ANALISIS MENGE
ANALISIS MENGENAI
NAI KASUS PEMBAJAKA
KASUS PEMBAJAKAN KASET
N KASET DVD
DVD
FILM DAN MP3 YANG SEMAKIN MELUAS DI KALANGAN
FILM DAN MP3 YANG SEMAKIN MELUAS DI KALANGAN
MASYARAKAT
MASYARAKAT
PAPER PAPER
Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Atas Kekayaan Intelektual Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Atas Kekayaan Intelektual
dengan Dosen Rully Syahrul, S.H., M.H. dengan Dosen Rully Syahrul, S.H., M.H.
Disusun oleh : Disusun oleh : Sity Nurul Afifah Sity Nurul Afifah
1111141220 1111141220 Kelas/Semester : G / V Kelas/Semester : G / V
JURUSAN ILMU HUKUM JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG SERANG
2016 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Seiring perkembangan zaman yang semakin modern, kebutuhan manusia pun semakin beraneka ragam termasuk akan kebutuhan hiburan seperti musik, film, dan sebagainya. Kebutuhan inilah yang banyak disalahgunakan oleh banyak pihak dimana banyak sekali oknum-oknum yang melakukan pembajakan MP3 atau DVD yang berisi musik, film, drama, dan sebagainya. Seharusnya karya-karya yang sudah dihasilkan oleh para seniman ini di apresiasi dalam bentuk dilindungi oleh hak cipta.
Menciptakan suatu karya seni itu tidak mudah dilakukan karena membutuhkan tenaga, pikiran, biaya dan waktu. Hasil ciptaan bagaimanapun bentuknya, merupakan sesuatu yang perlu dihargai. Sementara itu, agar suatu
ciptaan tidak ditiru atau dijiplak oleh pihak lain, sebaiknya dan bahkan sehar usnya didaftarkan, karena dengan didaftarkannya karya ciptaannya maka akan dilindungi oleh Undang-undang dan mendapatkan kepastian hukum yang jelas.
Namun pada kenyataannya disekitar kita banyak sekali beredar VCD, MP3 atau DVD film bajakan, yang dimana ciptaan tersebut sudah memiliki lisensi hak cipta. Maka dari itu pencipta dan atau pemegang hak cipta merasa dirugikan karena mereka menganggap bahwa karya mereka kurang mendapatkan perlindungan hukum. Padahal sudah jelas dalam Undang-undang Nomor 19
Tahun 2002 Pasal 1 Angka 1 yang berbunyi :
“Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Dalam pasal diatas dituliskan hak eksklusif. Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa seizin pemegangnya. Hak ini dimiliki pencipta atau pihak yang menerima hak dari pencipta. Hak eksklusif ini
dilaksanakan tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan hak cipta sebagaimana diatur pada Bagian Kelima Undang-undang Hak Cipta 2002.1
Diberikannya hak khusus ini didasarkan pada adanya kemampuan pencipta untuk menghasilkan suatu karya yang bersifat khas dan menunjukan keaslian kreativitas sebagai individu. Bentuk khas yang dimaksudkan adalah perwujudan ide dan pikiran pencipta ke dalam bentuk karya materi yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan dibaca oleh orang lain. Dengan demikian, berarti perlindungan hak cipta tidak diberikan terhadap bentuk ide-ide atau pikiran
seorang semata.2
Dalam kasus pembajakan DVD film, MP3 dan VCD sudah jelas melanggar undang-undang Hak Cipta, karena oknum pembajak DVD film, MP3 dan VCD tidak meminta izin kepada pencipta dan atau pemegang hak cipta. Dengan adanya pembajakan DVD film, MP3 dan VCD tersebut secara tidak langsung merugikan perekonomian Indonesia, karena tidak adanya pembayaran royalty dan pajak, maka dari itu perbuatan tersebut dilarang dan bagi pihak-pihak yang tersangkut kasus tersebut akan di hukum secara tegas baik dalam bentu denda mau pun pidana penjara.
Seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak cipta Pasal 72 :
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untu itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dalam Pasal 1 angka 14 UU Hak Cipta 2002 disebutkan, lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak
1 Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-aspek Hukumnya, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm 7. 2 Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyberspace, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009,
lain untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau produk terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Dari rumusan tersebut yang menjadi obejek lisensi bukan hanya hak cipta. Hak yang dimaksudkan adalah hak cipta misalnya di bidang lagu atau musik, di mana lagu berkaitan dengan suara yang dapat direkam sehingga menimbulkan hak di bidang rekaman. Kemudian apabila ciptaan itu disiarkan kepada masyarakat juga menimbulkan hak siar. Hak rekam dan hak siar merupakan hak yang menjadi ruang lingkup objek lisensi.3
Sejak berlakunya Undang-undang Hak Cipta 2002 penyelesaian sengketa hak cipta diajukan ke pengadilan niaga sedangkan penyelesaian perkara pidananya masih tetap di pengadilan negeri. Dengan pengadilan yang berbeda tidak tertutup kemungkinan hasil akhir dari kedua pengadilan tersebut tidak sejalan satu dengan yang lainnya.
Masalah pembajakan apabila terus dibiarkan akan menimbulkan dampak negatif, seperti terancamnya investor untuk menanamkan modal/memperluas usahanya, emnurun/terganggunya kredibilitas dalam hubungan antarnegara, menurunnya kreativitas dan motivasi dalam mencuptakan dan menginvensi serta terjadinya persaingan yang tidak sehat di pasar dalam negeri, berkurangnnya pendapatan negara dari sektor pajak dan terancamnya perdagangan ekspor
Indonesia ke negara-negara anggota WTO.
Perlu adanya tindakan yang tegas dari aparatur penegak hukum untuk memberantas kasus-kasus pelanggaran hak cipta seperti pembajakan kaset DVD film, MP3 dan VCD yang dilakukan secara massal dan dinikmati oleh banyak masyarakat Indonesia. Masyarakat hanya korban dari ketidaktahuan mereka akan hukum, dan masih menganggap ini adalah hal yang biasa dilakukan, padahal secara tidak langsung mereka juga melakukan pelanggaran hukum. Untuk itu perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai kasus pembajakan DVD film,
MP3 dan VCD ini.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah Faktor-faktor yang melatarbelakangi maraknya pembajakan DVD Film dan MP3 di Indonesia?
2. Bagaimana upaya hukum untuk menyelesaikan kasus pembajakan DVD film dan MP3 oleh Iman Susila yang merupakan bentuk pelanggaran hak cipta?
BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia saat ini telah meratifikasi konvensi internasional dibidang hak cipta yaitu namanya Berne Convension tanggal 7 Mei 1997 dengan Kepres No. 18/ 1997 dan dinotifikasikan ke WIPO tanggal 5 Juni 1997, dengan konsekuensi Indonesia harus melindungi dari seluruh negara atau anggota Berne Convention.4
Perlindungan hak cipta diatur dalam Undang-undang No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta , kemudian diubah menjadi UU No. 7 tahun 1987, dan diubah lagi menjadi UU No. 12 1987 beserta peraturan pelaksanaannya.
Selain UU tersebut di atas, terdapat dasar hukum lain atas hak cipta, antara lain:
1) Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
2) Undang-undang No. 10/1995 tentang Kepabeanan 3) Undang-undang No. 12/1997 tentang Hak Cipta 4) Undang-undang No. 14/1997 tentang Merek
5) Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
6) Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
7) Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
8) Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
4
Angga Pratama, dkk, Pelanggaran Hak Cipta,
http://iroelshareblog.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pelanggaran-hak-cipta.html [Di akses pada tanggal 07 Oktober 2016].
