• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hery Syamsius Nahampun Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hery Syamsius Nahampun Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia,"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 1

Number 1 Jurnal Pembangunan Manusia Article 3

2-28-2020

PERAN PEER EDUCATOR DI DALAM PROGRAM AKTA KELAHIRAN

PERAN PEER EDUCATOR DI DALAM PROGRAM AKTA KELAHIRAN

ANAK JALANAN

ANAK JALANAN

Hery Syamsius Nahampun

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia, nahampunherysyamsius@yahoo.com

Dwi Amalia Chandra Sekar

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia

Follow this and additional works at: https://scholarhub.ui.ac.id/jpm

Recommended Citation Recommended Citation

Nahampun, Hery Syamsius and Sekar, Dwi Amalia Chandra (2020) "PERAN PEER EDUCATOR DI DALAM PROGRAM AKTA KELAHIRAN ANAK JALANAN," Jurnal Pembangunan Manusia: Vol. 1 : No. 1 , Article 3. Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/jpm/vol1/iss1/3

This Article is brought to you for free and open access by UI Scholars Hub. It has been accepted for inclusion in Jurnal Pembangunan Manusia by an authorized editor of UI Scholars Hub.

(2)

Cover Page Footnote Cover Page Footnote .

(3)

PERAN PEER EDUCATOR DI DALAM PROGRAM AKTA KELAHIRAN

ANAK JALANAN

Hery Syamsius Nahampun

Corresponding Author

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia nahampunherysyamsius@yahoo.com

Dwi Amalia Chandra Sekar

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia, Jawa Barat 16424, Indonesia

ABSTRAK

Kesulitan untuk menjangkau anak-anak jalanan di dalam program akta kelahiran dikarenakan proses komunikasi yang tidak berjalan baik dalam konteks orang dewasa kepada anak-anak jalanan yang lebih suka untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Meski banyak penelitian terkait dengan akta kelahiran yang menggambarkan beberapa sudut pandang, tetapi masih sedikit sekali penelitian yang menggambarkan bagaimana peran peer educator/pendidik sebaya di dalam program akta kelahiran anak jalanan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 13 informan dan diskusi terarah dengan 7 informan yang didapatkan melalui penggunaan teknik purposive sampling. Pengolahan data temuan lapangan dilakukan dengan mengategorikan data temuan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dan dengan kerangka teori yang mendasarinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peer educator berperan dalam menyebarluaskan informasi tentang akta kelahiran, berperan sebagai konselor, berperan sebagai motivator, dan berperan dalam memengaruhi keputusan anak jalanan untuk mengadopsi hal tersebut. Kemudian, kedekatan dengan teman sebaya menjadi faktor pendukung utama di dalam peer educator menjalankan perannya dengan baik. Sementara itu, pengaturan waktu atau manajemen waktu merupakan faktor penghambat di dalam peer educator untuk menjalankan perannya dengan baik.

KATA KUNCI: Pendidikan Teman Sebaya, Inovasi, Akta Kelahiran ABSTRACT

The difficulty of reaching street children in a birth certificate program is due to a poor communication process in the context of adults to street children who prefer to interact with their peers. Although there are many studies in relation with this topic that illustrate several perspectives, there is still lack of research which describe the role of peer educator on a street children birth certificate program. This study uses a qualitative research method by interviewing 13 informants and group discussion with 7 informants which selected using purposive sampling techniques. The data findings are processed by categorizing the data in accordance with the study question and conceptual framework. It was found that peer educators play their role in spreading out information about birth certificates, play role as a counselor, motivator and including influencing the decision of street children to adopt the innovation of birth certificate. Peer educator proximity with peers is a major supporting factor to perform their role well. Also, time management was considered as a constraining factor in peer educators to perform their role.

(4)

(MITA RACHMAWATI, ETY RAHAYU)

PENDAHULUAN

Data SIAK Kementerian Dalam Negeri per Desember 2015 menunjukkan fakta bahwa secara total terdapat 32.067.658 anak di Indonesia yang belum memiliki akta kelahiran. Cakupan nasional untuk anak yang punya akta kelahiran secara total baru mencapai 41,71%. Apabila dikaitkan dengan target nasional tahun 2015, cakupan akta kelahiran masih jauh dari target yang diharapkan, yaitu sebesar 75%. Pada akhir tahun 2015, sebanyak 52 Kabupaten/Kotamadya yang mencapai 70%-75% pencatatan kelahiran dan sebanyak 33 Kabupaten/Kotamadya yang mencapai target nasional pencatatan kelahiran. Data capaian akta kelahiran ini merupakan pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan dalam kaitannya untuk mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara, pemerintah menetapkan target pencatatan kelahiran sampai dengan tahun 2019 di mana untuk tahun 2018 pemerintah menetapkan target 82,5% anak-anak tercatat kelahirannya. Fakta bahwa provinsi DKI Jakarta menempati urutan ke-tujuh (22,56%) untuk cakupan akta kelahiran terendah se-Indonesia, menuntun kenyataan bahwa kota metropolitan seperti Jakarta pun masih menghadapi permasalahan dalam pemenuhan hak sipil anak melalui akta kelahiran, tidak terlepas dengan anak jalanan, mengingat DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah anak jalanan terbesar di Indonesia dengan 7.600 anak (Kementerian Sosial, 2012).

Lebih lanjut lagi, data dari Kementerian Sosial tahun 2012 yang menyatakan hanya 22% dari 7.600 anak jalanan di Jakarta sudah mendapatkan akta kelahiran. Kemudian, di tahun 2013, Dinas Sosial DKI Jakarta mencatat sebanyak 4321 orang anak jalanan dari 25 rumah singgah di Jakarta belum memiliki akta kelahiran. Angka tersebut masih mungkin bertambah lagi karena banyak anak jalanan yang belum terdaftar di rumah singgah.

Fakta bahwa 90% dari seluruh anak tidak punya akta kelahiran dan sebanyak 4321 anak jalanan yang belum memiliki akta kelahiran di 25 rumah singgah di DKI Jakarta (Kementerian Sosial, 2015) menunjukkan bahwa permasalahan akta kelahiran perlu menjadi perhatian serius untuk dapat ditangani. Hal ini juga berimbas pada masih rendahnya akses pendidikan anak di DKI Jakarta. Data BPS DKI Jakarta tahun 2015 menyatakan bahwa baru sekitar 53% angka partisipasi Sekolah Dasar di DKI Jakarta. Jika ditarik benang merahnya, maka ketidakjelasan identitas seperti akta lahir juga akan menyebabkan kesulitan untuk mengakses pendidikan, terutama bagi anak jalanan. Hal tersebut semakin diperparah dengan ketidakpedulian anak dan orang tua terkait pentingnya akta kelahiran.

Rendahnya cakupan pencatatan kelahiran mendorong inisiasi pelbagai pihak untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan maksud untuk melakukan eksplorasi terhadap fenomena tersebut serta menarik kesimpulan bahkan memberi saran untuk pihak-pihak terkait. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa terdapat temuan-temuan/fakta bahwa anak jalanan hampir tidak peduli dengan akta kelahiran (penelitian Erni, 2012 dan penelitian I Gede Yoga, 2004). Ketidakpedulian anak jalanan terhadap akte kelahiran ataupun identitas lainnya dikarenakan mereka lebih berorientasi untuk mencari penghasilan di jalanan, pun demikian dengan orang tua. Tingginya angka anak jalanan di DKI Jakarta yang tidak punya akta kelahiran menunjukkan rendahnya kepedulian orang tua untuk mendaftarkan kelahiran anaknya, sebab orang tua lebih mengutamakan anak-anak dalam keluarga untuk turut berkontribusi mencari nafkah sehari-hari.

Penelitian AIPJ tahun 2013 juga menegaskan bahwa permasalahan akta kelahiran merupakan bawaan dari generasi ke generasi, jika anak tidak punya akta lahir itu juga dikarenakan ketidakpedulian orang tua dalam mengurus proses pembuatan akta lahir. Kewajiban orang tua adalah memberikan perlindungan dan bertanggung jawab terhadap perkembangan anak. Masih banyak orang tua di Indonesia yang belum memahami

(5)

tentang pentingnya akta kelahiran bagi anak-anak. Orang tua menganggap kelahiran merupakan suatu peristiwa alamiah dalam kehidupan manusia sehingga tidak perlu dicatatkan (Kemendagri, Renstra 2011, halaman 10).

Meskipun temuan-temuan penelitian di atas memiliki topik dan ruang lingkup yang serupa, yaitu terkait akta lahir dan anak jalanan, tetapi memiliki fokus yang berbeda dengan penelitian ini. Tingginya angka anak jalanan yang belum memiliki akta kelahiran menjadi perhatian serius, mengingat anak jalanan merupakan salah satu potensi sumber daya manusia yang perlu diperhatikan dan dikembangkan potensinya secara berkesinambungan agar nantinya bisa berkontribusi dalam pembangunan sosial.

Program akta kelahiran untuk anak jalanan di Plan Indonesia yang telah dilaksanakan sejak tahun 2015 telah melakukan upaya-upaya mendukung program kerja pemerintah dalam mencapai tujuan SDGs (Sustainable Development Goals) melalui rencana percepatan pencatatan kelahiran. Program tersebut bertujuan untuk mencatatkan kelahiran setidaknya 1500 anak jalanan perempuan dan laki-laki di Provinsi DKI Jakarta. Bekerjasama secara intensif dengan Rumah Singgah/shelter yang ada di DKI Jakarta, program ini melakukan kampanye penyadaran pentingnya akta kelahiran kepada orang tua dan anak-anak. Aktivitas program yang dilakukan antara lain, seperti meningkatkan pemahaman orang tua, anak-anak, dan juga staf pemerintah tentang pentingnya akta lahir melalui kampanye mengenai pentingnya akta kelahiran dan melakukan advokasi secara komprehensif untuk meminimalkan proses birokrasi dan persyaratan yang rumit dalam membuat akta kelahiran.

Sebagaimana intervensi program yang berjalan sejak 2015, program tersebut melakukan review secara rutin sampai dengan tahun ke-tiga program (Tahun 2017). Berdasarkan laporan tahunan program tersebut, tercatat 335 anak (Tahun 2015), 693 anak (Tahun 2016), dan 834 anak (Maret 2017) yang tercatat kelahirannya, di mana kesimpulannya sampai dengan tahun ke-tiga program belum sepenuhnya mencapai target yang diharapkan secara maksimal karena tantangan yang dihadapi di lapangan terkait penjangkauan anak-anak jalanan sesuai dengan target yang sudah ditentukan. Meski beberapa intervensi program sudah dikerjakan, seperti melatih staf rumah singgah dan membuat modul pengasuhan orang tua, ternyata tidak mudah menjangkau anak jalanan.

Pendekatan behavior change atau perubahan perilaku yang direfleksikan melalui implementasi program, seperti sosialisasi, kampanye, dan pelatihan dalam konteks orang dewasa kepada sesama orang dewasa dan dalam konteks orang dewasa kepada anak jalanan nyatanya belum cukup untuk bisa menjangkau target anak jalanan yang telah ditetapkan. Hal ini dibenarkan oleh Ketua Pengurus Yayasan Rumah Singgah “Rumah Kita”. Rumah Kita merupakan salah satu rumah singgah yang bermitra dengan Plan Indonesia dalam mengimplementasikan program pencatatan kelahiran anak jalanan. Rumah kita merupakan salah satu rumah singgah yang memiliki sedikitnya 25 anak jalanan binaan yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial melalui program kerja Rumah Sosial, Rumah Pintar, dan Rumah Ekonomi Kreatif.

Ketua pengurus yayasan Rumah Kita juga menambahkan beberapa informasi dari hasil monitoring program yang sedang berjalan tersebut terkait dengan potensi adanya pendidik sebaya atau peer educator yang berasal dari dalam rumah singgahnya yang mungkin dapat membantu penjangkauan anak-anak jalanan. Kemudian, beberapa anak yang teridentifikasi sebagai pendidik sebaya sedikit banyak kemudian terlibat di dalam implementasi program.

Mencermati laporan kuartal kedua program akta kelahiran anak jalanan periode Oktober-Desember 2017, terdapat 1134 anak yang memiliki akta kelahiran. Hal tersebut jelas menjadi perhatian, mengingat capaian tersebut menunjukkan perbaikan/peningkatan dengan memenuhi target yang sudah ditetapkan dibanding periode sebelumnya yang belum memenuhi target. Di sisi lain, hal itu juga menjadi perhatian, sebab

(6)

(MITA RACHMAWATI, ETY RAHAYU)

dalam periode tersebut terdapat keterlibatan peer educator dalam beberapa aktivitas program sehingga perlu ditelusuri lebih jauh bagaimana hubungan antara peer educator dengan hasil implementasi program.

Merujuk kepada UNAIDS (1999), peer education dilihat sebagai salah satu cara yang dapat digunakan dalam kaitannya dengan perubahan perilaku. Lebih lanjut, UNAIDS juga menyatakan bahwa pendidikan sebaya (peer education) sebagai strategi perubahan perilaku. Pendidikan sebaya secara implisit menegaskan bahwa anggota peer education dapat dipengaruhi dan dapat memunculkan perubahan perilaku antara sesama rekannya.

Dalam konteks implementasi program pencatatan kelahiran, yang diperlukan tidak hanya pengetahuan akan pentingnya akta kelahiran saja, tetapi juga memerlukan perubahan perilaku agar orang tua secara aktif mendaftarkan kelahiran anaknya dengan syarat-syarat yang dimiliki. Apabila melihat karakteristik anak jalanan yang selalu berinteraksi dengan kelompoknya/teman sebayanya, maka konsep peer educator hendaknya perlu untuk dipertimbangkan di dalam desain awal program.

Berdasarkan uraian-uraian dan beberapa temuan di atas, maka penelitian terkait dengan peran peer

educator menjadi sesuatu yang penting yang akan dilakukan secara lebih mendalam untuk bisa menggali

peranan peer educator terhadap upaya peningkatan pemahaman tentang pentingnya akta kelahiran. Penelitian akan difokuskan ke Rumah Singgah/shelter, yaitu Rumah Singgah (Rumah Kita) yang merupakan mitra implementasi Plan Indonesia di dalam program pencatatan kelahiran anak jalanan yang berada di Kelurahan Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur dengan beberapa pertimbangan penting, mengingat di Rumah Singgah tersebut sudah ada beberapa anak yang menjadi peer educator bagi teman-teman sebayanya di lingkungan anak jalanan.

Pertimbangan lainnya adalah sehubungan dengan rencana Rumah Kita untuk menggunakan dan mengembangkan pendekatan peer educator yang sudah ada untuk melatih dan mendidik salah satu atau beberapa anak binaannya untuk bisa menjadi peer educator program akta kelahiran anak jalanan. Kebutuhan untuk melihat aspek peranan peer educator di dalam upaya peningkatan pemahaman tentang pentingnya akta kelahiran merupakan salah satu upaya untuk bisa melihat lebih jauh ke depan bagaimana peluang-peluang dengan konsep pengembangan peer educator ini untuk membantu implementasi dan juga menilai seberapa jauh kontribusi model peer educator ini untuk menjadi salah satu strategi yang perlu direncanakan dan diimplementasikan dalam program akta kelahiran yang sedang berjalan atau juga memberikan rekomendasi untuk program serupa yang sedang dalam tahap perencanaan.

Penelitian ini akan menggunakan beberapa elemen dalam teori difusi inovasi (Rogers, 1983) seperti saluran komunikasi dan putusan inovasi untuk memberikan penekanan dan menggambarkan secara komprehensif peran peer educator dalam upaya peningkatan pemahaman tentang pentingnya akta kelahiran anak jalanan. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Bagaimana peran peer educator dalam meningkatkan pemahaman teman sebayanya akan pentingnya akta kelahiran?

2. Apa saja yang menjadi faktor-faktor pendukung dan penghambat ketika berperan sebagai peer educator di lingkungan teman sebaya?

METODE

Pada penelitian ini, yang dikaji adalah peran peer educator/pendidik sebaya di rumah singgah dalam program akta kelahiran dengan pertimbangan bahwa anak-anak jalanan yang juga beberapa diantaranya adalah

(7)

meluangkan waktu setiap hari untuk berkumpul bersama dengan teman-teman sebayanya serta melakukan interaksi atau berkomunikasi secara intensif.

Dari 25 Rumah Singgah yang ada di DKI Jakarta, Rumah Singgah ErKa yang bertempat di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur merupakan rumah singgah yang dipilih dengan pertimbangan bahwa rumah singgah tersebut memiliki seluruh karakter informan yang akan dilibatkan dalam penelitian ini, mulai dari anak jalanan yang menjadi peer educator, anak jalanan yang merupakan teman sebayanya, dan mantan anak jalanan yang sudah memiliki akta lahir yang berada di sekitar daerah tersebut. Hal ini menarik dengan keberadaan peer educator di lingkungan anak jalanan tersebut, mengingat peer educator merupakan salah satu informan utama dan juga sebagai unit analisis dalam penelitian ini.

Merujuk pada topik dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, desain penelitian kualitatif merupakan opsi yang paling tepat, hal ini sehubungan dengan tujuan untuk memahami, menelusuri, dan memperdalam peran peer educator tanpa melakukan manipulasi terhadap pengalaman anak tersebut sesuai dengan fakta mengenai kondisi dan situasi sosial yang dialami secara aktual. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian (Mc Millan & Schumacher, 2003). Penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya (Strauss, Anselm & Juliet Corbin, 2003).

Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sehingga memungkinkan peneliti untuk memahami informan dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri mengungkapkan pandangan dunianya (Bogdan dan Taylor, 1992). Data atau informan tersebut dikumpulkan dalam beberapa cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman) dan diproses sebelum digunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan atau alih tulis), tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas (Miles dan Huberman, 1997).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Bogdan & Biken (1982) menyatakan bahwa studi kasus adalah suatu penelitian dengan melakukan pengujian secara rinci atas sesuatu, baik individu (orang), latar, pembukuan dan penyimpanan dokumen, atau bahkan peristiwa tertentu. Lebih lanjut, Pollit & Hungler (1990) menjelaskan bahwa fokus studi kasus terletak pada penentuan dinamika mengenai pertanyaan lebih lanjut mengapa seseorang berpikir, melakukan sesuatu, atau mengembangkan diri. Fokus ini dinilai penting oleh Pollit & Hungler dalam studi kasus karena dibutuhkannya analisis yang intensif, bukan berfokus pada status, kemajuan, tindakan, atau pikiran yang dimilikinya. Konsep tersebut sesuai dengan karakteristik dalam penelitian ini yang akan menjelaskan bagaimana salah satu subyek dalam penelitian ini berpikir dan melakukan suatu tindakan atas dasar keputusannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan peran peer educator dalam upaya pemenuhan hak sipil anak melalui akta kelahiran. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Neuman (2006), penelitian bertujuan untuk menggambarkan sebuah gambar menggunakan kata atau nomor dan untuk menyajikan satu profil, suatu klasifikasi dari jenis, atau suatu garis besar tahapan untuk menjawab pertanyaan seperti siapa, ketika, di mana, dan bagaimana.

Dalam penerapan praktis, Neuman (2006) menjelaskan bahwa deskriptif diartikan sebagai menyediakan secara rinci atas gambar yang benar-benar akurat. Menempatkan data baru yang membantah data lama/terdahulu, menciptakan suatu set kategori atau mengklasifikasikan jenis, memperjelas sejumlah tahap atau langkah-langkah, dan mendokumentasikan suatu proses atau mekanisme penyebab dan laporan terhadap

(8)

(MITA RACHMAWATI, ETY RAHAYU)

latar belakang atau konteks suatu situasi. Penelitian deskriptif tidak akan memanipulasi variabel dan tidak menetapkan peristiwa yang akan terjadi. Berdasarkan uraian-uraian pendapat tersebut, maka penelitian deskriptif ini merupakan suatu penelitian yang didasarkan pada pemaknaan dari suatu kajian yang diteliti dengan menggunakan kata-kata untuk menggambarkan dan menjelaskan peran teman sebaya di lingkungan anak jalanan dalam upaya pemenuhan hak sipil anak melalui akta kelahiran.

Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, di dalam penelitian ini dibutuhkan orang-orang yang mampu untuk menyampaikan informasi tersebut (informan). Penelitian ini akan menguraikan pendapat dari seluruh informan untuk dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai peran dari peer

educator dalam peningkatan pemahaman anak jalanan akan pentingnya akta kelahiran. Pemeriksaan silang

akan dilakukan untuk memastikan bahwa informasi yang diterima itu sesuai dan benar adanya. Sehubungan dengan telah dilakukannya wawancara penjajakan dalam rangka mendalami pokok permasalahan dan mengetahui karakteristik informan, maka teknik sampling yang memungkinkan untuk dilakukan adalah teknik sampling non-probability secara purposive.

Teknik purposive sampling yang akan diterapkan dalam penelitian ini akan melibatkan orang dewasa dan anak-anak yang akan dipilih berdasarkan kriteria/kategori mereka sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Selain itu, informan yang akan dipilih dalam penelitian ini juga akan disesuaikan berdasarkan kategori umurnya. Semua informan yang dilibatkan dalam penelitian ini harus mempunyai pengetahuan yang cukup dan memadai agar dapat memberikan informasi untuk bisa menjawab tujuan dari penelitian.

Terdapat beberapa kriteria umum yang akan digunakan dalam memilih informan penelitian ini, seperti batasan usia dan lama tinggal di rumah singgah. Terkait dengan tujuan penelitian, peer educator akan menjadi informan utama dalam penelitian ini. Dari 25 anak binaan di Rumah Kita, terdapat 5 orang peer educator yang memiliki keterlibatan dalam program pencatatan akta kelahiran anak yang dipilih secara keseluruhan dan secara purposive akan diwawancara dalam penelitian ini. Setelah melakukan pra-tinjau lapangan, ke-lima orang peer educator tersebut berusia 15-16 tahun yang merupakan usia sekolah. Sementara itu, 3 (tiga) dari 5

peer educator adalah laki-laki, sisanya 2 (dua) orang adalah perempuan dan mereka sudah menjadi bagian dari

rumah singgah selama 3 tahun lebih.

Informan berikutnya dalam penelitian ini adalah Ketua Pengurus Yayasan Rumah Singgah Rumah Kita (ErKa) sebanyak 1 orang yang merupakan penanggung jawab dari rumah singgah dan focal point program akta kelahiran anak jalanan di rumah singgah yang akan diwawancara dalam penelitian ini. Pertimbangan untuk menjadikan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Singgah sebagai informan karena yang bersangkutan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang komprehensif terkait kapasitas yang dibutuhkan dalam rangka memberikan informasi secara lebih mendalam mengenai peran peer educator terhadap peningkatan pemahaman akan pentingnya akta kelahiran sekaligus dapat memberikan informasi lebih jauh mengenai interaksi yang dilakukan antara peer educator dengan anak jalanan yang ada di rumah singgah. Hal tersebut dikarenakan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Singgah berada di tempat selama 24 jam dan telah tinggal di sana selama lebih dari 10 tahun.

Dalam kaitannya untuk dapat melakukan triangulasi informasi yang diberikan oleh peer educator, maka yang menjadi informan lainnya dalam penelitian ini adalah anak jalanan di rumah singgah. Sebagaimana yang telah diinformasikan sebelumnya bahwa di rumah singgah terdapat 25 anak jalanan binaan yang 5 diantaranya merupakan peer educator, maka masih terdapat 20 anak jalanan yang dapat dipilih untuk menjadi responden penelitian ini. Di dalam pembuatan kriteria pemilihan informan untuk anak jalanan, peneliti merujuk pada tujuan penelitian di atas dan menetapkan bahwa kriteria informan untuk anak jalanan adalah

(9)

berusia 12-14 tahun, sebab usia tersebut adalah usia penting untuk bersekolah. Sementara itu, lama tinggal di rumah singgah adalah minimal 3 tahun dan juga memiliki keterlibatan dalam program akta kelahiran anak jalanan sekaligus pengetahuan akan program akta kelahiran anak jalanan. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka yang akan menjadi informan dalam penelitian ini adalah 7 anak jalanan yang semuanya akan dipilih menjadi informan dalam FGD.

Informan terakhir dalam penelitian ini adalah orang tua dari ke-tujuh anak jalanan yang juga memiliki keterlibatan atau mengetahui tentang program pencatatan akta kelahiran anak jalanan. Dalam kaitannya untuk bisa memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, maka orang tua dari anak jalanan yang menjadi informan dalam penelitian ini akan memberikan informasi lebih lanjut mengenai proses putusan inovasi. Orang tua yang akan menjadi informan dalam penelitian ini berjumlah 7 pasang orang tua (ayah dan ibu), berdomisili di Kelurahan Cipinang Besar Utara dan telah tinggal di sana selama lebih dari 3 tahun, serta memiliki interaksi dengan rumah singgah tempat sebagai tempat anaknya mendapatkan pembinaan. Ketujuh orang tua akan diwawancara dalam penelitian ini.

HASIL

Berdasarkan hasil temuan lapangan dapat disimpulkan bahwa semua peer educator berperan di dalam penyebarluasan informasi perihal akta kelahiran kepada teman-teman sebayanya. Mereka melakukan sosialisasi tentang akta kelahiran terhadap teman-teman sebayanya di lingkungan anak jalanan tentang akta kelahiran. Mayoritas peer educator melakukan sosialisasi dengan dua cara, yakni melalui kunjungan dari rumah ke rumah maupun dengan cara berinteraksi di jalanan (luar rumah). Interaksi yang dilakukan antara

peer educator dengan teman sebayanya umumnya bersifat interpersonal, yaitu bertatap muka antar individu

dengan menjelaskan secara lengkap apa itu akta kelahiran, apa manfaatnya, apa syarat-syarat yang dibutuhkan untuk membuat akta kelahiran, termasuk bagaimana mekanisme/prosedur yang harus dilakukan. Ketika kunjungan dilakukan dari rumah ke rumah secara langsung, umumnya yang pada akhirnya berdiskusi bukan hanya peer educator dengan teman sebayanya saja, tetapi juga ada anggota keluarga lain yang terlibat dalam diskusi secara tidak langsung, baik itu orang tua anak maupun adik/kakaknya.

Peer educator juga berperan sebagai konselor bagi teman sebaya mereka, baik pada konteks

mendengarkan informasi maupun mendengarkan masalah-masalah yang mereka hadapi. Berdasarkan hasil wawancara dengan para peer educator dan FGD dengan anak jalanan, diketahui bahwa peer educator juga berperan sebagai motivator yang memberikan motivasi bagi teman-teman sebayanya dan berusaha meyakinkan mereka bahwa membuat akta kelahiran merupakan suatu hal yang mudah dan prosesnya cepat.

Peer educator juga berperan untuk memengaruhi keputusan teman-teman sebaya mereka. Hal tersebut

dilakukan untuk bisa mempengaruhi dan melihat respon teman-teman sebaya mereka apakah mereka menolak atau menerima informasi yang mereka sampaikan.

Peran berikutnya yang dilakukan oleh peer educator adalah untuk mempertahankan hasil perubahan perilaku yang terlihat dari upaya mereka untuk melakukan konfirmasi tindakan adopsi untuk membuat akta kelahiran oleh anak jalanan kepada orang tua mereka. Hal tersebut dilakukan guna memastikan bahwa anak jalanan sadar dan sepenuhnya mengerti bahwa apa yang mereka lakukan merupakan hal yang tepat.

Faktor pendukung utama agar para peer educator bisa menjalankan perannya adalah kedekatan dengan anak-anak jalanan/teman sebayanya. Kedekatan dengan teman sebaya sangat membantu peer educator untuk bisa menjangkau teman-teman sebayanya dan mengomunikasikan perihal akta kelahiran tersebut kepada

(10)

(MITA RACHMAWATI, ETY RAHAYU)

mereka. Faktor pendukung lainnya adalah dukungan dari rumah singgah yang direfleksikan melalui pemberian bantuan dalam rangka menjangkau teman-teman sebaya di wilayah program.

Faktor penghambat utama agar para peer educator bisa menjalankan perannya adalah pengaturan waktu, mengingat semua peer educator sedang menjalankan masa sekolah mereka dan ditambah dengan ekstrakurikuler setelah jam sekolah serta beberapa kegiatan lain yang dilakukan disekitar rumah seperti pengajian, band, dan sebagainya. Kegiatan yang secara reguler dan cukup banyak ini membuat waktu mereka semakin sempit dan terbatas. Oleh sebab itu, para peer educator mempunyai waktu yang sangat singkat untuk bisa bertemu dengan teman sebayanya dan melakukan interaksi.

PEMBAHASAN

Peran peer educator dalam program akta kelahiran anak jalanan

Flanagan & Mahler (1983) mengemukakan bahwa proses pemilihan atau seleksi peer educator merupakan salah satu proses yang sangat penting sebelum memulai aktivitas peer. Seseorang yang ingin menjadi peer educator sebaiknya memiliki beberapa kriteria, seperti mudah berkomunikasi, punya kepribadian yang baik, kemampuan mendengar yang baik, percaya diri, dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya. Seperti apa yang dikemukakan oleh Flanagan dan Mahler (1983), berdasarkan hasil temuan lapangan yang dijelaskan pada bab sebelumnya, peer educator dalam rumah singgah dipilih melalui proses seleksi berdasarkan beberapa kriteria yang ditetapkan, seperti mudah berkomunikasi, mudah bergaul, dan memiliki komitmen untuk membantu teman.

Peer educator yang terpilih kemudian diberikan penguatan kapasitas, seperti topik komunikasi,

perubahan perilaku, dan kemampuan untuk memecahkan masalah oleh rumah singgah. Hal ini dilakukan rumah singgah untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan dari peer educator dalam menjalankan tugas mereka ke depannya. Flanagan & Mahler (1983) menyatakan bahwa pelatihan merupakan salah satu cara untuk mengembangkan peer educator. Pelatihan dapat diberikan dalam beberapa cara, termasuk sesi setengah hari yang tersebar selama periode yang diperpanjang atau sesi sehari penuh selama satu minggu atau lebih. Terlepas dari jadwal apa yang pilih, pelatihan formal harus dilengkapi dengan pelatihan dan pengawasan. Rumah singgah melakukan pelatihan selama seminggu penuh terhadap sesi-sesi tersebut dalam rangka pengembangan

peer educator. Pelatihan yang dibuat selama satu minggu penuh tersebut menghabiskan waktu sekitar 4 jam

atau lebih untuk menghabiskan suatu topik pelatihan.

Peer educator memiliki beberapa peran di dalam program akta kelahiran anak jalanan. salah satu peran

tersebut diantaranya adalah untuk menyosialisasikan informasi kepada teman sebayanya (anak jalanan) tentang akta kelahiran. Informasi tersebut adalah tentang apa itu akta kelahiran, mengapa akta kelahiran itu penting, apa saja manfaat yang bisa didapatkan dengan membuat akta kelahiran, apa saja syarat-syarat yang dibutuhkan dalam membuat akta kelahiran, dan bagaimana proses atau tahapan-tahapan di dalam membuat akta kelahiran. Flanagan & Mahler (1983) menyatakan bahwa salah satu fungsi yang bisa dilakukan seorang pendidik sebaya adalah menyampaikan informasi kepada individu atau teman dikelompoknya. Peer educator mungkin membutuhkan lebih banyak pengawasan dan dukungan daripada mereka yang bertemu teman sebaya dengan santai. Selain itu, mereka yang menghadapi situasi sulit secara emosional mungkin juga memerlukan lebih banyak dukungan.

(11)

Sebagaimana yang disampaikan oleh Suwarjo (2008) bahwa salah satu peran dari peer educator adalah sebagai konselor yang bermakna bahwa teman/kelompok sebaya memiliki kesempatan untuk menceritakan balik atau menceritakan kembali hal-hal mencakup masalah yang sedang dihadapi. Peer educator sebagai konselor memegang peranan penting sebagai tempat di mana kelompok sebaya atau teman sebaya bisa menceritakan masalah mereka dan peer educator memiliki peran untuk mendengarkan dengan baik sesuai dengan kemampuan komunikasi yang mereka miliki. Selain itu, peer educator juga memiliki kesempatan untuk memberikan respon terhadap informasi yang sudah mereka dapatkan dari teman-teman sebaya mereka. Peran peer educator sebagai konselor memerlukan kemampuan untuk mendengarkan masalah dengan baik, memahami masalah dengan baik, dan juga memiliki kemampuan untuk merespon dengan baik informasi yang mereka dapatkan dari teman sebaya. Kemampuan yang dibutuhkan seperti ini merupakan kebutuhan yang memang menjadi syarat yang dibutuhkan untuk menjadi seorang peer educator sebagaimana yang dikemukakan oleh Tang & Funnel (2011).

Flanagan & Mahler (1983) menyatakan bahwa salah satu ukuran keberhasilan seorang peer educator bukan hanya melalui proses seleksi dan pelatihan yang tepat, tetapi juga dilihat dari sejauh mana seorang peer

educator mampu untuk memotivasi teman atau kelompok sebayanya. Peer educator yang mencoba untuk

memotivasi (meyakinkan) anak jalanan bahwa membuat akta kelahiran merupakan sesuatu yang mudah dan cepat merupakan salah satu peran yang mereka lakukan.

Peer educator yang mencoba untuk memotivasi teman sebaya mereka juga merupakan salah satu upaya

mereka untuk mengubah perilaku dari teman sebaya mereka. Seperti apa yang disampaikan oleh Flanagan dan Mahler (1983) bahwa peer educator diharapkan dapat memotivasi teman di kelompok mereka dan berupaya untuk mendukung perubahan perilaku yang terjadi di dalam kelompok atau lingkungannya.

Perubahan perilaku pada anak jalanan masuk ke dalam kategori sebagai pengadopsi. Hal tersebut bermakna bahwa mereka secara tidak langsung melihat peer educator yang merupakan teman sebaya mereka sebagai salah satu contoh rekan-rekan yang sudah terlebih dahulu mengadopsi inovasi yang dalam hal ini adalah memiliki akta kelahiran. Everett M. Rogers (1983) menyatakan bahwa individu yang lebih inovatif tidak memiliki preseden untuk mengikuti ketika mereka mengadopsi, sementara pengadopsi kemudian dikelilingi oleh rekan-rekan yang telah mengadopsi inovasi. Teman-teman sebaya ini dapat bertindak sebagai percobaan psikologis atau contoh dari suatu pengadopsi (Buku Difusi Inovasi, halaman 231).

Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Everett M Rogers (1983) bahwa dalam tahapan persuasi suatu individu akan menjadi lebih terlibat secara psikologis dengan suatu inovasi yang ditawarkan. Dalam tahapan ini, suatu individu akan lebih aktif untuk mencari informasi lebih lanjut tentang inovasi yang ditawarkan tersebut dan hal itu yang kemudian akan menentukan lebih lanjut bagaimana seseorang individu tersebut menginterpretasikan informasi yang diterima tersebut. Individu akan mempertimbangkan berbagai atribut yang melekat atau merupakan ciri dari inovasi tersebut, seperti keuntungan relatif (manfaat), kompatibilitas (kesesuaian), dan kompleksitas (kerumitan).

Seorang calon pengadopsi juga akan mempertimbangkan apa yang menjadi konsekuensi dari inovasi yang ditawarkan. Hal tersebut merupakan peran penting dari peer educator di dalam menjembatani pertimbangan-pertimbangan yang sedang dialami oleh teman mereka di mana mereka juga akan mengajukan banyak pertanyaan-pertanyaan agar mereka bisa benar-benar memastikan bahwa semua informasi yang mereka terima memberikan manfaat lebih baik dibanding kondisi-kondisi yang dialami pada hari-hari sebelumnya.

Mayoritas peer educator mengakui bahwa mereka mendapatkan respon yang positif/baik dari teman sebayanya, walaupun ada sebagian kecil yang merasa bingung dan sedikit yang menolak. Kemudian, peer

(12)

(MITA RACHMAWATI, ETY RAHAYU)

educator menjalankan perannya untuk mengonfirmasi keputusan anak jalanan tersebut untuk bisa memastikan

bahwa mereka sudah membuat keputusan dengan pertimbangan matang.

Mayoritas anak jalanan yang memutuskan untuk mengadopsi inovasi yang ditawarkan oleh peer

educator untuk membuat akta kelahiran merupakan anak jalanan yang ditemui oleh peer educator secara

langsung di luar rumah, sehingga komunikasi yang dibangun secara interpersonal atau komunikasi dua arah juga berjalan dengan baik.

Alasan anak jalanan memutuskan untuk menerima informasi tentang akta kelahiran dan mengadopsinya adalah karena mereka menjadi paham manfaat atau kegunaan akta kelahiran setelah menerima informasi tentang akta kelahiran dari peer educator. Anak jalanan merasakan sepenuhnya kebutuhan untuk membuat akta kelahiran.

Sebagian kecil anak jalanan yang bingung merasa bahwa belum mengerti sepenuhnya apa yang disampaikan oleh peer educator tersebut memerlukan waktu yang lebih lama untuk bisa memahami informasi yang disampaikan, sehingga perlu beberapa kali pengulangan informasi yang disampaikan oleh peer educator sampai pada akhirnya mereka bisa mengerti informasi tersebut dan menerimanya. Sebagian kecil juga terdapat anak jalanan yang langsung menolak karena menganggap bahwa proses pembuatan akta kelahiran sulit dan memakan waktu lama dan biaya yang mahal.

Everett M. Rogers (1983) menyatakan bahwa penting untuk mengingat bahwa proses pengambilan keputusan inovasi dapat secara logis mengarah pada keputusan penolakan untuk adopsi. Faktanya, setiap tahap dalam proses adalah titik penolakan potensial. Misalnya, mungkin untuk menolak suatu inovasi pada tahap pengetahuan hanya dengan melupakannya setelah kesadaran awal dan penolakan dapat terjadi bahkan setelah keputusan sebelumnya untuk diadopsi. Bila melihat respon anak-anak jalanan yang sebagian besar memutuskan untuk menerima dan sebagian kecil memutuskan untuk menolak, merupakan refleksi dari apa yang telah dikemukakan Rogers sebelumnya bahwa dalam suatu proses pengambilan keputusan inovasi, terdapat kemungkinan terjadinya penolakan.

Para anak jalanan yang sudah mengimplementasikan upaya/tindakan untuk mengomunikasikan perihal akta kelahiran menceritakan pengalaman mereka kembali kepada peer educator untuk mendapatkan masukan atau pandangan yang lebih jauh dari para peer educator terkait bagaimana untuk menyikapi respon orang tua yang mereka dapatkan, termasuk mendapatkan opini kedua setelah mereka meyakini bahwa keputusan yang mereka lakukan sudah tepat.

Everett M. Rogers (1983) menyatakan bahwa keputusan untuk mengadopsi atau menolak bukan tahap akhir dalam proses keputusan-inovasi. Tahap konfirmasi berlanjut setelah keputusan untuk mengadopsi atau menolak untuk waktu yang tidak terbatas dalam waktu. Sepanjang tahap konfirmasi, individu berusaha menghindari keadaan disonansi (perasaan ketidaknyamanan) atau untuk menguranginya jika itu terjadi, sebagaimana yang dilakukan anak jalanan untuk mengurangi disonansi tersebut, dengan menceritakan kembali pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan orang tua dan meminta pendapat dari peer educator untuk juga meyakini bahwa apa yang mereka lakukan sudah tepat.

Berdasarkan hasil diskusi dengan anak jalanan, mereka semua meyakini bahwa apa yang mereka lakukan sudah tepat. Mereka meyakini bahwa keputusan mereka untuk berbicara dengan orang tua perihal akta kelahiran sudah tepat dan inovasi untuk bisa memiliki akta kelahiran merupakan suatu inovasi/gagasan yang bagus. Dalam tahapan ini, peran peer educator sangat krusial untuk bisa menetralisir kekuatiran-kekuatiran yang terjadi dan juga meredam potensi ketidaknyamanan yang mungkin saja terjadi, sebab apabila terjadi

(13)

ketidaknyamanan, bukan tidak mungkin bahwa itu juga akan berdampak pada perubahan perilaku dari individu tersebut.

Terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi peer educator dalam menjalankan perannya, diantaranya adalah terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor yang mendukung peer educator di dalam menjalankan perannya adalah adanya kedekatan dengan teman sebaya yang membuat mereka menjadi lebih leluasa untuk bisa berinteraksi/berkomunikasi, berbagi informasi, atau bertukar pikiran. Melalui kedekatan yang sudah ada sebelumnya, itu akan sangat memudahkan peer educator dalam penyampaian informasi tentang akta kelahiran, memotivasi teman sebaya mereka, dan sampai pada membantu mereka untuk mengambil keputusan yang penting terkait penentuan keputusan apakah mereka akan mengadopsi inovasi tentang akta kelahiran tersebut atau tidak.

Faktor pendukung lainnya adalah keleluasaan/independensi peer educator dalam menjalankan perannya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pendekatan peer educator yang menjadi salah satu objek penelitian ini merupakan pendekatan yang memang tidak berada di dalam rancangan/desain program, melainkan muncul seiring implementasi program berjalan.

Faktor penghambat utama adalah manajemen waktu atau pengaturan waktu, mengingat semua peer

educator saat ini sedang dalam masa pendidikan belajar/bersekolah. Sehubungan dengan kondisi rutinitas

sehari-hari, maka sulit untuk membagi waktu untuk bisa berinteraksi secara personal dan secara intens dengan teman-teman sebaya di lingkungannya, sehingga hal tersebut berdampak pada keterbatasan interaksi dengan teman-teman sebayanya pada saat jadwal sekolah. Kesempatan terbaik mereka untuk bisa berinteraksi dengan teman sebayanya adalah pada hari Sabtu-Minggu ketika mereka lebih banyak meluangkan waktu untuk bisa berdiskusi santai dan berinteraksi dengan teman-teman mereka di lingkungannya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil studi tentang peran peer educator di dalam program akta kelahiran, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut; seleksi dan penguatan kapasitas yang dilakukan oleh rumah singgah kepada para peer educator terbukti cukup efektif dalam mempersiapkan peer educator untuk menjalankan tugas-tugas dan perannya meskipun peer educator tidak dilatih secara khusus oleh program akta kelahiran tersebut karena memang tidak ada dalam desain program tersebut.

Peer educator berperan dalam menyebarluaskan informasi kepada anak jalanan dengan melakukan

sosialisasi tentang akta kelahiran kepada teman-teman sebayanya dan menyampaikan informasi tentang apa itu akta kelahiran, mengapa akta kelahiran itu penting, apa syarat-syarat yang diperlukan untuk membuat akta kelahiran, dan apa saja tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk bisa membuat akta kelahiran.

Peer educator juga berperan sebagai konselor yang juga menjadi tempat bagi anak-anak jalanan

lainnya untuk menceritakan masalah mereka. Sebagai konselor, pendidik sebaya berfungsi selain mendengarkan masalah yang dihadapi oleh teman-teman sebaya, tetapi juga berfungsi untuk membantu teman sebaya melalui pemberian nasihat atau masukan kepada mereka agar dapat mengatasi masalah tersebut.

Peer educator berperan sebagai seorang motivator yang berusaha untuk meyakinkan dan memberikan

kalimat-kalimat positif yang bisa memotivasi anak jalanan untuk bisa mengadopsi apa yang sudah peer

educator lakukan.

