• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian In Vitro Karakteristik Fermentasi Rumen Domba Ekor Tipis Yang Diberi Biomassa Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian In Vitro Karakteristik Fermentasi Rumen Domba Ekor Tipis Yang Diberi Biomassa Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN

IN VITRO

KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN

DOMBA EKOR TIPIS YANG DIBERI BIOMASSA

UBI JALAR (

Ipomoea batatas

L)

MUGI MIRALESTARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian In Vitro

Karakteristik Fermentasi Rumen Domba Ekor Tipis yang Diberi Biomassa Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Mugi Miralestari

(4)

ABSTRAK

MUGI MIRALESTARI. Kajian In Vitro Karakteristik Fermentasi Rumen Domba Ekor Tipis yang Diberi Biomassa Ubi Jalar (Ipomoea batatas L). Dibimbing oleh ASEP SUDARMAN dan SRI SUHARTI.

Kendala utama peternakan domba adalah ketersediaan dan kualitas pakan. Potensi sumberdaya lokal yang dapat dimanfaatkan adalah biomassa ubi jalar. Daun dan batang ubi jalar dapat dijadikan sebagai sumber protein dan umbinya dapat dijadikan sumber energi. Penelitian ini bertujuan menganalisa efek pemberian biomassa ubi jalar terhadap karakteristik fermentasi rumen, kecernaan bahan kering dan bahan organik, populasi protozoa serta bakteri secara in vitro. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuannya adalah P0=100% rumput gajah, P1=70% rumput gajah+30% konsentrat, P2=50% rumput gajah+50% daun dan batang ubi, dan P3=70% daun dan batang ubi+30% umbi ubi jalar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P3 memiliki kecernaan bahan kering dan bahan organik, NH3, VFA, serta populasi bakteri yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan 100% rumput gajah belum dapat memenuhi kebutuhan nutrisi. Disimpulkan bahwa biomassa ubi jalar dapat digunakan sebagai salah satu pakan alternatif yang menjanjikan untuk domba.

Kata kunci : karakteristik fermentasi rumen, bakteri, protozoa, ubi jalar

ABSTRACT

MUGI MIRALESTARI. Rumen Fermentation Characteristics In Vitro of Thin Tailed Sheep were Given Biomass Sweet Potato (Ipomoea batatas L.). Supervised by ASEP SUDARMAN and SRI SUHARTI.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

KAJIAN

IN VITRO

KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN

DOMBA EKOR TIPIS YANG DIBERI BIOMASSA

UBI JALAR (

Ipomoea batatas

L)

MUGI MIRALESTARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan judul Kajian In Vitro Karakteristik Fermentasi Rumen Domba Ekor Tipis yang Diberi Biomassa Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) sejak bulan Maret 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efek pemberian biomassa ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) terhadap karakteristik fermentasi rumen (pH rumen, NH3 dan VFA), kecernaan bahan kering dan bahan organik, populasi protozoa, serta populasi bakteri secara in vitro. Tanaman ubi jalar dapat dijadikan pakan hijauan untuk ternak domba. Daun ubi jalar dan batangnya dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sedangkan umbinya digunakan sebagai sumber energi dengan kandungan TDN. Disimpulkan bahwa biomassa ubi jalar dapat digunakan sebagai salah satu pakan yang alternatif. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi diri saya khususnya dan pembaca secara umumnya.

Bogor, Oktober 2015

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 11

METODE PENELITIAN 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Materi 2

Prosedur Penelitian 2

Persiapan Bahan 2

Prosedur Pengambilan Cairan Rumen 3

Prosedur Fermentasi secara In Vitro 3

Prosedur Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan

Organik 4

Prosedur Analisis Konsentrasi Ammonia (NH3) 4

Prosedur Analisis Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) 4

Prosedur Perhitungan Populasi Protozoa 5

Prosedur Perhitungan Populasi Bakteri Total 5

Peubah yang diamati 6

Rancangan Percobaan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 14

RIWAYAT HIDUP 17

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komponen pakan dan kandungan nutriennya (% BK) 3

2 Komposisi nutrien ransum tiap perlakuan (%BK) 3

3 Pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa dan bakteri 7 4 Pengaruh perlakuan terhadap pH rumen, konsentrasi VFA, dan NH3 8

5 Kecernaan bahan kering dan bahan organik 9

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam kecernaan bahan kering 14

Lampiran 2 Uji Duncan kecernaan bahan kering 14

Lampiran 3 Hasil analisis ragam kecernaan bahan organik 14

Lampiran 4 Uji Duncan kecernaan bahan organik 14

Lampiran 5 Hasil analisis ragam pH rumen 14

Lampiran 6 Hasil analisis ragam NH3 15

Lampiran 7 Uji Duncan NH3 15

Lampiran 8 Hasil analisis ragam VFA 15

Lampiran 9 Uji Duncan VFA 15

Lampiran 10 Hasil analisis ragam populasi protozoa 15 Lampiran 11 Hasil analisis ragam populasi bakteri 15

