• Tidak ada hasil yang ditemukan

JAMINAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSTITUSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JAMINAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSTITUSI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

JAMINAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSTITUSI

Oleh: Hani Barizatul Baroroh

A. Pendahuluan

Istilah HAM lahir sebagai produk sejarah. Istilah ini pada awalnya merupakan keinginan dan tekad manusia secara uiversal agar mengakui dan melindungi hak-hak dasar manusia. Dapat dikatakan bahwa istilah ini bertalian erat dengan realitas sosial dan politik yang berkembang. Para pengkaji ham mencatat bahwa kelahiran wacana HAM adalah reaksi atas tindakan despot yang diperankan oleh penguasa. Tindakan tersebut akhirnya memunculkan kesadaran baru bagi manusia bahwa dirinya mempunyai kehormatan yang harus dilindungi. Sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka upaya penegakan HAM sangat tergantung dari konsistensi lembaga negara.

Konstitusi merupakan perangkat hukum dasar dalam sebuah negara dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan upaya-upaya penegakan hukum. Dalam perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, konstitusi merupakan pilihan terbaik dalam memberikan ikatan idiologis antara yang berkuasa sengan rakyat yang dikuasainya. Konstitusi hadir sebagai kata kunci kehidupan modern. Ia berisi poin-poin mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak terkecuali persoalan HAM.

Dalam konteks jaminan atas HAM, konstitusi memberikan arti penting tersendiri bagi terciptanya sebuah paradigma negara hukum sebagai sebuah proses dari dialektika demokrasi yang telah berjalan secara amat panjang dalam lintasan sejarah peradaban manusia. Jaminan atas HAM meneguhkan bahwa negara bertanggung jawab atas tegaknya supremasi hukum. Oleh karena itu, jaminan konstitusi atas HAM penting artinya bagi arah pelaksanan ketatanegaraan sebuah negara.

Konstitusi merupakan nafas ketatanegaraan sebuah bangsa, tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia. Konstitusi sebagai perwujudan konsensus dan penjelmaan dari kemauan rakyat memberikan jaminan atas keberlangsungan hidup berikut HAM secara nyata. Oleh karena itu, jaminan atas HAM adalah bukti dari hakikat, kedudukan dan fungsi konstitusi itu sendiri bagi seluruh rakyat Indonesia.

(2)

Istilah Konstitusi berasal dari constituir (bahasa perancis) yang berarti membentuk. Dalam bahasa Belanda konstitusi disebut sebagai grondwet atau undang-undang dasar.1 Yaitu

peraturan dasar mengenai pembentukan suatu negara. Secara terminologi konstitusi merupakan suatu aturan dasar dan ketentuan yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antara negara dan masyarakat dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlepas dari beragamnya pendapat tentang istilah konstitusi diatas, penulis lebih mengarahkan pembahasan dalam artikel ini untuk mengartikan konstitusi sebagai sebuah Undang-Undang Dasar.

B. Sejarah perkembangan HAM dalam konstitusi Indonesia

Secara historis hak asasi manusia sebagaimana yang saat ini dikenal (baik yang di cantumkan dalam berbagai piagam maupun dalam UUD), memiliki riwayat perjuangan panjang bahkan sejak Abad Ke-13. Perjuangan untuk mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini sesudah dimulai segera setelah di tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja John Lackbland. Peristiwa ini dikemudian hari sering kali di catat sebagai permulaan dari sejarah perjuangan hak-hak asasi manusia, sekali pun sesungguhnya piagam ini belum merupakan perlindungan terhadap hak-hak asasi sebagaimana yang di kenal surat ini.2