Amerika Serikat tahun ini, menggolongkan Indonesia dalam daftar " priority watch list " untuk pelanggaran hak cipta. Daftar negara yang paling bermasalah dengan pelanggaran hak cipta ini tidak berakibat munculnya sanksi. Namun, sekadar untuk membuat efek malu bagi pemerintah negara yang bersangkutan untuk lebih giat lagi memberantas pembajakan dan pemalsuan merek dagang serta memperbaiki penegakan hukum masing-masing di bidang perlindungan kekayaan intelektual.5
A. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Maraknya Pembajakan DVD Film dan MP3 di Indonesia
Secara tradisional, Hak cipta telah diterapkan ke dalam buku-buku, tetapi sekarang Hak Cipta telah meluas dan mencakup perlindungan atas karya sastra, drama, karya musik, dan artistik, termasuk rekaman suara, penyiaran suara film dan televisi dan program komputer. Hak cipta bagi kebanyakan karya cipta berlaku untuk selama gidup dan 50 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Bagi negara-negara berkembang, fakta hukum negara-negara maju mengontrol Hak Cipta atas sebagian besar piranti lunak, produk-produk video dan musik yang terkenal dengan apa yang dinamakan sebagai budaya global, tidak dapat dihindarkan lagi telah mengakibatkan permasalahan dibidang pembajakan dan impor paralel.6
Pasal 12 UU Hak Cipta Indonesia tahun 2002 menetapkan Ciptaan yang termasuk dilindungi oleh hukum Hak Cipta di Indonesia.7 Pasal 12 menetapkan karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dilindungi adalah : 1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan i lmu pengetahuan; 4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim;
5
Ibid.,http://iroelshareblog.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pelanggaran-hak-cipta.html
6 Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual , PT Alumni, Bandung, 2011, hlm 7. 7 Ibid., hlm 100.
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
7. Arsitektur 8. Peta; 9. Seni batik; 10. Fotografi; 11. Seni batik; 12. Fotografi; 13. Sinematografi;
14. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Dilihat dari peraturannya, tampak pandangan UU tentang hak cipta berbeda dengan pandangan masyarakat kita sampai sekarang. Undang-undang
memandang hak cipta sebagai milik perseorangan karena dilatarbelakangi alam pikiran barat yang individualistis dan materialistis, sedangkan masyarakat kita, masih memandang hak cipta sebagai milik bersama yang dilatarbelakangi sifat kebersamaan dan saling tolong menolong. Perbedaan pandangan inilah yang merupakan salah satu penyebab kurang lancarnya pelaksanaan Undang-undang Hak Cipta di masyarakat.8
Berbagai pelanggaran hak cipta masih banyak terjadi di negara kita, baik yang diselesaikan di pengadilan maupun yang tidak. Pelanggaran-pelanggaran itu antara lain, dapat dilihat di televisi tiru-meniru bahan lawakan oleh para pelawak. Di kaki lima sampai dipertokoan masih dijumpai kaset dan CD serta VCD bajakkan, rekaman lagu dan film. Di samping itu di bidang desain pakaian masih ada yang sama di sana-sini dengan produk yang berbeda, dan masih banyak lainnya.
Pembajakan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) berkembang dengan pesat, terutama sejak tahun 1999 seiring dengan perkembangan teknologi. Dengan adanya produk-produk illegal yang berkandung HaKI yang semakin marak peredarannya telah menjadi 8
problema yang sangat mengkhawatirkan bagi negara, produsen produk HaKI, kredibilitas negara dan sangat menyimpan dari prinsip-prinsip dagang yang sehat, sebagaimana dimaksud dalam regulasi perdagangan dunia pada WTO/TRIPs.9
Adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut tampaknya tidak sejalan dengan peraturan hak cipta yang telah mengalami perubahan beberapa kali dan bahkan mengikuti ketentuan konvensi intersional. Perubahan peraturan hak cipta tujuan utamanya tidak lain adalah untuk memperbaiki kaidah hukumnya agar tidak terdapat kelemahan di bidang peraturannya sehingga tidak dimanfaatkan oleh para penjahat.
Sementara itu samapai sekarang adanya peristiwa pelanggaran hak cipta masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Masyarakat sering bersikap pasif, dan bahkan cenderung tidak mau tahu masalah hak cipta. Contohnya di bidang rekaman, ketika seseorang menjumpai kaset/CD dan VCD bajakan lagu atau film ditwarkan dengan harga lebih murah, sikapnya malah membeli barang tersebut walaupun kualitasnya kurang terjamin.
Keadaan yang demikian akan mempengaruhi negara kita di mata internasional kurang baik karena dianggap kurang mampu menanggulangi pelanggaran hak cipta. Pada tahun 1987 pernah terjadi seorang penyanyi asal Inggris bernama Bob Geldof pernah melontarkan tudingan kepada negara kita yang dipandang sebagai surga pembajak karena rekaman “manggung” untuk membantu rakyat miskin di Afrika Selatan dibajak oleh orang Indonesia.
