• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 METODE PENELITIAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2013 bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah timbangan meja, cawan petri, erlenmeyer, autoklaf, inkubator bakteri, oven, kamera digital, mikroskop, spatula, propipet, bunsen, jarum ose, pipet serologi, hot plate, handspray, objek glass, cover glass, tabung reaksi, rak tabung, sentrifugasi, refegirator, gelas ukur, spektrofotometer, water bath, air laminar flow dan moisture balance.

Bahan yang digunakan adalah talek, tapioka, kitosan, tepung jagung, akuades, spiritus, Media Plate Count Agar (PCA), larutan Mac Farland, Phosphate Buffer Saline (PBS), malachite green,safranin, aluminium foil, Media Garam Minimum Kitin (MGMK), unsur mikro yaitu Fe, Mg, Mn, dan Zn pada konsentrasi 5 ppm, kitin 0,5 %, ekstrak yeast 1% dan isolat bakteri kitinolitik koleksi Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara yaitu Bacillus sp. (sebelumnya disebut isolat BK17 yang diisolasi dari tanah Bangka).

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Perbanyakan dan Pembuatan Suspensi Bacillus sp. BK17

Isolat bakteri Bacillus sp. BK17 disubkultur dalam media MGMK (Komposisi media MGMK padat dan cara pembuatannya pada Lampiran 1 halaman 29) kemudian diinkubasi pada suhu kamar dengan pH 6,5-7 selama ± 2 hari. Hasil subkultur biakan bakteri diambil dengan jarum ose dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml akuades steril. Suspensi bakteri divortex dan

(2)

disamakan kekeruhannya dengan standart Mac Farland sehingga diperoleh suspensi bakteri dengan kerapatan sel 108 cfu/ml.

3.3.2 Pertumbuhan dan Sporulasi Bacillus sp. BK17

Isolat bakteri Bacillus sp. BK17ditumbuhkan pada media cair (Komposisi media cair molase tripton dan cara pembuatannya pada Lampiran 2 halaman 30) yang mengandung sumber karbon dan nitrogen terbaik yaitu molase tripton. Bakteri ditumbuhkan selama tiga hari yang dishaker dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 28ºC (belum dipublikasi: Rachmi, 2014). Untuk pembentukan spora (belum dipublikasi: Annisa, 2014) dilakukan shock temperature dengan pemanasan suhu 70ºC selama 60 menit didalam water bath. Kepadatan spora dan sel dihitung dengan menggunakan spektrofotometer masing-masing dengan panjang gelombang 600 nm dan 660 nm (Fachmiasari & Sembiring, 2004).

3.3.3 Pemanenan Spora Bacillus sp. BK17

Pemanenan spora Bacillus sp. BK17 dilakukan dengan cara sentrifugasi pada 3.000 rpm selama 20 menit. Endapan yang diperoleh dicuci sebanyak tiga kali secara serial dengan larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) kemudian disentrifugasi kembali 3.000 rpm selama 20 menit, lalu supernatan dibuang. Pengujian dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Endapan biomassa (Lampiran 9. Gambar 9.1 halaman 37) yang telah dicuci larutan PBS sebanyak tiga kali kemudian diresuspensikan kembali dengan kekeruhan yang sama dengan standart

Mac Farland yaitu 108 cfu/ml setelah itu dimasukkan ke dalam bahan pembawa.

3.3.4 Pencampuran Spora Bacillus sp. BK17 pada Berbagai Bahan Pembawa

Bahan pembawa yang digunakan dalam penelitian ini adalah talek, tapioka, kitosan, dan tepung jagung (Lampiran 9 Gambar 9.3 halaman 37). Bahan pembawa ditambahkan unsur mikro seperti Fe, Mg, Mn, dan Zn pada konsentrasi 5 ppm, kitin 0,5 % dan yeast ekstrak 1% Sulistiani (2009). Suspensi spora Bacillus sp. BK17 dicampurkan secara merata dengan perbandingan 10 ml suspensi spora (standart Mac Farland 108 cfu/ml) untuk setiap 50 g bahan pembawa. Campuran antara suspensi dengan bahan pembawa selanjutnya

