BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kadar glukosa dalam plasma darah adalah sama dengan kadar glukosa dalam fitrat
glumerulus. Sedangkan batas kemampuan ginjal untuk mengreabsorbsi glukosa berkisar
antara 160 sampai 180 mg/dl, dan disebut nilai abang batas ginjal (NAB). Adaanya
glukosa dalam urine disebut glukosuria. Ada dua hal yang dapat menyebabkan
glukosuria, yaitu :
1)
Bila kadar glukosa dalam plasma melampaui ambang batas kemampuan daya
reabsorbsi ginjal.
2)
Bila kemampuan daya reabsorbsi ginjal menurun.
Setiap keadaan yang memungkinkan terjadinya hyperglikemia akan menghasilkan
glukosuria, misalnya terdapat pada :
1)
Diabetes mellitus
2)
Emosional glukosuria
3)
Hyperthyroidisme
4)
Anesthesia dengan eter
5)
Tekanan intra cranial meningkat, misalnya pada trauma capitis, tumor kepala, dan
lainnya.
Glukosuria juga dapat terjadi bila kemampuan reabsorbsi gijal menuru (tanpa
hyperglikemia), misalnya pada :
1)
Renal Glukosuria
2)
Alementary Glukosuria (timbul sesudah asupan karbohidrat tinggi)
3)
Kehamilan dimana terjadi laktosuria
4)
Tubular demage dan kadang kadang pada penderita neprosis
Untuk membedakan dua hal diatas akan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa urine.
Pemeriksaan glukosa urine dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1)
Berdasarkan pada reaksi reduksi, terdiri dari dua metode yaitu Benedict dan Fehling
Metode Benedict banyak digunakan di laboratorium bila dibandingkan dengan metode
fehling, hal disebabkan :
a)
Kadar urine acid dan keratine yang tinggi tidak dapat mereduksi Benedict tapi dapat
mereduksi fehling.
b)
Benedict hanya menggunakan satu jenis larutan saja sedangkan pada fehling
menggunakan berbagai jenis larutan
c)
Reagen Benedict bisa dipakai untuk menentukan kadar gula secara kasar.
d)
Pemakaian kadar urine sedikit
Metode Fehling merupakn metode pendamping dari reaksi Benedict karena banyak
kelemahan kelemahannya antara lain :
a)
Semua larutan sakarida yang mempunyai gugus aldehid dan keton dapat bereaksi
positif dengan reaksi Fehling
b)
Larutan Fehing A dan Fehling B harus dipisahkan sebab apabila dicampurkan akan
terjadi auto reduksi bila diiarkan lama
2)
Berdasarkan reaksi enzimatik/oksidasi yaitu metode carik celup
Pemeriksaan yang menggunakan metode carik celup biasanya cepat, mudah, dan spesifik
karena enzimnya hanya dapat bereaksi dengan glukosa. Carik celup berupa secarik plastic
kaku yang pada setiap sisinya dilengkapi dengan kertas isap yang mengandung
reagenesia. Adanya glukosa ditandai oleh perubahan warna pada bagian kertas yang
mengandung reagensia.
BAB II
METODOLOGI
1)
Waktu dan Tempat
Hari
: Kamis, 13 Oktober 2016
Pukul
: 08.00 sd selesai
Tempat
: Lab. Terpadu
2)
Tujuan
: menentukan ada tidaknya glukosa dalam sampel urine dengan
dasar reaksi reduksi.
3)
Bahan
: 1. Urine pagi
2. urine 2 jam pp
3. urine sewaktu
4) Alat
: 1) tabung reaksi
2) rak tabung
3) penjepit tabung
4) pipet ukur, tetes
5) lampu spritus
5) Metode :
Kualitatif Fehling
6) Prinsip
: glukosa dalam sampel akan mereduksi garam kompleks dalam
reagen Fehling atau Benedict (ion cupri akan direduksi dengan cupro) dan mengendap dalam
bentuk CuO dan Cu2O dengan warna kuning hingga merah bata.
7) Reagen
: Fehling A dan Fehling B
8) Cara kerja
:
1.
Siapkan tabung reaksi yang bersih dan kering
2.
