REFERAT
REFERAT
RETINOPATI PREMATURITAS
RETINOPATI PREMATURITAS
Pembimbing:
Pembimbing:
dr. Agah Gadjali, SpM
dr. Agah Gadjali, SpM
dr. Gartati Ismail, SpM
dr. Gartati Ismail, SpM
dr. Henry A Wibowo, SpM
dr. Henry A Wibowo, SpM
dr. H. Hermansyah, SpM
dr. H. Hermansyah, SpM
dr. Mustafa K Shahab, SpM
dr. Mustafa K Shahab, SpM
Disusun oleh :
Disusun oleh :
Abdul Halim Ghazali (1102012001)
Abdul Halim Ghazali (1102012001)
Maya Astuti Saphira (1102012158)
Maya Astuti Saphira (1102012158)
Lathifa Nabila (1102013154)
Lathifa Nabila (1102013154)
Ratna Kurnianingsih (1102012228)
Ratna Kurnianingsih (1102012228)
KEP
KEPANITERAAN ANITERAAN KLINIK ILKLINIK ILMU MATMU MATAA F
FAKULAKULTAS KEDOKTTAS KEDOKTERAN ERAN UNIVERSITAS YARSIUNIVERSITAS YARSI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO
PERIODE 3 Juli –
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Daftar Isi Daftar Isi ... 11 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN ... 22 BAB II ANATBAB II ANATOMI REOMI RETINATINA ... 33 BAB III RETINOPATI PREMATURITAS
BAB III RETINOPATI PREMATURITAS ... 44 3.1 Definisi 3.1 Definisi ... 77 3.2 Epidemiologi 3.2 Epidemiologi ... 77 3.3 Faktor Resiko 3.3 Faktor Resiko ... 88 3.4 Patofisiologi 3.4 Patofisiologi ... 1010 3.5 Manifestasi Klinis 3.5 Manifestasi Klinis ... 1313 3.6 Diagnosis 3.6 Diagnosis ...2020 3.7 Diagnosis Banding 3.7 Diagnosis Banding ... 2222 3.8 Penatalaksanaan 3.8 Penatalaksanaan ... 2222 3.9 Pencegahan 3.9 Pencegahan ...2525 3.10 Komplikasi 3.10 Komplikasi ... 2727 3.11 Prognosis 3.11 Prognosis ... 2828 KESIMPULAN KESIMPULAN ...2929 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA ... 3030
1 1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Daftar Isi Daftar Isi ... 11 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN ... 22 BAB II ANATBAB II ANATOMI REOMI RETINATINA ... 33 BAB III RETINOPATI PREMATURITAS
BAB III RETINOPATI PREMATURITAS ... 44 3.1 Definisi 3.1 Definisi ... 77 3.2 Epidemiologi 3.2 Epidemiologi ... 77 3.3 Faktor Resiko 3.3 Faktor Resiko ... 88 3.4 Patofisiologi 3.4 Patofisiologi ... 1010 3.5 Manifestasi Klinis 3.5 Manifestasi Klinis ... 1313 3.6 Diagnosis 3.6 Diagnosis ...2020 3.7 Diagnosis Banding 3.7 Diagnosis Banding ... 2222 3.8 Penatalaksanaan 3.8 Penatalaksanaan ... 2222 3.9 Pencegahan 3.9 Pencegahan ...2525 3.10 Komplikasi 3.10 Komplikasi ... 2727 3.11 Prognosis 3.11 Prognosis ... 2828 KESIMPULAN KESIMPULAN ...2929 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA ... 3030
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Retinopati prematuritas (ROP) pertama kali ditemukan oleh Terry pada tahun 1942 Retinopati prematuritas (ROP) pertama kali ditemukan oleh Terry pada tahun 1942 sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu penyakit / gangguan perkembangan pembuluh darah sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu penyakit / gangguan perkembangan pembuluh darah retina pada bayi yang lahir prematur. ROP merupakan penyebab kebutaan tertinggi pada retina pada bayi yang lahir prematur. ROP merupakan penyebab kebutaan tertinggi pada anak-anak di Amerika Serikat dan sal
anak-anak di Amerika Serikat dan salah satu penyebab utama kebutaan anak di sah satu penyebab utama kebutaan anak di seluruh dunia.eluruh dunia. Beberapa penelitian yang dilakukan di Jakarta menunjukkan angka kejadian ROP pada bayi Beberapa penelitian yang dilakukan di Jakarta menunjukkan angka kejadian ROP pada bayi prematur
prematur yaitu syaitu sekitar ekitar 30% 30% dan dan umumnya seperumumnya sepertiga tiga kasus kasus memerlukan memerlukan tindakan tindakan operasi. operasi. DiDi Indonesia, menurut laporan Kadarisman dkk tahun 2004-2005 dari 37 bayi premature yang Indonesia, menurut laporan Kadarisman dkk tahun 2004-2005 dari 37 bayi premature yang diperiksa didapatkan 33,3% mengalami ROP. Dilaporkan 19 dari 73 (26%) bayi preterm diperiksa didapatkan 33,3% mengalami ROP. Dilaporkan 19 dari 73 (26%) bayi preterm mengalami ROP.
mengalami ROP.11