Mungkin dengan latar belakang peristiwa tersebut berpengaruh peraturan hak cipta diubah, undang No. 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987. Perubahannya antara lain peraturan pidananya yang duluya sebagai delik aduan diganti dengan delik biasa, dengan tujuan memberi kesempatan kepada penyidik untuk bergerak cepat menangkap orang yang diduga melakukan pelanggaran hak cipta tanpa perlu lagi adanya pengaduan dari pihak korban.10
9
Tim Lindsey, dkk., op., cit, hlm 307. 10
B. Upaya Hukum untuk Menyelesaikan Kasus Pembajakan DVD Film dan MP3 oleh Iman Susila yang merupakan Bentuk Pelanggaran Hak Cipta
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain. Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).11
Undang-undang Hak Cipta juga telah menyediakan dua sarana hukum, yang dapat dipergunakan untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yaitu melalui sarana instrumen hukum pidana dan hukum perdata, bahkan dalam Undang-undang Hak Cipta, penyelesaian sengketa di bidang hak cipta dapat dilakukan di luar pengadilan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dalam pasal 66 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
dinyatakan bahwa: “hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 55, pasal 56, dan pasal 65 tidak mengurangi hak negara untuk melakukan
tuntutan terhadap pelanggaran hak cipta”.12
Pembajakan hak cipta merupakan salah satu tindak pidana yang berupa perbuatan meniru atau menjiplak suatu ciptaan yang dilindungi hak ciptanya oleh Undang-undang. Seperti yang sudah dijelaskan di atas ketika sebuah ciptaan diwujudkan oleh pencipta maka sejak saast itu hak cipta dilahirkan. Hak cipta dilahirkan bukan karena proes pendaftaran ciptaan. Jika pencipta memberikan izin kepada pihak lain untuk memperbanyak ciptaan (lisensi) maka pihak tersebut sebagai pemegang hak cipta berhak juga memiliki hak cipta yang sama atas ciptaan yang dilisensikan.
11
Angga Pratama, Op.,cit, http://iroelshareblog.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pelanggaran-hak-cipta.html
12
Pada bulan Januari 2009 yang lalu seorang warga DKI Jakarta bernama Iman Susila, pekerjaan sehari-harinya berdagang barang hasil rekaman gambar dan suara kedapatan petugas sedang menjual barang-barang hasil bajakn hak cipta berupa sejumlah DVD film, MP3, DVD film porno di Pasar Jatinegara – Jakarta
Timur.13
Terhadap perbuatannya tersebut yang bersangkutan diajukan sebagai terdakwa ke persidangan pengadilan dan oleh jaksa penuntut umum didakwa dengan dakwaan yang disusun secara berlapis berupa dakwaan kumulatif dan alternatif.
Dalam dakwaan kesatu pelaku didakwa melakukan perbuatan mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait yang didasarkan pada Pasal 72 Ayat (2) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Untuk dakwaan kedua jaksa penuntut umum mendakwa pelaku dengan mendasarkan pada Pasal 40 huruf c UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman karena perbuatan pelaku dipandang berhubungan dengan perfilman, yaitu berupa perbuatan mengedarkan film yang tidak disensor oleh lembaga sensor film.
selain dakwaan kumulatif tersebut jaksa penuntut umum juga menganjurkan dakwaan alternatif kedua dengan dakwaan yang didasarkan pada Pasal 282 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP, yaitu tentang perbuatan menyiarkan atau mempertunjukkan di muka umum suatu gambaran atau barang yang diketahui isinya melanggar kesusilaan, dan tentang perbuatan secara terang-terangan mengedarkan gambaran atau barang yang diduga kuat melanggar kesusilaan.
Kemudian dakwaan alternatif ketiga pelaku didakwa melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Kejahatan Penadahan yaitu pelaku melakukan perbuatan menarik keuntungan dengan jalan menjual barang yang diketahui atau sepatutnya diduga diperoleh dari hasil kejahatan.
