PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK
KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
ZAKARIA AHMAD 0905569
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Perbandingan Peningkatan
Kemampuan Koneksi Matematis
Siswa SMP antara yang
Mendapatkan Pembelajaran dengan
Menggunakan Strategi Konflik
Kognitif Piaget dan Hasweh
Oleh Zakaria Ahmad
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Zakaria Ahmad 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ZAKARIA AHMAD
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK
KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes NIP. 196805111991011001
Pembimbing II
Dra. Hj. Ade Rohayati, M. Pd. NIP. 196005011985032002
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK
KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH
Zakaria Ahmad
Pembimbing:
Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes. Dra. Hj. Ade Rohayati, M. Pd.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh, ada atau tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis antara kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh, serta respon siswa terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget dan Hasweh.
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dan desain kelompok non-ekuivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 3 Lembang dengan sampelnya sebanyak 2 kelas diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan konflik kognitif Piaget dan Hasweh tergolong sedang, tidak adanya perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa antara yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh, serta respon siswa terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget dan Hasweh tergolong positif.
COMPARISON OF MATHEMATICAL CONNECTIONS ABILITY IMPROVEMENT OF JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS BETWEEN WHO EXPERIENCING PIAGET AND HASWEH'S COGNITIVE CONFLICT
LEARNING STRATEGIES
Zakaria Ahmad
Supervisor:
Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes. Dra. Hj. Ade Rohayati, M. Pd.
ABSTRACT
This study aims at determining the quality improvement of mathematical connections ability in the class experiencing Piaget and Hasweh’s cognitive conflict learning strategies, whether there is difference of improvement of mathematical connections ability between both class, and student’s response to both learning strategies.
This study employs quasi-experimental research methodology and
non-equivalent group research design. The study selected 2 sample classes out of 8th
grade in SMPN 3 Lembang using purposive sampling technique.
The results of this study show that quality improvement of mathematical
connections ability in the class experiencing Piaget and Hasweh’s cognitive
conflict learning strategies is medium level, there is no difference of improvement
of mathematical connections ability between both class, and positive response
from the students toward both learning strategies.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... .... 7
E. Definisi Operasional ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Koneksi Matematis ... 9
B. Strategi Konflik Kognitif ... 11
C. Kaitan antara Kemampuan Koneksi Matematis dan Strategi Konflik Kognitif ... 17
D. Hipotesis Penelitian ... 18
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 19
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20
C. Instrumen Penelitian ... 20
D. Prosedur Penelitian ... 26
E. Teknik Pengolahan Data ... 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 31
B. Pembahasan ... 46
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 60
B. Rekomendasi ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN-LAMPIRAN: A. Alat Pengumpul Data ... 64
B. Data Penelitian ... 106
C. Berkas Administrasi ... 123
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
membosankan bagi siswa, tak terkecuali di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari
bagaimana proses pembelajaran matematika itu berlangsung. Marjohan (Nugraha,
2012: 1) mengatakan, “Sistem pengajaran yang diterapkan oleh guru hanya mengulang-ulang serta sangat minim kreativitas dalam mengembangkan pelajaran
dan seni mengajar”.
Sejalan dengan perkataan Marjohan, Wono Setyabudhi, dosen matematika
dari Institut Teknilogi Bandung, mengatakan “Pembelajaran matematika di Indonesia memang masih menekankan menghapal rumus-rumus dan menghitung.
Bahkan, guru pun otoriter dengan keyakinannya pada rumus-rumus atau
pengetahuan matematika yang sudah ada” (Napitupulu, 2012). Dengan pembelajaran seperti ini, memberikan pengaruh terhadap prestasi matematika
siswa Indonesia di kancah internasional.
Berbicara mengenai prestasi matematika, posisi Indonesia masih di bawah
standar internasional. Seperti yang dilansir oleh TIMSS (Trend in International
Mathematics and Science Study), survei internasional tentang prestasi matematika
dan sains siswa SMP kelas VIII, yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih di
bawah skor rata-rata internasional. Hasil studi TIMSS 2003, Indonesia berada di
peringkat ke-35 dari 46 negara peserta dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor
rata-rata internasional 467. Hasil studi TIMSS 2007, Indonesia berada di
peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, sedangkan skor
rata-rata internasional 500. Dan hasil terbaru, yaitu hasil studi TIMSS 2011,
Indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata
386, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (IEA, 2012).
Jika dibandingkan dengan negara ASEAN, misal Singapura dan Malaysia,
Singapura dan Malaysia berada di peringkat 1 dan 10 dengan skor rata-rata 605
dan 508. Hasil studi TIMSS 2007, Singapura dan Malaysia berada di peringkat 3
dan 20 dengan skor rata-rata 593 dan 474. Hasil studi TIMSS 2011, Singapura
dan Malaysia berada di peringkat 2 dan 26 dengan skor rata-rata 611 dan 440.
