• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

7 2. 1. Self-Control

2. 1. 1. Definisi Self-Control

Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Delisi dan Berg (2006) mengungkapkan bahwa self-control berkaitan dengan tindakan seseorang untuk mengendalikan atau menghambat secara otomatis kebiasaan, dorongan, emosi, atau keinginan dengan tujuan untuk mengarahkan perilakunya. Self-control merupakan kenderungan individu untuk mempertimbangkan berbagai konsekuensi untuk perilaku tertentu (Wolfe, Higgins & Marcuum, 2008). Menurut Berk (dalam Gunarsa, 2009), self-control adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Self-control terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara bagaimana seharusnya individu tersebut berpikir, merasa, atau berperilaku (Muraven & Baumeister, 2000).

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa self-control berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif sesuai dengan standar ideal, nilai-nilai moral dan harapan sosial.

2.1.2. Faktor Self-Control

Tangney, Baumeister, dan Boone (2004), mengatakan self controlmerupakan kemampuan seseorang untuk menahan suatu respon yang dianggap negatif dan mengarahkannya kepada respon lain yang lebih baik dalam 5 faktor yaitu self discipline, deliberate/nonimpulsive, healthy habits, work ethic, dan reliability. Self-Discipline adalah kemampuan diri untuk melakukan apa yang dipikirnya sebagai sesuatu yang benar. Deliberate/Non-impulsive berkaitan dengan kecenderungan terhadap tindakan yang bukan hanya tiba-tiba tetapi juga gegabah. Healthy Habits merupakan tingkat disiplin yang tinggidan pengendalian diri, berkaitan dengan perilakuyang bermanfaat bagikesehatan fisik dan mentalseseorang. Work Ethic merupakan pengendalian diri yang berkaitan dengan seperangkat nilai-nilai berdasarkan

(2)

kerja keras dan ketekunan, juga merupakan keyakinan akan manfaat moral kerja. Reliabilityadalah kemampuan seseorang atau sistem untuk melakukan dan mempertahankan fungsinya dalam keadaan rutin.

Kelima aspek ini yang digunakan untuk menyusun alat ukur self-control yang disebut dengan self-control scale oleh Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) yang akan diadaptasi untuk mengukur self-control di dalam penelitian ini.

2.1.3 Perkembangan Self-Control

Logue (dalam Sriyanti, 2011) mengatakan bahwa salah satu faktor pembentukan self control adalah faktor genetik. Anak-anak keturunan orang yang impulsif akan mempunyai kecenderungan berperilaku impulsif. Sriyanti (2011) juga mempertegas bahwapembentukan self control sudah diawali sejak masa kanak-kanak, ketika anak masih dalam buaian orang tuanya. Dalam hal ini orang tua menjadi pembentuk pertama self control. Cara orang tua menegakkan disiplin, cara orang tua merespon kegagalan anak, gaya berkomunikasi, cara orang tua mengekspresikan kemarahan (penuh emosi atau mampu menahan diri) merupakan awal anak belajar tentang kontrol diri. Sejalan dengan bertambahnya usia individu, bertambah luas pula komunitas sosial yang mempengaruhi individu sehingga bertambah banyak pengalaman-pengalaman sosial yang dialami. Individu belajar dari lingkungan bagaimana cara orang merespon terhadap suatu keadaan, belajar bagaimana merespon ketidaksukaan atau kekecewaan, bagaimana merespon kegagalan, bagaimana orang-orang mengekspresikan keinginan atau pandangannya yang menuntut kemampuan kontrol diri.

Dari berbagai kejadian, ada orang yang dapat mengendalikan diri secara baik, ada pula orang yang pengendalian dirinya rendah, setiap perilaku akan memberikan efek tertentu dan individu bisa belajar dari semua itu termasuk dari efek yang ditimbulkan dari suatu perilaku. Sebagaimana Bandura (dalam Sriyanti, 2011) nyatakan bahwa seseorang tidak hanya belajar dari mengamati perilaku orang lain, tetapi juga belajar dari efek yang ditimbulkan oleh suatu perilaku.