Dalam lembaran sejarah Indonesia, perdebatan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) sebenarnya telah muncul sejak proses pembentukan negara. Perdebatan ini jelas terekam dalam sidang-sidang BPUPKI yang kemudian dikerucutkan ke dalam dua kubu. Soekarno-Soepomo di satu pihak berpikiran bahwa negara yang hendak didirikan adalah berdasar paham kekeluargaan, sedang HAM adalah buah dari paham individualisme, sehingga HAM tidak perlu dimasukkan ke dalam UUD. Memasukkan jaminan HAM ke dalam konstitusi berarti ingin menegakkan negara yang berdiri atas paham individualisme atau liberalisme. Kubu ini cenderung berprasangka baik terhadap negara. Negara diyakini tidak akan melakukan tindakan yang menginjak-injak HAM rakyatnya. Sedangkan Hatta-Muh. Yamin dikubu yang lain berpandangan bahwa untuk menjaga agar negara yang akan didirikan tidak menjadi negara kekuasaan, maka HAM perlu dimasukkan ke dalam UUD.

1 bima.ipb.ac.id/~tpb-ipb/materi/ppkn/10-Konstitusi.pdf

(3)

Dalam perkembangannya kemudian, usulan Hatta ini diakomodasi di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang PPKI. Akomodasi ini merupakan buah kompromi yang didorong oleh keinginan agar perdebatan tersebut tidak berlangsung semakin panjang dan berlarut-larut. Dimana hal ini dikhawatirkan justru akan merintangi tercapainya rumusan konstitusi untuk Indonesia Merdeka. Adanya pasal-pasal dalam UUD 1945 yang memberi jaminan HAM pada setiap warga negara Indonesia, antara lain pasal 28,pasal 33 dan pasal 34. Beberapa pasal ini merupakan buah dari kegigihan Hatta. Sementara usulan negara kekeluargaan yang diusung oleh soepomo tidak terejawantahkan dalam UUD1945.

Diakomodasinya butir-burtir HAM diatas merupakan keputusan politik yang tepat dan visioner menurut para perumus konstitusi pada saat itu. Pada tataran teoritis dan praktispun, terbukti bahwa gagasan untuk mengakomodasi HAM dalam konstitusi lebih mendekatkan kepada realisasi demokrasi daripada menafikannya.

Diskursus tentang HAM terus berlanjut seiring dengan perkembangan yang berlangsung di Indonesia. Di dalam konstitusi RIS, butir-butir HAM tersebut tidak hanya disebut secara eksplisit, tetapi juga cakupannya lebih luas dibandingkan dengan UUD 45. ada 35 pasal yang memberi jaminan konstitusional HAM. Yang menarik adalah, butir-butir HAM tersebut ditempatkan pada bagian V (tentang hak dasar dan kebebasan dasar manusia). Bagian V tersebut mendahului bagian-bagian yang lain yang mengatur tentang lembaga negara dan kewenangannya. Ini dapat dimaknai bahwa Konstitusi RIS mengusung semangat menempatkan dimensi HAM yang jauh lebih penting daripada kekuasaan negara.

Konstitusi RIS tidak mengalami umur yang panjang. Pemberlakuan konstitusi RIS yang dimulai pada tanggal 27 Desember 1949 kemudian harus diakhiri dengan diberlakukannya UUD Sementara pada tanggal 17 Agustus 1950. konstitusi RIS memang tidak dimaksudakn sebagai konstiitusi yang permanen. Jaminan HAM dalam UUDS 1950 dicantumbak secara eksplisit dan luas cakupannya. Dalam konstitusi ini ada penambahan pasal-pasal tentang HAM yang semula 35 pasal menjadi 37 pasal.

Dikeluarkannya dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 menandai berakhirnya UUDS 1950. Presiden Soekarno selanjutnya menyatakan bahwa Indonesia kembali memberlakukan UUD 1945. Hal ini dilakukan oleh Presiden Soekarno dengan sebuah pertimbangan bahwa majelis konstituante telah gagal dalam menyusun konstitusi baru Indonesia. Hal ini berakibat

(4)

membahayakan kontinuitas eksistensi negara Indonesia. Terlepas dari adanya kontroversi mengenai sah tidaknya dekrit tersebut, yang jelas bahwa dalam praktik ketatanegaraan Indonesia UUD 1945 selanjutnya kembali menjadi sumber rujukan sebagai sebagai hukum dasar. Ini termasuk dengan jaminan HAM dalam UUD 1945 yang lebih terbatas dibandingkan dengan konstitusi RIS dan UUDS 1950.