(3)

dikeringanginkan dengan cara menyebarkannya pada loyang alumunium foil dengan sesekali dibalik dengan menggunakan spatula untuk memastikan bahwa seluruh bagian dapat tercampur secara baik, proses ini dilakukan secara aseptis di dalam laminar air flow dengan suhu 28ºC. Pengeringan campuran suspensi spora dan bahan pembawa dilakukan hingga kadar air mencapai ±12%, di dalam oven dengan suhu 60ºC selama ± 21 jam. Kadar air bahan pembawa diukur menggunakan moisture balance (Lampiran 9 Gambar 9.2 halaman 37). Bahan pembawa selanjutnya disimpan dalam botol film dimana masing-masing botol dilapisi lakban hitam. Bahan pembawa yang disimpan pada suhu ruang, pada botol film ditambahkan silica gel dalam kemasan yang telah dilapisi kertas saring agar menjaga kelembaman tetap rendah (Lampiran 9 Gambar 9.4 halaman 37).

3.4 Parameter Pengamatan

3.4.1 Pengamatan Spora Bacillus sp. BK17

Pengamatan spora Bacillus sp. BK17 dilakukan dengan perwarnaan yang mengikuti metode Schaeffer-Fulton. Inokulum bakteri dioleskan pada kaca obyek yang telah dibersihkan dengan alkohol 75%, diberi 1-2 tetes akuades. Kultur disebarkan menggunakan jarum ose secara merata membentuk bujur sangkar, lalu ditutup dengan kertas saring dan diberi 1-2 tetes malachite green selama 1 menit. Preparat diletakkan diatas water bath selama 5 menit. Kertas saring diangkat secara perlahan-lahan, kemudian preparat sediaan dibilas dengan akuades dan dikeringkan, selanjutnya diberi safranin selama 30-60 detik. Preparat sediaan dibilas dengan akuades, lalu dikeringkan. Pengamatan dan pengambilan gambar bakteri dilakukan dengan menggunakan mikroskop perbesaran 1000x.

3.4.2 Asai Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada Berbagai Bahan Pembawa

Viabilitas Bacillus sp BK17 diukur setelah pencampuran suspensi isolat pada berbagai bahan pembawa disimpan selama 1 bulan pada suhu kamar dan suhu 4oC. Jumlah koloni isolat dihitung pada minggu ke-0, 1, 2, 3, dan 4 menggunakan metode Total Plate Count (TPC) dengan media Plate Count Agar (PCA). Pengujian dilakukan dengan dua kali ulangan. Penghitungan koloni dilakukan setelah 36-48 jam masa inkubasi.

(4)

3.4.3 Penghitungan Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada Berbagai Bahan Pembawa

Viabilitas dihitung berdasarkan rasio log jumlah bakteri per gram sesudah dan sebelum penyimpanan dinyatakan dalam persen (%) (Lian et al., 2002). Rumus perhitungannya adalah:

Viabilitas (%) = Jumlah sel sesudah perlakuan Jumlah sel sebelum Perlakuan

(5)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Viabilitas Bacillus sp.BK17 pada Berbagai Bahan Pembawa Selama Penyimpanan pada Suhu Kamar

Viabilitas Bacillus sp. BK17 dipengaruhi oleh jenis bahan pembawa, lama penyimpanan dan kondisi penyimpanan. Gambar 4.1.1 menyajikan pengaruh jenis bahan pembawa pada suhu kamar terhadap viabilitas Bacillus. sp BK17.

