• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN CANDI IJO, KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN CANDI IJO, KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

663

PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN

CANDI IJO, KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA

Bella Amanda

1* I Wayan Warmada1

1Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM. Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta. *Email : warmada@gmail.com

SARI

Candi Ijo merupakan situs prasejarah peninggalan budaya Hindu. Candi Ijo terletak di Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi merupakan bangunan bersejarah yang berada di tempat terbuka, sehingga sangat lazim jika candi mengalami kerusakan. Salah satu faktor perusak bangunan candi yaitu pelapukan. Pada Candi Ijo belum terdapat penelitian mengenai pelapukan yang terjadi di Candi Ijo. Untuk itu, karya ilmiah ini membahas tentang petrogenesis dan pelapukan di Candi Ijo. Pembahasan petrogenesis berguna untuk mengetahui jenis batuan beserta asal mulanya, sehingga bisa diperkirakan mineral apa saja yang mengalami pelapukan. Pembahasan pelapukan mengenai seberapa besar tingkat lapuknya dan penyebab pelapukannya. Penelitian ilmiah ini menggunakan metode petrografi dan geokimia berupa ICP-MS dan XRD clay. Hasil pembahasan didapatkan bahwa batuan penyusun Candi Ijo mempunyai dua jenis, yaitu andesit basaltik dan vitric tuf. Andesit basaltic memiliki tekstur porfiritik dan mempunyai struktur vesicular. Batuan tersebut mempunyai afinitas magma kalk-alkali. Seting tektonik batuan ini berada pada batas konvergen yang merupakan produk magmatisme dari gunung api busur kepulauan. Pada sampel andesit basaltik, tingkat pelapukan batuan sebesar 13-32 %, pori batuan sebesar 37-46 %, dan nilai CIW sebesar 45,7-49,6 %. Hasil pelapukan yaitu berupa mineral sekunder halloysite yang berasal dari plagioklas andesin. Penyebab pelapukan adalah reaksi kimia berjenis pelarutan. Untuk sampel vitric tuf, berasal dari magma yang berupa dasit dan andesit. Magma tersebut merupakan produk magmatisme dari gunung api busur kepulauan dengan keadaan tektonik konvergen dan mempunyai sifat magma kalk alkali. Pada sampel tuf, mineral sekunder yang dihasilkan adalah smektit, dengan proses pelapukan secara hidrolisis yang dihasilkan dari mineral plagioklas andesin. Tingkat pelapukan batuan sebesar 23-34 %, pori batuan sebesar 6-10 %, dan nilai CIW sebesar 57,3-62 %. Kedua batuan penyusun Candi Ijo mengalami pelapukan yang disebabkan oleh air hujan. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pori batuan akan semakin besar seiring dengan melapuknya batuan.

Kata Kunci: Candi, Candi Ijo, Petrogenesis, Pelapukan, Basalt Andesit, Vitric Tuf

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Candi merupakan aset wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya. Untuk daerah DIY sendiri, kebanyakan candi merupakan peninggalan kerajaan Hindu. Berdasarkan kementrian pendidikan dan kebudayaan Indonesia, dilihat dari wujud arsitekturnya, candi adalah sebuah bangunan

yang biasanya dibangun dengan mempergunakan material yang cukup kuat seperti batu andesit, batu padas, batu bata, batu kapur, dan lainnya. Candi Ijo terletak di Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten DIY. Candi Ijo dibangun di atas Bukit Ijo dengan ketinggian 357,4 m di atas permukaan laut. Berdasarkan jenis arca yang ditemukan, Candi Ijo merupakan candi Hindu dan dibangun pada

(2)

664 zaman Megalitikum atau zaman kebudayaan

batu (2500-100 sebelum masehi) karena mempunyai struktur bangunan punden berundak. Berdasar Hartono, 2008, penyusun candi utama pada Candi Ijo merupakan batuan yang kuat yang berbeda dari batuan sekitarnya. Terdapat dua jenis batuan penyusun Candi Ijo, yaitu batuan beku dan batuan vulkaniklastik. Meskipun penyusun utama dari Candi Ijo merupakan batuan yang kuat, akan tetapi pelapukan batuan tetap terjadi pada penyusun Candi Ijo, dan pelapukan yang sangat intensif terjadi pada penyusun Candi Ijo yang berupa batuan vulkaniklastik. Pelapukan pada situs pra sejarah merupakan suatu masalah yang umum terjadi di Indonesia. Pengaruh iklim merupakan hal yang paling berperan dalam pelapukan batuan. Perlunya kajian khusus tentang karakteristik batuan Candi Ijo sangat penting dilakukan untuk memahami kemungkinan penyebab terjadinya proses pelapukan pada batuan Candi Ijo.

