• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2010, hlm ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2010, hlm ISSN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

80

PENGARUH KOMBINASI PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSAN HIDUP LARVA IKAN SELAIS (Ompok hypophthalmus)

By

Yurisman1) dan Benny Heltonika1)

Diterima: 12 April 2010/ Disetujui: 29 April 2010

ABSTRACT

This research was conducted from September to October 2008 in Fish Seeding and Hatchery Laboratory Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau. The aim of the research was to know the effect of the several combination feed on the growth and survival rate of Ompok hypophthalmus larvae.

A complete random design was applied with five treatments and three replications : no combination (Artemia sp), combination Artemia sp and prawn pellet, Artemia sp and egg yolk, Artemia sp and tubifex sp, Artemia sp, egg yolk, Tubifex sp and prawn pellet. The result showed that the best treatment was feeding with combination Artemia sp and Tubifex sp, larvae produced were 1,329 gr/ 30 day, 60,5 mm/30 day and survival rate 75%. The water quality conditions were : water temperature 280 C, pH 5-6, dissolved oxygen 3,9- 5.6 mg/l.

Key words : Combination feed, Larvae,Ompok hypophthalmus

PENDAHULUAN 1

Budidaya air tawar

merupakan kegiatan yang perlu dikembangkan dalam hubungannya dengan kelestarian alam, penyediaan lapangan kerja, penyediaan protein

hewani khususnya ikan dan

peningkatan ekspor non migas. Budidaya air tawar merupakan salah

satu alternatif yang dapat

memberikan jalan untuk

mengembangkan metode

pembesaran untuk memenuhi

kebutuhan akan permintaan

konsumen.

Keberhasilan usaha budidaya pada hakekatnya ditentukan oleh

tingkat produksi tinggi yang

1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru

dipengaruhi oleh laju pertumbuhan dan kelulushidupan yang tinggi.

Laju pertumbuhan dan

kelulushidupan dipengaruhi antara lain oleh ketersediaan pakan, kualitas lingkungan, hama dan penyakit.

Ketersediaan pakan

merupakan faktor yang sangat perlu

diperhatikan karena akan

menentukan pertumbuhan ikan.

Intensifikasi dalam budidaya ikan menyebabkan peranan pakan sangat penting, hal ini disebabkan karena

pakan merupakan biaya yang

dominan dalam budidaya ikan yaitu 40 - 70 % dari biaya produksi (Parakkasi, 1983)

Menurut Pulungan et al, (1985) ikan selais merupakan jenis ikan air tawar yang masih tergolong hidup secara liar di alam bebas. Ikan

(4)

81 selais mempunyai nilai gizi yang

cukup tinggi serta rasa dagingnya cukup lezat dan gurih. Dalam

perdagangannya ikan selais

digolongkan sebagai ikan air tawar kelas satu.

Ikan selais (Famili Siluridae) merupakan salah satu jenis air tawar yang bernilai ekonomi penting di Riau. Sejak tahun 1970 an ikan selais telah banyak diproduksi. Harganya cukup mahal, pada tahun 2002 mencapai 85.000 – 120.000/kg ikan selais dan di Malaysia mencapai RM

200 – 250 (Rp 400.000 –

500.000/kg). Jika dibandingkan

dengan jenis ikan lainnya, harga ikan selais salai hampir dua kali lebih mahal dari ikan baung salai dan patin salai, 3 – 4 kali lebih mahal dari ikan kapiek salai dan motan salai

( Syafriadiman et al, 2002).

Oleh karena harganya yang mahal, ikan-ikan selais di perairan

sudah menunjukkan tanda-tanda

kelangkaan atau sudah sulit untuk ditemui di perairan alami. Hal ini disebabkan oleh karena ikan selais diburu dan ditangkap tanpa ada selektifitas ukuran tangkap, artinya ikan selais muda bahkan induknya juga ditangkap tanpa memikirkan kelestarian ikan tersebut. Jadi tanpa menunggu ikan langka maka ikan selais perlu diperhatikan mengingat harganya yang cukup mahal, rasanya yang lezat dan mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan.

Salah satu cara untuk

melestarikan ikan selais dalam rangka memenuhi permintaan pasar adalah dengan melakukan usaha

budidaya secara intensif dan

terkontrol. Penelitian terhadap pengembangbiakan ikan selais telah banyak dilakukan dan mendapatkan hasil yang cukup baik. Menurut Rusdi (2005) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa penyuntikkan dengan 0.5 ml ovaprim/kg berat badan diperoleh kelulushidupan larva selais sebesar 49, 16% sampai 15 hari. Akan tetapi untuk pemeliharaan larva ikan selais secara intensif belum banyak dilakukan,hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan tentang ikan selais.

Salah satu kebutuhan dasar pengelolaan budidaya perairan yang memegang peranan penting adalah

kebutuhan pakan baik secara

kualitatif maupun kuantitatif. Sejalan

dengan peningkatan teknologi

budidaya perairan yang lebih maju yaitu dengan padat pengembangan organisme budidaya yang semakin

ditingkatkan. Dengan penerapan

teknologi tersebut maka ketersediaan pakan sangat penting terutama pada tahap pemeliharaan larva, selain untuk meningkatkan kelulushidupan (survival), pertumbuhan juga untuk peningkatan mutu organisme yang dibudidayakan.

Sehubungan dengan hal

diatas, untuk meningkatkan

pertumbuhan dan kelangsungan

hidup dalam pemeliharaan larva ikan

selais dilakukan pemberian

kombinasi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Pada pemeliharaan larva ikan selais ini dicoba untuk memberikan kombinasi pakan alami dan pakan buatan yang diikuti dengan jenis pakan yang baik dan pemberian pakan yang tepat waktu.