Gambar 4.1.1 Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada berbagai bahan pembawa selama penyimpanan pada suhu kamar (1012 cfu/g)

Pada Gambar 4.1.1 terlihat bahwa pada bahan pembawa talek viabilitas Bacillus sp. BK17 tertinggi pada penyimpanan minggu ke-2 yaitu 88,5x1012cfu/g dan mengalami penurunan pada minggu ke-4 yaitu 7,5x1012cfu/g. Pada bahan pembawa tapioka viabilitas sel tinggi dijumpai pada awal inkubasi (minggu ke-0) yaitu 66x1012cfu/g dan bertahan sampai minggu ke-2 yaitu 53x1012cfu/g

52,5 40,5 88,5 28,5 7,5 66 56,5 53 8,5 5 85 37,5 67,5 9 7 41 128,5 86 12 6,5 0 20 40 60 80 100 120 140 0 1 2 3 4 P op u lasi Bac il lus sp . B K 17 (10 12c fu /g)

Lama penyimpanan (minggu ke-)

Talek Tapioka Kitosan Tepung jagung

(6)

kemudian minggu ke-3 dan ke-4 mengalami penurunan yaitu 8,5x1012cfu/g dan 5x1012cfu/g. Pada bahan pembawa kitosan viabilitas sel menunjukkan pola yang hampir sama dengan viabilitas sel tapioka, tertinggi pada awal inkubasi yaitu 85x1012cfu/g dan bertahan sampai minggu ke-2 yaitu 67,5x1012cfu/g kemudian pada minggu ke-3 dan ke-4 mengalami penurunan yaitu 9x1012cfu/g dan 7x1012 cfu/g. Pada bahan pembawa tepung jagung viabilitas tertinggi dijumpai minggu ke-1 selama penyimpanan yaitu 128,5x1012cfu/g dan menurun sampai minggu ke-4 yaitu 6,5x1012cfu/g.

Dari hasil (Gambar 4.1.1) terlihat bahwa viabilitas sel pada semua bahan pembawa yang digunakan mengalami penurunan pada minggu ke-4. Berdasarkan keempat jenis bahan pembawa tersebut viabilitas sel paling baik terdapat pada bahan pembawa talek karena dapat mempertahankan viabilitas sel sampai minggu ke-3. Tingginya viabilitas sel pada bahan pembawa talek pada penyimpanan suhu kamar kemungkinan disebabkan pengeringan sesuai, pencampuran dilakukan secara merata dan kandungan air pada bahan pembawa talek sangat rendah. Penggunaan kadar air ±12% pada bahan pembawa talek sesuai dengan spora isolat sehingga viabilitas sel mampu bertahan dengan baik. Hal ini sesuai dengan sifat yang dimiliki talek. Menurut Dixon, (1989) talek bersifat nonpolimer yang merupakan mineral sekunder hasil batuan mengandung magnesium seperti peridotit, gabro dan dolomit dengan sedikit kadar air. Stabilitas talek relatif berbeda dengan mineral liat lain. Talek memiliki struktur yang halus dengan luas permukaan < 20µm dengan komposisi kimia Mg3SiO10(OH)2 dimana kadar

magnesium 26,228%, silikon 10,10%, oksigen 63,36% dan hidrogen 0,3626%. Pada bahan pembawa tapioka dan tepung jagung viabilitas sel tidak stabil. Hal ini kemungkinan pada saat pengeringan dan pencampuran tidak terjadi secara merata sehingga kadar air ±12% belum sesuai dengan spora isolat. Spora isolat dapat bergeminasi kembali menjadi sel dan mengambil nutrisi lengkap yang dimiliki bahan pembawa, terlihat adanya pertumbuhan dan penurunan sel yang secara signifikan pada kedua bahan pembawa tersebut. Menurut Djali & Riswanto (2001) tepung tapioka dan tepung jagung merupakan pati yang memiliki komposisi yang lebih lengkap dengan kadar air yang cukup tinggi.

(7)

Pada bahan pembawa kitosan yang merupakan senyawa yang diperoleh dari kulit udang dengan cara mendestilasi kitinnya (Timmy et al., 2002), komposisi tertinggi yang dimiliki adalah protein di mana protein mudah rusak saat terjadi pemanasan. Pengeringan bahan pembawa kitosan kemungkinan merusak protein sehingga viabilitas sel menurun. Triana et al. (2006) mengatakan penyebab utama kematian sel adalah panas yang tinggi yang diterima oleh sel pada waktu proses enkapsulasi. Protein akan mengalami kerusakan sehingga sel mengalami kematian.

