• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK

KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

ZAKARIA AHMAD 0905569

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Perbandingan Peningkatan

Kemampuan Koneksi Matematis

Siswa SMP antara yang

Mendapatkan Pembelajaran dengan

Menggunakan Strategi Konflik

Kognitif Piaget dan Hasweh

Oleh Zakaria Ahmad

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Zakaria Ahmad 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

ZAKARIA AHMAD

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK

KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes NIP. 196805111991011001

Pembimbing II

Dra. Hj. Ade Rohayati, M. Pd. NIP. 196005011985032002

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

(4)

PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MENDAPATKAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK

KOGNITIF PIAGET DAN HASWEH

Zakaria Ahmad

Pembimbing:

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes. Dra. Hj. Ade Rohayati, M. Pd.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh, ada atau tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis antara kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh, serta respon siswa terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget dan Hasweh.

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dan desain kelompok non-ekuivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 3 Lembang dengan sampelnya sebanyak 2 kelas diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan konflik kognitif Piaget dan Hasweh tergolong sedang, tidak adanya perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa antara yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh, serta respon siswa terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget dan Hasweh tergolong positif.

(5)

COMPARISON OF MATHEMATICAL CONNECTIONS ABILITY IMPROVEMENT OF JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS BETWEEN WHO EXPERIENCING PIAGET AND HASWEH'S COGNITIVE CONFLICT

LEARNING STRATEGIES

Zakaria Ahmad

Supervisor:

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes. Dra. Hj. Ade Rohayati, M. Pd.

ABSTRACT

This study aims at determining the quality improvement of mathematical connections ability in the class experiencing Piaget and Hasweh’s cognitive conflict learning strategies, whether there is difference of improvement of mathematical connections ability between both class, and student’s response to both learning strategies.

This study employs quasi-experimental research methodology and

non-equivalent group research design. The study selected 2 sample classes out of 8th

grade in SMPN 3 Lembang using purposive sampling technique.

The results of this study show that quality improvement of mathematical

connections ability in the class experiencing Piaget and Hasweh’s cognitive

conflict learning strategies is medium level, there is no difference of improvement

of mathematical connections ability between both class, and positive response

from the students toward both learning strategies.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... .... 7

E. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Koneksi Matematis ... 9

B. Strategi Konflik Kognitif ... 11

C. Kaitan antara Kemampuan Koneksi Matematis dan Strategi Konflik Kognitif ... 17

D. Hipotesis Penelitian ... 18

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 19

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

C. Instrumen Penelitian ... 20

D. Prosedur Penelitian ... 26

E. Teknik Pengolahan Data ... 27

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 31

B. Pembahasan ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 60

B. Rekomendasi ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN-LAMPIRAN: A. Alat Pengumpul Data ... 64

B. Data Penelitian ... 106

C. Berkas Administrasi ... 123

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang

membosankan bagi siswa, tak terkecuali di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari

bagaimana proses pembelajaran matematika itu berlangsung. Marjohan (Nugraha,

2012: 1) mengatakan, “Sistem pengajaran yang diterapkan oleh guru hanya mengulang-ulang serta sangat minim kreativitas dalam mengembangkan pelajaran

dan seni mengajar”.

Sejalan dengan perkataan Marjohan, Wono Setyabudhi, dosen matematika

dari Institut Teknilogi Bandung, mengatakan “Pembelajaran matematika di Indonesia memang masih menekankan menghapal rumus-rumus dan menghitung.

Bahkan, guru pun otoriter dengan keyakinannya pada rumus-rumus atau

pengetahuan matematika yang sudah ada” (Napitupulu, 2012). Dengan pembelajaran seperti ini, memberikan pengaruh terhadap prestasi matematika

siswa Indonesia di kancah internasional.

Berbicara mengenai prestasi matematika, posisi Indonesia masih di bawah

standar internasional. Seperti yang dilansir oleh TIMSS (Trend in International

Mathematics and Science Study), survei internasional tentang prestasi matematika

dan sains siswa SMP kelas VIII, yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih di

bawah skor rata-rata internasional. Hasil studi TIMSS 2003, Indonesia berada di

peringkat ke-35 dari 46 negara peserta dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor

rata-rata internasional 467. Hasil studi TIMSS 2007, Indonesia berada di

peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, sedangkan skor

rata-rata internasional 500. Dan hasil terbaru, yaitu hasil studi TIMSS 2011,

Indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata

386, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (IEA, 2012).

Jika dibandingkan dengan negara ASEAN, misal Singapura dan Malaysia,

(9)

Singapura dan Malaysia berada di peringkat 1 dan 10 dengan skor rata-rata 605

dan 508. Hasil studi TIMSS 2007, Singapura dan Malaysia berada di peringkat 3

dan 20 dengan skor rata-rata 593 dan 474. Hasil studi TIMSS 2011, Singapura

dan Malaysia berada di peringkat 2 dan 26 dengan skor rata-rata 611 dan 440.

Kondisi yang tidak jauh berbeda terlihat dari hasil studi yang dilakukan PISA

(Programme for International Student Assessment). Hasil studi PISA 2006,

Indonesia berada di peringkat ke-50 dari 57 negara peserta dengan skor rata-rata

391, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (Kemendikbud, 2011). Hasil studi

PISA 2009, Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 65 negara peserta dengan

skor rata-rata 371, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2010).

