaimana jika kita mencuci piring, berlari, mendengarkan, Twitter-an, makan, mengiris sesuatu, berkendara, dan sebagainya tanpa kita sadar?

Sebagian besar pembaca buku ini mungkin pekerja, baik sebagai karyawan maupun berwirausaha. Nah, apa pun yang kita kerjakan sebenarnya adalah kesempatan baik yang bisa kita gunakan untuk menciptakan kebahagiaan sejati, menghasilkan makna melalui karya dan kedamaian. Caranya? Sederhana, dengan memfokuskan diri pada apa pun yang sedang kita kerjakan, bukan malah membiarkan pikiran mengembara entah ke mana saat mengerjakan sesuatu. Salah satu manfaat jika kita memfokuskan diri pada pekerjaan adalah dapat membantu kita fokus saat menjalani kegiatan sehari-hari.

Jika diri kita hadir utuh di sini–saat ini, dan melawan setiap gangguan yang datang—penyesalan, kenangan akan masa lalu atau kecemasan, mimpi akan masa depan—kita dapat berkarya dengan baik.

Kesadaran, hadir utuh di sini-kini, mampu membangkitkan potensi kita yang sebenarnya dalam bekerja maupun menjalani hidup sehingga memberikan makna untuk sesama.

Sering kali pikiran kita mengembara, saat kembali ke saat ini, kita tidak sadar apa saja yang sudah kita lewatkan. Pikiran sering melayang hingga kita tidak sadar, sudah berapa lama kita terseret dalam lamunan.

Melamun bukan satu-satunya penyebab dari ketidakhadiran utuh diri kita di saat ini (inattentional blindness). Misalnya, saat kita mengendarai mobil sambil menelepon, sering kali kita tidak sadar akan lingkungan sekitar.

Saat berkendara, papan iklan, mobil, anak-anak bermain lampu merah, bahkan rambu lalu lintas terlewat begitu saja. Ada hal yang dianggap tak berbahaya, tetapi ada juga aktivitas yang memang berbahaya jika dilakukan dengan multitasking.

Menurutmu, apakah benar kita bisa multitasking? Otak kita tidak mampu memerhatikan lebih dari satu aktivitas kompleks pada saat yang bersamaan. Ternyata saat multitasking, pikiran kita berpindah perhatian secara cepat dari satu aktivitas ke aktivitas yang lainnya—bukan memerhatikan segala hal pada saat yang bersamaan. Tentu ini melelahkan.

(17)

Sementara pikiran kita menaruh perhatian lebih pada ponsel, sibuk dengan Twitter, ribut dengan pilpres, kita menjadi lebih tidak melihat perjalanan hidup kita sendiri dengan segala yang ada di depan diri kita.

Dalam hal keselamatan berlalu lintas, kemungkinan kecelakaan terjadi 4 kali lipat lebih besar jika berkendara sambil bertelepon. Sementara itu, kemungkinan kecelakaan terjadi 23 kali lipat lebih besar jika berkendara sambil berkirim pesan, mengecek Twitter, dan sebagainya.

Apa pun yang kita lakukan kemungkinan lebih lancar asalkan kita fokus, agar jalan kita tetap berada di jalur. Tantangan yang kita hadapi sekarang adalah kita dikepung berbagai gangguan yang bisa membajak perhatian kita. Maukah kamu diusik oleh gangguan-gangguan yang ada? Pilihan untuk mau atau tidak mau diusik oleh gangguan-gangguan yang ada itu sepenuhnya terserah kita. Luangkanlah waktu meski sejenak untuk mengistirahatkan diri, raga, pikiran, dan jiwa sehingga diri menjadi tangguh, tak mudah terganggu.

BELAJAR MENCIPTA

Ya, mencipta memang tidak mudah. Bagi saya, menciptakan karya berupa menulis sambil mengobrol via mobile messenger atau mengirimkan e-mail. Apalagi sambil mengirim twit dan sesekali membaca artikel di sebuah blog atau forum.

Apakah kamu bisa menulis sambil membaca?

Apakah kamu bisa menciptakan lagu saat mendengarkan lagu?

Pertanyaan itu sering terdengar di telinga saya hingga membuat saya berpikir dan merasakan.

Fakta yang kita terima bersama adalah hampir tidak mungkin melakukan kegiatan-kegiatan mengonsumsi, berkomunikasi, dan mencipta pada saat yang bersamaan. Tentu kita bisa melakukannya silih berganti, termasuk saat menulis sambil mendengarkan lagu.

Kita tak jarang berusaha menciptakan sesuatu sambil melakukan kegiatan-kegiatan yang bernuansa mengonsumsi dan menjalin interaksi melalui komunikasi. Kita semua melakukan itu. Sering.

(18)

Saat di tengah menciptakan sesuatu, belum selesai mencipta, kita menghentikan proses mencipta dan kita menjadi asyik, misal berkomunikasi melalui e-mail atau

ngetwit beberapa saat, lalu kembali lagi melanjutkan proses mencipta.

Aktivitas itu membuat kita akan kehilangan waktu untuk berpikir kreatif. Fokus kita akan berkurang untuk memunculkan ide-ide kreatif, walaupun hanya sedikit. Ini terjadi setiap kali kita kembali kepada proses mencipta, setelah menyelipkan kegiatan-kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan proses mencipta itu sendiri.

Untuk memulainya lagi perlu tenaga lebih, bahkan bisa jadi lebih besar daripada tenaga yang dibutuhkan di awal.

Semua kegiatan mengonsumsi informasi yang kita lakukan, segala komunikasi yang kita lakukan, dan semua proses perpindahan dari mencipta ke mengonsumsi dan berkomunikasi serta sebaliknya, akan menggerogoti waktu kita untuk mencipta.

Jadi begini, mencipta merupakan proses yang benar-benar berbeda dari mengonsumsi dan berkomunikasi. Tidak akan terjadi di saat yang bersamaan. Mungkin kita dapat melakukannya silih berganti, tetapi energi yang kita punya akan berkurang setiap kali kita mulai melakukannya lagi.

Saya pun memahami bahwa menjalin interaksi dengan kawan dan membaca buku bukannya tidak penting dalam proses mencipta atau menulis. Berkomunikasi dan mengonsumsi informasi membantu saya dalam proses mencipta.

Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak menolak untuk berkomunikasi dan mengonsumsi informasi. Dengan berkomunikasi, kita dapat berkolaborasi sehingga dapat melipatgandakan kekuatan kreatif yang tidak kita sangka sebelumnya.

Saat berkomunikasi dan berkolaborasi, kita dapat bertukar ide kreatif dari apa yang kita katakan, saling belajar satu sama lain, menyatukan ide yang baru dan menjadi menarik, bahkan mampu menciptakan sesuatu yang tidak bisa dihasilkan ataupun dibayangkan jika kita hanya sendirian. Dengan mengonsumsi informasi, kreativitas yang kita punya pun meningkat. Kita menemukan inspirasi dari yang telah dilakukan oleh orang lain. Kita mendapatkan ide dan mengumpulkan materi mentah untuk mencipta.

