• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Pendahuluan. Rata-rata lama pendidikan di Indonesia hanya berdampak pada sepertiga GDP (gross domestic

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I Pendahuluan. Rata-rata lama pendidikan di Indonesia hanya berdampak pada sepertiga GDP (gross domestic"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I

Pendahuluan

Latar Belakang

Ada pandangan bahwa tingkat pendidikan akan berkorelasi dengan tingkat pendapatan ekonomi. Hal ini sejalan dengan penilaian OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) yang menyebutkan seseorang yang mengenyam pendidikan lebih lama akan memperoleh pendapatan lebih besar. Dengan kata lain, lebih tinggi pendidikan akan lebih tinggi kemandirian, semangat kewirausahaan dan produktivitas dalam berusaha sehingga penghasilan pun lebih tinggi.

Namun, fakta di Indonesia justru berbicara lain. Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 menyimpulkan sebaliknya: “makin tinggi pendidikan di Indonesia, makin rendah kemandirian dan semangat kewirausahaannya”.

Rata-rata lama pendidikan di Indonesia hanya berdampak pada sepertiga GDP (gross domestic product) garis korelasi yang dibuat OECD.Bandingkan, misalnya dengan Malaysia, yang mencapai 120% GDP. Hal itu menimbulkan pertanyaan:

- Bukankah seharusnya semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya? - Bukankah seharusnya semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula sikap atau jiwa

kewirausahaannya?

- Bukankah seharusnya semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula tingkat penghasilannya?

Rendahnya kemandirian tampak dari banyaknya pencari kerja.Sedangkan lowongan pekerjaan atau lapangan pekerjaan cukup terbatas.Tidak heran apabila terjadi banyak pengangguran, bahkan tidak sedikit tenaga terampil yang tidak terserap dunia kerja.

Dampaknya dapat dirasakan pada kehidupan sosial kemasyarakatan.Kekerasan, kejahatan, kerusuhan, tumbuhnya aliran sesat merupakan bagian dari rasa frustrasi masyarakat dalam menghadapi tekanan ekonomi.Dan, rasa frustrasi boleh jadi semakin kuat dan dalam setelah menyaksikan adanya praktik korupsi, mafia hukum, mafia peradilan, mafia ekonomi.

Mengapa semua itu dapat terjadi ? Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis serta penelitian-penelitian yang sudah dipublikasikan oleh berbagai pihak, rupanya akar masalahnya ada pada dunia pendidikan.

Pendidikan sekarang belum berorientasi membangun manusia yang cerdas, kompetitif, produktif dan berkarakter.Ada disorientasi dalam dunia pendidikan, sehingga character building tidak tercapai, padahal hal ini merupakan fondasi bagi nation building.

Hal tersebut merupakan masalah pendidikan secara nasional dari beberapa pandangan internasional terhadap mutu pendidikan di Indonesia.

(2)

Tawuran pelajar dan mahasiswa, geng motor, aliran sesat, terorisme, narkoba, video porno, miras di kampus, merupakan masalah pendidikan yang harus segera dibenahi.Sekolah harus berfungsi sebagai pusat pembangunan masyarakat termasuk pusat pembangunan karakter bangsa (character building).Contek masal yang dilakukan oknum pendidik merupakan gambaran disorientasi pendidikan ke arah perolehan STTB semata bukan pada mutu lulusan yang cerdas, kompetitif, produktif dan berakhlak mulia.

Bagaimana strategi, pendekatan dan metoda solusinya?

Tawuran antar kampung, kematian akibat minum keras yang tidak terkendala, terorisme yang terus berlanjut dan belum dapat dikendalikan sepenuhnya, merupakan sedikit gambaran kurang berhasilnya pendidikan informal, non formal dan formal meningkatkan kecerdasan bangsa, sebagai standar mutu pendidikan.