Hasil studi PISA 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta

dengan skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata internasional 500 (OECD,

2013).

Hasil studi TIMSS dan PISA di atas menunjukkan bahwa kemampuan

berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia, khususnya dalam bidang Matematika,

masih tergolong rendah. Siswa belum memiliki kemampuan untuk menyelesaikan

masalah non rutin atau soal-soal yang dituntut untuk berpikir lebih tinggi. Dengan

demikian, salah satu hal yang perlu dikembangkan dengan optimal adalah

kemampuan berpikir tingkat tinggi matematika atau yang dikenal High Order

Mathematical Thinking (HOMT).

Menurut Dahlan, dkk. (2009), kemampuan berpikir tingkat tinggi matematik

atau High Order Mathematical Thinking (HOMT) terdiri dari kemampuan

berpikir logis, kritis, sistematis, analitis, kreatif, produktif, penalaran, koneksi,

komunikasi, dan pemecahan masalah matematis. Salah satu kemampuan berpikir

tingkat tinggi yang diteliti oleh penulis adalah kemampuan koneksi matematis.

Schoenfeld (Mariana, 2011) menyatakan kemampuan koneksi matematis belum

maksimal dikembangkan pada sekolah-sekolah di Indonesia. Hal ini dapat

berdampak siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan beberapa

masalah dalam matematika yang notabenenya satu konsep matematika dengan

(10)

3

Dalam kemampuan koneksi matematis, siswa tidak hanya dituntut

mengaitkan konsep antar matematika tapi juga dengan bidang yang lain. Ruspiani

(Hardianty, 2012: 3) menyatakan, “Koneksi matematis adalah kemampuan siswa mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep matematika itu sendiri

maupun mengaitkan konsep matematika dengan bidang lainnya”.

Kemampuan koneksi matematis memiliki beberapa tujuan. Mariana (2011)

menyatakan bahwa tujuan koneksi matematis di antaranya untuk membantu

persepsi siswa dengan cara melihat matematika sebagai suatu bagian yang utuh

dan terintegrasi dengan kehidupan. Hal ini dapat dirumuskan menjadi tiga bagian

dalam pembelajaran di sekolah, yaitu: memperluas wawasan pengetahuan siswa,

memandang matematika bukan sebagai materi yang berdiri sendiri melainkan

sebagai suatu keseluruhan yang terpadu, dan mengenal relevansi serta manfaat

matematika dalam konteks dunia nyata.

Pentingnya kemampuan koneksi matematis ini dimiliki oleh siswa belum

terpatri dalam diri siswa Indonesia. Ruspiani (Hardianty, 2012) menyatakan

bahwa kemampuan koneksi matematis siswa SMP masih tergolong rendah. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan koneksi antar topik matematika

sebesar 22,2%, kemampuan koneksi dengan disiplin ilmu yang lain sebesar 44,9%

dan kemampuan koneksi dengan dunia nyata sebesar 67,3%.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA pun turut mendukung hasil

penelitian di atas. Schoenfeld (Mariana, 2011) menyatakan bahwa 69% siswa di

Indonesia hanya mampu mengenali tema masalah tetapi tidak mampu menemukan

keterkaitan antara tema masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Ini

dapat dikatakan masih rendahnya kemampuan koneksi siswa dalam menerapkan

konsep-konsep matematika ke dalam masalah-masalah yang berkaitan atau yang

dikenal dengan istilah koneksi matematis.

Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa SMP Indonesia dapat

dilihat juga dalam laporan hasil studi PISA dan TIMSS. Tidak jarang Indonesia

mendapatkan hasil yang kurang memuaskan ketika dihadapkan pada soal-soal

(11)

Red Hot Peppers 25%

Stone Cold 45% Dreadlocks

30% 0%

konsep. Berikut disajikan beberapa soal-soal tersebut dan presentase siswa

Indonesia yang menjawab benar:

1. Pada gambar di bawah ini, CD = CE. Berapakah nilai dari x?

Untuk menjawab soal ini, siswa harus mampu mengaitkan konsep sudut dan

segitiga. Hasil TIMSS menunjukkan bahwa secara internasional, 32% siswa

menjawab benar dan hanya 19% siswa Indonesia menjawab benar (Wardhani, S.

dan Rumiati, 2011)

2. Perhatikan diagram berikut!

Diagram di atas menunjukkan hasil survey dari 400 orang siswa tentang

ketertarikannya pada grup musik rock: Dreadlocks, Red Hot Peppers, dan

Stone Cold. Buatlah sebuah diagram batang yang menggambarkan data yang

tersaji pada diagram lingkaran di atas!

Untuk menjawab soal ini, siswa harus mampu mengaitkan antara membaca data

pada diagram lingkaran dan menyajikan data tersebut ke dalam diagram batang.

Hanya 14% siswa peserta Indonesia yang mampu menjawab benar, sementara di

tingkat internasional ada 27% siswa menjawab benar (Wardhani, S. dan Rumiati,

2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruspiani, TIMSS, dan PISA cukup

untuk memperlihatkan rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa SMP di

Indonesia. Dengan realita seperti ini, diperlukan suatu strategi pembelajaran

tertentu dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu strategi pembelajaran yang

akan digunakan oleh peneliti adalah strategi konflik kognitif.