(13)

PENDAHULUAN

Domba ini termasuk ke dalam golongan domba kecil, dengan bobot potong 20-30 kg, serta memiliki ekor yang tipis, pendek, dan tidak ada timbunan lemak, namun keunggulan domba ini memiliki sifat prolifik atau mampu beranak banyak dengan jumlah anak yang dilahirkan satu sampai empat ekor per induk untuk setiap kelahiran (Bradford 1985). Jumlah produksi daging domba di tahun 2012 sebesar 44 356 (ton) yang mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi 41 488 (ton) (BPS 2015). Rendahnya kualitas pakan dan ketersediaan pakan yang berfluktuatif mengakibatkan produktivitas ternak domba menjadi rendah. Para peternak rakyat yang sebagian besar memberikan pakan untuk domba berupa rumput lapang hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan kuantitas pakan tanpa memperhatikan kecukupan nutrien yang terkandung di dalam pakan. Hasil samping dari pertanian atau perkebunan dapat dijadikan pakan alternatif yang murah, mudah didapat, ketersediaannya melimpah dan berkualitas baik seperti tanaman ubi jalar putih yang dapat dimanfaatkan oleh para peternak rakyat di Bogor. Tanaman ubi jalar disenangi para petani untuk ditanam karena pengolahannya yang relatif mudah, tahan terhadap kekeringan dan waktu panen lebih cepat daripada singkong.

Produksi ubi jalar pada tahun 2014 di Indonesia sebesar 2 382 025 ton ha-1, sedangkan di Jawa Barat sebesar 471 737 ton ha-1 dan di Bogor sebesar 82 935 ton ha-1 (BPS 2015). Tanaman ubi jalar yang berupa hijauan (daun, tangkai daun, dan batang) menyumbang sekitar 64% dari biomassa segar (Dominiquez 1992). Tanaman ubi jalar dapat dijadikan pakan hijauan. Daun ubi jalar dan batangnya dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein karena mengandung 19.29% protein kasar (Sutardi 1980), sedangkan umbinya digunakan sebagai sumber energi dengan kandungan TDN sebesar 79.41%. Namun kendala dalam penggunaan umbi dari ubi jalar mengandung zat antinutrisi yaitu antitripsin yang dapat menghambat kecernaan protein namun antinutrisi tersebut dapat dihilangkan dengan pengeringan sinar matahari, tekanan uap tinggi dan pemanasan (Onwueme 1978).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan tanaman ubi jalar dalam pakan rumput gajah dapat meningkatkan degradasi pakan, konsentrasi NH3 serta meningkatkan konsentrasi VFA sehingga memberikan efek positif pada pencernaan ternak ruminansia (Kariuki et al. 2001). Snyder et al. (1992) menyatakan bahwa pemberian tanaman ubi jalar dapat meningkatkan konsumsi pakan dan kecernaan.

(14)

2

di dalam tubuh ternak. Pemberian biomassa ubi jalar yang berkualitas akan mengalami fermentasi pakan di dalam rumen oleh mikroba rumen seperti bakteri dan protozoa. Hasil fermentasi tersebut berupa VFA dari perombakan karbohidrat yang digunakan sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia dan sumber kerangka karbon untuk pembentukan protein mikroba, NH3 dari perombakan protein yang digunakan untuk sintesis protein mikroba dan gas CO2, serta CH4. Penggunaan biomassa ubi jalar yang mengandung protein dan TDN yang tinggi diharapkan mampu memenuhi kebutuhan nutrisi domba.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efek pemberian biomassa ubi jalar putih (Ipomoea batatas.L) terhadap karakteristik fermentasi rumen (pH rumen, NH3 dan VFA), kecernaan bahan kering dan bahan organik, serta populasi protozoa dan bakteri rumen secara in vitro.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2015.

Materi

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput gajah, konsentrat, daun dan umbi ubi jalar putih, McDougall, cairan rumen domba, Pepsin-HCl 0.2%, larutan Na2CO3, indikator PP (Phenolphtalien), larutanTBFS, media agar Brain Heart Influssion (BHI), bacto agar, NaOH 0.5 N, HgCl2 jenuh, dan asam borat. Peralatan yang digunakan adalah termos, shaker waterbath, gas CO2, tabung fermentor, alat destilasi, alat titrasi, kertas Whatman no 41, oven 105ºC, tanur 600ºC, cawan Conway, cawan porselen, tabung reaksi, mikroskop, counting chamber, syringe dan alat vakum.