Pipet 2 ml Fehling A + 2 ml Fehling B, dikocok homogen
3.
Tambahkan 1 ml urine, dikocok hingga bercampur rata.
4.
Jepit tabung reaksi dangen penjepit tabung, panaskan diatas api
hingga mendidih, tetap dipanaskan selama 1 sampai 2 menit atau
masukan kedalam air mendidi selama 5 menit
5.
Angkat dan biarkan hingga dingin
6.
Amati reaksi yang terjadi dan catat hasil nya
7.
Pembacaan :
Negative : bila larutan berwarna biru (Normal)
Positif : bila larutan berubah menjadi warna hijau kekuningan
hingga merah bata
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil pengamatan :
Pemeriksaan kadar glukosa dalam urine
Sampel Gula urine
Nn. Gusti ambar A1: Negatif
B1: Negatif
Nn. Widya A2: Negatif
B2: Negatif
Nn. Suci A3: Negatif
B3: Negatif
Nn. Lilih A4: Negatif
B4: Negatif
3.2 Pembahasan
Urin atau air seni adalah cairan yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, dan akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial (Chernecky and Berger, 2008). Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos Dari urin kita bisa memantau penyakit melalui perubahan warnanya. (Chernecky and Berger, 2008).
Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan penyaring. Untuk menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda- beda.
Cara yang tidak spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan reagen fehling yang
dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung garam cupri. Sedangkan pembuktian glukosuria secara spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan enzim glukosa oxidase (Prasetya, 2011). Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi, dikerjakan dengan menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis tes ini dapat digolongkan dalam jenis pemeriksaan semi-kuantitatif. Sedangkan tes glukosa dengan reaksi enzimatik dilakukan dengan metode carik celup yang tergolong dalam pemeriksaan semi-kuantitatif dan kuantitatif (Subawa.2010). Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A dan fehling B. Fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium tartrat. Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO (Anonim, 2010).
Pada praktikum ini diketahui bahwa tabung A menunjukkan negative tidak menunjukkan terjadinya perubahan warna, yakni tetap berwarna biru tua seperti warna larutan fehling A dan B sebelum dipanaskan. Hal ini telah sesuai secara teoritis, dimana sampel yang digunakan pada tabung tsb merupakan sampel urine normal, sehingga tidak terjadi perubahan warna pada uji fehling yang menunjukkan tidak adanya glukosa dalam sampel tersebut.
Berikut ini adalah reaksi antara aldehid dengan fehling yang menghasilkan endapan merah bata : Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi (Wirawan dkk, tt).
Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal ini dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang dapat menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, dan vitamin C. Oleh karena itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung dalam sampel urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengindikasikan keberadaan penyakit diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl. Nilai ambang ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah 160-180 mg % (Wirawan dkk, tt)
BAB IV
KESIMPULAN
Urin atau air seni adalah cairan yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.
Pada praktikum ini diketahui bahwa tabung A menunjukkan negative tidak menunjukkan terjadinya perubahan warna, yakni tetap berwarna biru tua seperti warna larutan fehling A dan B sebelum dipanaskan. Hal ini telah sesuai secara teoritis, dimana sampel yang digunakan pada tabung tsb merupakan sampel urine normal, sehingga tidak terjadi perubahan warna pada uji fehling yang menunjukkan tidak adanya glukosa dalam sampel tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, D.N, 1990, Patologi Klinik, Ed IV, Terj. Andrianto P dan Gunakan J, Penerbit EGC,
Jakarta.
Depkes, 1991, Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas,Jakarta,Depkes
Guyton, A.C, 1983, Buku Teks Fisiologi Kedokteran, edisi V, bagian 2, terjemahan Adji Dharma
et al.,E.G.C., Jakarta.
Poedjiadi, Supriyanti, 2007, Dasr-Dasar Biokimia, Bandung, UI Press
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
PENENTUAN KADAR GULA DALAM URINE
OLEH :
KELOMPOK A1 INDAH AYU NOVITASARI
NELI SUSANTI HENI SUKAPTI PRILI ARISTANTIA DEWI
SUCU NURUL KH
JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG 2016