Retinopati prematuritas merupakan penyebab utama kebutaan pada bayi dengan berat Retinopati prematuritas merupakan penyebab utama kebutaan pada bayi dengan berat lahir rendah/ berat badan lahir sangat rendah dan dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi, lahir rendah/ berat badan lahir sangat rendah dan dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi, luas, dan derajat.
luas, dan derajat.
Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh darah retina di masa Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh darah retina di masa perkembangan
perkembangan terhadap terhadap oksigen oksigen konsentrasi konsentrasi tinggi. tinggi. Pajanan Pajanan oksigen oksigen konsentrasi konsentrasi tinggitinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen retina sehingga memperlambat (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen retina sehingga memperlambat perkembangan
perkembangan pembuluh pembuluh darah darah retina retina sehingga sehingga menimbulkan menimbulkan daerah daerah iskemia iskemia pada pada retina.retina. Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi oksigen saja yang menjadi faktor kausatif Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi oksigen saja yang menjadi faktor kausatif dari ROP, namun bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam patogenesis ROP dari ROP, namun bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam patogenesis ROP masih belum dapat diketahui.
masih belum dapat diketahui.
Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari
Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening screening oftalmologis oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Satu-satunya pencegahan yang benar-benar terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Satu-satunya pencegahan yang benar-benar bermakna adalah pencegahan kelahiran bayi prematur.
bermakna adalah pencegahan kelahiran bayi prematur.33
Referat ini bertujuan untuk memahami definisi, anatomi dan fisiologi retina, etiologi, Referat ini bertujuan untuk memahami definisi, anatomi dan fisiologi retina, etiologi, patogenesis, klasifikasi, diagnosis, diagnosis ba
patogenesis, klasifikasi, diagnosis, diagnosis ba nding, penatalaksanaan dan prognosisnya darinding, penatalaksanaan dan prognosisnya dari retinopati of prematurity
3
BAB II
ANATOMI RETINA
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Reti na membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6.5mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrana Bruch, khoroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi khoroid meluas melewati ora serrata, di bawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan anterior retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreous.15
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: 1. Membrana limitans interna
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam sel bipolar, amakirn dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor 8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut 10. Epitelium pigmen retina
Gambar 2. Histologi Retina
5 dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3.5 mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea, yang secara klinis jelas-jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoroesens. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan penggeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di makula, dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini
menjadi tebal sekali.15
Retina menerima darah dari dua sumber: khoriokapilaria yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteria sentralis retinae, yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya dipendarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidk berlobang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat
ditembus. Sawar darah-retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigemn retina.11
2.1 Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah ransangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras- jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital. Vaskularisasi yang baik akan sangat mendukung fungsi retina yang baik.