Prosedur Penelitian Persiapan Bahan

(15)

3 Tabel 1 Komponen Pakan dan Kandungan Nutriennya (% BK)

Bahan

Hasil analisa laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB 2015

Tabel 2 Komposisi Nutrien Ransum Tiap Perlakuan (%BK)

Nutrien Perlakuan

Hasil perhitungan berdasarkan Tabel 1. Keterangan : BK = bahan kering; PK = protein kasar; LK = lemak kasar; SK = serat kasar; BETN= bahan ekstrak tanpa nitrogen; TDN = total digistable nutrient; P0 = 100% rumput gajah; P1 = 70% rumput gajah + 30% konsentrat; P2 = 50% rumput gajah + 50% daun dan batang ubi jalar; P3 = 70% daun dan batang ubi jalar + 30% umbi ubi jalar

Prosedur Pengambilan Cairan Rumen

Pengambilan cairan rumen domba ekor tipis menggunakan metode Stomach Tube yang menggunakan pompa vacum (Preston 1986). Pengukuran selang (tube) dilakukan dari bagian mulut ke bagian rumen di luar tubuh domba. Penyedotan cairan rumen dengan alat pompa vacum dilakukan dengan cara memasukkan selang (tube) ke dalam mulut domba hingga bagian rumen kemudian cairan rumen disedot dengan menyalakan alat pompa vacum lalu cairan rumen ditampung. Setelah itu alat pompa vacum dimatikan dan selang dikeluarkan dari tubuh domba secara perlahan-lahan. Termos yang telah berisi air hangat dibuang lalu diisi dengan cairan rumen yang sudah disaring dengan kain kasa.

Prosedur Fermentasi secara In Vitro

(16)

4

detik dan ditutup dengan karet berventilasi. Tabung dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan suhu 39ºC kemudian dishaker sampai 4 jam untuk diambil sampel nilai pH rumen, VFA total, dan NH3. Fermentasi dilanjutkan sampai 48 jam untuk mengambil sampel kecernaan bahan kering dan bahan organik. Penghentian proses fermentasi dilakukan dengan membuka tutup berventilasi kemudian ditetesi HgCl2 sebanyak 2 tetes.

Prosedur Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik

Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik menggunakan metode Tilley dan Terry (1963). Pada pengukuran kecernaan bahan kering dan organik inkubasi dilakukan selama 48 jam. Setelah 48 jam endapan-pepsin disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman nomor 41 dengan menggunakan bantuan alat pompa vakum. Kertas saring yang sudah terdapat endapan dilipat dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah diketahui berat kosong. Bahan yang berada di dalam cawan dimasukkan ke dalam oven 105ºC selama 24 jam, kemudiandilanjutkan ke dalam tanur 600ºC selama 6 jam yang sebelumnya dilakukan penimbangan setelah dikeluarkan dari oven 105ºC. Blanko digunakan residu asal fermentasi tanpa sampel. Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KCBO) dihitung dengan rumus:

Prosedur Analisis Konsentrasi Ammonia (NH3)

Pengukuran konsentrasi NH3 digunakan teknik mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures 1966). Bibir cawan Conway diolesi dengan vaselin. Supernatan diambil sebanyak satu ml kemudian diletakkan di kiri sekat cawan Conway dan larutan Na2CO3 jenuh diambil sebanyak satu ml lalu diletakkan di kanan sekat. Cawan kecil di bagian tengah diisi dengan asam borat berindikator merah metil dan brom kresol hijau sebanyak satu ml. Cawan Conway ditutup rapat kemudian dihomogenkan agar supernatan bercampur dengan Na2CO3 lalu didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar. Amonia yang terikat oleh asam borat dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai warna berubah menjadi kemerahan. Konsentrasi NH3 dapat dihitung dengan rumus :

Prosedur Analisis Konsentrasi Voletile Fatty Acid (VFA)

(17)

5 dan ditampung dengan Erlenmeyer yang berisi NaOH 0.5 N sebanyak 5 ml sampai mencapai volume sekitar 300 ml kemudian ditambahkan indikator

Phenolptalein sebanyak dua tetes lalu dititrasi dengan HCl 0.5 N. Titrasi berakhir saat awal perubahan warna dari merah menjadi bening. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan NaOH 0.5 N sebanyak 5 ml yang telah diberi indikator PP sebanyak dua tetes kemudian dititrasi dengan menggunakan HCl 0.5 N. Konsentrasi VFA dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan = a : volume titran blanko (ml) b : volume titran sampel (ml) Prosedur Perhitungan Populasi Protozoa

Perhitungan populasi protozoa menggunakan metode Ogimoto dan Imai (1981). Sampel larutan fermentasi diambil setelah dilakukan shaker selama 4 jam. Cairan diambil sebanyak 0.5 ml dengan selalu dilairi gas CO2 selama pengambilan sampel. Sampel di campur dengan TBFS sebanyak satu ml. Jumlah populasi protozoa dihitung dengan menggunakan Counting Chamber (4 mm x 4 mm x 0.2 mm) dengan menggunakan rumus :

Jumlah protozoa ml-1 = N x 1/0.0032 x FP Keterangan :

