• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK DAN PROSES PELAPUKAN PADA BATUAN PENYUSUN CANDI ABANG, KECAMATAN BERBAH, KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK DAN PROSES PELAPUKAN PADA BATUAN PENYUSUN CANDI ABANG, KECAMATAN BERBAH, KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK DAN PROSES PELAPUKAN PADA BATUAN PENYUSUN CANDI ABANG, KECAMATAN BERBAH, KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Habib Nur Hidayat S.1 Galih Wahyu Sangaji1 Kukuh Gema Bramastya1*

Anastasia Dewi Titisari1

1Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta *Corresponding author :Kukuh.bramastya@gmail.com

ABSTRAK

Candi Abang merupakan salah satu peninggalan Hindu yang masih bertahan hingga sekarang. Berlokasidi Dusun Sentonorejo, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, candi inidiperkirakandibangun sekitar abad ke-9 dan ke-10 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Beberapa pendapat mengatakan bahwa candi ini diperkirakan mempunyai umur lebih muda dari candi-candi Hindu lainnya.Berbeda dengan candi-candi di Yogyakarta yang umumnya tersusun oleh batuan andesit berwarna hitam-abu-abu, Candi Abang tersusun oleh batuan beku yang permukaannya berubah menjadi merah.Oleh karena itu, penelitian karakteristik batuan penyusun Candi Abang perlu dilakukan untuk mengetahui asal-usul batuannya. Analisis petrografi dan XRD (X- Ray Diffraction) yang dilakukandalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui tekstur dan mineral-mineral penyusun batuan.Secara megaskopis batuan penyusun candi berupa andesit dengan struktur skoriadisusun oleh mineral plagioklas, piroksen, hornblende, dimana warna hitam semakin inensif bergradasi menjadi merah menuju permukaan batuan akibat proses pelapukan. Proses pelapukan terjadi akibat adanya lubang-lubang gas pada batuansehingga air hujan akan masuk dan melarutkan mineral penyusun batuan. Berdasarkan pengamatan petrografi, andesit penyusun Candi Abang bertekstur porfiroafanitik hipokristalin dengankomposisi mineral terdiri dariplagioklas, piroksen, hornblende, biotit dan mineral opak sebagaifenokris, sedangkan massa dasarnya berupa gelas vulkanik. Indikasi pelapukan diketahui dari analisis petrografi yang memperlihatkan besarnya persentase pori, adanya plagioklas yang mengalami perubahan bentuk dan batas mineral yang buruk. Analisis XRD bulk pada sampel batuan memperlihatkan penyusun yang dominan adalah plagioklas, biotit, piroksen, hornblende yang mengindikasikan batuan bersifat intermediet-basa. Hasil analisis XRD clayoriented pada batuan berwarna merah menunjukkan hadirnya mineral lempung jenis smektit, klorit dan kaolinit.

Kata Kunci : Candi Abang,pelapukan, petrografi, xrd

1. Pendahuluan

Candi Abang merupakan salah satu situs budaya nusantara yang berada di Yogyakarta. Candi ini berada di Kelurahan Jogokirto, Kecamatan Berbah, Sleman, Yogyakarta (Gambar 1.1). Para ahli berpendapat bahwa Candi Abang berbentuk segi empat dengan ukuran 36 x 34 meterdan tingginya belum dapat diperkirakan. Berlokasi di atas salah satu bukit di dusun Sentonorejo, candi ini sudah tidak dapat terlihat lagi bentuk aslinya karena sengaja ditimbun tanah, sehingga bentuknya sekarang menyerupai gundukan tanah yang ditumbuhi rumput (Gambar 1.2). Hal ini dilakukan untuk menjaga keberadaan candi agar tidak dirusak dan digali oleh orang pencari barang berharga dan harta benda peninggalan sejarah. Konon, dulunya candi ini merupakan tempat penyimpanan harta karun. Dari data arkeologis yang berhasil diungkapkan dari kegiatan tes spit (ekskavasi) bahwa Candi Abang terdiri dari satu bangunan (bangunan tunggal) dengan satu halaman yaitu halaman pertama yang kemungkinan sebagai halaman utama dengan panjang 65 m dan lebar 64 m.