Kondisi yang tidak jauh berbeda terlihat dari hasil studi yang dilakukan PISA
(Programme for International Student Assessment). Hasil studi PISA 2006,
Indonesia berada di peringkat ke-50 dari 57 negara peserta dengan skor rata-rata
391, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (Kemendikbud, 2011). Hasil studi
PISA 2009, Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 65 negara peserta dengan
skor rata-rata 371, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2010).
Hasil studi PISA 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta
dengan skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (OECD,
2013).
Hasil studi TIMSS dan PISA di atas menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia, khususnya dalam bidang Matematika,
masih tergolong rendah. Siswa belum memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
masalah non rutin atau soal-soal yang dituntut untuk berpikir lebih tinggi. Dengan
demikian, salah satu hal yang perlu dikembangkan dengan optimal adalah
kemampuan berpikir tingkat tinggi matematika atau yang dikenal High Order
Mathematical Thinking (HOMT).
Menurut Dahlan, dkk. (2009), kemampuan berpikir tingkat tinggi matematik
atau High Order Mathematical Thinking (HOMT) terdiri dari kemampuan
berpikir logis, kritis, sistematis, analitis, kreatif, produktif, penalaran, koneksi,
komunikasi, dan pemecahan masalah matematis. Salah satu kemampuan berpikir
tingkat tinggi yang diteliti oleh penulis adalah kemampuan koneksi matematis.
Schoenfeld (Mariana, 2011) menyatakan kemampuan koneksi matematis belum
maksimal dikembangkan pada sekolah-sekolah di Indonesia. Hal ini dapat
berdampak siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan beberapa
masalah dalam matematika yang notabenenya satu konsep matematika dengan
3
Dalam kemampuan koneksi matematis, siswa tidak hanya dituntut
mengaitkan konsep antar matematika tapi juga dengan bidang yang lain. Ruspiani
(Hardianty, 2012: 3) menyatakan, “Koneksi matematis adalah kemampuan siswa mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep matematika itu sendiri
maupun mengaitkan konsep matematika dengan bidang lainnya”.
Kemampuan koneksi matematis memiliki beberapa tujuan. Mariana (2011)
menyatakan bahwa tujuan koneksi matematis di antaranya untuk membantu
persepsi siswa dengan cara melihat matematika sebagai suatu bagian yang utuh
dan terintegrasi dengan kehidupan. Hal ini dapat dirumuskan menjadi tiga bagian
dalam pembelajaran di sekolah, yaitu: memperluas wawasan pengetahuan siswa,
memandang matematika bukan sebagai materi yang berdiri sendiri melainkan
sebagai suatu keseluruhan yang terpadu, dan mengenal relevansi serta manfaat
matematika dalam konteks dunia nyata.
Pentingnya kemampuan koneksi matematis ini dimiliki oleh siswa belum
terpatri dalam diri siswa Indonesia. Ruspiani (Hardianty, 2012) menyatakan
bahwa kemampuan koneksi matematis siswa SMP masih tergolong rendah. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan koneksi antar topik matematika
sebesar 22,2%, kemampuan koneksi dengan disiplin ilmu yang lain sebesar 44,9%
dan kemampuan koneksi dengan dunia nyata sebesar 67,3%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA pun turut mendukung hasil
penelitian di atas. Schoenfeld (Mariana, 2011) menyatakan bahwa 69% siswa di
Indonesia hanya mampu mengenali tema masalah tetapi tidak mampu menemukan
keterkaitan antara tema masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Ini
dapat dikatakan masih rendahnya kemampuan koneksi siswa dalam menerapkan
konsep-konsep matematika ke dalam masalah-masalah yang berkaitan atau yang
dikenal dengan istilah koneksi matematis.
Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa SMP Indonesia dapat
dilihat juga dalam laporan hasil studi PISA dan TIMSS. Tidak jarang Indonesia
mendapatkan hasil yang kurang memuaskan ketika dihadapkan pada soal-soal
Red Hot Peppers 25%
Stone Cold 45% Dreadlocks
30% 0%
konsep. Berikut disajikan beberapa soal-soal tersebut dan presentase siswa
Indonesia yang menjawab benar:
1. Pada gambar di bawah ini, CD = CE. Berapakah nilai dari x?
Untuk menjawab soal ini, siswa harus mampu mengaitkan konsep sudut dan
segitiga. Hasil TIMSS menunjukkan bahwa secara internasional, 32% siswa
menjawab benar dan hanya 19% siswa Indonesia menjawab benar (Wardhani, S.
dan Rumiati, 2011)
2. Perhatikan diagram berikut!
Diagram di atas menunjukkan hasil survey dari 400 orang siswa tentang
ketertarikannya pada grup musik rock: Dreadlocks, Red Hot Peppers, dan
Stone Cold. Buatlah sebuah diagram batang yang menggambarkan data yang
tersaji pada diagram lingkaran di atas!
Untuk menjawab soal ini, siswa harus mampu mengaitkan antara membaca data
pada diagram lingkaran dan menyajikan data tersebut ke dalam diagram batang.