N : jumlah koloni protozoa terhitung dari 16 chamber

FP : Faktor Pengencer

Prosedur Perhitungan Populasi Bakteri Total

Penghitungan bakteri total menggunakan metode Ogimoto dan Imai (1981). Media yang digunakan menjadi media tumbuh bakteri adalah BHI. Media dimasukkan kedalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml yang sebelumnya sudah dimasukkan bacto agar sebanyak 0.15 g. Media yang sudah di tutup dilanjutkan dengan disterilisasikan dengan menggunakan autoclave selama 15 menit. Media dimasukkan ke dalam penangas air (47ºC) agar media tidak membeku. Siapkan pengenceran sesuai yang dibutuhkan. Sampel dimasukkan sebanyak 0.05 ml ke dalam 4.95 ml media pengencer kemudian dihomogenkan seperti angka delapan hingga 10-20 kali. Campuran tersebut diambil sebanyak 0.1 ml ke dalam tabung media dan dihomogenkan dengan menggunakan roller tube

hingga rata, kemudian dimasukkan ke dalam inkubasi selama 24 jam. Hitung bakteri yang tumbuh pada tabung tersebut dengan menggunakan rumus :

(18)

6

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati yaitu populasi protozoa, populasi bakteri, pH rumen, konsentrasi ammonia (NH3), konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA), kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan yaitu menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 kelompok. Kelompok yang digunakan berupa pengambilan cairan rumen dengan domba yang berbeda.

Perlakuan ransum yang diberikan adalah : P0 = 100% rumput gajah

P1 = 70% rumput gajah + 30% konsentrat

P2 = 50% rumput gajah + 50% daun dan batang ubi jalar P3 = 70% daun dan batang ubi jalar + 30% umbi ubi jalar

Model matematika Rancangan Acak Kelompok (RAK) menurut (Steel dan Torrie 1993) sebagai berikut :

Yij =  + τi + βj + εij Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j  : Nilai rataan umum perlakuan

τi : Pengaruh perlakuanke-i

βj : Pengaruh kelompok ke-j

εij : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Data yang diperolah diuji dengan Analysis of Variance (ANOVA), hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Instrumen pengumpulan dan pengolahan data pada penelitian ini menggunakan Microsoft Excel dan SPSS versi 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Mikroba Rumen

(19)

7 Tabel 3 Pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa dan bakteri

Keterangan : P0: 100% rumput gajah, P1: 70% rumput gajah + 30% konsentrat, P2: 50% rumput gajah + 50% daun dan batang ubi jalar dan P3: 70% daun dan batang ubi jalar + 30% umbi ubi jalar. Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada baris yang sama.

Populasi protozoa pada penelitian ini dalam kisaran yang dinyatakan normal oleh McDonald et al. (2010), jumlah protozoa dengan kisaran normal yaitu 105 -106 sel ml-1 cairan rumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi populasi protozoa adalah pH rumen dan jenis pakan. Perkembangan protozoa dalam rumen sangat dipengaruhi oleh kondisi pH rumen, rendahnya pH rumen dapat menurunkan populasi protozoa secara drastis karena keberadaan protozoa dapat menstabilkan pH saat fermentasi berlangsung. Jenis pakan berupa hijauan atau konsentrat mempengaruhi jumlah dan jenis protozoa seperti pemberian konsentrat yang tinggi dapat menyebabkan pH rumen menjadi turun sehingga ditandai dengan menurunnya populasi protozoa (Arora 1995).

Pemberian perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap populasi bakteri. Populasi bakteri pada perlakuan P3 (70% daun dan batang ubi jalar + 30% umbi ubi jalar) paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0, P1, dan P2 (Tabel 5). Populasi protozoa pada perlakuan P3 cenderung lebih rendah, sehingga populasi bakteri P3 mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan P3 yang menggunakan daun ubi jalar terdapatnya saponin yang hanya mampu melisiskan sel protozoa sehingga mengakibatkan kematian pada protozoa namun saponin tidak berpengaruh terhadap sel bakteri. Hal tersebut dilaporkan oleh Anthoney dan Omwenga (2014) menyatakan bahwa saponin berada pada tanaman ubi jalar putih. Chen et al. (1998) menyatakan bahwa populasi bakteri rumen tidak mengalami gangguan dengan saponin karena bakteri tidak mempunyai sterol yang dapat berikatan dengan saponin. Interaksi antara bakteri dan protozoa di dalam rumen lebih bersifat kompetitif. Protozoa umumnya memangsa bakteri untuk mendapatkan nutrien bagi pertumbuhannya (Hobson and Stewart 2003). Karma (2005) menyatakan bahwa dampak positif dengan pengurangan jumlah protozoa di dalam rumen yaitu metanogenesis berkurang dan peningkatan jumlah bakteri untuk mengambil alih fungsi protozoa. Meningkatnya jumlah populasi bakteri pada perlakuan P3 diikuti dengan meningkatnya konsentrasi VFA (Tabel 4). Hal ini dikarenakan bakteri yang semakin banyak dapat mempercepat proses degradasi ransum sehingga hasil degradasi berupa VFA akan ikut meningkat. Pernyataan ini didukung oleh Arora (1995) bahwa amonia dan VFA merupakan sumber energi dan kerangka karbon oleh mikroba rumen untuk pembentukan protein mikroba. Seiring dengan semakin banyaknya VFA yang terbentuk maka semakin meningkat pula jumlah populasi bakterinya. Peningkatan jumlah VFA dapat disebabkan oleh adanya populasi bakteri amilolitik dan selulolitik yang tinggi sehingga dapat mendegradasi serat dan pati

