• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Agency Theory

Agency Theory menekankan pentingnya pemilik perusahaan (disebut

principal) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga

profesional (disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis

sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang maksimal dengan biaya yang efisien dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional. Para tenaga profesional tersebut bertugas untuk kepentingan perusahaan dan memiliki keleluasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan, sehingga dalam hal ini para profesional tersebut berperan sebagai agents-nya pemilik perusahaan. Kenaikan laba perusahaan

berbanding lurus dengan kenaikan keuntungan yang diperoleh agents selaku

pihak yang menjalankan perusahaan tersebut. Sementara pemegang saham bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh agents.

Namun, pada sisi lain pemisahan seperti ini memiliki segi negatifnya. Adanya keleluasaan agents untuk memaksimalkan laba perusahaan bisa

mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan agents sendiri dengan

(2)

lanjut, pemisahan ini dapat pula menimbulkan kurangnya transparansi dalam penggunaan dana pada perusahaan serta keseimbangan yang tepat antara kepentingan-kepentingan yang ada.

Banyak jalan untuk memahami GCG, namun jalan yang paling dekat adalah dengan memahami teori agensi (agency theory) terlebih dahulu.

Teori agensi menjawab dengan memberikan gambaran hal-hal apa saja yang berpeluang akan terjadi baik antara agent (pengelola) dengan principal

(pemilik perusahaan) maupun antara principal (pemilik perusahaan) dengan principal (pemberi pinjaman). Pengertian principal dalam agency theory

adalah pihak-pihak yang menyerahkan sebagian atau seluruh wealth-nya

untuk dikembangkan oleh pihak lain (agent).

Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi

ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent

berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa

individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk

menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam

kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka

akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.

Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan

(3)

hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.

Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan

pengembalian yang sebesar-besarnya dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki. Agent menginginkan kepentingannya diakomodir dengan pemberian

kompensasi/bonus/insentif/remunerasi yang “memadai“ dan sebesar-besarnya atas kinerjanya. Principal menilai prestasi Agent berdasarkan kemampuannya

memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga saham dan makin besar deviden, makan agen dianggap berhasil atau berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi.

Sebaliknya agent pun memenuhi tuntutan principal agar mendapat

kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka sang agent dapat memainkan beberapa kondisi perusahaan agar

seolah-olah target tercapai. Maka terjadilah Creative Accounting yang menyalahi

aturan, misalnya melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan, tetapi pada kenyataannya perusahaan merugi.

(4)

2.1.2 Good Corporate Governance (GCG)

2.1.2.1 Definisi Good Corporate Governance (GCG)

Munculnya isu Good Corporate Governance adalah jawaban

atas ketidakpuasan ilmuwan finance atas kinerja teori agensi dalam

tatanan empiris karena saat ini bukan hanya pemegang saham dan pemberi pinjaman saja yang harus diperhatikan, melainkan berbagai pihak yang terkait dengan pengoperasian suatu perusahaan modern yang dinamakan stakeholders.

Kata governance berasal dari bahasa Perancis gubernance yang

berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadi

coporate governance. Menurut Sutojo dan Aldridge (2008) corporate governance diterjemahkan sebagai “tata kelola atau tata pemerintahan

perusahaan”.

Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan

oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang

sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di

(5)

Komite Cadbury mendefinisikan Good Corporate Governance

(GCG) sebagai prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholder pada umumnya.

Sementara Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan Good Corporate Governance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan,

dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

Centre for European Policy Studies (CEPS), mempunyai

formula lain, bahwa Good Corporate Governance merupakan seluruh

sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian,

baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas

kepada shareholder saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholder secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses,

maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholder

(6)

Dari Indonesia, Soekrisno Agoes (2006) mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, Dewan Direksi, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Good Corporate Governance juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan penilaian kinerjanya.

Sebenarnya, konsep GCG pada intinya adalah : Pertama,

internal balance antara organ perusahaan pemegang saham, komisaris

dan direksi dalam hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut. Kedua,

external balance, yaitu pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai

entitas bisnis dalam masyarakat dan stakeholders lainnya.

Internal balance lebih fokus kepada bagaimana pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip GCG sedangkan external balance lebih menekankan kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara harmoni tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.

Perusahaan, dalam hal ini yang berbentuk perseroan terbatas secara fungsional dituntut memberikan nilai tambah (value added), baik

berbentuk financial return bagi para pemegang saham (shareholders)

maupun social-welfare, yang sekurang-kurangnya value added bagi stakeholders.