2.1.4 Fungsi dan Peran Self-Control

Messina dan Messina (dalam Gunarsa, 2009), menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi:

(3)

a) Mengatasi perhatian individu kepada orang lain.

Dengan adanya self-control, individu akan memberikan perhatian pada kebutuhan pribadinya, tidak sekedar berfokus pada kebutuhan, kepentingan atau keinginan orang lain dilingkungannya. Perhatian yang terlalu banyak pada kebutuhan, kepentingan dan keinginan orang lain akan menyebabkan individu mengabaikan bahkan melupakan kebutuhan pribadinya.

b) Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif.

Individu yang memiliki self-control akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif. Self-control memiliki arti sebagai kemampuan individu untuk menahan dorongan atau keinginan untuk bertingkah laku (negative) yang tidak sesuai dengan norma sosial.

c) Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara seimbang.

Individu yang memiliki self-control yang baik, akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam takaran yang sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipenuhi. Dalam hal ini, self-control membantu individu untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup.

d) Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain dilingkungannya. Dengan adanya self-control, individu akan membatasi ruang bagi aspirasinya dan memberikan ruang bagi aspirasi orang lain.

Self control memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, terdapat dua alasan mengapa self control penting (Calhoun dan Acocclla dalam Zulkarnain, 2002), yaitu :

a) Faktor sosial

Karena manusia hidup berkelompok dalam suatu masyarakat, maka setiap orang harus dapat mengontrol tingkah laku yang bertentangan dengan norma masyarakat. Setiap manusia menpunyai dorongan-dorongan dalam diri yang menuntut pemuasan, misalnya saja dorongan-dorongan seksual dan agresif. Oleh karena harus memuaskan kebutuhan dari dorongan-dorongan tersebut, maka manusia tersebut harus dapat mengontrol dorongan yang dimilikinya agar tidak muncul menjadi tampilan tingkah laku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat disekelilingnya, sehingga tidak mengganggu kenyamanan dan keamanan orang lain.

(4)

b) Faktor personal

Setiap manusia memperoleh pencapaian tujuannya melalui keiginan. Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan self control. Seseorang akan membuat standar-standar untuk mencapai tujuan, dan ketika pencapaiannya diperlukan proses belajar mengontrol dorongan untuk memuaskan kebutuhan dengan segera demi tercapainya tujuan jangka panjang yang diharapkan.

2.2 Celebrity Worship 2.2.1 Definisi Celebrity

Celebrity adalah individu yang memiliki profil yang menonjol, daya tarik dan pengaruh dalam sehari-hari media. Istilah ini identik dengan kekayaan (umumnya dilambangkan sebagai orang dengan ketenaran dan kekayaan), tersirat dengan daya tarik populer besar menonjol dalam bidang tertentu, dan dapat dengan mudah dikenali oleh masyarakat umum. Berbagai karir dalam bidang olahraga dan hiburan sering dikaitkan dengan status celebrity (Brockes, 2010).

Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa celebrity merupakan individu yang memiliki ketenaran atau dikenal oleh masyarakat umum atas pekerjaan atau perilaku apa yang sudah dilakukan oleh individu tersebut.

2.2.2 Definisi Celebrity Worship

Celebrity worship menurut Maltby et al., (2006) adalahidentitas struktur yang terdapat di dalam diri individu yang membantu penyerapan psikologis terhadap celebrity idola dalam upaya untuk membangun sebuah identitas diri dan rasa pemenuhan dalam diri individu tersebut. McCutcheon et al., (dalam Sheridan, 2007) berspekulasi bahwa sifat yang dimiliki celebrity worshipper (fans) mirip dengan sifat kecanduan. Semakin tinggi kecanduan terhadap celebrity idolanya, maka semakin tinggi pula tingkat keterlibatannya dengan sosok idola tersebut (celebrity involvement). Dijelaskan oleh (Darfiyanti & Putra, 2012), bahwa bila intensitas keterlibatan dengan celebrity meningkat, fans akan menggangap bahwa celebrity idolanya adalah orang yang dekat dan fans akan terus mengembangkan hubungan parasosial. Hubungan parasosial adalah hubungan yang diimajinasikan antara fans dengan sosok yang diidolakan yang bersifat satu arah, dari fans kepada idola (celebrity)