(12)

5

kesadaran seseorang akan adanya informasi-informasi baru dengan informasi

yang dimilikinya yang tersimpan dalam struktur kognitifnya Tidak hanya dari

masing-masing individu, tetapi konflik kognitif juga dapat muncul dalam

lingkungan sosial ketika ada pertentangan pendapat atau pemikiran antara

seseorang individu dengan individu lainnya pada lingkungan individu yang

bersangkutan (Damon dan Killen dalam Ismaimuza, 2010).

Banyak hasil penelitian yang menunjukkan strategi pembelajaran konflik

kognitif lebih baik daripada pembelajaran biasa. Salah satunya penelitian yang

dilakukan oleh Widiyastuti (2008) dalam upaya meningkatkan keaktifan siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan strategi

konflik kognitif dapat meningkatkan keaktifan siswa di kelas secara berarti.

Keaktifan siswa mengerjakan latihan soal meningkat sebesar 21,05% sebelum

tindakan menjadi 65,8% pada akhir tindakan, keaktifan mengerjakan soal kedepan

kelas meningkat sebesar 7,8% sebelum tindakan menjadi 50,0% pada akhir

tindakan dan keaktifan bertanya meningkat sebesar 7,8% sebelum tindakan

menjadi 55,3% pada akhir tindakan.

Selain dapat meningkatkan keaktifan siswa, strategi pembelajaran konflik

kognitif juga dapat menurunkan tingkat miskonsepsi terhadap suatu materi

pelajaran. Sadia (1997) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa strategi konflik

kognitif lebih efektif daripada strategi konvensional dalam mengubah miskonsepsi

siswa menuju konsepsi ilmiah. Dari 9 hal miskonsepsi siswa, ada yang bersifat

cukup resisten dan bahkan beberapa diantaranya bersifat sangat resisten dalam

proses pembelajaran.

Lebih khusus lagi, strategi konflik kognitif dapat meningkatkan kemampuan

koneksi matematis siswa dengan tingkat intelegensi yang berbeda. Astuti dan

Zubaidah (2007) menyimpulkan dalam laporan penelitiannya bahwa strategi

konflik kognitif dengan setting pembelajaran diskusi cocok untuk meningkatkan

kemampuan koneksi matematis siswa, baik bagi siswa yang intelegensinya di atas

rata-rata, rata-rata, maupun di bawah rata-rata.

Ismaimuza (2010) menyebutkan bahwa ada tiga pendapat dari para ahli yang

(13)

1. Piaget mengistilahkan konflik kognitif dengan ketidakseimbangan kognitif.

Menurutnya, konflik kognitif dibangun dari ketidakseimbangan antara

struktur kognitif seseorang dengan informasi yang berasal dari

lingkungannya. Dengan kata lain, terjadi ketidakseimbangan antara

struktur-struktur internal dengan masukan-masukan eksternal.

2. Hasweh mengistilahkan konflik kognitif dengan konflik metakognitif.

Menurutnya, konflik kognitif dibangun dari pertentangan antara struktur

kognitif yang lama dengan struktur kognitif yang baru atau bisa juga yang

sedang dipelajari/dihadapi

3. Kwon mengistilahkannya dengan konflik kognitif. Menurutnya, konflik

kognitif dibangun dari konflik antara struktur kognitif yang baru (menyangkut

materi baru dipelajari) dengan lingkungan yang dapat dijelaskan tetapi

penjelasan itu mengacu pada struktur kognitif awal yang dimiliki oleh

individu.

Dari ketiga pendapat di atas, penulis memilih dua pendapat yang akan

digunakan dalam penelitian ini yaitu Piaget dan Hasweh. Dengan demikian,

penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana perbedaan strategi pembelajaran

konflik kognitif dari dua ahli tersebut dalam meningkatkan kemampuan koneksi

matematis siswa SMP, sehingga penulis mengangkat judul “Perbandingan Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP Antara Yang

Mendapatkan Pembelajaran Dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif

Piaget Dan Hasweh”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas

yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik

kognitif Piaget?

2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas

yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik

(14)

7

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis

antara yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik

kognitif Piaget dan Hasweh?

4. Bagaimana respon siswa terhadap staregi pembelajaran konflik kognitif

Piaget dan Hasweh?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dirumuskan

sebagai berikut.

1. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas

yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik

kognitif Piaget.

2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas

yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik

kognitif Hasweh.

3. Mengetahui terdapat atau tidaknya perbedaan peningkatan kemampuan

koneksi matematis antara yang mendapatkan pembelajaran dengan

menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh.

4. Mengetahui respon siswa terhadap staregi pembelajaran konflik kognitif

Piaget dan Hasweh.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagi siswa

Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi

matematis siswa, sehingga siswa dapat mengaitkan konsep matematika yang

satu dengan yang lainnya.

2. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru dan guru

dapat mengembangkan bahan ajar pada pokok bahasan matematika yang

(15)

3. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai salah satu referensi dalam rangka

peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa dan mutu sekolah.