(2)

Ketika pertama kali ditemukan, dalam kompleks candi ditemukan arca dan alas yoni lambang Dewa Syiwa berbentuk segi 8 dengan sisi berukuran 15 cm. Bagian tengah candi berupa sumur dan terdapat tangga masuk yang terbuat dari batuputih. Beberapa batuan andesit juga dijumpai, namun belum diketahui fungsinya. Di candi ini juga pernah ditemukan sebuah prasasti pendek pada tahun 1932. Dari semua temuan barang-barang di sekitar candi, kemungkinan candi Abang dibangun pada abad 9-10 Masehi pada jaman kerajaan Mataram Kuno.

Jika pada umumnya komposisi batuan penyusun candi di Yogyakarta berupa batuan beku andesit berwarna hitam-abu-abu yang biasanya bersumber dari gunung Merapi maupun batuan Formasi Nglanggeran (Amanda, 2016), tetapi ada hal yang berbeda dengan kenampakan batuan penyusun Candi Abang, dimana secara sekilas batuan penyusun candi berwarna merah bata sehingga disebut sebagai Candi Abang (abang = merah). Namun apabila diamati lebih detail batuan penyusun Candi Abang sebenarnya berwarna hitam, hanya pada bagian yang dekat dengan bagian permukaan saja yang berubah secara bergradasi menjadi merah.Fenomena tersebut menjadi menarik, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui asal usul batuannya.

1.1. Kondisi Geologi Daerah Penelitian

Candi Abang terletak pada daerah yangbergeomorfologi perbukitan yang termasuk ke dalam zona Pegunungan Selatan.Candi Abang berada di atas bukit terisolasi dengan ketinggian sekitar 200 mdpl di antara dataran rendah.Berdasarkan peta geologi lembar Yogyakarta yang dibuat oleh Rahardjo tahun 1995 litologi penyusun daerah bukit Candi Abang termasuk ke dalam Formasi Semilir dan Endapan Merapi Muda. Formasi Semilir merupakan hasil dariperiode vulkanisme pada Pegunungan Selatan. Formasi Ini tersusunhasil dari proklastik jatuhan, surge, dan aliran denganstruktur dune dan antidune, lapisan kristal, laminasi butiran dengan sortasi baik, lapisandiffuse, breksi (dengan blok pumis yang tebal), tutupan material ukuran debu, danfenokris arang (Smyth dkk., 2011). Formasi Semilir secara setempat dijumpai sebagai hasil dari pengendapan di lingkungan marine dengan stukturscouring, flame,endapan traksi dan suspensi, dan lipatan slump. Umur formasi ini adalah Miosen Awal(Smyth dkk., 2011). Lingkungan pengendapan formasi ini pada bagianbawah berada di laut yang mendangkal ke atas menjadi darat pada Formasi Semilir BagianAtas.Formasi Semilir ini terendapkan secara menjari dengan Formasi Nglanggeran.Di atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Merapi Muda yang terdiri dari tuf, abu, breksi, aglomerat dan lava tak terpisahkan yang berumur Kuarter.Formasi Merapi Muda merupakan hasil dari volkanisme Gunung Merapi.

2. Metode Penelitian

Tahapan penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah tahap pra lapangan, tahap lapangan, dan tahap analisis laboratorium

2.1. Tahap Pra Lapangan

Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari buku teks, paper, dan jurnal mengenai Candi Abang serta geologi regional daerah penelitian.

2.2. Tahap Lapangan

Dalam tahap ini merupakan tahap pengambilan data lapangan berupa batuan penyusun candi. Tahap pengambilan data di lapangansudah melalui proses perizinan ke Balai Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampel yang diambil berbentuk balok

(3)

bergradasi menjadi lapuk ke arah permukaannya. 2.3. Tahap Analisis Data

Analisis laboratorium yang dilakukan terhadap sampel batuan candi tersebut, yaitu: 2.3.1. Analisis Petrologi

Pengamatan megaskopis dilakukan untuk mengetahui tekstur, komposisi batuan serta struktur batuan dengan menggunakan alat indera mata maupun lup.Jumlah sampel untuk analisis petrologi sebanyak 3 buah.