Hanya 14% siswa peserta Indonesia yang mampu menjawab benar, sementara di
tingkat internasional ada 27% siswa menjawab benar (Wardhani, S. dan Rumiati,
2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruspiani, TIMSS, dan PISA cukup
untuk memperlihatkan rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa SMP di
Indonesia. Dengan realita seperti ini, diperlukan suatu strategi pembelajaran
tertentu dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu strategi pembelajaran yang
akan digunakan oleh peneliti adalah strategi konflik kognitif.
5
kesadaran seseorang akan adanya informasi-informasi baru dengan informasi
yang dimilikinya yang tersimpan dalam struktur kognitifnya Tidak hanya dari
masing-masing individu, tetapi konflik kognitif juga dapat muncul dalam
lingkungan sosial ketika ada pertentangan pendapat atau pemikiran antara
seseorang individu dengan individu lainnya pada lingkungan individu yang
bersangkutan (Damon dan Killen dalam Ismaimuza, 2010).
Banyak hasil penelitian yang menunjukkan strategi pembelajaran konflik
kognitif lebih baik daripada pembelajaran biasa. Salah satunya penelitian yang
dilakukan oleh Widiyastuti (2008) dalam upaya meningkatkan keaktifan siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan strategi
konflik kognitif dapat meningkatkan keaktifan siswa di kelas secara berarti.
Keaktifan siswa mengerjakan latihan soal meningkat sebesar 21,05% sebelum
tindakan menjadi 65,8% pada akhir tindakan, keaktifan mengerjakan soal kedepan
kelas meningkat sebesar 7,8% sebelum tindakan menjadi 50,0% pada akhir
tindakan dan keaktifan bertanya meningkat sebesar 7,8% sebelum tindakan
menjadi 55,3% pada akhir tindakan.
Selain dapat meningkatkan keaktifan siswa, strategi pembelajaran konflik
kognitif juga dapat menurunkan tingkat miskonsepsi terhadap suatu materi
pelajaran. Sadia (1997) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa strategi konflik
kognitif lebih efektif daripada strategi konvensional dalam mengubah miskonsepsi
siswa menuju konsepsi ilmiah. Dari 9 hal miskonsepsi siswa, ada yang bersifat
cukup resisten dan bahkan beberapa diantaranya bersifat sangat resisten dalam
proses pembelajaran.
Lebih khusus lagi, strategi konflik kognitif dapat meningkatkan kemampuan
koneksi matematis siswa dengan tingkat intelegensi yang berbeda. Astuti dan
Zubaidah (2007) menyimpulkan dalam laporan penelitiannya bahwa strategi
konflik kognitif dengan setting pembelajaran diskusi cocok untuk meningkatkan
kemampuan koneksi matematis siswa, baik bagi siswa yang intelegensinya di atas
rata-rata, rata-rata, maupun di bawah rata-rata.
Ismaimuza (2010) menyebutkan bahwa ada tiga pendapat dari para ahli yang
1. Piaget mengistilahkan konflik kognitif dengan ketidakseimbangan kognitif.
Menurutnya, konflik kognitif dibangun dari ketidakseimbangan antara
struktur kognitif seseorang dengan informasi yang berasal dari
lingkungannya. Dengan kata lain, terjadi ketidakseimbangan antara
struktur-struktur internal dengan masukan-masukan eksternal.
2. Hasweh mengistilahkan konflik kognitif dengan konflik metakognitif.
Menurutnya, konflik kognitif dibangun dari pertentangan antara struktur
kognitif yang lama dengan struktur kognitif yang baru atau bisa juga yang
sedang dipelajari/dihadapi
3. Kwon mengistilahkannya dengan konflik kognitif. Menurutnya, konflik
kognitif dibangun dari konflik antara struktur kognitif yang baru (menyangkut
materi baru dipelajari) dengan lingkungan yang dapat dijelaskan tetapi
penjelasan itu mengacu pada struktur kognitif awal yang dimiliki oleh
individu.
Dari ketiga pendapat di atas, penulis memilih dua pendapat yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu Piaget dan Hasweh. Dengan demikian,
penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana perbedaan strategi pembelajaran
konflik kognitif dari dua ahli tersebut dalam meningkatkan kemampuan koneksi
matematis siswa SMP, sehingga penulis mengangkat judul “Perbandingan Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Antara Yang
Mendapatkan Pembelajaran Dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif
Piaget Dan Hasweh”. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas
yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik
kognitif Piaget?
2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas
yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik
7
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis
antara yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik
kognitif Piaget dan Hasweh?
4. Bagaimana respon siswa terhadap staregi pembelajaran konflik kognitif
Piaget dan Hasweh?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dirumuskan
sebagai berikut.
1. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas
yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik
kognitif Piaget.
2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas
yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik
kognitif Hasweh.
3. Mengetahui terdapat atau tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan
koneksi matematis antara yang mendapatkan pembelajaran dengan
menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh.