Berdasarkan hasil (Gambar 4.1.1) menunjukkan bahwa viabilitas sel Bacillus sp. BK17 tidak hanya dipengaruhi oleh jenis bahan pembawa, lama penyimpanan dan tempat penyimpanan. Akan tetapi, adaptasi lingkungan pada awal penyimpanan dan kadar air bahan pembawa (Pengeringan) kemungkinan juga sangat berpengaruh terhadap viabilitas sel. Wukirsari (2006) mengatakan parameter dasar yang biasa digunakan untuk menganalisa bahan alam adalah kadar air dan abu karena kadar air sangat berkaitan dengan daya simpan bahan sebagai bahan pembawa. Rizqiati et al. (2009) melaporkan kadar air mikrokapsul probiotik yang digunakan 9,2% untuk viabilitas tertinggi pada enkapsulasi kultur Lactobacillus plantarum yang dengan susu skim + gum arab. Seveline (2005) melaporkan enkapsulasi probiotik dengan bahan dekstrin dan triasil gliserol memiliki viabilitas yang tinggi dengan kadar air sebesar 7-12%. Lian et al. (2002) melaporkan bahwa kadar air mikrokapsul Bifidobacteria dari bahan enkapsulasi gelatin, gum arab dan pati yang dibuat dengan metode spray drying berkisar antara 6-10% mampu mempertahankan viabilitas dengan baik. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Rizqiati et al. (2008) viabilitas Lactobacillus plantarum mengalami penurunan sekitar 42% yang dienkapsulasi dengan susu skim dan gum arab selama 1 bulan penyimpanan pada suhu kamar.

Effendy (2010) melaporkan bahan pembawa pada formulasi bioinsektisida berbahan aktif jamur Metarhizium sp. terhadap toksisitas bioinsektisida dalam mematikan nimfa wereng batang cokelat, Nilaparvata lugens (Stal.) dapat mempertahankan viabilitas konidia. Bahan pembawa tepung dedak + gula 1% pada formulasi bioinsektisida dapat mempertahankan viabilitas konidia sampai 65,1%, sedangkan konidia tanpa bahan pembawa viabilitasnya hanya 43,9%.

(8)

4.2 Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada Berbagai Bahan Pembawa Selama Penyimpanan pada Suhu 4ºC.

Viabilitas Bacillus sp. BK17 selama 1 bulan penyimpanan pada suhu 4ºC didapatkan hasil yang bervariasi seperti terlihat pada Gambar 4.2.1

Gambar 4.2.1 Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada berbagai bahan pembawa selama penyimpanan pada suhu 4ºC (1012cfu/g)

Viabilitas Bacillus sp. BK17 menunjukan hasil yang berbeda untuk setiap bahan pembawa yang digunakan. Pada bahan pembawa talek viabilitas sel tertinggi pada minggu ke-2 yaitu 109,5x1012cfu/g kemudian minggu ke-3 mengalami penurunan yaitu 44,5x1012cfu/g dan pada minggu ke-4 meningkat kembali 64,5x1012cfu/g. Hal ini terjadi karena pada awal penyimpanan spora Bacillus sp. BK17 membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungannya, setelah mampu untuk beradaptasi dengan baik, maka viabilitas sel akan cenderung stabil. Suciatmih et al. (2005) isolat akan mampu mempertahankan viabilitasnya jika sifat fisiologi sesuai dengan metode penyimpanan.

Pada bahan pembawa tapioka viabilitas sel cukup tinggi pada awal inkubasi (minggu ke-0) yaitu 66x1012cfu/g. Hal ini terjadi kemungkinan pada awal penyimpanan spora Bacillus sp. BK17 merupakan kumpulan spora yang masih muda, setengah matang dan matang. Adanya penurunan pada minggu ke-2 yaitu 5x1012cfu/g dan pada minggu ke-3 viabilitas sel meningkat kembali yaitu

52,5 12,5 109,5 44,5 64,5 66 26 5 15,5 1,5 85 3 6,5 7 4 41 3 2,5 37,5 5,5 0 20 40 60 80 100 120 0 1 2 3 4 P o p u las i B ac il lus s p. B K 17 (10 12 cf u /g)