(7)

Sistem Good Corporate Governance (GC) memberikan

perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditor, sehingga mereka bisa meyakinkan dirinya akan perolehan kembali investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Bahkan suatu penelitian oleh McKinsey & Company memberikan indikasi bahwa manaajer dana di Asia akan membayar 26-30% lebih untuk saham-saham perusahaan dengan corporate governance yang baik ketimbang untuk saham-saham perusahaan dengan corporate governance-nya yang meragukan. Oleh karena itu, sistem tersebut harus juga membantu menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap pertumbuhan sektor usaha yang efisien dan berkesinambungan.

Gede Raka, salah seorang panel ahli dari Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG), menyatakan bahwa “dalam GCG

tersirat secara implisit bahwa sebuah perusahaan bukanlah mesin pencetak keuntungan bagi pemiliknya, melainkan sebuah entitas untuk menciptakan nilai bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”. Selain itu, perusahaan bukanlah sekedar mesin yang mengubah input menjadi output, melainkan sebuah lembaga insani (human institution, sebuah masyarakat yang mempunyai nilai, cita-cita, jati diri, dan tanggung jawab sosial. Konsep GCG mencerminkan pentingnya sikap berbagi (sharing), peduli (caring) dan melestarikan.

(8)

2.1.2.2 Prinsip – prinsip Good Corporate Governance

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mengembangkan lima prinsip Corporate Governance :

 Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the rights of shareholders)

Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus

mampu melindungi hak-hak para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas. Hak-hak yang dimaksud adalah hak untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan, hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan kepemilikan saham, hak untuk memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur, hak untuk ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), hak untuk memilih anggota dewan komisaris dan direksi, hak untuk memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan.

 Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham (the equitable treatment of shareholders)

Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance haruslah

menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang

(9)

dalam (insider trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu, prinsip ini mengharuskan anggota dewan

komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest).

 Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan (the roll of stakeholders)

Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus

memberikan pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan, sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan serta kesinambungan usaha (going concern)

 Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparency)

Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus

menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersebut mencakup informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga

(10)

diharuskan untuk meminta auditor eksternal (kantor akuntan publik) melakukan audit yang bersifat independenatas laporan keuangan.

 Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the responsibilities of the board)

Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus

menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris dan pertanggungjawaban dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan serta kewajiban-kewajiban profesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.

Sementara itu, Prinsip-prinsip GCG sesuai Pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan GCG adalah sebagai berikut :

 Transparansi (transparency)

Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan.

(11)

 Pengungkapan (disclosure)

Penyajian informasi kepada para pemangku kepentingan, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan risiko usaha perusahaan.  Kemandirian (independence)

Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

 Akuntabilitas (accountability)

Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.

 Pertanggungjawaban (responsibility)

Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.  Kewajaran (fairness)

Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(12)

2.1.2.3 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance

Adapun tujuan dari GCG diperlukan dalam rangka:

1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran.

2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan menadirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komosaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.

3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuahn terhadap peraturan perundang-undangan.

4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.

5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.

6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun inetrnasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

(13)

Menurut Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI),

manfaat dilaksanakannya GCG antara lain :

a. meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder.

b. mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan Corporate Value.

c. mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

2.1.3 Dewan Direksi

Menurut Pasal 1 dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan dewan direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Menurut Hardijan Rusli (1997), direksi merupakan “dewan direktur (Board of Directors) yang dapat merupakan satu orang direktur atau terdiri

(14)

Direktur Utama dan satu atau beberapa wakil Presiden Direktur serta satu atau beberapa Direktur”.

Direksi dalam menjalankan perseroan memiliki tugas-tugas, yaitu : 1. Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab

menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perseroan.

2. Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perseroan.

3. Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan semata-mata hanya untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas perseroan.

4. Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan perseroan secara amanah dan transparan. Untuk itu direksi mengembangkan sistem pengendalian dan sistem manajemen risiko secara struktural dan komprehensif.

5. Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan perseroan berbenturan dengan kepentingan pribadi.

(15)

2.1.4 Dewan Komisaris

Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada dewan direksi.

Secara umum UUPT menentukan bahwa dalam sebuah perseroan minimal memiliki 1 orang anggota Dewan Komisaris sebagaimana ditentukan Pasal 108 ayat 3: "Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih".