(5)

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa celebrity worship adalah segala bentuk perilaku atau perasaan yang timbul dari dalam diri untuk memuja sosok idola sebagai suatu pemuasan, hiburan ataupun mengisi kekosongan.

2.2.2.1 Teori Celebrity Worship

Menurut Maltby et al, (2006) celebrity worship dibagi menjadi tiga aspek yang bisa digambarkan sebagai tingkatan, yaitu:

a) Entertainment-social

Aspek ini digambarkan dengan motivasi yang mendasari pencarian aktif fans terhadap celebrity. Keterlibatan fans dengan celebrity idola yang bertujuan untuk hiburan atau menghabiskan waktu, yang didasari oleh ketertarikan fans terhadap bakat, sikap, perilaku dan hal yang telah dilakukan oleh celebrity tersebut, contohnya fans mengidolakan seorang penyanyi karena memiliki suara yang indah ataupun seorang pemain sepak bola yang memiliki bakat dalam bermain sepak bola dan sebagainya. Biasanya kegiatan pencarian aktif fans dilakukan dengan penggunaan media sebagai sarana untuk mencari informasi mengenai celebrity idola. Pada aspek ini fans juga merasa bahwa penting atau senang membicarakan celebrity idolanya dengan orang banyak dan juga senang membicarakan dengan fans lain yang juga mengidolakan celebrity yang sama. Umumnya, alasan individu mencari informasi mengenai celebrity idolanya adalah untuk menyesuaikan diri terhadap norma sosial dan lari dari realita (fancasy-escape from reality).

b) Intense-personal

Aspek ini menggambarkan perasaan yang intensif dan kompulsif terhadap celebrity, dan hampir mendekati perasaan obsesif fans terhadap celebrity idolanya. Fans memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang celebrity idolanya, mulai dari berita terbaru hingga informasi mengenai pribadi celebrity. Rasa empati yang tinggi yang dirasakan fans terhadap idolanya membuat fans merasa memiliki ikatan khusus dengan celebrity idolanya bahkan ikut merasakan apa yang terjadi dengan celebrity tersebut. Contohnya fans merasa sedih jika celebrity idolanya mengalami kegagalan dan fans sangat perduli terhadap apapun yang terjadi pada idolanya.

(6)

c) Borderline-pathological

Merupakan tingkatan paling tinggi atau mendalam dari hubungan keterlibatan fans dengan celebrity. Hal ini digambarkan dalam sikap seperti, kesediaan untuk melakukan apapun demi celebrity tersebut meskipun hal tersebut melanggar hukum, fans mulai berfantasi dan berkhayal memiliki kedekatan khusus dengan celebrity idolanya, fans memiliki keyakinan idolanya akan menolong saat fans tersebut membutuhkan bantuan. Fans yang seperti ini tampak memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irasional.

Tingkat tersebut menunjukan bahwa semakin seseorang memuja dan terlibat dengan sosok celebrity tertentu, maka hubungan parasosial yang terjalin akan semakin kuat. Ketiga dimensi atau tingkatan ini merupakan alat ukur celebrity worship yang disebut dengan celebrity attitude scale (CAS) oleh Maltby et al., (2006) yang akan diadaptasi untuk mengukur celebrity worship di dalam penelitian ini.