Pada setiap jenis ikan tingkat

kemampuan untuk mencerna

makanan bertambah sesuai dengan pertambahan umur dan ukuran ikan serta bukaan mulut ikan tersebut. Penggantian pakan alami dengan pakan buatan harus tepat waktu sesuai dengan perkembangan sistem pencernaan sangat penting untuk meningkatkan keluluhidupan dan

(5)

82 pertumbuhan larva ikan. Untuk itu

melalui pemberian kombinasi

berbagai jenis makanan merupakan alternatif yang perlu dicobakan

karena pemberian kombinasi

makanan ini dapat diatur sesuai dengan bukaan mulut larva dan sesuai kebutuhan larva.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pertumbuhan dan

kelulushidupan larva ikan selais (Ompok hypohthalmus) yang terbaik dengan pemberian kombinasi pakan berbeda.

Hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan

informasi tentang kombinasi pakan

yang tepat untuk memacu

pertumbuhan dan kelulushidupan

larva ikan selais (Ompok

hypophthalmus) sehingga dapat

diterapkan bagi pihak yang

membutuhkannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan September sampai

dengan bulan Oktober 2008, yang

bertempat di Laboratorium

Pembenihan dan Pemuliaan Ikan

Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas Riau.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen yang menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan lima taraf

perlakuan. Untuk memperkecil

kekeliruan masing-masing taraf

perlakuan dilakukan ulangan

sebanyak tiga kali, dengan demikian

diperlukan 15 unit percobaan.

Adapun perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah :

Po : Artemia (100%) P1 : Artemia (25%)+pelet (75%) P2 : Artemia (25%)+ K.telur (75%) P3 : Artemia (25%)+Tubifex (75%) P4 : Artemia (25%)+K. Telur(25%)+Tubifex (25%)+Pelet (25%)

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada jenis pakan larva dan kebiasaan

makan larva pada umumnya.

Marzuki et al (1988) menyatakan

bahwa pertumbuhan organisme

terhambat bila kebutuhan makanan tidak terpenuhi, tingginya mortalitas benih disebabkan oleh kurangnya persediaan makanan setelah kuning telur pada tubuh larva habis terhisap. Untuk mendapatkan persentase hidup yang tinggi dan laju pertumbuhan

baik, maka diberikan makanan

berupa pakan alami dan pakan buatan maupun campuran keduanya (Woynarovich and Horvard, 1980)

Satuan percobaan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah larva ikan selais(Ompok hypophthalmus) yang dipelihara dalam akuarium (60 x 30 x 35 cm) dengan padat tebar 40 per wadah. Masing-masing perlakuan dikenakan secara acak pada satuan percobaan.

Model matematis yang

digunakan adalah model tetap yang dikemukakan oleh Sudjana (1991) yaitu:

Yij = µ+τi + Σij

Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah :

1. Pertumbuhan Bobot Mutlak Pertumbuhan bobot mutlak dapat dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1979) yaitu :

Wm = Wt – Wo 2. Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak

(6)

83 menggunakan rumus Effendie

(1979) yaitu :

Lm = Lt –Lo

3. Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan berat ikan uji

harian dapat dihitung

menggunakan rumus: Zonneveld, Huisman dan Boon (1991)

a = t

Wo Wt

-1 x 100% 4. Kelulushidupan

Kelulushidupan larva ikan selais

dapat dihitung menggunakan

rumus Effendie (1979) yaitu : N =

No Nt

x 100% 5. Insidens Biaya Pakan

Dihitung dengan

menggunakan Rumus (dalam

Mudjiman, 2001) Insiden biaya = (Kg) ikan berat Total (Rp) pakan total dari Harga

6. Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian adalah suhu, pH, oksigen terlarut.

HASIL

1.Pertumbuhan Berat dan Panjang Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak individu larva ikan selais didapatkan dengan cara menimbang berat rata-rata individu larva ikan selais pada akhir penelitian dikurangi dengan berat rata-rata individu ikan selais

pada awal penelitian. Nilai

pertumbuhan berat individu larva ikan selais pada masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pertumbuhan Berat Mutlak Rata-rata Individu Larva

Ikan Selais

(Ompok hypophthalmus)

Selama Penelitian Ulangan

Pertumbuhan Berat Mutlak Rata-rata (Gram)

P0 P1 P2 P3 P4 1 0.489 0.619 0.559 1.379 1.189 2 0.419 0.419 0.879 1.349 1.039 3 0.549 0.829 0.709 1.259 1.499 Jumlah 1.457 1.867 2.147 3.987 3.727 Rata-rata 0.485a 0.622a 0.715a 1.329b 1.240b

Pertumbuhan berat mutlak rata-rata individu larva ikan selais tertinggi terdapat pada P3 yaitu

dengan pemberian Tubifex sp

selanjutnya di ikuti oleh P4, P2, P1

dan yang terendah terdapat pada perlakuan P0 yaitu dengan pemberian

pakan Artemia sp.

Berdasarkan uji statistik

dengan menggunakan uji

homogenitas dapat diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan berat mutlak

individu larva ikan selais

terdistribusi homogen P (0.315) > 0.05. Sedangkan dari analisa variansi

(ANAVA) menunjukkan bahwa

pemberian kombinasi pakan yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan berat mutlak larva ikan selais P (0.000) < 0.05.

Dilihat dari perbedaan antar perlakuan (Uji rentang Newman – Keuls) terhadap berat mutlak rata-rata individu larva ikan selais

menunjukkan bahwa pemberian

pakan Artemia sp (P0) tidak berbeda

nyata dengan pemberian pakan Artemia sp + Pelet (P1) dan Pakan

Artemia sp + Kuning telur tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pemberian pakan Artemia sp + Kuning telur +Tubifex + Pelet (P4)

tidak berbeda nyata dengan

pemberian pakan Artemia sp +

Tubifex (P3) dan berbeda nyata

(7)

84

Untuk mengetahui

pertumbuhan berat mutlak rata-rata individu larva ikan selais pada setiap

pengukuran dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Berat Mutlak Rata-Rata Individu Larva Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Pada Setiap Pengukuran.