Dewan komisaris merupakan organ yang berperan penting dalam pengimplementasian good corporate governance di suatu perusahaan. Karena

tugas Utama Komisaris adalah wajib melakukan pengawasan terhadap kebijakan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberi nasihat kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan.Fungsi pengawasan dapat dilakukan oleh masing-masing Anggota Komisaris namun keputusan pemberian nasihat dilakukan atas nama Komisaris secara Kolektif (sebagai Board). Fungsi pengawasan adalah proses

yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Komisaris wajib berkomitmen tinggi untuk menyediakan waktu dan melaksanakan seluruh tugas komisaris secara bertanggungjawab. Pelaksanaan tugas tersebut diantaranya adalah :

 Pelaksanaan rapat secara berkala satu bulan sekali

 Pemberian nasihat, tanggapan dan/atau persetujuan secara tepat waktu dan berdasarkan pertimbangan yang memadai

(16)

 Pemberdayaan komite-komite yang dimiliki Komisaris. Contohnya Komite Audit, Komite Nominasi dll

 Mendorong terlaksananya implementasi good corporate governance

2.1.5 Komisaris Independen

Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan dewan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.

Komisaris independen diangkat karena pengalamannya dianggap berguna bagi organisasi tersebut. Mereka bisa mengawasi dewan komisaris dan mengawasi bagaimana dewan direksi menjalankan perusahaan tersebut. Komisaris independen biasanya berguna dalam melerai sengketa antara dewan direksi, atau antara pemegang saham dan dewan komisaris. Komisaris independen dianggap berguna karena mereka bisa bersikap objektif dan memiliki resiko kecil dalam conflict of interest. Di sisi lain, komisaris

independen mungkin kekurangan pengalaman dalam menangani masalah spesifik yang dihadapi oleh perusahaan.

Dalam UUPT, Komisaris Independen diatur dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) yang menyebutkan :

(1) Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan.

(17)

(2) Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.

2.1.6 Komite Audit

Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) mendefinisikan komite audit sebagai berikut :

Suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan, dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di perusahaan-perusahaan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 pasal 121, maka dalam menunjang Dewan Komisaris dalam menjalankan tugasnya, maka Dewan Komisaris berhak membentuk komite-komite yang salah satu atau lebih anggotanya merupakan anggota Dewan Komisaris. Dewan Komisaris melaksanakan tugas pengawasannya melalui komite-komite dengan tujuan untuk mencapai efisiensi waktu dan memanfaatkan keahlian individual dari anggota Dewan.

Menurut Surat Edaran dari Direksi PT Bursa Efek Jakarta No. SE-008/BEJ/12-2001 Tanggal 27 Desember 2001 bahwa jumlah komite audit

(18)

sekurang-kurangnya terdiri atas 3 orang, termasuk ketua komite audit. Dan anggota komite audit yang berasal dari komisaris maksimum hanya 1 orang.

Komite Audit membantu Dewan Komisaris menjalankan tugas pengawasan diantaranya dengan mengkaji hal-hal sebagai berikut:

 Laporan keuangan Perseroan dan informasi keuangan lainnya;

 Kepatuhan Perseroan terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku;

 Efektivitas dari aktivitas pengendalian internal; dan

 Kemampuan Perseroan dalam mengelola risiko dan menangani keluhan pelanggan;

Komite Audit juga memantau kinerja Perseroan secara keseluruhan. Komite Audit secara berkala melaporkan hasil kajiannya kepada Dewan Komisaris.

2.1.7 Kinerja Perusahaan

Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi kepentingan para anggotanya. Keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan merupakan prestasi manajemen. Penilaian prestasi atau kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik pihak internal maupun eksternal.

(19)

Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan.

Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para pemegang saham dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Menurut Helfert (1997), kinerja perusahaan adalah “hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen”.

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kinerja merupakan indikator dari baik buruknya keputusan manajemen dalam pengambilan keputusan. Manajemen dapat berinteraksi dengan lingkungan internal maupun eksternal melalui informasi. Informasi dirangkum dalam laporan keuangan perusahaan.

Pengertian lain tentang kinerja menurut Stoner et al. (1996) yaitu kinerja adalah “ukuran seberapa efisien dan efektif sebuah organisasi atau seorang manajer untuk mencapai tujuan yang memadai”.

Adapun pengertian efektif dan efisien menurut Stoner et al (1996) adalah “efisien adalah kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi berarti melakukan dengan tepat,

(20)

sedangkan efektivitas adalah kemampuan untuk menentukan tujuan yang memadai berarti melakukan hal yang tepat.”

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja (Performance) perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.

Adapun manfaat dari penilaian kinerja perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya.

b. Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan, maka pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kontribusi suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan.

c. Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk masa yang akan datang.

d. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya.

e. Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.

(21)

Tujuan penilaian kinerja perusahaan menurut Munawir (2000) adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih.

b. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

d. Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat pada waktunya serta kemampuan membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.

(22)

2.1.8 Return On Asset (ROA)

Rasio finansial atau Rasio Keuangan merupakan alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas).

