• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. hingga sekarang. Keragaan kebun belimbing di Kota Depok tersebar di enam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. hingga sekarang. Keragaan kebun belimbing di Kota Depok tersebar di enam"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

5.1 Profil Belimbing di Kota Depok 5.1.1 Keragaan Kebun dan Pertanaman.

Budidaya belimbing di Kota Depok telah dilakukan sejak tahun 1970-an hingga sekarang. Keragaan kebun belimbing di Kota Depok tersebar di enam wilayah kecamatan se-Kota Depok. Pada umumnya kebun terletak di areal lahan pekarangan, kebun-kebun dekat pekarangan rumah atau lahan-lahan pertanian teknis yang semula untuk bertanam padi sawah dan sayuran.

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kota Depok pada tahun 2007, luas total areal tanaman belimbing di enam kecamatan adalah 127,13 hektar atau 3,7 persen dari luas areal tegalan/perkebunan di Kota Depok. Pada Tabel 11 dapat dilihat profil belimbing di enam kecamatan Kota Depok.

Tabel 11. Profil Belimbing di Enam Kecamatan se-Kota Depok Tahun 2007 No Kecamatan Luas Areal (Ha) Populasi (Ha) Produksi (Ton/tahun) Produktivitas TM TBM ton/ha/th kg/pohon/th 1 Sawangan 14,30 1562 1701 395,00 27,62 252,68 2 Pancoran Mas 79,25 16297 2259 1956,00 24,68 120,02 3 Sukmajaya 0,51 96 - 13,32 26,12 138,75 4 Cimanggis 20,30 4191 367 497,00 24,48 118,58 5 Limo 7,77 1357 222 310,57 39,97 228,68 6 Beji 5,00 1000 - 99,00 19,80 99,00 Jumlah 127,13 24503 4549 3270,93 27,11* 159,68*

Keterangan : TM = Tanaman menghasilkan TBM = Tanaman belum menghasilkan *Rata-rata

Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa tanaman belimbing tersebar tidak merata di setiap kecamatan. Kecamatan Pancoran Mas memiliki luas areal, populasi, dan jumlah produksi terbesar dari kecamatan lainnya. Akan tetapi,

(2)

produktivitas belimbing di Kecamatan Pancoran Mas terbilang kecil jika dibandingkan dengan Sawangan dan Limo.

5.1.2 Waktu Panen

Panen belimbing di Kota Depok dilakukan tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Januari-Pebruari, Mei-Juni, dan September-Oktober. Panen raya biasanya jatuh pada bulan Pebruari. Pada saat panen raya, harga belimbing biasanya mencapai harga terendah, yaitu sekitar Rp 500 per buah. Pada bulan Mei sampai Juni, biasanya bertepatan dengan musim kemarau. Pada saat ini, produksi belimbing berkurang dikarenakan banyak bunga dan buah yang rontok. Harga belimbing pada saat ini bisa mencapai Rp2500 per buah.

Pemerintah bekerjasama dengan petani saat ini sedang mengupayakan teknologi produksi yang dapat mengupayakan tidak terjadi panen dalam waktu serentak di beberapa wilayah. Hal ini bertujuan agar buah belimbing dapat tersedia sepanjang tahun dan harga dapat diupayakan stabil.

5.1.3 Sarana dan Prasarana Pendukung.

Belimbing Depok dengan varietas Dewa Dewi sudah cukup dikenal di masyarakat. Kualitas buah yang baik dengan warna buah kuning kemerahan, ukuran besar dan rasa manis membuat belimbing Depok cukup banyak diminati oleh pasar.

Letak Kota Depok yang strategis didukung oleh perkembangan kota yang cukup pesat merupakan faktor pendukung yang potensial dalam pemasaran belimbing. Hadirnya berbagai supermarket dan supermal di Kota Depok serta kota-kota lain di sekitar Depok merupakan pasar yang potensial.

(3)

Selain dijual dalam bentuk segar, belimbing juga dapat diolah menjadi berbagai produk olahan yang memiliki nilai tambah. Industri pengolahan yang ada di Kota Depok masih terbatas, baik dari segi jumlah maupun kapasitas serta teknologi yang digunakan. Pengembangan industri pengolahan belimbing menjadi sari buah atau jus dinilai cukup prospektif.

5.1.4 Kepemilikan Kebun

Kepemilikan kebun belimbing di Kota Depok rata-rata berstatus milik pribadi dan kebun sewa. Kebun sewa adalah tanaman belimbing milik petani penggarap tanah atau pemilik tanah yang disewakan kepada petani yang lebih profesional dalam pemeliharaan kebun dan hasilnya. Penyewaan lahan ini dilakukan karena dalam pemeliharaan tanaman belimbing, khususnya pada pembungkusan buah, diperlukan padat modal dan padat karya. Pada Tabel 12, dapat dilihat persentase petani belimbing menurut kepemilikan lahan dan pohon belimbing di Kota Depok.

Berdasarkan Tabel 12, pada umumnya petani belimbing di Kota depok memiliki luasan lahan di bawah 1000 meter persegi, terutama di Kecamatan Cimanggis dan Beji. Hal ini berarti skala usaha petani belimbing pada umumnya masih kecil. Hal yang sama dapat dilihat dari jumlah pohon yang dimiliki. Sebagian besar petani tergolong memiliki jumlah pohon belimbing di bawah 30 pohon.

(4)

Tabel 12. Kepemilikan Lahan dan Pohon Belimbing di Enam Kecamatan Kota Depok Tahun 2006

No Kecamatan Kepemilikan Areal Belimbing (m²) Kepemilikan Pohon Belimbing (Pohon) <1000 1000-5000 >5000 <30 30-60 >60 1 Sawangan 37,60 58,80 3,60 60,00 24,71 15,29 2 Pancoran Mas 29,79 63,83 6,38 17,02 12,77 70,21 3 Sukmajaya 50,00 50,00 - 50,00 - 50,00 4 Cimanggis 80,33 14,75 4,92 88,89 6,35 4,76 5 Limo 33,34 59,52 7,14 54,76 28,57 16,67 6 Beji 60,00 40,00 - 70,00 10,00 20,00

Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007

5.2 Latar Belakang Pendirian PKPBDD

Salah satu program pengembangan pertanian kota di Kota Depok adalah pengembangan belimbing menjadi ikon kota. Perencanaan program ini telah dilakukan sejak tahun 2006, yang melibatkan seluruh stakeholder belimbing Kota Depok. Perencanaan ini meliputi seluruh aspek kerja pengelolaan belimbing, dimulai dari pembinaan petani, penelitian pembudidayaan sampai dengan pemasaran hasil produksi belimbing dari petani.

Salah satu permasalahan yang dihadapai pada saat itu adalah sistem tataniaga belimbing yang tidak berpihak pada petani. Petani terbiasa menjual belimbing kepada tengkulak dengan cara ijon, sehingga petani tidak mendapatkan harga jual yang menguntungkan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membentuk kelembagaan petani.

Profil kelembagaan petani belimbing di Kota Depok pada umumnya tergabung dalam kelompok tani atau Gapoktan. Akan tetapi, walaupun telah ada Gapoktan, pemasaran belimbing masing-masing anggota petani masih terikat oleh keberadaan tengkulak. Pemerintah kemudian memberikan perhatian dengan membentuk Asosiasi Petani Belimbing Depok (APEBEDE) yang bertujuan untuk

(5)

memfasilitasi pemasaran produk belimbing di Kota Depok. Akan tetapi, manfaat dari lembaga tersebut belum banyak dirasakan oleh petani.

Upaya selanjutnya adalah dengan mengubah APEBEDE menjadi sebuah lembaga pemasaran berbadan hukum koperasi yang dinamakan Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD). PKPBDD didirikan pada tanggal 30 Oktober 2007 berdasarkan surat keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah no. SK/04/X/2007. Pendirian PKPBDD bertujuan untuk meningkatkan marjin keuntungan petani belimbing dan juga direncanakan berfungsi sebagai lembaga keuangan mikro agribisnis sehingga dapat memfasilitasi permodalan petani.

Struktur organisasi PKPBDD terdiri dari petani dan anggota Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA). Perekrutan anggota KTNA untuk berkerja sama dengan petani menjadi pengurus koperasi dilakukan dengan pertimbangan tertentu. Misalnya memiliki pengaruh dan akses dalam menyampaikan informasi serta memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam agribisnis belimbing dan manajemen kelembagaan tani.

PKPBDD merupakan koperasi sekunder yang diupayakan menjadi satu-satunya pintu pemasaran buah dan olahan belimbing yang dihasilkan seluruh petani belimbing di Kota Depok. PKPBDD berfungsi sebagai lembaga yang akan membeli, menampung, dan memasarkan seluruh hasil produksi buah dan olahan belimbing di Kota Depok. Selain itu, koperasi juga melakukan pembinaan kepada petani mengenai cara produksi sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan. Hingga saat ini, PKPBDD telah didukung oleh kurang lebih 40 persen petani belimbing di

(6)

Kota Depok yang tergabung dalam 25 kelompok tani. Selain itu, PKPBDD juga membawahi enam UKM pengolahan belimbing.

Hubungan antara PKPBDD dengan petani dilakukan melalui kordinator wilayah (korwil) yang tersebar di setiap sentra produksi belimbing di Kota Depok. Korwil berasal dari petani anggota koperasi yang telah diberi kepercayaan oleh koperasi. Pertimbangan dalam memilih korwil diantaranya adalah berdasarkan pengalaman dan pengetahuan petani dalam agribisnis belimbing serta memiliki kemampuan untuk mengkordinir petani-petani binaan.

Tugas utama korwil adalah membina kelompok tani dan/atau petani binaan untuk menghasilkan buah belimbing yang berkualitas sesuai dengan SOP dan GAP Belimbing Depok. Selain itu, korwil bertugas mengkordinir hasil produksi belimbing kelompok tani dan/atau petani binaan untuk dikirim ke PKPBDD dan juga sebagai mediator antara petani dengan PKPBDD. Korwil juga bertugas untuk mengawasi hasil produksi belimbing petani anggota agar tidak dijual ke tempat lain. Insentif yang diberikan PKPBDD kepada korwil adalah berupa komisi (fee) sebesar 4 persen dari nilai pembelian belimbing yang berhasil dikordinir (harga di tingkat petani). Proses Aliran belimbing dari petani ke PKPBDD selengkapnya dapt dilihat pada Gambar 8.

(7)

Gambar 8. Mekanisme Suplai Belimbing di PKPBDD. Sumber : Manajemen PKPBDD, 2007

Petani/Kel. Tani Petani/Kel. Tani Petani/Kel. Tani

Korwil Korwil Korwil

Div. Produksi PKPBDD

Sortasi

Gudang Pemasaran

Referensi

Dokumen terkait