Mengonsumsi dan berkomunikasi bukanlah mencipta. Mengonsumsi dan berkomunikasi membantu proses mencipta, memberikan fondasi. Namun, kita membutuhkan waktu untuk duduk dan hanya mencipta atau berdiri dan hanya mencipta. Hanya mencipta, tidak sambil mengonsumsi maupun berkomunikasi. Hanya mencipta. Sudahkah kamu mencipta hari ini?

(19)

mengonsumsi

informasi

mengonsumsi

informasi

berkomunikasi

berkomunikas

i

mencipta

mencipta

MEMBACA BUKU ADALAH KEMEWAHAN

Tanggal 17 Mei 2014 lalu adalah hari buku nasional dan saya tergelitik untuk bertanya, “Kapan pertama kali kamu membaca?” Barangkali membutuhkan waktu untuk membongkar ingatan supaya pertanyaan tersebut terjawab. Saya akan melanjutkan dengan pertanyaan, “Kapan terakhir kalinya kamu fokus membaca dalam durasi yang cukup lama?”

Sekarang ini, fokus membaca dalam durasi yang cukup lama menjadi sebuah kegiatan yang jarang. Kita merasa kewalahan untuk mencari waktu untuk membaca—bahkan hanya untuk membaca sebuah tulisan di blog milik kawan, apalagi kalau tulisannya tidak ringkas, bertele-tele sampai ribuan kata di dalamnya.

Kita lebih memilih untuk melewatkan begitu saja dan melanjutkan melakukan kegiatan atau mencari sumber bacaan yang lain, misal membaca e-mail dan menyimak media sosial.

Kebiasaan membaca kita telah berubah, salah satunya karena kegigihan gangguan online yang ada di mana pun dan kapan pun. Kita lebih sering membaca, tetapi durasi

(20)

Oleh karena itu, buku yang kita baca lebih sedikit. Tulisan panjang yang kita baca pun lebih sedikit. Mungkin banyak

blog yang kita kunjungi, tetapi kita merasa tidak sempat membaca tulisannya. Kita lebih memilih tulisan yang ringkas, semacam yang kita kenal di dunia 140 karakter, Twitter.

Akibat yang lain adalah jika kita melakukan penelitian, pikiran kita akan terisi gangguan-gangguan yang santer, wara-wiri, layaknya “ranjau” di sepanjang proses penyelesaian pekerjaan. Bagaimanapun, bukannya tidak mungkin kita mampu fokus membaca atau melakukan penelitian. Hanya, prosesnya lebih menantang daripada sebelumnya.

Karena suka membaca, saya berpikir dan merasa penting untuk menulis tentang tip yang diperlukan untuk fokus membaca dalam durasi yang cukup lama.

Pertama-tama, singkirkan segala hal, kecuali buku. Berikutnya, matikan internet.

Tanpa melakukan kedua hal tersebut, kita akan selalu mendapatkan gangguan. Meskipun kita sudah berusaha mengelolanya, suara notifikasi pesan masuk dan pop up box dari media sosial tetap saja menggoda.

Untuk fokus membaca artikel atau blog yang lumayan panjang, alangkah baiknya kita membukanya di window yang berbeda, tanpa tab lainnya yang berpotensi mengganggu.

Kita bisa memilih untuk memperbesar window itu sehingga tampilannya memenuhi layar.

Lalu, matikan internet sehingga tidak ada kegiatan lainnya selain membaca. Kita bisa membaca sampai selesai atau sampai sadar bahwa bacaan tersebut tidak bermanfaat. Yang pasti, tidak berpindah ke window atau program yang lain sebelum selesai membaca.

Ada suatu ketenangan saat melakukan hal ini. Saat saya melakukannya, seolah-olah saya berkata kepada diri sendiri bahwa tidak ada hal lain yang harus saya lakukan selain membaca. Tidak ada yang akan mengganggu dan saya hanya fokus menikmati kegiatan membaca.

Membaca buku mirip dengan membaca artikel atau blog. Jika baca buku dalam bentuk fisik, bukan e-book, sebaiknya singkirkan dulu laptop atau perangkat mobile, dan matikan semuanya.

Cari tempat yang tenang dan mulailah membaca, hanya membaca. Jika membaca e-book, singkirkan yang lainnya, yang ada hanya perangkat pembaca e-book.

Semoga tip sederhana ini bermanfaat sehingga dapat membantumu fokus membaca dan menikmatinya. Nikmati hidup dalam kemewahan membaca tanpa gangguan….

(21)

MENGHENINGKAN CIPTA ALA KUNG FU BOY

Pernah baca komik Kung Fu Boy? Atau bahkan mungkin menggemarinya hingga setiap komik itu muncul, kawan-kawan selalu cepat-cepat ingin memilikinya?

Saya juga seorang penggemar Kung Fu Boy. Sejak awal, manga karya Takeshi Maekawa ini menarik perhatian saya. Petualangan bocah lelaki bernama Chinmi yang kemudian berguru kungfu di Kuil Dairin itu selalu saya ikuti dari seri ke seri. Sejak dia masih cupu (tetapi sudah jago kungfu), sampai dia jago kungfu (dan kali ini jago banget).

Mungkin saat membaca Kung Fu Boy, selain tokoh Chinmi, hal lain yang langsung teringat adalah Kungfu Peremuk Tulang yang dikuasai Chinmi dari Sang Guru Yosen.

Namun, mungkin agak berbeda dengan yang lain, saya lebih teringat pada Kungfu Satu Jari, jurus kungfu yang bisa membuat musuh yang menyerang kita terjungkal, hanya dengan menyentuhkan satu jari kita ke tubuhnya.

Sayangnya, kalau tidak salah, jurus ini hanya digunakan Chinmi dua kali dalam cerita Kung Fu Boy, yaitu saat mengalahkan beruang besar yang masuk kampung dan saat menjatuhkan dua orang pejabat pemerintah sebuah kota yang memaksa para lelaki di kota itu menjadi penambang

Mungkin karena itu Kungfu Satu Jari yang diajarkan oleh Dokter Loe ini tidak sepopuler Kungfu Peremuk Tulang, yang masih sering dipakai bahkan saat Chinmi diceritakan telah dewasa.

Kungfu Satu Jari menjadi salah satu yang paling saya ingat karena sedikit banyak saya mendapat pelajaran mengenai

mindfulness di situ.

Lihat saja, Dokter Loe berkata, “Tidak perlu memikirkan yang susah-susah,” saat Chinmi bertanya dari mana memulai belajar kungfu ini. Dokter Loe juga menekankan bahwa dalam kungfu, seperti halnya dengan manusia dan alam semesta, yang terpenting adalah keseimbangan. Namun, yang lebih menarik bagi saya dari pelajaran Kungfu Satu Jari adalah saat Chinmi diminta Dokter Loe mendengarkan suara kicauan burung-burung liar di dekat air terjun yang besar hingga suaranya bergemuruh sekali. Dalam kondisi normal, jangankan suara burung, suara lawan bicara kita saat bercakap-cakap saja sukar terdengar, apalagi suara burung yang kecil dan jaraknya relatif lebih jauh. Semuanya tertutup oleh suara air terjun.

