• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar tentang Supply Chain Management. ke masa. Tahun an persaingan dunia manufaktur meningkat seiring dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar tentang Supply Chain Management. ke masa. Tahun an persaingan dunia manufaktur meningkat seiring dengan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Pengantar tentang Supply Chain Management

Tantangan yang dihadapi dunia manufaktur berubah dan semakin berat dari masa ke masa. Tahun 70 – 80-an persaingan dunia manufaktur meningkat seiring dengan munculnya perusahaan-perusahaan baru. Keunggulan bersaing pada era ini tidak hanya ditentukan oleh kemampuan sebuah industri untuk menciptakan banyak output per satuan waktu atau sering kali disebut dengan produktivitas. Produktivitas memang tetap penting tetapi tidak cukup sebagai bekal untuk bersaing di pasar. Praktisi industri, konsultan mauppun akademisi kemudian mulai ramai membicarakan cara-cara untuk meningkatkan kualitas produk. Pengendalian kualitas tidak lagi cukup hanya dilakukan dengan model inspeksi produk, tetapi lebih fundamental dengan melihat proses. Bahkan orang mulai sadar bahwa kualitas produk juga tidak lepas dari kualitas bahan baku yang dikirim oleh supplier. Muncullah kemudian konsep dan teknik pengendalian kualitas seperti statistical process control (SPC) dan total quality management (TQM).

Seiring dengan pasar yang semakin meng-global, pelaku industripun mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat, perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Segala aspek tersebut membutuhkan peran serta semua pihak mulai dari supplier yang mengolah bahan baku menjadi komponen, perusahaan transportasi yang mengirimkan bahan baku dari supplier ke pabrik, serta jaringan distribusi yang akan menyampaikan produk ke tangan pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk

(2)

yang murah, berkualitas, dan cepat inilah yang kemudian melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu supply chain management (SCM).

2.1.1 Supply Chain dan Supply Chain Management

Menurut Chopra dan Meindl (2001) supply chain terdiri dari segala pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak, dalam memenuhi permintaan konsumen. Supply

chain tidak hanya meliputi produsen dan pemasok, tetapi juga pengusaha, gudang,

pengecer, dan pelanggan itu sendiri.

Menurut Pujawan (2005, p5) supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.

Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Misalnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Misalnya informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Perusahaan harus membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat.

(3)

Istilah supply chain management pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun 1982 (Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Bila supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, maka SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi.

SCM menurut Martin Christopher (1998) adalah jaringan organisasi yang melibatkan hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan. Contoh : pabrik pembuat kemeja adalah 2 bagian supply chain yang menghubungkan upstream (melalui pengusaha kain kepada pengusaha serat / kapas) dan downstream (melalui distributor dan retail pada pelanggan akhir).

Menurut Simchi-Levi et al. (1999, p.l) SCM merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan supplier, pengusaha, gudang (warehouse) dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan.

Menurut Schonsleben (2003, p84) supply chain management adalah strategi dan hubungan jangka panjang yang terkoordinasi diantara seluruh jaringan logistik perusahaan dalam hal pengembangan, produksi, pembelian maupun inovasi. Setiap perusahaan tersebut secara aktif berkompetensi pada bidangnya masing-masing untuk mendistribusikan produknya dengan waktu sesingkat mungkin sehingga berpengaruh pada jaringan supply chain secara keseluruhan.

(4)

Jadi, supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Diperlukan koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan pada supply chain karena perusahaan-perusahaan yang berada pada suatu

supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus

bekerja sama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan kerja sama antara elemen-elemen pada

supply chain tujuan tersebut akan bisa dicapai. Maka banyak orang berpendapat bahwa

persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain. Sebuah pabrik yang sehat dan efisien tidak akan banyak berarti apabila supplier-nya tidak mampu memenuhi pengiriman tepat waktu. Tujuan utama SCM adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan persediaan buffer yang terlibat antara beberapa departemen dalam satu rantai dengan cara saling membagi informasi mengenai demand dan persediaan yang ada sekarang. Ada benarnya perkataan orang bahwa ”a supply chain is as strong as its

weakest link”. Jadi dalam supply chain, pabrik perlu memberikan bantuan teknis dan

manajerial terhadap para supplier-nya karena pada akhirnya ini akan menciptakan kemampuan bersaing keseluruhan supply chain.

Dari definisi diatas juga dapat dilihat bahwa semangat kolaborasi dan koordinasi pada supply chain tidak mesti (dan tidak boleh) mengorbankan kepentingan tiap individu perusahaan. SCM yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi supply chain secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena

(5)

hubungan jangka panjang, dan berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan perusahaan partner baru. Dalam banyak kasus, ongkos yang terlibat dalam mengevaluasi calon-calon perusahaan partner bisa cukup besar. Oleh karena itu diperlukan pengertian, kepercayaan, dan aturan main yang jelas. Misalnya, ketika suatu perusahaan mau membagi informasi secara transparan, perusahaan partner harus menjaga informasi tersebut dari pihak-pihak yang bisa menyalahgunakannya. Namun orientasi jangka panjang dalam konteks supply chain di lapangan harus tetap diinterpretasikan secara fleksibel dan ukuran jangka panjang tersebut berlaku sangat relatif, mengingat lingkungan bisnis yang semakin dinamis dewasa ini.

2.1.2 Tantangan dalam Mengelola Supply Chain

Supply chain melibatkan sangat banyak pihak di dalam maupun di luar sebuah

perusahaan serta menangani cakupan kegiatan yang sangat luas. Dengan berbagai ketidakpastian yang ada di sepanjang supply chain serta semakin tingginya persaingan di pasar, supply chain management membutuhkan pendekatan dan model pengelolaan yang tangguh untuk bisa tetap bertahan dalam dunia bisnis. Hal tersebut ditambah lagi dengan berbagai aturan atau tuntutan dari pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga aspek lingkungan dalam kegiatan supply chain. Beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam mengelola supply chain yaitu :

Tantangan 1. Kompleksitas struktur supply chain

Suatu supply chain umumnya sangat kompleks karena melibatkan banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan yang sering kali memiliki kepentingan yang berbeda-beda, bahkan seringkali bertentangan (conflicting) antara satu dengan yang

(6)

lainnya. Di dalam perusahaan sendiripun (antara divisi satu dengan yang lainnya) perbedaan kepentingan tersebut sering muncul.

Tantangan 2. Ketidakpastian

Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu supply

chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang sudah

dibuat, sebagai akibatnya perusahaan sering menciptakan pengaman di sepanjang supply

chain. Pengaman tersebut bisa berupa persediaan (safety stock), waktu (safety time),

ataupun kapasitas produksi ataupun transportasi.

Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidak pastian pada supply

chain. Pertama adalah ketidakpastian permintaan. Misalnya pabrik mengalami

ketidakpastian pesanan dari distributor. Semakin ke hulu ketidakpastian permintaan biasanya semakin meningkat. Peningkatan ketidakpastian atau variasi permintaan dari hilir ke hulu pada suatu supply chain dinamakan bullwhip effect.

Ketidakpastian kedua berasal dari arah supplier, yang dapat berupa ketidakpastian pada lead time pengiriman, harga bahan baku atau komponen, ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim. Sedangkan ketidakpastian ketiga adalah ketidakpastian internal yang bisa diakibatkan oleh kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakpastian tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu maupun kualitas produksi. Besarnya ketidakpastian yang dihadapi tiap-tiap supply

(7)

Ketidakpastian pasokan Ketidakpastian pasokan Ketidakpastian pasokan Produk akhir WIP Produk akhir

Gambar 2.1 Ketidakpastian pada Supply Chain Menimbulkan Persediaan Pengaman Dimanapun

Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan

2.2 Permintaan dan Perencanaan Produksi

Menurut Pujawan (2005, p85-90) permintaan terhadap barang atau jasa adalah awal dari semua kegiatan supply chain. Kegiatan produksi, pengiriman, perancangan produk dan pembelian material dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan terhadap barang atau jasa dari pihak pelanggan.

Pada hampir semua situasi riil, besar dan waktu permintaan terhadap barang atau jasa tidak mudah diketahui sebelum terjadi. Disisi lain, banyak aktivitas yang sudah harus dikerjakan sebelum permintaan atau kebutuhan dari pelanggan teridentifikasi dengan pasti.