Salah satu rasio keuangan adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Rasio ini antara lain adalah GPM (Gross Profit Margin), OPM (Operating Profit Margin), NPM (Net Profit Margin),

ROA (Return to Total Asset), ROE (Return On Equity).

Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang

dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return on assets merupakan perbandingan antara laba bersih

(net income) dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Return on assets (ROA) yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang

dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila return on assets yang negatif menunjukkan

bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan. Tetapi jika total aktiva yang digunakan perusahaan tidak memberikan laba maka perusahaan akan mengalami kerugian dan akan menghambat pertumbuhan.

(23)

Pengembalian atas total aktiva merupakan ukuran efisiensi operasi yang relevan. Nilai ini mencerminkan pengembalian perusahaan dari seluruh aktiva (pendanaan) yang diberikan pada perusahaan. Ukuran ini tidak membedakan pengembalian berdasarkan sumber pendanaan.

Keunggulan ROA (Return On Asset)

a. ROA merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini.

b. ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut. c. ROA merupakan rasio yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi

(24)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1. Anthony Kyereborah-Coleman Corporate Governance and Firm Performance in Africa : A Dynamic Panel Data Analysis Variabel independen : Jumlah dewan direksi, Jumlah dewan

komisaris, Intensitas kegiatan dewan, Dualitas CEO, Komite Audit, Kepemilikan Perusahaan Variabel Dependen : Return On Assets, Tobin’s Q Intensitas Kegiatan Dewan, Dualitas CEO memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Jumlah Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Komite Audit memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Sementara kepemilikan perusahaan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kinerja perusahaan, perbedaan ini bergantung kepada accounting based atau market based. 2. Devien Aprianto (2013) Analisis Pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan dan Risiko Perusahaan Variabel independen : Skor Corporate Governance Perception Index (CGPI) Variabel dependen : Return on Investment (ROI)

Variabel CGPI yang digunakan sebagai ukuran corporate governance mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROI sebagai ukuran kinerja perusahaan.

(25)

3. Norma Ferdiana (2012) Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pertambangan di BEI Variabel independen : Skor Corporate Governance Perception Index (CGPI) Variabel dependen : Leverage Ratio, Liquidity Ratio, Asset Management Ratio, Profitability Ratio, Market-Value Ratio

Variabel CGPI yang digunakan sebagai ukuran corporate governance mempunyai pengaruh terhadap Liquidity Ratio sebagai salah satu ukuran kinerja perusahaan. Tetapi variabel CGPI tidak berpengaruh

terhadap keempat rasio keuangan yang lain.

4. R. Rosiyana dan Tia Tarnia (2011) Pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan Good Corporate Governance sebagai variabel moderasi Variabel independen : Kinerja keuangan Variabel dependen : Nilai perusahaan Variabel moderasi : Good Corporate Governance Good Corporate Governance mempengaruhi hubungan kinerja keuangan (ROA) terhadap nilai perusahaan. 5. Ridha

(2012) Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan Property and Real Estate yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2010 Variabel independen : Dewan komisaris, komisaris independen, dewan direksi, komite audit Variabel dependen : Kinerja perusahaan Seluruh variabel independen tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan baik secara parsial maupun secara simultan. 6. Yolanda

(2012) Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel independen : Ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris independen Variabel dependen : Kinerja Perusahaan (ROA) Ukuran dewan direksi dan juga ukuran dewan komisaris menunjukan hubungan yang positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perbankan. Tetapi ukuran dewan komisaris

(26)

hubungan yang negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja perbankan. 7. Mauliza (2013) Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan Property and Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel independen : Dewan komisaris, komisaris independen, dewan direksi, komite audit Variabel dependen : Kinerja perusahaan Good corporate governance (dewan komisaris, komisaris independen, dewan direksi dan komite audit) tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan baik secara parsial maupun secara serempak. 8. Isian (2010) Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel independen : Kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, komite audit Variabel dependen : Manajemen laba, kinerja perusahaan Kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit bukan indikator yang berpengaruh besar terhadap penentuan besarnya manajemen laba dan kinerja perusahaan. 9. Sonya Korint (2010) Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Yang Terdaftar Pada The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG) Variabel independen : Variabel skor penerapan GCG Variabel dependen : Kinerja keuangan perusahaan (EVA) GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. EVA tidak dapat dijelaskan oleh penerapan GCG.