Dalam perkembangan ketatanegaraan terkini, jaminan terhadap HAM kemabali ditegaskan secara eksplisit dengan cakupan yang lebih luas sejak adanya perubahan (amandemen) UUD 1945 sebanyak empat kali. Pada kedua UUD 1945, jaminan terhadap HAM dicantumkan dalam bab khusus yang disebut Bab XA Hak Asasi Manusia. Jaminan terhadap HAM ini ditambah pula pada sejumlah Bab lainnya, yaitu Bab XIII pendidikan dan kebudayaan dan Bab Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial.

C. Muatan HAM dalam konstitusi

Sejak memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah beberapa kali merubah konstitusi. Perjalanan perubahan konstitusi indonesia setidaknya dibagi menjadi 5 periode, diantaranya UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945, amandemen UUD 1945. Dan seiring dengan perubahan konstitusi tersebut, jaminan tentang adanya perlindungan HAM juga mengalami perubahan.

1. UUD 1945

Konstitusi yang pertama kali di pakai oleh Indonesia adalah UUD 1945. Di dalam UUD 1945 ini setidaknya ada tiga pandangan.3 Pandangan pertama dikemukakan oleh

Mahfudz MD dan Bambang Sutiyoso. Kelompok ini berpendapat bahwa UUD 1945 tidak memberikan jaminan atas HAM secara komperhensif. Istilah HAM yang tidak ditemukan secara eksplisit di dalam pembukaan, batang tubuh maupun penjelasannya kemudian dijadikan alasan bahwa sebenarnya UUD 1945 tidak memberikan perhatian pada HAM.. UUD 1945 menurut Mahfudz tidak berbicara apapun tentang HAM universal kecuali dalam dua hal, yaitu sila keempat pancasila yang meletakkan asas kemanusiaan yang adil dan beradab dan pasal 29 yang menderivasikan jaminan kemerdekaan tiap penduduk

(5)

untuk memeluk agama dan beribadah. Hal ini menurut Mahfudz memberi kesan bahwa pembukaan dan batang tubuh tidak memiliki semangat yang kuat dalam memberikan perlindungan HAM. Kondisi ini menurut Mahfud merupakan salah satu penyumbang penyebab terjadinya pelanggaran HAM di negara indonesia.

Soedjono Sumobroto, Marwota, Azhari, dan Dahlan Thaib memiliki pandangan yang berseberangan dengan kelompok pertama. Dalam hal ini kelompok ini melihat bahwa UUD 1945 memberikan jaminan atas HAM secara komperhensif. Pandangan ini didasarkan bahwa UUD 1945 mengangkat fenomena HAM yang hidup dikalangan masyarakat. Atas dasar itu, HAM yang tersirat di dalam UUD 1945 bersumber pada falsafah dasar dan pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila. Penegakan HAM di indonesia sejalan dengan implementasi dari nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan ber-negara dan berbangsa. Dengan kata lain, Pancasila merupakan nilai-nilai HAM yang hidup dalam kepribadian bangsa.

Senada dengan hal tersebut, Dahlan Thaib mengatakan bila dikaji baik dalam pembukaan, batang tubuh maupun penjelasan akan ditemukan setidaknya ada lima belas prinsip hak asasi manusia. Prinsip tersebut antara lain; (1) hak untuk menentukan nasib sendiri, (2) hak akan warga negara, (3) hak akan kesamaan dan persamaan dihadapan hukum, (4) hak untuk bekerja, (5) hak untuk hidup layak, (6) hak untuk berserikat, (7) hak untuk menyatakan pendapat, (8) hak untuk beragama, (9) hak untuk membela negara, (10) hak untuk mendapatkan pengajaran, (11) hak akan kesejahteraan sosial, (12) hak akan jaminan sosial, (12) hak akan jaminan sosial, (13) hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan, (14) hak mempertahankan tradisi budaya, (15) hak mempertahankan bahasa daerah.