Pertumbuhan berat rata-rata larva

pada setiap pengukuran. Dari

Gambar 1 juga terlihat ada

peningkatan pertumbuhan dan

penambahan berat dari larva ikan selais.Pertumbuhan panjang mutlak individu larva ikan selais didapatkan dengan cara mengukur panjang rata-rata individu larva ikan selais pada akhir penelitian dikurangi dengan panjang rata-rata individu larva ikan selais pada awal penelitian. Data

hasil pengamatan pertumbuhan

panjang individu larva ikan selais

pada masing-masing perlakuan

selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pertumbuhan Panjang

Mutlak Rata-rata Individu

Larva Ikan Selais

(Ompok hypophthalmus)

Selama Penelitian

Ulangan

Pertumbuhan Panjang Mutlak Rata-rata (mm) P0 P1 P2 P3 P4 1 47.5 37.5 43.5 59.5 52.5 2 47.5 36.5 49.5 64.5 56.5 3 41.5 42.5 43.5 57.5 50.5 Jumlah 136.5 116.5 136.5 181.5 159.5 Rata-rata 45.5a 38.8a 45.5a 60.5c 53.1b

Pertumbuhan panjang mutlak rata-rata individu larva ikan selais tertinggi terdapat pada P3 yaitu

dengan pemberian kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex selanjutnya diikuti oleh P4, P2, P1, dan yang

terendah terdapat pada P0 yaitu

dengan pemberian pakan Artemia sp. Dari hasil uji anava diketahui bahwa pemberian kombinasi pakan yang berbeda memberikan pengaruh

P (0.000) < 0.05 terhadap

pertumbuhan panjang mutlak larva ikan selais selama penelitian. Dilihat dari perbedaan antar perlakuan (Uji rentang Newman-Keuls) terhadap rata-rata panjang mutlak individu larva ikan selais menunjukkan bahwa pemberian pakan Artemia sp (P0) dan

pemberian pakan Artemia sp + pelet (P1) tidak berbeda nyata dengan

pemberian pakan Artemia sp + kuning telur (P2) tetapi berbeda nyata

dengan pemberian pakan Artemia sp + kuning telur + Tubifex + pelet (P4)

dan sangat berbeda nyata terhadap pemberian pakan Artemia sp + Tubifex(P3).

Untuk mengetahui rata-rata

pertumbuhan panjang mutlak

individu larva ikan selais pada setiap

pengukuran dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Panjang Mutlak Rata-Rata Individu Larva Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Pada Setiap Pengukuran. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1 10 20 30

Lama Pemeliharaan ( Hari )

B e ra t L a rv a ( g r) P0 P1 P2 P3 P4 0 10 20 30 40 50 60 70 1 10 20 30

Lama Pemeliharaan (Hari)

P a n ja n g L a rv a ( m m ) P0 P1 P2 P3 P4

(8)

85

2.Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian

larva ikan selais dari setiap perlakuan selama penelitian memberikan angka

pertumbuhan yang berbeda pada

setiap perlakuan, untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Harian Larva Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Selama Penelitian

Ulangan Laju Pertumbuhan Harian (%)

P0 P1 P2 P3 P4 1 23.85 24.83 24.40 31.56 27.57 2 23.21 23.21 26.29 30.71 26.99 3 24.33 26.05 25.39 29.85 28.56 Jumlah 71.39 74.09 76.08 92.12 83.12 Rata-rata 23.79a 24.69a 25.36a 30.70c 27.70b

Dari Tabel 5 terlihat laju pertumbuhan harian larva ikan selais tertinggi terdapat pada P3 yaitu

dengan pemberian pakan kombinasi Artemia sp + Tubifex Selanjutnya diikuti oleh P4, P2, P1, dan yang

terendah terdapat pada P0 yaitu

dengan pemberian pakan berupa Artemia sp.

Dari hasil uji anava diketahui bahwa pemberian Kombinasi pakan yang berbeda memberikan pengaruh P (0.000) < 0.05 terhadap rata-rata laju pertumbuhan harian larva ikan selais selama penelitian. Dilihat dari analisis uji lanjut (Uji rentang

Newman-Keuls) didapat bahwa

pemberian pakan Artemia sp (P0)

tidak berbeda nyata dengan

pemberian pakan Artemia sp + Pelet dan Artemia sp + kuning telur tetapi

berbeda sangat nyata dengan

pemberian kombinasi pakan berupa Artemia sp + Tubifex (P3).

3. Kelulushidupan

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selama penelitian

diperoleh nilai rata – rata

kelulushidupan larva ikan selais selama penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Kelulushidupan Larva Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Selama Penelitian Ulangan Kelulushidupan (%) P0 P1 P2 P3 P4 1 45 50 57.5 67.5 55 2 47.5 47 60 82.5 50 3 42.5 42.5 47.5 75 62.5 Jumlah 135 139.5 165 225 167.5 Rata-rata 45a 46.5a 55a 75b 55.8a

Dari Tabel 6 terlihat bahwa

kelulushidupan larva ikan selais tertinggi terdapat pada P3 yaitu

dengan pemberian pakan kombinasi Artemia sp + Tubifex selanjutnya diikuti oleh P4, P2, P1 dan yang

terendah P0 yaitu dengan pemberian

pakan Artemia sp.

Dari hasil uji anava diketahui bahwa pemberian kombinasi pakan yang berbeda memberikan pengaruh

P (0.000) < 0.05 terhadap

kelulushidupan larva ikan selais selama penelitian. Dilihat dari perbedaan antar perlakuan (Uji rentang Newman – Keuls) terhadap rata-rata kelulushidupan larva ikan

(9)

86 selais menunjukkan bahwa perlakuan

dengan pemberian kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

4. Insidens Biaya Pakan

Selain parameter konversi pakan, penilaian dalam efisiensi penggunaan pakan dapat dilakukan dengan menghitung harga relatif dari

pakan yang digunakan. Hasil

perhitungan rata-rata insidens biaya pakan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Insidens Biaya

Pakan Larva Ikan Selais

(Ompok hypophthalmus)

Selama Penelitian Ulangan

Insidens Biaya Pakan (Rp/g)

P0 P1 P2 P3 P4 1 1464,39 21,77 70,10 29,38 18,90 2 1739,34 25,06 61,36 28,95 26,20 3 1483,63 19,56 93,25 37,22 7,38 Jumlah 4687,36 66,39 224,71 95,55 52,48 Rata-rata 1562,45 22,13 74,90 31,85 17,49

Dari Tabel 7 dapat diketahui rata-rata insidens biaya pakan selama penelitian berkisar antara 17,49 – 1562,45 Rp/g. Insidens biaya pakan terendah terdapat pada perlakuan P1

(Artemia sp + pelet) dan tertinggi pada perlakuan P0(Artemia sp).

5. Kualitas Air

Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian berada dalam keadaan yang cukup baik untuk kehidupan dan pertumbuhan larva ikan selais. Seperti terlihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kualitas Air Media

Pemeliharaan

Peubah yang diukur

Awal Tengah Akhir

Suhu (0 C) pH DO (mg/l) 28 5-6 2,5-5,6 28 5-6 3,2-5,6 28 5-6 3,3-5,6 PEMBAHASAN

1. Pertumbuhan Berat Dan Panjang Mutlak

Pertumbuhan merupakan

salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan suatu kegiatan usaha budidaya perikanan khususnya dalam pencapaian target produksi, dalam hal ini pemberian pakan adalah faktor yang sangat perlu diperhatikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa adanya perbedaan pertumbuhan berat rata-rata individu larva ikan selais pada masing-masing perlakuan. Hal ini

telah menunjukkan pemberian

kombinasi pakan berpengaruh

terhadap pertumbuhan larva ikan selais. Berat rata-rata individu larva ikan selais pada awal penelitian

masing-masing perlakuan adalah

0.0008 gram. Pada akhir penelitian

terjadi perbedaan pertumbuhan,

dimana pertumbuhan tertinggi

ditemukan pada perlakuan P3

(Pemberian kombinasi pakan

Artemia sp + Tubifex sp)

Lovell (1979) menyatakan bahwa pada masa awal pemeliharaan ikan yang dipelihara masih dalam

tahap penyesuaian diri dengan

lingkungan dan pakan ikan yang

diberikan. Pakan ikan yang

dikonsumsi oleh ikan pada dasarnya digunakan untuk aktifitas hidup pokok seperti berenang, bernafas,

(10)

87

selebihnya digunakan untuk

pertumbuhan ikan.

Dari penelitian yang

dilakukan dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan berat mutlak yang tertinggi terdapat pada pemberian kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex sp (P3) sebesar 1,329 g

kemudian pemberian kombinasi

pakan Artemia sp + kuning telur + Tubifex sp + pelet (P4). Rata-rata

pertumbuhan yang terendah terdapat

pada pemberian pakan berupa

Artemia sp (P0) disebabkan karena

pakan artemia merupakan pakan yang aktif bergerak cendrung ke

permukaan wadah pemeliharan

sementara itu pada masa awal pemeliharaan, larva ikan selais ini cendrung lebih senang beraktifitas di dasar wadah pemeliharaan maka untuk mengejar Artemia sp larva membutuhkan energi yang banyak sehingga energi yang didapatkan dari

pakan tersebut sebagian besar

dihabiskan untuk bergerak mengejar makanan dan sangat sedikit untuk pertumbuhannya, disamping itu pada perlakuan ini pakan yang diberikan

dari awal sampai akhir masa

pemeliharaan masih berupa Artemia sp dengan dosis dan frekuensi yang sama sehingga tidak sesuai dengan

perkembangan larva dan

mengakibatkan lambatnya

pertumbuhan individu larva ikan

selais. Dibandingkan dengan

Tubifex sp yang bergerak di dasar

wadah pemeliharaan selain itu

Tubifex sp memiliki warna yang merah dan bau amis yang khas yang

dapat merangsang ikan untuk

memakannya. Pergantian pakan yang

tidak tepat waktu juga dapat

menyebabkan pertumbuhan larva

menjadi lambat, karena larva

membutuhkan waktu untuk

beradaptasi dengan pakan yang baru.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Halver (1979) menyatakan faktor

utama yang mempengaruhi

pertumbuhan larva adalah

ketersediaan pakan baik secara kuantitatif maupun kualitas pakan atau jenis pakan, dan asam amino esensial yang terkandung didalam pakan. Hal ini terjadi pada P1 (0.622)

pada saat pergantian pakan Artemia sp ke pelet, demikian juga halnya dengan P2 (0.715).

Dilihat dari perbedaan antar perlakuan (Uji Rentang Newman-Keuls) terhadap rata-rata berat mutlak individu larva ikan selais

menunjukkan bahwa pemberian

pakan Artemia sp (P0), pemberian

kombinasi pakan Artemia sp + Pelet (P1) dan Artemia sp + kuning telur

tidak berbeda nyata akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan pemberian kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex sp dan pemberian kombinasi pakan Artemia sp + kuning telur + Tubifex sp + pelet. Hal ini dikarenakan pada perlakuan P3

dan P4 pakan yang diberikan telah

dikombinasikan sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan larva, sedangkan pada perlakuan lainnya yaitu P1 dan P2 terlihat pertumbuhan

yang lambat pakan yang diberikan belum sesuai dengan perkembangan larva selain itu pakan yang diberikan tidak bergerak sehingga larva kurang respon terhadap pakan tersebut dan tidak terangsang untuk memakannya.

Pada pemeliharaan larva yang

berumur 20 hari, pertumbuhan berat yang tertinggi terdapat pada P3

(0,6875 gr) dan yang terendah terdapat pada P2 (0,2541). Hal ini

disebabkan karena adanya pergantian pakan dari Artemia sp dengan Tubifex sp dan pakan yang lain sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan sebelumnya yang secara

(11)

88

tidak langsung mempengaruhi

kualitas air dari masing-masing wadah pemeliharaan dan aktifitas makan larva ikan tersebut. Demikian pula pada pemeliharaan hingga berumur 30 hari (Lampiran 1).

Kebiasaan makan ikan sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan, jika jenis pakan yang diberikan sesuai dengan kebiasaan ikan makan, maka pakan yang diberikan dapat dimakan ikan tersebut. Selama ikan dapat memilih makanan mereka maka mereka akan memilih jenis

makanan yang mudah dicerna

(biasanya yang lunak) daripada yang sukar dicerna (Soeseno, 1984).

Dari penelitian yang

dilakukan dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan panjang yang tertinggi terdapat pada pemberian kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex sp (P3) sebesar 60,5 mm

kemudian pemberian kombinasi

pakan Artemia sp + kuning telur + Tubifex sp + pelet (P4) sebesar 53,1

mm, hal ini diduga bahwa pakan

yang diberikan sebagian besar

dimanfaatkan untuk pertumbuhan

panjang tubuh. Rata-rata

pertumbuhan panjang yang terendah terdapat pada pemberian kombinasi pakan Artemia sp + pelet (P1) sebesar

38,8 mm, hal ini dikarenakan pergantian pakan yang tidak sesuai dengan kebiasaan makan larva ikan

selais sehingga pertumbuhan

panjangnya bertambah hanya sedikit saja. Sedangkan pada pemberian pakan Artemia sp dan pemberian kombinasi pakan Artemia sp + kuning telur memiliki rata-rata pertumbuhan panjang yang sama yaitu sebesar 45,5 mm. Jadi dapat dijelaskan bahwa pergantian pakan yang tidak tepat memperlihatkan pertambahan pertumbuhan panjang yang rendah.

Dari Gambar 2 dapat dilihat

rata-rata pertumbuhan panjang

individu larva ikan selais. Pada awal pemeliharaan panjang larva yaitu 3,5 mm, setelah larva berumur 10 hari pertumbuhan panjang yang hampir merata terdapat pada P0

(14,3 mm), P1 (15 mm), P2 (13,3

mm) dan P4 (14 mm) pertumbuhan

panjang dari keempat perlakuan tersebut hampir bersamaan dengan arti kata pertambahan panjang tidak

begitu mencolok dibandingkan

dengan perlakuan P3 yang memiliki

pertumbuhan panjang yang tinggi yaitu sebesar 26,3 mm. Hal ini dikarenakan pakan yang diberikan dimanfaatkan dengan baik oleh larva ikan selais dan pada perlakuan yang lain dikarena terganggunya aktifitas makan ikan karena pergantian pakan

yang belum sesuai dengan

perkembangan larva itu sendiri. Begitu pula selanjutnya dengan pemeliharaan hari ke 20 dan ke 30, pertumbuhan panjang tertinggi pada akhir masa pemeliharaan terdapat pada P3 (64 mm) dan terendah pada

P1 (42,3 mm).

Asmawi (1983) menyatakan

bahwa kecepatan pertumbuhan

tergantung pada jumlah makanan

yang diberikan, ruang, suhu,

dalamnya air dan faktor lain. Makanan ini dimanfaatkan oleh ikan

pertama-tama digunakan untuk

memelihara tubuh dan menggantikan alat-alat tubuh yang rusak setelah itu baru kelebihan makanan yang tersisa dipergunakan untuk pertumbuhan.

Tingginya pertumbuhan berat mutlak individu pada P3 disebabkan

karena pakan yang diberikan disukai oleh larva, hal ini ditandai dengan aktifnya larva saat pemberiaan pakan

yaitu dengan mengejar dan

menangkap makanan yang diberikan. Larva ikan selais lebih cenderung

(12)

89

memilih pakan yang bergerak

daripada pakan yang tidak bergerak hal ini terlihat jelas pada perlakuan P3 dengan pemberian pakan berupa

kombinasi antara Artemia sp + Tubifex sp. Artemia sp merupakan pakan alami yang aktif bergerak dan mempunyai ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva yang belum berkembang maka sangat cocok diberikan pada masa awal pemeliharaan, selanjutnya pakan digantikan dengan Tubifex sp yang merupakan pakan yang bergerak di dasar wadah pemeliharaan, memiliki warna yang mencolok dan bau yang khas sehingga mudah dikenali oleh larva dan mempunyai nilai gizi yang

tinggi. Tubifex sp mempunyai

peranan yang penting dalam

pertumbuhan ikan, hal ini disebabkan oleh kandungan lemak dan protein yang ada dalam tubuhnya. Bardach

(1972) menyatakan bahwa

kandungan gizi Tubifex sp adalah terdiri dari protein murni 65%, lemak 15%, karbohidrat 14% dan abu 16%.

Beberapa penelitian tentang Tubifex sp sebagi makanan larva telah dilakukan oleh Yumrawati (2007) pemberian pakan Tubifex sp pada larva ikan selais memberikan pertumbuhan berat mutlak rata-rata

sebesar 0,599 gram. Andrianto

(2007) larva ikan lele lokal yang diberi pakan tubifek hingga umur 40 hari memiliki nilai berat mutlak sebesar 0,503 mg dengan rata kelangsungan hidup 90,6%. Sholihin (2001) pemberian Tubifexsp pada larva ikan baung dengan frekwensi 5 kali memberikan pertumbuhan berat mutlak rata-rata sebesar 1,053 mg. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian larva ikan selais yang

dilakukan dengan pemberian

kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex sp memiliki berat mutlak

rata-rata sebesar 1,329 gram pada umur 30 hari adalah termasuk dalam pertumbuhan yang cukup tinggi

dibandingkan dengan penelitian

sebelumnya.

Dilihat dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan pemberian kombinasi pakan yang terdiri dari pakan alami dapat menghasilkan pertumbuhan berat yang baik, hal ini dikarenakan pakan alami memiliki beberapa keunggulan yakni selain bergerak aktif dan warna yang cerah pakan alami juga memiliki bau yang khas yang dapat merangsang ikan untuk makan. Mudjiman (2001) menyatakan bahwa warna dan bau khusus suatu jenis pakan dapat mempengaruhi daya tarik dan nafsu makan ikan.

2. Laju Pertumbuhan Harian

Terjadinya pertumbuhan ikan

disebabkan oleh terjadinya

perubahan jaringan akibat

pembelahan sel sehingga menjadi daging dan tulang yang merupakan

bagian terbesar dari tubuh

(Weatherley, 1986 dalam Hartami, 2006).

Dilihat dari analisis uji lanjut (Uji rentang Newman-Keuls) didapat bahwa pemberian pakan Artemia sp (P0) tidak berbeda nyata dengan

pemberian pakan Artemia sp + Pelet dan Artemia sp + kuning telur (P2)

tetapi berbeda sangat nyata dengan pemberian kombinasi pakan berupa Artemia sp + Tubifex (P3).

Hasil dari laju pertumbuhan harian selama penelitian ini diketahui bahwa pemberian pakan Artemia sp selama 30 hari terhadap larva ikan selais menghasilkan pertumbuhan berat harian yang terendah jika

dibandingkan dengan perlakuan

lainnya (Gambar 3). Hal ini

(13)

90 pemberian pakan Artemia sp selama

30 hari berturut-turut dengan dosis yang sama sehingga tidak mencukupi bagi ikan untuk tumbuh sesuai

dengan perkembangan organ

tubuhnya.

Pemberian kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex sp dapat menghasilkan pertumbuhan berat serta pertumbuhan panjang yang baik, hal ini dikarenakan pakan yang dikombinasikan berupa pakan alami yang berbeda ukuran dan diberikan sesuai dengan perkembangan larva ikan itu sendiri, yakni pada masa awal pemeliharaan larva diberi pakan

Artemia sp dan selanjutnya

dilakukan pergantian pakan berupa Tubifex sp hingga akhir masa pemeliharaan.

Pada dasarnya makanan

digunakan oleh larva untuk

pertumbuhan dan maintenance

(pergerakan, mengejar makanan dan

mempertahankan diri). Semakin

banyak larva memakan makanan

yang diberikan maka akan

berpengaruh terhadap pergerakan laju pertumbuhan.

Menurut Weatherley, 1972

(dalam Hartami, 2006) bahwa

pertumbuhan itu dipengaruhi oleh kualitas air, nilai nutrisi dan ruang gerak. Apalagi dilihat dari kebiasaan makan larva ikan selais yang cenderung bersifat benthic. Menurut

Hickling (1971) bahwa laju

pertumbuhan harian dapat

dipengaruhi oleh makanan, suhu media dan umur.

Berdasarkan hal diatas dapat

disimpulkan bahwa pakan

merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan larva ikan. Semakin disukai pakan yang diberikan pada

larva maka semakin tinggi

pertumbuhan yang dihasilkan, dan apabila pakan diberikan tidak disukai

oleh larva ikan maka

pertumbuhannya akan lambat bahkan

dapat menghambat pertumbuhan

larva.

3. Kelulushidupan

Pengamatan mengenai

kelulushidupan larva ikan selais (Ompok hypophthalmus) dilakukan

dengan cara mengamati dan

menghitung jumlah larva pada setiap sampling (10 hari sekali) hingga akhir penelitian. Kelulushidupan adalah perbandingan antara jumlah hewan uji yang hidup pada akhir

pemeliharaan dengan awal

pemeliharaan pada suatu periode dalam suatu populasi. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi tinggi

rendahnya kelulushidupan suatu

organisme mencakup faktor biotik antara lain kompetitor, kepadatan populasi, umur dan kemampuan

organisme dengan lingkungan.

Sedangkan faktor abiotik seperti suhu, oksigen terlarut, pH dan

kandungan amoniak (Effendie,

1997).

Tingginya angka

kelulushidupan pada pemberian

kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex sp (P3) yaitu sebesar 75%

disebabkan karena pakan yang

diberikan dapat dimanfaatkan dengan dan disukai oleh larva ikan selais sehingga terhindar dari kanibalisme yang merupakan salah satu penyebab rendahnya kelulushidupan larva ikan selais selama masa pemeliharaan. Angka kelulushidupan yang terendah terdapat pada pemberian pakan Artemia sp (P0) sebesar 45%, hal ini

disebabkan pakan artemia tidak mencukupi kebutuhan larva dan tidak termanfaatkan dengan baik

pada saat umur larva mulai

(14)

91 bertahan hidup serta terhindar dari

kanibalisme.

Rendahnya angka

kelulushidupan juga terjadi pada pemberian kombinasi pakan Artemia sp + pellet (P1) sebesar 46,5%

disebabkan pakan pengganti yang diberikan tidak bergerak sehingga larva ikan tidak merespon pakan yang diberikan sehingga pakan tidak termanfaatkan secara baik. Setiap ikan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap makanan yang diberikan. Selain itu juga harus diketahui berdasarkan sifat dan cara makan ikan yang dipelihara, agar kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan lebih kuat. Hal ini didukung oleh

Nykolsky (1963) faktor yang

menyebabkan terjadinya mortalitas terbagi dua yaitu faktor dalam terdiri

dari umur, dan kemampuan

menyesuaikan diri dengan

lingkungan, faktor luar yaitu kualitas

air, kompetisi antar spesies,

kepadatan populasi, peningkatan predator dan parasit, sifat biologis lainnya terutama yang berhubungan dengan daur hidup, penanganan dan penangkapan.

Pemberian kombinasi pakan Artemia sp + kuning telur (P2)

sebesar 55% dan pemberian

kombinasi pakan berupa Artemia sp + kuning telur + Tubifex sp + pellet (P4) sebesar 55,8% cendrung relatif lebih baik bila dibandingkan dengan dua perlakuan sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada saat pergantian pakan larva dapat beradaptasi dengan perubahan pakan dan secara tidak langsung perubahan kualitas air pada media pemeliharaannya. Walupun pergantian pakan tidak dimanfaatkan secara baik dan kondisi larva pada saat itu lemah namun larva masih mampu bertahan hidup dikarenakan

didalam tubuh larva masih ada sisa

energi untuk pergerakan dan

menghindari kanibalisme serta

perubahan lingkungan yang terjadi yang merupakan beberapa faktor

yang sangat menentukan

kelulushidupan larva.

Dilihat dari angka

kelulushidupan larva ikan selais yang

relatif tinggi terdapat pada

pemberian kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex sp (P3) yaitu sebesar

75% hal ini terjadi juga akibat pengaruh pergantian pakan yang tepat dimana pakan yang digantikan

juga merupakan pakan alami

sehingga larva tidak terlalu sulit untuk beradapatasi dengan pakan yang baru selain itu larva juga menyukai pakan pengganti tersebut sehingga dapat termanfaatkan secara baik. Pakan yang dikombinasikan jauh lebih murah bila dibandingkan

dengan pakan yang tidak

dikombinasikan, namun terkadang pakan yang dikombinasikan dapat

mengganggu pertumbuhan larva

karena larva harus menyesuaikan diri

lagi dengan pakan lain yang

sebelumnya tidak diberikan.

Selanjutnya Yuliarti (1985)

menyatakan bahwa ada

kecendrungan dengan meningkatnya kandungan protein dalam makanan juga akan memberikan penambahan tingkat kelangsungan hidup larva ikan. Sehubungan dengan pergerakan larva atau tingkah laku larva untuk

mendapatkan makanan juga

kepadatan, persediaan makanan yang

baik merupakan faktor yang

mempengaruhi keberhasilan hidup

larva ikan tersebut. Faktor

pendukung tingginya tingkat

kelulushidupan larva juga harus didukung oleh kualitas air yang baik dan terkontrol.

(15)

92 Keberhasilan pemeliharaan

larva masih mempunyai kendala karena tingginya angka mortalitas. Untuk meningkatkan kelulushidupan

larva dapat dilakukan dengan

memberikan makanan yang baik dan tepat waktu (Sukendi, 2001).

Pada penelitian ini, nilai rata-rata

4. Insiden Biaya Pakan

Insidens biaya pakan berkisar antara 22,13 – 1562,45 Rp/g. Insidens biaya pakan tertinggi

terdapat pada perlakuan pakan

Artemia sp (P0) yaitu sebesar

1562,45 dan terendah pada perlakuan kombinasi pakan Artemia sp + pelet yaitu sebesar 22,13 Rp/gr. Selain parameter FCR (konversi pakan) , penilaian dalam efisiensi penggunaan

pakan dapat dilakukan dengan

menghitung harga relatif dari pakan

yang digunakan. Perbandingan

antara harga total pakan yang digunakan (Rp) dengan total berat ikan yang dihasilkan (gr) disebut dengan insidens biaya maka semakin kecil insidens biaya semakin efisien

penggunaan pakannya.

(Mudjiman,2001).

Jumlah pakan yang diberikan pada ikan harus optimal, tidak lebih dan tidak kurang agar tercapai pertumbuhan pada ikan. Tingkat

pemberian pakan berpengaruh

terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Tingkat pemberian pakan yang rendah akan memberikan pertumbuhan ikan yang rendah sedangkan jika berlebihan akan menghasilkan sisa pakan dalam air, dan dapat mempengaruhi kadar amoniak oksigen dari air yang dapat menurunkan kualitas air tersebut (Indah, 2005).

5. Kualitas Air

Air sebagai media hidup organisme perairan merupakan faktor

yang sangat penting diperhatikan dalam usaha budidaya termasuk dalam wadah terkontrol. Hal ini bertujuan untuk memberikan daya

dukung pada organisme dalam

melakukan segala aktifitas hidupnya. Dari Tabel 6 diketahui bahwa

kondisi suhu air pada saat

pemeliharaan larva adalah 280 C. Kondisi suhu cendrung konstan sesuai dengan suhu kamar yang berpengaruh terhadap metabolisme dan ketersediaan oksigen dalam air,

juga dapat mempengaruhi

pertumbuhan ikan. Hal ini didukung oleh pernyataan Lovell (1988) menyatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan ikan catfish berkisar antara 26-320 C. Kondisi

suhu pada penelitian tidak

mengalami perubahan yang drastis, hal ini disebabkan oleh kondisi suhu

tempat pemeliharaan larva

dipertahankan dengan menggunakan heater.

Nilai pH menunjukkan nilai konsentrasi ion H+ dalam media. Kadar CO2 dipengaruhi oleh proses

fotosintesis dan respirasi. Oleh karena itu setiap saat nilai pH

perairan selalu berubah

(Mulyanto,1992). Sementara

kandungan pH media perlakuan selama penelitian adalah 5-6, ini menandakan air cukup baik untuk pertumbuhan ikan. Menurut Boyd

(1982) umumnya ikan dapat

mentolerir suhu pada kisaran pH

6,5-9,0. Power hydrogen (pH)

mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap organisme aquatik, sehingga sering digunakan sebagai indikator untuk menyatakan baik buruknya keadaan perairan.

Oksigen terlarut dalam air merupakan unsur penting dalam proses metabolisme dan respirasi ikan. Boyd (1982) menyatakan

(16)

93

bahwa jumlah oksigen yang

diperlukan oleh hewan perairan tergantung pada spesies, ukuran, jumlah pakan, aktifitas hidup, suhu dan kandungan oksigen terlarut.

Jumlah oksigen terlarut dalam

perairan dipengaruhi oleh tingkat suhu dan salinitas perairan.

Kelarutan oksigen terlarut akan menurun dengan meningkatnya suhu air (Harris, 1998 dalam

Sianipar, 2004). Berdasarkan

keterangan Tabel 6 dapat

disimpulkan bahwa kulitas air

mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan selais (Ompok hypophthalmus). Kandungan oksigen terlarut selama penelitian adalah 3,9-5,6 mg/l. Kandungan

oksigen terlarut 5 ppm akan

memberikan pertumbuhan normal bagi ikan, namun apabila kadar oksigen mencapai 7 ppm maka ikan akan tumbuh dengan baik (Boyd, 1982).