2.3.2. Analisis Petrografi

Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui tekstur maupun komposisi batuan secara mikroskopis. Untuk keperluan analisis petrografi dibuat sayatan tipis sebanyak 5 buah sayatan yang terdiri dari batuan yang berwarna merah sebanyak 1 sayatan (CAB 5), hitam 3 sayatan (CAB 1,3,4), dan transisi 1 sayatan (CAB 2). Batuan candi tersebut disayat pada sebuah plat mikaukuran 2 x 6 cm dengan tebal sayatan ±0,2 mm. Sampel sayatan tersebut kemudian diamati menggunakan mikroskop polarisasi dengan perbesaran 40x, terdiri dari lima medan pandang dan diambil foto yang mewakili setiap bagian dari sampel.Pengamatan petrografi dilakukan di Laboratorium Geologi Optik Departemen Teknik Geologi UGM.

2.3.3.AnalisisX-ray diffraction

X-Ray Diffraction (XRD) adalah analisis untuk mengetahui suatu mineral/material

yang berupa kristal maupun nonkristal. Selain itu, juga digunakan untuk identifikasi susunan atom pada kristal, cacat pada kristal dan orientasi kristal (Smallman & Bishop, 2000).Urutan analisis XRD dimulai dari preparasi,running sample pada alat XRD Rigaku dan interpretasi.Analisis XRD yang dilakukan berupa analisis XRD bulk yang digunakan untuk menganalisis mineral penyusun batuan dan analisis

XRDclayoriented(Air Dried-Etilen Glicol-Heating) untuk mengetahui jenismineral

lempung pada sampel yang mengalami pelapukan.Analisis XRD dilakukan di Laboratorium Geologi PusatDepartemen Teknik Geologi UGM.

Hasil analisis dari XRD digunakan untuk meningkatkan keyakinan data geologi setelah mendapatkan data petrografi.Analisis XRD menghasilkan karakteristik grafikhasil difraksi dari sampel batuan candi. Batuan yang dilakukan analisis XRD sebanyak 3 sampel. Batuan yang berwarna hitam dilakukan analisis XRD bulk serta clay

untuk mengetahui mineral penyusun batuan dan mineral lempung hasil pelapukan batuan. Sedangkan batuan yang berwarna cokelat kemerahan dilakukan analisis XRD

clay untuk mengetahui mineral lempung hasil lapukan batuan. 3. Data

Data yang didapatkan berdasarkan beberapa analisis yaitu: 3.1. Petrologi

Berdasarkan hasil pengamatan petrologi, batuan penyusun candi memiliki warna hitam(bagian dalam) dan merah (bagian permukaan) dengan ukuran <1-2 mm (fenokris= 1-2 mm, massa dasar= <1 mm); tekstur: bentuk kristal subhedral; tekstur khusus: skoria; alterasi selektif.Komposisi mineral: fenokris= plagioklas 70%, piroksen 10%, mineral mafik 20%; massa dasar= material gelasan. Berdasarkan deskripsi tersebut, maka batuan penyusun candi Abang dinamakan andesit skoria (Gambar 3.1).

(4)

3.2.1. CAB 1 (sampel hitam 1)

Deskripsi: Ukuran <1-2 mm (frg= 1-2 mm, mx= <1 mm); tekstur: komposisi hipokristalin, bentuk kristal subhedral; tekstur khusus: skoria, glass shard, vitrofirik; alterasi selektif.Komposisi mineral:fenokris= plagioklas,piroksen, mineral opak; massa dasar= material gelasan (Tabel 1)Nama Batuan : Andesit skoria(Deskripsibatuan dapat dilihat pada Tabel 3.1)(Sayatan tipis dapat dilihat pada Gambar 3.2).