Pendekatan dan Metoda

Pendidikan merupakan pendekatan preventif, terhadap 1001 krisis yang melanda masyarakat saat ini.Pendidikan seharusnya dapat memotong keberlanjutan krisis tersebut, dengan membangun generasi muda yang cerdas intelektual, cerdas emosional-spiritual dan cerdas kinestetis.

Save our generation against  Verbalism

 Dogmatism and  Split personality

Amankan generasi dari verbalisme dan dogmatisme serta kemunafikan.

Pendidikan yang bagaimana yang dapat menanggulangi 1001 krisis saat ini?

Pertama, bahwa pendidikan sejak dulu disebut sebagai sistem pendidikan nasional.Artinya

jenjang dan jenis pendidikan dalam sistem pendidikan merupakan komponen yang saling terhubung, saling tergantung, dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu kecerdasan bangsa dalam arti komprehensif.

Istilah kelas VII, VIII dan IX di SMP dan kelas X, XI dan XII di SMA, merupakan gambaran adanya keberlanjutan antara SD, SMP dan SMA/SMK sebagai sub sistem pendidikan dasar dan menengah, sehingga peningkatan mutu pendidikan nasional hendaknya menggunakan pendekatan sistem.

Sekolah Dasar sebagai Fondasi Peningkatan Mutu Sisdiknas

Peningkatan mutu sistem pendidikan nasional tidak dapat diupayakan melalui pendidikan tinggi, atau pendidikan menengah secara parsial.Namun, pendidikan harus dilakukan dengan pendekatan system development, dimana TK/PAUD dan SD sangat berperan sebagai dasar atau fondasi.

(3)

Kalau dianalogikan, sistem pendidikan itu seperti struktur bangunan bertingkat. SD 6 (enam) tahun, SMP 3 (tiga) tahun, SMA 3 (tiga) tahun, S-1 4 (empat) tahun, S-2 2 (dua) tahun, dan S-3 3 (tiga) Tahun, seperti yang digambarkan berikut ini:

A. Pendidikan akademik B. Pendidikan Profesi

Gambar 1.1: Struktur/Bangunan Pendidikan

TK/PAUD adalah tanah lahan bangunan, sedangkan SD merupakan fondasi yang akan menunjang atau menyangga bangunan 15 (lima belas) tingkat di atasnya mulai SMP hingga S-3, atau mulai SMP hingga SP2

Oleh karena itu:

 Diperlukan penguatan tanah dengan menggunakan tiang-tiang pancang dari beton, agar tanah tersebut memiliki daya dukung bagi pondasi (SD) dan struktur bangunan (SMP, SMA dan Perguruan Tinggi).

Analoginya adalah pendidikan anak usia dini (PAUD) yang meliputi TK harus bermutu tinggi. Karena PAUD merupakan pendidikan guna membangun dan meningkatkan kesiapan anak memasuki pendidikan dasar.

 Fondasi yang dapat menyangga bangunan 15 (lima belas) tingkat yang kokoh, analoginya adalah Sekolah Dasar (SD) yang mampu memberikan lulusan pendidikan dasar (SD) dengan “kemampuan dasar” yaitu kecerdasan intelektual (IQ) termasuk keterampilan berpikir ilmiah, kecerdasan emosional-spiritual (EQ-SQ) atau akhlak mulia dan keterampilan fisik.

Kecakapan ini menjadi kunci keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan berikutnya, bahkan keberhasilan mereka dalam kehidupan masyarakat millenium III yang merupakan masyarakat belajar (learning society) dan masyarakat ilmiah (scientific society) berbasis teknologi informatika dan komunikasi.

 Dan selanjutnya baru membangun bangunan yang 15 (lima belas) tingkat, yaitu SMP, SMA, dan PT (Perguruan Tinggi), atau SMP, SMK, Politeknik, SP1, SP2.

Hal di atas memberikan gambaran bahwa bila fondasi lemah, maka sekokoh apapun bangunan di atasnya akan rapuh, mudah amblas, mudah goyah, dan bukan tidak mungkin runtuh.

(4)

Bila tanah tidak cukup kuat untuk menyangga fondasi dan seluruh bangunan diatasnya, keseluruhan bangunan akan roboh.

Analoginya, bila tanah dan fondasi tidak kuat, perlu kerja keras untuk menguatkan tanah dan membangun fondasi yang kokoh.Dan bila tanah dan fondasi tidak kokoh, maka bangunan sebagus dan semegah apapun mudah amblas, bahkan hancur. Dengan demikian, pendidikan usia dini, TK dan sekolah dasar merupakan kunci keberhasilan memasuki pendidikan selanjutnya.

Dengan demikian, pendidikan yang mencerdaskan dan berkarakter harus dimulai dari PAUD, atau setidaknya dari SD, sebagai fondasi bagi pendidikan menengah dan tinggi dalam membangun SDM yang cerdas kompetitif, produktif dan berakhlak mulia.

Pendidikan berbasis kompetensi dapat membangun SDM cerdas, kompetitif, produktif, dan berkarakter.

Hal ini berlaku juga pada jalur kejuruan seperti yang digambarkan dalam gambar 1.1.Artinya kelemahan dan kekurangan yang terjadi pada lulusan SMK bukan murni kesalahan lembaga pendidikan menengah kejuruan melainkan juga dampak dari kelemahan lembaga pendidikan sebelumnya.

Kedua, langkah selanjutnya adalah penguatan komponen-komponen dalam sistem

pendidikan nasional. Penguatan lembaga pendidikan sebagai sub sistem pendidikan nasional, juga harus dilakukan dengan pendekatan system development, jangan parsial.

Sudah pasti penguatan lembaga pendidikan sebagai sub sistem harus diselaraskan dengan peran dan fungsi lembaga pendidikan sebagai suatu komponen dalam sistem pendidikan nasional, dengan tetap memperhatikan strategi dan tujuan pendidikan nasional.

Manajemen berbasis sekolah yang ditetapkan dalam Undang-undang Sisdiknas pasal 51 ayat 1, merupakan landasan peningkatan kapasitas sekolah secara berkelanjutan yang dikenal dengan istilah manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (MPMBS).Hal ini berlaku bagi semua lembaga pendidikan dasar dan menengah.

Pendidikan Berbasis Kompetensi

Metoda peningkatan mutu pendidikan telah ditetapkan yaitu dengan pelaksanaan pendidikan berbasis kompetensi, yang berorientasi pada standar mutu pendidikan nasional yaitu kecerdasan bangsa.

Kemampuan dasar di SD yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional spiritual (EQ-SQ) dan kecerdasan kinestetis (keterampilan fisik) merupakan standar mutu pendidikan dasar. Sejalan dengan kemampuan dasar di SD tersebut, mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan dalam tiga domain, yaitu program normatif, yang berorientasi pada kecerdasan emosional-spiritual, program adaptif yang berorientasi pada kecerdasan intelektual dan program keahlian produktif, yang berorientasi pada kecerdasan kinestetis atau keterampilan fisik.Namun tetap dalam konteks kompetensi yang mengintegrasikan ketiga domain pendidikan.

(5)

program produktif berorientasi pada kompetensi keahlian kejuruan yang sesuai dengan tuntutan jabatan di dunia kerja.

Bagaimana proses pembelajaran berbasis kompetensi yang mencerdaskan dan berkarakter? Kompetensi merupakan integrasi dari pengetahuan (ilmu), nilai dan sikap (iman), dan perbuatan (amal), atau dalam definisi yang lebih operasional, kompetensi lulusan adalah penguasaan dan pemilikan ilmu pengetahuan (knowledge), yang dapat diterapkan dalam kehidupan (skill) dengan nilai-nilai akhlak mulia (attitude).