Kelompok ketiga didukung oleh Kuntjoro Purbopranoto, G.J.Wolhoffdan M. Solly Lubis. Mereka berpandangan bahwa UUD 1945 hanya memberikan pokok-pokok jaminan atas HAM. Menurut Kuntjoro jaminan UUD 1945 terhadap HAM bukannya tidak ada, melainkan dalam ketentuan-ketentuannya UUD 1945 mencantumkannya secara tidak sistematis. M. Solly Lubis juga menegaskan bahwa ketika demokrasi diakui sebagai pilihan terbaik bagi sistem dan arah kehidupan sebuah bangsa, pada umumnya orang tiba pada suatu prinsip umum bahwa pada hakikatnya hak-hak asasi itu haruslah mendapat jaminan sesuai dengan asas demokrasi yang berlaku dan mendasari sistem

(6)

politik dan kekuasaan yang sedang berjalan. UUD 1945 menurutnya tetap mengandung pengakuan dan jaminan yang luas mengenai hak-hak asasi walaupun harus diakui secara redaksional formulasi mengenai hak-hak itu sangat sederhana dan singkat.

2. konstitusi RIS

Konstitusi RIS sebagai konstitusi kedua yang dipakai oleh indonesia lebih meberikan penekanan yang signifikan terhadap jaminan HAM.secara historis penekanan ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan Universal Declaration of Human Right (UDHR/DUHAM) yang dirumuskan oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1984. dalam konteks negara-bangsa, maka diseminasi HAM versi PBB pada waktu itu sangat dirasakan memengaruhi konstitusi-konstitusi negara-negara di dunia, termasuk konstitusi RIS 1949.

Meskipun dalam konstitusi ini tidak ditemukan kata hak asasi manusia, namun ada tiga kalimat yang dipergunakan, yakni segala/ setiap/ sekalian orang/ siapapun/ tiada seorangpun, setiap warga negara,dan berbagai kata yang menunjukkan adanya kewajiban kepada nakna dan pengertian HAM yang sesungguhnya. Dengan kata lain, manusia secara pribadi, kelompok, keluarga dan sebagai warga negara benar-benar ditegaskan sebagai mereka yang mendapatkan jaminan dalam konstitusi RIS.

Pertama, hak-hak asasi manusia sebagai pribadi/individu dapat dilihat dari gambaran pasal-pasal dalam konstitusi RIS yang ditunjukkan dalam beberapa pasal, diantaranya: pasal 7ayat (1-4), pasal 8, pasal 9 ayat (1)dan (2), pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13 ayat (1) dan (2), pasal 14 ayat (1), (2), dan (3), pasal 18, pasal 19, pasal 21 21 ayat (1), pasal 25 ayat (1), (2), pasal 27 ayat (2), dan pasal 28.

Kedua, hak-hak asasi manusia sebagai bagian dalam keluarga juga ditegaskan dalam pasal 37 yang berbunyi, ”Keluarga berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan Negara”. Adanya pasal ini menunjukkan bahwa elemen keluarga sebagai unit yang terkecil dalam sebuah negara patut memperoleh jaminan konstitusi.

Ketiga, manusia sebagai warga negara memiliki hak-hak dasar yang memperoleh jaminan dalam konstitusi. Menariknya, status manusia sebagai warga negara tidaklah menghilangkan statusnya sebagai seorang pribadi/ individu dan keluarga. Konstitusi RIS meberikan perbedaan yang tepat dari suatu status tersebut. Hal ini sebagaimana yang

(7)

telah di atur didalam konstitusi RIS dalam pasal 20, pasal 22 ayat(1) dan (2), pasal 23, dan pasal 27 ayat (1).

