JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
138
PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS MENGGUNAKAN MULTI MODEL BERDASARKAN KATEGORI LABA NEGATIF DAN LABA POSITIF
PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2012
Dian Wahyuni Emrinaldi Nur DP dan Vince Ratnawati Program Magister Akuntansi Universitas Riau
Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru – Pekanbaru 28293 ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui empiris mengenai model prediksi financial distress pada perusahaan dengan kategori laba negatif dan laba positif di Bursa Efek Indonesia (BEI). Model financial distress yang digunakan adalah : Altman Modifikasi, Springate, Zmijewsky dan Groever. Objek dari penelitian adalah perusahaan dengan laba negatif dan sebagai pembanding perusahaan dengan laba positif, sedangkan periode penelitian adalah tahun 2009 -2012. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan analisis statistik yaitu analisis regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa model Altman Modifikasi dan Model Springate dapat digunakan untuk memprediksi financial distress dengan tingkat signifikansi masing-masing 0,036 dan 0,048. Sedangkan Model Zmijesky dan Model Groever tidak dapat digunakan untuk memprediksi financial distress dengan tingkat signifikansi masing-masing 0,152 dan 0,560. Dan dari keempat model tersebut model altman modifikasi berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan nilai rata-rata akurasi tertinggi dibandingakan dengan model lain yang digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan.
Kata kunci : Financial distress, laba negatif, laba positif, Model Altman Modifikasi, Model Springate, Model Zmjewsky, Model Groever PENDAHULUAN
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997 dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat telah berdampak luas pada kehidupan politik dan ekonomi perusahaan-perusahaan publik di Indonesia menjadi semakin lemah dan terpuruk. Dengan melihat kondisi tersebut, maka suatu perusahaan diharapkan secara cepat dan tepat untuk membuat keputusan dan melakukan tindakan untuk memperbaiki situasi ini. Beberapa perusahaan publik ada yang tetap survive, dapat meraih keuntungan atau tidak
mengalami financial distress, dan sebagian lagi mengalami financial distress. ( Agusti 2013 )
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
139
Krisis ekonomi dapat disebabkan oleh beberapa hal, yang pertama kesenjangan produktifitas yang erat berkaitan dengan lemahnya alokasi aset ataupun faktor-faktor produksi, yang kedua disebabkan oleh jebakan ketidak seimbangan yang berkaitan dengan ketidakseimbangan struktur antar sektor produksi, yang ketiga disebabkan oleh ketergantungan pada hutang luar negeri yang berhubungan dengan perilaku para pelaku bisnis yang cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing (foreign currency) http://hilmihusada.wordpress.com krisis ekonomi juga membuat melemahnya kinerja perusahaan yang disebabkan oleh banyak faktor diantaranya : pertama, sebagian besar perusahaan mempunyai hutang luar negeri dalam bentuk valuta asing (valas). Turunnya nilai rupiah bersamaan dengan kenaikan suku bunga, telah melambungkan jumlah hutang perusahaan ketika di konversikan ke dalam rupiah. Kedua, produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan import yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan tidak dapat diserap oleh pasar yang sedang melemah daya belinya dan berlanjut pada likuiditas perusahaan yang menjadi terganggu. Ketiga masalah pemerintah yaitu kemampuan pemerintah dalam menangani dan mengatasi krisis yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan keengganan donator untuk menawari bantuan financial secepatnya. (Yuanita 2010)
Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, baik internal perusahaan yaitu menajemen maupun eksternal perusahaan seperti investor dan kreditur. Pertumbuhan ini diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi perusahaan seperti adanya suatu kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut. Prospek perusahaan yang bertumbuh bagi investor merupakan suatu prospek yang menguntungkan, karena investasi yang ditanamkan diharapkan akan memberikan
return yang tinggi. Perusahaan yang bertumbuh akan direspon positif oleh pasar,
peluang pertumbuhan perusahaan tersebut terlihat pada kesempatan investasi yang diproksikan dengan berbagai macam kombinasi nilai serta kesempatan investasi (Yuanita 2010).
Pasang surut dalam dunia bisnis tidak membuat perjalanan bisnis sebuah perusahaan selalu menunjukan perkembangan usaha tetapi adakalanya mengalami kesulitan keuangan yang berat. Kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan dapat bervariasi yaitu berupa kesulitan likuiditas hingga kesulitan
solvabilitas (bangkrut). Kesulitan likuiditas yaitu dimana perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek, sedangkan kesulitan
solvabilitas (bangkrut) yaitu dimana kewajiban financial perusahaan sudah
melebihi kekayaannya. Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu perubahan posisi keuangan perusahaan, yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan tang tepat.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
140
Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan, data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Hal ini ditempuh dengan cara melakukan analisis laporan keuangan. Perusahaan untuk dapat tumbuh dan berkembang dalam menjalankan operasinya membutuhkan dana yang cukup besar. Oleh sebab itu, perusahaan dihadapkan pada permasalahan bagaimana memperoleh, menggunakan, dan mengembalikan dana yang diperoleh tersebut. Perusahaan mempunyai banyak pilihan untuk memperoleh dana salah satunya melalui go publik dengan adanya listing di BEI
Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan agar perusahaan tetap bertahan yaitu dengan menginterpretasikan atau menganalisis keuangan, yang bertujuan untuk mengetahui keadaan dan perkembangan keuangan dari tahun ketahun, pada perusahaan yang bersangkutan. Dengan menganalisa laporan keuangan dari perusahaannya, akan dapat diketahui perkembangan perusahaan yang telah dicapai di waktu-waktu lalu dan waktu yang sedang berjalan. Dengan demikian dapat diketahui kelemahan-kelemahan dari perusahaan serta hasil-hasil yang dianggap cukup baik. Hasil analisa dapat digunakan oleh pemilik atau manajer perusahaan untuk perbaikan penyusunan rencana dan policy yang akan dilakukan diwaktu yang akan datang. Mengetahui kelemahan-kelemahannya laporan keuangan dapat diperbaiki, dan hasil yang cukup baik dapat dipertahankan di waktu yang akan datang. (Warga 2006). Namun pada prakteknya perusahaan ada yang tidak mampu mencapai tujuan tersebut, penyebabnya adalah terjadinya kesulitan keuangan yang dikenal dengan financial distress. Financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang, dan default. Insolvency dalam kebangkrutan menunjukkan kekayaan bersih negatif. (Atmini : 2005)
Ketidakmampuan melunasi utang menunjukkan kinerja negatif dan menunjukkan adanya masalah likuiditas. Default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum. Financial distress dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah: kesulitan arus kas, besarnya jumlah hutang kerugian dari kegiatan operasi perusahaan, dan kenaikan tingkat bunga pinjaman. Selain itu dengan melambungnya harga minyak dunia menjadi tekanan tersendiri bagi industri dalam negeri, dimana minyak merupakan salah satu bahan pokok dari industri manufaktur. Sebagian besar industri manufaktur dalam negeri kita masih import minyak dari luar negeri, hal ini akan berdampak dengan biaya produksi sehingga laba menjadi tertekan. Jika hal ini tidak cepat dicarikan solusinya, maka bukan tidak mungkin perusahaan-perusahaan manufaktur dalam jangka panjang dapat mengalami kesulitan keuangan dan diakhiri dengan kebangkrutan (luciana ;2006 ).
Penelitian yang dilakukan oleh Hofer (1980) mendefinisikan financial distress sebagai suatu kondisi perusahaan yang mengalami laba bersih ( net income)
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
141
negatif selama beberapa tahun. Resiko kebangrurtan merupakan masalah yang sangat esensial yang harus diwaspadai perusahaan. Apabila perusahaan mengalami kebangrutan maka perusahaan tersebut mengalami kegagalan usaha, dengan demikian perusahaan harus sedini mungkin melakukan berbagai analisis terutama analisis yang menyangkut kebangkrutan perusahaan. Analisis ini akan sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan. Analisis ini sangat dibutuhkan oleh para pihak yang berkepentingan seperti investor dan kreditor, terutama pada perusahaan yang menjual sahamnya di pasar modal (luciana 2006).
Kondisi kesulitan keuangan ini menimbulkan kerugian bagi investor, sehingga perlu kiranya adanya analisis potensi kebangkrutan dan hal ini sangat menarik untuk diamati. Penelitian tentang kebangkrutan suatu perusahaan telah banyak dilakukan di Indonesia. Bodroastuti (2009) pengaruh struktur corporate governance terhadap financial distress. Santosa (2011) menggunakan metode data mining untuk memprediksi kebangrutan. Bzour (2011) membandingkan dua model yaitu Ohlson dan Altman. Imanzadeh, Maranjouri, dan Sepehri (2011) membandingkan model Springate dan Zmijewsky. Begitupun penelitian Fatmawati (2010) hanya membandingkan model prediksi kebangkrutan Zmijewsky, Altman, dan Springate. Dari beberapa penelitian yang ada, belum ada penelitian yang berusaha untuk meneliti perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kategori perusahaan yang menagalami laba bersih negatif dan laba bersih positif selama dua tahun berturut-turut dengan membandingkan beberapa model untuk memprediksi financial distress yaitu menggunakan empat model diantaranya : altman modifikasi, springate, zmijewsky dan groever. Perumusan masalah penelitian in adalah bagaimana prediksi financial distress menggunakan multi model berdasarkan kategori laba negatif dan laba positif pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
METODE PENELITIAN
Pengujian dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik. Alasan menggunakan model regresi logistik karena dalam penelitian ini ingin menguji ada atau tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dimana variabel dependennya merupakan variable financial distress ( dummy), sehingga alat analisis yang digunakan adalah regresi logistic. Teknik analisa ini tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2012). Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel independen yang digunakan, artinya variabel penjelasnya tidak harus memiliki distribusi normal. Model yang digunakan adalah :
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
142 Keterangan :
Y : Variabel dummy, 1 = laba positif dan 0 = laba negatif a, b : Konstanta
X1 : Nilai Z Model Altman Modifikasi X2 : Nilai S Model Springate
X3 : Nilai X Model Zmijewsky X4 : Nilai skor Model Groever e : Error
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Model Altman Modifikasi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prediksi kebangkrutan serta kinerja keuangan perusahaan berdasarkan hasil analisis diskriminan dengan menggunakan model Altman modifikasi berdasarkan rasio empat variabel. Untuk melihat model Altman Modifikasi dalam menghitung prediksi atas kebangkrutan dapat dilihat rumus persamaan sebagai berikut :
Z = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4
Keterangan :
Z = bankrupcy index
X1 = working capital / total asset X2 = retained earnings / total asset
X3 = earning before interest and taxes / total asset X4 = book value of equity / book value of total debt
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z- score model Altman Modifikasi yaitu:
a) Jika nilai Z’’ < 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.
b) Jika nilai 1,1 < Z’’ < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah
perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan).
c) Jika nilai Z’’ > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.
Dengan klasifikasi perhitungan berdasarkan persamaan Model Altman Modifikasi maka perusahaan yang mengalami laba bersih negatif dan laba positif sesuai dengan kriteria sample yang dibentuk pada penelitian ini dapat dikelompokan sesuai dengan perhitungan tabel berikut ini :
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
143
Tabel 1. Perhitungan Prediksi Financial Distress dengan Kriteria Laba Negatif dan Positif Model Altman Modifikasi (1995)
No. Kode Perusa haan
2009 2010 2011 2012
Z-Score Prediksi Z-Score Prediksi
Z-Score Prediksi Z-Score Prediksi
1 AKKU -2,7785 Distress -3,9803 Distress 1,9432 Distress 10,4825 Non Distress 2 DAVO -0,1345 Distress -1,5470 Distress 3,5086 Non
Distress 7,3611 Non Distress 3 DOID 0,5290 Distress -1,5541 Distress -2,4304 Distress -2,6414 Distress
4 ENRG -1,0745 Distress 1,5582 Distress -3,2679 Distress -1,8368 Distress
5 INCI 1,3491 Distress -4,4685 Distress 2,1184 Distress 5,7422 Non Distress 6 KBLV 0,4713 Distress -1,0150 Distress 6,9292 Non
Distress 9,5673 Non Distress 7 ZBRA -0,0076 Distress -0,2523 Distress 6,5969 Non
Distress 5,6780 Non Distress 8 BIPP -1,8529 Distress 0,5875 Distress 3,8781 Non
Distress 0,9440 Distress 9 BEKS 1,0179 Distress 0,8987 Distress 0,7836 Distress -1,2104 Distress
10 ICON 2,2098 Non Distress 0,4810 Distress 4,3401 Non Distress 3,2999 Non Distress 11. AALI 11,48 Non Distress 11,96 Non Distress 10,09 Non Distress 7,25 Non Distress 12. ACES 15,84 Non Distress 13,95 Non Distress 101,58 Non Distress 16,64 Non Distress 13. ADES 3,43 Non Distress 7,10 Non Distress 10,62 Non Distress 11,33 Non Distress 14. ADRO 4,19 Non Distress 3,03 Non Distress 3,61 Non Distress 2,90 Non Distress 15. ANTM 8,36 Non Distress 8,18 Non Distress 7,84 Non Distress 4,66 Non Distress 16. WIKA 5,93 Non Distress 5,64 Non Distress 1,66 Non Distress 1,51 Non Distress 17. TRIO 3,54 Non Distress 4,20 Non Distress 4,13 Non Distress 4,93 Non Distress 18. TURI 4,71 Non Distress 4,33 Non Distress 6,23 Non Distress 5,32 Non Distress 19. VOKS 1,67 Non Distress 1,92 Non Distress 4,06 Non Distress 4,06 Non Distress 20 KAEF 4,56 Non Distress 6,70 Non Distress 11,50 Non Distress 9,54 Non Distress Sumber : Data Diolah, 2014
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil penilaian dengan model Z-Score Altman Modifikasi. Pada tahun 2009 pada perusahaan laba negatif terdapat 9 perusahaan yang dikategorikan distress dan 1 perusahaan yang dikategorikan non distress, sedangkan pada perusahaan laba positif semua perusahaan dinyatakan non distress, tahun 2010, terdapat 10 perusahaan yang dikategorikan distress dan 10 perusahaan yang dikategorikan non distress, tahun 2011 terdapat 5 perusahaan yang dikategorikan distress dan 15 perusahaan dikategorikan non distress dan tahun 2012, terdapat 4 perusahaan dikategorikan distress dan 16 perusahaan yang dikategorikan non distress.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
144 2. Model Springgate
Variabel selanjutnya adalah Model Springgate (1978). Model ini dikembangkan oleh Springgate (1978) dengan menggunakan analisis multidiskrimian, dengan menggunakan 40 perusahaan sebagai sampelnya. Model ini dapat digunakan untuk memprediksi kebangrutan dengan tingkat keakuratan 92,5 %. Model yang berhasil dikembangkan oleh Springate adalah :
S = 1,03A + 3,07B + 0,66C + 0,4D
Keterangan :
A = working capital / total asset
B = net profit interest and taxes / total asset C = net profit before taxes / current liabilities D = sales / total asset
Model tersebut mempunyai standar dimana perusahaan yang mempunyai skor S > 0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang mempunyai skor S < 0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut (Peter dan Yoseph, 2011). Dengan kriteria penilaian apabila nilai S < 0,862 maka menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan yang serius (bangkrut), apabila nilai 0,862 < S < 1,062 maka menunjukkan bahwa pihak manajemen harus hati-hati dalam mengelola aset-aset perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan (daerah rawan), apabila nilai S > 1,062 maka menunjukkan perusahaan dalam kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai permasalahan dengan keuangan (tidak bangkrut). The springgate Model memberikan kebangkrutan lebih dini dibandingkan model lainnya.
Dengan menggunakan persamaan Model Springgate, maka nilai S-Score yang didapat dari perhitungan persamaan tersebut dapat diuraikan dalam sebuah tabel berikut. Dari hasil olahan data perusahaan yang dijadikan sampel penelitian, maka didapatlah hasil perhitungan sesuai tabel berikut ini :
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
145
Tabel 2. Perhitungan Prediksi Financial Distress dengan Kriteria Laba Negatif dan Positif Berdasarkan Model Springgate
No . Kode Perusah aan 2009 2010 2011 2012
S-Score Prediksi S-Score Prediksi S-Score Prediksi S-Score Prediksi
1 AKKU -0,86 Non
Distress 0,44 Distress 0,31 Distress 4,75 Distress
2 DAVO 24,67 Distress 4,11 Distress 50,99 Distress 60,57 Distress
3 DOID 179,53 Distress 306,71 Distress 5,75 Distress 5,67 Distress
4 ENRG 28,62 Distress 0,93 Distress 58,94 Distress 356,48 Distress
5 INCI -6,27 Non Distress -6,08 Non Distress 15,80 Distress 32,97 Distress
6 KBLV 20,98 Distress -4,54 Non Distress -4,32 Non Distress 13,47 Distress
7 ZBRA -0,80 Non Distress 0,98 Distress -4,33 Non Distress -2,59 Non Distress
8 BIPP 0,27 Distress 0,82 Distress -0,21 Non Distress 81,16 Distress
9 BEKS 1,28 Distress 0,26 Distress 20,27 Distress 64,66 Distress
10 ICON -0,59 Non Distress 13,72 Distress -4,07 Non Distress -3,02 Non Distress
11 AALI -3,79 Non Distress -7,78 Non distress -7,85 Non Distress -6,63 Non Distress
12 ACES -9,93 Non distress -9,72 Non distress -77,70 Non
distress -10,8 Non distress
13 ADES 1,49 Distress 5,48 Distress -5,14 Non distress -4,9 Non distress
14 ADRO 74,00 Distress -0,30 Non distress 0,03 Distress 0,2 Distress
15 ANTM -7,02 Non
distress -5,90 Non distress -5,06 Non
distress -3,6 Non distress
16 WIKA 5,61 Distress 5,21 Distress 7,98 Distress 7,3 Distress
17 TRIO -6,46 Non
distress -4,40 Non distress 2,47 Distress -1,5 Non distress
18 TURI -11,62 Non
distress -14,77 Non distress -14,79 Non
distress -12,8 Non distress
19 VOKS 2,50 Distress 1,41 Distress 2,29 Distress -0,5 Non distress
20 KAEF -9,24 Non distress -11,09 Non distress -10,58 Non distress -9,8 Non distress
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
146
Dari tabel diatas menunjukkan nilai S-Score dari Model Springgate dari sampel penelitian ini. Dengan menggunakan perhitungan Model Springgate, pada tahun 2009 terdapat 10 perusahaan yang dikategorikan distress dan 10 perusahaan yang dikategorikan non distress. Tahun 2010, perhitungan Model Springgate dapat mengelompokkan 11 perusahaan pada kategori distress dan 9 perusahaan dikategorikan non distress. Tahun 2011, dengan menggunakan perhitungan Model Springgate dapat mengelompokkan 10 perusahaan pada kategori distress dan 10 perusahaan dikategorikan non distress. Tahun 2012, terdapat 10 perusahaan dikategorikan distress dan 15 perusahaan dikategorikan non distress.
3. Model Zmijewski
Model Zmijewsky (1984) menggunakan analisis rasio yang mengukur kinerja, leverage dan likuiditas suatu perusahaan untuk model prediksinya. Zmijewski menggunakan probit analisis yang diterapkan pada 40 perusahaan yang telah bangkrut dan 800 perusahaan yang tidak bangkrut. Zmijewsky melakukan studi dengan menelaah ulang studi bidang kebangkrutan riset sebelumnya selama dua puluh tahun. Penelitiannya menunjukan adanya perbedaan signifikan antara perusahaan sehat dan perusahaan yang tidak sehat. Dengan kriteria penilaian semakin besar nilai X maka semakin besar kemungkinan / probabilita perusahaan tersebut bangkrut. Model yang berhasil dikembangkan adalah sebagai berikut: X = -4.3 – 4.5X1 + 5.7X2 – 0.004X3
Keterangan:
X1 = ROA (return on asset = Net Income / Total Assets) X2 = Leverage (debt ratio = Total Debt / Total Assets)
X3 = Likuiditas (current ratio = Current Assets / Current Liabilities)
Zmijewsky (1984) menyatakan bahwa perusahaan dianggap distress jika probabilitasnya lebih besar dari 0. Dengan kata lain nilai X nya adalah 0, maka dari itu nilai cutoff yang berlaku dalam model ini adalah 0. Hal ini berarti perusahaan yang nilai X nya lebih besar dari atau sama dengan 0 diprediksi akan mengalami financial distress di masa depan. Sebaliknya perusahaan yang nilai X nya kecil dari 0 diprediksi tidak akan mengalami financial distress. Zmijewsky (1984) telah mengukur akurasi modelnya sendiri dan mendapatkan nilai akurasi 94,9%.
Selanjutnya untuk melihat bagaimana hasil prediksi kebangkrutan dari Model Zmijewsky terhadap sampel perusahaan pada penelitian ini dari kurun waktu 2009 sampai 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
147
Tabel 3. Perhitungan Prediksi Financial Distress dengan Kriteria Laba Negatif dan Laba Positif Model Zmijewsky
No . Kode Perusaha an 2009 2010 2011 2012 X-Score Prediksi
X-Score Prediksi X-Score Prediksi
X
-Score Prediksi
1 AKKU -1,10 Distress -0,77 Distress -0,58 Distress -0,49 Distress 2 DAVO -5,67 Distress -0,93 Distress 0,76 Distress -1,25 Distress 3 DOID -3,99 Distress 0,53 Distress -0,57 Distress -0,63 Distress 4 ENRG -0,43 Distress 0,01 Distress -1,17 Distress -0,26 Distress 5 INCI -1,13 Distress -9,83 Distress -0,06 Distress 1,15 Non
Distress 6 KBLV 0,04 Distress 0,32 Distress 1,24 Non
Distress 1,15 Non Distress 7 ZBRA -0,94 Distress -1,09 Distress -0,49 Distress -0,37 Distress 8 BIPP -0,76 Distress -0,34 Distress -0,07 Distress -0,33 Distress 9 BEKS -0,23 Distress -0,22 Distress -0,07 Distress -0,31 Distress 10 ICON -0,58 Distress -0,88 Distress -1,68 Distress 0,83 Distress 11 AALI 3,04 Non distress 3,52 Non distress 3,42 Non distress 2,49 Non distress 12 ACES 3,47 Non distress 3,07 Non distress 39,44 Non distress 9,19 Non distress 13 ADES 0,70 Non distress 0,89 Non distress 2,67 Non distress 4,70 Non distress 14 ADRO 1,99 Non distress 1,64 Non distress 2,36 Non distress 1,55 Non distress 15 ANTM 1,52 Non distress 1,88 Non distress 3,80 Non distress 1,21 Non distress 16 WIKA 1,60 Non distress 1,42 Non distress 0,89 Distress 0,84 Non distress 17 TRIO 1,97 Non distress 1,94 Non distress 2,04 Non distress 2,10 Non distress 18 TURI 2,26 Non distress 2,10 Non distress 2,90 Non distress 2,61 Non distress 19 VOKS 0,93 Distress 0,80 Non
distress 1,49 Non distress 1,70 Non distress 20 KAEF 1,43 Non distress 1,66 Non distress 4,50 Non distress 4,38 Non distress Sumber : Data Diolah, 2014 (lampiran 3)
Tabel diatas adalah hasil perhitungan prediksi kebangkrutan dengan mengunakaan X-Score dengan Model Zmijewsky, dimana dari hasil perhitungan yang didapatkan dari sampel perusahaan laba negatif dan laba positif tahun 2009 terdapat 11 perusahaan dikategorikan
distress dan 9 perusahaan dikategorikan non distress. Tahun 2010 terdapat 10 perusahaan
dikategorikan distress dan 10 perusahaan dikategorikan non distress. Tahun 2011 terdapat 10 perusahaan dikategorikan distress dan 10 non distress. Tahun 2012, terdapat 12 perusahaan dikategorikan distress dan 8 perusahaan yang dikategorikan laba positf mengalami non distress
4. Model Groever
Seiring perkembangannya, model financial distress semakin banyak dimodifikasi oleh para peneliti agar penggunaannya dapat menjadi lebih tepat dan akurat. Pada tahun 2001 Jeffrey S.Groever melakukan peninjauan ulang terhadap model Altman untuk mengembangkan sebuah model prediksi kebangkrutan yang baru. Model Grover merupakan model yang diciptakan dengan melakukan pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman Z-Score.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
148
Jeffrey S. Grover menggunakan sampel sesuai dengan model Altman Z-score pada tahun 1968, dengan menambahkan tiga belas rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35 perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Jeffrey S. Grover (2001) menghasilkan fungsi sebagai berikut :
Score = 1,650X1 + 3,404X2 – 0,016ROA + 0,057
Keterangan :
X1 = Working capital / total assets
X2 = Earnings before interest and taxes / total assets ROA = ROA (return on asset = Net Income / Total Assets)
Model Grover mengkategorikan perusahaan dalam keadaan bangkrut dengan skor kurang atau sama dengan -0,02 (Z ≤ -0,02). Sedangkan nilai untuk perusahaan yang dikategorikan dalam keadaan tidak bangkrut adalah lebih atau sama dengan 0,01 (Z ≥ 0,01). Model Grover merupakan model yang diciptakan dengan melakukan pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman Z-Score. Jeffrey S. Grover menggunakan sampel sesuai dengan model Altman Z-score pada tahun 1968, dengan menambahkan tiga belas rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35 perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
149
Tabel 4. Perhitungan Prediksi Financial Distress dengan Kriteria Laba Negatif dan Laba Positif Berdasarkan Model Groever
No . Kode Perusaha an 2009 2010 2011 2012
Score Prediksi Score Prediksi Score Prediksi Score Prediksi
1 AKKU -1,03 Distress -0,91 Distress -0,18 Distress -0,02 Distress
2 DAVO -0,63 Distress 0,58 Non
distress 0,87 Non
distress -2.,89 Distress 3 DOID -0,01 Non distress 0,44 Non distress -0,83 Distress -0,91 Distress
4 ENRG -0,15 Distress 0,02 Non
distress -1,66 Distress -0,87 Distress 5 INCI -0,01 Distress 0,89 Non distress 0,00 Non distress 2,05 Non distress
6 KBLV -0,01 Distress 0,52 Non distress 1,49 Non distress 1,51 Non distress
7 ZBRA -0,99 Distress -1,21 Distress -0,39 Distress -0,35 Distress
8 BIPP -0,89 Distress -0,07 Distress 0,24 Non distress -0,10 Distress
9 BEKS -0,15 Distress -0,03 Distress -0,36 Distress -0,55 Distress
10 ICON -0,38 Distress -0,85 Distress -0,32 Distress 1,41 Non distress 11 AALI 1,40 Non distress 1,53 Non distress 1,41 Non distress 1,13 Non distress
12 ACES 1,85 Non distress 1,70 Non distress 33,61 Non distress 3,87 Non distress
13 ADES 0,48 Non distress 0,57 Non distress 1,55 Non distress 2,81 Non distress 14 ADRO 1,15 Non distress 0,79 Non distress 1,06 Non distress 0,70 Non distress
15 ANTM 1,00 Non distress 1,33 Non distress 1,62 Non distress 0,78 Non distress
16 WIKA 1,58 Non distress 1,45 Non distress 0,54 Non distress 0,49 Non distress 17 TRIO 0,92 Non distress 1,10 Non distress 1,31 Non distress 1,43 Non distress
18 TURI 1,00 Non distress 0,70 Non distress 1,27 Non distress 1,16 Non distress
19 VOKS 0,43 Non distress 0,43 Non distress 1,01 Non distress 1,13 Non distress 20 KAEF 0,81 Non distress 0,99 Non distress 2,75 Non distress 2,72 Non distress Sumber : Data Diolah, 201
Tabel diatas adalah hasil prediksi perhitungan dengan menggunakan Model Groever. Dengan menggunakan Model Groever, perhitungan prediksi kebangkrutan lebih sedikit. Tahun 2009, terdapat 9 perusahaan yang mengalami laba positif dan laba negatif yang dikategorikan distress dan 11 kategori non
distress. Tahun 2010, terdapat 5 perusahaan yang mengalami laba positif dan laba
negatif yang dikategorikan distress dan 15 dengan kategori non distress. Tahun 2011, terdapat 6 perusahaan yang mengalami laba positif dan laba negatif yang dikategorikan distress dan 14 perusahaan yang dikategorikan non distress.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
150
Tahun 2012 terdapat 7 perusahaan mengalami laba positif dan laba negatif yang dikategorikan distress dan 13 perusahaan yang dikategorikan non distress. Dalam uji hipotesis untuk hipotesis 1 (satu) sampai dengan hipotesis 4 (empat) dengan menggunakan regresi logistic binary cukup dengan melihat tabel Variables in the
Equation, pada kolom signifikansi dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang
digunakan dalam model regresi logistic adalah α = 5% (0.05). jika tingkat signifikansi > 0.05, maka Ho diterima, sedangkan jika tingkat signifikansi < 0.05, maka Ha diterima. Uji hipotesis satu sampai dengan hipotesis empat adalah untuk melihat hubungan secara parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut adalah hasil pengujian hipotesis secara parsial dengan menggunakan regresi logistik binary yang disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 5.Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a Altman(1) -3.340 1.594 4.392 1 .036 .035 Springgate(1) -1.881 .994 3.584 1 .048 .052 Zmijewsky(1 ) -2.388 1.666 2.055 1 .152 .152 Greover(1) .062 1.236 .003 1 .560 .560 Constant 2.692 1.996 1.819 1 .177 .177
a. Variable(s) entered on step 1: Altman, Springgate, Zmijewsky, Greover.
Sumber : Data Diolah, 2014(lampiran 14)
a. Hipotesis 1 (H1) = Altman Modifikasi dapat digunakan untuk
memprediksi finansial distress
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat signifikansi model Altman Modifikasi sebesar 0.036. Bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% (0.05), maka variabel model Altman Modifikasi lebih besar dari < tingkat signifikansi α (0.05) maka H1 diterima, yang artinya model Altman Modifikasi dapat digunakan untuk memprediksi finansial distress. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa 65% dari sampel perusahaan dalam penelitian ini berhasil diprediksi oleh Model Altman Modifikasi.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
151
b. Hipotesis 2 (H2) = Model Springgate dapat digunakan untuk memprediksi
finansial distress
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat signifikansi model Springate sebesar 0.048. Bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% (0.05), maka variabel model Springate lebih kecil dari > tingkat signifikansi α (0.05) maka H2 diterima, yang artinya model Springate dapat digunakan untuk memprediksi finansial distress.
c. Hipotesis 3 (H3) = Model Zmijewsky tidak dapat digunakan untuk
memprediksi finansial distress
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat signifikansi model Zmijewsky sebesar 0.152. Bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% (0.05), maka variabel model Zmijewsky lebih besar dari > tingkat signifikansi α (0.05) maka H3 ditolak, yang artinya model Zmijewsky tidak dapat digunakan untuk memprediksi
finansial distress.
d. Hipotesis 4 (H4) = Model Groever tidak dapat digunakan untuk
memprediksi finansial distress
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat signifikansi model Groever sebesar 0.560. Bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% (0.05), maka variabel model Groever lebih besar dari > tingkat signifikansi α (0.05) maka H4 ditolak, yang artinya model Groever tidak dapat digunakan untuk memprediksi finansial distress.
Pemilihan Model Analisa Prediksi Finansial Distress Yang Terbaik
Perbandingan ketepatan model model yang digunakan dalam penelitian ini dalam memprediksi finansial distress dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 6.Hasil Rekap Perbandingan Prediksi Kebangkrutan Model Financial Distress
Tahun
Model Greover Model Springgate Model Zmijewsky Model Altman Modifikasi Jumlah % Akurasi Jumla h % Akurasi Jumlah % Akurasi Jumlah % Akurasi 2009 11 55% 10 50% 9 55% 11 55% 2010 15 75% 9 45% 10 50% 10 50% 2011 12 60% 10 50% 10 50% 15 75% 2012 12 60% 10 50% 8 40% 16 80% Total 50 39 37 52 Rata rata Akurasi (%) 63% 48,75% 46% 65% 20 100% 20 100% 20 100% 20 100%
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
152
Dari total sampel 20 perusahaan yang mengalami financial distress dari tahun 2009 sampai tahun 2012, didapat hasil untuk Model Altman Modifikasi memprediksi perusahaan yang dikategorikan bangkrut dengan rata akurasi sebesar 65%. Untuk Model Springgate didapat prediksi kebangkrutan dengan rata rata akurasi sebesar 48,75%. Untuk Model Zmijewsky terdapat prediksi kebangkrutan dengan rata rata akurasi sebesar 46%, dan untuk model Greover terdapat prediksi kebangkrutan dengan nilai rata rata akurasi sebesar 63%.
Berdasarkan semua penghitungan mode prediksi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Model Altman Modifikasi mempunyai tingkat keakuratan yang lebih tinggi dalam memprediksi kebangkrutan atau financial distress pada perusahaan yang dijadikan sampel dari tahun 2009 sampai tahun 2012 yaitu sebesar 65%. Hasil perhitungan prediksi Model Altman Modifikasi ini sesuai dengan kriteria hasil uji hipotesis pada tabel 4.26 dengan kriteria signikansi < 0,05, dimana nilai dari signifikansi Model Altman adalah 0,036 dimana < dari nilai signifikansi kriteria dan dapat disimpulkan bahwa Model Altman dapat digunakan untuk memprediksi finansial distress dengan tingkat dengan tingkat akurasi 65%.
KESIMPULAN
1. Model Altman Modifikasi menunjukkan model ini dapat digunakan untuk memprediksi kesulitan keuangan perusahaan, model ini menggunakan empat rasio keuangan diantaranya : working capital / total asset, retained earnings /
total asset, earning before interest and taxes / total assets dan book value of equity / book value of total debt. Hal ini dikarenakan dalam formula altman
yang terdiri dari 4 (empat) rasio, tiga diantaranya merupakan alat ukur yang lebih ditekankan adalah tingkat profitabilitas perusahaan, sedangkan komponen hutang tidak terlalu ditekankan pada model altman modifikasi ini, sehingga hutang perusahaan yang besar tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk skor akhir model
2. Model springate dapat digunakan untuk memprediksi kesulitan keuangan perusahaan, model ini menggunakan rasio sebagai berikut : working capital /
total asset, net profit interest and taxes / total asset, net profit before taxes / current liabilities, sales / total asset. Hal ini disebabkan karena dalam rasio
laba sebelum pajak terhadap liabilitas lancar dominan dalam membentuk skor akhir dan biaya operasi yang relatif tinggi yang ditanggung perusahaan melebihi laba yang dihasilkan, yang mengakibatkan kerugian yang dialami perusahaan
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
153
3. Model zmijewsky menunjukan model ini tidak dapat memprediksi kesulitan keuangan perusahaan, model ini menggunakan rasio sebagai berikut : ROA (Net Income / Total Assets), Leverage ( Total Debt / Total Assets) dan Likuiditas ( Current Assets / Current Liabilities) artinya rasio keuangan tersebut tidak berkontribusi terhadap prediksi kesulitan keuangan
4. Model groever tidak dapat memprediksi kesulitan keuangan, model ini menggunakan rasio sebagai berikut : Working capital / total assets, Earnings
before interest and taxes / total assets, ROA ( Net Income / Total Assets)
dimana rasio tersebut tidak dapat berkontribusi langsung terhadap prediksi kesulitan keuangan.
5. Perbandingan model analisis yang paling efektif dan akurat dalam memprediksi kondisi financial distress adalah model altman modifikasi. Tingkat kesesuaian prediksi yang dihasilkan model altman modifikasi berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan nilai rata-rata akurasi tertinggi dibandingakan dengan model lain yang digunakan untuk memprediksi kondisi
financial distress perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Hafiz dab Dicky Arisudhana 2010. Analisis kebangrutan model altman
z-score dan springate pada perusahaan industri property. Universitas Budi
Luhur Jakarta.
Agusti, Chalendra Prasetya. 2013. Analisis faktor yang mempengaruhi
kemungkinan terjadinya financial distress. Universitas Diponegoro.
Ali, Salman Syed. 2007. Financial distress and bank failure:lessons from closure
og ihlas finans in turkey vol. 14, No.1 & 2, Aug. 2006 & Jan. 2007 Islamic
Economic Studies.
Al-khatib Hazem B, dan Alaa Al-Horani. Predicting financial distress of public
companies listed in amman stock exchange European Scientific Journa;
Juli edition vol.8, No.15 ISSN: 1857-7881 (Print)e-ISSN 1857-7431 1 Assocoate Profesor at Amman University, Deparment of Finance and Banking
Almilia, Luciana Spica, 2006. Prediksi financial distress perusahaan go public
dengan menggunakan analisis multinomial logit. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Vol. XII No.1, Maret. STIE Perbanas Surabaya
Atmini Sari dan Wuryana. 2005. Manfaat laba dan arus kas untuk memprediksi
kondisi financial distress pada perusahaan textile mill products dan apparel and other textile products yang terdadaftar di bursa efek Jakarta.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
154
Bzour Ahmad Eqab dan Khalid Alkhatib. 2011. Predicting corporate bankruptcy
of jordanian listed companies: using altman dan kida models. International
Journal of Business and Management Vol.6 No.3 March 2011.208 ISSN 1833-3850 E-ISSN 1833-8119
Brahmana, Rayenda K. Identifiying Financial distress condition in Indonesia
manufacture industry birmingham business school. University of
Birmingham United Kingdom
Fahmi, Irham. 2011. Analisis laporan keuangan. Alfabeta Bandung
Fatmawati, Mila. 2011. Penggunaan the zmijewski model, the altman model dan
the springate model sebagai prediktor delisting, Jurnal keuangan
perbankan, Vol.16 No.1 Januari 2012, hlm 56-65 terakreditasi SK No. 64a/DIKTI/Kep/2010 Universitas Muhammadiyah Metro
Firdausi Nabila, Naning Aranti Wessiani dan Budi Santosa, 2009. Analisis
financial distress dengan pendekatan data mining pada industri manufaktur go public di Indonesia. Institut Teknologi Sepuluh November
(ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Garlappi Lorenzo and Hong Yan. 2011. Financial distress and the cross-section
of equity return the journal of finance. Vol. IXVI, No 3 June
Hadi, Syamsul dan Atika Anggraeni. 2012. Pemilihan prediktor delisting terbaik
(perbandingan antara the zmijewski model, the altman model dan the springate model) Universitas Islam Indonesia.
Hasyami, Mhd. 2007. Analisis penyebab kesulitan keuangan (financial distress)
studi kasus pada perusahaan bidang kontruksi PT.X. Universitas
Diponegoro.
Hodgin, Robert F dan Roberto Marchesini. 2011. Journal of Applied Business and Economics Vol. 12(4). Financial distress models. How pertinent are
sampilng bias critiscms. University of Houston-Clear Lake.
Iflaha, Diana Atim, 2008. Analisis financial distress dengan metode Z-score untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan (studi pada perusahaan restoran, hotel dan pariwisata yang listing di bursa efek indonesia periode 2003-2007) Universitas Islam Indonesia (UIN) Malang
Kristanti, Martina Eny. 2012. Pengaruh karakteristik komite audit pada kondisi
financial distress perusahaan studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2008-2010. Universitas Diponegoro
Semarang
Kordlar, Ali Ebrahimi dan Nader Nikbakht, 2011 Business Intelegence Journal July, 2011 Vol 4. No. 2 Comparing bankruptcy predition models in iran Faculty of
management, Tehran University, Tehran Iran.
Ko. Li-Jen dan Edward J Blocher dan P. Paul Lin. Predicition of Corporate Financial
Distress An Application of the Composite Rule Induction System. The Internasional
Journal of digital Accounting Research Vol 1 No 1. Pp 69-85 ISSN. 1577-8517. Durham Technical Community.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
155
Wahana 2010 Mengolah data statistik hasil penelitian dengan SPSS 17 Andi Yogyakarta
Mokhamad Igbal Dwi Nugroho, 2012 Analisis predikat financial distres dengan
menggunakan model altman z-score modifikasi 1995 (Studi kasus pada perusahaan manufactur Yang Go Public di Indonesia Tahun 2008 sampai dengan tahun 2010) Universitas Diponegoro.
Mukhti, 2013, Perlindungan Hukum Bagi Investor Publik Dalam Penghapusan
Pencatatan (Delisting) Saham Pada Kegiatan Pasar Modal Indonesia
Articel OAI.
Nugraheni, Restuti 2012 Pengaruh Likuiditas, financial leverage, dan
frofitavilitas terhadap financial distress (Studi pada Perusahaan Manufactur yang terdaftar di BEI Periode (2005-2010) Universitas Negeri
Yogyakarta
Pongsatat, Surapol and Judy Ramage and Howard Lawrence. 2004 Bankruptcy
predicition for large and small firms in asia a comparison of ohlson and altman Journal of Accounting and Croporate Governance Volume I
Numver 2, December 2004 pp 1 – 13.
Purwanti, Yulia 2005, Analisis rasio keuangan dalam memprediksi kondisi
keuangan Financial distress perusahaan manufactur yang terdaftar di bursa efek Jakarta. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Qisthi, Dafi dan Suhadak Siti dan Ragil Handayani 2012 Analisis x-score (model
zmijewski ) untuk memprediksi gejala kebangkrutan perusahaan (Pada Industri Otomotif dan Komponennya yang terdaftar di BEI periode 2009-2011) Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Ramadhany, Alexander. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan
going concern pada perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress di bursa efek jakarta. Universitas Diponegoro Surabaya
Ramadhani, Ayu Suci dan Niki Lukviarman. 2009. Perbandingan analisis
prediksi kebangrutan menggunakan model altman pertama, altman revisi dan altman modivikasi dengan ukuran dan umur perusahaan sebagai variabel penjelas (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia) Jurnal Siasat Bisnis Vol 13 No.1 April
Ross, Westerfield. Jordan.2009. pengantar keuangan perusahaan corporate
finance fundamentals. Salemba Empat
Setiawan, Doddy dan Wahyu Widarjo. 2009. Pengaruh Rasio Keuangan
Terhadap Kondisi Financial distress Perusahaan Otomotif Jurnal Bisnis
dan Akuntansi Vol.11 No,2 Agustus 2009, hlm 107-119 Universitas Sebelas Maret
Sugiyono, 2013. Statistika untuk Penelitian, Alfabeta Bandung
Taqwa, Cahaya Santika, 2012. Analisis Prediksi Kebangkrutan dengan Metode
Springate Konvensional dan Metode Fuzzy Springate pada Perusahaan Industri Farmasi. Universitas Gunadarma.
JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 4 Desember 2014
156
Warga, Poetri Mustika, 2012. Analisa Laporan Keuangan dan Indikator
Kebangkrutan untuk Menilai Kinaerja Keuangan serta Kelangsungan pada PT. Mayora Indah Tbk beserta Anak Perusahaan (Periode 2001-2005) Universitas Bina Nusantara.
Widuri, Sagita.2009. Analisis Komparatif Prediksi Kebangrutan Model Altman
Modivikasi, Internal Growth Rate dengan Model Altam Springgate dan Groever (Studi pada Perusahaan Tekstil yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Universitas Andalas
Yulian Agust. Analisis Laporan Keungan untuk Memprediksi Kondisi Financial
Distress Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan Menggunakan Regresi Logistik. Universitas Sumatera Utara Medan
Yuanita, Ika. 2010 Prediksi Financial Distress dalam Industri Textile dan
Garment (Bukti Empiris di Bursa Efek Indonesia), Politeknik Negeri
Padang. www.idx.co.id