Dengan demikian terlihat bahwa kompetensi berupa pengetahuan, (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude) ketiga hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Competence vs Performance

Kemampuan vs Kinerja

Verbal Performance

Physical Performance

Attitudinal Performance

Gambar1.2: Komponen Kompetensi dan Performansi

Pendidikan masa lalu (Kurikulum 1994) yang padat dengan pengetahuan, memisahkan ketiga domain seperti yang digambarkan pada gambar 1.2 tersebut. Pemisahan ketiga domain dalam penyelenggaraan pendidikan cenderung membangun SDM yang verbalis, dogmatis dan split personality atau SDM dengan krisis integritas. Pendidikan berbasis kompetensi mengintegrasikan ketiga domain tersebut, seperti gambar berikut ini:

Kompetensi Performansi

Gambar1.3:Performansi (Unjuk Kerja) sebagai Indikator Kompetensi

Knowledge

Skill

Attitude

“ucapan”

“perbuatan”

(6)

Unjuk kerja merupakan indikator dari kompetensi, sehingga dalam penilaian kompetensi seorang siswa dapat diobservasi dan diukur dari unjuk kerjanya (performansi).

Dalam menilai pencapaian kompetensi dasar (KD) ditandai oleh pencapaian indikator dalam bentuk perubahan perilaku (behavioral competency) yang dapat diobservasi dan diukur (observable and measureable), mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Konsep pendidikan berbasis kompetensi ini dapat diyakini kebenarannya karena sesuai dengan konsep-konsep pendidikan Islam dalam membangun manusia yang berpikir atau ulul albab (Q.S. Ali Imran [3]:190-191) dan muslim yang berpribadi integral (Q.S. Al Baqarah [2]:208).

Pendidikan Berbasis Kompetensi yang Mencerdaskan dan Berakhlak Mulia

Pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia. Manusia adalah binatang berpikir, jadi memanusiakan manusia adalah mendidik manusia agar mau dan mampu berpikir, karena kalau tidak berpikir, maka manusia sama dengan binatang (Q.S. Al A’raaf [7]:179)

Mengapa pendidikan berbasis kompetensi mencerdaskan siswa?

Kalau kompetensi di definisikan sebagai penguasaan dan pemilikan ilmu pengetahuan, dapat menggunakannya dalam kehidupan dengan akhlak mulia, dapat diartikan bahwa ilmu hanya dapat dimiliki dan dikuasai siswa dengan proses pembelajaran siswa aktif (student active learning), atau pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM).

Ilmu hanya dapat dikuasai siswa bila siswa itu sendiri berusaha belajar untuk memiliki ilmu (mastery learning). Metoda belajar menguasai ilmu adalah metoda ilmiah atau ilmu hanya dapat dimiliki siswa apabila siswa belajar dengan metoda ilmiah.

Hasilnya adalah siswa memiliki kecakapan berpikir ilmiah atau kecerdasan berpikir/intelektual, berdampak pada wawasan berpikir yang luas (broad minded), tidak berpikir sempit (narrow minded) yang mudah dipengaruhi aliran sesat dan terorisme.

Bagimana pendidikan berbasis kompetensi mampu membangun akhlak mulia siswa? Sebagai gambaran, kami membuat contoh seperti di bawah ini.

Pola pendidikan karakter yang digambarkan dalam gambar 1.3 yang pertama (A) adalah berlatih amal saleh atau “membiasakan kebenaran “ agar nilai-nilai akhlak mulia "tertanam" (internalisasi) di dalam sistem nilai (value system) yang ada di hatinya (heart) dan terbiasa dilaksanakan oleh pancaindranya (hand).

Pola yang kedua (B) adalah pembelajaran yang berorientasi pada penerimaan nilai-nilai akhlak mulia melalui kecerdasannya atau kecakapan berpikirnya (head) yang kemudian disimpan dalam sistem nilai yang ada di hatinya (heart). Teroris adalah gambaran hasil pendidikan yang kurang mencerdaskan mereka. Mereka siap mati dengan berlumur dosa, tetapi mereka berpikir perbuatan itu “jihad“.

Contoh lain hasil pendidikan yang kurang mencerdaskan adalah yang meninggal karena minuman keras (miras) dan narkoba (narkotika dan obat/bahan berbahaya).