Proses latihan mendengarkan suara burung-burung di tengah gemuruhnya air terjun ini, dalam komik itu, diistilahkan “Chinmi sedang berusaha merasakan

(22)

Proses latihan Chinmi mendengarkan suara burung di tengah keributan, menurut saya, adalah bentuk latihan

mindfulness. Dia melakukan sejenak hening sehingga mampu mengarahkan pikiran mendengarkan yang ingin kita dengar meskipun di tengah keramaian. Kita menjadi tangguh karena tidak mudah terganggu hal-hal yang bukan menjadi prioritas kita.

Berbeda dengan mitos yang banyak dipercaya masyarakat awam, meditasi dan mindfulness bukan aktivitas “mengosongkan pikiran” hingga kita tidak ingat dan tak mendengar apa-apa sama sekali.

Mindfulness yaitu sebuah latihan yang membuat kita sadar akan keadaan sekitar, sadar akan suasana, sadar sedang berada di sini, saat ini, sekarang. Jadi, pikiran tidak melayang ke mana-mana, atau bahkan dalam keadaan kosong. Kembali ke cerita Chinmi tadi, jika ditanya apakah saya pernah mendengarkan suara burung kecil di tengah air terjun besar yang berisik, jujur saja saya belum pernah. Bukan karena apa-apa, tetapi selama ini saya belum pernah berkunjung ke air terjun besar dan deras yang sekaligus menjadi surga bagi burung-burung seperti di Komik Kung Fu Boy.

Eh, tapi, jika memang ada tempat seperti itu dan mudah serta cepat dijangkau, kelihatannya berlatih mindfulness

bersama di tempat itu seru, deh.

HENING SEJENAK DAN JADILAH PENYABAR

Tahun lalu, cerita Florence Sihombing yang mengungkapkan kekesalan akan Yogyakarta ramai diperbincangkan di berbagai sosial media. Kemudian, ada akun Twitter @kemalsept yang menghina Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Tak cuma itu, dia juga melontarkan hinaan kepada masyarakat Bandung.

Merasa terganggu, kesal lalu menghina, begitukah cara kita menjalani hidup ini?

Saya pun menjadi bertanya, “Apakah sekarang ini kesabaran kita lebih cepat bersembunyi sesaat setelah kita merasa terganggu dan jengkel sehingga memberikan kesempatan selebar-lebarnya untuk memuaskan keinginan kita menghina maupun membalas?”

Di era kompetisi yang begitu sengit ini, bersabar seolah-olah dianggap sebagai ejekan untuk semangat menggebu-gebu dalam menggapai harapan. Kita menjadi tak sabar, bahkan dalam hal-hal yang tidak semestinya, yaitu tak sabar menghina.

Kita diberi kebebasan untuk menikmati hidup sesuai dengan laju hidup yang kita mau dan dengan cara yang kita inginkan. Kesabaran juga merupakan anugerah luar biasa yang mampu kita berikan kepada sesama dalam kehidupan sehari-hari.

(23)

Kesabaran yang kita tunjukkan setiap saat membuat pernyataan yang kuat bahwa kita tidak menilai sesama ataupun diri sendiri secara kasar. Dengan kesabaran, kita mampu mengatasi bahkan melampaui segala yang kita rasa mengganggu dan menjengkelkan dalam hidup ini. Tak sedikit orang, mungkin termasuk kita, yang merasa terganggu dan kesal karena rutinitas harian kita sendiri. Memang rasa jengkel yang kronis tak secara langsung akan meracuni atau menyakiti sesama, tetapi dapat membuat mereka tak nyaman bersama kita. Rasa jengkel yang terus kita rawat juga akan menciptakan atmosfer yang mendukung emosi negatif meningkat.

Saya membiasakan diri hening sejenak, memberi saya pilihan untuk menenangkan diri dan memberikan anugerah berupa kesabaran kepada diri saya sendiri dan sesama, terutama orang-orang di sekitar saya. Saya pun menjadi tak tergesa untuk bereaksi, mampu memberi jeda sebelum bertindak.

Namun, tak jarang kesabaran diperlukan pada situasi-situasi yang tiba-tiba hadir begitu saja dan pada saat kita memang benar-benar butuh kesabaran.

Kesabaran juga berarti kita tak gegabah, tetapi sadar penuh dalam bereaksi terhadap gangguan dan segala yang tak kita inginkan. Kesabaran memberi kita kebebasan untuk

Dalam hidup akan selalu ada untung-rugi, fitnah-hormat, pujian-kritikan, sakit-nikmat. Marilah kita tak menjadi budak karena itu semua. Saat mulai diperbudak olehnya, berhentilah sejenak, bersabarlah.…

Sesaat merasa terganggu, saya berusaha mengingatkan diri sendiri bahwa apa pun yang menjadi penyebab rasa terganggu, hadir tidak kekal. Mencoba memahami sifat alami dari segala yang biasanya membuat saya merasa terganggu.

Apakah orang, komentar, kejadian atau peristiwa yang seolah-olah menyerang benar-benar cerminan dari diri saya? Apakah setiap gangguan akan terus-menerus ada atau akan berhenti pada waktu tertentu? Jika sesaat setelah gangguan itu saya rasakan, saya tidak memberikan respons seperti biasanya, apa yang akan terjadi?

Kesabaran merupakan hal penting di setiap hubungan kita dengan sesama dalam kehidupan sehari-hari. Kesabaran mampu mempererat hubungan. Kesabaran bukan seperti hujan yang terjadi tak kita sengaja, tetapi kesabaran adalah keputusan kita secara sadar untuk membiarkan sesuatu terjadi apa adanya.

Memang kita, manusia, ringkih dalam hal bersabar. Namun dengan belajar bersabar, kita mampu menyeleksi hal-hal yang dirasa penting, bukan semuanya, untuk dimasukkan

(24)

SIAPA ATAU APA YANG TELAH

BERHASIL MEMBUATMU

MERASA TERGANGGU,

JENGKEL, KESAL, ATAU

FRUSTRASI HARI INI?

MANFAAT MINDFULNESS

Dalam keseharian, sering kita mendengar nasihat yang berkaitan dengan waktu. Pedagang punya moto waktu adalah uang, olahragawan punya semboyan waktu adalah prestasi, manajer marketing perusahaan punya panji-panji jangan lewatkan setiap kesempatan yang ada.

Dalam beraktivitas, kita sering merasa dikejar-kejar waktu, seakan waktu selalu habis. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak untuk bertanya, “Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan waktu?”

Konsep waktu tidaklah sesederhana melihat pukul berapa saat ini di sebuah jam dinding. Waktu bukanlah gerakan jarum jam di arloji yang melekat di pergelangan tangan. Ada satu hal yang mendasar: pemaknaan kita terhadap konsep waktu.