Keempat, kewajiban asasi mansia dan negara. Sebagaimana dipahami bahwa hak sangat terkait sengan kebebasan dan kewajiban, maka sebagai pribadi, manusia memiliki kewajiban, begitu pula halnya negara. Adanya kewajiban asasi manusia sebagai pribadi dan warga negara sebenarnya merupakan bukti bahwa manusia adalah entitas dalam sebuah negara, sehingga keikutsertaannya dalam menjunjung tinggi kehormatan dan wibawa negara, dipandang sebagai sesuatu yang wajar dan mesti.

Penegasan ini tercantum dalam pasal 23 yang berbunyi,”setiap warga negara berhak dan berkewajiban turut serta dengan sungguh dalam pertahanan kebangsaan”. Senada dengan hal itu, pasal 31 juga menyatakan secara eksplisit yaitu, ”setiap orang yang ada didaerah Negara Harus patur kepada undang-undang, termasuk aturan-aturan hukum yang tertulis, kepada penguasa-pengausa yang sah yang bertindak sah”.

Mengenai kewajiban asasi Negara, konstitusi RIS tidak menggunakan kata negara, melainkan penguasa yang selanjutnya tercantum secara tegas dalam beberapa pasal, yaitu pasal 24 ayat(1), pasal 35, pasal 36 ayat (1), pasal 38, pasal 39 ayat (2) dan ayat (4), pasal 40, pasal 41 ayat (1) dan ayat (2).

Berdasarkan gambaran diatas maka dapat dikatakan bahwa HAM dalam konstitusi RIS menempati posisi penting yang menunjukkan adanya sebuah jaminan dan perlindungan yang ideal. Atas dasar ini, tidak berlebihan jika Yamin pernah mengatakan bahwa konstitusi RIS dan Konstitusi RI 1950 adalah satu-satunya dari sekian banyak konstitusi di dunia yang berhasil mengadopsi muatan UDHR/ DUHAM ke dalam sebuah konstitusi.

3. UUDS 1950

Secara anatomik, UUDS 1950 terdiri atas 6 bab dan 146 pasal. Materi muatan UUDS 1950 adalah perubahan atas konstitusi RIS 1949. Di dalam UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu sejumlah 35 pasal, yakni dari pasal 2 sampai dengan pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.4 4 http://imadekariada.blogspot.com/2008/08/ham-dalam-konstitusi-uud-1945-dan.html

(8)

Jaminan HAM dalam konstitusi ini meskipun secara umum melmiliki kesamaan, namun terdapat juga perubahan. Soepomo mencatat bahwa ada tiga perbedaan yang mendasar antara konstitusi RIS 1949 dengan UUDS 1950 dalam hal penegasan tentang HAM.

Pertama, hak dasar mengenai kebebasan agama, keinsyafan batin dan pikiran meliputi kebebasan bertukar agama atau keyakinan, dan sebagainya sebagaimana tertuang pada pasal 18 UUDS 1950, pernyataan meliputi kebebasan bertukar agama atau keyakinan tidak ditegaskan lagi. Kedua, di dalam pasal 21 UUDS 1950 diatur perihal hak berdemonstrasi dan hak mogok yang sebelumnya tidak terdapat pada Konstitusi RIS. Ketiga, dasar perekonomian sebagaimana dimuat pada pasal33 UUDS 1945, diadopsi ke dalam pasal 38 UUDS 1950.dalam pada itu, pasal 37 ayat (3) melarang organisasi-organisasi yang bersifat monopoli partikelir yang merugikan ekonomi nasional.

Pencantuman hak-hak asasi manusia sebagai pribadi, keluarga, warga negara dan kewajian asasi, baik oleh pribadi, warga negara maupun negara dalam UUDS 1950, dinilai sistematis. Bahkan dengan masuknya beberapa pasal perubahan atas Konstitusi RIS 1949, dapat dikatakan bahwa UUDS 1950 membuat trobosan baru dalam jaminan HAM yang sebelumya belum pernah diatur dalam HAM PBB Tahun 1948 dan Konstitusi RIS 1949.

