• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INSEKTISIDA ALAMI UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennts) TERHADAP MORTALITAS KECOA. Oleh. Corresponding author :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH INSEKTISIDA ALAMI UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennts) TERHADAP MORTALITAS KECOA. Oleh. Corresponding author :"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INSEKTISIDA ALAMI UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennts) TERHADAP MORTALITAS KECOA

Oleh

Nelly Apriyani1, Nopa Nopiyanti2, Hj. Ivoni Susanti3 1

Alumni Program Studi Biologi, STKIP-PGRI Lubuklinggau

2

Dosen Pembimbing Utama, 3Dosen Pembimbing Pembantu

Corresponding author : zulfatulhanifah@gmail.com

Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam STKIP PGRI Lubuklinggau

ABSTRACT

The study was entitled "The Influence of Natural Insecticide Tuber Gadung (Dioscorea hispida Dennts) Against Cockroach Mortality". This study aims to determine the effect of natural insecticides of gadung tubers (Dioscorea hispida Dennts) to cockroach mortality. This study used a type of pure experimental research with Completely Randomized Design (RAL) consisting of five treatments and five replications. The treatments were P0 (control), P1 with concentration 35%, P2 with 45% concentration, P3 with concentration 55%, P4 with 65% concentration. Based on One Path Anava Test showed the result that is Fhitung

(9,71)> Ftabel (4,43). Then it can be stated that H0 is rejected and H1 received

shows very significant result (α = 0,01). The results showed that there was effect of natural insecticide of gadung tuber (Dioscorea hispida Dennts) to cockroach mortality.

Keywords: Natural insecticides, gadung tubers (Dioscorea hispida Dennts), cockroaches

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Insektisida Alami Umbi Gadung (Dioscorea

hispida Dennts) Terhadap Mortalitas Kecoa”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh insektisida alami umbi gadung (Dioscorea hispida Dennts) terhadap mortalitas kecoa. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen murni dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dan lima ulangan. Perlakuannya adalah P0 (kontrol), P1 dengan konsentrasi 35%, P2 dengan konsentrasi 45%, P3 dengan konsentrasi 55%, P4

(2)

dengan konsentrasi 65%. Berdasarkan Uji Anava Satu Jalur menunjukkan hasil yaitu Fhitung (9,71) > Ftabel (4,43). Maka dapat dinyatakan bahwa H0 ditolak dan H1

diterima menunjukan hasil yang sangat signifikan (α = 0,01). Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh insektisida alami umbi gadung (Dioscorea

hispida Dennts) terhadap mortalitas kecoa.

Kata Kunci : Insektisida alami, umbi gadung (Dioscorea hispida Dennts), kecoa

PENDAHULUAN

Hampir setengah populasi manusia di dunia terinfeksi dengan penyakit yang ditularkan oleh vektor dan menimbulkan angka kesakitan serta mortalitas yang tinggi. Penyebaran penyakit-penyakit tersebut sangat tidak proporsional, dengan dampak yang terkait di negara berkembang baik di daerah tropis maupun subtropis (Beriajaya, 2016:275-276).

Menurut Komariah, dkk (2010:34) sekitar 10 juta spesies serangga yang hidup di dunia dan telah terindifikasi sekitar 1 juta spesies. Dari 1 juta spesies ada beberapa spesies serangga yang juga merupakan vektor pembawa suatu penyakit. Salah satu dari vektor tersebut adalah kecoa yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kesehatan manusia. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Amalia dan Idham (2010:67) bahwa kecoa menyebarkan berbagai penyakit, menimbulkan alergi, serta mengotori dinding, buku, dan perkakas rumah tangga. Selanjutnya dikemukakan oleh Mustapa (2015:3) bahwa kecoa dapat juga memindahkan beberapa mikroorganisme patogen antara lain, Streptococcus, Salmonella dan lain-lain, sehingga mereka berperan dalam penyebaran penyakit tifus, disentri, diare, cholera, virus hepatitis a, dan polio pada anak-anak.