4. Bagi dunia pendidikan

Penelitian ini bertujuan untuk ikut berusaha meningkatkan mutu pendidikan

dan sebagai salah satu alternatif cara untuk meningkatkan kemampuan

koneksi matematis siswa.

5. Bagi peneliti

Sebagai seorang calon guru, dapat mengetahui bagaimana mengadakan suatu

pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif dalam

meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa sehingga kelak dapat

diaplikasikan kembali di waktu, tempat, dan materi yang berbeda.

E. Definisi Operasional

1. Konflik kognitif adalah suatu situasi dimana kesadaran seorang individu

mengalami ketidakseimbangan kognitif yang disebabkan oleh adanya

kesadaran seseorang akan adannya informasi-informasi yang

bertentangan dengan informasi yang dimilikinya yang tersimpan dalam

struktur kognitifnya.

2. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam

mengaitkan konsep matematika dengan konsep matematika yang lain,

matematika dengan disiplin ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan

sehari-hari.

3. Konflik kognitif Piaget yaitu konflik kognitif yang dibangun karena

adanya ketidakcocokan atau konflik antara konsep awal yang sudah

dimiliki oleh siswa dan lingkungan/realita dalam kehidupan sehari-hari.

Lingkungan/realita tersebut dapat dijelaskan dengan konsep yang akan

dipelajarinya.

4. Konflik kognitif Hasweh yaitu konflik kognitif yang dibangun karena

adanya ketidakcocokan atau konflik antara konsep awal yang sudah

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan peningkatan kemampuan

koneksi matematis siswa SMP antara yang mendapatkan pembelajaran dengan

menggunakan strategi konflik kognitif Piaget dan Hasweh. Variabel yang

mempengaruhi atau variabel bebasnya adalah strategi pembelajaran konflik

kognitif, sedangkan variabel akibat atau variabel terikatnya adalah kemampuan

koneksi matematis. Dengan kata lain, yang ingin diketahui dalam penelitian ini

adalah melihat hubungan sebab akibat dari variabel bebas dan terikat lalu

membandingkannya.

Penelitian ini dilakukan di suatu jenjang pendidikan dengan kelompok yang

diteliti sudah terjadi dan tidak memungkinkan untuk melakukan pengacakan

kelompok. Karena pemilihan kelas tidak dilakukan secara acak dan tujuan dari

penelitian ini adalah melihat hubungan sebab akibat, maka metode penelitian yang

akan digunakan adalah metode penelitian kuasi eksperimen (Ruseffendi, 2010).

A. Desain Penelitian

Karena penelitian ini menguji perbandingan dua perlakuan yang berbeda dan

subjek tidak dikelompokkan secara acak, maka desain penelitian yang digunakan

adalah Desain Kelompok Non-Ekuivalen dengan pola sebagai berikut

(Ruseffendi, 2010):

0 X1 0

0 X2 0

Keterangan:

0 : pre-test atau post-test

X1 : perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran konflik kognitif

Piaget (C1)

X2 : perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran konflik kognitif

(17)

Di dalam desain ini tes dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan

sesudah eksperimen. Tes yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pre-test dan

observasi yang dilakukan sesudah eksperimen disebut post-test (Arikunto, 2010).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri

3 Lembang. Sedangkan sampel penelitiannya adalah kelas VIII sebanyak 2 kelas,

yaitu kelas VIII-F dan VIII-G. Kelas VIII-F diberikan perlakuan dengan

menggunakan strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget, sedangkan kelas

VIII-G diberikan perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran konflik

kognitif Hasweh. Teknik pengambilan sampelnya menggunakan purposive

sampling atau sampling pertimbangan, yaitu teknik penarikan sampel yang

dilakukan untuk tujuan tertentu saja. Cara pengambilan sampelnya dilakukan

berdasarkan pertimbangan guru matematika yang mengajar kedua kelas tersebut

dan persetujuan dari wakasek kurikulum. Tidak memungkinkannya mengambil

sampel secara acak dari berbagai kelas karena akan mengganggu sistem

pembelajaran di sekolah tersebut menjadi pertimbangannya, sehingga dipilihlah

dua kelas yang memiliki kemampuan yang setara, yaitu kelas VIII-F dan VIII-G.

C. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2010), alat evaluasi (instrumen) yang digunakan dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: Instrumen Tes dan Non-Tes. Berikut

akan dijelaskan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini:

1. Instrumen Tes

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tes dalam penilitian ini dibagi

menjadi 2, yaitu: pre-test dan post-test. Pre-test bertujuan untuk mengetahui

kemampuan koneksi matematis siswa sebelum mendapat perlakuan, sedangkan

post-test bertujuan untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa

sesudah mendapat perlakuan.

Sebelum digunakan sebagai pre-test dan post-test, instrumen (alat evaluasi)

yang telah dibuat diujicobakan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengtahui

kualitasnya. Menurut Suherman dan Kusumah (1990: 134), untuk mendapatkan

(18)

21

pula. Untuk mendapatkan alat evaluasi yang kualitasnya baik, perlu diperhatikan

beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Di antaranya:

a. Validitas

Salah satu cara untuk mencari koefisien validitas instrumen tes adalah dengan

menggunakan rumus korelasi produk moment memakai angka kasar (raw score).

Rumusnya adalah sebagai berikut :

dengan: : koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N : banyak subjek (testi)

X : skor siswa pada setiap butir soal

Y : skor total dari seluruh siswa

Di bawah ini adalah klasifikasi derajat validitas menurut J. P. Guilford (Suherman

dan Kusumah, 1990: 147):

validitas sangat tinggi validitas tinggi

validitas sedang validitas rendah validitas sangat rendah tidak valid

Uji coba dilakukan terhadap kelas IX-D di SMP Negeri 3 Lembang. Data

hasil uji coba diolah dengan menggunakan ANATES V4. Berdasarkan analisis

hasil uji coba, dengan mengacu pada klasifikasi Guilford di atas, diperoleh

validitas butir soal sebagai berikut.

Tabel 3.1

Kategori Validitas Butir Soal Hasil Uji Instrumen No Butir Soal Korelasi Kategori

1.a 0,437 Sedang

1.b 0,455 Sedang

2.a 0,793 Tinggi

(19)

3.a 0,492 Sedang

No Butir Soal Korelasi Kategori

3.b 0,763 Tinggi

3.c 0,573 Sedang

4.a 0,697 Tinggi

4.b 0,851 Sangat Tinggi

4.c 0,814 Sangat Tinggi

Koefisien validitas dikatakan valid jika rxyhitung > rxytabel. Dengan

mengambil p = 0,05 maka diperoleh

Tabel 3.2

Kriteria Validitas Butir Soal Hasil Uji Instrumen

No soal rxyhitung rxytabel Kriteria 1.a 0,437 0,349 Valid

1.b 0,455 0,349 Valid

2.a 0,793 0,349 Valid

2.b 0,756 0,349 Valid

3.a 0,492 0,349 Valid

3.b 0,763 0,349 Valid

3.c 0,573 0,349 Valid

4.a 0,697 0,349 Valid

4.b 0,851 0,349 Valid

4.c 0,814 0,349 Valid

b. Reliabilitas

Cara untuk mencari koefisien realibilitas instrument tes bentuk uraian adalah

dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha. Rumusnya adalah sebagai berikut:

dengan = koefisien realibilitas

n = banyak butir soal (item),

(20)

23

Di bawah ini adalah klasifikasi derajat reliabilitas menurut J. P. Guilford

(Suherman dan Kusumah, 1990: 177):

derajat realibilitas sangat rendah derajat realibilitas rendah

derajat realibilitas sedang derajat realibilitas tinggi derajat realibilitas sangat tinggi

Dengan menggunakan ANATES V4 diperoleh koefisien reliabilitas soal hasil

uji instrumen yaitu 0,86. Menurut klasifikasi Guilford di atas, koefisien reliabilitas

soal termasuk ke dalam kategori sangat tinggi.

c. Daya Pembeda

Rumus untuk menentukan daya pembeda soal tipe uraian adalah

dengan = Daya Pembeda

= rata-rata skor kelompok atas untuk soal itu, = rata-rata skor kelompok bawah untuk soal itu, = Skor Maksimal Ideal (Bobot)

Di bawah ini adalah klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak

digunakan (Suherman dan Kusumah, 1990: 202):

sangat jelek jelek

cukup baik

sangat baik

Dengan menggunakan perangkat lunak ANATES V4 diperoleh klasifikasi

(21)

Tabel 3.3

Kategori Daya Pembeda Hasil Uji Instrumen No Soal Daya Pembeda Kategori

1.a 0,225 Cukup

1.b 0,325 Cukup

2.a 0,625 Baik

2.b 0,350 Cukup

3.a 0,350 Cukup

3.b 0,700 Baik

3.c 0,625 Baik

4.a 0,800 Sangat Baik

4.b 0,650 Baik

4.c 0,675 Baik

Artinya, soal nomor 1, 2.b, dan 3.a cukup bisa membedakan antara siswa

yang pintar dengan siswa yang kurang pintar, sedangkan soal yang lain bisa

membedakan siswa yang pintar dengan yang kurang pintar.

d. Indeks Kesukaran

Rumus untuk menentukan indeks kesukaran soal tipe uraian adalah

dengan = Indeks Kesukaran,

= rata-rata skor untuk soal itu, = Skor Maksimal Ideal (Bobot)

Di bawah ini adalah klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran yang banyak

digunakan (Suherman dan Kusumah, 1990: 213):

soal terlalu sukar soal sukar soal sedang soal mudah

soal terlalu mudah

Hasil pengolahan indeks kesukaran menggunakan ANATES V4 adalah sebagai

(22)

25

Tabel 3.4

Kategori Indeks Kesukaran Hasil Uji Instrumen No Soal Indeks Kesukaran Kategori

1.a 0,7375 Mudah

Berdasarkan hasil uji instrumen, 1 soal termasuk ke dalam kategori sukar, 2

soal termasuk ke dalam kategori mudah, sedangkan soal lainnya tergolong sedang.

Dengan kata lain, soal-soal tersebut dapat digunakan untuk membedakan siswa

yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.