4. UUD 1945

Amanat dekrit presiden telah mengakibtkan apa yang tertuang dalam UUD 1945 dengan serta merta berlaku kembali. Kembali berlakunya UUD 1945 ini berrti bahwa jaminan konstitusi atas HAM menjadi tidak sempurna dan tidak tegas. Sisi fleksibilitas UUD 1945 mengakibatkan fleksibel pula arah dan penegakan HAM di indonesia. Akibatnya, muatan HAM di dalam UUD 1945 sangat tergantung dari konfigurasi politik tertentu. Jika konfigurasi politik demokratis, maka HAM memperoleh tempat dan implementasi yang relatif proporsional, tetapi jika konfigurasi politik sedang bekerja di bawah payung otoritarian maka HAM pun akan mendapat perlakuan yang buruk.

Meskipun di dalam UUD 1945 tidak banyak dicantumkan pasal-pasal tentang HAM, namun kekuarangan-kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah Undang-undang antara lain UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 8 Tahun 1981 yang banyak mencantumkan ketentuan tentang HAM. UU No. 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal

(9)

tentang HAM, sedangkan UU No. 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagipula di dalam Pembukaan UUD 45 didapati suatu pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM yang berbunyi, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".5

5. Amandemen UUD 1945

Salah satu poin penting dari perubahan kedua UUD 1945 adalah hak-hak asasi (HAM). Berbeda dengan UUD 1945 perubahan kedua UUD 1945 memasukkan perihal HAM menjadi satu bab tersendiri, yaitu Bab XA mengenai Hak Asasi Manusia dengan 10 pasal. Penambahan rumusan HAM serta jaminan penghormatan, perlindungan, pelaksanaan, dan pemajuannya ke dalam UUD 1945 bukan semata-mata karena kehendak isu global, melainkan karena hal itu merupakan salah satu syarat negara hukum.

Banyak kalangan memandang bahwa pencantuman bab khusus mengenai HAM dalam UUD merupakan ”lompatan besar” dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Pasal-pasal HAM sebagaimana terdapat pada UUD 1945 dinilai sangat singkat dan sederhana. Maka, kehadiran perubahan kedua UUD 1945 merupakan suatu kemajuan yang signifikan, sebagai buah dari perjuangan panjang dari para pendiri bangsa. Dalam perubahan UUD 1945 ini setidaknya terdapat 12 jenis HAM dengan berbagai profil. Secara substansial, materi HAM terbilang baik, karena memuat berbagai hal kepentingan manusia yang harus dijaga, dipelihara, dijamin, dan dilindungi. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa dengan menjadikan perihal HAM dalam sebuah bab tersendiri merpakan sebuah keberhasilan yang patut diapresiasi secara positif.

Namun dalam redaksional dan jangkauan lingkup HAM yang dimuat dalam hasil perubahan kedua UUD 1945 masih terbilang sangat sederhana, bahkan menggambarkan sebuah komitmen atas penegakan hukum dan HAM. Hal ini bisa dilihat dari adanya pasal-pasal yang saling tumpang-tindih, sehingga tidak diperoleh kejelasan rangkaian profil generasi HAM yang telah berkembang selama ini. Selain itu juga tidak ditemukan daya desak penagakan hukumdan HAM oleh negara dalam bentuk kewajiban-kewajiban kongkret secara eksplisit.

(10)

Ketidakjelasan makna penegakan HAM terlihat dari bab X pasal 27 ayat (3) dengan bab XII pasal 30 ayat (1) tentang hak atas pembelaan negara. Hal yang sama juga terjadi pada babXA pasal 28 D dengan bab X pasal 27 ayat (1) tentang hak atas equality before the law (persamaan dihadapan hukum). Begitu juga pada bab XA pasal 28 F dengan pasal 28 tentang hak berserikat dan berkumpul. Ketidakjelasan ini memberikan pengaruh dalam penegakan HAM dalam muatan-muatanHAM yang diatur tersebut.