Lama penyimpanan (minggu ke-)

Talek Tapioka Kitosan Tepung jagung

(9)

15,5x1012cfu/g, hal ini dikarenakan spora yang masih muda tidak mampu bertahan dengan kondisi lingkungan yang baru sedangkan spora yang setengah matang atau matang mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Viabilitas sel pada minggu ke-4 yaitu 1,5x1012 mengalami penurunan yang sangat signifikan. Hal ini kemungkinan pada saat penyimpanan spora telah bergeminasi kembali menjadi sel sehingga terjadi persaingan nutrisi. Menurut Noviana & Raharjo (2009) media pembawa sangat berpengaruh terhadap viabilitasnya namun proses produksi biomassa dan awal penyimpanan juga sangat berpengaruh. Sejumlah sel dalam suatu populasi mungkin mengalami pertumbuhan maupun kematian selama proses produksi biomassa.

Pada bahan pembawa kitosan viabilitas sel menunjukkan pola yang hampir sama dengan viabilitas sel tapioka, tertinggi pada awal inkubasi (minggu ke-0) yaitu 85x1012cfu/g kemudian pada minggu ke-1 mengalami penurunan yang drastis yaitu 3x1012cfu/g kemudian viabilitas sel bertahan sampai minggu ke-4. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada awal penyimpanan spora Bacillus sp. BK17 merupakan kumpulan spora muda, setengah matang dan matang. Penurunan viabilitas sel terjadi karena spora muda tidak mampu bertahan dan beradaptasi pada kondisi lingkungan yang baru sedangkan spora setengah matang dan matang mampu bertahan dan beradaptasi pada kondisi lingkungan yang baru. Krasaekoopt et al. (2006) mengatakan viabilitas sel terenkapsulasi lebih tinggi dan mampu bertahan terhadap lingkungan dibandingkan dengan sel bebas.

Pada bahan pembawa tepung jagung viabilitas sel pada awal inkubasi tinggi yaitu 41x1012cfu/g dan pada minggu ke-1 dan ke-2 mengalami penurunan yaitu 3x1012cfu/g dan 2,5x1012cfu/g. Hal ini dikarenakan kumpulan spora muda yang tidak mampu beradaptasi dan bertahan pada kondisi lingkungan yang baru. Pada minggu ke-3 viabilitas sel meningkat kembali yaitu 37,5x1012cfu/g dan menurun pada minggu ke-4 yaitu 5,5x1012cfu/g. Hal ini dikarenakan spora setengah matang dan matang yang mampu bertahan dan beradaptasi pada kondisi lingkungan yang baru dan kemungkinan adanya perubahan kadar air pada penyimpanan sehingga spora bergeminasi menjadi sel. Terjadi persaingan nutrisi yang menyebabkan penurunan viabilitas sel yang sangat signifikan. Kuswanto

(10)

(1996) mengatakan salah satu tujuan pelapisan benih (seed coating) adalah untuk mempertahankan kadar air selama penyimpanan.

Hasil (Gambar 4.2.1) menunjukkan bahan pembawa yang paling baik dan stabil dalam menjaga viabilitas Bacillus sp. BK17 pada suhu 4ºC adalah talek. Husen (2007) mengatakan jenis dan sifat dari bahan pembawa sangat berpengaruh pada tingkat viabilitas sel.

Jenis bahan pembawa, lama penyimpanan dan kondisi penyimpanan (adaptasi lingkungan) sangat berpengaruh terhadap peningkatan dan penurunan viabilitas Bacillus sp. BK17 selama penyimpanan pada berbagai bahan pembawa selama penyimpanan 1 bulan pada suhu 4ºC. Secara umum pada semua bahan pembawa viabilitas sel mengalami penurunan akan tetapi penurunan tersebut masih pada batas jumlah sel yang tinggi yaitu 1012cfu/g. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Rizqiati et al. (2008) viabilitas Lactobacillus plantarum pada penyimpanan suhu 4ºC dalam berbagai kombinasi bahan enkapsulasi gum arab + susu skim, gum arab dan susu skim, setelah penyimpanan selama 1 bulan menunjukkan bahwa viabilitas bakteri untuk semua perlakuan bahan enkapsulasi mengalami penurunan 71%.