Adapun rekapitulasi analisis hasil uji instrumen disajikan secara lengkap

dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.5

(23)

Berdasarkan rekapitulasi analisis di atas, soal-soal tersebut dapat dikatakan

sebagai alat evaluasi dengan kualitas yang baik. Hal ini dapat dilihat dari

masing-masing kriteria. Dengan demikian, instrument tes ini sudah layak untuk dijadikan

tes kemampuan awal siswa (pretes) dan tes kemampuan koneksi matematis

setelah diberi pembelajaran (postes).

2. Instrumen Non-test

a. Observasi

Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan mengamati

mengenai aktivitas guru dan siswa ketika pembelajaran berlangsung. Aktivitas

guru yang diamati adalah kemampuan guru dalam melaksanakan strategi

pembelajaran konflik kognitif. Aktivitas siswa yang diamati adalah kemampuan

koneksi matematis siswa. Observasi dilakukan oleh seorang observer.

b. Jurnal Harian Siswa

Jurnal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah respon dan saran siswa

terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif. Jurnal ini diberikan kepada siswa

setiap pertemuan setelah pembelajaran selesai. Jurnal ini digunakan sebagai bahan

evaluasi untuk pertemuan selanjutnya.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan,

tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Adapun rincian mengenai ketiga tahap

tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

a. Membuat proposal penelitian yang dilanjutkan dengan seminar proposal.

b. Melakukan perbaikan proposal penelitian pada bagian yang harus

dierbaiki

c. Perizinan penelitian.

d. Menentukan populasi dan sampel penelitian

e. Menyusun bahan ajar dan instrumen tes kemampuan koneksi matematis

f. Melakukan uji coba instrumen tes.

(24)

27

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan pre-test.

b. Melaksanakan strategi pembelajaran konflik kognitif.

c. Melakukan observasi

d. Memberikan jurnal harian.

e. Melakukan post-test.

3. Tahap Akhir

a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif dari kedua kelas

b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh

c. Membuat kesimpulan

E. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah pengolahan

data. Pengolahan data terdiri dari:

1. Pengolahan Data Hasil Belajar

Data hasil belajar meliputi data pretes, postes, dan indeks gain. Data pretes

dan postes masing-masing diperoleh sebelum dan setelah dilaksanaannya

pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif. Setelah pretes

dilaksanakan, jawaban siswa diolah dengan menggunakan pedoman penskoran

dari Holistic Scoring Rubrics (Lestari, 2009) seperti tertera pada tabel di bawah

ini.

Tabel 3.6

Pedeoman Pemberian Skor Kemampuan Koneksi Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics

Respon Siswa Terhadap Soal Skor

Menunjukkan kemampuan koneksi:

a. Penggunaan konsep dan keterkaitan antar konsep matematika secara lengkap

b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar

4

Menunjukkan kemampuan koneksi:

a. Penggunaan konsep dan keterkaitan antar konsep matematika hampir lengkap

b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan dalam perhitungan

(25)

Respon Siswa Terhadap Soal Skor Menunjukkan kemampuan koneksi:

a. Penggunaan konsep dan keterkaitan antar konsep matematika kurang lengkap

b. Penggunaan algoritma, namun mengandung perhitungan yang salah

2

Menunjukkan kemampuan koneksi:

a. Penggunaan konsep dan keterkaitan antar konsep matematika sangat terbatas

b. Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah

1

Tidak ada jawaban 0

Skor maksimal ideal dari jawaban pretes adalah 40. Penskoran seperti ini berlaku

juga untuk postes.

Indeks gain (gain ternormalisasi) digunakan untuk melihat peningkatan

kemampuan koneksi matematis siswa dan kualitas peningkatan kemampuan

koneksi matematis siswa dengan cara membandingkan antara rata-rata indeks gain

kelas yang mendapatkan pembelajaran konflik kognitif Piaget dengan rata-rata

indeks gain kelas yang mendapatkan pembelajaran konflik kognitif Hasweh. Jika

hasil pre-test memperlihatkan kemampuan yang sama pada kedua kelas, maka

data yang digunakan adalah data hasil post-test. Tetapi, bila hasil pre-test kedua

kelas memperlihatkan kemampuan yang berbeda maka data yang digunakan untuk

mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa adalah gain

ternormalisasi (indeks gain) Menurut Meltzer dan Hake (Izzati, 2010: 71), indeks

gain diperoleh dengan rumus:

Hasil perhitungan indeks gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

kategori menurut Hake (Izzati, 2010: 72) yaitu:

Tabel 3.7 Klasifikasi Gain (g) Besarnya Gain (g) Interpretasi

g 0,7 Tinggi

0,3 g < 0,7 Sedang

(26)

29

2. Pengolahan Data Hasil Observasi

Data hasil observasi yang diolah adalah aktivitas guru dan siswa selama

proses pembelajaran berlangsung. Data tersebut diolah dan dianalisis secara

deskriptif. Keterlaksanaan setiap langkah dalam lembar observasi disajikan dalam

bentuk persentase

3. Pengolahan Data Hasil Jurnal Harian

Jurnal harian digunakan untuk melihat respon siswa terhadap bahan ajar.