Pada awalnya, konsep waktu diciptakan manusia untuk mempermudah hidup, misalnya untuk membuat janji dengan orang lain, merencanakan suatu tindakan, atau menceritakan peristiwa di masa lalu.

Selain sifatnya yang praktis, ada satu sisi lain dari konsep waktu, yaitu persepsi terhadap waktu. Kemampuan mempersepsi waktu adalah salah satu kemampuan penting bagi manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

(25)

Dalam satu situasi saat kita harus menunggu pesawat yang terlambat terbang, kita akan merasakan waktu bergerak amat lambat, bahkan detik demi detik pun terasa berjam-jam. Kondisi ini akan semakin berat jika kepergian kita adalah untuk suatu hal yang kita anggap penting.

Sebaliknya, ketika berlibur, tanpa terasa waktu seakan tiba-tiba habis dan kita harus pulang dan kembali melakukan rutinitas. Dua pengalaman tersebut menunjukkan bahwa durasi waktu bersifat subjektif, tergantung kondisi emosional kita. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Menurut para peneliti, persepsi kita terhadap waktu diturunkan melalui serangkaian proses fisiologis dan kognitif sehingga persepsi kita terhadap waktu menjadi tidak akurat dan bias.

Model attentional gate yang dikemukakan oleh ahli psikologi kognitif Profesor Dan Zakay menyebutkan bahwa berbeda dengan hewan, manusia memiliki kewaspadaan terhadap lintasan waktu yang sangat dipengaruhi tuntutan atensi (disebut sebagai “pagar atensi”).

Saat kita sedang kesakitan atau saat kita sedang menghadiri acara yang membosankan, benak kita bertanya-tanya kapan rasa sakit atau rasa bosan itu akan berakhir. Pada saat seperti ini, atensi kita menjadi sangat terfokus pada waktu.

Akibatnya, pagar atensi menjadi terbuka lebar sehingga durasi waktu terasa lebih panjang. Sebaliknya, pada saat waktu menjadi tidak penting (saat liburan atau saat bersama orang yang kita cintai), kita tidak lagi memberikan atensi yang berlebihan terhadap waktu sehingga pagar atensi pun menyempit.

Dapatkah kita memiliki persepsi yang lebih panjang terhadap waktu sekaligus menikmati kegiatan yang kita lakukan tanpa merasa diburu-buru oleh waktu?

Sebuah eksperimen yang dilakukan di University of Kent di Inggris menemukan bahwa individu yang diminta untuk berlatih mindfulness dalam bentuk memfokuskan atensi terhadap pergerakan napas di dalam tubuh selama 10 menit cenderung mengklasifikasi durasi stimulus sebagai “lebih panjang” dibanding sebelum latihan mindfulness. Artinya, ketika atensi kita terfokus pada stimulasi internal (napas), persepsi kita terhadap waktu menjadi lebih luas. Kita tidak lagi merasa dikejar-kejar oleh waktu. Kita mampu untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya atensi untuk menyelesaikan tugas yang ada di hadapan kita. Dengan demikian, persepsi manusia terhadap waktu bergantung kepada manusia itu sendiri. Aktivitas yang dilakukan dan realitas yang berlangsung di depan kita sebenarnya adalah netral.

(26)

Aktivitas hanya membutuhkan durasi, yang secara konvensi dapat diukur dengan satuan tempo, bisa berupa jam, menit, dan detik. Realitas di depan kita tidak mengandung “lama/ cepat”, kita sendiri yang memberikan label sesuai dengan kondisi emosi kita.

Mindfulness mengajarkan kepada kita untuk melihat realitas sebagaimana adanya dengan cara mengenali mind

kita sendiri, cara emosi kita muncul dan kemudian hilang, juga mengatur cara sisi rasional bisa ditempatkan.

Tidak hanya secara internal, mindfulness juga membentuk pola pikir kita untuk mampu melihat realitas sebagai fakta yang murni, dengan cara mengenali sifat-sifat dasarnya, yaitu bahwa semua realitas pasti akan habis, lenyap, atau rusak.

Melalui mindfulness, kita menjadi mampu berkawan dengan diri sendiri dan realitas di depan kita. Pada akhirnya, kita sendiri yang akan menentukan, memilih panik dikejar waktu, selalu kehabisan waktu, atau bersahabat dengan waktu. Mengenali waktu dengan benar akan berimbas pada keberpihakan waktu kepada kita.

APA YANG SEBENARNYA

KAMU LAKUKAN SELAMA INI?

DARI SEKIAN BANYAK HAL

YANG BISA KAMU LAKUKAN,

MENGAPA KAMU MEMILIH

MELAKUKANNYA?

MENGAPA KAMU TIDAK

MELAKUKAN HAL YANG

LAINNYA?

APA YANG MENGUSIKMU

SEHINGGA KAMU BERMINAT

MELAKUKANNYA?

APA YANG KAMU INGIN

DAPATKAN DENGAN

MELAKUKANNYA?

APA TUJUANMU

MELAKUKANNYA?

(27)

MENENTUKAN TUJUAN

Beberapa waktu lalu, saya diundang dan diberi kesempatan untuk memperkenalkan mindfulness kepada salah satu manajer di sebuah perusahaan ternama. Di banyak perusahaan, di kesempatan yang serupa, saya selalu menekankan salah satu manfaat dari mempelajari

mindfulness, yaitu meningkatkan kesadaran, termasuk menyadari tujuan kita dalam melakukan sesuatu.

Ini merupakan fondasi dalam dunia kerja. Jadi, para karyawan tidak hanya bekerja tanpa mengetahui secara pasti tujuan mereka bekerja. Namun, mereka berkarya karena diawali dengan menyadari segala yang mereka kerjakan, alasan mereka memilih pekerjaan tersebut, dan memahami tujuan mereka saat melakukan pekerjaan. Menetapkan tujuan sebelum memulai sesuatu itu penting dan membantu kita dalam perjalanan. Saat menemui tantangan di tengah perjalanan, kita dapat mengingat tujuan kita di awal, sebelum langkah pertama kita lakukan, yang memberi inspirasi untuk memilih melakukan hal ini dari sekian banyak pilihan yang ada.

Dengan begitu, motivasi terus terjaga untuk melanjutkan perjalanan. Tujuan kita mungkin agak konyol, seperti perasaan kehilangan sesuatu jika tidak melakukan hal tersebut, perasaan rindu jika tak melakukannya, atau hanya

Luangkanlah waktu meskipun sejenak, sekarang, untuk mencari tahu tujuan kita sebenarnya dalam melakukan rutinitas sehari-hari yang selama ini dilakukan. Atau, apakah selama ini kita tak tahu tujuannya sehingga hanya ikut-ikutan? Setiap menemukan jawabannya, tanyakan lagi kepada diri sendiri, apakah tujuan yang diinginkan dalam hidup memang benar itu?

Lakukanlah sebelum kita hanya terpengaruh dan hanya menjadi bagian dari tujuan orang lain. Seperti judul salah satu lagu Bon Jovi, “We Weren›t Born to Follow”.