Beberapa jenis produksi berdasarkan tingkatan persediaannya (Schonsleben, 2003 p160), antara lain sistem make to stock yang digunakan perusahaan dalam memproduksi dan menyimpan persediaan sampai pada tahap produk jadi (end product), dan pengiriman dilakukan berdasarkan pesanan dari konsumen. Sedangkan make to

order meliputi kegiatan menyimpan persediaan sampai pada tahap produk setengah jadi

atau berupa produk bahan baku untuk dilakukan proses produksi kembali. Barang jadi kemudian baru akan lanjut diproduksi apabila terdapat pesanan dari konsumen.

(8)

Pada perusahaan-perusahaan yang berproduksi dengan sistem make to stock, kegiatan produksi, pembelian material, dan pengiriman produk ke toko atau tempat penjualan dilakukan sebelum perusahaan tahu berapa produk akan terjual di masing-masing toko atau tempat penjualan. Pada sistem produksi make to order, beberapa aktivitas seperti perakitan akhir dan pembuatan komponen memang bisa ditunda sampai ada permintaan definitif, namun tetap sebagian aktivitas seperti penyediaan bahan baku dan kapasitas dilakukan atas dasar perkiraan atau peramalan. Dengan demikian, boleh dikatakan tidak ada perusahaan yang bisa menghindar dari kegiatan memperkirakan atau meramalkan permintaan untuk keperluan perencanaan aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan sebelum permintaan definitif datang dari pelanggan.

Pada banyak kasus, pola permintaan tidak mudah untuk dipenuhi secara efektif oleh supply chain. Sebagai contoh, permintaan yang sifatnya musiman menyebabkan sebagian dari permintaan tersebut terpaksa tidak bisa dipenuhi atau bisa dipenuhi dengan biaya-biaya yang lebih tinggi. Oleh karena itu perusahaan harus sering kali secara proaktif mengelola permintaan sehingga menjadi lebih mudah dipenuhi.

2.2.1 Peramalan Permintaan dan Pengelolaan Permintaan

Peramalan permintaan adalah kegiatan untuk mengestimasi besarnya permintaan terhadap barang atau jasa tertentu pada suatu periode dan wilayah pemasaran tertentu. Ramalan yang tidak akurat bisa menimbulkan berbagai permasalahan pada supply chain. Kelebihan pasokan produk ke satu wilayah sementara kekurangan di wilayah lain, kelebihan di suatu periode tetapi kekurangan di wilayah lain, atau kelebihan di produk A sementara kekurangan produk B, dan sebagainya membuat service level yang rendah maupun ongkos-ongkos persediaan yang tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan

(9)

efisiensi maupun efektifitas pada supply chain diperlukan cara-cara yang tepat untuk meningkatkan akurasi peramalan permintaan. Peningkatan akurasi bisa dilakukan dengan menggunakan metode peramalan yang lebih baik, mencari data yang lebih komprehensif, melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak lain pada supply chain, serta memilih tingkat agregasi yang tepat untuk tiga dimensi yang disebutkan diatas (wilayah, waktu dan produk).

Kegiatan peramalan memiliki peran yang sangat kritis pada supply chain. Hanya saja, walaupun ramalan dilakukan dengan baik dan hasilnya akurat, supply chain tidak dijamin bisa memenuhinya dengan efektif dan efisien. Hal ini terutama terjadi kalau permintaan memiliki pola yang fluktuatif. Walaupun fluktuasinya bisa diprediksi dengan baik, biaya-biaya yang muncul pada supply chain bisa cukup besar bila fluktuasinya tinggi. Oleh karena itu, disamping upaya untuk secara reaktif meramalkan permintaan dan merespon hasil ramalan apapun polanya, supply chain harus lebih proaktif mencoba membuat pola permintaan tersebut lebih stabil sehingga mudah untuk dipenuhi.

Pengelolaan permintaan (demand management) adalah upaya untuk membuat permintaan lebih mudah dipenuhi oleh supply chain. Secara lebih spesifik bisa dikatakan bahwa demand management adalah upaya untuk secara aktif meyakinkan bahwa profil permintaan pelanggan memiliki pola yang halus sehingga mudah dan efisien untuk dipenuhi. Dengan kata lain, kalau peramalan hanya melihat permintaan sebagai input yang sudah ”given”, demand management melihat bahwa input tersebut harus diubah polanya terlebih dahulu sebelum masuk ke proses peramalan, perencanaan produksi, pengadaan bahan baku, produksi, dan pengiriman ke pelanggan. Gambar 2.2 mengilustrasikan bahwa pola permintaan yang asli sangat fluktuatif.

(10)

Demand Forecasting

Production

Planning Production Delivery

Pemenuhan Pesanan Demand Management

Gambar 2.2 Ilustrasi Demand Management dan Order Fulfillment

Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan

Perusahaan tidak langsung menggunakan permintaan tersebut sebagai input dalam kegiatan pemenuhan pesanan (mulai dari peramalan sampai pengiriman barang), namun terlebih dahulu dipengaruhi sedemikian rupa sehingga lebih stabil polanya.

2.2.2 Instrumen untuk Mengelola Permintaan

Mengelola permintaan berarti mengubah pola permintaan sehingga memiliki pola yang lebih menguntungkan bagi supply chain. Seperti halnya dengan pemasaran, pemasaran tidak hanya berhubungan dengan mencari dan meningkatkan permintaan, tetapi juga mengubah atau bahkan menurunkan permintaan (demarketing). Tujuan

demarketing (Kotler dan Armstrong, 2001, p18) bukanlah menghilangkan permintaan,

(11)

Ada beberapa cara yang dapat digunakan oleh supply chain untuk mempengaruhi pola permintaan, antara lain:

• Promosi

Kegiatan promosi bisa dilakukan dengan bebagai cara, misalnya melalui iklan di media cetak maupun media elektronik. Kegiatan promosi sudah teruji efektifitasnya untuk meningkatkan volume penjualan selama periode tertentu. Promosi pada saat-saat tertentu membuat volume permintaan meningkat baik segera setelah pada saat promosi dilakukan ataupun secara perlahan dan tejadi beberapa lama setelah periode promosi berakhir.

Bagi supply chain, kegiatan promosi bisa membuat pola permintaan lebih mudah atau lebih sulit untuk dipenuhi. Kalau promosi dilakukan pada saat-saat permintaan lesu dan efek promosi relatif cepat terhadap reaksi pasar maka supply chain akan mendapatkan pola permintaan yang lebih rata. Sebaliknya kalau promosi justru dilakukan pada saat-saat permintaan memang tinggi, supply chain justru akan menghadapi permintaan yang lebih fluktuatif.

Pricing

Kebijakan harga sebenarnya juga bisa diklasifikasikan sebagai bagian dari instrumen promosi. Namun sebenarnya kebijakan pricing bisa memiliki tujuan yang lebih luas dari sekedar promosi. Sebagai contoh, tarif telepon yang lebih mahal di siang hari dibandingkan dengan waktu malam hari adalah cara untuk memindahkan sebagian beban jaringan yang memang sibuk pada siang hari ke malam hari. Ada banyak kegiatan pemakaian telepon, terutama untuk keperluan bisnis / kantor yang tidak bisa dipindahkan ke malam hari, namun bagi mereka yang punya fleksibilitas waktu

(12)

menelpon akan cenderung melakukannya pada malam hari untuk mendapatkan harga yang lebih murah.

Shelf management

Posisi dan cara penempatan suatu barang di supermarket sering kali berpengaruh terhadap penjualan barang tersebut. Barang yang letaknya tersembunyi, walaupun sebenarnya menarik bagi banyak konsumen, tidak akan banyak laku karena tidak terlihat oleh calon-calon pembeli. Oleh karena itu, produk yang baru diluncurkan atau yang sedang punya program peningkatan penjualan, biasanya ditempatkan di tempat-tempat yang terlihat jelas oleh para pengunjung toko atau supermarket.

Deal structure

Deal structure ini meliputi persetujuan jual beli seperti boleh tidaknya produk

dikembalikan, term pembayaran, perlindungan harga, garansi, dan sebagainya. Bisa tidaknya produk dikembalikan apabila tidak sesuai dengan keinginan pembeli akan meningkatkan volume penjualan, namun penjual akan menanggung biaya pengembalian yang lebih tinggi. Term pembayaran juga mempengaruhi keputusan pembeli. Pembayaran yang bisa ditunda beberapa lama setelah barang diambil tentu akan lebih menarik dibandingkan dengan persyaratan pembayaran langsung ketika barang diambil oleh pembeli.

Selain iklan, terdapat alat promosi massal lainnya, yakni promosi penjualan. Promosi penjualan terdiri dari insentif jangka pendek untuk mendorong pembelanjaan atau penjualan produk atau jasa. Kalau iklan menyodorkan alasan untuk membeli suatu produk atau jasa, maka promosi penjualan menekankan alasan mengapa konsumen harus membeli sekarang juga. Alat promosi ini dapat membujuk pengecer atau pedagang

(13)

grosir untuk menjual sebuah merk, memberinya ruangan rak, mempromosikan dan menyodorkan ke konsumen, oleh karena itu perusahaan sering kali harus menawarkan pengurangan harga, keringanan, garansi beli-kembali, atau barang gratis untuk pengecer dan pedagang grosir. Keringanan merupakan uang promosi yang dibayarkan perusahaan kepada pengecer sebagai imbalan atas persetujuannya untuk menampilkan produk pabrik dalam suatu cara. Pengurangan harga (diskon) atau termasuk juga pricing merupakan pengurangan langsung dari harga barang pada pembelian selama suatu periode waktu yang dinyatakan. Perusahaan juga dapat memberikan pengecer barang promosi khusus yang mencantumkan nama perusahaan seperti pena, kalender, memo dan sebagainya.

Instrumen demand management tersebut hanya akan efektif digunakan apabila perusahaan memahami dengan baik perilaku pembeli / pelanggan terhadap pemberlakuan masing-masing instrumen tersebut. Misalnya perusahaan harus memiliki pengetahuan, berdasarkan pengalaman masa lalu, efektifitas suatu promosi dalam menggeser atau menaikkan volume penjualan. Demikian juga, pengaruh deal structure dan instrumen-instrumen lain terhadap perilaku calon-calon pembeli mestinya diketahui dengan baik. Di samping itu yang juga perlu diketahui adalah pengaruh reaksi pelanggan yang berbeda terhadap ongkos-ongkos yang terjadi pada supply chain. Misalnya, apabila promosi ternyata justru meningkatkan variabilitas permintaan dari waktu ke waktu maka pengaruhnya terhadap biaya-biaya persediaan dan biaya-biaya kekurangan stok (stockout costs) harus bisa dievaluasi.

(14)

2.3 Peramalan

Setiap saat, perusahaan membuat keputusan tanpa mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, dan pihak perusahaan selalu berusaha untuk mengurangi ketidakpastian tersebut dan selalu berusaha membuat perkiraan yang lebih baik untuk apa yang terjadi di masa mendatang. Hal tersebut yang menjadi fungsi dari sebuah peramalan.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk meramalkan kondisi yang akan datang. Pada beberapa perusahaan umumnya perusahaan kecil, kegiatan peramalan tersebut dilakukan secara subjektif berdasarkan intuisi dan pengalaman selama bertahun-tahun. Selain itu juga terdapat beberapa metode peramalan secara kuantitatif. Gambar 2.3 menunjukkan beberapa metode peramalan yang umum digunakan.

Gambar 2.3 Tipe-Tipe Peramalan

Sumber : Quantitative Analysis for Management, Barry Render

Time Series Models

Model tersebut memprediksi ramalan yang akan datang dengan menggunakan data historis dan mengasumsikan bahwa apa yang akan terjadi di masa yang akan datang

(15)

merupakan fungsi dari kondisi yang telah terjadi di masa lalu. Dengan kata lain, metode time series melihat kembali kondisi yang terjadi pada periode waktu tertentu di masa lalu dan menggunakan deretan data-data tersebut untuk membuat peramalannya.

Causal Models

Model tersebut mengembangkan suatu sebab akibat antara variabel seperti pemintaan yang diramalkan dengan variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi peramalan dan menjadikannya suatu model peramalan. Data dari variabel-variabel tersebut dikumpulkan dan di analisis untuk menentukan kevaliditasan dari metode peramalan yang diusulkan. Model kausal juga menggunakan data historis seperti pada model time series, tetapi faktor-faktor lainnya juga akan diperhitungkan.

Qualitative Models

Model time series dan causal menggunakan data kuantitatif sedangkan model kualitatif menggunakan pengambilan keputusan atau faktor subjektif pada model peramalannya. Antara lain pendapat dari para ahli, pengalaman dan keputusan secara personal, dan faktor-faktor subjektif lainnya. Model tersebut akan sangat berguna ketika faktor subjektif sangat berperan atau ketika keakuratan data secara kuantitatif sulit digunakan.

2.3.1 Teknik Peramalan untuk Data Musiman

Seasonal series (Hanke and Wichern, 2005 p76) didefinisikan sebagai model time series dengan pola berulang yang terjadi dari tahun ke tahun. Salah satu cara untuk

mengembangkan peramalan seasonal (musiman) dengan metode dekomposisi, lalu memperkirakan indeks musiman yang didapaatkan dari deretan data-data historis.

(16)

Beberapa teknik peramalan untuk data musiman meliputi classical decomposition,

Winter’s exponential smoothing, dan seasonal variations.

Exponential Smoothing: Winter’s Method

Menurut Hanke (2005, p126) metode Winters’ yang merupakan penerapan lanjutan dari metode Holt’s, terdapat tambahan satu perhitungan yang digunakan dengan tujuan untuk memperkirakan faktor musiman, yang ditunjukkan pada rumus dibawah ini:

1. The exponentially smoothed series or level estimate:

) )( 1 ( −1 −1 − + − + = t t s t t t L T S Y L α α

2. The trend estimate:

1 1) (1 ) ( − + − = t t t t L L T T β β

3. The seasonality estimate:

s t t t t S L Y S =γ +(1−γ)

4. Forecast p periods into the future:

p s t t t p t+ = L + pT S−+ Υ ( ) Keterangan : t

L = Nilai pemulusan baru

α = Pemulusan tetap untuk tingkatan tersebut

t

Y = Nilai aktual untuk periode t (new observation)

β= Pemulusan tetap untuk perkiraan tren

t

(17)

γ = Pemulusan tetap untuk perkiraan musiman

t

S = Perkiraan musiman

p= Jumlah periode yang akan diramalkan pada masa mendatang s= Panjang musiman

p t+

Υ = Peramalan untuk periode p pada masa yang akan datang

Perkiraan musiman ditunjukkan sebagai seasonal index dan dihitung dengan rumus perkiraan musiman, St. Pada rumus tersebut, Yt dibagi dengan Lt untuk menciptakan indeks (rasio) yang dapat digunakan untuk menyesuaikan peramalan dengan karakteristik musiman (naik dan turunnya permintaan pada periode tertentu).

Untuk memulai perhitungan rumus pertama, nilai dari Lt, Tt dan St harus ditentukan. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menentukan perkiraan awal dari tingkat pemulusan sama dengan data pertama. Lalu tetapkan perkiraan tren awal sama dengan nol dan musiman ditetapkan 1.0. Metode Winters’ memudahkan perhitungan untuk data musiman ketika data yang ingin diramalkan memiliki pola musiman.

Decomposition

Metode dekomposisi memiliki karakteristik yang memisahkan komponen dari pola dasar yang cenderung mencirikan deret data. Proyeksi dari masing-masing komponen dapat digabung untuk membuat peramalan time series masa mendatang. Metode tersebut digunakan untuk peramalan jangka pendek maupun panjang. Komponen time series tersebut adalah komponen trend, siklus (cyclical), musiman (seasonal), dan acak (irregular/ random).

(18)

Trend merupakan komponen yang mewakili pertumbuhan (maupun penurunan ataupun tidak berubah) dalam time series. Trend dapat timbul, sebagai contoh dari perubahan populasi, inflasi, perubahan teknologi, dan kenaikkan produktivitas. Trend dilambangkan dengan T.

Komponen siklus merupakan deretan fluktuasi yang menyerupai gelombang. Perubahan kondisi ekonomi umumnya akan menciptakan siklus tersebut. Komponen ini dilambangkan dengan C. akan tetapi komponen ini seringkali tidak dapat dipisahkan dari komponen trend, dan sering dilambangkan menjadi T.

Fluktuasi musiman umumnya memiliki panjang yang konstan, ditemukan dalam kuartal, bulanan atau data mingguan dan berulang tahun demi tahun. Pola tersebut muncul akibat pengaruh cuaca, libur nasional dan event lainnya. Komponen musiman dilambangkan dengan S.

Komponen irregular atau tidak beraturan terdiri dari fluktuasi yang acak atau sukar diprediksi. Komponen irregular dilambangkan dengan I.

Dua buah model yang berhubungan antara komponen nilai observasi (Yt) dari

time series dengan trend (Tt), musiman (St), dan irregular (It) adalah model komponen additive Yt =Tt +St +It dan model komponen multiplicative

t t t t T S I Y = × × .

Model komponen additive terbaik digunakan apabila deret waktu memiliki variabilitas (kelainan dari waktu maupun panjang musim) yang konstan selama panjang deret tersebut. Sedangkan multiplicative digunakan ketika deret waktu semakin mengalami kenaikkan variabilitas seiring dengan tingkatannya.

(19)

Seasonal Variations

Metode seasonal variations (Render, Stair and Hanna, 2006 p165) memiliki ciri mencari indeks musiman pada tahap awal, dengan cara mengatur data observasi (aktual) agar setiap periode memiliki pola musiman yang serupa. Sebagai contoh data bulan pertama pada tahun ini disejajarkan dengan data bulan pertama tahun sebelumnya. Setelah sejajar, kemudian di rata-rata kan pada masing-masing bulan.

2

2 1 salesY

salesY +

Setelah memperoleh data average year demand setiap bulan, lalu cari average

monthly demand = 12 demand year average Σ

Akhirnya average seasonal index setiap bulan didapatkan dengan membagi masing-masing average year demand dengan average monthly demand =

demand monthly average (t) demand year average

2.3.2 Statistik Ketepatan Peramalan

Menurut Render et al. (2006, p154) untuk mengetahui suatu metode peramalan lebih baik dibandingkan dengan metode yang lain, data yang diramalkan dibandingkan dengan data aktual (kenyataan). Kesalahan peramalan (atau deviasi) dijelaskan sebagai berikut :

Kesalahan peramalan = nilai aktual – nilai yang diramalkan

Salah satu pengujian ketepatan peramalan adalah mean absolute deviation (MAD). Pengujian tersebut dihitung dengan menjumlahkan nilai absolut dari kesalahan peramalan (error) dan membaginya dengan jumlah kesalahan (n):

(20)

n MAD= Σforecast error

Suatu cara lain untuk menguji ketepatan peramalan yaitu mean squared error (MSE) dimana merupakan rerata dari squared errors:

n error MSE 2 ) ( Σ =

Selain MAD dan MSE, terdapat mean absolute percent error (MAPE), yang merupakan rerata dari nilai kesalahan (error) absolut yang ditunjukkan dalam persen dari nilai aktual:

% 100 actual error × Σ = n MAPE

2.4 Manajemen Transportasi dan Distribusi

Pada kebanyakan produk yang kita gunakan, peran jaringan distribusi dan transportasi sangatlah vital. Jaringan distribusi dan transportasi ini memungkinkan produk pindah dari lokasi dimana mereka diproduksi ke lokasi konsumen / pemakai yang sering kali dibatasi oleh jarak yang sangat jauh. Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat menentukan apakah produk tersebut pada akhirnya akan kompetitif di pasar. Kemampuan untuk mengelola jaringan distribusi dewasa ini merupakan satu komponen keunggulan kompetitif yang sangat penting bagi kebanyakan industri.

Untuk menciptakan keunggulan berkompetisi, perusahaan tidak lagi bisa mengandalkan cara-cara tradisional dalam mendistribusikan produk-produk mereka. Perkembangan teknologi dan inovasi dalam manajemen distribusi memungkinkan

(21)

perusahaan untuk menciptakan kecepatan waktu kirim serta efisiensi yang tinggi dalam jaringan distribusi mereka, sesuatu yang sangat dipentingkan oleh pelanggan dewasa ini.

Tekanan kompetisi serta kebutuhan pelanggan yang tinggi memaksa perusahaan-perusahaan untuk melakukan berbagai perbaikan dalam kegiatan distribusi dan transportasi. Dewasa ini, jaringan distribusi tidak lagi dipandang hanya sebagai serangkaian fasilitas yang mengerjakan fungsi-fungsi fisik seperti pengangkutan dan penyimpanan, tetapi merupakan bagian integral dari kegiatan supply chain secara holistik dan memiliki peran strategis sebagai titik penyalur produk maupun informasi dan juga sebagai wahana untuk menciptakan nilai tambah.

Kegiatan transportasi dan distribusi menjadi semakin penting artinya bagi supply

chain dewasa ini dengan semakin banyaknya perusahaan yang harus melakukan

pengiriman langsung ke pelanggan. Kegiatan transportasi dan distribusi bisa dilakukan oleh perusahaan manufaktur dengan membentuk bagian distribusi / transportasi tersendiri atau diserahkan ke pihak ketiga.

2.4.1 Fungsi-fungsi Dasar Manajemen Distribusi dan Transportasi

Secara tradisional kita mengenal manajemen distribusi dan transportasi dengan berbagai sebutan. Sebagian perusahaan menggunakan istilah manajemen logistik, sebagian lagi menggunakan istilah distribusi fisik (physical distribution). Apapun istilahnya, secara umum fungsi distribusi dan transportasi pada dasarnya adalah mengantarkan produk dari lokasi dimana produk tersebut diproduksi sampai dimana mereka akan digunakan. Manajemen transportasi dan distribusi mencakup baik aktivitas fisik yang secara kasat mata bisa kita saksikan, seperti menyimpan dan mengirim produk, maupun fungsi non-fisik yang berupa aktivitas pengolahan informasi dan

(22)

pelayanan kepada pelanggan. Pada prinsipnya, fungsi ini bertujuan untuk menciptakan pelayanan yang tinggi ke pelanggan yang bisa dilihat dari tingkat service level yang dicapai, kecepatan pengiriman, kesempurnaan barang sampai ke tangan pelanggan, serta pelayanan purna jual yang memuaskan.

Kegiatan transportasi dan distribusi bisa dilakukan oleh perusahaan manufaktur dengan membentuk bagian distribusi/transportasi tersendiri atau diserahkan ke pihak ketiga. Dalam upayanya untuk memenuhi tujuan-tujuan diatas, siapapun yang melaksanakan (internal perusahaan atau mitra pihak ketiga), manajemen distribusi dan transportasi pada umumnya melakukan sejumlah fungsi dasar yang terdiri dari :

1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level.

Segmentasi pelanggan perlu dilakukan karena kontribusi mereka pada revenue perusahaan bisa sangat bervariasi dan karakteristik tiap pelanggan bisa sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Dari segi revenue, sering kali hukum pareto 20/80 berlaku disini. Artinya, hanya sekitar 20% dari pelanggan atau area penjualan menyumbangkan sejumlah 80% dari pendapatan yang diperoleh perusahaan. Perusahaan tidak bisa menomorsatukan semua pelanggan. Dengan memahami perbedaan karakteristik dan kontribusi tiap pelanggan atau area distribusi, perusahaan bisa mengoptimalkan alokasi persediaan maupun kecepatan pelayanan. Misalnya, pelanggan kelas 1, yang menyumbangkan pendapatan terbesar, memiliki target service level yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelanggan kelas 2 atau kelas 3 yang kontribusinya jauh lebih rendah.

2. Menentukan mode transportasi yang akan digunakan.

Tiap mode transportasi memiliki karakteristik yang berbeda dan mempunyai keunggulan serta kelemahan yang berbeda juga. Sebagai contoh, transportasi laut

(23)

memiliki keunggulan dari segi biaya yang lebih rendah, namun lebih lambat dibandingkan dengan transportasi udara. Manajemen transportasi harus bisa menentukan mode apa yang akan digunakan dalam mengirimkan produk-produk mereka ke pelanggan. Kombinasi dua atau lebih mode transportasi tentu bisa atau bahkan harus dilakukan tergantung pada situasi yang dihadapi.

3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman.

Konsolidasi merupakan kata kunci yang sangat penting dewasa ini. Tekanan untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama perlunya melakukan konsolidasi informasi maupun pengiriman. Salah satu contoh konsolidasi informasi adalah konsolidasi data permintaan dari berbagai regional distribution center oleh central warehouse untuk keperluan pembuatan jadwal pengiriman. Sedangkan konsolidasi pengiriman dilakukan misalnya dengan menyatukan permintaan beberapa toko atau retail yang berbeda dalam sebuah truk. Dengan cara ini, truk bisa berjalan lebih sering tanpa harus membebankan biaya lebih kepada pelanggan / klien yang mengirimkan produk tersebut.

4. Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman

Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau distributor adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus dilalui untuk memenuhi permintaan dari sejumlah pelanggan. Apabila jumlah pelanggan sedikit, keputusan ini bisa diambil dengan relatif mudah. Namun perusahaan yang memiliki ribuan atau puluhan ribu toko atau tempat-tempat penjualan yang harus dikunjungi, penjadwalan dan penentuan rute pengiriman adalah pekerjaan yang sangat sulit dan kekurangtepatan dalam mengambil dua keputusan tersebut bisa berimplikasi pada biaya pengiriman dan penyimpanan yang tinggi.

(24)

5. Memberikan pelayanan nilai tambah.

Disamping mengirimkan produk ke pelanggan, jaringan distribusi semakin banyak dipercaya untuk melakukan proses nilai tambah. Kebanyakan proses nilai tambah yang bisa dikerjakan oleh pabrik. Beberapa proses nilai tambah yang bisa dikerjakan oleh distributor adalah pengepakan (packaging), pelabelan harga, pemberian barcode, dan sebagainya. Untuk mengakomodasikan kebutuhan lokal dengan lebih baik, beberapa industri, seperti industri printer, memindahkan proses konfigurasi akhir dari produknya ke distributor di tiap-tiap Negara. Ini meningkatkan fleksibilitas produk sehingga mengurangi kelebihan stok di suatu negara dan kekurangan di negara lain. 6. Menyimpan persediaan.

Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penyimpanan produk baik di suatu gudang pusat atau gudang regional, maupun di toko dimana produk tersebut dipajang untuk dijual. Oleh karena itu manajemen distribusi tidak bisa dilepaskan dari manajemen pergudangan.

7. Menangani pengembalian (return)

Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain. Pengembalian ini bisa karena produk rusak atau tidak terjual sampai batas waktu penjualannya habis, seperti produk-produk makanan, sayur, buah, dan sebagainya. Kegiatan pengembalian juga bisa terjadi pada produk-produk kemasan, seperti botol, yang akan digunakan kembali dalam proses produksi atau yang harus diolah lebih lanjut untuk menghindari pencemaran lingkungan. Proses pengembalian produk atau kemasan ini lumrah dengan sebutan

(25)

2.4.2 Penentuan Rute dan Jadwal Pengiriman

Menurut Pujawan (2005, p179) salah satu keputusan operasional yang sangat penting dalam manajemen distribusi adalah penentuan jadwal serta rute pengiriman dari satu lokasi ke beberapa lokasi tujuan. Keputusan seperti ini sangat penting bagi mereka yang harus mengirimkan barang dari satu lokasi (misalnya gudang regional) ke berbagai toko yang tersebar di sebuah kota. Contoh rute pengiriman ditunjukkan pada Gambar 2.4. Keputusan jadwal pengiriman serta rute yang akan ditempuh oleh tiap kendaraan akan sangat berpengaruh terhadap biaya-biaya pengiriman.

Gambar 2.4 Pola Rute Pengiriman dari Gudang ke Beberapa Titik Tujuan

Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou

Namun demikian, biaya bukanlah satu-satunya faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengiriman. Mungkin perusahaan juga memiliki target bahwa tiap pelanggan di sebuah tempat harus sudah mendapatkan pesanannya selambat-lambatnya dalam batas waktu tertentu. Dengan kata lain, ada constraint (kendala) waktu

(26)

yang sering dinamakan time window. Di samping itu, jadwal dan rute sering kali juga harus mempertimbangkan kendala lain seperti kapasitas kendaraan atau armada pengangkutan.

Secara umum permasalahan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman bisa memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai seperti tujuan untuk meminimumkan biaya pengiriman, meminimumkan waktu, atau meminimumkan jarak tempuh. Dalam bahasa pemrogramann matematis, salah satu dari tujuan tersebut bisa menjadi fungsi tujuan (objective function) dan yang lainnya menjadi kendala (constraint). Misalnya, fungsi tujuannya adalah meminimumkan biaya pengiriman, namun ada kendala time window dan kendala maksimum jarak tempuh tiap kendaraan, di samping kendala lain seperti kapasitas kendaraan atau kendala lainnya.

Dalam penentuan rute pengiriman, pekerjaan pertama yang harus dilakukan adalah menentukan alokasi kendaraan, sebagai contoh digunakan truk sebagai alat pengiriman. Artinya, perlu diketahui truk mana yang akan mengunjungi toko yang mana. Tahap kedua nantinya adalah menentukan rute perjalanan masing-masing truk.

Menurut Ballou (1999, p199) penentuan rute dan jadwal pengiriman yang baik seharusnya menerapkan 8 buah prinsip, yang terdiri dari :

1. Sebaiknya muatan dimulai dari titik tujuan dengan derajat kedekatan terdekat antara satu dengan yang lainnya. Kelompok rute pengangkutan (truk) harus dibentuk dengan titik tujuan yang saling berdekatan satu dengan lainnya dengan tujuan meminimasi adanya pemberhentian akibat jarak yang terlalu jauh. Dengan begitu, hal tersebut juga akan meminimalkan total waktu perjalanan pada rute di kelompok tersebut. Gambar 2.5(a) menunjukkan tipe pengelompokkan yang

(27)

perlu dihindari. Gambar 2.5(b) menunjukkan tipe pengelompokkan yang lebih baik.

 

Gambar 2.5 Pengelompokkan Rute Kendaraan Pengangkut Menuju Titik-Titik Tujuan

Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou

2. Pengiriman harus diatur dengan baik dengan cara dilakukan pada hari yang berbeda untuk menghasilkan pengelompokkan rute yang optimum. Pengiriman dapat dilakukan dengan melakukan pembagian waktu pada hari yang berlainan, dengan tujuan untuk menghindari adanya ”overlapping” atau terjadinya aliran rute yang ”menyilang” pada suatu kelompok dan meminimasi lamanya waktu perjalanan dan jarak yang lebih jauh. Gambar 2.6 menunjukkan contoh pengelompokkan yang baik dan buruk.

(28)

  Gambar 2.6 Pengelompokkan Rute yang Diatur Berdasarkan Pembagian Waktu

Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou

3. Buatlah rute dimulai dari titik tujuan terjauh dari gudang (depot). Penentuan rute yang efisien dapat dimulai dari pengelompokkan pada titik tujuan terjauh. Setelah titik tujuan terjauh teridentifikasi, pengiriman dilakukan hingga mencukupi sesuai dengan kapasitas pada truk. Lalu identifikasi titik tujuan terjauh kedua yang berbeda dengan kelompok pada rute pertama. Lakukan sisanya pada titik-titik tujuan yang lain hingga pengiriman selesai.

4. Urutan pengiriman pada titik-titik tujuan harus membentuk pola ”teardrop”. Tujuan harus diurutkan sehingga rute jalur yang dilalui tidak bersilangan dan pola rute harus terlihat membentuk pola air mata (teardrop) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7.

(29)

D D

(a) Poor routing – paths cross (b) Good routing – no paths cross

Depot Depot

Gambar 2.7 Pola Pengiriman Bentuk Teardrop Pattern yang Buruk dan Baik

Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou

5. Penentuan rute yang paling efisien dibuat dengan menggunakan kapasitas muatan kendaraan terbesar yang tersedia. Idealnya, apabila digunakan kendaraan pengangkut berkapasitas besar untuk mengangkut semua muatan ke titik-titik tujuan dalam satu rute akan meminimasi total jarak maupun waktu dalam sekali perjalanan.

6. Jika memungkinkan pengangkutan barang dilakukan bersamaan dengan saat dilakukannya pengiriman barang ke titik-titik tujuan rute. Tujuan dilakukannya hal tersebut yaitu untuk meminimasi jalur bersilangan yang terjadi apabila pengiriman dan pengangkutan dilakukan pada rute yang terpisah.

7. Titik tujuan yang tidak diutamakan dari penentuan rute dapat menggunakan pengiriman alternatif (subkontrak pada pihak ketiga). Titik tujuan yang tidak dimasukkan dalam rute pengiriman utama, khususnya dengan pesanan yang tidak

(30)

terlalu banyak dapat diatur pengirimannya dengan menggunakan kendaraan dengan kapasitas muatan lebih rendah ataupun dengan menggunakan jasa pengiriman sebagai alternatif karena lebih ekonomis.

8. Hindari pengiriman yang dilakukan pada waktu yang berdekatan. Hal tersebut dapat menyebabkan pola urutan rute yang menjadi berantakan dan menjadi tidak ideal.

Prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan dengan mudah agar penentuan rute yang dihasilkan menjadi lebih baik sebagai solusi masalah mengenai rute yang dihadapi.

2.4.3 Metode untuk Penentuan Rute dan Jadwal Pengiriman

Terdapat dua buah metode yang diperkenalkan (Ballou, 1999 p 204) sebagai pendekatan terhadap masalah penentuan rute dan jadwal pengiriman, antara lain adalah

the sweep method dan the savings method, dengan penjelasan yaitu sebagai berikut : The sweep method (Ballou, 1999 p 204) cukup sederhana dalam penyelesaian

masalah penentuan rute, akan tetapi metode sweep ini memiliki kekurangan dalam hal arah rute yang terbentuk dan total waktu yang dihasilkan pada setiap rute tidak selalu optimal. Sebagai gambaran, metode sweep dapat dilihat pada Gambar 2.8

(31)

Gambar 2.8 Penentuan Rute Dengan Menggunakan The ”Sweep” Method

Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou

Langkah-langkah penentuan rute dengan menggunakan metode sweep yaitu : 1. Tentukanlah titik-titik tujuan pengiriman pada suatu pemetaan.

2. Tariklah satu garis lurus dari gudang pengiriman secara bebas ke suatu arah. Lalu sesuai atau berlawanan dengan perputaran jarum jam, jumlahkan muatan yang akan dikirim ke titik tujuan sampai tidak melebihi kapasitas truk / kendaraan pengirim. Tarik kembali garis kedua setelah batas titik kapasitas truk pertama dan ulangi kembali dengan menjumlahkan muatan sampai tidak melebihi kapasitas truk kedua, dan seterusnya sampai setiap titik tujuan terbentuk kelompok rute pengiriman.

3. Diantara setiap kelompok rute, hubungkan titik-titik tujuan dengan memperhatikan jarak minimum.

Metode savings matrix (Pujawan, 2005 p180) pada hakekatnya adalah metode untuk meminimumkan jarak atau waktu atau ongkos dengan mempertimbangkan kendala-kendala yang ada. Digunakan jarak sebagai fungsi tujuan apabila diketahui

(32)

koordinat tujuan pengiriman, lalu jarak yang akan ditempuh oleh semua kendaraan akan diminimumkan. Langkah-langkah yang harus dikerjakan adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi matrik jarak

Pada langkah ini perlu diketahui jarak antara gudang ke masing-masing toko dan jarak antar toko. Dengan mengetahui koordinat masing-masing lokasi maka jarak antar dua lokasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus jarak standar. Misalkan dua lokasi masing-masing diketahui dengan koordinat (x1,y1) dan (x2,y2) maka jarak antara

dua lokasi tersebut adalah :

2 2 1 2 2 1 ) ( ) ( ) 2 , 1 ( x x y y J = − + −

Apabila jarak riil antar lokasi diketahui, maka jarak riil tersebut lebih baik digunakan dibandingkan jarak teoritis yang dihasilkan melalui rumus tersebut. Dengan rumus tersebut dapat diketahui jarak antara gudang dengan masing-masing toko danantara toko yang satu dengan toko yang lainnya. Hasil perhitungan jarak tersebut kemudian akan digunakan untuk menentukan matrik penghematan (savings matrix) yang akan dikerjakan pada langkah berikutnya.

2. Mengidentifikasi matrik penghematan (savings matrix)

Pada awal langkah ini diasumsikan bahwa setiap toko akan dikunjungi oleh satu truk secara eksklusif. Maka akan ada penghematan yang akan diperoleh jika dua atau lebih rute bila digabungkan menjadi satu rute. Savings matrix merepresentasikan penghematan yang bisa direalisasikan dengan menggabungkan dua toko / pelanggan ke dalam satu rute.

Apabila masing-masing toko 1 dan toko 2 dikunjungi secara terpisah maka jarak yang dilalui adalah jarak dari gudang ke toko 1 dan dari toko 1 balik ke gudang

(33)

ditambah dengan jarak dari gudang ke toko 2 dan kemudian balik ke gudang. Misalkan toko 1 dan toko 2 digabungkan ke dalam satu rute maka jarak yang dikunjungi adalah dari gudang ke toko 1 kemudian ke toko 2 dan dari toko 2 balik ke gudang. Gambar 2.9 mengilustrasikan perubahan tersebut.

Gambar 2.9 Perubahan yang Terjadi Dengan Mengkonsolidasikan Toko 1 dan Toko 2 ke Dalam Satu Rute

Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan

Melalui Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa perubahan jarak (penghematan) adalah sebesar total jarak kiri dikurangi total jarak kanan yang besarnya adalah :

) 2 , 1 ( ) 2 , ( ) 1 , ( )] , 2 ( ) 2 , 1 ( ) 1 , ( [ ) 2 , ( 2 ) 1 , ( 2 J G J G J G J J G J G J G J − + = + + − +

Hasil ini diperoleh dengan asumsi bahwa jarak (x, y) sama dengan jarak (y, x). Hasil di atas bisa digeneralisasikan sebagai berikut :

) , ( ) , ( ) , ( ) , (x y J G x J G y J x y S = + −

Dimana S(x,y) adalah penghematan jarak (savings) yang diperoleh dengan menggabungkan rute x dan y menjadi satu. Dengan menggunakan formula tersebut maka matrik penghematan jarak bisa dihitung untuk semua toko dan hasilnya dapat dibuat dalam suatu tabel matrik penghematan jarak.

(34)

3. Mengalokasikan toko ke kendaraan atau rute

Dengan berbekal tabel penghematan, dapat dilakukan alokasi toko ke kendaraan atau rute. Toko-toko yang digabungkan ke dalam satu rute pengiriman akan layak digabungkan sampai pada batas kapasitas truk yang ada. Penggabungan akan dimulai dari nilai penghematan terbesar karena diupayakan untuk memaksimumkan penghematan.

4. Mengurutkan toko (tujuan) dalam rute yang sudah terdefinisi

Setelah alokasi toko ke rute dilakukan, langkah berikutnya adalah menentukan urutan kunjungan. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan urutan kunjungan tersebut, diantaranya adalah metode nearest insert dan metode nearest

neighbor. Pada prinsipnya, tujuan dari pengurutan ini adalah untuk meminimumkan

jarak perjalanan truk.

Metode nearest insert menggunakan prinsip memilih toko yang apabila dimasukkan ke dalam rute yang sudah ada menghasilkan tambahan jarak yang minimum. Sedangkan metode nearest neighbor memiliki prinsip dengan menambahkan toko yang jaraknya paling dekat dengan toko yang telah dikunjungi terakhir.

2.5 Formulasi Strategi

Manajemen strategis (David, 2006 p5) dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Proses manajemen strategis terdiri atas tiga tahap: formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal,

(35)

menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan.

Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi, dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi.

Evaluasi strategi adalah tahap final dalam manajemen strategis dan merupakan alat utama untuk mendapatkan informasi mengenai strategi yang dijalankan telah sesuai dengan harapan.

Teknik perumusan strategi yang penting dapat diintegrasikan ke dalam kerangka kerja pengambilan keputusan tiga tahap. Tahap 1 dalam kerangka kerja perumusan strategi terdiri atas matriks EFE, matriks IFE, dan CPM (competitive profile matrix) yang disebut dengan tahap input. Tahap 1 tersebut meringkas informasi dasar yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi.

Tahap 2, disebut tahap pencocokan, berfokus pada menciptakan alternatif strategi yang layak dengan mencocokan faktor internal dan eksternal kunci. Teknik tahap 2 mencakup matriks SWOT (strength-weakness-opportunities-threats), matriks SPACE (Strategic Position and Action Evaluation), Matriks BCG (Boston Consulting Group), Matriks IE (Internal External), dan Matriks Grand Strategy.

Tahap 3, disebut tahap keputusan, melibatkan strategi tunggal, yaitu matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). QSPM menggunakan input dari tahap 1 untuk mengevaluasi secara objektif alternatif-alternatif strategi yang layak dan dengan demikian memberikan dasar tujuan untuk memilih strategi yang spesifik.

(36)

2.5.1 Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT)

Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT Matrix) adalah alat untuk mencocokan faktor penting yang membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi: SO opportunities), WO (weaknesses-opportunities), ST

(strengths-threats), WT (weaknesses-threats). Mencocokan faktor eksternal dan internal kunci

adalah bagian yang paling sulit dalam mengembangkan Matriks SWOT dan membutuhkan penilaian yang baik dan tidak ada pencocokan yang terbaik.

Strategi SO menggunakan kekuatan internal perusahan untuk memanfaatkan peluang eksternal. Organisasi pada umumnya akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT agar dapat mencapai situasi di mana mereka dapat menerapkan strategi SO. Ketika suatu perusahan memiliki kelemahan utama, ia akan berusaha mengatasinya dan menjadikannya kekuatan. Ketika sebuah organisasi menghadapi ancaman utama, ia akan berusaha menghindarinya untuk berkonsentrasi pada peluang.

Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. Kadang-kadang terdapat peluang eksternal kunci tetapi perusahaan memiliki kelemahan internal yang menghambatnya untuk mengeksploitasi peluang tersebut.

Strategi ST menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal. Ini tidak berarti bahwa organisasi yang kuat harus selalu menghadapi ancaman di lingkungan eksternalnya secara langsung.

Strategi WT adalah taktik defensive yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Sebuah organisasi menghadapi berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal akan berada pada posisi yang tidak aman. Matriks SWOT terdiri atas sembilan sel, ada empat sel faktor kunci, empat sel

(37)

strategi, dan satu sel yang selalu dibiarkan kosong. Empat sel strategi, yang diberi nama SO, WO, ST, dan WT, dikembangkan setelah menyelesaikan empat sel faktor kunci, diberi nama S, W, O, dan T. Ada delapan langkah yang terlibat dalam membuat Matriks SWOT:

1. Tuliskan peluang eksternal kunci perusahaan. 2. Tuliskan ancaman eksternal kunci perusahaan. 3. Tuliskan kekuatan internal kunci perusahaan. 4. Tuliskan kelemahan internal kunci perusahaan.

5. Cocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil Strategi SO dalam sel yang ditentukan.

6. Cocokan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil Strategi WO dalam sel yang ditentukan.\

7. Cocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil Strategi ST dalam sel uang ditentukan.

8. Cocokan kelenahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil Strategi WT dalam sel yang ditentukan

Tujuan dari masing-masing alat pencocokan di Tahap 2 adalah untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak, bukan untuk memilih strategi mana yang terbaik. Tidak semua strategi yang dikembangkan dalam Matriks SWOT akan dipilih untuk implementasi.

2.5.2 Quantitative Strategic Planning Matrix – QSPM

Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning

(38)

perusahaan-strategi. Teknik ini secara objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik. QSPM menggunakan imput dari analisis Tahap 1 dan hasil pencocokan dari analisis Tahap 2 untuk menentukan secara objektif di antara alternatif strategi. QSPM adalah alat yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diindentifikasi sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan-strategi lainnya, QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik. Alat pencocokan ini biasanya menghasilkan alternatif strategi yang mirip. Tetapi, tidak semua strategi yang disarankan oleh teknik pencocokan harus dievaluasi dalam QSPM. Penyusunan strategi harus menggunakan penilaian intuitif yang bagus untuk memilih strategi yang akan dimasukan dalam QSPM.

Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menggunakan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal. Semua komponen dalam QSPM: Alternatif strategi, Faktor kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores – As), Total Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness Scores – TAS) dan Penjualan Total Nilai Data Tarik (Sum Total Attractivess Scores – STAS).

Langkah 1 Membuat daftar peluang dan ancaman eksternal, kekuatan dan kelemahan internal kunci perusahaan pada kolom kiri dalam QSPM.

Langkah 2 Berikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan eksternal. Bobot ini identik dengan yang ada pada Matriks EFE dan IFE. Bobot disajikan dalam kolom persis di samping kanan faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal.

(39)

Langkah 3 Evaluasi matriks Tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi alternatif strategi yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diimplementasikan. Catat strategi-strategi tersebut pada baris atas dari QSPM.

Langkah 4 Tentukan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores – As) didefinisikan sebagai angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam set alternatif tertentu. Nilai Daya Tarik (Attractive Scores - As) ditentukan dengan mengevaluasi masing-masing faktor internal atau eksternal kunci. Jangkauan untuk Nilai Daya Tarik adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = sangat menarik. Faktor kunci tersebut tidak memiliki dampak terhadap pilihan spesifik yang dibuat, dengan demikian tidak perlu berikan bobot terhadap strategi dalam set tersebut. Gunakan tanda minus untuk mengindikasikan bahwa faktor utama tersebut tidak memengaruhi pilihan strategi yang dibuat. Jika Anda memberikan nilai daya tarik (AS) untuk satu strategi, kemudian berikan nilai AS untuk yang lainnya. Dalam kata lain, jika satu strategi mendapat minus, maka yang lainnya pada baris yang sama harus mendapat nilai minus juga.

Langkah 5 Hitung Total Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness Scores –TAS) didefinisikan sebagai hasil dari pengalian bobot (Langkah 2) dengan Daya Tarik (Langkah 4) dalam masing-masing baris. Total Nilai Daya Tarik mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing alternatif strategi, dengan hanya mempertimbangkan pengaruh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang terdekat. Semakin tinggi Total Nilai Daya Tarik, semakin menarik alternatif strategi tersebut (dengan hanya mempertimbangkan faktor keberhasilan kunci terdekat).

Langkah 6 Hitung Penjualan Total Nilai Daya Tarik. Tambahkan Total Nilai Daya Tarik dalam masing-masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan Total Nilai

(40)

Daya Tarik (STAS) mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap set alternatif. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik, mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal yang relevan yang dapat memengaruhi keputusan strategis. Tingkat perbedaan antara Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik dari set alternatif strategi tertentu mengindikasikan tingkat kesukaran relatif dari satu strategi di atas yang lainnya. Kemudian hindari memberikan nilai daya tarik yang sama untuk masing-masing strategi.

Keunggulan lainnya dari QSPM adalah bahwa ia membutuhkan penyusun strategi untuk mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan ke dalam proses keputusan. Mengembangkan QSPM membuat kecil kemungkinan suatu faktor kunci akan terabaikan atau diberi bobot yang tidak sesuai. QSPM menarik perhatian kepada hubungan penting yang memengaruhi keputusan strategi. Walaupun mengembangkan QSPM membutuhkan sejumlah keputusan subjektif, membuat keputusan kecil di sepanjang proses memperbesar kemungkinan bahwa keputusan strategis yang final adalah yang terbaik bagi organisasi. QSPM dapat diadaptasikan untuk digunakan oleh organisasi kecil, besar, berorientasi laba, maupun nirlaba dan dapat diaplikasikan untuk hampir semua tipe organisasi. QSPM khususnya dapat memperbaiki pilihan strategi dalam perusahaan multinasional karena banyak faktor kunci dan strategi dapat dipertimbangkan bersama-sama. Metode ini juga telah berhasil digunakan oleh sejumlah bisnis kecil.

QSPM bukannya tanpa keterbatasan. Pertama, ia selalu membutuhkan penilaian intuitif dan asumsi yang berdasar. Peringkat dan nilai daya tarik membutuhkan keputusan yang penuh pertimbangan, walaupun mereka selalu didasarkan pada informasi yang objektif. Diskusi antara penyusun strategi, manajer, dan karyawan

(41)

sepanjang proses perumusan-strategi, termasuk pengembangan QSPM, merupakan hal yang konstruktif dan dapat memperbaiki keputusan strategis. Diskusi yang konstruktif sepanjang analisis dan pilihan strategi dapat muncul karena perbedaan mendasar dari interpretasi atas informasi dan pendapat yang berbeda-beda. Keterbatasan lainnya dari QSPM adalah bahwa ia hanya dapat bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan analisis pencocokan yang mendasari penyusunannya.

2.6 Strategi Supply Chain Management 2.6.1 Elemen pada Supply Chain Management

Supply chain management terdiri atas 3 elemen (Miranda, 2001 p87) yang saling

terikat satu sama lain, yaitu :

1. Struktur jaringan supply chain

Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota supply chain lainnya. 2. Proses bisnis supply chain

Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan. 3. Komponen manajemen supply chain

Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang supply chain.

Pelaksanaan supply chain management meliputi pengenalan anggota supply

chain dengan hubungan dilakukan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan tiap

anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada tiap proses hubungan tersebut.

(42)

Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan keuntungan bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir. Gambar 2.10 menunjukkan elemen-elemen dan keputusan penting pada supply chain.

Gambar 2.10 Kerangka Kerja Supply Chain Management: Elemen dan Keputusan Penting

Sumber : Manajemen Logistik dan Supply Chain Management, Miranda

1. Struktur Jaringan Supply Chain

Mengidentifikasi anggota supply chain : anggota supply chain meliputi semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui supplier atau pelanggannya.

Primary members (anggota primer) : semua perusahaan / unit bisnis strategik

yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar.

Secondary members (anggota sekunder) : perusahaan-perusahaan yang

menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer di

(43)

memberi nilai tambah proses dari perubahan masukan menjadi keluaran untuk pelanggan akhir.

2. Proses Bisnis Supply Chain

Bila dua perusahaan membina hubungan, aktivitas-aktivitas internal mereka akan terhubung dan tersusun bersama diantara keduanya. Dengan demikian, keberhasilan

supply chain management memerlukan perusahaan dari fungsi individual untuk

menyatukan aktivitas-aktivitas pada proses bisnis inti supply chain dan mengkoordinasikannya. Proses-proses bisnis inti supply chain management antara lain : Customer Relationship Management (CRM)

Langkah pertama supply chain management adalah mengidentifikasi pelanggan utama atau pelanggan yang kritis dengan misi dagang perusahaan. Tim pelayanan pelanggan (customer service) membuat dan melaksanakan program-program bersama, persetujuan produk dan jasa ditetapkan pada tingkat kinerja tertentu untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Kembangkan komunikasi dan prediksi yang lebih baik atas

Demand pelanggan. Lalu tim customer service bekerjasama dengan pelanggan

mengidentifikasi dan menghilangkan sumber-sumber variabilitas Demand. Dan terakhir para manajer mempelajari eveluasi-evaluasi tersebut untuk menganalisa pelayanan yang akan diberikan pada pelanggan tersebut juga keuntungan yang diperoleh.

Customer Service Management (CSM)

Sumber tunggal informasi pelanggan yang mengurus persetujuan produk dan jasa. Customer service memberitahukan pelanggan informasi mengenai tanggal pengiriman dan ketersediaan produk melalui hubungannya dengan bagian produksi dan

(44)

distribusi. Pelayanan setelah penjualan juga diperlukan, seperti secara efisien membantu pelanggan mengenai aplikasi dan rekomendasi produk.

Demand Management

Proses dilakukan dengan menyeimbangkan kebutuhan pelanggan dengan kemampuan supply perusahaan, menentukan apa dan kapan waktu akan dibeli pelanggan dan menggunakan data “inti” untuk mengurangi ketidakpastian.

Customer Order Fulfillment

Proses penyelesaian pesanan ini secara efektif memerlukan integrasi rencana kerja antara produksi, distribusi dan transportasi. Hubungan dengan rekan kerja yakni anggota primer supply chain dan anggota sekunder diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan mengurangi total biaya kirim ke pelanggan.

Manufacturing Flow Management

Produk dihasilkan untuk memenuhi jadwal produksi. Seringkali produk yang salah mengakibatkan persediaan yang tidak perlu, meningkatkan biaya penanganan / penyimpanan dan pengiriman produk terhambat. Dengan supply chain management, produk dihasilkan berdasarkan kebutuhan pelanggan. Jadi barang produksi harus fleksibel dengan perubahan pasar. Untuk itu diperlukan kemampuan berubah secara cepat untuk menyesuaikannya dengan variasi kebutuhan massal. Untuk mencapai proses produksi tepat waktu dengan ukuran lot minimum, manager harus befokus pada biaya-biaya setup / perubahan yang rendah termasuk merekayasa ulang proses, perubahan dalam desain produk dan perhatian pada rangkaian produk.

(45)

Procurement

Membina hubungan jengka panjang dengan sekelompok supplier dalam arti hubungan win-win relationship akan mengubah sistem beli tradisional. Untuk mempercepat transfer data dan komunikasi, purchasing dapat menggunakan fasilitas

electronic data interchange (EDI).

• Pengembangan produk dan Komersialisasi

Pelanggan dan supplier diikut sertakan dalam proses pengembangan produk untuk mengurangi waktu masuknya produk ke pangsa pasar. Bila siklus produk termasuk singkat maka produk yang tepat harus dikembangkan dan dilaunching pada waktu yang singkat dan tepat agar perusahaan kuat bersaing.

Manager pengembangan produk dan komersialisasi sebaiknya mengkoordinasikan dengan pihak CRM untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pelanggan, memilih material dan supplier yang berhubungan dengan bagian

procurement dan mengintegrasikan kemampuan teknologi produksi dan aliran produksi

pada aliran supply chain terbaik. • Retur

Proses manajemen retur yang efektif memungkinkan untuk mengidentifikasi kesempatan dan menerobos proyek-proyek agar dapat bersaing. Ketersediaan retur (return to available) adalah pengukuran waktu siklus yang diperlukan untuk mencapai pengembalian aset (return on aset) pada status yang digunakan. Pengukuran ini penting bagi pelanggan yang memerlukan produk pengganti dalam waktu singkat apabila terjadi produk gagal.

(46)

Selain itu keberhasilan SCM juga memerlukan :

• Dukungan sumber daya manusia, kepemimpinan dan komitmen untuk berubah • Memahami sejauh mana perubahan yang diperlukan

Menyetujui visi dan proses inti supply chain management

• Komitmen pada perlunya sumber daya dan kekuasaan atau wewenang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Komponen-komponen Manajemen SCM

Komponen-komponen manajemen bersikap kritis dan fundamental bagi keberhasilan SCM karena dibutuhkan untuk menunjukkan dan menentukan bagaimana setiap jaringan proses disatukan dan disusun. Tiap komponen dapat memiliki beberapa subkomponen dimana kepentingannya dapat berubah-ubah sesuai dengan proses yang sedang disusun. Komponen-komponen utamanya adalah :

• Metode perencanaan dan pengendalian

Perencanaan dan pengendalian operasi merupakan kunci untuk menuntun organisasi atau supply chain ke arah yang diinginkan. Dengan adanya perencanaan, pelaksanaan supply chain akan tetap mengarah pada tujuan walaupun komponen-komponen lainnya turut berperan penting, aspek pengendalian pun berfungsi sebagai kinerja pengukuran terbaik untuk mengukur keberhasilan supply chain.

• Struktur aliran kerja / aktivitas kerja

Struktur aliran kerja menunjukkan bagaimana perusahaan menyampaikan tugas-tugas dan aktivitasnya. Tingkat integrasi proses-proses yang melalui supply chain merupakan pengukuran struktur organisasi.

(47)

• Struktur organisasi

Struktur organisasi dapat berdasarkan perusahaan individu dan supply chain. Dengan pendekatan tim cross-functional memungkinkan supply chain yang lebih bersatu.

• Struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi

Struktur fasilitas aliran informasi memiliki pengaruh kuat pada keefisienan

supply chain dan merupakan komponen utama yang menyatukan sebagian atau seluruh supply chain.

• Struktur fasilitas aliran produk

Struktur fasilitas aliran produk berhubungan dengan jaringan struktur sourcing, produksi dan distribusi dan distribusi supply chain. Dengan pengurangan persediaan, lebih sedikit gudang yang akan dibutuhkan. Persediaan memang dibutuhkan dalam sistem, tetapi penyimpanan sejumlah persediaan pada bagian tertentu kadang-kadang bisa tidak proporsional. Bila persediaan barang belum jadi atau barang setengah jadi lebih murah daripada persediaan barang jadi, anggota-anggota upstream akan lebih banyak terbebani. Rasionalnya, jaringan supply chain telah melibatkan seluruh anggota. • Metode manajemen

Metode manajemen meliputi filosofi perusahaan dan teknik manajemen. Sulit untuk menyatukan struktur organisasi top-down dengan struktur bottom-up. Tingkat keterlibatan manajemen dalam operasi sehari-hari dapat berbeda antar anggota supply

(48)

Struktur wewenang (power) dan kepemimpinan (leadership)

Struktur wewenang dan kepemimpinan melalui supply chain akan mempengaruhi formatnya. Suatu kepemimpinan yang kuat akan mengendalikan arah

supply chain dan tingkat komitmen dari anggota supply chain lainnya.

Sharing risiko dan reward

Antisipasi dari sharing resiko dan reward melalui supply chain akan mempengaruhi komitmen jangka panjang anggota-anggotanya.

• Budaya dan sikap

Menghubungkan budaya dan sikap-sikap individu memerlukan waktu, juga diperlukan beberapa tingkat supply chain sebagai jaringan yang terkoordinasi.

Gambar 2.11 Komponen-Komponen Manajemen Fundamental

Gambar

Gambar 2.1  Ketidakpastian  pada  Supply Chain Menimbulkan Persediaan Pengaman  Dimanapun
Gambar 2.2 Ilustrasi Demand Management dan Order Fulfillment  Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Gambar 2.3 Tipe-Tipe Peramalan
Gambar 2.4 Pola Rute Pengiriman dari Gudang ke Beberapa Titik Tujuan  Sumber : Business Logistics Management, Ronald H
+7

Referensi

Dokumen terkait