4. Mengetahui respon siswa terhadap staregi pembelajaran konflik kognitif
Piaget dan Hasweh.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagi siswa
Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi
matematis siswa, sehingga siswa dapat mengaitkan konsep matematika yang
satu dengan yang lainnya.
2. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru dan guru
dapat mengembangkan bahan ajar pada pokok bahasan matematika yang
3. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai salah satu referensi dalam rangka
peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa dan mutu sekolah.
4. Bagi dunia pendidikan
Penelitian ini bertujuan untuk ikut berusaha meningkatkan mutu pendidikan
dan sebagai salah satu alternatif cara untuk meningkatkan kemampuan
koneksi matematis siswa.
5. Bagi peneliti
Sebagai seorang calon guru, dapat mengetahui bagaimana mengadakan suatu
pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif dalam
meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa sehingga kelak dapat
diaplikasikan kembali di waktu, tempat, dan materi yang berbeda.
E. Definisi Operasional
1. Konflik kognitif adalah suatu situasi dimana kesadaran seorang individu
mengalami ketidakseimbangan kognitif yang disebabkan oleh adanya
kesadaran seseorang akan adannya informasi-informasi yang
bertentangan dengan informasi yang dimilikinya yang tersimpan dalam
struktur kognitifnya.
2. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam
mengaitkan konsep matematika dengan konsep matematika yang lain,
matematika dengan disiplin ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan
sehari-hari.
3. Konflik kognitif Piaget yaitu konflik kognitif yang dibangun karena
adanya ketidakcocokan atau konflik antara konsep awal yang sudah
dimiliki oleh siswa dan lingkungan/realita dalam kehidupan sehari-hari.
Lingkungan/realita tersebut dapat dijelaskan dengan konsep yang akan
dipelajarinya.
4. Konflik kognitif Hasweh yaitu konflik kognitif yang dibangun karena
adanya ketidakcocokan atau konflik antara konsep awal yang sudah
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa SMP antara yang mendapatkan pembelajaran dengan
menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh. Variabel yang
mempengaruhi atau variabel bebasnya adalah strategi pembelajaran konflik
kognitif, sedangkan variabel akibat atau variabel terikatnya adalah kemampuan
koneksi matematis. Dengan kata lain, yang ingin diketahui dalam penelitian ini
adalah melihat hubungan sebab akibat dari variabel bebas dan terikat lalu
membandingkannya.
Penelitian ini dilakukan di suatu jenjang pendidikan dengan kelompok yang
diteliti sudah terjadi dan tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan
kelompok. Karena pemilihan kelas tidak dilakukan secara acak dan tujuan dari
penelitian ini adalah melihat hubungan sebab akibat, maka metode penelitian yang
akan digunakan adalah metode penelitian kuasi eksperimen (Ruseffendi, 2010).
A. Desain Penelitian
Karena penelitian ini menguji perbandingan dua perlakuan yang berbeda dan
subjek tidak dikelompokkan secara acak, maka desain penelitian yang digunakan
adalah Desain Kelompok Non-Ekuivalen dengan pola sebagai berikut
(Ruseffendi, 2010):
0 X1 0
0 X2 0
Keterangan:
0 : pre-test atau post-test
X1 : perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran konflik kognitif
Piaget (C1)
X2 : perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran konflik kognitif
Di dalam desain ini tes dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan
sesudah eksperimen. Tes yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pre-test dan
observasi yang dilakukan sesudah eksperimen disebut post-test (Arikunto, 2010).
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri
3 Lembang. Sedangkan sampel penelitiannya adalah kelas VIII sebanyak 2 kelas,
yaitu kelas VIII-F dan VIII-G. Kelas VIII-F diberikan perlakuan dengan
menggunakan strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget, sedangkan kelas
VIII-G diberikan perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran konflik
kognitif Hasweh. Teknik pengambilan sampelnya menggunakan purposive
sampling atau sampling pertimbangan, yaitu teknik penarikan sampel yang
dilakukan untuk tujuan tertentu saja. Cara pengambilan sampelnya dilakukan
berdasarkan pertimbangan guru matematika yang mengajar kedua kelas tersebut
dan persetujuan dari wakasek kurikulum. Tidak memungkinkannya mengambil
sampel secara acak dari berbagai kelas karena akan mengganggu sistem
pembelajaran di sekolah tersebut menjadi pertimbangannya, sehingga dipilihlah
dua kelas yang memiliki kemampuan yang setara, yaitu kelas VIII-F dan VIII-G.
C. Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (2010), alat evaluasi (instrumen) yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: Instrumen Tes dan Non-Tes. Berikut
akan dijelaskan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini:
1. Instrumen Tes
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tes dalam penilitian ini dibagi
menjadi 2, yaitu: pre-test dan post-test. Pre-test bertujuan untuk mengetahui
kemampuan koneksi matematis siswa sebelum mendapat perlakuan, sedangkan
post-test bertujuan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa
sesudah mendapat perlakuan.