KESIMPULAN Kesimpulan

Pemberian kombinasi pakan yang berbeda pada larva ikan selais berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan.

Perlakuan yang terbaik

terdapat pada perlakuan P3 (Artemia

sp + Tubifex sp). Dengan rata-rata pertumbuhan berat mutlak sebesar 1,329 gram, rata-rata pertumbuhan panjang mutlak sebesar 60,5 mm, rata-rata laju pertumbuhan harian sebesar 30,70% serta kelulushidupan

sebesar 75%. Adapun nilai

parameter kualitas air adalah suhu 280 C, pH 5-6 dan oksigen terlarut 3,9-5,6 mg/l.

Hasil seluruh uji lanjut

menunjukkan bahwa perlakuan

kombinasi pakan Artemia sp +

Tubifex sp berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Untuk pemeliharaan larva ikan selais sebaiknya diberi pakan kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex sp.

Perlu dilakukan penelitian lanjutan, tentang dosis kombinasi

pakan yang tepat dalam

pemeliharaan larva ikan selais untuk meningkatkan nilai pertumbuhan dan kelulushidupan larva ikan selais.

DAFTAR PUSTAKA

Asmawi.S., 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia, Jakarta. 82 hal.

Asriadi, D.j.,1983. Sifat-Sifat Fisika Kimia Perairan Estuaria. Pewarta Oseana (5&6): 14-71. Bardach. 1972. Aquaculture The

Farming and Husbandry of Fresh Water and Marine Organism. Jhon Milley and Son. Toranto. 425 p.

Boyd, C. E., 1982. Water Quality Management In Fish Pond

Culture Research And

Development. Series No. 22. International Centre For

Aquaculture, Aquaculture

Experiment Station. Auburn University. Auburn. 300p. Effendi, M. I., 1997. Biologi

Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama Yogyakarta. 163 hal

Halver, J. E. 1972. Fish Nutrition. Academic Press. London. New York. 713 p.

Hartami, P, 2006. Bioencapsulisasi Artemia dengan Dosis Asam Lemak n-3 yang Berbeda

(17)

94 terhadap Pertumbuhan dan

Sintasan Larva Ikan Gurami

(Osphronemus gouramy

Lacapede). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan .Universitas Riau. Pekanbaru. 75 hal Hickling, C. F. 1971. Fish Culture.

Faber Publication London. 71 pp. Pulungan, C.P., 1985. Morphometrik

Ikan Selais Siluraidean Dari Perairan Kecamatan Kampar

Kiri Kabupaten Kampar

Riau. Pusat Penelitian

Universitas Riau.

Pekanbaru.54 Hal. (Tidak Diterbitkan).

Indah. Y. R., 2005. Pertumbuhan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus burchell) yang di Beri Pakan Pasta Dengan kandungan Tepung Bungkil inti Kelapa Sawit Berbeda. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 76 hal.

Lovell, R.T, 1979. Factor Affecting Vulatary Food Comsumtio By Channel CatFish.

Pp563-571 in proceding Of

Sarthestery Association Of Fish and Wild life. Aencies guttheghestery Crop. New York.

Mudjiman, A, 2001. Makanan Ikan

Edisi Refisi. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup

untuk Ikan. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.138 hal.

Nykolsky, G.V., 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, New York.

Soeseno., S. 1984. Dasar-dasar Perikanan Umum, Yasaguna, Jakarta. 155 hal.

Solihin.E.M. 2001. Kelulushidupan dan Pertumbuhan Larva Ikan

Baung dengan Frekwensi

Pemberian Pakan Tubifek sp

yang Berbeda. Skripsi.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 44 hal (tidak diterbitkan)

Sukendi., 2001. Biologi Reproduksi dan Pengendaliannya dalam

Upaya Pembenihan Ikan

Baung (Mystus nemurus CV) dari Perairan Sungai Kampar. Riau. Disertasi Institut Pertanian Bogor. 207 hal (tidak diterbitkan.)

Yuliarti. P. 1985. Daphnia sp Sebagai Makanan Ikan Mas Suplemen oultry Indonesia 4 (2) :28-29

Gambar

Gambar 1.  Grafik  Pertumbuhan  Berat  Mutlak  Rata-Rata Individu Larva Ikan Selais  (Ompok hypophthalmus) Pada Setiap  Pengukuran
Tabel 5.  Rata-rata  Laju  Pertumbuhan  Harian  Larva  Ikan  Selais  (Ompok  hypophthalmus) Selama Penelitian
Tabel 7.  Rata-rata  Insidens  Biaya  Pakan    Larva  Ikan  Selais  (Ompok  hypophthalmus)  Selama Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Artinya guru tidak sepenuhnya mengajarkan suatu bahan ajar kepada pembelajar, tetapi guru dapat membangun pembelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam

Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berupa data-data dari wawancara, dokumentasi dan observasi sehingga diperoleh hasil seperti yang telah dibahas pada

Target utama user dalam perancangan gedung bioskop ini adalah anak-anak usia Sekolah Dasar antara usia 6-12 tahun yang memiliki karakter yang mulai bisa mandiri

Pada saat mode BTG manual, mode turbin follow diaktifkan dengan menghidupkan main steam Inlet Pressure Control (MSIPC), sedangkan untuk penaikan atau penurunan

sangatlah berpengaruh pada perkembangan pribadi siswa untuk mematangkan kesediaannya dalam belajar dengan begitu siswa akan mudah dan siap menerima sesuatu yang

Berdasarkan analisis data dengan pendekatan semiotik Charles Sanders Peirce yang dilakukan terhadap mantra urut, maka peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa variabel bebas yaitu penerapan aplikasi e-filling mempengaruhi variabel terikat yaitu

Namun yang perlu diantisipasi adalah jika bahan limbah organik kering ini terkena air, maka yang dapat dilakukan adalah dengan cara pengeringan menggunakan