2.2.3 Dampak-Dampak Celebrity Worship 2.2.3.1 Dampak Positif

Sebuah studi di Kanada, oleh Boon dan Lomore (dalam Sheridan, et al., 2006) mensurvei kepada 75 mahasiswa. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 58.7% dari mahasiswa tersebut percaya bahwa celebrity idola mereka telah mempengaruhi sikap dan keyakinan mereka atau telah mengilhami mereka untuk mengejar kegiatan tertentu.

2.2.3.2 Dampak Negatif

Melalui telepon, Cheung dan Yue (dalam Sheridan, et al., 2007) mewawancarai 833 sample di Cina, yang memuja celebrity (terutama idola pop musik dan atlit), menemukan bahwa celebrity worship diperkirakan membuat sample rendah dalam kinerja kerja maupun kinerja belajar, memiliki self-esteem yang cenderung rendah dan kesulitan dalam menemukan identitas diri. Kemudian diperkuat oleh Sheridan, et al. (2007) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa celebrity worship memiliki elemen adiktif dan bahwa celebrity worship memiliki hubungan dengan kriminalitas. Meskipun korelasi tidak kuat dalam penelitian ini, namun berdasarkan penelitian sebelumnya mereka tetap konsisten bahwa hubungan tersebut signifikan.

(7)

2.3 Dewasa Awal

2.3.1 Definisi Dewasa Awal

Vaillant (dalam Papalia, Old & Feldman, 2008) mengatakan bahwa individu dewasa awal berusia sekitar usia 20 sampai 30 tahun. Masa dewasa awal merupakan masa adaptasi dengan kehidupan, dimana individu mulai membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, menikah, mempunyai anak, dan membangun persahabatan yang erat. Hurlock (2004), juga menyatakan bahwa masa dewasa awal merupakan saat fisik dan psikologis berkembang secara matang hingga mulai berkurangnya kemampuan reproduktif. Ia juga mengatakan bahwa masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu dewasa awal diharapkan memainkan peranan baru seperti peran suami atau isteri, orang tua dan pencari nafkah dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas baru ini.

Dapat disimpulkan bahwa dewasa awal merupakan masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa yang sesungguhnya, dimana individu telah dianggap mampu untuk bertanggung jawab dan memikirkan hal-hal penting lain dalam hidupnya. Bentuk tanggung jawab seperti mulai serius belajar demi karir di masa yang akan datang, atau memilih pasangan yang lebih serius telah mulai ditekuni oleh individu dewasa.

2.3.2 Masa Transisi Dewasa Awal

Menurut Santrock (dalam Dariyo, 2008), masa dewasa awal merupakan masa transisi, baik transisi secara fisik (physically transition), transisi secara intelektual (cognitive transition), serta transisi peran sosial (social role transition).

a) Physical transition

Pada masa ini, individu dewsa awal mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Penampilan fisiknya telah benar-benar matang sehingga siap melakukan tugas-tugas individu dewasa lainnya seperti bekerja, menikah, memiliki anak dan bertindak serta bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain. Keadaan fisik yang prima ini akan terus berkurang seiring dengan bertambahnya usia pada individu dewasa awal.

(8)

b) Cognitive Intelektual

Pada masa ini, perkembangan kognitif individu dewasa awal telah memasuki tahap operasional formal, bahkan kadang-kadang mencapai tahap post-operasi formal. Taraf ini menyebabkan individu dewasa awal mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional.

c) Social role transition

Pada masa ini, individu dewasa awal akan segera menikah dan membina keluarga dan berpisah dari orangtua. Di dalam kehidupan berkeluarga, individu dewasa bertanggungjawab untuk melaksanakan peran dan kewajibannya masing-masing dengan baik, mulai dari karir, mengurus anak dan membina keluarga.