Sebelum digunakan sebagai pre-test dan post-test, instrumen (alat evaluasi)
yang telah dibuat diujicobakan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengtahui
kualitasnya. Menurut Suherman dan Kusumah (1990: 134), untuk mendapatkan
21
pula. Untuk mendapatkan alat evaluasi yang kualitasnya baik, perlu diperhatikan
beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Di antaranya:
a. Validitas
Salah satu cara untuk mencari koefisien validitas instrumen tes adalah dengan
menggunakan rumus korelasi produk moment memakai angka kasar (raw score).
Rumusnya adalah sebagai berikut :
dengan: : koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N : banyak subjek (testi)
X : skor siswa pada setiap butir soal
Y : skor total dari seluruh siswa
Di bawah ini adalah klasifikasi derajat validitas menurut J. P. Guilford (Suherman
dan Kusumah, 1990: 147):
validitas sangat tinggi validitas tinggi
validitas sedang validitas rendah validitas sangat rendah tidak valid
Uji coba dilakukan terhadap kelas IX-D di SMP Negeri 3 Lembang. Data
hasil uji coba diolah dengan menggunakan ANATES V4. Berdasarkan analisis
hasil uji coba, dengan mengacu pada klasifikasi Guilford di atas, diperoleh
validitas butir soal sebagai berikut.
Tabel 3.1
Kategori Validitas Butir Soal Hasil Uji Instrumen No Butir Soal Korelasi Kategori
1.a 0,437 Sedang
1.b 0,455 Sedang
2.a 0,793 Tinggi
3.a 0,492 Sedang
No Butir Soal Korelasi Kategori
3.b 0,763 Tinggi
3.c 0,573 Sedang
4.a 0,697 Tinggi
4.b 0,851 Sangat Tinggi
4.c 0,814 Sangat Tinggi
Koefisien validitas dikatakan valid jika rxyhitung > rxytabel. Dengan
mengambil p = 0,05 maka diperoleh
Tabel 3.2
Kriteria Validitas Butir Soal Hasil Uji Instrumen
No soal rxyhitung rxytabel Kriteria 1.a 0,437 0,349 Valid
1.b 0,455 0,349 Valid
2.a 0,793 0,349 Valid
2.b 0,756 0,349 Valid
3.a 0,492 0,349 Valid
3.b 0,763 0,349 Valid
3.c 0,573 0,349 Valid
4.a 0,697 0,349 Valid
4.b 0,851 0,349 Valid
4.c 0,814 0,349 Valid
b. Reliabilitas
Cara untuk mencari koefisien realibilitas instrument tes bentuk uraian adalah
dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha. Rumusnya adalah sebagai berikut:
dengan = koefisien realibilitas
n = banyak butir soal (item),
23
Di bawah ini adalah klasifikasi derajat reliabilitas menurut J. P. Guilford
(Suherman dan Kusumah, 1990: 177):
derajat realibilitas sangat rendah derajat realibilitas rendah
derajat realibilitas sedang derajat realibilitas tinggi derajat realibilitas sangat tinggi
Dengan menggunakan ANATES V4 diperoleh koefisien reliabilitas soal hasil
uji instrumen yaitu 0,86. Menurut klasifikasi Guilford di atas, koefisien reliabilitas
soal termasuk ke dalam kategori sangat tinggi.
c. Daya Pembeda
Rumus untuk menentukan daya pembeda soal tipe uraian adalah
dengan = Daya Pembeda
= rata-rata skor kelompok atas untuk soal itu, = rata-rata skor kelompok bawah untuk soal itu, = Skor Maksimal Ideal (Bobot)
Di bawah ini adalah klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak
digunakan (Suherman dan Kusumah, 1990: 202):
sangat jelek jelek
cukup baik
sangat baik
Dengan menggunakan perangkat lunak ANATES V4 diperoleh klasifikasi
Tabel 3.3
Kategori Daya Pembeda Hasil Uji Instrumen No Soal Daya Pembeda Kategori
1.a 0,225 Cukup
1.b 0,325 Cukup
2.a 0,625 Baik
2.b 0,350 Cukup
3.a 0,350 Cukup
3.b 0,700 Baik
3.c 0,625 Baik
4.a 0,800 Sangat Baik
4.b 0,650 Baik
4.c 0,675 Baik
Artinya, soal nomor 1, 2.b, dan 3.a cukup bisa membedakan antara siswa
yang pintar dengan siswa yang kurang pintar, sedangkan soal yang lain bisa
membedakan siswa yang pintar dengan yang kurang pintar.
d. Indeks Kesukaran
Rumus untuk menentukan indeks kesukaran soal tipe uraian adalah
dengan = Indeks Kesukaran,
= rata-rata skor untuk soal itu, = Skor Maksimal Ideal (Bobot)
Di bawah ini adalah klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran yang banyak
digunakan (Suherman dan Kusumah, 1990: 213):
soal terlalu sukar soal sukar soal sedang soal mudah
soal terlalu mudah
Hasil pengolahan indeks kesukaran menggunakan ANATES V4 adalah sebagai
25
Tabel 3.4
Kategori Indeks Kesukaran Hasil Uji Instrumen No Soal Indeks Kesukaran Kategori
1.a 0,7375 Mudah
Berdasarkan hasil uji instrumen, 1 soal termasuk ke dalam kategori sukar, 2
soal termasuk ke dalam kategori mudah, sedangkan soal lainnya tergolong sedang.