Ketidakjelasan lainya juga terlihat dari penekanan muatan HAM yang tidak jelas sebagai akubat penggabungan muatan HAM dengan muatan HAM lainnya yang sebenarnya tidak sejalan atau tidak singkron, seperti pada ba XA pasal 28 C yang menggabungkan hak atas kebutuhan dasariah dengan hak mendapatkan pendidikan dan seni budaya. Hal ini terlihat pula dalam bab XA pasaln 28E yang menggabungkan hak beragama dengan hak mendapatkan pekerjaan dan hak atas kewarganegaraan.

HAM yang diatur dalam perubahan UUD 1945 masih terbilang konvenional karena apa yang ditegaskan adalah hal klasik yang setiap manusia pun mengerti dan memahaminya sbagai hak universal, seperti hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, hak atas perlakuan adil dan persamaan dihadapan hukum, hak memperoleh pendidikan dan pengajaran, hak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak secara manusiawi. Jauh lebih penting adalah disamping tentang muatan HAM yang sesuai dengan perkembangan kehidupan nasional dan global dalam keadilan sosial yang berkeadilan, juga pengaturan daya desak dalam bentuk kewajiban-kewajiban asasi negara, pemerintah, masyarakat, dan pribadi dalam mewujudkan penegakan hak-hak asasi itu dalam kehidupan, baik sebagai pribadi, keluarga, masyarakat, dan bernegara dan berbangsa.

Namun demikian, harus diakui bahwa pengaturan materi muatan HAM dalam UUD 1945, khususnya setelah terjadinya amandemen adalah sebuah keberhasialan sekaligus sebagai starting point dalam upaya penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Perubahan kedua UUD 1945, khususnya pada bab XA tentang Hak Asasi Manusia memberikan landasan gerak yang signifikan bagi jaminan konstitusi atas HAM Indonesia.

D. Kesimpulan

Konstitusi merupakan peraturan dasar yang mengatur sebuah negara. Dengan dimasukkannya pasal-pasal tentang HAM setidaknya memberikan jaminan terhadap pelaksanaan

(11)

perlindunagn HAM. Namun dari perjalanan panjang yang telah dilalui konstitusi ternyata menempatkan jaminan HAM dalam proporsi yang kurang tepat. Penjaminan HAM baru benar-benar terealisasi

Daftar pustaka

El-Muhtaj, Majda, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007 Wiyono, Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006

Krisnawati, Dani, Dkk, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007 bima.ipb.ac.id/~tpb-ipb/materi/ppkn/10-Konstitusi.pdf

http://bakuljangan.wordpress.com/2008/01/15/sejarah-hak-asasi

manusia/emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/ - 72k - http://imadekariada.blogspot.com/2008/08/ham-dalam-konstitusi-uud-1945-dan.html

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subyek penelitian adalah siswa kelas XII TPHP SMK Putra Wilis Kecamatan Sendang

Hasil observasi di zona akses dari transportasi lain ke pintu masuk ditemukan bahwa terdapat 13 titik hambatan yang menyulitkan penyandang disabilitas tunadaka

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penerima Tunjangan Profesi bagi Guru

Kedudukan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) lingkup Dinas Pertanian dan Kehutanan diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang pembentukan, organisasi dan tata kerja

Hasil analisis menemukan nilai OR=7,07 (95% CI 2,25;22,2), artinya kepala ruang yang menerapkan peran interpersonal dengan baik mempunyai peluang 7,07 kali meningkatkan

[r]

Berbeda hal-nya dengan di Desa Jambu, sebagian besar lansia memiliki kualitas hidup yang kurang pada domain kesehatan fisik, lingkungan dan hubungan sosial dengan

masyarakat Mandar di Kecamatan Sendana Kabupaten Majene ialah diantaranya: (1) penentuan calon dilihat dari akhlaknya yang baik (agama); (2) penjajakan dengan maksud