2.3.3 Perkembangan Kognitif Dewasa Awal

Piaget (dalam Papalia, Old & Feldman, 2008) menjelaskan bahwa pada masa dewasa awal telah memasuki tahap operasional formal dimana perubahan-perubahan kognitif mulai terjadi. Ada 2 cara berpikir baru yang mulai terjadi pada masa dewasa awal, yaitu :

a) Berpikir reflektif

Berpikir reflektif (reflective thinking) merupakan jenis berpikir yang logis yang muncul pada masa dewasa, melibatkan evaluasi terhadap informasi dan keyakinan secara berkesinambungan dan aktif dengan pertimbangan bukti dan implikasi. Pemikiran reflektif dapat menciptakan sistem intektualyang rumit mempertemukan ide-ide atau pertimbangan yang saling berseberanga.

b) Pemikiran Pascaformal

Pemikiran pascaformal (postformal thought) merupakan jenis berpikir jenis berpikir matang yang bergantung pada pengalaman subjektif dan intuisi serta logika, berguna dalam menghadapi ambiguitas, ketidakpastian, inkonsistensi, kontradiksi, ketidaksempurnaan dan kompromi.

2.3.4 Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Individu dewasa awal mulai membentuk kehidupan keluarga dengan pasangan hidupnya, yang telah dibina sejak masa remaja. Havighurst (dalam Dariyo, 2008) menjelaskan tugas-tugas perkembangan dewasa, di antaranya :

(9)

a) Mencari dan menemukan calon pasangan hidup

Setelah masa remaja, golongan dewasa awal semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya.

b) Membina kehidupan rumah tangga

Individu dewasa awal mulai mempersiapkan diri untuk menjadi mandiri tanpa bergantung pada orang tua lagi. Sikap mandiri itulah yang merupakan langkah positif, karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Selain itu, juga harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing dan menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua. c) Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumahtangga

Setelah menyelesaikan pendidikan formal, pada umumnya dewasa awal memasuki dunia kerja untuk menerapkan ilmu dan keahlian. Individu berupaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan penuh idealisme, individu dewasa awal bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur-sejahtera bagi keluarganya.

d) Menjadi warga negara yang bertanggung jawab

Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan cara-cara, seperti mengurus dan memiliki surat-surat kewarganegaraan (KTP, akta kelahiran, surat paspor/visa), Membayar pajak (pajak televisi, telepon, listrik, air, pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan), menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar tidak tercela di mata masyarakat, dan mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (ikut terlibat dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan, memperbaiki jalan, dan sebagainya).

2.4 Kerangka Berpikir

Penelitian ini mengembangkan sebuah kerangka berpikir berdasarkan fenomena banyaknya individu usia dewasa, terutama di Jakarta, yang memiliki celebrity worship.

(10)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara self-control dengan celebrity worship pada dewasa awal. Berikut ini merupakan kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian :

Gambar 2.1 kerangka berpikir

Dewasa awal merupakan masa transisi pada seorang remaja untuk memasuki usia dewasa. Salah satu transisi penting yang dialami oleh individu dewasa awal adalah transisi sosial, dimana tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan telah menjadi tugas dari individu dewasa awal yang akan berguna untuk membangun kehidupannya kehidupannya dimasa depan. Namun saat ini banyak ditemui dewasa awal yang masih memiliki perilaku celebrity worship, Seperti yang jelaskan oleh Darfiyanti & Putra (2012), yang merupakan perilaku celebrity worship adalah fans rela meluangkan waktu, tenaga dan uang demi bertemu dengan idola pop atau mendapatkan hal-hal yang berhubungan dengan idola yang disukai.

Perilaku celebrity worship yang ditimbulkan, sesuai dengan dimensi celebrity worship dari Maltby et al,. (2006), bahwa fans rela melakukan suatu hal demi idola nya. Mulai dari hal yang sederhana yaitu membicarakan celebrity idola, mendapatkan hal yang berhubungan dengan celebrity, merasakan empati terhadap celebrity, sampai melakukan hal yang melanggar normal sosial. Hal ini diperkuat Sheridan, et al. (2006) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa celebrity worship memiliki hubungan dengan kriminalitas atau pelanggaran norma sosial.