(20)

8

pada ransum menjadi VFA yang optimal. Hal ini didukung oleh Church (1979) bahwa produksi VFA total sangat berhubungan dengan bakteri rumen khususnya bakteri selulolitik dan amilolitik. Populasi bakteri pada perlakuan P0 (100% rumput gajah) paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan pada perlakuan P0 jumlah populasi protozoa cenderung paling tinggi. Rendahnya populasi bakteri pada perlakuan P0 diikuti dengan menurunnya konsentrasi VFA. Hasil penelitian ini didukung oleh Mendoza et al. (1993) bahwa populasi protozoa yang tinggi akan mendegradasi pati dalam jumlah yang lebih sedikit sehingga menghasilkan VFA yang rendah.

Karakteristik Fermentasi Rumen Secara In Vitro

Nilai pH rumen, VFA dan NH3 disajikan pada Tabel 4. Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pH rumen. Nilai pH rumen pada penelitian ini dalam kisaran yang dinyatakan normal oleh Dehority (2004), nilai pH yang normal yaitu 5.5-7. Nilai pH rumen mempunyai peranan penting dalam mengatur beberapa proses dalam rumen dan mendukung pertumbuhan mikroba rumen (Uhi et al.

2006).

Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap pH rumen, konsentrasi VFA, dan NH3

Keterangan : P0: 100% rumput gajah, P1: 70% rumput gajah + 30% konsentrat, P2: 50% rumput gajah + 50% daun dan batang ubi jalar dan P3: 70% daun dan batang ubi jalar + 30% umbi ubi jalar. Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) pada baris yang sama.

Pemberian perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap konsentrasi VFA. Nilai VFA pada perlakuan P3 (70% daun dan batang ubi jalar + 30% umbi ubi jalar) tidak berbeda dengan perlakuan P2, namun lebih tinggi dari perlakuan P1 dan P0 (Tabel 4). Hal tersebut karena perlakuan P3 mengandung BETN paling tinggi dalam ransum sebesar 58.91% yang menggunakan pakan sumber energi yaitu umbi ubi jalar dibandingkan perlakuan yang lain (Tabel 2). Perlakuan P0 memiliki nilai VFA yang terendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Tabel 4). Hal ini dikarenakan kandungan BETN yang relatif rendah pada ransum yaitu 47.42% (Tabel 2). BETN merupakan karbohidrat yang mudah dicerna yang dapat dijadikan sumber energi untuk ternak (Farida dan Ridwan 2011). Karbohidrat yang mudah dicerna berada di golongan polisakarida seperti pati. Polisakarida di dalam rumen akan dihidrolisa menjadi monosakarida oleh enzim-enzim mikroba rumen, kemudian monosakarida seperti glukosa, difermentasi menjadi VFA berupa asetat, propionate, dan butirat, serta gas-gas CH4 dan CO2 (McDonald et al. 2010). Jumlah VFA yang dihasilkan dalam penelitian ini berada dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald et al. (2010) yang menyatakan bahwa kisaran produk VFA yaitu 70-150 mM dan menurut Sutardi (1977) yaitu 80-160 mM. Hal ini dilaporkan oleh Satter and Slyter (1974)

Parameter Perlakuan

P0 P1 P2 P3

pH 6.97 ± 0.06 7.00 ± 0.00 6.93 ± 0.06 7.00 ± 0.00 VFA (mM) 99.94 ± 6.46c 107.42± 6.90bc 116.39 ± 11.69ab 125.27 ± 6.77a

(21)

9 bahwa produksi VFA dari suatu bahan pakan mencerminkan tingkat fermentabilitasnya. Semakin tinggi tingkat fermentabilitas suatu bahan pakan, maka semakin tinggi pula VFA yang dihasilkan (Van Houtert 1993).

Perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap konsentrasi NH3. Pola hasil pada konsentrasi NH3 sama dengan pola hasil VFA. Nilai NH3 pada perlakuan P3 (70% daun dan batang ubi jalar + 30% umbi ubi jalar) tidak berbeda dengan perlakuan P2, namun lebih tinggi dari perlakuan P1 dan P0 (Tabel 4). Hal tersebut karena adanya kandungan protein yang paling tinggi dalam ransum P3 sebesar 13.66% (Tabel 2). Produksi NH3 berasal dari protein pakan yang mengalami hidrolisis menjadi oligopeptida oleh enzim proteolitik. Oligopeptida diubah menjadi asam amino yang akan mengalami deaminasi menghasilkan produk utama NH3 dan produk samping adalah VFA (Sutardi 1979). Kandungan protein kasar yang cukup tinggi akan menghasilkan NH3 yang cukup tinggi juga. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kennedy et al. (1992) bahwa semakin tinggi protein kasar yang dicerna mencerminkan semakin besar N yang akan diserap menjadi amonia. Konsentrasi amonia dalam rumen tergantung dari protein pakan. Kualitas protein dapat mempengaruhi konsentrasi amonia. Sesuai dengan pendapat Saricicek (2000) bahwa protein yang berkualitas tinggi dan dalam jumlah yang banyak mengalami kerugian karena sebagian besar protein akan didegradasi oleh mikroba rumen menjadi peptide, asam amino, dan akhirnya menjadi amonia. Amonia yang berlebih akan dibuang percuma bersama urine sehingga menyebabkan rendahnya efisiensi pemanfaatan protein. Perlakuan P0 memiliki nilai NH3 yang paling rendah dibandingkan yang lain. Hal ini dikarenakan pada perlakuan P0 memiliki kandungan PK yang paling rendah sebesar 7.97%. Konsentrasi NH3 dari semua perlakuan pada penelitian ini dalam kisaran yang dinyatakan normal oleh McDonald et al. (2010), konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen berkisar antara 6-21 mM.

Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik

Nilai rataan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)

(22)

10

Nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik pada perlakuan P3 (70% daun dan batang ubi jalar + 30% umbi ubi jalar) paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0, P1, dan P2. Hal ini dikarenakan P3 memiliki kandungan serat kasar yang paling rendah pada ransum sebesar 11.8% yang diikuti oleh perlakuan P2, P1, dan P0 sebesar 21.28%, 22%, dan 26.9%. Hal ini sesuai dengan penelitian Pratama (2015) secara in vivo, kecernaan bahan kering dan bahan organik pada perlakuan P3 berturut-turut sebesar 79.91% dan 80.07%. Hasil penelitian ini didukung oleh Aregheore (2004) yang menyatakan bahwa tanaman ubi jalar memiliki kecernaan lebih dari 62%. Perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 (Tabel 3). Hal ini dikarenakan pada perlakuan P1 adanya penambahan konsentrat 30% yang tidak dapat meningkatkan kecernaan secara in vitro dengan signifikan. Kecernaan secara in vitro pada perlakuan P0, P1, dan P2 lebih rendah dari penelitian Pratama (2015) secara in vivo, kecernaan bahan kering dan bahan organik pada perlakuan P0 sebesar 68.35% dan 69.29%, perlakuan P1 sebesar 72.04% dan 70.76%, serta perlakuan P2 sebesar 69.29% dan 68.58%. Hal ini diduga karena pada kecernaan secara in vivo, kecernaan tidak hanya terjadi di rumen saja tetapi di saluran pencernaan pasca rumen sedangkan pada kecernaan secara in vitro, kecernaan hanya terjadi di rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald et al. (2010), bahwa kecernaan in vitro umumnya lebih rendah dari in vivo karena kecernaan in vivo dapat mengetahui kecernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh pencernaan ternak. Nilai kecernaan pada perlakuan P0 paling rendah dibandingkan perlakuan yang lain (Tabel 3). Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan serat kasar yang paling tinggi dalam ransum P0 sebesar 26.9%. Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa serat kasar merupakan komponen yang sulit dicerna. Kandungan serat kasar yang tinggi, umumnya diikuti dengan meningkatkan jumlah lignin yang mengikat selulosa dan hemiselulosa sehingga menyebabkan semakin turunnya nilai kecernaan. Kecernaan dipengaruhi beberapa hal yaitu komposisi pakan, daya cerna protein kasar, komposisi ransum, faktor hewan dan jumlah pakan yang diberikan (Tillman

et al. 1998)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(23)

11 Saran

Perlu dilakukannya penelitian mengenai pengujian taraf pemberian biomassa ubi jalar putih yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang optimal dan pengujian fitokimia pada bagian-bagian biomassa ubi jalar putih.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia 2014. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik [diunduh 25 Mei 2015]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/.

Anthoney ST, Omwenga J. 2014. Analysis of phytochemical composition of white and purple sweet potato (Ipomoea batatas L.). J Adv Plant Res. 1(3):19-22

Aregheore EM. 2004. Nutritive value of sweet potato (Ipomoea batatas L.) forage as goat feed: voluntary intake, growth and digestibility of mixed rations of sweet potato and batiki grass (Ischaemum aristatum var. indicum). Small Ruminant Research. 51:235-241.

Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba pada Hewan Ruminansia. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.

Bradford GE. 1985. Selection for little size Pp 95. In : R.B Land and DW Robinson (Eds) Genetics of reproduction in sheep. Butterworth. London (UK).

Chen JC, Xu M, Chen L, Chen YN, Chiu TH. 1998. Effect of Panax notoginseng

saponins on sperm motility and progression in vitro. Phytomedicine.

5(4):289-292.

Church DC. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. 2nd Printing. Oregon (US): Metropolitan Printing Co.

Dehority BA. 2004. Rumen Microbiology. Nottingham (GB): Nottingham Univ Pr.

Dominiquez PL. 1992. Feeding sweet potato to monogastric. FAO. Anim. Prod. Health Paper. 95: 217-233.

Farida WR, Ridwan R. 2011. Giving of formulated pellet on Javan Porcupine (Hystrix javanica F. Cuvier, 1823): Effects on feed intake, feed conversion, and digestibility in pre-domestication condition. J Bio Indonesia 7 (1): 157-170.

General Laboratory Prosedures. 1966. Department of Dairy Science. Madison (USA): University of Wisconsin.

Hobson PN, Stewart CS. 2003. The Rumen Microbial Ecosystem. Great Britain (GB): St Edmundsbury Press,.

Kamra DN. 2005. Rumen microbial ecosystem. J. Current. Sci. 89: 124-135. Kariuki JN, Tamminga S, Gachuiri CK, Gitau GH, Muia JMK. 2001. Intake and

(24)

12

supplemented with various levels of Desmodium intortum and Ipomoea batatas L. vines. J Anim Sci. (3) 31: 149-157.

Kennedy PM, Boniface CS, Liang ZJ, Muller D and Murray RM. 1992. Intake and digestion in swamp buffaloes and cattle. The comparative response to urea supplements in animal fed tropical grasses. J. Agric. Sci. Camb. 119: 243 – 254.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. Sinclair LA, Wilkinson RG. 2010. Animal Nutrition. 7th Edition. New York (US); Ashford Colour Pr.

Mendoza GD, Britton RA, Stock RA. 1993. Influence of ruminal protozoa on site and extent of starch digestion and ruminal fermentation. J. Anim. Sci. 71:1572-1578.

Mulyaningsih N. 1990. Domba garut sebagai sumber plasma nutfah ternak. Plasna Nutfah Hewan Indonesia. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional. Bogor. 42-49.

Ogimoto K, Imai S. 1981. Atlas of rumen microbiology. Tokyo (JP): Japan Scientific Societes Pr.

Onwuene IC. 1978. The Tropical Tuber Crops, Yams, Cassava, Sweet Potato and Cooyams. New York (US): Johm Wiley dan Son. Chicester.

Pratama D. 2015. Pengaruh pemberian biomassa ubi jalar (Ipomoea batatas L.) terhadap performa domba ekor tipis [Skipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Belum dipublikasi]

Preston TR. 1986. Better utilization of crop residues and by-product in animal feeding recearch guidlines. FAO Anim. Prod. Health Paper 50/2.

Saricicek B. 2000. Protected (bypass) protein and feed value of hazelnut kernel oil meal. Asian-Aus. J. Anim. Sci. (13) 3: 317-322.

Satter LD, Slyter LL. 1974. Effect of Amonia in Rumen Microbial Protein Production in-vitro. J. British. Nutr. 32:39.

Snyders, Muai J, Kariuki JK. 1992. Yield and quality of sweet potato vines harvested at different stages. KARI – Naivasha Research Report 1992. pp. 3-7.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Ke-3. Terjemahan. Jakarta (ID): PT Gramedia.

Sutardi T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah.Kayu Ambon Lembang. Bandung (ID): Direktorat Jendral Peternakan-FAO. Sutardi T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh

mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Prosiding Seminar dan Penunjang Peternakan. Bogor (ID): Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sutardi T. 1980. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two-stage technique for the in vitro digestion of forage crops. British (GB): J British Grassland Soc 18: 104-111.

(25)

13 Uhi HT, Parakkasi A,Haryanto B. 2006. Pengaruh suplemen katalitik terhadap karakteristik dan populasi mikroba rumen domba. Med. Pet. 29 (1): 20-26. Van Houtert MJF. 1993. The production and metabolism of volatile fatty acids by

(26)

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam kecernaan bahan kering

SK db JK KT F hitung Sig

Perlakuan 3 1455.891 485.297 43.638 0.000

Kelompok 2 29.241 29.621 2.663 0.149

Galat 6 66.727 11.121

Total 11 1581.859

SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, sig : signifikansi.