Pengolahannya dengan memisahkan antara respon positif, respon netral, dan

respon negatif terlebih dahulu. Respon positif berupa antusiasme/kepuasan siswa

terhadap bahan ajar yang digunakan, respon negatif berupa kebingungan/kesulitan

siswa terhadap permasalahan yang disajikan dalam bahan ajar, dan respon netral

berupa respon positif sebagian dan respon negatif sebagian. Kemudian, ditentukan

presentase dari ketiga respon tersebut pada setiap pertemuannya. Setelah

diperoleh presentasenya, lalu dicari rata-rata dari presentase tersebut. Hasil

pengolahan data tersebut disajikan dalam bentuk persentase secara deskriptif.

F. Analisis Data

Analisis data yang dimaksud adalah analisis data secara statistik

menggunakan perangkat lunak SPSS. Data yang dianalisis di antaranya pretes,

postes, dan indeks gain. Analisis data ini digunakan untuk menguji hipotesis,

apakah diterima atau ditolak. Untuk mencapai tujuan itu, ada beberapa analisis

yang perlu dilakukan. Analisis pertama yang dilakukan adalah analisis data pretes

karena berkaitan dengan kemampuan awal siswa. Analisis data pretes yang

dilakukan antara lain sebagai berikut:

1. Menganalisis data secara deskriptif yang meliputi mean, standar deviasi, dan

median sebagai langkah awal dalam melakukan pengujian hipotesis.

2. Melakukan uji normalitas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah

sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Pengujian

normalitas data pretes menggunakan uji Shapiro Wilk karena subjek yang

diteliti lebih dari 30 orang. Jika sampel berasal dari populasi berdistribusi

(27)

salah satunya tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji statistik non

parametrik Mann-Whitney U.

3. Melakukan uji homogenitas. Pengujian homogenitas varian kelompok

menggunakan uji Levene. Jika sebaran data homogen, dilanjutkan dengan uji t

atau Independent Sample T Test. Jika kedua data pretes atau salah satunya

tidak homogen, maka dilanjutkan dengan uji t’ atau Independent Sample T’

Test.

Dengan kata lain, kemampuan awal kedua kelas dapat diketahui dari

Mann-Whitney U Test (jika data tidak berdistirbusi normal), Independent Sample T Test

(jika data berdistribusi normal dan homogen), atau Independent Sample T’ Test

(jika data berdistribusi normal tetapi tidak homogen).

Ada dua kemungkinan dari hasil analisis pretes, yaitu kemampuan awal kedua

kelas sama dan berbeda. Jika kemampuan awal kedua kelas sama, maka seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya, data yang digunakan untuk menguji hipotesis

adalah data postes. Jika berbeda, maka data yang digunakan untuk menguji

hipotesis adalah indeks gain. Langkah analisis untuk data postes atau indeks gain

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan pada bab IV,

diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas yang

mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan konflik kognitif Piaget

tergolong sedang (0,4805).

2. Kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas yang

mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan konflik kognitif Hasweh

tergolong sedang (0,5691).

3. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa

antara yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik

kognitif Piaget dan Hasweh.

4. Respon siswa terhadap strategi pembelajaran konflik kognitif Piaget dan

Hasweh tergolong positif.

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa rekomendasi yang

dapat disampaikan antara lain sebagai berikut:

1. Bagi para pengguna hasil penelitian ini, terutama guru dan calon guru,

direkomendasikan agar mempersiapkan bahan ajar yang lebih menarik bagi

siswa dan dapat menimbulkan konflik yang lebih membuat siswa berpikir

dalam kognitifnya.

2. Bagi para peneliti yang akan melanjutkan penelitian ini, terutama yang ingin

mengetahui apakah kedua pembelajaran ini lebih baik daripada pembelajaran

biasa, direkomendasikan agar menambahkan satu kelas lagi dalam sampelnya

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Astuti, D dan Zubaidah (2007). Pengembangan model pembelajaran yang berorientasi contextual open-ended problem solving untuk meningkatkan koneksi matematika siswa dalam pembelajaran matematika di SMA. [Online]. Tersedia: elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byld/53619 [7 September 2013]

Astuti, P (2011). Analisis tentang membangun pengetahuan awal atau apersepsi siswa dalam kegiatan pembelajaran. [Online]. Tersedia:

http://poojetz.wordpress.com/2011/01/13/analisis-tentang-membangun-pengetahuan-awal-atau-apersepsi-siswa-dalam-kegiatan-pembelajaran/ [15 Desember 2013]

Dahlan, J. A., dkk. (2009). Pengembangan model computer based e-learning untuk meningkatkan kemampuan high order mathematical thinking siswa SMA. Laporan penelitian. LPPM UPI.

Dahlan, J. A., dkk. (2012). Implementasi strategi pembelajaran konflik kognitif dalam upaya meningkatkan high order mathemtical thinking siswa. [Online]. Tersedia: http://www.indonesiamampu.org/unduh/file/59/implementasi- strategi-pembelajaran-konflik-kognitif-dalam-upaya-meningkatkan-high-order-mathematical [2 Juli 2013]

Hardianty, H. (2012). Pengembangan model bahan ajar strategi pembelajaran konflik kognitif (cognitive conflict) untuk meningkatkan kemampuan koneksi siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Hannah, N. dan Syaichudin, M. (2011). Penerapan pendekatan SAVI untuk

IEA. (2012). TIMSS 2011 international results in mathematics. [Online]. Tersedia: http://timss.bc.edu/timss2011/downloads/T11_IR_M_Chapter1.pdf [28 Januari 2014]

(30)

62

Izzati, N. (2010). Meningkatkan kemampuan berpikir matematis pada tingkat koneksi dan analisis siswa mts negeri melalui pembelajaran kolaboratif murder. Tesis PPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Survei internasional PISA. [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa [22 Januari 2014]

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Survei internasional TIMSS. [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss [2 Juli 2013]

Lee, G., et al. (2003). “Development of an instrument for measuring cognitive conflict in secondary-level science classes”. Journal of Research in Science Teaching. 40, (6), 585603.

Lestari, P. (2009). Peningkatan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa SMK melalui pendekatan pembelajaran kontekstual (studi eksperimen pada sekolah menengah kejuruan negeri kelompok pariwisata di kota bandung). Tesis PPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Listyotami, M. K. (2011). Upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa kelas viii a SMPN 15 yogyakarta melalui model pembelajaran learning

cycle “5e” (implementasi pada materi bangun ruang kubus dan balok).

[Online]. Tersedia:

http://eprints.uny.ac.id/2043/1/Mega_Kusuma_Listyotami_(NIM.073012440 31).pdf [22 Juli 2013]

Mariana, S. (2011). Penerapan pendekatan kontekstual dengan pemberian tugas mind map setelah pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Napitupulu, E. L. (2012). Prestasi sains dan matematika indonesia menurun. [Online]. Tersedia: edukasi.kompas.com/read/2012/12/14/09005434 [26 Agustus 2013]

Nesmaya, L. (2013). Penerapan strategi konflik kognitif disertai teknik peta konsep dalam pembelajaran fisika di SMA. [Online]. Tersedia: http://library.unej.ac.id/client/search/asset/561 [22 Juli 2013]

Nugraha, A.Y. (2012). Pengembangan model bahan ajar strategi pembelajaran konflik kognitif (cognitive conflict) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

(31)

Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf [28 Januari 2014]

OECD. (2013). PISA 2012 results: what students know and can do – student performance in mathematics, reading and science (volume i). [Online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-volume-I.pdf [28 Januari 2014]

Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang non-eksakta lainnya. Bandung: TARSITO

Sadia, I. W. (1997). Efektivitas strategi konflik kognitif dalam mengubah miskonsepsi siswa (suatu studi eksperimental dalam pembelajaran konsep energi, usaha, dan gaya gesekan di SMU negeri 1 singaraja). [Online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/91729204/30497113 [25 Juli 2013]

Sapti, M. (tanpa tahun). Kemampuan koneksi matematis (tinjauan terhadap

pendekatan pembelajaran SAVI). [Online]. Tersedia:

http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/limit/article/download/26/247 [22 Juli 2013]

Sugiyanta. (2008). Pendekatan konflik kognitif dalam pembelajaran fisika. [Online]. Tersedia: yuhasriatiridwan.blogspot.com/2011/02/pendekatan-konflik-kognitif.html [25 Agustus 2013]

Suherman, E. dan Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk praktis untuk melaksanakan evaluasi pendidikan matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Suratno, T. (2008). Konstruktivisme, konsepsi alternatif dan perubahan konseptual dalam pendidikan IPA. [Online]. Tersedia:

file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR/Nomor_10-Oktober_2008/Konstruktivisme,_Konsepsi_Alternatif_dan_Perubahan_Konse ptual_dalam_Pendidikan_IPA.pdf [16 Desember 2013]

Wardhani, S. dan Rumiati. (2011). Instrumen penilaian hasil belajar matematika SMP: belajar dari PISA dan TIMSS. Jakarta: Kemendiknas

Widiyastuti, D. (2008). Penerapan strategi konflik kognitif dalam upaya peningkatan keaktifan siswa kelas vii SMPN 1 susukan. [Online]. Tersedia: http://etd.eprints.ums.ac.id/1138/ [19 Juli 2013]

Gambar

Tabel 3.1 Kategori Validitas Butir Soal Hasil Uji Instrumen
Tabel 3.2 Kriteria Validitas Butir Soal Hasil Uji Instrumen
Tabel 3.3 Kategori Daya Pembeda Hasil Uji Instrumen
Tabel 3.4 Kategori Indeks Kesukaran Hasil Uji Instrumen
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penyebab tidak bisa maksimalnya hasil panen petani semangka dikarenakan para petani belum bertanam secara intensif dan masih mengandalkan metode tanam yang konvensional, padahal

Anak yang dirawat di rumah sakit akan muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya dan tenaga kesehatan

Persepsi Orang Tua Terhadap Perilaku Bermain Anak Berdasarkan Gender Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu1.

[r]

Metode Empiris adalah metode pembahasan masalah kredit dengan menggunakan nilai-nilai yang didapat dari perhitungan standard jumlah nilai evaluasi (standard credit scoring),

Langkah yang dilakukan organisasi untuk masing-masing alternatif tersebut biasanya adalah; (1) mencari orang-orang berpotensi dari lulusan sekolah atau perguruan tinggi

Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi yang sederhana terhadap proses asidogenesis LCPKS menggunakan temperatur termofilik dengan produk yang diharapkan

Pertama, bagi pengembangan teori, hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai landasan untuk pengembangan bahan ajar, model atau pendekatan pembelajaran