Fenomena

Perilaku celebrity worship masih banyak ditemukan pada usia dewasa, sedangkan salah satu tugas dalam perkembangan individu pada usia

dewasayang dimulai pada tahap dewasa awal, diharapkan individu sudah dapat memikirkan bagaimana masa depannya, dan tidak

bertindak hanya dengan menurutin kepuasan saja.

Variable 1 Self-control

Variable 2 Celebrity worship

(11)

Sedangkan penelitian lain mengenai pelanggaran norma sosial yang dilakukan oleh Gailiot, Gitter, Baker, dan Baumeister (2012) secara langsung menguji apakah self-control yang rendah akan menyebabkan orang melanggar norma-norma sosial dan aturan lain di dalam sebuah konflik antara keinginan pribadi dan tuntutan eksternal. Kesimpulan secara umum yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Gailiot, Gitter, Baker, dan Baumeister (2012), dikatakan bahwa self-control yang rendah meningkatkan berbagai pelanggaran aturan sosial. Yang lebih penting, ditemukan bahwa self-control yang rendah berkontribusi terhadap pelanggaran aturan termasuk terlibat dalam perilaku berisiko yang termasuk pelanggaran serius terhadap aturan etika, menggunakan kata-kata yang tidak senonoh dan mengabaikan norma yang paling dasar dan umum. Hal ini sesuai dengan faktor-faktor self-control dari Tangney, Baumeister, dan Boone (2004), yaitu self discipline, deliberate/nonimpulsive, healthy habits, work ethic, dan reliability

Dengan kata lain, perilaku celebrity worship dapat menimbulkan pelanggaran norma sosial, dan pelanggaran norma sosial juga diakibatkan oleh self-control yang rendah. Hal ini membuat peneliti ingin meneliti, adakah hubungan yang signifikan antara celebrity worship dan self-control.

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan yang dihadapi dalam penelitian, dimana jawaban sementara akan diuji lagi kebenerannya. Hipotesis berarti pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan (Sugiyono, 2007 : 93).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan celebrity worship pada dewasa awal. Artinya semakin tinggi self-control pada dewasa awal maka akan semakin rendah atau kurangnya perilaku celebrity worship pada individu tersebut. Tinggi atau rendahnya self-control menentukan tahap dari celebrity worship yang diukur berdasarkan tiga aspek yang ada di dalam Celebrity Attitude Scale (CAS). Adanya hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan entertainment social, adanya hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan intense-personal, dan adanya hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan Borderline-pathological.

(12)

Gambar

Gambar 2.1 kerangka berpikir

Referensi

Dokumen terkait

- Jika tiap kenaikan 1000 ft temperatur turun > 5,4°F disebut Superadiabatic  udara tidak stabil  lebih. menguntungkan karena aliran udara cepat turun naik 

Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah dalam penerbitan sertipikat di Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal sudah efektif, terbukti dengan tidak adanya

Ada berbagai hal yang mendorong perkembangan haiku pada saat itu hingga menjadi populer, seperti puisinya yang pendek sehingga para penyair tidak perlu menulis puisi panjang

kelompok dan bukan individunya. Alasan penulis menggunakan kelas VIII C sebagai kelompok eksperiment dan kelas VIII B sebagai kelompok kontrol didasarkan pada

Hasil pengujian yang dilakukan terhadap 20 saham perusahaan yang menjadi sampel penelitian menunjukkan bahwa analisis pembentukan portofolio optimal menggunakan

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran Team Assested Iindividualization (TAI) khusus mata pelajaran Akuntansi yang dapat

Jenis ikan mas dan ikan kembung yang digunakan dalam pembuatan rebung ikan terfermentasi menghasilkan nilai total mikroba yang tidak berbeda nyata.. Diduga jenis dan

Sampel krim diharapkan termasuk dalam tipe M/A karena emulsi tipe M/A tidak terasa lengket saat digunakan di kulit sehingga terasa ringan.Selain itu emulgator