3.2.2. CAB 2 (sampel transisi)

Deskripsi: Ukuran <1-1 mm (fenokris= 1 mm, massa dasar= <1 mm); tekstur: komposisi hipokristalin, bentuk kristal subhedral; tekstur khusus: skoria, glass shard, vitrofirik; alterasi selektif.Komposisi mineral:fenokris= plagioklas, piroksen, mineral opak, biotit; massa dasar = material gelasan(Tabel 2).Nama Batuan : Andesit skoria(Deskripsi batuan dapat dilihat pada Tabel 3.2)(Sayatan tipis dapat dilihat pada Gambar 3.3)

3.2.3. CAB 3 (sampel hitam 2)

Deskripsi: Ukuran <1-2 mm (fenokris= 1-2 mm, massa dasar= <1 mm); tekstur: komposisi hipokristalin, sortasi buruk, bentuk Kristal subhedral; tekstur khusus: skoria, glass shard, vitrofirik; alterasi selektif.Komposisi mineral:fenokris= plagioklas, piroksen, mineral opak; massa dasar= material gelasan (Tabel 3).Nama Batuan: Andesit skoria(Deskripsi batuan dapat dilihat pada Tabel 3.3)(Sayatan tipis dapat dilihat pada Gambar 3.4).

3.2.4. CAB 4 (sampel hitam 3)

Deskripsi: Ukuran <1-3 mm (fenokris= 1-3 mm, massa dasar= <1 mm); tekstur: komposisi hipokristalin, sortasi sedang, bentuk Kristal subhedral; tekstur khusus: skoria, glass shard, vitrofirik.Komposisi mineral:fenokris= plagioklas, piroksen, mineral opak; massa dasar= material gelasan (Tabel 4).Nama Batuan: Andesit skoria(Deskripsi batuan dapat dilihat pada Tabel 3.4)(Sayatan tipis dapat dilihat pada Gambar 3.5).

3.2.5. CAB 5 (sampel merah)

Deskripsi: Ukuran 0.5-1.5 mm (fenokris= 1.5 mm, massa dasar= 0.5 mm); tekstur: komposisi hipokristalin, sortasi sedang, bentuk Kristal subhedral; tekstur khusus: skoria, glass shard, vitrofirik ; alterasi selektif.Komposisi mineral:fenokris= plagioklas, piroksen, mineral opak; massa dasar= material gelasan (Tabel 5).Nama Batuan: Andesit skoria(Deskripsi batuan dapat dilihat pada Tabel 3.5)(Sayatan tipis dapat dilihat pada Gambar 3.6)

Pemerian batuan yang telah dianalisis menggunakan diagram Streckeisen (1978) (Gambar 3.9). Analisis petrografi (Gambar 3.7-3.8) juga dilakukan untuk mengetahui parameter pelapukan pada batuan candi dengan mempertimbangkan parameter seperti pori, plagioklas yang lapuk, batas mineral, serta ukuran plagioklas (Tabel 3.6–3.8).

Berdasarkan analisis di atas, diketahui bahwa sampel batuan candi yang berwarna merah telah mengalami pelapukan lebih intensif yang ditunjukkan dengan besarnya persentase pori, adanya plagioklas yang sudah mengalami perubahan bentuk, batas mineral yang buruk, serta ukuran plagioklas yang kecil.

(5)

3.3. Analisis X-Ray Diffraction (XRD)

Hasil analisis XRD bulkdari sampel batuanyang berwarna hitam (XRDCAB1) mempunyai komposisimineral yang terdiri dari plagioklas, kuarsa, piroksen (augit),

hornblende, biotit, dan indikasi adanya mineral oksidasi.Difraksi XRD serta identifikasi darimineral-mineral penyusun tersebut dapat dilihat pada gambar 10.Sementara dari hasil analisis XRD clay sampel berwarna hitam (XRDCAB1) tidak dijumpai adanya mineral lempung (Gambar 3.11).

Sementara dari hasil analisis XRD clay oriented pada sampel batuan berwarna merah memiliki komposisi mineral lempung jenis smektit, klorit dan kaolinit dengan intensitas yang kecil (Gambar 3.12).Adanya kaolinit pada sampel terlihat dari hilangnya peak kaolinit pada analisis XRD heating 550 (Gambar 3.12.C).