Peer educator juga berperan di dalam memengaruhi putusan inovasi anak jalanan. Peer educator

berperan dalam meningkatkan pengetahuan anak jalanan terhadap akta kelahiran, berperan dalam mengajak teman-teman sebayanya untuk bisa juga membuat akta kelahiran seperti mereka, berperan dalam memengaruhi keputusan anak jalanan untuk bisa menerima informasi yang disampaikan tentang akta kelahiran, berperan

(14)

(MITA RACHMAWATI, ETY RAHAYU)

dalam membantu anak jalanan mengimplementasikan keputusannya dengan mengomunikasikan perihal akta kelahiran dengan orang tua temannya, dan juga berperan untuk membantu anak jalanan agar dapat mengonfirmasi bahwa tindakan yang mereka lakukan sudah tepat.

Faktor pendukung utama untuk para peer educator bisa menjalankan perannya adalah kedekatan dengan anak-anak jalanan/teman sebayanya. Kedekatan dengan teman sebaya sangat membantu peer educator untuk bisa menjangkau teman-teman sebayanya dan mengomunikasikan perihal akta kelahiran tersebut kepada mereka. Faktor pendukung lainnya adalah dukungan dari rumah singgah yang direfleksikan melalui bantuan di dalam menjangkau teman-teman sebaya di wilayah program.

Faktor penghambat utama untuk para peer educator bisa menjalankan perannya adalah pengaturan waktu, mengingat semua peer educator sedang menjalankan masa sekolah mereka, ditambah dengan ekstrakurikuler setelah jam sekolah, juga beberapa kegiatan lain yang dilakukan di sekitar rumah seperti pengajian, band, dan sebagainya. Kegiatan yang secara reguler dan cukup banyak ini membuat waktu mereka semakin sempit dan terbatas. Para peer educator mempunyai waktu yang sangat singkat untuk bisa bertemu dengan teman sebayanya dan melakukan interaksi. Pun demikian dengan para anak jalanan yang juga punya kesibukan masing-masing, sehingga makin sulit untuk bisa mengatur dan meluangkan waktu untuk berkomunikasi satu sama lain. Sampai sekarang hal tersebut masih menjadi momok bagi peer educator.

REFERENSI

Ajzen, I., & Fishbein, M. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research,

129-385, Addison-Wesley, Reading, MA. 1975.

Alston, Margareth and Wendy Bowles. Research for social workers: An introduction to methods. Australia:

Allen and Unwin. 1998.

Antusiasme Anak Jalanan Mengikuti Progam Pendidikan Luar Sekolah di Sanggar Alang-alang Surabaya,

(Surabaya: Tesis, 2005), hal 17.

Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Kebijakan Kepegawaian Negara dalam Rangka Penyelenggaraan

Pemerintahan Pasca Pemilu. 1999. Halaman. 1-2

Best. John W. Research Methodology for Education. 1998.

Bogdan, RC and Biklen. Qualitative Research for Education. An introduction to Theory and Methods,

Boston. 1982.

Bogdan, Robert dan Steven J. Taylor. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. 1992. Cohen Bruce J. Peranan, Sosiologi Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta. 2009.

Cowie, Helen & Wallace, Patti. Peer Support in Action: From Bystanding to Standing By. London: Sage

Publications. 2000.

Departemen Sosial. Tinjauan Rumah Singgah. 1998.

Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Laporan

Tahunan. 2012.

(15)

Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri. Laporan Tahunan.2012. Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri. Rencana Strategis. 2011 semua

anak Indonesia punya akta kelahiran. 2008.

Everett M. Rogers. 1983. Diffusion of Innovations. London: The Free Press

Flanagan & Mahler, Peer Education and HIV/AIDS: Concept, Uses and Challenges. Geneva, Switzerland. 1999

Friedlander, Walter A. Introduction to Social Welfare, 2nd. 1967.

Friedman, Marilyn M. Buku ajar keperawatan keluarga: Riset, Teori dan Praktek. Jakarta: EGC. 2010.

Guide to the Convention on The Rights of The Child. Jakarta. 1990.

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional. Sustainable Development Goals. 2012.

Mc Millan & Schumacher. Research in Education: A conceptual introduction (5th Edition). New York. Longman. 2003.

Miles dan Huberman. Qualitative Data Analysis : A Source Book for New Methods. 1984.

Neuman, W.L. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach, 6th ed. Boston: Allyn and

Bacon. 2006.

Paul Spicker. Poverty and the Welfare State. 1995.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9. Percepatan dalam kepemilikan akta kelahiran. 2016. Peraturan Presiden Nomor 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara. 2015.

Peraturan Presiden Nomor 25. Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil Ayat

51. 2008.

Piaget, Jean, & Barbel Inhelder, Psikologi Anak, Terj. Miftahul Jannah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet. 1, 2010.

Pusat Kajian Psikologi Universitas Airlangga. Pelanggaran Hak Anak. 1999. Strauss, Anselm & Juliet Corbin. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. 2003.

Suwarjo. 2008. Pembelajaran Kooperatif dalam Apresiasi Prosa Fiksi. Malang: Surya Pena Gemilang UNAIDS. Uniting the world Against AIDS Education in School. 2006.

Wiwin Yulianingsih, Pembinaan Anak Jalanan di Luar Sistem Persekolahan: Studi Kasus Youth Education Network. 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Endang Christine Purba Program Biologi Konservasi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok 16424, Jawa

Dalam meneliti pergumulan-pergumulan yang mendasari lahirnya Pelangi Indonesia dan meneliti implementasi dari filosofi yang dimiliki Pelangi Indonesia, penyusun membatasi pada

Walaupun sebaran terumbu karang dan hutan bakau tidak merata tetapi yang terdapat di Teluk Wondama termasuk masih baik, dengan tingkat pelumpuran di bagian Utara lebih

1. Gergorius Satria Matriatmoko, 03 05 08319, Fakultas Hukum Universsitas Atmajaya Yogyakarta, tahun 2006, judul “Analisis Yuridis Mengenai Perlindungan Hukum Bagi Nasabah

Metode gradien q dan N menunjukkan estimasi yang konsisten lebih rendah diantara ketujuh metode di seluruh wilayah Indonesia, nilai median ketinggian PBL ditemukaan di

Pada pukul 14.00 melakukan pengkajian kekuatan otot data subyektif pasien mengtakan ekstermitas atas dan bawah bagian kiri masih belum dapat bergerak, data

Ada hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan keterampilan proses terhadap hasil belajar kimia yang menerapkan Pendekatan Inkuiri Terbimbing pada

Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (puskesmas dan jaringannya) dan fasilitas kesehatan swasta yang bekerjasama dengan Tim