MENENTUKAN PRIORITAS

Beberapa minggu ini, saya mempunyai kebiasaan baru. Beberapa saat setelah bangun di pagi hari, saya menulis di buku catatan. Apa yang saya tulis? Semua hal yang ingin saya lakukan di hari itu. Setelah menuliskannya, dari sekian banyak yang ingin saya lakukan, saya memutuskan apa saja yang tidak harus dilakukan dan memilih hanya 3 hal penting yang harus dilakukan.

Di awal melakukannya, saya mengalami tantangan. Bingung memilih hanya tiga hal penting yang harus dilakukan di antara banyak hal yang ingin saya lakukan.

(28)

Setelah menetapkan pilihan, saya sebisa mungkin tidak gelisah dan khawatir ataupun menyesal karena tidak melakukan hal-hal yang akhirnya tidak saya pilih. Jadi, fisik maupun pikiran saya tidak sibuk.

SIBUK HANYALAH UNTUK

PEMALAS. YA, MALAS UNTUK

BERPIKIR MENETAPKAN

PILIHAN.

Berani memutuskan untuk tidak melakukan hal-hal yang kita anggap tidak penting dapat sangat membebaskan diri kita. Kita menjadi belajar untuk menghargai hidup dan tidak ada lagi beban pikiran di malam hari karena belum menyelesaikan ini dan itu.

Hanya pikiran malas dan perilaku tak terarah yang akan membuat kita kebingungan dan stres menjalani hidup sehari-hari, terutama menjelang merebahkan badan untuk istirahat di malam hari.

Mengurangi apa yang harus kita lakukan setiap hari, bukan malah terus menambah, adalah kunci supaya di penghujung hari kita merasa telah melakukan atau menyelesaikan sesuatu. Pelankan laju hidup dan ingat, sebagian besar yang kita lakukan tidak ada manfaatnya sehingga sebaiknya kurangi yang kita lakukan.

Kamu tahu Vilfredo Pareto, kan? Ahli ekonomi di abad ke-19 yang terkenal dengan hukum Pareto? Hukum 80/20 ini menyatakan bahwa 80 persen kekayaan negara hanya dikuasai oleh 20 persen penduduknya.

Berdasarkan hukum tersebut, 80 persen hasil yang kita dapatkan berasal dari 20 persen usaha dan waktu kita. Berarti kita mengorbankan sebagian besar waktu untuk melakukan cukup banyak hal yang tidak memberikan hasil. Namun, entah mengapa, kita sering kali telanjur percaya bahwa segala sesuatu itu penting sehingga kita merasa harus melakukan semuanya.

MENGUBAH KESEPIAN MENJADI KEDAMAIAN

Pernahkah rasa sepi muncul ketika Anda sedang dikelilingi wajah-wajah yang sebetulnya akrab bagi keseharian Anda? Adakah kekosongan yang Anda rasakan di tengah tumpukan tugas dan aktivitas yang sedang Anda kerjakan?

Barangkali Anda pernah berpikir bahwa tidak ada seorang pun yang mampu memahami Anda dan merasa terkucil di antara ramainya kehidupan yang terus berjalan. Kesepian bisa menjadi salah satu pengalaman yang paling menakutkan bagi manusia.

(29)

Seiring bertambahnya usia, kesempatan kita untuk membangun relasi sosial yang baru akan menurun. Namun, kesepian bukan hanya milik para lansia. Bukan pula mutlak milik remaja yang ingin eksis di lingkungan sosialnya. Kesepian tidak sama dengan kesendirian. Rasa sepi bisa muncul pada siapa saja yang merasa bahwa kebutuhan sosialnya yang paling mendasar akan dukungan dan penerimaan dari lingkungan tidak terpenuhi.

Otak kita memiliki kecenderungan untuk mendeteksi persamaan dan perbedaan antara diri kita dengan orang lain. Tanpa ikatan sosial yang memadai, kita akan mempersepsi dunia sebagai tempat yang tidak aman bagi kita.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa rasa kesepian yang muncul akibat penolakan dari lingkungan sama hebatnya dengan sakit yang ditimbulkan luka fisik, rasa haus, dan rasa lapar.

Tidaklah mengherankan bahwa kesepian dapat pula memicu meningkatnya kecemasan, amarah, stres, depresi, tekanan darah, obesitas, bahkan kematian.

Saat pikiran sedang dikuasai kesepian, kita bisa menampilkan perilaku yang malah mendorong orang lain untuk semakin menjauh dari kita. Kita mengumpat, mencela atau mengurung diri di dalam kamar.

Akibatnya jelas, rasa sepi semakin menjadi-jadi, seperti lingkaran setan yang sulit terputus. Sebagian dari kita mungkin mengonsumsi alkohol atau obat-obatan untuk membunuh sepi.

Sebaliknya, sebagian lain berusaha melawan kesepian dengan menyibukkan diri dalam berbagai aktivitas sosial, seperti clubbing, arisan, dan pesta atau mengikuti kursus singkat tentang cara komunikasi yang efektif. Untuk sementara waktu, strategi semacam ini barangkali dapat membuat kita kembali merasa aman.

Akan tetapi, rasa sepi akan kembali menghantui selama kita masih menutup diri bahwa perasaan kesepian adalah fakta, dorongan alamiah agar kita terus mempunyai energi untuk bersosialisasi dengan sesama.

Di sinilah kemudian diperlukan latihan mindfulness. Melalui

mindfulness, kita belajar untuk tidak melawan rasa sepi yang kita rasakan. Kita belajar menyapa perasaan kesepian dengan amat mendalam, dengan mengajaknya berkenalan, berkawan secara alamiah.

Kita melatih pikiran kita untuk menerima bahwa kesepian merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam kehidupan manusia.

(30)

Baru-baru ini, sebuah studi ilmiah di Pennsylvania, Amerika Serikat, melaporkan adanya penurunan elemen genetic inflammatory genes yang merupakan tanda biologis dari kesepian pada para lansia yang menjalani latihan mindfulness.

Elemen genetik tersebut sangat terkait dengan beragam penyakit, seperti kanker, jantung, dan demensia. Ketika kita sudah bisa berkawan dengan rasa sepi secara benar, pada gilirannya kita akan memiliki kemampuan untuk mengelolanya.

Sepi tidak lagi berarti wajah ngeri yang menakutkan, tetapi dia akan mengubah wujudnya dengan memberi arti bahwa sepi membuat kita lebih berani. Berani untuk hidup.

MEMPERBAIKI PERASAAN BERSALAH

Sudah menjadi kebiasaan umum untuk menghujat orang lain yang berperilaku seenaknya tanpa menunjukkan rasa bersalah. Pengguna kendaraan bermotor yang cuek mengebut di gang sempit sehingga membuat para pejalan kaki terciprat genangan air kotor.

Orang yang tanpa basa-basi langsung menyerobot antrean pembelian tiket yang lumayan panjang. Teman yang tidak pernah mengembalikan barang-barang yang dia pinjam atau mengembalikannya berbulan-bulan kemudian dalam kondisi karut-marut. “Kok bisa-bisanya, sih! Nggak pernah diajarin, ya, sama orangtuanya.”