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Penentuan Nama Batuan Candi Abang

Hasil pengamatan megaskopis, sampel batuan memperlihatkanwarna hitam di bagian dalam (segar) dan merah di bagian permukaannya (lapuk). Dari hasil analisis petrografi, baik batuan segar maupun lapuk mengindikasikan hadirnyamineral plagioklas, kuarsa, piroksen, biotit, mineral opak, dan material gelasan.Dari hasil pengeplotanpada segitiga Streickeisen (1978) yang didasarkan pada komponen kuarsa, plagioklas, danpiroksen, didapatkan hasil bahwa kelimasampel merupakan batuan beku jenisandesit.Hasil analisis XRD menunjukan bahwa mineralplagioklas mempunyai persentase yang dominan dibanding mineral lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa batuan memiliki tingkat keasaman yangintermediet-basa sehingga serta ditunjukkan dengan adanya kuarsa, piroksen yang dicirikan dengan intensitas kecil sehingga dapat meyakinkan bahwa batuan tersebut adalah andesit.Andesit merupakan salah satu batuan yang terbentuk dari hasil gunungapi busur kepulauan yang sangat melimpah di Pulau Jawa. Hal ini dapat dikorelasikan dengan lokasi penelitian yang mengindikasikan bahwa material batuan yang dipakai untuk membangun Candi Abang berasal dari lingkungan setempat yang keterdapatannya sangat melimpah.

4.2.Pelapukan di Batuan Candi Abang

Daerah Candi Abang yang berada pada Berbah, Sleman digolongkan padadaerah denganiklim tropis agak basah yang memiliki jumlah curahhujan berada pada nilai 2804,6 mm/tahun(Hendrayana, 2013), sehingga proses eksogenik berupa pelapukan akibat air permukaan (air hujan) mengindikasikan menjadi faktor utama yang mengubah warna batuan penyusun Candi Abang. Hal ini dapat terlihat dari kenampakan fisik batuan candi yang berwarna hitam (segar) di bagian dalam dan berwarna coklat kemerahan di permukaannya.Andesit yang merupakan batuan penyusunCandi Abang memiliki karakteristik bertekstur porfiroafanitik dengan struktur skoriaan yangmempunyai banyak rongga pada tubuh batuannya. Rongga-rongga inilah yang berperan sebagai jalan masuknya air sebagai agen pelapukan ke dalam batuan dan menyebabkan proses pelapukan semakin intensif pada batuan yang semakin dekat dengan permukaan. Hal ini dapat dibuktikan dari hadirnya mineral-mineral sekunder yang didominasi oleh mineral lempung jenis smektit, klorit, kaolinit, dan halloysite padaanalisis XRD clay oriented. Indikasi terjadinya proses pelapukan didukung jugadari hasil pengamatan sayatan petrografi yang memperlihatkan fenokris batuan andesit rusak pada bagian batas mineralnya, sehingga batas mineral terlihat menjadi tidak tegas(Gambar 3.2).Selain itu, fenokris juga mengalami perubahan warna, misalnya warna plagioklas pada petrografi XPL yang awalnya abu-abu menjadi kuning kecoklatan karena telah sedikit berubah menjadi mineral lempung (Gambar 3.4).Dari hasil

(6)

analisispori menggunakan sayatan petrografi yang diberi larutan biru(blue dye epoxy resin)(tabel 3.6-3.8) diketahui bahwa terjadi perbedaan persentase pori pada sampel hitam dan merah. Pada sampel hitam dari 5 medan pandang memiliki persentase pori rata-rata 44%, sedangkan pada sampel merah memiliki pesentase pori rata-rata 22%. Pada sampel hitam cenderung memiliki persentase pori yang lebih tinggi karena masih menunjukkan struktur batuan asli yaitu skoria, sementara itu pada sampel merah cenderung memiliki persentase pori yang lebih rendah karena adanya perubahan mineral primer menjadi mineral lempung yang menutupi pori.

Pada analisis XRD clayAD, EG dan heating 550menunjukkan bahwa pada batuan yang berwarna hitam tidak dijumpai adanya mineral lempung(Gambar 3.10-3.11).Hal ini terjadi karena posisi sampel berwarna hitam yang berada di bawah sampel merah, sehingga tidak mengalami kontak langsung dengan air permukaan (air hujan).Sedangkan hasil analisis XRD clay pada sampel berwarna merah diketahui terdapat mineral lempung dengan jenis klorit, smektit, kaolinit dan halloysite.Kaolinit (Al2Si2O5(OH)4) dan

halloysite(Al2Si2O5(OH)4) adalah mineral lempung hasil ubahan dari mineral plagioklas

yang mengalami hidrolisis.Halloysitedan kaolinit merupakan mineral sekunder berasal daripelapukan mineral primer plagioklas tipe albit(NaAlSi3O8).

2NaAlSi3O8+ 2CO2 + 11H2O (Al2Si2O5(OH)4) +2Na+ + 2HCO3- + 4H4SiO4 Albit Kaolinit/halloysite

Smektit[NaAl2(Si4O10)(OH)2·H2O] yang hadir pada sampel berwarna merah kemungkinan terbentuk dari hasil ubahan dari mineral plagioklas tipeandesin dan albit (NaAlSi3O8) maupun dari biotit yang dijumpai padasayatan tipis.Proses dari pelapukan tersebutyaitu mineral plagioklas mengalami pelapukandengan jenis hidrolisis.

3NaAlSi3O8 + Mg2+ + 4H2O  2Na0,5H2O1,5Mg0,5Si4O10(OH)2+2Na++H4SiO4 Albit Smektit

Klorit (Mg,Fe)3(Si,Al)4O10(OH)2·(Mg,Fe)3(OH)6merupakan mineral hasil pelapukan dari mineral piroksen yang dijumpai di sampel batuan hitam yaitu augit (Ca,Na)(Mg,Fe,Al,Ti)(Si,Al)2O6.

(Ca,Na)(Mg,Fe)(Si,Al)2O6+ H2O (Mg,Fe)3(Si,Al)4O10(OH)2 + CaO + Na2O Augite Klorit

Selain itu, klorit juga terbentuk dari hidrolisis kaolinit.

5Mg2+ + H4SiO4+ 5H2O + Al2Si2O5(OH)4 Mg3(OH)6(AlMg2)(AlSi3)O10(OH)2+10H+ Kaolinit Klorit

5. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis laboratorium sampel batuan penyusun Candi Abang, diperoleh kesimpulan:

 Batuan penyusun Candi Abang berdasarkan analisis petrologi dan petrografi adalah andesit skoria

 Perbedaan warna sampel batuan penyusun candi terjadi karena hadirnya mineral hematit yang terbentuk dari proses oksidasi

 Proses pelapukan pada batuan candi disebabkan oleh hadirnya pori pada batuan andesit skoria sehingga membuat mineral pimer pada batuan andesit berubah menjadi mineral lempung (kaolinit, smektit, halloysite, klorit)

(7)

Acknowledgements

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan paper ini.Ucapan terima kasih secara khusus kami sampaikan kepada Balai Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan izin dalam proses pengambilan sampel di Candi Abang.

Daftar Pustaka

http://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-yogyakarta-candi_abang_55(diakses pada 13 April 2017 pukul 20.39 WIB)

Amanda, B dan Warmada, I.W.. 2016.Petrogenesis dan Proses Pelapukan Batuan Penyusun Candi Ijo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakara.

Proceeding Seminar Nasional Kebumian Ke-9

Bishop, R. J. dan Smallman R. E. 2000.Metalurgi Fisik Moderen. Rekayasa Material. Erlangga. Jakarta.

Hendrayana, H. 2013.Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman: Potensi, Pemanfaatan

danPengelolaannya, Jurusan Teknik Geologi, FT UGM.Yogyakarta.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H.M… 1995.Peta Geologi Lembar Yogyakarta. Pusat dan Penelitian Pengembangan Geologi

Smyth, H., Crowley, Q.G., Hall, R., Kinny, P.D., Hamilton, P.J. and Schmidt, D.N. (2011).A Toba-scale eruption in the Early Miocene: The Semilir eruption, East Java, Indonesia. Lithos 126 (3-4): p198-211

Gambar 1.1. Peta lokasi daerah penelitian Candi Abang

(8)

Gambar 1.2. Kenampakan Candi Abang yang ditumbuhi rerumputan

Gambar 3.1. Kenampakan batuan penyusun Candi Abang

Gambar 3.2. Kenampakan petrografiandesit berwarna hitam (CAB 1) pada pengamatan PPL (A) dan XPL (B)

(9)

Gambar 3.3 Kenampakan petrografi andesit transisi merah-hitam (CAB 2) pada pengamatan PPL (A) dan XPL (B)

Gambar 3.4. Kenampakan petrografiandesit berwarna hitam (CAB 3) pada pengamatan PPL (A) dan XPL (B)

Gambar 3.5. Kenampakan petrografi andesit berwarna hitam (CAB 4) pada pengamatan PPL (A) dan XPL (B)

(10)

Gambar 3.6. Kenampakan petrografi andesit berwarna merah (CAB 5) pada pengamatan PPL (A) dan XPL (B)

Gambar 3.7. Kenampakan petrografi sampel hitam yang telah ditambah dengan metil biru (blue dye) pada pengamatan PPL (A) dan XPL (B)

Gambar 3.8. Kenampakan petrografi sampel merah yang telah ditambah dengan metil biru (blue dye) pada pengamatan PPL (A) dan XPL (B)

(11)

Gambar 3.9.Hasilplotting sampel petrografi Candi Abang (Streckeisen, 1978)

Gambar 3.10.Hasil analisis XRD bulk pada sampel berwarna hitam

Sampel hitam 1(CAB1) Sampel hitam 2 (CAB2) Sampel hitam 3 (CAB3) Sampel merah (CAB4) Sampel transisi (CAB5)

(12)

A

(13)

Gambar 3.11. Hasil analisis XRD clay pada sampel berwarna hitam A. Clay AD, B.Clay EG C. Heated

(14)

A

(15)

Gambar 3.12. Hasil analisis XRD clay orientedpada sampel berwarna merah A. Clay AD, B.Clay EG C. Heated

Tabel 3.1. Persentase komposisi mineral dan pori sayatan CAB1

Medan Pandang

Plagioklas Kuarsa Piroksen Mineral Opak Material Gelasan Pori Alkali Feldspar 1 30 % 1% 14 % 22 % 13 % 20 % - 2 35 % 3% 10 % 15 % 7 % 30 % - 3 20 % - 18 % 25 % 7 % 30 % - 4 35 % 1% 8 % 20 % 11 % 25 % - 5 30 % - 15 % 25 % 5 % 25 % - Rata-rata 30% 2% 13% 21% 9% 26% 0% Normalisasi 94,73% 5,26% - - - - 0%

Tabel 3.2. Persentase komposisi mineral dan pori sayatan CAB2

Medan Pandang

Plagiokl as

Kuarsa Piroksen Mineral Opak

Material Gelasan

Biotit Pori Alkali Feldspar

1 15 % - - 5 % 5 % 5 % 70 % -

(16)

2 20 % 3% 11 % 5 % 10 % - 50 % - 3 16 % - - 5 % 15 % 4 % 60 % - 4 25 % 1% 9 % 10 % 15 % - 40 % - 5 10 % - - 4 % 8 % 8 % 70 % - Rata-rata 21% 2% 10% 5% 10% 6% 58% 0% Normali-sasi 90,08% 9,92% - - - 0%

Tabel 3.3. Persentase komposisi mineral dan pori sayatan CAB3

Medan Pandang

Plagio klas

Kuarsa Piroksen Mineral Opak Material Gelasan Pori Alkali Feldspar 1 20 % 1% 3 % 6 % 10 % 60 % - 2 25 % 2% 6 % 7 % 5 % 55 % - 3 18 % - 11 % 11 % 10 % 50 % - 4 30 % - 5 % 15 % 5 % 45 % - 5 25 % 2% 8 % 10 % 10 % 45 % - Rata-rata 24% 2% 7% 10% 8% 51% 0% Normali-sasi 93,4% 6,59%

Tabel 3.4. Persentase komposisi mineral dan pori sayatan CAB4

Medan Pandang

Plagioklas Kuarsa Piroksen Mineral Opak Material Gelasan Pori Alkali Feldspar 1 25 % 5% 5 % 30 % 15 % 20 % - 2 40 % - 3 % 20 % 27 % 10 % - 3 35 % 1% 5 % 10 % 14 % 35 % - 4 50 % 3% 7 % 10 % 20 % 10 % - 5 40 % - 6 % 25 % 14 % 15 % - Rata-rata 38% 3% 5% 19% 18% 18% 0% Normalisasi 92,68% 7,3%