(27)

2.3 Kerangka Konseptual Gambar 2.1 Kerangka Konseptual H1 H2 H3 H4 H5

Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, ditentukan bahwa variabel Good Corporate Governance diproksikan ke dalam dewan direksi, dewan komisaris,

komisaris independen dan komite audit. Dan variabel dependen yang memproksikan kinerja perusahaan adalah Rasio Return On Asset (ROA).

Bodroastuti (2009) menyatakan bahwa “dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil baik jangka pendek maupun jangka panjang”. Dewan direksi bertanggung jawab

Variabel Independen Good Corporate Governance:

Variabel Dependen Dewan Direksi (X1) Dewan Komisaris (X2) Komisaris Independen (X3) Komite Audit (X4) Kinerja Perusahaan (ROA)

(28)

penuh atas pengurusan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan amanah pemegang saham sekaligus merancang kegiatan perusahaan agar berjalan secara efektif dan efisien. Jumlah dewan direksi secara logis akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan keputusan yang menyangkut operasional perusahaan. Oleh sebab itu, jelas bahwa ukuran dewan direksi merupakan salah satu mekanisme Corporate Governance yang sangat penting

dalam menentukan kinerja perusahaan.

Menurut Egon Zehnder (2000), dewan komisaris merupakan “inti dari Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi

manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas”. Yermack (1996), Sundgren dan Wells (1998), dan Jensen (1993) menyatakan bahwa “semakin banyak personil yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruk kinerja yang dimiliki perusahaan”. Lipton dan Lorsch (1992) dalam Beiner, Drobetz, Schmid dan Zimmermann (2003) menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari mekanisme Corporate Governance. Karena dengan

semakin banyaknya anggota dewan komisaris, pengawasan terhadap dewan direksi jauh lebih baik, masukan atau opsi yang akan didapat direksi akan jauh lebih banyak. Beragam hasil penelitian membuat peneliti ingin meneliti variabel ini dan pengaruhnya terhadap Good Corporate Governance.

Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa “komisaris independen bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi di antara manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen”. Komisaris independen yang merupakan bagian dari dewan komisaris setiap perusahaan

(29)

diharapkan dapat bertindak independen dan kritis, baik antara dewan komisaris, maupun terhadap direksi. Independen bukan hanya sekedar penghapus kesalahan dewan direksi, namun juga aktif mempertimbangkan, mengkritisi, memberikan arahan kepada strategi direksi sehingga mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Haniffa dan Cooke (2002) menyatakan bahwa “apabila jumlah komisaris independen (proporsinya dalam dewan komisaris) semakin besar atau dominan hal ini dapat memberikan power kepada dewan komisaris untuk menekan manajemen untuk meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan”.

Menurut Anderson et al. (2004), “komite audit yang dimiliki oleh suatu

perusahaan akan memberikan perlindungan dan kontrol yang lebih baik terhadap proses akuntansi dan keuangan dan pada akhirnya akan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan”. Komite audit merupakan organ pendukung dewan komisaris yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Peranan komite audit yang berjalan secara baik dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan dan membuat citra perusahaan baik di mata para investor sehingga meningkatkan kepercayaan investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.

(30)

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2011), hipotesis adalah “proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris dan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi”. Berdasarkan uraian teoritis dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1 : Dewan direksi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan H2 : Dewan komisaris berpengaruh terhadap kinerja perusahaan H3 : Komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja perusahaan H4 : Komite Audit berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

H5 : Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Komisaris Independen dan Komite Audit (Good Corporate Governance) secara bersama-sama

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

                   

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk dan makna Pronomina Penunjuk Lokatif Bahasa Tolaki.Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan

According to Indonesia Proposal of Energy Services Classification is under : Competency Certification in Power Plant (4.2.2.11). - No Commitment No Offer No Commitment

Hasil penyerbukan bunga pepaya dengan sumber putik dan serbuk sari dari tanaman yang berbeda jenis kelaminnya akan menghasilkan tanaman pepaya dengan jenis kelamin yang berbeda

Fouad & El-Senousey (2014) menjelaskan bahwa upaya penurunan deposit lemak abdomen pada ayam pedaging secara praktis dapat dilakukan melalui tiga cara: (1)

Rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Rasio Likuiditas (terdiri dari rasio lancar dan rasio quick ), Rasio Aktivitas (terdiri dari rata-rata umur

[r]

Penulisan ilmiah ini membahas tentang bagaimana membuat aplikasi untuk Test Try-Out Ujian Akhir Nasional khususnya untuk SMU YAPNI jurusan IPS, yang dapat membantu siswa dalam

3Ds Max 8 banyak digunakan untuk tujuan membuat animasi 3D untuk film dan game Pada penulisan ilmiah ini penulis membahas tentang pembuatan Aplikasi Informasi Layanan