(7)

Gambar1.4: Pendidikan Karakter

Gambar di atas memaparkan pola pembelajaran akhlak mulia dalam pendidikan berbasis kompetensi, yaitu pertama (A) adalah pelatihan pembiasaan dan kedua (B) adalah internalisasi (penghayatan) nilai melalui kecerdasan berpikir hasilnya adalah pemilikan nilai-nilai akhlak mulia (hati atau afektif) yang diamalkan dalam kehidupan (indrawi atau motorik) dengan konsep-konsep ilmu (kognitif). Hasil tersebut sesuai dengan definisi kompetensi yang merupakan integrasi dari kognitif, afektif, dan motorik.

Hasil A dan B adalah sosok manusia yang beriman dan beramal soleh atau sosok manusia seutuhnya dimana ucapan, sikap, dan perbuatan menjadi kesatuan yang utuh.

Gambar1.5: Hasil Pendidikan Berbasis Kompetensi Terhadap Karakter

Dengan kata lain, pembiasaan kebenaran akan menolak sikap membenarkan kebiasaan yang kadang-kadang bertentangan dengan nilai-nilai keimanan. "Membenarkan kebiasaan" mungkin akan menghasilkan krisis, seperti krisis kepemimpinan, krisis integritas, dan krisis moral yang menjadikan Indonesia menjadi negara dengan 1001 krisis.

Pola yang sama juga diterapkan pada seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Artinya pembelajaran berbasis kompetensi yang digunakan pada semua mata pelajaran akan menghasilkan SDM yang cerdas, kompetitif, produktif dan berkarakter.

Head Heart Hand

B

A

B= Internalisasi nilai

akhlak mulia melalui

kecerdasan berpikir.

A= Internalisasi nilai

akhlak mulia melalui

pembiasaan

Ilmu Amal Iman Ucapan Perbuatan Nilai-sikap Satunya ucapan perbuatan dan sikap Sosok Muslim Kaaffah (muslimintergral)

Hasilnya adalah pribadi integral yang memiliki nilai iman dan mengamalkannya dengan saleh Ngahijina tekad, ucap jeung lampah (Bahasa Sunda)

Gambar

Gambar 1.1: Struktur/Bangunan Pendidikan
Gambar  di  atas  memaparkan  pola  pembelajaran  akhlak  mulia  dalam  pendidikan  berbasis  kompetensi,  yaitu  pertama  (A)  adalah  pelatihan  pembiasaan  dan  kedua  (B)  adalah  internalisasi  (penghayatan) nilai melalui kecerdasan berpikir hasilnya

Referensi

Dokumen terkait

(3) Penggunaan anggaran pemberdayaan masyarakat di kelurahan harus sesuai dengan kewenangan dan tidak tumpang tindih dengan program/kegiatan yang sudah

Drive Test Engineer adalah suatu pekerjaan yang di peruntukan untuk mengetahui kualitas suatu sinyal atau pembuktian. kebenaran suatu pekerjaan

Melaksanakan kegiatan introduksi praktikum tiap tahun 1 kali 1 kali 100 Melaksanakan kegiatan asistensi dengan praktikan tiap minggu 8 kali 8 kali 100 Melaksanakan

Saudara dapat memilih Mata Kuliah yang diajukan untuk RPL sesuai dengan kompetensi (Capaian Pembelajaran Mata Kuliah) yang menurut saudara telah diperoleh dari

Implementasi sistem informasi akan melibatkan semua aktivitas organisasi yang berhubungan dengan penggunaan dan manajemen dari sistem informasi tersebut sehingga menyebabkan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh kesenangan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan pada Salon Agung di Kabupaten Gianyar Tahun 2013,

Sebelumnya Saya ingin mengatakan kepada Anda semua bahwa ini adalah kali pertama Saya “pecah telor” alias baru kali ini dapat dollar langsung dari AssociatedContent (AC) yang

dijemput panitia menuju lokasi untuk mengikuti kegiatan Kongres Regional Istimewa FKMTSI Wilayah XIV. Wisata Sejarah