II.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini terdapat tiga tahapan penelitian, yaitu:

II.1 Tahap Pra Lapangan

Tahap pra lapangan meliputi tahapan studi pustaka atau pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari buku teks, jurnal, paper, dan informasi dari arkeolog Candi Ijo. Pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan kondisi geologi daerah pemetaan dan informasi-informasi lain yang berhubungan dengan daerah pemetaan juga diperlukan untuk menunjang pemetaan geologi. Dari hasil tersebut, maka bisa dilakukan pengambilan hipotesis awal dari studi pustaka yang telah dilakukan.

II.2 Tahap Lapangan

Pada tahap ini, pengambilan sampel dilakukan. Sampel yang diambil berupa batuan candi yang telah rusak yang berada di atas tanah, bukan pada dinding candinya. Pengambilan sampel ditemani oleh seorang arkeolog Candi Ijo, sehingga dapat dipastikan bahwa batuan yang diambil merupakan batuan asli candi Ijo.

Sampel yang diambil yaitu batuan penyusun Candi Ijo yang masih segar, lapuk sedang dan lapuk tinggi. Pengambilan tiga sampel yang berbeda bertujuan untuk mengamati kandungan yang berbeda dan tingkat pelapukan pada tiap sampel batuan. Pada tahap lapangan juga dilakukan pemetaan geologi daerah sekitar. Pemetaan geologi bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi sekitar candi, sehingga dapat diketahui sejarah geologi dari terbentuknya batuan candi yang berkomposisi vulkaniklastik.

II.3 Tahap Pasca Lapangan

Tahap ini meliputi pemrosesan, tabulasi, penafsiran dari data yang diperoleh di lapangan, dan kesimpulan akhir dari penelitian, serta penyusunan laporan penelitian. Pada tahap ini, data yang dianalisa berupa batuan penyusun candi dan hasil pemetaan geologi. Analisa petrogenesis dari batuan candi menggunakan metode seperti dibawah ini :

II.3.1 Analisa Petrografis

Pengamatan sayatan tipis menggunakan mikroskop bertujuan untuk mengetahui tekstur batuan, struktur batuan, dan komposisi mineral batuan. Selain itu, pada pengamatan petrografis juga dapat dilihat tingkat pelapukan dari batuan penyusun candi dengan cara menghitung persentase kehadiran mineral sekunder yang ada pada sekitar pori batuan di setiap sayatan batuan.

II.3.2 Analisa ICP-MS

Analisa ICP-MS (Inductively Coupled Plasma-Mass Spectometry) merupakan analisa yang digunakan untuk mendeteksi dan menganalisa kandungan unsur jejak dan unsur ultra-jejak. Pada ICP-MS, dapat mendeteksi adanya kandungan logam dan beberapa non logam. Kandungan unsur jejak pada tiap sampel batuan dapat dijadikan interpretasi dari pembentukan batuan beku.

II.3.3 Analisa XRD

Analisa pendukung selanjutnya adalah analisa XRD. XRD (X-Ray Difraction) merupakan analisa untuk mengetahui

(3)

665 kandungan mineral. XRD digunakan untuk

sampel yang telah lapuk. . Metode XRD menghasilkan data persentase dari kandungan mineral, bukan data yang kuantitatif.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Pemetaan Geologi

Pemetaan geologi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi batuan di sekitar Candi Ijo. Pemetaan ini hanya mempunyai dimensi 1,5 km × 1,5 km dengan skala 1:10.000 (Lihat Gambar 1). Dari hasil pemetaan didapatkan empat satuan, yaitu satuan batupasir-batulanau, satuan batupasir kerikilan, satuan batupasir lapili, dan endapan lanau pasiran. Arah perlapisan batuan pada daerah penelitian didominasi oleh arah barat daya, dengan besar dip batuan 4-8˚.

Batuan yang menjadi batuan dasar di dalam Candi Ijo berupa batuan berfragmen kasar seperti yang ada pada STA bukit Ijo. Batuan tersebut tidak jauh berbeda dengan sampel vulkaniklastik penyusun Candi Ijo. Sampel vulkaniklastik Candi Ijo juga mempunyai fragmen ukuran kerikil (ash- lapili), sehingga dapat diperkirakan bahwa penyusun Candi Ijo dengan tipe batuan vulkaniklastik diambil dari batuan di bukit Ijo itu sendiri.

III.2 Petrogenesis Batuan Beku Candi Ijo Berdasarkan dari sayatan petrografis sampel batuan beku, kemudian dilakukan pengeplotan pada segitiga Streickeisen (1978) yang memiliki komponen kuarsa, plagioklas, dan ortoklas, didapatkan hasil bahwa keempat sampel tersebut merupakan batuan beku jenis andesit basaltic (Lihat Gambar 2).

Analisis yang dilakukan selanjutnya yaitu analisis terhadap komposisi kimia setiap sampel batuan beku. Data geokimia yang dipakai yaitu hasil dari analisa ICP-MS. Pada tabel 1, terlihat keempat sampel tersebut mempunyai kandungan oksida SiO2 sekitar 51-54.1 %, maka keempat sampel tersebut tergolong pada batuan beku intermediet. Untuk mengetahui jenis sampel tersebut, maka perlu dilakukan pengeplotan data geokimia pada

diagram total alkali silika (TAS). Pada pengeplotan data geokimia diagram TAS, didapatkan hasil bahwa keempat sampel tersebut merupakan batuan beku dengan jenis andesit basaltic (Lihat Gambar 3), hal ini sesuai dengan hasil klasifikasi Streickeisen. Untuk membuktikan bahwa batuan beku pada Candi Ijo belum mengalami perubahan unsur oksida utama secara kontras, sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam pengeplotan, maka dilakukan pengeplotan lain menggunakan unsur jejak dari batuan tersebut. Hasil pengeplotan menunjukkan bahwa diagram tersebut memiliki hasil yang sama dengan diagram TAS, yaitu basalt andesit. Batuan belum mengalami pelapukan yang sangat dominan sehingga tidak menyebabkan berubahnya unsur oksida utama secara kontras (Lihat Gambar 4).

Setelah diketahui jenis dari batuannya, pembahasan petrogenensa selanjutnya yaitu mengenai magma dan setting tektoniknya. Pada jenis magma yang berdasarkan afinitas, dilakukan pengeplotan pada diagram AFM. Dari diagram tersebut dihasilkan bahwa andesit basaltik Candi Ijo berada pada jenis magma dengan afinitas kalk-alkali (medium K) (Lihat Gambar 5).

Setelah didapatkan hasil magma induk dari sampel basaltik andesit, kemudian dilakukan pengeplotan seting tektonik yang menyebabkan magma tersebut terbentuk. Pengeplotan dilakukan pada diagram Zr, Nb, dan Y dari Meschede (1986). Hasil membuktikan bahwa keempat sampel tersebut berada pada zona C, dimana Zona C merupakan zona lempeng kalk-alkali dan basalt busur kepulauan (Lihat Gambar 6). Jadi, magma pembentuk basalt andesit Candi Ijo berasal dari lempeng basalt busur kepulauan dan mempunyai afinitas magma basalt kalk-alkali. Jadi penyusun Candi Ijo yang berupa batuan beku mempunyai jenis batuan berupa andesit basaltik, mempunyai magma yang berafinitas kalk-alkali, dan merupakan hasil magmatisme dari gunungapi busur kepulauan.

(4)

666 III.3 Petrogenesis Batuan Vulkaniklastik

Candi Ijo

Seperti yang telah dibahas pada petrogenesis batuan beku Candi Ijo, hal pertama yang perlu dilakukan adalah penentuan jenis dari batuan, yaitu berdasar data petrografi dan geokimia. Untuk batuan vulkaniklastik, mempunyai klasifikasi penentuan jenis piroklastik berdasarkan diagram Fisher (1966). Untuk klasifikasi lebih detail pada jenis tufnya, juga dilakukan pengeplotan pada diagram Pettijohn (1977).

Dari hasil pengeplotan kedua diagram di atas, dapat dilihat bahwa batuan vulkaniklastik pada Candi Ijo mempunyai jenis batuan vitric tuf, karena didominasi oleh material gelasan (Lihat Gambar 7). Setelah dilakukan pengeplotan berdasar dari data petrografi, dilanjutkan pula pengeplotan pada diagram berdasar dari kandungan kimianya. Hasil dari pengeplotan data geokimia berupa magma asal dari batuannya. Dari data geokimia diperoleh hasil kandungan SiO2 sekitar 53.9-62.9 %, yang berarti bahwa magma batuan tersebut bersifat intermediet. Untuk pengeplotannya, juga digunakan diagram TAS dan diagram dari unsur jejak (Lihat Gambar 8).

Hasil dari diagram TAS dan diagram unsur jejak di atas menunjukkan bahwa magma intermediet dari batuan vulkaniklastik tersebut adalah dasit (VS & VLS) dan andesit (VLT). Dasit merupakan batuan beku intermediet dengan tekstur porfiritik, dan mempunyai komposisi yang hampir sama dengan andesit, namun terdapat kuarsa di dalamnya. Perbedaan kedua sumber magma tersebut bisa dikarenakan berasal dari dua gunung api yang berbeda, bisa juga terjadi karena adanya perubahan jenis magma akibat partial melting, atau mungkin sampel tersebut (VLT) bukan berasal dari bukit Ijo. Namun hal tersebut tidak berada dalam cakupan pembahasan karya ilmiah ini, sehingga tidak dijabarkan secara lebih detail.

Setelah diketahui jenis batuan dan jenis magmanya, dilakukan pengeplotan pada diagram setting tektoniknya (Lihat Gambar 9).

Magma yang terbentuk yaitu berupa magma dari hasil gunungapi busur kepulauan, dikarenakan lokasi sampel berada pada setting tektonik konvergen di Indonesia bagian selatan. III.4 Pelapukan Batuan Candi Ijo

Pembahasan mengenai pelapukan batuan penyusun Candi Ijo yaitu tentang proses pelapukannya dan tingkat pelapukannya. III.5 Proses pelapukan

Untuk daerah di sekitar Candi Ijo, faktor pelapukan yang paling berperan yaitu faktor iklim dan cuaca. Dari data curah hujan regional pada kawasan Prambanan Sleman, dapat digolongkan bahwa daerah tersebut memiliki iklim tropis agak basah dengan jumlah curah hujan berada pada nilai 2804,6 mm/tahun (Hendrayana, 2010). Andesit yang menyusun Candi Ijo mempunyai tekstur porfiritik dengan struktur vesikular atau berongga. Pelapukan menyerang pada daerah di sekitar rongga batuan, sehingga menyebabkan masa dasar andesit berubah menjadi mineral sekunder. Kristal fenokris pada andesit juga telah mengalami perusakan akibat proses pelapukan, mineral terlihat memiliki perubahan warna pada bagian tepi-tepinya, namun mineral asal masih teramati.

Mineral sekunder hasil pelapukan tidaklah bisa teramati dengan baik oleh mikroskop sayatan tipis. Untuk itu diperlukan data geokimia berupa XRD untuk mengetahui hasil mineral lapuknya. Metode XRD yang dipakai adalah XRD clay AD EG. Metode XRD clay lebih efektif dalam penentuan mineral lempung pada batuan.

Dari hasil analisis XRD, ketiga sampel andesit tersebut memiliki mineral sekunder yaitu halloysite, namun untuk andesit merah lapuk sedang (AnMLS) terdapat mineral orthopiroksen berjenis hipersten. Hipersten ini merupakan orthopiroksen yang mengandung Fe (FeSiO3), sehingga kemungkinan warna kemerahan pada sampel AnMLS berasal dari Fe yang telah teroksidasi. Diketahui bahwa sampel andesit merah mempunyai kandungan Ba yang lebih besar dibandingkan dengan

(5)

667 sampel yang lainnya. Kandungan Ba yang

meningkat dikarenakan batuan telah mengalami pelapukan. Ba tersebut bereaksi terhadap oksigen, sehingga bisa melapukkan batuan dan batuan mengalami perubahan warna.

Halloysite (Al2Si2O5(OH)4) yang terbentuk merupakan mineral sekunder yang berasal dari pelapukan mineral primer yang diperkirakan berupa plagioklas bertipe andesin (2CaAl2Si2O8). Halloysite tersebut terbentuk akibat proses pelarutan dari andesine.

Selanjutnya adalah mineral sekunder yang dijumpai pada tuf Candi Ijo, yaitu smektit [NaAl2(Si4O10)(OH)2·H2O]. Smektit merupakan mineral lempung hasil pelapukan dari mineral plagioklas. Plagioklas tersebut diperkirakan adalah plagioklas dengan tipe andesine (NaAlSi3O8), yang dijumpai pada sayatan tipis. Proses dari pelapukan tersebut yaitu mineral plagioklas mengalami pelapukan dengan jenis hidrolisis.

III.6 Tingkat pelapukan

Untuk perhitungan tingkat pelapukan, terdapat dua metode, yaitu point counting dan perhitungan CIW (Chemical Index Weathering).

Pelapukan pada batuan akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu dan intensitas faktor pelapukannya. Untuk batuan berpori seperti andesit sangatlah rentan terhadap proses pelapukan pada area sekitar pori. Pada keempat sampel andesit yang telah diambil dari Candi Ijo, terlihat perbedaan persentase pori pada batuan tersebut. Pori andesit Candi Ijo bisa dibilang cukup besar, yaitu bekisar antara 37-46 %, dengan besar

lubang yaitu berkisar antara 1-3mm. Sedangkan pori pada batuan vulkaniklastik Candi Ijo tidaklah berkembang dengan baik, karena sifat batuannya yang bertekstur masif. Akan tetapi, tingkat pelapukan yang terjadi sangatlah intens, dikarenakan mineral yang menyusun batuan tersebut tidaklah resisten. Pori batuan bada vulkaniklastik tersebut mempunyai persentase sekitar 5-10 %, dengan besar pori yaitu sekitar <0,5-2 mm (Lihat Tabel 3).

Perhitungan tingkat pelapukan selanjutnya selain dari point counting adalah dari perhitungan oksida utama dengan metode CIW. Tujuannya adalah untuh mengetahui seberapa besar tingkat pelapukan berdasarkan persentase hilangnya unsur oksida utama. Metode CIW yang dikembangkan oleh Harnois (1988) merupakan metode sederhana yang cocok untuk menghitung tingkat pelapukan pada batuan. Metode tersebut menggunakan unsur oksida utama yang berupa Al, Ca, dan Na. Hal tersebut dikarenakan unsur mayor yang berupa Mg, Na, Ca merupakan unsur yang mudah terlarutkan, dan Al merupakan unsur yang tetap ada dalam kandungan residu dan tidak bersifat mudah bergerak (immobile). Berikut adalah rumus dari metode CIW :

CIW = [Al2O3 / (Al2O3 + CaO + Na2O)] × 100 %.

Untuk perhitungan indek pelapukan pada metode CIW di atas, data yang dipergunakan yaitu nilai proporsi molekul dari setiap oksida utama pada batuan. Nilai molekul unsur didapatkan dengan cara persentase berat oksida utama dibagi dengan berat molekul dari setiap oksida utama.

Berikut adalah data oksida utama yang digunakan dalam perhitungan CIW (Lihat Tabel 4).

Setelah diketahui nilai molekul setiap unsur oksida pada tiap sampel, maka dilakukan perhitungan nilai CIW dari sampel andesit maupun vulkaniklastik dengan persamaan rumus dari CIW di atas. Dan dihasilkan nilai

(6)

668 perhitungan CIW sampel Candi Ijo (Lihat

Tabel 5).