Berdasarkan observasi menurut salah satu warga mengatakan bahwa kecoa selalu di temukan dimana-mana. Meskipun tidak dalam jumlah banyak, namun

(3)

pasti ada kecoa di dalam rumah. Keberadaan kecoa ini berdampak negatif bagi kesehatan manusia dan mengganggu aktifitas manusia. Untuk mengendalikan atau memberantas kecoa biasanya sering menggunakan insektisida kimia.

Penggunaan insektisida kimia tersebut tanpa disadari dapat meracuni penghuninya karena asap yang mengandung insektisida. Asap ini dapat menyebar keseluruh ruangan dalam rumah. Selain itu residu yang ditinggalkan juga berbahaya bagi kesehatan (Ogg, dkk. 2006:38).

Menurut Hasanah (2012:166-167) untuk mengatasi bahaya zat kimia yaitu, dengan solusi menggunakan insektisida alami yang terbuat dari bahan alami, mudah terurai dialam, serta ramah lingkungan. Senyawa tumbuhan yang diduga berfungsi sebagai insektisida yaitu tumbuhan yang memiliki senyawa kimia atau metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang dapat dijadikan penangkal serangga antara lain dari golongan sianida, alkaloid, dan terpenoid. Santi (2010:72), mengemukakan bahwa Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida alami untuk mengendalikan serangga dan hama yaitu tumbuhan gadung. Umbi gadung bersifat racun. Sifat racun pada umbi gadung disebabkan oleh kandungan asam sianida (HCN) atau dioscorin.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi STKIP-PGRI Lubuklinggau dan waktu pelaksanaan pada bulan Mei sampai Juni 2017. Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah : toples, blender, pisau, telenan, kertas label, kain penyaring, timbangan, handspray, gelas ukur, gelas kimia, gunting, masker,

(4)

kamera, sarung tangan, karet, isolasi, alat tulis, dan kain kasa. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gadung, kecoa, aquades dan baygon.

Jenis penelitian ini menggunakan metode eksperimen murni dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh insektisida alami umbi gadung (Dioscorea hispida Dennts) terhadap mortalitas kecoa.

PROSEDUR PENELITIAN

1. Pembuatan Sari Pati Umbi Gadung

a. Umbi gadung di cuci lalu di kupas, kemudian di potong kecil-kecil. b. Umbi gadung di blender sampai halus.

c. Umbi gadung disaring dengan kain penyaring, guna untuk memisahkan ampas dengan sari pati.

d. Sari pati umbi gadung yang sudah dipisahkan dengan ampas disimpan dalam botol.

e. Sari pati umbi gadung siap digunakan sesuai dengan perlakuan (modifikasi dari Soraya, 2014:1).

2. Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah kecoa yang dibeli di toko penjual kecoa. Kecoa yang digunakan dalam 1 perlakuan berjumlah 5 ekor, jumlah seluruh kecoa yang digunakan 125 ekor untuk 25 perlakuan. Hewan uji yang digunakan benar-benar sehat dengan ciri-ciri : tidak cacat fisik (bagian tubuh lengkap) dan aktif bergerak.

(5)

Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dan 5 pengulangan. Sehingga objek penelitian dan pengamatan ini terdapat sebanyak 25 perlakuan, dengan volume insektisida pada perlakuan sebanyak 100 ml. Perlakuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1.

Perlakuan Pengaruh Insektisida Alami Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennts) Terhadap Kecoa.

No Konsentrasi Perlakuan (P)

1 100% P0 : 100 mL

2 35% P1 : 35 mL umbi gadung + 65 mL aquades.

3 45% P2 : 45 mL umbi gadung + 55 mL aquades.

4 55% P3 : 55 mL umbi gadung + 45 mL aquades.

5 65% P4 : 65 mL umbi gadung + 35 mL aquades

4. Teknik Penyemprotan

Insektisida umbi gadung yang telah disiapkan sesuai dengan perlakuan, dengan menggunakan handspray, kemudian disemprotkan kedalam toples yang berisi 5 kecoa. Teknik penyemprotan dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap perlakuan secara merata pada setiap kecoa dalam tiap-tiap perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Rerata Mortalitas Kecoa

Tabel 4.1.

Rerata Mortalitas Kecoa

No Perlakuan Ulangan X ± SD (%) 1 P0 5 5a ± 0 2 P1 5 0,6b ± 0,90 3 P2 5 1b ± 1,41 4 P3 5 1,8b ± 1,79 5 P4 5 2,2b ± 1,40 Jumlah 25 10,6 ± 5,5

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata (5%).

(6)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah keseluruhan rerata mencapai 10,6 seiring dengan penambahan konsentrasi umbi gadung pada setiap perlakuan. Semakin tinggi konsentrasi umbi gadung, semakin berpengaruh terhadap mortalitas kecoa. Tabel 4.1 menunjukan bahwa perlakuan P0 rata-rata 5, P1 rata-rata 0,6, P2 rata-rata 1, P3 rata-rata 1,8, dan P4 rata-rata 2,2.

Persentase Mortalitas Kecoa

Persentase mortalitas kecoa pada berbagai perlakuan lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.1 Persentase Mortalitas Kecoa.

Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa persentase mortalitas yang menggunakan 25 ekor kecoa (5 ekor kecoa dengan 5 pengulangan), untuk perlakuan P0 sebesar 100% hal ini membuktikan bahwa semua kecoa yang berjumlah 25 ekor mengalami kematian. Sedangkan perlakuan P1 persentase mortalitas kecoa mencapai 12% serta ada 3 ekor kecoa yang mengalami kematian. Perlakuan P2 persentase mortalitas kecoa mencapai 20% serta terdapat 5 ekor kecoa yang mengalami kematian.

Untuk perlakuan P3 persentase mortalitas kecoa mencapai 36%, dan jumlah kecoa yang mengalami kematian ada 9 ekor kecoa. Sedangkan untuk perlakuan P4

0 10 20 30

P0 P1 P2 P3 P4

Persentase Mortalitas Kecoa

Persentase Mortalitas Kecoa 100

(7)

persentase mortalitas kecoa sebesar 44% dan terdapat 11 ekor kecoa yang mengalami kematian.

Uji Normalitas

Hasil perhitungan data jumlah kecoa yang mengalami kematian antara perlakuan kontrol P0 dan perlakuan umbi gadung (Dioscorea hispida Dennts) P1, P2, P3, dan P4 menunjukan data normal ketika di Uji Normalitas dengan Uji

Lilliefors dimana dalam perhitungan Lilliefors menghasilkan L0 < Ltabel (0,1843 <

0,200 pada α = 0,01) (lampiran A), hal tersebut menyatakan bahwa H0 diterima

dan H1 ditolak, kesimpulannya yaitu data berdistribusi normal, sebagaimana

terlihat pada tabel 4.3.

Uji Homogenitas

Hasil perhitungan data jumlah kecoa yang mengalami kematian melalui Uji Homogenitas dengan menggunakan Uji Barllett, menghasilkan χhitung < χtabel

(0,092 < 13,277 pada α = 0,01) (lampiran A). Oleh karena χhitung < χtabel , maka H0

diterima dan H1 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data memiliki varians

yang sama atau homogeny, sebagaimana terlihat pada tabel 4.4.

Anava Satu Jalur

Berdasarkan perhitungan statistik dengan analisis Anava Satu Jalur diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4.

Analisis Anava Satu Jalur

Sumber varian Db JK RJK Fh Ft Kelompok (A) 4 59,84 14,96 9,71 F(0,01) = 4,43 Dalam (D) 20 30,8 1,54 Total (TR) 24 90,64 - - -

(8)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa setelah dilakukan perhitungan analisis anava satu jalur didapat nilai derajat kebebasan, jumlah kuadrat, rerata jumlah kuadrat/varian kuadrat dan Fhitung = 9,71 dan Ftabel 0,01 = 4,43. Sehingga

dapat dinyatakan bahwa nilai Fhitung > Ftabel , maka H0 ditolak dan H1 diterima

dengan menunjukan hasil yang sangat signifikan (α = 0,01), dan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh insektisida alami umbi gadung (Dioscorea

hispida Dennts) terhadap mortalitas kecoa. Uji Lanjut BJND (Beda Jarak Nyata Duncan)

Pada taraf 5% pengaruh insektisida alami umbi gadung (Dioscorea hispida

Dennts) pada perlakuan P1 berbeda tidak nyata dengan pengaruh insektisida alami

umbi gadung (Dioscorea hispida Dennts) pada perlakua P2, P3, dan P4 tetapi berbeda nyata dengan kontrol (P0).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa adanya pengaruh insektisida alami umbi gadung terhadap mortalitas kecoa dari berbagai perlakuan. Penelitian ini ada empat perlakuan konsentrasi umbi gadung yang mana perlakuan P1 (35%) mortalitas kecoa sebanyak 3 ekor, perlakuan P2 (45%) mortalitas kecoa sebanyak 5 ekor, pada perlakuan P3 (55%) mortalitas kecoa sebanyak 9 ekor, dan pada perlakuan P4 (65%) mortalitas kecoa terbanyak yaitu 11 ekor kecoa. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi insektisida alami umbi gadung maka semakin tinggi mortalitas kecoa. Tingkat mortalitas kecoa ini disebabkan karena senyawa dioscorin atau asam sianida (HCN) yang bersifat racun dalam

(9)

umbi gadung. Senyawa dioscorin atau HCN merupakan bersifat racun jika terhirup oleh serangga, maka senyawa tersebut mampu melumpuhkan serangga dengan menyerang sistem pernapasan hingga ke sistem saraf, yang dapat menyebabkan serangga mengalami kematian secara perlahan-lahan.

Hal ini didukung dengan pernyataan Santi (2010:72) bahwa sifat racun pada umbi gadung disebabkan oleh kandungan dioscorin, apabila termakan rasanya seperti tercekik, dan juga umbi gadung mengandung senyawa yang bersifat toksik sehingga umbi gadung dapat digunakan sebagai insektisida alami. Sesuai dengan pernyataan Utami dan Haneda (2012:216) mengatakan bahwa senyawa dioscorin yang terkandung dalam umbi gadung mempunyai efek insektisida.

Menurut Hasanah (2012:167-171), sifat racun pada umbi gadung disebabkan oleh kandungan dioscorin, diosgenin, dan dioscin yang dapat menyebabkan gangguan syaraf. Dioscorin juga merupakan racun yang bersifat pembangkit kejang apabila dikonsumsi oleh manusia dan hewan. Karmawati dan Kardinan (2012:21) mengatakan bahwa seluruh bagian tumbuhan umbi gadung mengandung racun. Karena pada umbinya mengandung bahan aktif dioscorin yang menyebabkan kelumpuhan pada sistem saraf.

Gambar 4.2. Alur Mortalitas Kecoa dengan Menggunakan Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennts).

Bahan aktif asam sianida (Alkaloid dioscorine) memiliki efek insektisida melalui mekanisme anticholinesterase. Anticholinesterase menyebabkan enzim

cholinesterase mengalami fosforilasi dan menjadi tidak aktif. Tidak aktifnya

Umbi Gadung HCN Sistem Pernapasa n Mortalitas Kecoa

(10)

enzim cholinesterase menyebabkan hambatan proses degradasi asetilkolin sehingga terjadi akumulasi asetilkolin di celah sinap. Selanjutnya terjadi peningkatan transmisi rangsang yang menyebabkan otot pernapasan mengalami kontraksi secara terus menerus sehingga terjadi kejang otot pernapasan dan menyebabkan kematian serangga (Iftita, 2016:24-25).

Paparan sianida yang melalui pernapasan atau kulit, diserap sehingga memasuki aliran darah dan didistribusikan dengan cepat keseluruh organ dan jaringan tubuh. Didalam sel, sianida menempelkan metaloenzim dimana-mana yang membuat sel tidak aktif. Hal ini merupakan toksisitas dari inaktivasi sitokrom oksidase, sehingga menghambat fosforilasi oksidatif mitokondria dan menghambat respirasi seluler. Pergeseran metabolisme dari aerobik ke anaerobik akan memproduksi asam laktat. Akibatnya, jaringan tubuh yang membutuhkan oksigen tertinggi akan sangat dipengaruhi oleh keracunan sianida, yang akan berefek kejang hingga terhentinya pernapasan (Doktersehat, 2016:1).

Menurut pernyataan Hayuningtyas, dkk (2014:80) bahwa senyawa sianida dapat menghambat pernapasan dan menyebabkan perkembangan sel yang tidak sempurna. Sianida juga menghambat kerja enzim ferisitokrom oksidase dalam proses pengambilan oksigen untuk pernapasan. Sehingga serangga mengalami kesulitan untuk bernapas sampai serangga mengalami kematian dengan ciri-ciri tidak bergerak lagi. Ratnasari (2014:7) mengatakan bahwa kematian serangga ditandai dengan tubuh yang apabila disentuh terasa lunak dan lemas.

Jika dibandingkan dengan perlakuan P0 (kontrol) yang menggunakan insektisida kimia berupa baygon, hanya dalam hitungan detik semua kecoa

(11)

mengalami kematian, sehingga mencapai 100%. Hal ini dikarenakan senyawa

Phyrethoid bersifat racun yang terkandung dalam baygon lebih pekat untuk

membunuh serangga dengan cepat.

Gambar 4.3. Alur Mortalitas Kecoa dengan Menggunakan Baygon. Phyrethoid yang terdapat pada baygon mampu menyerang kecoa secara

sistematis dengan menyerang sistem saraf. Hal ini didukung dengan pernyataan Fillaeli (2016:6) bahwa Phyrethoid merupakan salah satu jenis insektisida sintetik dengan beberapa jenis seperti Transflutrin, B-aletrin, Pramethrin dengan bahaya merusak sistem hormone dan dapat menghancurkan sistem endokrin. Sesuai dengan pernyataan Aditama (2012:9-10) yang menyatakan bahwa jenis insektisida ini juga bekerja mengganggu sistem saraf. Golongan Synthetic phyrethoid SP banyak digunakan untuk mengendalikan serangga vektor untuk serangga dewasa. Contoh dari Phyrethoid ini berupa Metoflutrin, Transflutrin, D-fenotrin,

Permetrin, Sipermetrin, Deltametrin, dan lain-lain.

Penggunaan insektisida kimia lebih efektif untuk membunuh kecoa, namun berdampak negative untuk kesehatan manusia dan juga lingkungan. Kerena, senyawa Phirethoid yang terkandung dalam baygon tidak mudah terurai di alam. Tetapi jika dibandingkan dengan insektisida alami umbi gadung yang mengandung senyawa dioscorin atau HCN, lebih ramah lingkungan dan zat pestisidik lebih cepat terurai di alam.

Sesuai dengan pernyataan Aditama (2012:1) bahwa pada dasarnya semua insektisida adalah racun, sehingga harus mempertimbangkan aspek keamanan

Baygon

(12)

bagi kesehatan masyarakat serta lingkungan. Kemudian dikemukakan oleh Hernayanti (2016:4) menyatakan bahaya pestisida terhadap kesehatan manusia berdampak pada kerusakan lingkungan, residu pestisida sintetik baik dalam jangka panjang maupun pendek. Salah satunya adalah menghambat perkembangan kognitif.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada pengaruh insektisida alami umbi gadung (Dioscorea hispida Dennts) terhadap mortalitas umbi gadung.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y. 2012. Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam

Pengendalian Vektor. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Amalia, H. dan Idham, S.H. 2010. Preferensi Kecoa Periplaneta americana (L.) (Blattaria: Blattidae) Terhadap Berbagai Kombinasi Umpan. Perhimpunan Entomologi Indonesia. Jurnal entomologi Indonesia. Volume 7 No.2:67-77. Beriajaya. 2016. Peranan Vector Sebagai Penular Penyakit Zoonosis. (online).

http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fulteks/lokakarya/lkzo05-44.pdf. (diakses 6 Desember 2016).

Doktersehat. 2016. Toksisitas Sianida – Sejarah Sianida, Metabolisme Keracunan Dalam Tubuh, Dan Penanganan. (Online). http://doktersehat.com/toksisitas-

sianida-sejarah-sianida-metabolisme-keracunan-dalam-tubuh-dan-penanganan/#ixzz4oTrGR1jf. (diakses 5 Agustus 2017).

Fillaeli, A. 2016. Bahaya Yang Tergkandung Di dalam Obat Nyamuk. (online). http://staffnew.uny.ac.id/upload/197905222008122003/pengabdian/bahaya-obat-nyamuk.pdf. (diakses 12 Juli 2017).