Dengan kata lain, soal-soal tersebut dapat digunakan untuk membedakan siswa
yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.
Adapun rekapitulasi analisis hasil uji instrumen disajikan secara lengkap
dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.5
Berdasarkan rekapitulasi analisis di atas, soal-soal tersebut dapat dikatakan
sebagai alat evaluasi dengan kualitas yang baik. Hal ini dapat dilihat dari
masing-masing kriteria. Dengan demikian, instrument tes ini sudah layak untuk dijadikan
tes kemampuan awal siswa (pretes) dan tes kemampuan koneksi matematis
setelah diberi pembelajaran (postes).
2. Instrumen Non-test
a. Observasi
Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan mengamati
mengenai aktivitas guru dan siswa ketika pembelajaran berlangsung. Aktivitas
guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan strategi
pembelajaran konflik kognitif. Aktivitas siswa yang diamati adalah kemampuan
koneksi matematis siswa. Observasi dilakukan oleh seorang observer.
b. Jurnal Harian Siswa
Jurnal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah respon dan saran siswa
terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif. Jurnal ini diberikan kepada siswa
setiap pertemuan setelah pembelajaran selesai. Jurnal ini digunakan sebagai bahan
evaluasi untuk pertemuan selanjutnya.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Adapun rincian mengenai ketiga tahap
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
a. Membuat proposal penelitian yang dilanjutkan dengan seminar proposal.
b. Melakukan perbaikan proposal penelitian pada bagian yang harus
dierbaiki
c. Perizinan penelitian.
d. Menentukan populasi dan sampel penelitian
e. Menyusun bahan ajar dan instrumen tes kemampuan koneksi matematis
f. Melakukan uji coba instrumen tes.
27
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melakukan pre-test.
b. Melaksanakan strategi pembelajaran konflik kognitif.
c. Melakukan observasi
d. Memberikan jurnal harian.
e. Melakukan post-test.
3. Tahap Akhir
a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif dari kedua kelas
b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh
c. Membuat kesimpulan
E. Teknik Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah pengolahan
data. Pengolahan data terdiri dari:
1. Pengolahan Data Hasil Belajar
Data hasil belajar meliputi data pretes, postes, dan indeks gain. Data pretes
dan postes masing-masing diperoleh sebelum dan setelah dilaksanaannya
pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif. Setelah pretes
dilaksanakan, jawaban siswa diolah dengan menggunakan pedoman penskoran
dari Holistic Scoring Rubrics (Lestari, 2009) seperti tertera pada tabel di bawah
ini.
Tabel 3.6
Pedeoman Pemberian Skor Kemampuan Koneksi Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics
Respon Siswa Terhadap Soal Skor
Menunjukkan kemampuan koneksi:
a. Penggunaan konsep dan keterkaitan antar konsep matematika secara lengkap
b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar
4
Menunjukkan kemampuan koneksi:
a. Penggunaan konsep dan keterkaitan antar konsep matematika hampir lengkap
b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan dalam perhitungan
Respon Siswa Terhadap Soal Skor Menunjukkan kemampuan koneksi:
a. Penggunaan konsep dan keterkaitan antar konsep matematika kurang lengkap
b. Penggunaan algoritma, namun mengandung perhitungan yang salah
2
Menunjukkan kemampuan koneksi:
a. Penggunaan konsep dan keterkaitan antar konsep matematika sangat terbatas
b. Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah
1
Tidak ada jawaban 0
Skor maksimal ideal dari jawaban pretes adalah 40. Penskoran seperti ini berlaku
juga untuk postes.
Indeks gain (gain ternormalisasi) digunakan untuk melihat peningkatan
kemampuan koneksi matematis siswa dan kualitas peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa dengan cara membandingkan antara rata-rata indeks gain
kelas yang mendapatkan pembelajaran konflik kognitif Piaget dengan rata-rata
indeks gain kelas yang mendapatkan pembelajaran konflik kognitif Hasweh. Jika
hasil pre-test memperlihatkan kemampuan yang sama pada kedua kelas, maka
data yang digunakan adalah data hasil post-test. Tetapi, bila hasil pre-test kedua
kelas memperlihatkan kemampuan yang berbeda maka data yang digunakan untuk
mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa adalah gain
ternormalisasi (indeks gain) Menurut Meltzer dan Hake (Izzati, 2010: 71), indeks
gain diperoleh dengan rumus:
Hasil perhitungan indeks gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
kategori menurut Hake (Izzati, 2010: 72) yaitu:
Tabel 3.7 Klasifikasi Gain (g) Besarnya Gain (g) Interpretasi
g 0,7 Tinggi
0,3 g < 0,7 Sedang
29
2. Pengolahan Data Hasil Observasi
Data hasil observasi yang diolah adalah aktivitas guru dan siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Data tersebut diolah dan dianalisis secara
deskriptif. Keterlaksanaan setiap langkah dalam lembar observasi disajikan dalam
bentuk persentase
3. Pengolahan Data Hasil Jurnal Harian
Jurnal harian digunakan untuk melihat respon siswa terhadap bahan ajar.
Pengolahannya dengan memisahkan antara respon positif, respon netral, dan
respon negatif terlebih dahulu. Respon positif berupa antusiasme/kepuasan siswa
terhadap bahan ajar yang digunakan, respon negatif berupa kebingungan/kesulitan
siswa terhadap permasalahan yang disajikan dalam bahan ajar, dan respon netral
berupa respon positif sebagian dan respon negatif sebagian. Kemudian, ditentukan
presentase dari ketiga respon tersebut pada setiap pertemuannya. Setelah
diperoleh presentasenya, lalu dicari rata-rata dari presentase tersebut. Hasil
pengolahan data tersebut disajikan dalam bentuk persentase secara deskriptif.
F. Analisis Data
Analisis data yang dimaksud adalah analisis data secara statistik
menggunakan perangkat lunak SPSS. Data yang dianalisis di antaranya pretes,
postes, dan indeks gain. Analisis data ini digunakan untuk menguji hipotesis,
apakah diterima atau ditolak. Untuk mencapai tujuan itu, ada beberapa analisis
yang perlu dilakukan. Analisis pertama yang dilakukan adalah analisis data pretes
karena berkaitan dengan kemampuan awal siswa. Analisis data pretes yang
dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Menganalisis data secara deskriptif yang meliputi mean, standar deviasi, dan
median sebagai langkah awal dalam melakukan pengujian hipotesis.
2. Melakukan uji normalitas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah
sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Pengujian
normalitas data pretes menggunakan uji Shapiro Wilk karena subjek yang
diteliti lebih dari 30 orang. Jika sampel berasal dari populasi berdistribusi
salah satunya tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji statistik non
parametrik Mann-Whitney U.
3. Melakukan uji homogenitas. Pengujian homogenitas varian kelompok
menggunakan uji Levene. Jika sebaran data homogen, dilanjutkan dengan uji t
atau Independent Sample T Test. Jika kedua data pretes atau salah satunya
tidak homogen, maka dilanjutkan dengan uji t’ atau Independent Sample T’
Test.
Dengan kata lain, kemampuan awal kedua kelas dapat diketahui dari
Mann-Whitney U Test (jika data tidak berdistirbusi normal), Independent Sample T Test
(jika data berdistribusi normal dan homogen), atau Independent Sample T’ Test
(jika data berdistribusi normal tetapi tidak homogen).
Ada dua kemungkinan dari hasil analisis pretes, yaitu kemampuan awal kedua
kelas sama dan berbeda. Jika kemampuan awal kedua kelas sama, maka seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, data yang digunakan untuk menguji hipotesis
adalah data postes. Jika berbeda, maka data yang digunakan untuk menguji
hipotesis adalah indeks gain. Langkah analisis untuk data postes atau indeks gain
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan pada bab IV,
diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan konflik kognitif Piaget
tergolong sedang (0,4805).
2. Kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan konflik kognitif Hasweh
tergolong sedang (0,5691).
3. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa
antara yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik
kognitif Piaget dan Hasweh.
4. Respon siswa terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget dan
Hasweh tergolong positif.
B. Rekomendasi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa rekomendasi yang
dapat disampaikan antara lain sebagai berikut:
1. Bagi para pengguna hasil penelitian ini, terutama guru dan calon guru,
direkomendasikan agar mempersiapkan bahan ajar yang lebih menarik bagi
siswa dan dapat menimbulkan konflik yang lebih membuat siswa berpikir
dalam kognitifnya.
2. Bagi para peneliti yang akan melanjutkan penelitian ini, terutama yang ingin
mengetahui apakah kedua pembelajaran ini lebih baik daripada pembelajaran
biasa, direkomendasikan agar menambahkan satu kelas lagi dalam sampelnya
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Astuti, D dan Zubaidah (2007). Pengembangan model pembelajaran yang berorientasi contextual open-ended problem solving untuk meningkatkan koneksi matematika siswa dalam pembelajaran matematika di SMA. [Online]. Tersedia: elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byld/53619 [7 September 2013]
Astuti, P (2011). Analisis tentang membangun pengetahuan awal atau apersepsi siswa dalam kegiatan pembelajaran. [Online]. Tersedia:
http://poojetz.wordpress.com/2011/01/13/analisis-tentang-membangun-pengetahuan-awal-atau-apersepsi-siswa-dalam-kegiatan-pembelajaran/ [15 Desember 2013]
Dahlan, J. A., dkk. (2009). Pengembangan model computer based e-learning untuk meningkatkan kemampuan high order mathematical thinking siswa SMA. Laporan penelitian. LPPM UPI.