Nilai CIW di atas akan dibandingkan dengan nilai CIW normal (CIWn) batuan segarnya. Pada andesit segar, mempunyai nilai CIW sebesar 45 % (Wijayanti, 2012), dan CIW dasit normal mempunyai nilai 48,5 %. Klasifikasi pelapukan dari data CIW hanya berdasar dari rasio dengan CIWn (chemical index weathering normal), jika rasionya lebih dari 1, maka sudah tergolong lapuk. Dari hasil rasio CIW/CIWn, semua sampel mempunyai rasio lebih dari 1, dimana bisa dikatakan bahwa keseluruhan batuan telah mengalami pelapukan. Namun tingkat pelapukan batuan berbeda-beda.

Sesuai sampel batuan yang telah di ambil berdasar tingkat pelapukannya, pada data rasio CIW juga terlihat bahwa sampel tersebut mempunyai tingkatan pelapukan yang berbeda, dan tingkat pelapukan paling tinggi merupakan sampel andesit lapuk tinggi (AnLT) dan vulkaniklastik lapuk tinggi (VLT).

IV.

KESIMPULAN

1. Daerah penelitian, yaitu pada Candi Ijo, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berada di atas batuan vulkaniklastik dari satuan tuf-lapili. Batuan yang menjadi batuan dasar di dalam Candi Ijo berupa batuan berfragmen kasar (lapili) yang didominasi oleh gelas vulkanik.

2. Terdapat dua jenis litologi penyusun Candi Ijo, yaitu andesit basaltic dan vitric tuf. - Andesit basaltik Candi Ijo mempunyai

afinitas magma kalk-alkali atau berada pada tingkat alkali medium-K. Seting tektonik batuan ini berada pada batas konvergen yang merupakan produk magmatisme dari gunung api busur kepulauan

- Vitric tuf berasal dari batuan dasar di dalam Candi Ijo. Tuf tersebut mempunyai magma pembentuk berupa dasit dan andesit. Magma batuan ini merupakan produk magmatisme dari gunung api busur kepulauan dengan keadaan tektonik konvergen dan mempunyai sifat magma kalk alkali. 3. Batuan penyusun Candi Ijo mengalami

pelapukan yang diakibatkan oleh curah hujan. Semakin lapuk batuan, maka pori batuan semakin besar.

- Pada basalt andesit, mineral sekunder yang dihasilkan adalah halloysite. Mineral tersebut terjadi akibat proses pelarutan dari mineral andesin. Tingkat pelapukan batuan sebesar 13-32 %, pori batuan sebesar 37-46 %, dan nilai rasio CIW/CIWn sebesar 1,01-1,10. Pada vitric tuf, mineral sekunder yang dihasilkan adalah smektit, dengan proses pelapukan secara hidrolisis dari mineral andesin. Tingkat pelapukan batuan sebesar 28-41 %, pori batuan sebesar 8-13 %, dan nilai rasio CIW/CIWn sebesar 1,18-1,37.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W.V., 1949, The Geology of Indonesia, Netherland : The Hague.

Best, M.G., 2003, Igneous and Metamorphic Petrology, Australia: Balckwell Science Ltd.

Budiharjo, U., 2008, Sleman Wisata Seribu Candi: The Mystical Temple Tours of Sleman, Sleman: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sleman.

Cahyandaru, N., 2010, Kajian Penanganan Dampak Erupsi Merapi di Candi Borobudur, Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

(7)

669

Chen, Pei-Yuan, 1977, Tabble of Key Lines in X-Ray Powder Diffraction Patterns of Minerals in Clays and Associated Rocks, Departemen of Natural Resources, Geological Survey Occasional Paper 21, Bloomington, Indiana.

Cox, K.G., Bell, JD., and Pankhurst, RJ., 1993, The Interpretation of Igneous Rocks, British: Springer-Science+Business Media, B,V.

Harnois, 1988, The ICW Index: A New Chemical Index of Weathering, Amsterdam: Eisevier Science Publisher B.V.

Hartono, T., 2008, Selayang Pandang Candi - Candi di Yogyakarta, Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala.

Hendrayana, H., 2013, Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman: Potensi, Pemanfaatan dan Pengelolaannya, Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi, FT UGM.

Kerr, P.F., 1959, Optical Mineralogy, 3ed, New York: Mc Graw-Hill Book Company. Loughnan, F.C., 1969, Chemical Weathering of Silicate Minerals, New York: Elsevier.

Nockolds, S.R., Knox, R.W.O., and Chinner, G.A., 1978, Petrology for Student, London: Cambridge University Press.

Pipkin, B.W., Trent, D.D., Hazlett, R., Geology and The Environment fourth edition, US: Thomson Brooks/cole.

Rahardjo, W., Husein, S., Setiawan, P.K.D., dan Novian, M.I., 2007, Stratigrafi Formasi Semilir Bagian Atas di Dusun Boyo, Desa Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, DIY: Pertimbangan untuk Penamaan Anggota Buyutan, Jurusan Teknik Geologi FT UGM.

Rapp, G., 2009, Archaeomineralogy second edition, Berlin : Springer.

Rollinson, H.G., 1995, Using Geochemical Data : Evaluation, Presentation, Interpretation, UK: Longman Group

Soetoto, 2001, Bahan Ajar Kuliah Geologi Dasar, Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Surono, 2009, Litostatigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, Pusat Survei Geologi.

Tukidi, 2010, Karakter Curah Hujan di Indonesia, Jurnal Geografi: Volume 7 No. 2 Juli 2010.

William, H., Turner, F.J., and Gilbert, C.M., 1982, Petrography, an Introduction to the Study of Rocks in Thin Section second edition, New York: W. H. Freeman and Company.

Wijayati, E., 2012, Skripsi: Petrogenesis dan Proses Pelapukan Batuan Penyusun Candi Borobudur serta Batuan di Sekitar Candi Borobudur Berdasarkan Analisa Petrografi dan Geokimia, UGM: Teknik Geologi.

(8)

670

TABEL

(9)
(10)

672

GAMBAR

(11)

673

Gambar 2. Pengeplotan pada segitiga Streickeisen (1978) yang memiliki komponen kuarsa, plagioklas, dan ortoklas, didapatkan hasil bahwa keempat sampel tersebut merupakan batuan beku jenis andesit basaltik.

(12)

674

Gambar 4. Hasil pengeplotan menunjukkan bahwa diagram di atas memiliki hasil yang sama dengan diagram TAS, yaitu basalt andesit.

Gambar 6. Pengeplotan pada diagram AFM. Dari diagram tersebut dihasilkan bahwa andesitbasaltik Candi Ijo berada pada jenis magma dengan afinitas kalk-alkali (medium K).

(13)

675

Gambar 6. Pengeplotan seting tektonik yang menyebabkan magma tersebut terbentuk. Pengeplotan dilakukan pada diagram Zr, Nb, dan Y dari Meschede (1986). Hasil membuktikan bahwa keempat sampel tersebut berada pada zona C, dimana Zona C merupakan zona lempeng kalk-alkali dan basalt busur kepulauan.

Gambar 7. Penentuan jenis batuan vulkaniklastik Candi Ijo menggunakan diagram Fisher (1966). Hasil menunjukkan bahwa terdapat Lapilli-tuf dan Tuf. Adapun tipe tuf adalah Vitric Tuf.

(14)

676

Gambar 8. Pengeplotan pada diagram berdasar dari kandungan kimianya. Hasil dari pengeplotan data geokimia berupa magma asal dari batuannya. Dari data geokimia diperoleh hasil kandungan SiO2 sekitar 53.9-62.9 %, yang berarti bahwa magma batuan tersebut bersifat intermediet.

Gambar 9. Pengeplotan pada diagram setting tektonik. Hasil menunjukkan bahwa Tuf Candi Ijo terbentuk pada zona C atau di lempeng kalk-alkali basalt busur kepulauan (Meschede, 1986).

Gambar

Gambar 1. Peta Geologi Daerah Candi Ijo.
Gambar 3. Pengeplotan Data Geokimia pada Diagram Total Alkali Silika (TAS).
Gambar  4.  Hasil  pengeplotan  menunjukkan  bahwa  diagram  di  atas  memiliki  hasil  yang  sama  dengan  diagram TAS, yaitu basalt andesit
Gambar 7. Penentuan jenis batuan vulkaniklastik Candi Ijo menggunakan diagram Fisher (1966)
+2

Referensi

Dokumen terkait