Rasa bersalah bukan merupakan emosi dasar manusia. Jadi, jangan heran apabila perasaan ini tidak ditunjukkan semua orang. Ini berbeda dengan rasa takut. Kita tidak perlu diajari untuk merasa takut terhadap binatang buas atau terhadap bencana alam.

Rasa bersalah ditanamkan sejak kecil pada saat kita melakukan perbuatan yang dianggap merugikan orang lain, dan terus-menerus mendapat pengukuhan apabila didukung lingkungan sosial kita. Kebutuhan untuk menjadi “orang baik” membuat kita merasa bersalah ketika sikap kita mengganggu orang lain.

Meskipun luar biasa kesal, umumnya kita tidak akan menyimpan dendam berkepanjangan terhadap pengendara motor, penyerobot antrean, atau teman kita yang tidak tahu diri. Banyak orang yang lebih mudah memberi maaf kepada orang lain dibandingkan memaafkan diri sendiri ketika melakukan kesalahan serupa.

Salah satu cara untuk mengurangi perasaan bersalah adalah dengan meminta maaf secara tulus kepada orang-orang yang telah menjadi korban perbuatan kita. Akan tetapi, tidak jarang perasaan bersalah tetap menghantui pikiran meskipun orang tersebut sudah memberikan maafnya. Ada kalanya kita bahkan tidak memiliki kesempatan untuk meminta maaf secara langsung karena orang yang pernah kita sakiti sudah tidak lagi ada bersama kita.

(31)

Rasa bersalah bisa menimbulkan ketidakberdayaan ketika kita tidak tahu harus berbuat apa untuk memperbaiki akibat dari kesalahan kita. Jika dibiarkan berlarut-larut, perasaan ini akan menyebabkan kebencian kepada diri sendiri. Kita tidak lagi bisa memisahkan antara perbuatan yang kita lakukan di masa lalu dengan diri kita di masa sekarang. Dalam kondisi ini, bisakah kita memaafkan diri kita sendiri?

Mindfulness tidak melatih kita untuk melupakan dan mengingkari hal-hal yang pernah terjadi. Sebaliknya, latihan mindfulness akan memunculkan ingatan yang jernih tentang masa lalu, termasuk masa saat kita pernah mengecewakan orang yang kita sayangi, saat kita berbohong, atau berbuat curang. Penyesalan yang muncul akibat perbuatan ini merupakan hal yang wajar.

Dengan mindfulness, kita tidak lagi menggunakan pikiran kita sebagai alat untuk menghukum diri dengan rasa bersalah. Kita jadi lebih bisa menyadari bahwa diri kita yang sekarang sudah tidak sama dengan diri kita yang melakukan perbuatan tersebut di masa lalu.

Kalau kita masih orang yang sama, tentunya kita akan terus melakukan kesalahan yang sama sampai detik ini. Adanya kesadaran bahwa “seharusnya” kita tidak melakukan perbuatan tertentu yang kemudian kita sesali menunjukkan

Pada saat kita bisa menengok ke belakang dengan penuh kelembutan, kita belajar untuk memahami kebingungan kita di masa lampau, yang sampai mendorong diri kita untuk berbuat salah kepada orang lain.

Kita bukan bersikap lembut kepada diri karena merasa lebih layak dibanding orang lain, tetapi karena seperti halnya orang lain, kita pun berhak untuk mendapatkan maaf dari diri kita sendiri.

Kita tidak lagi merasa perlu membandingkan diri dengan orang lain untuk mempertahankan harga diri kita. Dengan memaafkan diri sendiri, kesanggupan kita untuk tidak lagi mengulangi perbuatan yang sama di dalam situasi yang berbeda akan meningkat.

MENEKAN STRES

Mudah bagi kita untuk berkata bahwa kehidupan modern ini penuh dengan rasa stres. Kita semakin mempunyai kebutuhan untuk diterima khalayak ramai. Jika merasa tidak diterima, kita merasa gagal, merasa kalah.

Inilah yang tidak mudah, terutama ditambah harga yang harus kita bayar untuk sebuah kekalahan atau kegagalan begitu mahal, pengasingan dari pergaulan, gangguan

(32)

Ada juga sebagian dari kita yang terbiasa disanjung, ada juga yang mempunyai masalah untuk meraih kemenangan dan mempunyai standar sukses yang begitu tinggi, merasa bahwa sukses hanya saat meraih hal-hal yang sangat megah dan mewah.

Sering kali kita merasakan kecemasan yang melemahkan diri kita sendiri saat harus menerima kenyataan, apalagi kenyataan bahwa diri kita kalah.

Misalnya, kita mengalami permasalahan keuangan, atau ada masalah kesehatan, atau sedang mengalami konflik keluarga. Kita terus merasa stres di mana pun kita berada dan di berbagai kesempatan meski sudah berpindah lingkungan.

Apa pun yang kita lakukan dan betapa pun keras kita berusaha, serta betapa keren diri kita, dalam perjalanan hidup, kita akan selalu menemui masalah yang tidak bisa kita sangkal begitu saja.

Melatih diri sadar penuh—hadir utuh (mindfulness)—akan membantu kita meletakkan masalah yang kita hadapi dalam sudut pandang yang bijaksana melalui pemahaman yang lebih baik terhadap yang terjadi secara menyeluruh. Sebagian besar masalah sering kali kita sebut sebagai stres, yang kita kaitkan semuanya dengan situasi yang mencekam, rasa cemas yang berlebihan, dan penuh tekanan.

Stres disebabkan oleh kejadian nyata yang sedang kita alami, kita rasa atau peristiwa yang akan kita alami, yang membuat kita hilang keseimbangan dan mengaktifkan sistem respons stres dalam tubuh kita.

Dalam bukunya yang berjudul Why Zebra Don’t Get Ulcers, neuroscientist Universitas Stanford Dr. Robert M. Sapolsky menjelaskan yang terjadi saat sistem respons stres aktif.

Energi bergerak dan dihantarkan ke bagian-bagian yang membutuhkan: detak jantung, tekanan darah, dan laju napas meningkat. Pemulihan dan pembangunan bagian-bagian yang rusak ditangguhkan sampai stres berlalu. Pencernaan, pertumbuhan, daya tahan tubuh, dan sistem reproduksi menjadi terhambat. Rasa sakit berkurang, daya pikir menjadi tajam kembali, daya ingat meningkat dan penghilang alami stres, atau analgesia, muncul.

Respons terhadap stres dapat menyelamatkan hidup kita di situasi gawat darurat, tetapi jika sering aktif, berlebihan dalam jangka waktu yang lama karena kecemasan yang kronis atau gejolak emosi yang berkepanjangan, akan menyebabkan kerusakan yang serius di tubuh dan pikiran kita.

Kita menjadi rentan dan mudah menyerah kepada penyakit. Respons stres yang berkepanjangan untuk menghadapi

(33)

stres sering kali lebih merusak daripada pemicu stres itu sendiri.

Bukan hanya karena hal ini menyebabkan kita sakit, tetapi juga karena kondisi ini meningkatkan risiko kita menjadi sakit atau mengurangi kemampuan kita untuk menghadapi penyakit. Suatu kemampuan yang sebenarnya sudah kita miliki.

Stres itu subjektif. Sebuah situasi yang membuat kita stres belum pasti membuat orang lain juga stres. Mungkin malah situasi tersebut dianggap tidak mengganggu sama sekali. Bahkan masalah yang sepele bagi sebagian orang dapat juga menyebabkan stres yang parah untuk orang lain. Perbedaan yang besar ini disebabkan oleh kecenderungan genetik dan pengalaman hidup setiap orang.

Kita tidak punya kendali atas kecenderungan genetik kita, tetapi kita punya banyak cara yang bisa kita pilih dan lakukan untuk menyikapi dan menjalani hidup.

Latihan sadar penuh-hadir utuh (mindfulness) telah terbukti membantu mengelola pengalaman hidup yang penuh dengan stres, termasuk dalam menghadapi kegagalan dan kekalahan. Kekalahan akan selalu ada karena hidup tidak hanya tentang kemenangan.

WE CREATE STRESS FOR

OURSELVES BECAUSE YOU FEEL

LIKE YOU HAVE TO DO IT. YOU

HAVE TO. I DON’T FEEL LIKE

THAT ANYMORE. – OPRAH

WINFREY

(34)

MEMUNCULKAN KETENANGAN

Suatu malam yang belum begitu larut, saya mempelajari teknik sederhana untuk menenangkan pikiran dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan.

Saya menyukai seni melipat, atau dikenal dengan origami, dan saya melakukannya dengan perlahan. Setiap kali melakukan satu lipatan, saya mengarahkan pikiran untuk menyadari tarikan dan embusan napas sampai karya yang dihasilkan dari origami terwujud.

Terasa mudah saat mengetahui di awal, tetapi beda cerita saat melakukannya. Latihan ini membutuhkan perhatian yang kuat. Dampaknya, kita bisa lebih fokus, konsentrasi menjadi lebih tajam, serta meningkatkan kepekaan dan rasa syukur.

Betapa gerakan sederhana—melipat kertas, lipatan demi lipatan, memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan ketenangan, kedamaian, keceriaan, dan kebahagiaan.

Saya pun menjadi penasaran dan bertanya, “Apakah hari-hari yang kamu lewati sering kali terasa berlalu begitu saja?” “Apakah kamu kewalahan mencari waktu untuk melakukan kegiatan yang bermakna di tengah kewajibanmu mencari nafkah demi membayar tagihan-tagihan yang menumpuk, menjawab e-mail yang bertubi-tubi masuk tanpa ampun,

kemacetan lalu lintas yang semakin sulit diperkirakan, dan tenggat waktu target kerja hasil meeting yang terus antre dalam berbagai bentuk?”

Sadarilah kebutuhan untuk menenangkan pikiran yang sibuk nan ramai.

Kemudian, timbul pertanyaan lainnya, “Apakah kemampuan untuk menenangkan diri benar-benar ada? Atau hanya sekadar dongeng? Atau hanya saran tak masuk akal yang sering kali tertulis di buku-buku psikologi populer ( self-help)?”

Ada kabar gembira buat kita semua…. Kebahagiaan ada ekstraknya. Napas adalah ekstrak dari kebahagiaan. Kita mempunyai kekuatan, di setiap tarikan dan embusan napas, untuk mengurangi bahkan menghentikan stimulus berlebihan yang sudah di luar batas kemampuan kita sebagai manusia dalam hal menerima stimulus.

Kita pun memegang kendali untuk memilih menghentikan setiap kegiatan yang sudah terlalu melelahkan, kekhawatiran akan rencana-rencana yang tak kunjung menjadi nyata, dan kecemasan yang membuat otak kita tidak bekerja sewajarnya.

Luangkanlah waktu meski sejenak untuk melatih ketenangan diri. Mungkin kamu tidak sontak meraih impianmu, tetapi berjalan menuju ke sana dengan penuh rasa syukur dan kegembiraan.

(35)

Selain dengan origami, menghitung tarikan dan embusan napas pun dapat membantu kita berlatih menenangkan diri. Banyak orang yang merasa lebih mudah jika melakukannya dengan memejamkan mata.

Dalam satu menit, rata-rata manusia bernapas 8–10 kali (1 kali = 1 tarikan napas, 1 embusan napas). Saat sedang berlatih, jika lupa hitungan karena pikiran mengembara entah ke mana, tidak perlu panik, mulailah lagi dari awal. Cobalah sekarang. Apa yang kamu rasakan saat mencoba latihan ini?

Jika kamu menjadi tahu betapa ramainya pikiranmu saat berlatih “menghitung napas” ini, tidak apa-apa. Luangkanlah waktu sejenak, mungkin satu menit, untuk menyapa napasmu, untuk berhubungan bahkan “menyetubuhi” napasmu dan mengendalikan arah pikiran agar fokus dan berkonsentrasi penuh. Kamu akan menuai manfaat tak terkira.

Saya menyarankan untuk berlatih “menghitung napas” kapan pun kamu merasa letih, cemas, lelah karena berpikiran berlebihan, atau khawatir. Selang beberapa waktu, berlatih “menghitung napas” dengan tekun dan sabar akan membuat kita lebih merasa segar, tidak mudah lesu, dan lebih merasa hidup.

DO YOU HAVE PATIENCE TO

WAIT ‘TILL YOUR MUD SETTLES

AND THE WATER IS CLEAR?

CAN YOU REMAIN UNMOVING

‘TILL THE RIGHT ACTION

ARISES BY ITSELF?

(36)

HADIR UTUH BERKAT MINDFULNESS

Apakah kamu menjalani rutinitas sehari-hari dengan larut begitu saja, tanpa benar-benar menyadari setiap kegiatan yang kamu lakukan?

Saya mengalaminya beberapa tahun yang lalu. Hidup terasa berlalu, tanpa ada makna, dan saya hanya menunggu sesuatu bakal terjadi. Saya selalu merasa, saya mempersiapkan untuk sesuatu di kemudian hari. Entah kapan dan saat itu hingga sekarang tidak pernah terjadi. Kemudian, saya menyadari bahwa saat ini, di sini, masa kini, hari ini, sekarang, bukanlah persiapan untuk hari esok yang kita harapkan lebih indah. Sekarang adalah masa yang utama.

Bagaimana kita dapat tenang dan damai di tengah situasi yang penuh dengan pemicu stres, hari-hari yang serbasemrawut?

Jawabannya sederhana, meskipun tidak selalu mudah untuk kita lakukan: belajar untuk hadir utuh, jiwa, raga dan pikiran, di saat ini, di sini, di masa kini.

Meskipun kondisi di luar kendali, pekerjaan dan kehidupan membuat kita jumpalitan, koprol, menghadirkan diri utuh di sini dan kini dapat menjadi oase. Oase yang dapat mengubah hidup kita dan kita dapat melatihnya secara

sederhana.

Melatih diri agar sadar penuh, hadir utuh di sini dan saat ini, lebih menyadari kehidupan dengan segala yang terjadi setiap saat, seolah-olah menjadi hal yang tidak mungkin bagi kebanyakan orang yang sangat sibuk.

Padahal, latihan ini bukan hanya mungkin untuk kita lakukan, tetapi inilah sebenarnya yang kita inginkan. Latihan ini dapat membantu mereka yang sibuk maupun yang tidak sibuk untuk meraih impiannya dan menikmati hidup lebih utuh.

Mindfulness adalah cara sederhana untuk melatih diri agar sadar penuh, hadir utuh di sini dan saat ini, lebih menyadari kehidupan dengan segala yang terjadi setiap saat.

Mindfulness adalah cara yang lemah lembut dan tidak kasar agar secara berkelanjutan diri kita utuh, hadir di sini dan saat ini, menemani segala pengalaman dan rasa yang datang silih berganti.

Menurut Jon Kabar-Zinn, mindfulness berarti memperhatikan dengan cara tertentu, terarah, di sini, saat ini, dan tidak memberikan penilaian.

Sejak akhir 1970-an, telah ada lebih dari 1.000 penelitian secara psikologi maupun medis mengenai mindfulness

yang membuktikan keabsahan dan betapa luasnya penerapan mindfulness dalam berbagai bidang.

(37)

Juliet Adams, direktur “A Head for Work”, menjelaskan

mindfulness dengan singkatan ABC.

A

wareness,

menjadi lebih menyadari apa yang kita pikirkan, rasakan, dan lakukan, juga lebih menyadari apa yang terjadi di dalam pikiran dan di tubuh kita.

B

eing,

kita menjadi diri apa adanya, menerima setiap pengalaman dan rasa yang hadir. Kita juga terhindar dari kecenderungan untuk bereaksi secara otomatis (auto-pilot) yang hanya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang sudah terjadi dan tidak membesarkan masalah yang ada dengan menciptakan cerita-cerita yang jauh dari kenyataan sehingga menjadi drama.

C

reating,

menciptakan jarak dari segala yang kita alami dan rasakan. Juga, menciptakan stimulus sehingga kita mengeluarkan respons, agar kita dapat memilih, melihat, dan mengambil tindakan dengan lebih bijaksana.

MINDFULNESS MEMBANTU KITA UNTUK:

1. mengenali, memperlambat atau bahkan menghentikan reaksi-reaksi otomatis yang sudah menjadi kebiasaan kita, yang hanya berdasarkan hal-hal yang pernah kita alami sebelumnya;

2. memberikan respons lebih efektif terhadap situasi-situasi yang kompleks;

3. melihat situasi dan kondisi lebih jernih; 4. menjadi lebih kreatif;

5. membuat keputusan lebih tepat dan efektif; serta

6. meraih keseimbangan dan meningkatkan daya tahan, baik secara raga maupun jiwa dan pikiran, di dunia kerja maupun kehidupan sehari-hari.

(38)

LATIHAN MINDFULNESS SEHARI-HARI

1. Lakukan hanya satu hal pada satu kesempatan. Lakukan

single task dan katakan tidak untuk multi-task. Ingatlah petuah Zen, “Saat berjalan, berjalanlah saja. Saat makan, makanlah saja.”

2. Lakukan dengan saksama dan perlahan.

3. Lakukan beberapa hal saja, tidak perlu terlalu banyak. Jika kita hanya melakukan beberapa hal dalam sehari, kita akan melakukan tugas satu per satu dengan lebih perlahan, lebih saksama, dan lebih fokus, serta penuh konsentrasi.

4. Luangkan waktu minimal 5 menit setiap hari untuk tidak melakukan apa-apa. Hanya duduk, diam dalam keheningan, menyadari pikiran yang datang dan pergi. Fokuslah pada tarikan dan embusan napas. Sadari segala yang terjadi di sekitar kita. Belajarlah merasa nyaman dengan suasana sunyi dan dalam keheningan.

5. Tak perlu terlalu khawatir akan masa depan karena masa depan belum pasti terjadi. Hanyalah hadir utuh di sini dan saat kini, sekarang. Hanya fokus pada apa yang sedang kita kerjakan sekarang. Nikmatilah segala yang ada di saat ini.

6. Saat berbicara kepada seseorang, hadirkan diri utuh (tidak hanya raga, tetapi juga jiwa dan pikiran) untuk lawan bicara kita. Fokus di sini dan saat kini, perhatikan betul setiap kata yang lawan bicara ucapkan.

7. Berlatih dengan tekun dan sabar. Saat frustrasi, berhentilah sejenak dan helalah napas. Sadari setiap tarikan dan embusan napas.

SAAT BERTANYA KEPADA DIRI

KITA SENDIRI, “APA YANG

SEBAIKNYA SAYA LAKUKAN

SEKARANG?” DIRI KITA AKAN

MENJAWAB, “TERUSLAH

BERLATIH.”

(39)

MINDFUL EATING

Masalah gangguan pencernaan semakin banyak terjadi di ka-langan masyarakat. Rata-rata setiap orang menghabiskan waktu yang begitu singkat setiap hari untuk makan. Oleh karena itu, mereka mengalami gangguan pencernaan.

Sudahkah kamu makan dengan perlahan dan dengan kesadaran penuh? Atau selama ini lebih sering makan sambil menyesali masa lalu atau mengkhawatirkan masa depan?

Mari mulai makan dengan kesadaran penuh (mindful eating). • Saat makan, duduklah. Meskipun hanya sekitar 10 menit,

kondisikan diri senyaman mungkin.

• Makan dengan perhatian penuh untuk makan, tidak sambil nonton TV, tidak sambil mengerjakan tugas di laptop, dan tidak sambil bersosial media, berinternet di gadget.

• Hanya makan saat jam makan. Hindari mengemil. • Aktifkan indra. Benar-benar merasakan perlahan melalui

lidah, aroma yang tercium, tekstur makanan yang terasa di setiap kunyahan.

• Belajar mengunyah perlahan.

“SAAT BERKENDARA DAN

SESAAT BERHENTI ENTAH

KARENA LAMPU MERAH

ATAU RAMBU LALU LINTAS,

KAMU DAPAT DUDUK DENGAN

NYAMAN DAN GUNAKAN

WAKTU 20–30 DETIK UNTUK

MENENANGKAN DIRI.

SADARI TARIKAN DAN

EMBUSAN NAPAS, SERTA

NIKMATI DIRI HADIR UTUH

DI SINI DAN SAAT INI,

SEKARANG.

ADA BANYAK KESEMPATAN

DALAM KEHIDUPAN

SEHARI-HARI YANG BISA KITA

GUNAKAN UNTUK MELAKUKAN

HAL SERUPA.”

-THICH NHAT

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait