• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AGITASI PASKA ANESTESI

Pembedahan dan anestesi dapat menimbulkan stress emosional pada anak dan orang tua. Hal ini dapat terjadi pada saat preoperatif dan post operatif. Untuk meminimalisasi stress emosional anestesi dan pembedahan, anestesiologis harus memahami perkembangan mental anak dan bagaimana caranya untuk mengatasi hal ini. 19-24

Senyawa inhalasi telah menjadi tulang punggung anestesi umum pada pasien pediatrik sejak anestesi umum pertama kali diberikan kepada pasien pediatrik pada pertengahan abad ke-19.1 Karena baunya yang menyenangkan,

iritabilitas saluran nafas minimal dan menjadikan sevoflurane sangat baik untuk induksi inhalasi. Induksi dan pemulihan yang cepat, serta mudahnya pengendalian kedalaman anestesi membuatnya sebagai obat anestesi yang ideal untuk anestesi pediatrik. Pemulihan dari anestesi umum lebih cepat dengan sevoflurane dan telah terbukti pada sebagian besar penelitian, karena kelarutan yang rendah dan eliminasi sevoflurane lebih cepat daripada obat anestesi inhalasi lainnya. 1,25

Saat pemulihan anestesi diidentifikasi adanya agitasi dan merupakan masalah pada anak. Manifestasinya bisa berupa perubahan perilaku, mulai dari menangis, iritabel sampai kehilangan kendali yang berat, dan keadaan ini pada puncaknya bisa beresiko melukai diri sendiri. Prevalensi terjadinya agitasi berkisar antara 10-67%. Agitasi adalah suatu tingkat kesadaran yang mengalami disosiasi sehingga anak menjadi tidak tenang, iritatif, tidak bisa diatur, atau tidak bisa bekerja sama. Secara karakteristis, anak ini tidak mengenali atau mengidentifikasi orang atau beda yang telah dikenal baik olehnya. Para orang tua yang menyaksikan keadaan ini biasanya menyatakan bahwa perilaku ini tidak biasa dan bukan merupakan kebiasaan anak mereka. 3

(2)

Kejadian agitasi lebih besar pada anak yang diberi anestesi dengan sevoflurane dibandingkan dengan anak yang diberi anestesi dengan halotan. Sevoflurane dapat mempredisposisi pasien tertentu ke paranoid. Faktor-faktor yang menyebabkan agitasi pada anak ini di antaranya adalah usia, obat inhalasi, perilaku sebelum operasi, cemas, peranan orang tua saat bangun dari anestesi, obat-obatan tambahan, nyeri dan jenis operasi. 3,25,26

2.1.1 Etiologi

Etiologi terjadinya agitasi belum dapat diketahui dengan pasti. Namun ada beberapa hal yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya agitasi.

2.1.1.1 Faktor Yang Berhubungan Dengan Anestesi a. Pulih sadar yang cepat

Agitasi paska anestesi terlihat lebih sering terjadi pada anestesi inhalasi yang baru, solubilitas lebih rendah seperti desflurane dan sevoflurane. Ada satu postulasi yang menyatakan bahwa pulih sadar yang cepat setelah penggunaan anestesi inhalasi dengan solubilitas rendah menginisiasi terjadinya agitasi paska anestesi di mana pasien anak biasanya tidak mengenali lingkungan sekitarnya sehingga terjadi perubahan perilaku yang agresif. Anak yang sudah besar dan dewasa dapat berorientasi terhadap perubahan lingkungan dengan baik, namun anak yang belum memasuki usia sekolah (preschool-aged) lebih rentan terhadap stress dalam menghadapi perubahan lingkungan, cenderung menjadi agitasi dan delirium. 25,26 b. Karakteristik Intrinsik dari Anestetik

Banyak peneliti mendokumentasikan bahwa agitasi/delirium paska anestesi setelah sevoflurane lebih banyak daripada paska anestesi dengan halotan. Sangat sedikit studi yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan di antara ke dua agen inhalasi tersebut.25

Beberapa peneliti berpendapat ada 2 karakteristik unik dari sevofluran yang mampu menimbulkan agitasi paska anestesi. Yang pertama, sevoflurane

(3)

memberikan efek samping yang mengiritasi susunan syaraf pusat. Yang kedua, walaupun produk degradasi sevoflurane tidak menimbulkan kerusakan organ, namun masih sangat sedikit data yang memperlihatkan interaksi obat dengan medikasi lainnya. Aktivitas gelombang epilepsi telah dilaporkan terdapat pada pasien yang menghirup sevoflurane. Namun kasus yang terjadi masih sangat sedikit dan sporadik.25,27,28

Agitasi paska anestesi tidak hanya terdapat pada sevoflurane dan desflurane namun juga isoflurane walaupun dengan jumlah yang lebih sedikit. Anak yang mendapat anestesi inhalasi dengan sevoflurane/isoflurane untuk induksi maupun rumatan akan mendapatkan kemungkinan terjadinya agitasi paska anestesi 2 kali lipat daripada menggunakan anestesi regimen lain. Dengan pertimbangan adanya perubahan gelombang EEG yang diakibatkan sevoflurane yang mirip dengan gelombang EEG yang diakibatkan isoflurane dan desflurane, namun berbeda dengan gelombang EEG yang diperlihatkan oleh halothan. Oleh karena itu agitasi paska pulih sadar ini mungkin berhubungan dengan efek CNS yang mirip di antara ketiga agen inhalasi ini dan dapat mempengaruhi aktivitas otak dengan mengganggu keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi sinaps di susunan syaraf pusat.25

2.1.1.2 Faktor Yang Berhubungan Dengan Pembedahan a. Nyeri

Nyeri paska operasi menjadi variabel yang penting dalam menilai perubahan perilaku agitasi paska anestesi, apalagi pada operasi singkat di mana masa puncak kerja dari analgetik itu belum tercapai hingga anak bangun dari anestesi. 25

Agitasi paska anestesi diobservasi pada tindakan yang menimbulkan nyeri maupunyang tidak. Weldon et al meneliti 80 anak yang dipremedikasi dengan diazepam per oral umur 12 bulan hingga 6 tahun yang menjalani operasi hernia inguinal, di mana pasien sudah mendapatkan analgetik paska operasi dengan anestesi kaudal. 5 menit setelah kedatangan pasien di ruang pemulihan, agitasi terlihat lebih sering timbul pada anak yang dianestesi dengan sevoflurane daripada

(4)

halothan. Insidensi agitasi yang lebih tinggi juga terlihat pada pasien yang mendapatkan anestesi sevoflurane untuk intervensi tanpa nyeri, seperti pemeriksaan radiologis magnetic resonance imaging (MRI) dan pemeriksaan mata. Sebaliknya, untuk prosedur yang sama pasien anak yang dianestesi dengan propofol dan halotan ternyata tidak mengakibatkan agitasi. Penemuan ini yang memperlihatkan bahwa agitasi paska anestesi adalah hal yang terpisah dari rasa nyeri.2,25

b. Jenis operasi

Prosedur pembedahan yang melibatkan tonsil, tiroid, telinga bagian tengah dan mata dilaporkan memiliki insidensi agitasi paska operasi yang lebih tinggi. Namun belum ada data ilmiah terbaru yang dapat mendukung pernyataan ini.29,30 2.1.1.3 Faktor yang berhubungan dengan Pasien

a. Umur

Aono et al menemukan bahwa agitasi paska anestesi terlihat lebih sering pada sevoflurane dibandingkan dengan halothan pada anak umur 3-6 tahun (40% vs 10%). Peneliti mengemukakan bahwa hal ini terjadi oleh karena fase pulih sadar yang cepat dan psikologis yang immatur. Di sisi lain, ada sejumlah peneliti yang mengemukakan peran maturitas dari otak dan perkembangan psikologis dari anak merupakan salah satu penyebab terjadinya agitasi paska anestesi. Otak anak memiliki lebih sedikit asetilkolin, NAdr, GABA dan dopamine.25,28

b. Kecemasan Preoperasi

Keadaan sebelum masuk ke kamar operasi dapat memberikan ketidaknyamanan dan rasa cemas pada anak-anak yang berpengaruh terhadap mental anak. Hal ini akan berpengaruh terhadap respon tubuh untuk melepaskan katekolamin sehingga dapat mengakibatkan peningkatan laju jantung, kontraksi otot jantung, vasokonstriksi arteri, peningkatan kadar gula darah dan lain; keadaan tersebut dapat memperberat kondisi anak sebelum masuk ke kamar operasi.18,19,20

(5)

Prevalensi kecemasan pada anak-anak sewaktu preoperative sangat sulit diperkirakan. Hal ini berhubungan dengan pengukuran dan perkembangan mental anak yang bervariasi. Namun, dapat diperkirakan lebih dari 75% anak-anak dilaporkan mengalami kecemasan preoperatif.18

Kecemasan preoperatif yang tinggi dari anak dihubungkan dengan agitasi pulih sadar paska anestesi. Penelitian Kain et al menunjukkan pada sebuah studi yang melibatkan 241 anak bahwa kecemasan preoperatif berhubungan dengan nyeri paska operasi dan perubahan perilaku. Namun tidak bisa ditentukan secara pasti apakah ini berhubungan ataupun merupakan efek-kausa.25

(6)

c. Temperamen Anak

Anak-anak yang lebih emosional, impulsif, kurang bersosial dan tidak dapat beradaptasi baik dengan lingkungan akan beresiko mengalami agitasi pulih sadar paska anestesi. 25

2.1.2 Obat Adjuvant Pada Anestesi Umum Untuk Mengurangi Agitasi Paska Anestesi

Penatalaksanaan Agitasi biasanya dimulai dengan mengeliminasi penyebab lain termasuk hipoksia (walaupun sulit untuk mendapatkan pembacaan pulse oximetry yang akurat pada anak yang gelisah) dan nyeri. Yakinkan orang tua, yang biasanya sangat tertekan melihat perilaku anak yang gelisah, untuk menghindari anak melukai dirinya sendiri. Sebagian besar anak-anak hanya butuh waktu dan observasi sampai dia tenang, namun intervensi farmakologis memberikan efek yang menguntungkan.8

Beberapa obat telah digunakan sebagai adjuvant pada anestesi umum yang ditujukan untuk menurunkan agitasi paska anestesi.

Propofol memperlama pulih sadar dan menurunkan agitasi paska anestesi tergantung dari waktu pemberiannya. Oleh karena obat ini bekerja dalam durasi yang singkat, maka propofol yang diberikan pada saat induksi tidak mampu mencegah agitasi paska anestesi. Aouad et al dan berbagai studi lainnya memperlihatkan penurunan insidensi agitasi pulih sadar paska anestesi jika propofol 1 mg/kgBB/iv diberikan pada akhir pembedahan, sehingga plasma konsentrasi dari propofol dapat tercukupi dan efektif.4,25,27,28,31

Fentanyl, α agonis termasuk klonidin dan dexmedetomidine, ketamine menunjukkan bahwa obat ini efektif dalam menurunkan insidensi terjadinya agitasi paska anestesi.4,31

Fentanyl adalah opioid yang poten, yang dapat menurunkan agitasi paska anestesi sevoflurane dan desflurane dengan efikasi yang tinggi sebagai analgesia preoperative dan mempunyai efek sedasi. Cravero et al meneliti bahwa fentanyl 1

(7)

µg/kgBB IV yang diberikan 10 menit sebelum anestesi dihentikan pada pasien yang menjalani prosedur bebas nyeri yaitu MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat menurunkan angka agitasi hingga 12%-56%. Inomata et al meneliti efek fentanyl pada pasien anak yang diberi sevoflurane untuk mencegah agitasi paska anestesi. Peneliti merekomendasikan pemberian bolus 2 µg/kgBB/iv diikuti dengan infus kontinyu 1µg/kgBB/iv untuk proses pulih sadar yang nyaman. Intrasanal fentanyl 2 µg/kgBB/iv pada prosedur dengan nyeri sedang juga dapat menurunkan agitasi.4,31

Dexmedetomidine, suatu α2 agonis selektif memiliki efek sedasi dan ansiolitik melalui pemberian intravena. Isik et al dan 2 studi lainnya memperlihatkan adanya penurunan insidensi dari agitasi paska anestesi berkisar antara 4.8% dan 17% tanpa efek hemodinamik dengan pemberian intravena dosis 0.3-1 µg/kgBB/iv setelah induksi anestesi.4,31

Oleh karena efek sedasi dan analgesinya, klonidin 2-3 µg/kgBB/iv setelah induksi menurunkan agitasi paska anestesi hingga 10% seperti yang telah didokumentasikan oleh Bock et al dan Kulka et al. Bock et al juga mencatat bahwa efek dari klonidin tidak bergantung pada rute pemberian obat, baik kaudal maupun intravena. Bahkan α2 agonis menurunkan agitasi paska anestesi oleh karena efek analgesia serta kemampuannya dalam mengurangi kebutuhan obat anestesi lainnya.4,31

Ketamine yang merupakan antagonis reseptor dari N-Methyl-D-Aspartate, menghasilkan efek analgesia dan efek mengurangi dosis opioid pada dosis rendah. Dalens et al menunjukkan bahwa pemberian ketamine 0.25 mg/kgBB/iv pada akhir anestesi dengan sevoflurane pasien anak yang menjalani MRI dapat menurunkan agitasi tanpa ada penundaan pulih sadar. Bahkan, Lee et al membandingkan ketamine 0.25 mg/kgBB/iv dan 0.5 mg/kgBB/iv yang menunjukkan insidensi agitasi yang sama namun dengan skor nyeri yang lebih rendah pada dosis ketamin yang lebih besar.2,4,31 Ketamin hidroklorida bekerja

(8)

secara antagonis non kompetitif pada reseptor NMDA. Pada pasien dewasa, diketahui bahwa ketamine mempunyai efek analgesik dan efek antisensitisasi.15

Tropisetron sebagai 5HT3 antagonis juga menurunkan agitasi paska anestesi jika dibandingkan dengan placebo (32% vs 62%). Namun, mekanisme kerjanya belum jelas sebagaimana dikemukakan oleh Lankinen et al. 2,4,31

Obat analgesik juga sudah banyak diteliti khasiatnya untuk mencegah agitasi paska anestesi dengan sevoflurane. Termasuk di dalamnya adalah anestesi lokal, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan antagonis reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA). Anestesi lokal dan OAINS berhubungan dengan vasokonstriksi dan peningkatan resiko perdarahan pada daerah operasi. 15

2.1.3 Penilaian Agitasi Paska Anestesi

Sikich dan Lerman mengembangkan “Pediatric Anesthesia Emergence Delirium Scale” atau PAED untuk mendefinisikan terjadinya agitasi paska anestesi. Skornya berkorelasi dengan umur, lama bangun dan penggunaan sevoflurane. Berbagai skala lainnya telah dikembangkan dan hal ini menyebabkan sulitnya menilai hasil akhir dari semua studi yang telah dilakukan. Fakta bahwa adanya sistem skoring yang banyak menunjukkan bahwa agitasi paska anestesi sulit untuk didefinisikan.32

Aouad et al yang menilai agitasi paska anestesi dengan menggunakan dua skala yang berbeda menemukan bahwa ambang batas dari skor PAED yaitu >10 adalah pembeda yang paling baik dalam menentukan ada tidaknya agitasi.32

(9)

Tabel 1. Pediatric Anaesthesia Emergence Delirium (PAED) Scale31

2.2 PROPOFOL

Propofol, 2,6-di-isopropylphenol, diperkenalkan pada praktek klinis pada awal tahun 1980 an. Saat ini propofol merupakan obat pilihan induksi dan sedasi anestesi yang populer, berhubungan dengan waktu tidur yang cepat, waktu pulih yang cepat, dan kejadian mual dan muntah paska bedah lebih sedikit.33,34

2.2.1 Struktur fisik dan kimia

Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua

ikatan kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas yang rendah. Perubahan pada panjang rantai ikatan mengubah karakteristik dari potensi, induksi dan pemulihan.35,65 Bagaimanapun, seperti fenol yang lain, propofol dapat mengiritasi kulit dan membran mukosa.36

(10)

Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi dengan penyuntikan pada vena besar dan pemberian lidokain sebelum penyuntikan propofol. Propofol tidak larut dalam air.33,37

2.2.2 Propofol MCT/LCT

Propofol merupakan gugus fenol yang mempunya berat molekul 178 Da. Senyawa yang menyerap sinar ultraviolet dalam kisaran spektrum elektromagnetik (λmax = 275nm) .38

Propofol pertama kali diperkenalkan dengan konsentrasi 2 % dalam 16 % kremofor EL, namun karena kromofor menyebabkan reaksi alergi dan nyeri yang hebat, maka komposisi ini diperbaharui dalam formula lemak emulsi yang mengandung 10 % Long-Chain Triglycerides (LCT) minyak soybean, gliserol, dan lesitin telur. Tetapi, sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dalam bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides (MCT/LCT). Konsentrasi propofol bebas dalam MCT/LCT formula 26% - 40% lebih rendah dibandingkan dengan LCT formula, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi propofol (lihat tabel 2)pH propofol 6-8.5 dan pKa dalam air adalah 11.38

Tabel 2. Distribusi propofol bebas dan total propofol

Walaupun plasma konsentrasi trigliserida selama sedasi tidak ada perbedaan antara kedua formula propofol, tetapi ada kecenderungan eliminasi

(11)

setelah pemberian formula MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT.35

2.2.3. Sediaan propofol

Sediaan propofol dipersiapkan secara asepsis untuk segera digunakan, sejak emulsi larutan ini menyebabkan promosi profilerasi mikrobakterial yang cepat setelah terkontaminasi bakteri.35,36

2.2.4 Mekanisme kerja

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor Gamma Amino Butiric Acid A (GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada

konsentrasi yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat

utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABAA diaktifkan, maka

konduksi klorida transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi propofol dengan komponen spesifik reseptor GABAA terlihat mampu

meningkatkan laju disosiasi dari penghambat neurotransmiter, dan juga mampu meningkatkan lama waktu dari pembukaan klorida yang diaktifkan oleh GABA dengan menghasilkan hiperpolarisasi dari membran sel.34

2.2.5. Farmakokinetik

Pemberian propofol 1.5 – 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg IV atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV (<15 detik), mengakibatkan ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental (satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang digunakan untuk induksi anestesi intravena yang cepat. Pengembalian kesadaran yang lebih

(12)

cepat dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (SSP) adalah salah satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain yang diberikan untuk tujuan yang sama,33,39

Konsentrasi dalam darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis bolus intravena, sementara peningkatan konsentrasi serebral propofol sangat lambat (T1/2 = 2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang

diberikan.35

Klirens propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan jaringan (mungkin kedalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan tidak berubah dalam urine. 33,34,39

2.2.6 Sedasi Intravena

Oleh karena propofol memiliki masa paruh waktu yang singkat, bahkan jika diberikan infus kontinyu, dengan efek samping yang minimal menjadikan propofol sebagai obat ideal untuk sedasi dan dapat dititrasi. Pulih sadar yang cepat tanpa ada sisa sedasi dan rendahnya angka mual muntah menjadikan propofol sebagai obat yang tepat digunakan untuk tekhnik sedasi minimal pada prosedur ambulatory. Dosis yang biasa digunakan adalah 25 – 100 µg/kg/menit yang menghasilkan analgetik minimal dan efek amnesia. Dosis efektif median propofol (ED50) yang dapat menghilangkan kesadaran adalah 1-1.5 mg/kgBB. 40

(13)

2.2.7. Farmakodinamik 2.2.7.1 Sistem saraf pusat

Seperti barbiturat, propofol berikatan dengan reseptor GABAA tetapi juga bekerja

dengan mekanisme kerja yang melibatkan variasi reseptor protein yang lain. Mempunyai efek serebral berupa sedasi. Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke otak (CBF), dan tekanan intrakranial (ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada pasien dengan SOL (space occupying lesion) intrakranial tidak meningkatkan ICP. Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan midazolam.40

2.2.7.2Sistem kardiovaskular

Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan tidak ada gangguan kardiovaskuler. Penurunan tekanan darah ini berhubungan dengan perubahan curah jantung dan resistensi vaskular sistemik. Hal ini berhubungan dengan relaksasi otot polos vaskular yang dihasilkan oleh propofol karena adanya hambatan aktivitas saraf simpatis vasokonstriktor. Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium intraselular akibat hambatan influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner. Propofol mendepresi refleks baroreseptor kontrol denyut jantung. Bradikardi dan asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, meskipun telah diberikan profilaksis antikolinergik.40

(14)

2.3 KETAMIN

Semenjak ditemukan adanya N-methyl-D-aspartate (NMDA) reseptor yang berperan dalam persepsi nyeri menyebabkan saat ini banyak para klinis khususnya praktisi nyeri untuk memulai penelitian baru terhadap ketamin yang saat ini digunakan sebagai multimodal analgesia dalam penanganan nyeri.41

Gambar 2.3.1. Struktur ketamin 2.3.1. Farmakologi ketamin

Ketamine, 2-(o-chlorophenyl)-2-(methylamine)-cycloexanone pertama kali

disintesis pada tahun 1963 dan pertama sekali digunakan pada manusia pada tahun 1965 oleh Corssen dan Domino. Obat ini larut dalam lemak dengan berat molekul 238 dalton, pKa 7,5 dan digunakan dalam bentuk rasemik atau isomer levogyrous S(+) ketamin.S(+) ketamin 3 sampai 4 kali lebih poten dari isomer (R-ketamin) untuk penanganan nyeri, sedikit menimbulkan agitasi dari pada yang bentuk rasemik dan dextrogyrous. S(+) ketamin dua kali lebih poten dari rasemik dalam mencegah sensitisasi central spinal cord.42

Ketamin dapat diberikan melalui oral, intramuskular, intravena bahkan saat ini berkembang penelitian ketamin epidural. Ketamin memiliki bioavaibilitas 93% dan waktu paruh sampai 186 menit. Volume distribusi besar diperkirakan mencapai 3L/kg.41 Plasma puncak setelah pemberian intravena terjadi dalam waktu 1 menit, intramuskular dalam waktu 5 menit dan pemberian secara oral dalam waktu 30 menit.43 Ketamin terdistribusi ke organ yang memiliki perfusi

yang tinggi seperi otak dengan empat sampai lima kali dari kadar plasma dengan eliminasi obat melalui redistribusi obat dari organ yang perfusinya baik ke tempat yang kurang baik. Ketamin mengalami metabolisme konjugasi di hati melalui

(15)

enzim sitokrom P45.44 Norketamin adalah hasil metabolit ketamin yang masih aktif, tetapi potensiasinya sepertiga sampai seperlima dari ketamin dan pada akhirnya metabolit tadi dikonjugasikan menjadi larut air dan pada akhirnya diekskresikan melalui urin.45 Ketamin memiliki kelarutan lemak yang tinggi sehingga obat ini gampang masuk melewati sawar darah otak. Ketamin memiliki ikatan dengan protein plasma 12% dan waktu paruh tercapai dalam 10 menit.43

2.3.2. Mekanisme kerja ketamin

Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat dan menurut beberapa penelitian ketamin memiliki aktivitas perifer. Efek kerja ketamin bekerja pada reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) pada bagian kutub kalsium. Aktivasi reseptor NMDA menyebabkan influx kalsium ekstraseluler ke intraseluler. Peran kalsium adalah sebagai second messanger untuk reaksi nyeri selanjutnya melalui pelepasan neurotransmitter nyeri yang lain.46,47 Blok pada NMDA reseptor adalah cara kerja utama dari ketamin di susunan saraf pusat dan medulla spinalis. Sebagai tambahan bahwa ketamin juga menghambat pelepasan dari glutamat yang bertindak sebagai neurotransmiter eksitatori yang berperan sebagai neurotransmiter nyeri. Mekanisme lainnya adalah ketamin berikatan dengan reseptor opioid yaitu mu dan kappa.44 Interaksi ini terjadi sangat kompleks. Afinitas ketamin terhadap reseptor opioid ini 10 kali lebih lemah dari ikatannya terhadap reseptor NMDA dengan adanya bukti bahwa naloxon yang merupakan antagonis opioid tidak mengantagonis efek analgetik dari ketamin.44,45 Ada bukti juga bahwa reseptor seperti monoaminergik, muskarinik dan nikotinik menjadi tempat ikatan ketamin sekaligus ketamin menimbulkan efek takikardi dan bronkodilator.44

(16)

Gambar 2.3.2. Reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate)

2.3.3. Efek ketamin pada fungsi organ

Ketamin memiliki kombinasi unik dari efek kardiovaskular, biasanya dikaitkan dengan takikardia, peningkatan tekanan darah, dan cardiac output meningkat. Mekanisme yang tepat munculnya respon simpatik masih belum diketahui. Namun, dengan tidak adanya kontrol otonom, ketamin memiliki efek depresi miokard langsung, yang biasanya diganti oleh respon sentral ini. Hal ini dimungkinkan untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan dari kardiovaskular sehingga pemberiannya dengan memberikan ketamin sebagai kontinu infus dan penggunaan benzodiazepin.44

Ketamin memiliki efek minimal pada pusat pernapasan, meskipun penurunan sementara ventilasi dapat terjadi setelah pemberian bolus. Ketamin menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, sehingga memiliki peran khusus pada pasien asma. Ketamin meningkatkan sekresi saliva, yang dapat menghasilkan potensial masalah pada anak-anak dengan menyebabkan obstruksi jalan nafas atas. Meskipun refleks menelan, batuk, bersin, dan refleks muntah relatif utuh

(17)

dengan ketamin, tetapi aspirasi dapat terjadi selama pasien terbius dengan ketamin. Sering dilaporkan adanya bunyi nyaring pada penggunaan ketamin disangkakan laringospasme. Hal ini sebenarnya terjadi karena posisi saluran napas yang tidak bebas, dan masalah tersebut dapat dikelola hanya dengan reposisi kepala pasien. Spasme laring dapat terjadi pada penggunaan ketamin yang disebabkan oleh stimulasi dari pita suara oleh instrumentasi atau sekresi. Sekret dapat dikurangi dengan memberikan premedikasi glycopyrrolate.44

Emergence reaction merupakan sensasi psikis setelah penggunaan

ketamin, sensasi mengambang, mimpi atau ilusi dan sesekali delirium.33

Mimpi-mimpi dan ilusi biasanya menghilang pada saat sadar penuh. Namun penting untuk mendiskusikan dengan pasien efek dari ketamin itu dan efek ini muncul 5-30%.46Emergence reaction lebih tinggi terkait dengan faktor-faktor seperti meningkatnya usia, perempuan, pasien yang biasanya bermimpi, pemberian intravena yang cepat dan dosis besar.27,33 Ketamin telah diamati dapat mengaktifkan psikosis pada pasien dengan skizofrenia. Namun, belum terlihat adanya reaksi psikotik jangka panjang pada pasien tanpa penyakit kejiwaan yang dikenal. Premedikasi dapat diberikan untuk mengurangi emergence reaction seperti midazolam ( 0,07-0,1 mg kg/bb ), diazepam ( 0,15 - 0,3 kg/bb ), dan lorazepam ( 2-4 mg) intravena telah terbukti efektif. Insiden ini juga menurun bila digunakan bersama dengan hipnotik sedatif lain dan anestesi umum.44

Ketamin menghasilkan apa yang disebut 'disosiatif' anestesia yang telah digambarkan sebagai disosiasi fungsional dan elektrofisiologi antara sistem thalamo-neokorteks dan limbik. EEG menunjukkan aktivitas beta yang dominan dengan penghapusan irama alfa. Keadaan klinis yang unik yang dihasilkan oleh ketamin adalah biasanya keadaan ayan di mana mata tetap terbuka dengan memperlambat tatapan nystagmus, sedangkan refleks kornea dan cahaya tetap utuh. Berbagai tingkat hipertonus dan sesekali tujuan gerakan yang tidak terkait dengan stimulus yang menyakitkan dicatat di hadapan anestesi bedah yang memadai. Studi telah menunjukkan rangsang aktivitas baik di thalamus dan sistem limbik tanpa bukti klinis aktivitas kejang setelah pemberian ketamin. Dengan

(18)

demikian, ketamin tidak akan mungkin menyebabkan kejang pada pasien dengan gangguan kejang, dan pada kenyataannya, data eksperimen menunjukkan bahwa ketamin memiliki antikonvulsif dan bahkan proteksi saraf.44

Analgesia terjadi pada konsentrasi darah lebih rendah daripada dosis induksi atau menghilangkan kesadaran. Hal ini berlaku untuk ketamin yang rasemik dan untuk S-(+)-ketamin. Ketamin meningkatkan metabolisme otak, aliran darah otak (CBF), dan tekanan intrakranial (ICP).45 Pengaruh S-(+)-ketamin

pada ICP belum diketahui. Tanggapan dari cerebral autoregulasi ke ketamin rasemik belum diteliti, namun S-(+)-ketamin tidak mempengaruhi autoregulasi ini. Pupil dilatasi, nistagmus, air liur, dan lakrimasi yang umum.44

Ketamin belum terbukti memiliki efek buruk pada hati dan sistem ginjal. Tekanan intraokular sedikit meningkat setelah pemberian ketamin. Ketamin menghasilkan peningkatan tonus otot dan kadang-kadang kejang otot, meskipun telah digunakan dengan aman pada miopati dan hipertermia ganas. 44

2.3.4. Penggunaan klinis ketamin

Solusi rasemik komersial ketamin adalah campuran R (-) dan S (+) isomer dalam jumlah yang sediaan, tersedia sebagai 10, 50, dan 100 mg/ml dengan pengawet, benzathonium hidroklorida. Isomer optik S-(+)-ketamin tersedia dalam 5 dan 25 mg/ml (tidak berlisensi di Inggris, saat ini). Ketamin dapat diberikan iv, im, oral, rektal, dan sediaan bebas pengawet epidural. Dosis tergantung pada rute pemberian dan efek terapi yang diinginkan. Benzodiazepine dapat diberikan baik secara oral (diazepam 10-30 mg, lorazepam 2-5 mg) 60-90 menit sebelum induksi atau dosis yang lebih kecil i.v. segera sebelum induksi.28 Induksi anestesi dengan dosis 0.5–1.5 mg kg/bb intravena or 4–10 mg/kgbb/im. Dosis pemeliharaan untuk anestesi 10-30 ug/kgbb/menit intravena. Sedasi analgesia 0.2–0.75 mg kgbbi.v atau 2–4 mg/kgbb intramuskular diikuti infus berkala 5–20 mg kgbb/menit.44

Ketamin dapat digunakan untuk sedasi sekaligus analgesia pada prosedur-prosedur singkat. Munculnya reaksi pada anak-anak yang kurang intens, sehingga dapat digunakan untuk obat penenang dan anestesi umum dalam prosedur seperti

(19)

kateterisasi jantung, radioterapi, radiologi investigasi, dan luka bakar. Sayangnya, tidak ada informasi mengenai berapa kali ketamin dapat digunakan secara aman, meskipun sering digunakan berulang kali pada individu yang sama . Umumnya, dosis subanaesthetic diperlukan untuk prosedur minor. Ketamin sering dikombinasikan dengan premedikasi (misalnya benzodiazepin) untuk mengurangi kebutuhan dosis dan reaksi munculnya emergence reaction , dan antisialogogue (misalnya glycopyrrolate) untuk mengurangi sekresi saliva. Ketamin dapat digunakan sebagai suplemen (i.v. atau i.m) selama anestesi regional. Hal ini juga dapat diberikan melalui rute epidural sebagai tambahan untuk anestesi lokal untuk memperpanjang durasi analgesia. Dosis rendah ketamin juga telah digunakan bersama dengan propofol untuk meningkatkan kualitas sedasi. NMDA antagonis mencegah sensitisasi sentral terhadap rangsangan yang menyakitkan. Ketamin adalah satu-satunya NMDA antagonis, penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kecil ketamin dapat megurangi kebutuhan analgetik opioid.44

Ketamin telah banyak digunakan pada unit luka bakar untuk pembiusan terutama untuk pencucian luka dan prosedur pencangkokan kulit pada anak-anak dan orang dewasa. Ketamin dosis rendah (1,5-2 mg/kgbb/im) tersebut tampaknya memiliki mula kerja yang cepat dan menghasilkan operasi yang baik meliputi amnesia, analgesia dan memuaskan dengan pemulihan yang cepat. Namun hati-hati dengan reaksi intoleran pada pasien dengan penggunaan ketamin berulang. Pasien dengan gangguan kardiorespirasi (kecuali penyakit jantung iskemik) merupakan kandidat utama untuk diberikan ketamin. Pengalaman yang luas dengan ketamin pada anak dengan katerisasi jantung telah menunjukkan efektifitas penggunaan ketamin dengan kejadian aritmia yang kurang dari anestesi umum lainnya. Ketamin mungkin berbahaya pada pasien dengan peningkatan tahanan di ventrikel kanan. Pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif, ketamin (rasemik) dapat berguna karena menghasilkan bronkodilatasi dan analgesia mendalam yang memungkinkan peningkatan inspirasi oksigen. Ketamin jika dikombinasikan dengan benzodiazepin atau benzodiazepin dengan opioid, melemahkan takikardia yang tidak diinginkan, hipertensi dan juga reaksi

(20)

psychomimetic paska operasi. Teknik menghasilkan gangguan hemodinamik minimal, analgesia yang mendalam, amnesia dan pemulihan yang baik.45

Ketamin bebas pengawet telah ditambahkan ke bupivacaine untuk meningkatkan durasi analgesia, tanpa mempengaruhi intensitas analgesia.36

Penggunaan ketamine semakin meningkat dan survey memperlihatkan 32% dari anestesi pediatrik Inggris melaporkan penggunaan ketamin epidural.44

Secara historis, telah diyakini bahwa ketamin merupakan kontra indikasi pada pasien dengan peningkatan ICP, namun laporan dari saraf dan bahkan efek neuroregeneratif memberikan hasil yang berbeda.` Ketamin dapat mencegah influks ion kalsium abnormal atau glutamat melalui interaksi dengan reseptor NMDA. Peningkatan CBF setelah pemberian ketamin kurang dari peningkatan CMRO2. S-(+)-ketamin mempertahankan metabolisme serebral sebagian besar wilayah otak (percobaan studi).44

Meskipun ketamin memiliki sedikit efek pada endotel vaskular, penelitian telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam aktivasi leukosit selama hipoksemia atau sepsis. Ketamin menekan produksi sitokin pro-inflamasi dalam darah seluruh manusia in vitro. Dalam sebuah studi tentang efek isomer berbeda pada hati babi, S-(+)-ketamin efektif dalam mengurangi adhesi neutrofil, sedangkan R-(-)-ketamin memiliki efek negatif yaitu memperburuk kebocoran dari pembuluh darah koroner sekitarnya jaringan.45

2.4SEVOFLURANE

Sevoflurane termasuk senyawa baru yang ditemukan pada awal dekade 1970 oleh Walin et al di laboratorium travenol. Seperti halnya desflurane, sevoflurane mempunyai daya larut yang rendah akibat fluoronisasi pada molekul eter. Sevoflurane (2,2,2-trifluoro-1-(trifluoromethyl)ethyl fluoromethyl eter), disebut juga sebagai fluoromethyl hexafluoroisopropyl ether, berbau sedap, tidak mudah terbakar.46

(21)

Sevoflurane sebagai anestetika baru berbeda dengan isoflurane terutama dalam hal mobilitasnya. Sevoflurane mempunyai kelarutan yang lebih rendah dalam darah, yang meningkatkan kecepatan bersihannya dan kecepatan dalam mengatur kedalaman anesthesia. Karakteristik tersebut cocok dengan keperluan anestesi masa kini.46

2.4.1 Farmakokinetik

Seperti desflurane, sevoflurane adalah senyawa halogenasi dengan fluorine. Sevoflurane memiliki solubilitas sedikit lebih tinggi daripada desflurane (0.65 vs 0.42). Sevoflurane merupakan agen inhalasi yang wangi dengan peningkatan konsentrasi di alveolar yang cepat sehingga menjadi pilihan yang sempurna sebagai obat induksi pada pasien pediatrik dan dewasa. Bahkan, induksi inhalasi dengan 4-8% sevoflurane dengan campuran 50% oksigen dan nitrous okside dapat dicapai dalam waktu 1-3 menit. Oleh karena solubilitas dalam darah yang rendah yang mengakibatkan penurunan konsentrasi di alveolar segera setelah dihentikan sehingga fase pulih sadar lebih cepat jika dibandingkan dengan isoflurane. Namun fase pulih sadar yang cepat ini telah dihubungkan dengan insidensi delirium yang tinggi paska pembedahan yang dapat diatasi dengan fentanyl 1-2 ug/kgBB.47

Gambar 2.4.1 Rumus Bangun Sevoflurane 48

MAC Sevoflurane terlihat pada tabel di bawah ini. MAC sevoflurane untuk pasien yang berumur 6 bulan sampai 12 tahun adalah 2,5%. Sedangkan untuk pasien yang berumur dibawah 6 bulan MAC sevoflurane adalah 3,2-3,3%.

(22)

Tabel 3. Equivalen MAC dalam Oksigen dan O2/N2O 46,48

Tabel Equivalen MAC dalam oksigen dan O2/N2O

Umur Dalam Oksigen Dalam O2/N2O

0 - < 1 bulan 1 - < 6 bulan 6 - < 12 bulan 1 - < 3 tahun 3 - < 5 tahun 5 - > 12 tahun 3.3 3.0 2.8 2.6 2.5 2.4 - - - 1.98 - -

MAC was determined in 60% N2O for pediatric and 65% N2O for adult patients

2.4.2 Metabolisme

Sevoflurane dimetabolisme oleh sitokrom hepatic P450 2EL sebanyak 2-5% dengan metabolik produk utama fluoride inorganic dan hexafluoroisopropanolol (HFIP). HFIP tidak diikat oleh protein hepar dan tidak menunjukkan bukti adanya toksisitas pada hati. HFIP dengan cepat dikonjugasi oleh asam glukoronida dan kemudian diekskresi. Konjugasi ini demikian cepat, sehingga konsentrasi HFIP tidak dapat diukur (karena sangat rendah) pada manusia. Konjugasi HFIP dikeluarkan melalui urin dan dikeluarkan secara lengkap dalam 24 jam. Metabolit sevoflurane yang paling penting adalah fluorida inorganik. Pada MAC 0.8-1.1 per jam anestesi dengan sevoflurane pada anak menunjukkan peningkatan serum ion fluoride rata-rata 10-13 mMol/liter. Nilai paling tinggi mencapai 45 mMol/liter tanpa adanya efek nefrotoksik. 49

(23)

2.4.3 Efek terhadap sistem organ A. Kardiovaskuler

Sevoflurane mempunyai efek depresi kontraktilitas miokard yang ringan. Resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah arterial lebih sedikit menurun jika dibandingkan dengan isoflurane atau desflurane. Karena sevoflurane memiliki efek yang minimal pada nadi, maka jika terjadi peningkatan nadi, curah jantung tidak dapat terjaga dengan sebaik pada pemberian isoflurane ataupun desflurane. Sevoflurane mungkin dapat memperpanjang interval QT.47

B. Sistem Pernafasan

Sevoflurane mendepresi pernafasan dan mengakibatkan bronkodilatasi hampir sama halnya seperti isoflurane. 47

C. Otak

Pada penelitian secara klinis, perubahan-perubahan pada neurohemodinamik (CBF, CMRO2 dan CPP) sebanding antara sevoflurane

dan isoflurane. Sevoflurane mempunyai efek minimal pada ICP dan reaksi terhadap CO2 tetap dipertahankan. Autoregulasi darah di otak tampak

terjaga dengan sevoflurane, hal ini bertentangan dengan obat-obat anestesi yang lain. Sama seperti isoflurane dan desflurane, sevoflurane menyebabkan sedikit peninggian pada CBF dan ICP. Pada keadaan normokarbia walaupun beberapa penelitian menunjukkan suatu penurunan dalam tekanan darah, konsentrasi yang tinggi dari sevoflurane dapat menyebabkan kerusakan autoregulasi CBF.

D. Neuromuskuler

Sevoflurane menghasilkan relaksasi otot yang adekuat untuk intubasi pada anak setelah induksi inhalasi.47

(24)

E. Ginjal

Sevoflurane sedikit menurunkan aliran darah ke ginjal.47 F. Hepatik

Sevoflurane menurunkan aliran darah vena porta, namun ,meningkatkan aliran darah arteri hepatik sehingga tetap menjaga aliran darah ke hati dan suplai oksigen. 47

2.4.4 Efek Samping 2.4.4.1 Agitasi

Efek samping dari anestetika inhalasi yang sering terjadi adalah agitasi paska pembedahan. Penyebab pasti dari agitasi paska pembedahan belum diketahui secara pasti. Hal-hal yang diduga berhubungan dengan kejadian agitasi antara lain nyeri paska pembedahan yang tidak dapat ditanggulangi oleh anestetika inhalasi. Oleh karena itu, tatalaksana nyeri paska pembedahan yang adekuat menjadi sangat penting.46

Berdasarkan bukti-bukti terkini, agitasi paska pembedahan yang disebabkan oleh sevoflurane tidak semata-mata disebabkan oleh rasa nyeri, sehingga tidak semua agitasi paska pembedahan dapat dicegah dengan obat tertentu.46

Obat-obatan yang pernah dicoba untuk mengurangi agitasi paska pembedahan antara lain midazolam, klonidin dan opioid. Midazolam, walaupun telah diberikan pada dosis cukup tinggi di awal induksi, ternyata tidak menurunkan angka kejadian agitasi paska pembedahan.46

Walaupun obat-obatan di atas telah terbukti memiliki efektifitas dalam mencegah agitasi, tidak satu obat pun yang terbukti efektif untuk anestesi paska pembedahan.46

(25)

2.4.4.2 Perubahan gelombang elektrofisiologi otak

Selain menimbulkan agitasi paska pembedahan, anestetika inhalasi juga mempengaruhi gelombang elektrofisiologi. Sevoflurane menimbulkan gelombang-gelombang tajam dan gelombang-gelombang padat. Perubahan elektrofisiologi otak dapat muncul pada penggunaan sevoflurane sebesar 1.5-2% MAC. 46

2.4.4.3 Perubahan Gelombang Elektrokardiografi

Pada bayi dan anak, sevoflurane dapat memperpanjang interval QT, yang terjadi selama satu jam pertama anesthesia. Berdasarkan penelitian pada sejumlah besar subyek pediatrik, efek tersebut tidak berbahaya pada pasien pediatrik rutin.46

2.4.4.4 Interaksi dengan soda lime

Zat anestetik inhalasi bereaksi dengan soda lime. Pembentukan karbon monoksida dijumpai hampir pada semua zat anestetik inhalasi berhalogen. Sevoflurane hampir sepenuhnya dinonaktifkan oleh absorber, sehingga mengakibatkan ketidakmampuan untuk menginduksi pasien, iritasi jalan nafas dan peningkatan suhu drastis kanister.4

(26)

2.5 Kerangka Teori

Pembiusan dengan Anestesi Sevoflurane

Solubilitas Sevoflurane dalam Darah Rendah

Ketamine 0.5 mg/kgBB/IV Anak-anak

Secara Non Kompetitif terikat pada reseptor NMDA dan

potensiasi GABA Pulih Sadar Cepat Paska Anestesi

Propofol 1 mg/kgBB/IV Agitasi Paska Anestesi

Modulator Selektif Reseptor GABA

Sedatif Hipnotik Sedatif dan Analgesia

AGITASI PULIH SADAR PASKA ANESTESI (-) PAED score

(27)

2.5Kerangka Konsep Pembiusan Pasien Anak Dengan Sevoflurane PAED SCORE/Agitasi Lama Ekstubasi Lama Rawatan di PACU Mual Muntah KETAMINE 0.5 MG/KGBB/IV PROPOFOL 1 MG/KGBB/IV Variabel Bebas Variabel Tergantung Umur Jenis Kelamin Body Mass Index Lama Anestesi Jenis Operasi

Gambar

Gambar 2.1.1. Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan 20
Tabel 1. Pediatric Anaesthesia Emergence Delirium (PAED) Scale 31
Tabel 2. Distribusi propofol bebas dan total propofol
Gambar 2.3.1. Struktur ketamin  2.3.1. Farmakologi ketamin
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kontraktor wajib melaksanakan semua pekerjaan dengan mengikuti petunjuk dan syarat Kontraktor wajib melaksanakan semua pekerjaan dengan mengikuti petunjuk dan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Desa Banjarsari tergolong tinggi karena sebagian besar

Dalam konteks masyarakat kolonial, the others tidak selalu penduduk pribumi tetapi dapat juga sekelompok atau anggota masyarakat tertentu seperti golongan Indo,

Marble bright merupakan larutan mengandung senyawa kimia yang bereaksi dengan permukaan lantai marmer sehingga terbentuk lapisan kristal yang keras dan mengkilap. Tersedia

Dari hasil penelitian yang singkat ini, penulis memperoleh beberapa kesimpulan yakni pada pengajaran mata kuliah writing II, teknik menulis kalaboratif terbukti

literatur Harman (2000), menyatakan bahwa mekanisme pengendalian jamur fitopatogenik dilakukan melalui interaksi hifa langsung. harzianum di introduksikan ke tanah,

Ini adalah bentuk awal dari tholabun nushroh (meminta pertolongan). Karena selang beberapa lama, yaitu setelah pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Mutholib, rasulullah