Hasanah, M. 2012. Daya Insektisida Alami Kombinasi Perasan Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) Dan Ekstrak Tembakau (Nicotiana tabacum L). Journal Akad Kim. Volume 1 No.4:166-173.

(13)

Hayuningtyas, T. R., Yuliani & Reni A. 2014. Penggunaan Kombinasi Filtrate Umbi Gadung, Daun Sirsak, Dan Herba Anting-Anting Untuk Pengendalian Ulat Grayak. Jurnal. Lentera Bio. Volume 3 No.1:77-81.

Hernayanti. 2016. Bahaya Pestisida Terhadap Lingkungan. Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoed.

Iftita, F. A. 2016. Uji Efektivitas Rendaman Daun Singkong (Manihot utilissima) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti Dengan Metode Elektrik Cair. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal). Volume 4 No.2:20-29.

Karmawati, E, & Kardinan, A. 2012. Pestisida Nabati. Bogor: Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan.

Komariah., Seftiani P & Tan M. 2010. Pengendalian Vektor. Jurnal Kesehatan

Bina Husada. Volume 6 No.1:34-43.

Mustapa, N. F. 2015. Uji Efektifitas Perasan Buah Pinang (Arecha Catechu L)

Sebagai Insektisida Kecoa (Periplaneta Americana). Artikel.

http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/view/11341. (diakses 29 September 2016).

Ogg, B., Clyde O & Dennis F. 2006. Cockroach Control Manual. Lancaster County : University of Nebraska–Lincoln Extension.

Ratnasari, A. 2014. Efisiensi Larutan Antiseptik Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromatikum L) Untuk Mortalitas Kecoa Sebagai Hama Pemukiman. Jurnal. Volume 6 No.12:3-8.

Santi, S.R. 2010. Senyawa Aktif Antimakan Dari Umbi Gadung (Dioscorea

hispida Dennts). Jurnal Kimia. Volume 4 No.1:71-78.

Soraya, S. 2014. Pemanfaatan Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennts) Sebagai

Pestida Nabati. (online).

www.lazuardi-high.sch.id/2014/11/pemanfaatan-umbi-gadung-dioscorea.html. (diakses 7 desember 2016).

Utami, S & Haneda N, F. 2012. Bioaktifitas Ekstrak Umbi Gadung Dan Minyak Nyamplung Sebagai Pengendali Hama Ulat Kantong (Pteroma plagiophleps Hampson). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Volume 9 No.4:209-218.

Gambar

Gambar 4.1 Persentase Mortalitas Kecoa.
Gambar 4.3. Alur Mortalitas Kecoa dengan Menggunakan Baygon.

Referensi

Dokumen terkait

Organisasi ini berkedudukan di Jakarta sebagai Tingkat Pusat dan dapat dibentuk – mempunyai anggota ditiap Propinsi, Kabupaten serta Kotamadya di seluruh Indonesia, yang

Menurut saya prosedur penyetoran dana pada BPRS Jabal Nur Surabaya sudah sesuai dengan bank syariah lainnya yaitu penyetoran dana harus dilakukan sendiri oleh pemilik

Menutut KUH Perdata Pasal 1150 disebutkan, Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya

modal. dan korangnya kc:mampuall dalam pengembang:m usaha, scr1. kurangnya pernaharnan etika bisnis tIan disiplin. Masalah Ck&lt;lemal misalnya adalah iklim usaha yang hltang

Waktu penyelesaian proyek tidak dapat dikurangi kecuali bila satu atau lebih. kegiatan dijalur kritis dapat

menata atau menyusun ruang-ruang di dalam kompleks bangunan institut mode yang disesuaikan dengan fungsi ruangnya supaya kegiatan belajar mengajar di bidang

Sesuai RTRW Kabupaten Minahasa Selatan wilayah Desa Kapitu - Teep diperuntukkan sebagai kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi dan Sub-Pusat

pembukaan lahan; ii) penanaman; iii) perawatan; dan iv) pemanenan. Maka, keempat topik tersebut dapat dijadikan prioritas penyuluhan bagi laki-laki. Sementara, dalam pengelolaan