4.3 Viabilitas Bacillus sp. BK17 dengan Berbagai Bahan Pembawa Selama Penyimpanan 1 Bulan

Pertumbuhan dan viabilitas sel bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan penyimpanan berbagai bahan pembawa pada dua kondisi penyimpanan yaitu suhu kamar dan suhu 4ºC. Adapun pengaruh dari jenis bahan pembawa pada kedua suhu terhadap viabilitas Bacillus sp. BK17 dapat dilihat pada Gambar 4.3.1

(11)

Gambar 4.3.1 Pengaruh Jenis Bahan Pembawa Selama Penyimpanan 1 Bulan terhadap Viabilitas Bacillus sp. BK17 (1012cfu/g)

Pada (Gambar 4.3.1) awal penyimpanan (kontrol) pada berbagai bahan pembawa viabilitas Bacillus sp. BK17 tinggi yaitu: talek 52,5x1012cfu/g, tapioka 66x1012cfu/g, kitosan 85x1012cfu/g dan tepung jagung 41x1012cfu/g. Keempat bahan pembawa kemudian disimpan pada suhu kamar dan suhu 4ºC selama 1 bulan penyimpanan. Pada suhu kamar viabilitas sel pada keempat bahan pembawa baik, talek 43,5x1012cfu/g, tapioka 37,8x1012cfu/g, kitosan 41,2x1012cfu/g dan tepung jagung 54,8 x1012cfu/g, sedangkan pada suhu 4ºC hanya bahan pembawa talek yang memiliki viabilitas sel tinggi yaitu 56,7x1012cfu/g dan bahan pembawa yang lain viabilitas sel menurun yaitu tapioka 10,3x1012cfu/g, kitosan 4,7x1012cfu/g dan tepung jagung 10,3x1012cfu/g. Penurunan viabilitas sel dapat disebabkan oleh faktor suhu lingkungan, lama penyimpanan, perubahan kadar air, jenis dan sifat dari bahan pembawa sangat berpengaruh terhadap viabilitas Bacillus sp. BK17 selama 1 bulan penyimpanan. Waluyo (2007) mengatakan pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang tersedia dan lingkungan. Noviana & Raharjo (2009) perubahan jumlah populasi pada bahan pembawa dipengaruhi beberapa faktor yaitu nutrisi, suhu, proses produksi biomassa, awal penyimpanan dan adanya senyawa toksik yang mungkin terkandung dalam bahan pembawa.

52,5 66 85 41 43,5 37,8 41,2 54,8 56,7 10,3 4,7 10,3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Talek Tapioka Kitosan Tepung Jagung

P op u lasi Bac il lus sp . B K 17 (10 12c fu /g)

Lama penyimpanan 1 bulan

kontrol suhu kamar suhu 4˚C

(12)

Hasil (Gambar 4.3.1) menunjukkan viabilitas sel selama penyimpanan 1 bulan pada suhu kamar yang dinyatakan dalam bentuk persen yaitu pada bahan pembawa talek (82,85%) kemudian tepung jagung (133%), tapioka (57,27%) dan kitosan (48,47%) sedangkan viabilitas sel selama penyimpanan pada suhu 4˚C pada bahan pembawa talek (108%), kemudian tepung jagung (25,12%), tapioka (15,60%) dan kitosan (5,52%). Berdasarkan hasil (Gambar 4.3.1) viabilitas sel yang paling baik selama penyimpanan 1 bulan pada bahan pembawa talek, kemudian tepung jagung, tapioka dan kitosan. Sultana et al. (2000) mengatakan bakteri harus aktif dan berlimpah dalam produk dan dapat mempertahankan jumlah yang cukup jika dimasukkan dalam berbagai produk dan kondisi penyimpanan. Penelitian yang menggunakan bahan talek sebagai bahan pembawa juga dilakukan Yusuf et al. (2010) melaporkan viabilitas Beauveria bassiana dengan bahan pembawa talek lebih baik dibandingkan dengan bahan pembawa tongkol jagung dan abu sekam dalam menekan populasi trips pada bunga krisan dirumah kaca. Talek merupakan media yang memiliki partikel dengan permukaan yang luas yang mampu menghasilkan konidia dalam jumlah maksimal.