Tabel 3.5. Persentase komposisi mineral dan pori sayatan CAB5

Medan Pandang

Plagioklas Kuarsa Piroksen Mineral Opak

Material Gelasan

Pori Alkali Feldspar

(17)

2 27 % - 4 % 6 % 30 % 20 % - 3 32 % - 6 % 9 % 30 % 30 % - 4 25 % 1% 6 % 12 % 35 % 25 % - 5 20 % 3% 3 % 10 % 40 % 20 % - Rata-rata 27% 2% 4% 9% 32% 26% 0% normalisasi 93,1% 6,94% - - - - 0%

Tabel 3.6. Identifikasi pelapukan pada sampel merah

Parameter Medan Pandang

1 2 3 4 5

Pori (%) 20 15 30 20 25

Plagioklas Lapuk Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Batas Mineral Baik Baik Baik Baik Baik

Kehadiran

Piroksen/Biotit/Hornblende

Piroksen lapuk

Piroksen Piroksen Tidak ada Piroksen lapuk Ukuran Plagioklas 0,5-1 mm 0,5 mm 0,5-1 mm 0,5 mm 1 mm

Tabel 3.7. Identifikasi pelapukan pada sampel hitam

Parameter Medan Pandang

1 2 3 4 5

Pori (%) 60 50 60 40 10

Plagioklas Lapuk Ada Ada, 35% Ada,40% Ada, 30% Ada, 40%

Batas Mineral Buruk Baik Baik Baik Baik

Kehadiran

Piroksen/Biotit/Hornblende

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

(18)

Tabel 8. Identifikasi pelapukan pada sampel transisi (merah dan hitam)

Parameter Medan Pandang

1 2 3 4 5

Pori (%) 40 10 40 25 55

Plagioklas Lapuk Ada, material gelasan lapuk Tidak ada, indikasi retakan Ada Sedikit lapuk Sedikit, menumpuk

Batas Mineral Buruk Bagus Buruk Bagus Bagus

Kehadiran Piroksen/Biotit/Hornblende Piroksen, lapuk Piroksen, lapuk Piroksen, lapuk Piroksen, lapuk Biotit Ukuran Plagioklas 0,5-1 mm 0,5 mm <1 mm 0,5 mm 1 mm

Gambar

Gambar 1.1. Peta lokasi daerah penelitian  Candi Abang
Gambar 1.2. Kenampakan Candi Abang yang ditumbuhi rerumputan
Gambar 3.3 Kenampakan petrografi andesit transisi merah-hitam (CAB 2) pada pengamatan PPL (A)  dan XPL (B)
Gambar 3.8. Kenampakan petrografi sampel merah yang telah ditambah dengan metil biru (blue dye)  pada pengamatan PPL (A) dan XPL (B)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Padi yang ditanam menggunakan tabela pita tanam organik dan sri menghasilkan komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, jumlah anakan, dan

Pengkajian kebijakan pengelolaan cendana di Kabupaten TTS dilakukan dengan pendekatan proses pembuatan kebijakan dan implementasinya serta didukung dengan analisis

Hasil evaluasi tim adalah: LNG Japan Corporation (nilai 78), Mitsui (nilai 75,5), Mitsubishi Corporation (nilai 74,5) dan Itochu Corporation (nilai 53,5); ---

Evaluasi secara kuantitatif dilakukan untuk menghitung kuantitas penggunaan antibiotik menggunakan metode Defined Daily Dose yang disingkat DDD (Kemenkes RI,

fnal, serta menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata; --- Pasal 1 angka 10 : Sengketa Tata usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam

Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua, Kabupaten dan Kota Jayapura seringkali tidak terkoordinasi dan terintegrasi dalam suatu tujuan pengelolaan kawasan cagar alam pegunungan

[r]

Ada indikasi ENSO berpengaruh secara tidak langsung terhadap konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut, dimana nantinya berhubungan dengan kelimpahan ikan layang di