Dahlan, J. A., dkk. (2012). Implementasi strategi pembelajaran konflik kognitif dalam upaya meningkatkan high order mathemtical thinking siswa. [Online]. Tersedia: http://www.indonesiamampu.org/unduh/file/59/implementasi- strategi-pembelajaran-konflik-kognitif-dalam-upaya-meningkatkan-high-order-mathematical [2 Juli 2013]
Hardianty, H. (2012). Pengembangan model bahan ajar strategi pembelajaran konflik kognitif (cognitive conflict) untuk meningkatkan kemampuan koneksi siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.
Hannah, N. dan Syaichudin, M. (2011). Penerapan pendekatan SAVI untuk
IEA. (2012). TIMSS 2011 international results in mathematics. [Online]. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_M_Chapter1.pdf [28 Januari 2014]
62
Izzati, N. (2010). Meningkatkan kemampuan berpikir matematis pada tingkat koneksi dan analisis siswa mts negeri melalui pembelajaran kolaboratif murder. Tesis PPS UPI. Tidak Diterbitkan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Survei internasional PISA. [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa [22 Januari 2014]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Survei internasional TIMSS. [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss [2 Juli 2013]
Lee, G., et al. (2003). “Development of an instrument for measuring cognitive conflict in secondary-level science classes”. Journal of Research in Science Teaching. 40, (6), 585–603.
Lestari, P. (2009). Peningkatan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa SMK melalui pendekatan pembelajaran kontekstual (studi eksperimen pada sekolah menengah kejuruan negeri kelompok pariwisata di kota bandung). Tesis PPS UPI. Tidak Diterbitkan.
Listyotami, M. K. (2011). Upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa kelas viii a SMPN 15 yogyakarta melalui model pembelajaran learning
cycle “5e” (implementasi pada materi bangun ruang kubus dan balok).
[Online]. Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/2043/1/Mega_Kusuma_Listyotami_(NIM.073012440 31).pdf [22 Juli 2013]
Mariana, S. (2011). Penerapan pendekatan kontekstual dengan pemberian tugas mind map setelah pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.
Napitupulu, E. L. (2012). Prestasi sains dan matematika indonesia menurun. [Online]. Tersedia: edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/09005434 [26 Agustus 2013]
Nesmaya, L. (2013). Penerapan strategi konflik kognitif disertai teknik peta konsep dalam pembelajaran fisika di SMA. [Online]. Tersedia: http://library.unej.ac.id/client/search/asset/561 [22 Juli 2013]
Nugraha, A.Y. (2012). Pengembangan model bahan ajar strategi pembelajaran konflik kognitif (cognitive conflict) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.
Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf [28 Januari 2014]
OECD. (2013). PISA 2012 results: what students know and can do – student performance in mathematics, reading and science (volume i). [Online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-volume-I.pdf [28 Januari 2014]
Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang non-eksakta lainnya. Bandung: TARSITO
Sadia, I. W. (1997). Efektivitas strategi konflik kognitif dalam mengubah miskonsepsi siswa (suatu studi eksperimental dalam pembelajaran konsep energi, usaha, dan gaya gesekan di SMU negeri 1 singaraja). [Online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/91729204/30497113 [25 Juli 2013]
Sapti, M. (tanpa tahun). Kemampuan koneksi matematis (tinjauan terhadap
pendekatan pembelajaran SAVI). [Online]. Tersedia:
http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/limit/article/download/26/247 [22 Juli 2013]
Sugiyanta. (2008). Pendekatan konflik kognitif dalam pembelajaran fisika. [Online]. Tersedia: yuhasriatiridwan.blogspot.com/2011/02/pendekatan-konflik-kognitif.html [25 Agustus 2013]
Suherman, E. dan Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk praktis untuk melaksanakan evaluasi pendidikan matematika. Bandung: Wijayakusumah.
Suratno, T. (2008). Konstruktivisme, konsepsi alternatif dan perubahan konseptual dalam pendidikan IPA. [Online]. Tersedia:
file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR/Nomor_10-Oktober_2008/Konstruktivisme,_Konsepsi_Alternatif_dan_Perubahan_Konse ptual_dalam_Pendidikan_IPA.pdf [16 Desember 2013]
Wardhani, S. dan Rumiati. (2011). Instrumen penilaian hasil belajar matematika SMP: belajar dari PISA dan TIMSS. Jakarta: Kemendiknas
Widiyastuti, D. (2008). Penerapan strategi konflik kognitif dalam upaya peningkatan keaktifan siswa kelas vii SMPN 1 susukan. [Online]. Tersedia: http://etd.eprints.ums.ac.id/1138/ [19 Juli 2013]