Pada masa embriologi, vaskularisasi retina dimulai pada 16 minggu setelah gestasi. Proses vaskularisasi retina berlangsung secara sentrifugal dari nervus opticus, mengikuti gelombang mesenkimal sel spindle dan mencapai ora serata nasalis pada usia gestasi 32 minggu dan ora serata temporalis pada usia gestasi 40-42 minggu atau saat aterm.15
7
BAB III
RETINOPATI PREMATURITAS
3.1 Definisi
Retinopati prematuritas ( Retinopathy of Prematurity = ROP) adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur. Retinopati yang berat ditandai dengan proliferasi pembuluh retina, pembentukan jaringan parut dan pelepasan retina. Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh
darah retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi (kondisi ketika neonatus harus bertahan akibat ketidakmatangan paru). Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen retina sehingga memperlambat perkembangan pembuluh darah retina (vaskulogenesis). Hal ini menimbulkan daerah
iskemia pada retina.10
ROP terjadi bila pembuluh darah normal tumbuh dan menyebar ke seluruh retina, jaringan lapisan bagian belakang mata. Abnormal pembuluh ini rapuh dan bisa bocor, jaringan parut retina dan menariknya keluar dari posisi. Hal ini menyebabkan ablasi retina. detasemen retina adalah penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada ROP.6
Gambar 5. Retinopati prematuritas
3.2Epidemiologi 3.2.1 Frekuensi
Di Indonesia, menurut laporan Kadarisman dkk tahun 2004-2005 dari 37 bayi premature yang diperiksa didapatkan 33,3% mengalami ROP. Dilaporkan 19 dari 73 (26%) bayi preterm mengalami ROP. Dari 19 bayi preterm tersebut, 14 bayi mempunyai berat lahir <1500 gram dan 12 bayi dengan usia gestasi <32 minggu. ROP yang berat
ditemukan pada 7 bayi preterm ( 9,6% ). 5 bayi diantaranya dengan berat lahir kurang dari 1500 gram dan gestasi <32 minggu. 1
Dari hasil suatu penelitian di Korea melaporkan angka insidensi terjadinya ROP 20,7% (88 dari 425 bayi prematur) dan melaporkan bahwa usia gestasi ≤ 28 minggu dan berat lahir ≤ 1000g merupakan faktor risiko yang paling signifikan. Pada penelitian
lainnya melaporkan angka insidensi sebesar 29.2% (165 dari 564 bayi dengan BBLASR). Usia median dari onset ROP adalah 35 minggu (range 31-40 minggu).7
3.2.2 Mortalitas dan Morbiditas
Setiap tahunnya, sekitar 500-700 anak mengalami kebutaan akibat ROP di Amerika Serikat, sekitar 2100 bayi akan mengalami gejala sisa sikatrisial, termasuk miopia, strabismus, kebutaan, dan ablasio retina. Terdapat ±20% dari semua bayi prematur yang mengalami suatu bentuk strabismus dan kelainan refraksi pada usia 3 tahun. Hal inilah mengapa bayi dengan usia gestasi kurang dari 32 minggu atau berat kurang dari 1500 gr harus melakukan kontrol kesehatan mata setiap 6 bulan, terlepas dari ada atau tidaknya ROP.
Ras kulit hitam menderita ROP yang lebih ringan dibanding ras Kaukasian. Insidens sedikit lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki. ROP adalah penyakit bayi prematur. Semua bayi yang memiliki berat lahir kurang dari 1500 gr dan usia gestasi kurang dari 32 minggu memiliki risiko untuk menderita ROP. Maka dibuat semacam screening protocol yang sesuai dengan usia gestasi.
Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani pemeriksaan mata pertama pada usia gestasi 27-28 minggu
Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu , harus menjalani pemeriksaan mata pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu
Bayi yang lahir pada usia gestasi ≥29 minggu, pemeriksaan mata pertama dilakukan sebelum bayi tersebut dipulangkan 12