Lampiran 2 uji Duncan kecernaan bahan kering

Perlakuan N Subset

1 2 3

1 3 45.2333

2 3 47.9

3 3 62.5

4 3 72.29

Sig. 0.365 1.00 1.00

Lampiran 3 Hasil analisis ragam kecernaan bahan organik

SK db JK KT F hitung Sig

Perlakuan 3 1388.44 462.813 30.282 0.001

Kelompok 2 49.905 24.952 1.633 0.285

Galat 6 76.416 15.283

Total 11 2058.572

Lampiran 4 uji Duncan kecernaan bahan organik

Perlakuan N Subset

1 2 3

1 3 40.2467

2 3 40.2633

3 3 62.2667

4 3 71.21

Sig. 0.099 1.00 1.00

Lampiran 5 Hasil analisis ragam pH rumen

SK db JK KT F hitung Sig

Perlakuan 3 0.009 0.003 2.2 0.189

Kelompok 2 0.005 0.002 1.8 0.244

Galat 6 0.008 0.001

(27)

15

Lampiran 10 Hasil analisis ragam populasi protozoa

SK Db JK KT F hitung Sig

Perlakuan 3 0.020 0.007 3.41 0.094

Kelompok 2 0.054 0.027 13.65 0.006

Galat 6 0.012 0.002

Total 11 0.085

Lampiran 11 Hasil analisis ragam populasi bakteri

SK Db JK KT F hitung Sig

Perlakuan 3 0.026 0.009 11.78 0.006

Kelompok 2 0.002 0.001 1.03 0.412

Galat 6 0.004 0.001

(28)

16

Lampiran 12 uji Duncan populasi bakteri

Perlakuan N Subset

1 2 3

1 3 8.29

2 3 8.35

3 3 8.38 8.38

4 3 8.42

(29)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 18 Oktober 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suparyono dan Ibu Emah. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Mangun Jaya 05 pada tahun 1999-2005. Pendidikan dilanjutkan di SMP Negeri 3 Tambun Selatan pada tahun 2005-2008 kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Tambun Selatan pada tahun 2008-2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI) dan diterima di

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Penelitian pada tahun 2013, kegiatan magang di Peternakan Mahesa Perkasa dan Pengolahan Keju Trie Mastercheese pada tahun 2013 dan kegiatan Pendampingan Sekolah Peternakan Rakyat (SPR-1111) Sumatera Selatan pada tahun 2014. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Biro Pengabdian Masyarakat HIMASITER pada tahun 2013-2014 dan pengurus Organisasi K-SPR (Klub Sekolah Peternakan Rakyat) selama 2 periode 2012-2013 dan 2012-2013-2014. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan kegiatan mahasiswa Fakultas Peternakan. Penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Asep Sudarman, M. Rur. Sc selaku pembimbing akademik serta pembimbing skripsi dan Dr. Sri Suharti, S.Pt, M.Si selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, dukungan, serta motivasinya. Kepada Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr selaku dosen pembahas seminar pada tanggal 25 Juni 2015 serta Prof. Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc dan Dr. Asep Gunawan, S.Pt, M.Sc selaku dosen penguji sidang pada tanggal 9 Oktober 2015. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Ayah (Suparyono), Ibu (Emah), dan kakak (Yogi), atas segala doa, semangat, nasehat, dukungan dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

Gambar

Tabel 2 Komposisi Nutrien Ransum Tiap Perlakuan (%BK)

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar Terhadap Perlakuan Pupuk anorganik Pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap parameter pertambahan panjang ubi jalar 2 dan 6 MST, bobot umbi

Kadar pati dalam ubi jalar putih sama besarnya dengan ubi kayu, sehingga ubi jalar putih dapat juga digunakan sebagai sumber bioetanol seperti halnya ubi kayu yang telah lebih dulu

Pengolahan tepung ubi jalar ungu menjadi spreads dapat meningkatkan nilai ekonomis ubi jalar, serta menghasilkan produk dengan tampilan warna yang menarik

Variasi bahan dasar yang digunakan yaitu terigu - ubi jalar kuning (tepung ubi jalar kuning dan pasta ubi jalar kuning) dan mocaf - ubi jalar kuning (tepung ubi

Pengadaan bahan ransum meliputi penjemuran daun ubi jalar, pembuatan tepung daun ubi jalar, dan pembuatan tepung daun ubi jalar fermentasi dapat lihat pada (Ilustrasi 2),

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan ubi jalar kuning dengan ubi jalar ungu dan pengaruh konsentrasi penstabil terhadap karakteristik

Gambar 8 menunjukkan bahwa hasil rata-rata tertinggi nilai kesukaan untuk pengujian warna pada organoleptik tepung ubi jalar fermentasi terdapat pada tepung ubi

Perlakuan P0 sampai dengan P3 menunjukkan bahwa penambahan nitrogen dan sulfur pada ensilase jerami ubi jalar menghasilkan nilai derajat keasaman yang normal, artinya bahwa