Di persidangan dakwaan tersebut dibuktikan dengan tiga orang saksi masing-masing bernama Yudis Darmawan, Indarto Budi Satriyo, dan Sukiswantoro. Dari saksi-saksi tersebut dua orang berasal dari petugas kepolisian 13
yang mengetahui perbuatan pelaku karena pada waktu kejadian melakukan penangkapan sewaktu pelaku menjual barang dagangannya di pasar Jatinegara. Sedangkan satu saksi yang merupakan saudara (kakak) pelaku yang waktu itu sedang main di tempat pelaku berdagang. Pelaku dalam kedudukannya sebagai terdakwa dipersidangan memberikan keterangan yang mengakui terus terang perbuatannya.
Dari hasil yang diperoleh selama peridangan jaksa penuntut umum dalam tuntutan pidananya berpendapat bahwa perbuatan terdakwa terbukti melakukan dua perbuatan yaitu tindak pidana di bidang hak cipta dan tindak pidana di bidang perfilman dan menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 3 (tiga)
tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp 5 juta rupiah subsider tiga bulan kurungan, dan semua barang bukti dirampas untuk
dimusnahkan.
Apa yang dituntut jaksa penuntur umum dalam tuntutan pidananya tersebut berbeda dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur tanggal 27 April 2009 No. 445/Pid.B/2009/ PN.Jkt.Tim. yang berpendapat terdakwa hanya terbukti melakukan satu perbuatan pidana saja dalam dakwaan kesatu (Pasal 72 Ayat (2) UU No. 19 Ta nhun 2002), dengan amar putusan sebagai berikut :
1. Menyatakan terdakwa IMAN SUSILA tersebut telah terbukti dengan sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pelanggaran Hak Cipta”.
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.
3. Menetapkan bahwa masa tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Menghukum terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp 5.000.000.00 (lima juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan diganti dengan
hukuman kurungan selama 3 (tiga) bulan.
5. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada di dalam tahanan. 6. Menetapkan barang bukti berupa :
b) 71 keping MP3, dan c) 13 keping DVD porno Dirampas untuk dimusnahkan.
7. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.000.00 (dua ribu rupiah).
Dalam putusan pengadilan di atas terutama pada hukuman pidana yang dijatuhkan ternyata hakim lebih memilih hukuman kumulatif berupa pidana penjara dan pidana denda daripada memilih satu hukuman pokok saja, dan seperti pada umumnya dalam mengadili perkara pelanggaran hak cipta lainnya hakim tidak mempertimbangkan alasan mengapa hukuman kumulatif yang dipilih didalam menghukum terdakwa.
Hukuman pidana penjara yang dijatuhkan hakim lebih rendah daripada tuntutan pidana jaksa penuntut umum disebabkan hakim berpendapat di dalam putusannya hanya satu perbuatan pidana yang terbukti dilakukan oleh terdakwa
sedangkan jaksa penuntut umum dalam tuntutannya berpendapat dua perbuatan terdakwa yang terbukti yaitu pelanggaran hak cipta dan pelanggaran di bidang perfilman. Sedangkan untuk pidana denda yang dijatuhkan hakim sama banyaknya dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa
B. Saran
Berdasarkan perkembangan zaman yang semakin modern dan untuk mencegah penggandaan, perbanyakan atau replikasi pelbagai produk HaKI bajakan serta dalam rangka melaksanakan pembinaan industri-industri HaKI,
maka sudah waktunya penegakan hukum sangat mendesak untuk lebih diintensifkan bersama-sama, baik oleh pemerintah produsen HaKI maupun oleh
masyarakat end-user yang berbudaya malu memakai barang-barang bajakan
HaKI. Penyuluhan hukum melalui media massa surat kabar maupun elektronik dan pembinaan langsung dalam bentuk penyuluhan kepada masyarakat perlu perhatian dan ditingkatkan kegiatannya, agar masyarakat lebih paham hukum dan bisa mentaati seluruh peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-aspek Hukumnya, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.
Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyberspace, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009.
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual , PT Alumni, Bandung, 2011.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Internet
Angga Pratama, dkk, Pelanggaran Hak Cipta,
http://iroelshareblog.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pelanggaran-hak-cipta.html [Di akses pada tanggal 07 Oktober 2016].