Beberapa hasil penelitian viabilitas sel yang bervariasi dalam suhu penyimpanan dan bahan pembawa yang digunakan juga dilaporkan Rizqiati et al. (2008) kultur Lactobacillus plantarum yang dienkapsulasi pada susu skim, gum arab dan susu skim+gum arab viabilitas sel bertahan dan lebih baik setelah spray drying yang disimpan selama 1 bulan pada suhu rendah dan suhu kamar dari pada dalam bentuk suspensi. Nazarro et al. (2009) viabilitas Lactobacillus acidophilus dengan enkapsulasi alginat + xanthan gum (6x1012cfu/ml) memiliki kemampuan yang lebih baik selama 8 minggu penyimpanan pada suhu 4ºC dibandingkan sel bebas (2x108 cfu/ml). Sukamto & Yuliantoro (2006) melaporkan adanya pengaruh interaksi antara jenis bahan pembawa dan dosis pembawa terhadap viabilitas Beauveria bassiana pada penyimpanan 2 minggu persentase perkecambahan lebih tinggi perlakuan bubuk kering spora B. bassiana yang telah ditambah bahan pembawa tepung dibandingkan bubuk kering spora B. bassiana tanpa perlakuan.

(13)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan yaitu:

1. Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada bahan pembawa talek, tepung jagung tapioka dan kitosan tergolong baik selama penyimpanan satu bulan.

2. Viabilitas Bacillus sp. BK17 paling baik pada bahan pembawa talek yaitu pada suhu kamar 82,85% dan suhu 4˚C 108%.

5.2 Saran

Diharapkan hasil penelitian yang didapat memberikan informasi awal dilakukannya penelitian lebih lanjut terhadap bahan pembawa terbaik sebagai formulasi Bacillus sp. BK17 dan pengamatan yang lebih bervariasi pada pengujian secara in vivo maupun in vitro terhadap isolat uji dalam menghambat patogen.

Gambar

Gambar  4.1.1 Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada berbagai bahan pembawa                               selama penyimpanan pada suhu kamar (10 12  cfu/g)
Gambar 4.2.1 Viabilitas Bacillus sp. BK17 pada berbagai bahan pembawa                            selama penyimpanan pada suhu 4ºC (10 12 cfu/g)
Gambar 4.3.1  Pengaruh Jenis Bahan Pembawa Selama Penyimpanan 1                             Bulan terhadap Viabilitas Bacillus sp

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi antara suhu pendinginan dengan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein dan VRS tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap

Benih pepaya Varietas Arum Bogor yang disimpan pada suhu dingin dengan kadar air benih awal 8.41 % mengalami penurunan viabilitas hingga akhir periode penyimpanan dan

Penyimpanan lama semen dengan suhu refrigerator dengan pengencer Sari Wortel 70% dan Kuning Telur 30% berpengaruh terhadap Motilitas dan Viabilitas spermatozoa

Selama penyimpanan viabilitas benih rosela (Hibiscus sabdariffa L) sangat. dipengaruhi oleh kadar air benih, suhu dan kelembaban

Viabilitas benih ortodoks, terutama benih kedelai saat penyimpanan mengalami penurunan apabila semakin lama disimpan dan bila benih kedelai disimpan dengan kadar

Semakin lama penyimpanan (28 hari) sari buah nanas probiotik, maka penurunan viabilitas sel terimobil yang paling kecil adalah perlakuan Na-alginat 8% (turun &lt; 1

Interaksi antara suhu pendinginan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein dan VRS, dan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai

Hasil analisis secara statistik pada (tabel 11) perlakuan interaksi antara suhu, konsentrasi natrium benzoat dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin