• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II OBJEK ILMU DAN OBJEK FILSAFAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II OBJEK ILMU DAN OBJEK FILSAFAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

OBJEK ILMU DAN OBJEK FILSAFAT PENDAHULUAN

DESKRIPSI SINGKAT:

Bab II ini menguraikan objek ilmu dan objek filsafat berkaitan dengan sejarah ilmu dan filsafat pada zaman Yunani Kuno saling terkait dalam pengertian episteme yaitu suatu kumpulan yang teratur dari pengetahuan rasional (Aristoteles). Selanjutnya ilmu dibedakan dalam objek formal dan objek material. Masing-masing objek formal diteliti menurut metode yang berbeda pula. Dalam bidang filsafat metode dan objek tidak dapat dipisahkan, karena menyangkut hubungan objek dan subjek dalam mengungkapkan persoalan-persoalan filsafat.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:

Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa mampu membedakan objek penelitian ilmu dan objek penelitian ilmu dan objek penelitian filsafat serta mengungkapkan persoalan-persoalan filsafat yang menarik untuk diteliti.

2.1. Objek Formal dan Objek Material Penelitian Filsafat

Menurut The Liang Gie (1991) filsafat dan ilmu yang dikenal di dunia Barat dewasa ini berasal dan Zaman Yunani Kuno. Pada zaman itu filsafat dan ilmu jalin menjalin menjadi satu dan orang tidak memisahkannya sebagai dua hal yang berlainan. Keduanya termasuk dalam pengertian dan episteme. Menurut konsepsi filsuf besar Yunani Kuno Aristoteles, episteme suatu kumpulan yang teratur dan pengetahuan rasional dengan objeknya sendiri yang tepat. Jadi filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional, yakni pengetahuan yang diperoleh dan pemikiran atau rasio manusia. Menurut Bakker (1984) ilmu-ilmu dibedakan menurut objek formal pribadi. Masing-masing ilmu mempunyai objek formal khas; dan Aristoteles telah berpendapat bahwa masing-masing objek formal diteliti menurut metode berbeda pula. Maka objek formal dan metode berhubungan erat. Dalam bidang filsafat metode dan objek formal tidak dapat dipisahkan. Seperti masing-masing filsafat menentukan objek formal filsafat menurut pemahamannya sendiri-sendiri, begitu juga mereka masing-masing mempunyai metodenya dan logikanya sendiri, sesuai dengan objek formal itu dan uraian teorinya. Manusia sebagai objek formal filsafat memiliki beberapa sifat dasariah. Justru sifat-sifat itu menyebabkan kekhususan metodologi penelitian dalam filsafat.

(2)

2.1.1. Hubungan Objek dan Subjek Dalam Penelitian Filsafat

Manusia itu objek, ia dapat dipelajari menurut apa adanya, dapat diobservasi dan diselidiki dan arah mana saja, disentuh dan dibedah dalam ilmu kesehatan untuk mengetahui suatu penyakit dan mengobatinya. Manusia dalarn objek filsafat tidak sekadar materi tetapi ia adalah subjek dengan kesadaran menjalankan diri; menjadi sumber sadar bagi kegiatannya sendiri. Maka ia tidak merupakan objek menurut benda mati, melainkan ia berupa pusat kegiatan dan minat. Memang di dalamnya ada tiga taraf lain yang lebih rendah; psikis-naluri (persepsi nafsu), biotik (vital), dan fisiko-khemis masing-masing dengan hukum-hukum yang lebih otomatis. Tetapi sebagai subjek manusia mempunyai kebebasan dan kekuasaan terhadap determinasi atau paksaan nafsu-nafsu dan taraf-taraf lebih rendah lagi; ia tetap memiliki kesupelan dan kelincahan untuk bergerak. Dengan demikian ia tidak merupakan objek menurut arti benda mati yang dapat dimanipulasi, seperti dalam ilmu eksakta. Manusia telah dipelajari dalam ilmu sosial dan lebih-lebih dalam ilmu humaniora. Manusia dipelajari justru dalam kegiatan dan kebebasan dan kekuasaannya itu, teristimewa dalam filsafat; manusia justru menjadi objek dalam kesubjekannya.

2.1.2. Hubungan Ekspresif dan Intensif

Manusia mengekspesikan diri, dengan demikian ia menjadi data yang dapat diobservasi dan diukur dalam dirinya, dalam tingkah laku dan bahasa. Kegiatan manusia merupakan suatu data jasmani dan dimensional., atau suatu physical fact. Akan tetapi manusia juga suatu human fact. Ekspresinya diresapi oleh arti nilai dan nilai serta maksud oleh gaya intensi rohani. Arti dan nilai itu berbeda dengan ilmu-ilmu eksakia. Di sana benda-benda hanya bermakna satu saja, dan bernilai satu. Tetapi dalam ilmu sosial dan ilmu human ada variasi arti dan nilai yang sangat kaya (khususnya tindakan simbolis). Arti dan nilai yang sama dapat diekspresikan dengan macam-macam wujud; dan wujud atau ekspresi yang sama dapat berarti dan bernilai beda. Ada kebebasan dan spontanitas dalam ekspresi itu. Di dalamnya dapat dibaca maksud dan tujuan. Oleh karena itu ekspresi tertentu dapat diberi interpretasi yang beraneka warna, yang tidak bertolak g satu sama lain (multi-interpretable).

2.1.3. Hubungan Relatif dan Otonom

Manusia berhubungan dengan seluruh lingkungannya. Ia selalu dalam suatu konteks menyeluruh (kontekstual), dalam komunikasi dengan sesuatu yang lain. Maka ia juga ditentukan oleh yang lain; ia mengalami pengaruh dan kausalitas. Tetapi

(3)

hubungan itu berbeda dan bidang eksakta; di sana selalu tetap, selalu sama, dan dapat dipastikan. Dalam biologi sudah mulai berubah; sudah ada variasi penghayatan hubungan-hubungan, misalnya tumbuh-tumbuhan dengan lingkungan. Dalam ilmu sosial dan human semua variasi itu menjadi lebih banyak lagi; ada kekayaan macam-macam hubungan. Relasi menjadi fleksibel dan multiform. Manusia tidak bereaksi secara buta, secara mekanis atau instingsif saja, tetapi ia mengambil sikap terhadap lingkungannya. Reaksinya tidak dapat dipastikan; ia bebas dan orisinal, misalnya bisa marah atau bisa bersikap simpatik. Justru oleh otonominya sekaligus hubungannya diperkaya.

2.1.4. Sama dan Unik

Dari satu pihak manusia itu sama, ia segolongan, sehakikat dengan orang lain. Kesamaan itu berarti suatu universalitas. Ada struktur-struktur yang tetap, seperti juga pada taraf lebih rendah; pada logam, pada tumbuhan. Tetapi dan pihak manusia itu unik dan serba khas juga, dengan kemungkinan-kemungkinan realisasi yang tak terhingga jumlahnya, dan dengan variabel-variabel yang hampir tak terhingga banyaknya. Dalam eksakta atau biologi masing-masing benda atau bunga sangat serupa dan praktis identik, tegel, tets air, daun. Tetapi manusia dengan manusia, walaupun serupa sekali (lebih serupa daripada pada batu sama batu, atau kadal sama kadal), toh sekaligus berbeda seluruhnya dan sampai intinya. Tidak ada dua orang yang sama. Ia mempunyai identitas unik; ia mempunyai nama diri. Justru itu membuat universalitasnya tidak membosankan, melainkan menjadi kaya dan komplek.

2.1.5. Lama dan Baru

Seorang manusia itu tetap orang ini, dia atau aku. Ia mempunyai identitas pribadi. Ia selalu lama dan tradisional. Dengan demikian manusia serupa dengan laut dan dengan. Akan tetapi manusia berbeda pula dengan batu yang selalu sama dan tetap, atau dengan bukit yang tidak berubah. Sudah dalam evolusi biologis ditemukan kreativitas, walaupun pelan-pelan misalnya mekarnya sebuah bunga, perkembangan seekor burung telur sampai kedewasaan. Tetapi lebih-lebih dalam manusia ada perkembangan tak terduga. Ia selalu baru dan membuat surprise. Dan di dalam yang baru itu, justru yang ama diangkat dan dilestarikan secara kreatif, dengan menciptakan tingkah laku baru, dan hubungan baru.

(4)

2.2. Persoalan-Persoalan dalam Penelitian Filsafat

The Liang Gie (1991:p.27) mengemukakan bahwa berbeda dengan pertanyaan dalam bidang keilmuan pada umumnya, sesuatu pertanyaan yang bersifat filsafati senantiasa menimbulkan berbagai perbedaan pendapat yang amat beraneka ragam. Kalau misalnya dalam bidang keilmuan dipertanyakan apakah yang disebut ilmu-ilmu kealaman, jawaban salam berbagai ensikiopedi, kamus, dan buku lainnya umumnya sependapat menyatakan bahwa ilmu-ilmu kealaman adalah gugusan pengetahuan sistematis yang menelaah alam atau gejala-gejala alamiah, contohnya fisika, kirnia, geologi, dan biologi. Demikian pula, pertanyaan apakah yang dimnaksud dengan ilmuilmu sosial akan memperoleh jawaban yang umumnya sepaham dan berbagai ahli bidang keilmuan itu seperti politik, ilmu ekonomi, antropologi, atau sosiologi bahwa ilmu-ilmu sosial adalah sekelompok ilmu yang mempelajari secara teratur segenap perilaku, kegiatan, peristiwa atau hubungan manusia dalam hidup bersama. Diantara para ahli cabang-cabang ilmu sosial mungkin saja terjadi perbedaan istilah seperti umpamanya perilaku manusia, aktivitas sosial, peristiwa kemasyarakatan atau hubungan sosial manusiawi, tetapi pada umumnya istilah-istilah itu mengandung suatu pengertian yang sama dan dapat tercakup dalam suatu istilah yang lebih umum seperti gejala sosial manusia berkelompok.

Sebaliknya, persoalan apakah filsafat itu merupakan suatu pertanyaan filsafati yang tidak ada kesatuan pendapat atau bahkan bertentangan satu sarna lain dalam jawabannya. Setiap filsuf terkemuka dan sesuatu aliran filsafati memberikan definisi filsafat yang berlainan sesuai dengan sesuatu segi yang menjadi pusat perhatiannya. Misalnya seorang filsuf yang berpangkal pada sesuatu pandangan dunia akan menyatakan filsafat adalah suatu pemikiran rasional tentang pandangan dunia dalam kehidupan manusia. Sedang suatu aliran filsafat yang menitikberatkan pada segi bahasa dalam filsafat akan menegaskan bahwa filsafat adalah analisis kebahasaan untuk mencapai kejelasan mengenai makna dan kata-kata dan konsep-konsep.

Demikianlah, dalam sejarah peradaban manusia dan perkembangan filsafat sepanjang zaman telah bermunculan banyak sekali definisi filsafat yang berbeda-beda dan mungkin cukup membingungkan bagi seseorang dalam mempelajari filsafat. Namun walaupun demikian, untuk keperluan studi filsafat itu perlu juga diketahui. Tentu muncul pertanyaan bagaimana metode yang terbaik untuk melakukan penelitian filsafat. Kiranya pendekatan sejarah dan sistematik atas persoalan filsafat adalah yang paling dianjurkan.

Di bagian lain dikemukakan oleh the Liang Gie bahwa filsafat sebagai rangkaian aktivitas dari budi manusia pada dasarnya adalah pemikiran reflektif.

(5)

Pemikiran ini senantiasa bersifat memantul dalam arti menengok diri sendiri untuk memahami bekerjanya budi itu. Budi manusia yang diarahkan untuk menelaah fenomena-fenomena tertentu sehingga melahirkan sesuatu ilmu khusus kemudian juga memantul berpikir tentang ilmu khusus ini sehingga menumbuhkan filsafat mengenai sesuatu ilmu.

Dari penjelasan di atas jelaslah terdapat perbedaan antara objek ilmu dan objek filsafat dan hal tersebut menyangkut struktur pengetahuan manusia menurut taraf subjek. Pengetahuan manusia pada umumnya berarti komunikasi dengan kenyataan bersamanya dalam hal ide dan kesadaran. Manusia menerima pengaruh dan lingkungan, baik dunia maupun masyarakat, dia memahaminya dan mengungkapkan-nya dan sebalikmengungkapkan-nya dia memberikan makan kepadamengungkapkan-nya. Maka pengetahuan manusia itu bersifat dialogal (Bakker & Charnis, 1991). Selanjutnya diterangkan bahwa dalam rangka pengetahuan yang sesuai dengan hakikatnya, dalam manusia dapat dibedakan sekurang-kurangnya tiga rangkap pengetahuan, yang berbeda menurut tingkat dan kualitas kemampuannya, tetapi pada hakikatnya merupakan kesatuan. Masing-masing mempunyai tekanannya yang khas. Pengetahuan itu ialah pengetahuan inderawi, pengetahuan naluri, dan pengetahuan rasional.

Prof. Jacob dalam penataran metodologi penelitian yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian UGM pada tanggal 14-19 Februari 2000 menyampaikan ceramah berjudul “beberapa aspek filosofis penelitian ilmiah” yaitu:

1. Penelitian sangat penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan, pengajaran dan pelayanan umum. Das Sein (seharusnya) mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk penelitian. Di negara-negara maju penelitian adalah industri tersebar. Negara yang ketinggalan dalam melakukan dan memanfaatkan hasil penelitian akan ketinggalan di dunia yang makin tergantung pada informasi.

2. Penelitian dilakukan dengan menghimpun informasi yang diperlukan untuk menjawab suatu pertanyaan dan dengan itu memecahkan suatu problem.

3. Penelitian ditulis hasilnya mengingat, melihat hubungan-hubungan antara gagasan, melihat perbedaan penyulitan dan dampak suatu hal. Seperti kemahiran lain, kita harus membaca tentang penelitian, melihat orang melakukannya sendiri.

4. Problem praktis dapat menimbulkan pertanyaan untuk diteliti, sehingga menjadikan prblem penelitian, yang memerlukan jawaban dari penelitian untuk menolong memecahkan problem praktis tadi. Problem praktis timbul dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan problem penelitian timbul dalam pikiran kita. Memecahkan problema penelitian membuat kita tahu lebih banyak tentang sesuatu. Problem penting kalau dibiarkan akan menimbulkan konsekuensi yang besar.

(6)

5. Problem praktis dan problem penelitian berbeda dalam: a. Keadaan.

b. Biaya (rugi).

Problem praktis lebih mudah dipahami oleh pemula.

6. Penelitian murni : penerapannya tak mudah tampak, lebih merupakan minat intelektual dalam masyarakat ilmiah. Penelitian terapan dapat langsung diaplikasi. 7. Kualitas bukti dalam peneltian tergantung pada:

a. Ketetapan (accuracy) b. Keseksamaan (precision) c. Memadai (sufficiency) d. Representatif

e. Autoritas

f. Jelas dan meyakinkan (perspicuity) 8. Kontradiksi harus dihindari, yaitu:

a. Kontradiksi substantif

b. Kontradiksi feature : Kategori Bagian-totalitas Perubahan internal Sebab-akibat Nilai

c. Kontradiksi perspektif

9. Alasan merupakan jembatan logika antara bukti dan kesimpulan. Alasan dapat: Salah

Tidak jelas Tidak tepat

Tidak dapat diterapkan

Alasan dapat berdasarkan: pengalaman empiris autoritas

pengetahuan yang sudah ada pengetahuan masyarakat metodologi : generalisasi analogi sebab-akibat cirri kategorisasi kepercayaan (self-evident)

(7)

10. Kelola kompleksitas dengan simplisitas, tetapi jangan terjerumus ke dalam hipersimplifikasi.

Akibat yang kompleks tak pernah dibuat oleh satu sebab yang sederhana. Pertanyaan serius tidak dapat dijawab dengan sebuah metodologi sederhana. 11. Penelitian adalah suatu aktivitas sosial dan mempengaruhi seluruh masyarakat,

oleh karena itu ia harus dibimbing oleh etika.

Penelitian jangan mengorbankan prinsip untuk keuntungan: a. melakukan plagiat

b. memutar balik sumber c. merekayasa hasil

d. melenyapkan sumber data e. melaporkan data yang diragukan

f. menutup-nutupi data atau keterangan yang bertentangan dengan yang diinginkan.

g. Memperolok-olok yang berpendapat lain.

h. Menyusahkan pembaca dengan kesulitan tak perlu atau penyederhanaan yang berlebihan.

12. Peradaban kita sekarang adalah peradaban ilmiah, yaitu peradaban yang berdasarkan pengetahuan dan integritasnya. Oleh karena itu harus dijaga atau diusahakan:

a. Kejujuran intelektual, tanpa potensi ketertutupan.

b. Jangan menyulap data, yang melenyapkan antusiasma penemuan. c. Adanya catatan penelitian (log, protokol).

d. Kritik rekan-rekan, sambil melatih kekebalan terhadap kritik. e. Hormat terhadap hak cipta (sampai 50 tahun sesudah mati). f. Duplikasi publikasi tanpa urgensi (boikot 3 tahun).

g. Jangan terjadi pengiriman atau pemasukan karangan yang prematur.

h. Perhatian terhadap hak-hak manusia dan hewan, serta akibat negatif bagi informan.

13. Berpikir logis dapat dibagi dua: a. Berpikir vertikal

b. Berpikir lateral. Atau:

a. Berpikir linear b. Berpikir retikular

(8)

Biasanya kita, secara Barat, berpikir vertikal dan linear. Satu hal menuju yang lain, dalam hubungan sebab-akibat, sebagai garis lurus. Problem hidup sangat kompleks, dan hampir segala sesuatu terjalin dalam jaringan.

14. Kebudayaan berhubungan dengan mencipta dan memantapkan gagsan-gagasan baru, disebarkan dengan pendidikan. Memperbaiki gagasan yang berlaku sangat penting, karena keadaan dunia terus berubah.

Gagasan baru terjadi oleh adanya informasi yang menggoyang gagasan lama. Berpikir lateral mementingkan akibat, sehingga kadang-kadang informasi yang irrelevan dikumpulkan juga. Berpikir vertikal selektif dan makin mendalam, sedangkan berpikir lateral generatif dan makin melebar. Berpikir vertikal mencari dan menemukan, sedangkan berpikir lateral mendesain dan mencipta. Yang pertama menilai, yang kedua menenggang kemungkinan. Yang pertama lebih mengkritik dan menolak, yang kedua lebih kooperatif.

15. Kedua pola berpikir itu harus dipakai bersama, karena bersifat suplementer dan ada gunanya masing-masing. Dalam ilmu alamiah yang maju secara membangun baru bata berpikir vertikal banyak menolong, tetapi dalam mendirikan teori berpikir lateral berperan penting.

(9)

Latihan

1. Terangkan macam-macam pengetahuan manusia. 2. Apa yang dimaksud dengan pemikiran reflektif. 3. Tulislah salah satu definisi filsafat.

4. Apa perbedaan ahli-ahli filsafat dengan ahli-ilmu sosial. PENUTUP

RANGKUMAN

Bab II mengungkapkan bahwa filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengatahuan rasional manusia yaitu pengetahuan yang diperoleh dan pemikiran atau rasio manusia. Masing-masing ilmu merniliki objek formal yang khas dan masing-masing objek formal ilmu diteliti dengan metode yang khas pula. Dalam filsafat objek formal dan metode berhubungan erat, yang menyangkut manusia, karena manusia memiliki sifat dasariah yang menentukan hubungan objek dan subjek, bersifat ekspresif, relatif dan otonom, sama dan unik, lama dan baru. Semuanya memunculkan persoalan-persoalan filsafat, yang berbeda dengan persoalan-persoalan ilmu. Setiap filsafat bebas memberikan tafsir alas persoalannya tapi ilmu pada umumnya memberikan kesepakatan terhadap hasil temuannya. Filsafat justru memberikan jawaban berbeda-beda.

Soal Tes Formatif

1. Terangkan titik tolak penelitian filsafat. 2. Terangkan titik tolak penelitian ilmu.

3. Terangkan sifat-sifat khusus penelitian filsafat.

4. Bagaimana metode yang paling tepat untuk mempelajari metode penelitian filsafat. Umpan Balik

Petunjuk: untuk menilai jawaban yang benar atas tes formatif di atas perlu penguasaan materi dari bab kedua tentang perbedaan objek ilmu dan objek filsafat dalam hal ini menyangkut objek formal dan objek material penelitian penelitian filsafat. Selanjutnya persoalan mengenai hubungan objek yang diteliti dan subjek yang meneliti. Titik tolak ini memberikan arah untuk menelusuri persoalan-persoalan filsafat.

(10)

Jawaban Tes Formatif

1. Manusia merupakan titik tolak penelitian filsafat karena selain menjadi objek sekaligus menjadi subjek penelitian filsafat. Sebagai objek dia dapat dipelajari menurut adanya; ia dapat diobservasi dan diselidiki dan segala arah. Dari segi subjek manusia dengan segala kesadaran menjalankan dirinya, menjadi sumber sadar bagi dirinya sendiri yang membedakannya dengan yang lain.

2. Titik tolak ilmu-ilmu dari observasi empiris yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional bukti-bukti dan hasil temuannya.

3. Sifat khusus penelitian filsafat adalah mengajukan pertanyaan atas jawaban yang telah diberikan ilmu secara reflektif.

4. Cara yang paling tepat untuk meneliti filsafat adalah memahami literatur-literatur filsafat dengan pendekaan sejarah dan sistematika.

Daftar Pustaka

1. Bakker, A. (1980). Metode-metode Filsafat, Ghalia, Jakarta.

2. Bakker, A. & Zubair, A.C. (1990). Metodologi Penelitian Filsafat, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.

3. Cordasco, F and Gatner, M, E. S. (1945). Research and Report Writing, Barnes & Noble, New York.

4. Giybosch, A.J, Scott, G.E. and Garrison, S.M. (1998). Student The Philosophy Write‘s Mannual, Prentice-Hall, New Jersey.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila kemudian hari atau sewaktu-wakhr diEmukan/terbuKi bahwa pemyataan tidak mampu temyata tidak benar dan tidak sesuai dengan kondisi factral saya, maka

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa gugus yang berperan terhadap pengikatan ion Cu(II), adalah gugus S-H dan gugus –OH dari silanol, yang ditunjukkan dengan

Untuk menguji sistem kontrol backstepping control konvensional, metode ini akan diuji dengan skenario kesalahan pada motor yang ditentukan pada Tabel 4.5, berdasarkan

ANALISIS PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA MELALUI KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA KANTOR KECAMATAN BRATI KABUPATEN

Mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan EVA dikatagorikan menjadi 3, pertama jika nilai EVA bernilai positif menunjukkan manajemen perusahaan telah mampu

6 Dari teori ini, peneliti kemudian mencoba mendeskripsikan akulturasi budaya Islam dengan lokal yang ada pada pelaksanaan tradisi Menepas di dalam perkawinan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kondisi operasi pembuatan sol-gel yaitu konsentrasi silika dalam sol terhadap diameter pori lapisan sol gel silika

Berdasarkan masing – masing aspek penilaian kepuasan pasien yang meliputi ketepatan waktu penyajian, variasi menu, rasa makanan, kebersihan alat dan penampilan petugas