• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN BEBAN KERJA, PENGETAHUAN DAN SIKAP GIZI IBU, SERTA POLA ASUH MAKAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KOTA BOGOR NURRAHMA SRI FITAYANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN BEBAN KERJA, PENGETAHUAN DAN SIKAP GIZI IBU, SERTA POLA ASUH MAKAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KOTA BOGOR NURRAHMA SRI FITAYANI"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

GIZI BALITA DI KOTA BOGOR

NURRAHMA SRI FITAYANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Beban Kerja, Pengetahuan dan Sikap Gizi Ibu, serta Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014 Nurrahma Sri Fitayani NIM I4100011

(3)

Gizi Ibu, serta Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita di Kota Bogor. Dibimbing oleh IKEU EKAYANTI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan beban kerja, pengetahuan dan sikap gizi ibu, serta pola asuh makan dengan status gizi balita. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan lokasi penelitian di Kelurahan Paledang, Kota Bogor yang ditentukan secara purposive. Subjek dalam penelitian ini adalah 80 balita usia 3—5 tahun dengan teknik penarikan contoh proportional random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki pendidikan dan pendapatan yang rendah. Umur balita dan pola asuh makan memiliki hubungan positif signifikan dengan status gizi balita, namun beban kerja, pengetahuan dan sikap gizi ibu tidak memiliki hubungan signifikan dengan status gizi balita (p>0.05). Hubungan yang signifikan terdapat pula antara beban kerja dengan kuantitas pengasuhan dan sikap gizi dengan pola asuh makan (p<0.05). Faktor yang berpengaruh terhadap status gizi adalah umur balita dan pola asuh makan.

Kata kunci:balita, beban kerja, pola asuh makan, status gizi

ABSTRACT

NURRAHMA SRI FITAYANI. The Relationship between Workload, Mother Nutrition Knowledge and Attitudes, and Food Caring Pattern with Nutrition Status of Children in the City of Bogor. Supervised by IKEU EKAYANTI.

The study aimed to analyze the relationship between of workload, mother nutrition knowledge and attitudes, and food caring pattern with children’s nutritional status. The design of this study was cross sectional and the research location was in Paledang village in Bogor City, determined purposively. The

subjects of this study were 80 of children’s age 3—5 years old, selected by

proportional random sampling. The result showed that most families have lower

educational level and income. Children’s age and food caring pattern were positive significant with children’s nutritional status, but mother workload,

nutrition knowledge and attitudes were no significant relation with children’s nutritional status (p>0.05). There were also significant relationship between the workload with quantity of parenting, and nutrition attitudes with food caring pattern (p<0.05). Factor that affect children’s nutritional status were children’s age and food caring pattern.

Key words: children’s age 3-5 years old, workload, food caring pattern, nutritional

(4)

GIZI BALITA DI KOTA BOGOR

NURRAHMA SRI FITAYANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

NIM

Tanggal Lulus :

I141 00011

Disetujui oleh

Dr Ir Ikeu E ayanti, M. Kes Dosen P mbimbing

Disetujui oleh

DrRimbawan . Ketpa Departemen

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah hubungan beban kerja, pengetahuan dan sikap gizi ibu, serta pola asuh makan dengan status gizi balita di Kota Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, selain itu juga kepada sahabat tersayang dan seluruh keluarga Gizi Masyarakat 47 atas segala doa dan dukungannya. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan yang penulis lakukan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(7)

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 KERANGKA PEMIKIRAN 3 METODE PENELITIAN 4

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 4

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Karakteristik Keluarga 9

Karakteristik Anak 11

Beban Kerja 11

Kuantitas Pengasuhan 14

Pengetahuan dan Sikap Gizi Ibu 15

Pola Asuh Makan 16

Konsumsi Pangan Balita 16

Status Gizi Balita 17

Hubungan Antar Variabel 18

SIMPULAN DAN SARAN 26

DAFTAR PUSTAKA 27

(8)

1 Jenis dan kategori variabel penelitian 6 2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan umur orang tua 9 3 Sebaran keluarga contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua 10 4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan orang tua 10 5 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin 11

6 Alokasi waktu kegiatan ibu 13

7 Sebaran ibu contoh berdasarkan beban kerja 13 8 Sebaran ibu contoh berdasarkan kegiatan pengasuhan 14 9 Sebaran ibu contoh berdasarkan kategori kegiatan pengasuhan 14 10 Sebaran ibu contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi 15 11 Sebaran contoh berdasarkan TKE pada ibu bekerja dan tidak bekerja 16 12 Sebaran contoh berdasarkan TKP pada ibu bekerja dan tidak bekerja 17 13 Sebaran contoh berdasarkan indeks status gizi 18 14 Sebaran responden berdasarkan karakteristik keluarga terhadap beban

kerja 19

15 Sebaran beban kerja ibu terhadap kuantitas pengasuhan pada hari biasa 20 16 Sebaran beban kerja ibu terhadap kuantitas pengasuhan pada hari libur 20 17 Sebaran responden berdasarkan kuantitas pengasuhan hari biasa terhadap

pola asuh makan 21

18 Sebaran responden berdasarkan kuantitas pengasuhan hari libur terhadap

pola asuh makan 22

19 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi ibu terhadap pola asuh

makan 22

20 Sebaran responden berdasarkan sikap gizi ibu terhadap pola asuh makan 23

21 Hasil uji korelasi Spearman 25

22 Hasil uji pengaruh Linear Regression 26

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran hubungan beban kerja, pengetahuan dan sikap gizi ibu, serta pola asuh makan dengan status gizi balita di Kota Bogor 4

2 Cara pengambilan contoh 5

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan sumber daya manusia (SDM). Potensi keberhasilan sumber daya manusia terletak pada gizi anak khususnya balita. Anak balita merupakan pondasi pembangunan bangsa yang berkelanjutan. Dewasa ini, masalah gizi kurang sering luput dari penglihatan dan seringkali tidak cepat ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan oleh status gizi yang baik. Status gizi yang baik dapat terwujud bila makanan yang dikonsumsi dapat memenuhi kecukupan gizi yang diperlukan, baik dalam jumlah maupun mutu dari makanan itu sendiri (Depkes RI 2005).

Perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Susenas (2003) mencatat bahwa pada tahun 2001-2003 angka gizi buruk di lndonesia terus meningkat, yaitu pada tahun 2001 sebesar 6.3% meningkat menjadi 8.3% pada tahun 2003 dan penderita gizi kurang meningkat sebesar 19.2% Riset Kesehatan Dasar (2007) pada tahun 2006 mencatat bahwa terdapat sekitar 27.5% (5 juta balita gizi kurang dan gizi buruk), 3.5 juta anak balita atau sekitar (19.19%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1.5 juta anak balita gizi buruk (8.3%). Data Susenas tahun 2008 menyatakan bahwa prevalensi status gizi anak balita untuk gizi kurang sebesar 19.20 % dan gizi buruk 8.8 %.

Dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi. Pendidikan dan pengetahuan yang rendah merupakan salah satu alasan status gizi anak balita pada keluarga miskin cenderung buruk dibandingkan dengan masyarakat berpendidikan baik. Pekerjaan orang tua khususnya ibu, memiliki pengaruh besar terhadap status gizi anak. Ibu berperan aktif dan mempunyai pengaruh dalam mengontrol dan menyediakan secara langsung pangan yang akan dikonsumsi oleh anak. Pekerjaan ibu di luar rumah dapat mempengaruhi konsumsi pangan anak. Penyebab utama anak tidak mendapatkan cukup gizi seringkali dikarenakan ibu bekerja dan anak tidak terurus dengan baik pada saat berada di rumah. Hal ini terlihat pada keluarga miskin yang sebagian besar waktu ibu dihabiskan di luar rumah bekerja sebagai buruh, pembantu rumah tangga, pedagang atau pekerjaan serabutan. Afwan (2001) dalam penelitiannya mengenai peran ibu dalam keluarga terhadap anak menunjukkan bahwa kesibukan ibu mencari nafkah tidak diiringi dengan perhatian terhadap pemenuhan gizi anak. Puspitawati menjelaskan dalam journal of family and consumer (2009) bahwa strategi penyeimbangan antara pekerjaan dan karir diperlukan untuk menjaga keharmonisan keluarga dan pekerjaan, sehingga tuntutan pekerjaan dan keluarga dapat diselaraskan serta dapat terpenuhi secara bersama-sama.

Pendapatan yang rendah dalam keluarga yang menyebabkan ibu memiliki kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Hal ini dapat menjadikan perannya sebagai ibu dalam mengasuh anak dapat terganggu. Masalah tersebut

(10)

merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan tingginya prevalensi status gizi buruk. Oleh karena itu, diperlukannya analisis mengenai status gizi yang berkaitan dengan beban kerja ibu, pengetahuan dan sikap gizi ibu, serta pola asuh makan anak tersebut.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka perumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut.

1. Apakah karakteristik keluarga dan anak berhubungan dengan status gizi anak? 2. Apakah beban kerja ibu (status kerja ibu, besar keluarga, alokasi waktu ibu,

dan ketersediaan keluarga yang membantu) berhubungan dengan status gizi anak?

3. Apakah pengetahuan dan sikap gizi ibu berhubungan dengan status gizi anak? 4. Apakah pola asuh makan berhubungan dengan status gizi anak?

Tujuan Tujuan Umum:

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara beban kerja, pengetahuan dan sikap gizi ibu, serta pola asuh makan dengan status gizi balita pada di Kota Bogor.

Tujuan Khusus:

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, meliputi umur orang tua, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua.

2. Mengidentifikasi beban kerja ibu, meliputi status kerja ibu, besar keluarga, alokasi waktu ibu, dan ketersediaan tenaga yang membantu.

3. Mengidentifikasi pengetahuan dan sikap gizi ibu.

4. Mengidentifikasi pola asuh makan terhadap status gizi anak usia 3-5 tahun pada keluarga di Kota Bogor.

5. Mengidentifikasi karakteristik anak, meliputi umur dan jenis kelamin. 6. Mengidentifikasi status gizi anak usia 3-5 tahun.

7. Menganalisis hubungan dan pengaruh antara beban kerja ibu, pengetahuan dan sikap gizi ibu, serta pola asuh makan dengan status gizi anak usia 3-5 tahun di Kota Bogor.

(11)

KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) dalam Ali (2010), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga merupakan tempat yang paling utama untuk tumbuh kembang anak dari lahir hingga dewasa. Keluarga menjadi pondasi untuk mendidik, mengasuh, membesarkan, dan mensosialisasikan anak pada lingkungan tempat nantinya ia akan tumbuh dan hidup (Latipun 2005).

Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak mempunyai peran dan fungsi masing-masing. Ayah dan ibu berperan sebagai pengasuh dan berfungsi secara langsung mempengaruhi pola pikir anak, khususnya oleh peran ibu. Ibu berperan penting terhadap mental serta sosial dalam pencapaian kesempurnaan serta pertumbuhan anak yang benar (Hariyanto 2010). Peran utama ibu dalam mengasuh anak ini menjadikan pentingnya perhatian terhadap pendidikan ibu. Pendidikan ibu terkait pengetahuan tentang gizi anak menjadi salah satu hal terpenting dalam membentuk pola asuh makan anak tersebut. Pendidikan ibu kemudian terbagi menjadi dua sisi, negatif dan positif. Sisi negatif menyatakan bahwa bila pendidikan ibu rendah, maka pola asuh makan anak akan rendah atau tidak baik, sedangkan segi positif menyatakan bahwa bila pendidikan ibu baik/tinggi, maka pola asuh anak juga akan lebih baik. Hal ini mengakibatkan pengaruh pola asuh makan anak akan membentuk status gizi anak nantinya (Ahmadi 2003).

Pentingnya peran ibu sebagai pengasuh utama dalam tumbuh kembang anak menjadikan beban kerja ibu menjadi perhatian penting. Ibu sebagai pondasi tumbuh kembang anak sekaligus sebagai penopang hidup keluarga menjadi dua hal yang berbeda (Ahmadi 2003). Beban kerja ibu meliputi alokasi kegiatan ibu, status kerja ibu, besar keluarga, dan keberadaan keluarga yang membantu. Ibu yang bekerja di luar rumah menjadikan waktu alokasi pengasuhan anak menjadi lebih berkurang. Ibu akan menghabiskan sebagai besar waktunya untuk bekerja dibandingkan bersama anak di rumah dan mengontrol pola konsumsi anak (Ahmadi 2003). Anak yang mendapatkan asuhan yang kurang baik akan cenderung kesulitan makan sehingga tingkat konsumsi energi, protein, lemak, karbohidrat, dan zat gizi lainnya akan lebih rendah. Hal ini kemudian akan berdampak pada status gizi anak tersebut.

Berikut adalah kerangka pemikiran mengenai hubungan antara beban kerja, pengetahuan ibu, serta pola asuh makan terhadap status gizi anak.

(12)

Keterangan: Variabel yang diamati Variabel yang tidak diamati Hubungan yang diamati Hubungan yang tidak diamati

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara beban kerja, pengetahuan dan sikap gizi ibu, serta pola asuh makan dengan status gizi balita di Kota Bogor

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah menggunakan desain cross sectional. Waktu penelitian adalah dilakukan selama tiga bulan. Lokasi penelitian adalah Kelurahan Paledang Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor yang dipilih secara purposive. Alasan pemilihan tempat penelitian adalah daerah ini merupakan daerah padat penduduk dan memiliki sosial ekonomi menengah kebawah. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei hingga Juni 2014.

Karakteristik Keluarga:

- Umur orang tua contoh

- Pendidikan orang tua contoh

- Pendapatan orang tua contoh

Karakteristik Anak:

- Umur

- Jenis Kelamin

Beban Kerja Ibu:

- Besar Keluarga

- Status Kerja

- Alokasi Waktu

- Ketersediaan Tenaga yang Membantu

Kuantitas Pengasuhan: Alokasi Waktu Pengasuhan

Pola Asuh Makan

Konsumsi Pangan

Status Gizi Anak Penyakit/Infeksi

Pengetahuan dan Sikap Gizi Ibu

(13)

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh

Populasi penelitian adalah seluruh keluarga yang memiliki anak usia 3-5 tahun dan tinggal di daerah Kelurahan Paledang. Keluarga yang dipilih adalah keluarga lengkap (ayah, ibu, dan anak) serta bersedia menjadi responden penelitian. Contoh penelitian adalah anak usia 3-5 tahun yang merupakan anak responden.

Tahap pertama penelitian adalah dengan mengambil data dari keluharan/kecamatan mengenai keluarga yang termasuk dalam kategori mempunyai balita, serta ibu sebagai salah satu pencari nafkah atau yang bekerja menghidupi keluarga dan ibu yang tidak bekerja. Kemudian dipilih dua kategori, yaitu keluarga dengan ibu bekerja yang memiliki balita, dan keluarga dengan ibu tidak bekerja (ibu rumah tangga) yang memiliki balita. Rumus menentukan jumlah sampel adalah menggunakan rumus sebagai berikut.

= ∝/ (1 − )

Keterangan : n = jumlah sampel

∝/ = derajat kepercayaan (95%, z = 1.96)

P = prevalensi gizi buruk di Jawa Barat tahun 2013 (19.6%) d = presisi mutlak (10%),

maka, = (1.96) . ( . )

( . )

=3.8416 × 0.196 × 0.8040.01 = 60.5 ≈ 61

Maka didapatkan sampel yang harus dipenuhi minimal adalah 61 kepala keluarga lengkap. Berikut adalah penjabaran teknik penarikan contoh yang dilakukan.

Purposive Purposive

Proportional Random Sampling

Gambar 2 Cara pengambilan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan melakukan observasi langsung.

Kelurahan Paledang

RW 11 RW 06

RW 05

RW 03 RW 04 RW 09 RW 10

Ibu tidak bekerja N = 109 n = 54 Ibu bekerja N = 51 n = 26 N = 160 kepala keluarga Kecamatan Bogor Tengah

(14)

Data primer meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, kuantitas pengasuhan, pola asuh makan, dan staus gizi anak. Karakteristik ibu terdiri dari umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan sikap gizi serta beban kerja. Karakteristik anak terdiri dari umur dan jenis kelamin. Beban kerja ibu di ukur dengan menjumlahkan alokasi waktu kegiatan ibu dalam satu hari, status kerja ibu, besar keluarga, dan ketersediaan tenaga kerja yang membantu. Kuantitas pengasuhan ibu meliputi enam kegiatan pengasuhan bersama anak, yaitu keluar rumah, mengerjakan pekerjaan rumah, memberi makan, memandikan, bermain, dan tidur. Data pola asuh makan anak diperoleh dengan menanyakan kepada ibu atau pengasuh anak tentang cara pemberian makan. Data tingkat pengetahuan gizi ibu diperoleh dengan menanyakan langsung kepada ibu balita.

Tabel 1 Jenis dan kategori variabel penelitian

Variabel Kategori Metode pengumpulan

Usia orang tua

1. Remaja (<18 tahun) 2. Dewasa awal (18-40 tahun) 3. Dewasa madya (40-60 tahun) Hurlock (1998)

Wawancara

menggunakan kuesioner

Pendidikan orang tua

1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD 3. SD/Sederajat 4. SLTP/Sederjat 5. SLTA/Sederajat Hurlock (1998) Wawancara menggunakan kuesioner Besar keluarga

1. Keluarga kecil: <4 orang 2. Keluarga sedang: 5-6 orang 3. Keluarga besar: >7 orang BKKBN 1998 Wawancara menggunakan kuesioner Pendapatan per/kap/bulan 1. Miskin: < Rp 305 870 2. Tidak miskin: > Rp 305 870 Garis Kemiskinan Jawa Barat, BPS 2013

Wawancara

menggunakan kuesioner

Pengetahuan dan sikap gizi 1. Baik: >80% 2. Sedang: 60-80% 3. Kurang: <60% Khomsan (2000) Wawancara menggunakan kuesioner Kuantitas waktu pengasuhan 1. Rendah: < 4jam 2. Sedang: 4-6 jam 3. Tinggi: >6 jam

Activity recall 2x24 jam

Pola asuh makan

1. Baik: >80%

2. Cukup baik: 60-80% 3. Kurang baik: <60%

Wawancara

menggunakan kuesioner

Tingkat kecukupan zat gizi 1. Defisit berat: 2. Defisit ringan: 3. Normal: 4. Lebih: Depkes (1996)

Food recall 2x24 jam

Status gizi balita

1. Kurang gizi: <-2SD 2. Normal: -2 SD s/d 2 SD 3. Lebih: >2 SD WHO (2007) Penimbangan BB dan pengukuran TB

(15)

Data sekunder adalah data tentang keadaan umum tempat tinggal contoh yang dikumpulkan dari instansi terkait seperti Puskesmas, Kelurahan, dan Kecamatan.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan atau editing dilaksanakan terhadap data yang diperoleh di lapangan, selanjutnya dilakukan pemindahan dari daftar pertanyaan ke lembaran tabulasi yang telah disiapkan. Data yang diperoleh melalui kuesioner akan diolah dan dianalisis secara statistik desktiptif dan korelasi Spearman. Seluruh analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 11.0.

Pengolahan data untuk karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, umur orang tua, dan pendapatan orang tua) dan karakteristik contoh (umur dan jenis kelamin ) dianalisis secara deskriptif. Pendapatan orang tua dihitung dalam satuan Rp/kapita/bulan dan merupakan gabungan dari pendapatan kepala keluarga, ibu, dan anggota keluarga yang lain, kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok dengan interval kelas (IK).

= ℎ − ℎ ℎ

Keterangan :

Rendah = < Nilai terendah + 1 IK

Sedang = Nilai terendah + 1 IK < x <Nilai terendah + 2 IK Tinggi = >Nilai terendah + 2 IK

Data beban kerja yang meliputi alokasi kegiatan ibu, status kerja ibu, besar keluarga, keberadaan keluarga yang membantu, dianalisis sebagai berikut: untuk alokasi waktu ibu dibagi dua kategori dengan skala > mean (rata-rata) diberi skor 2 dan < mean diberi skor 1, untuk status kerja ibu terbagi dua yaitu ibu yang bekerja (skor 2) dan ibu yang tidak bekerja (skor 1), besar keluarga terbagi dua kategori yaitu jumlah anak > 2 (skor 2) dan < 2 (skor 1), untuk ketersediaan tenaga yang membantu, jika ada (skor 1) dan jika tidak ada (skor 2). Beban kerja dihitung dan dikelompokkan dengan menggunakan interval kelas dan dibagi dalam tiga kategori yaitu berat, sedang, dan ringan.

Pengolahan data untuk kuantitas pengasuhan (6 kegiatan pengasuhan) menggunakan interval kelas dan dibagi dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pengetahuan gizi, sikap gizi ibu, dan pola asuh makan anak dinilai dari kuesioner yang masing-masing untuk pengetahuan dan kesehatan ibu 20 pertanyaan dan sikap gizi serta pola asuh makan anak masing-masing terdiri dari 10 pertanyaan. Jawaban benar pengetahuan gizi ibu diberi skor 1 dan jawaban salah skor 0. Pola asuh makan diberi 3 opsi jawaban dan diberi skor 1-3. Sikap gizi diberi 5 opsi jawaban (sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju) dan diberi skor 1-5. Total nilai pengetahuan dan sikap gizi serta pola asuh makan dikelompokkan dengan interval kelas dan dibagi dalam tiga kategori yaitu baik, sedang, dan kurang.

Analisis korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga dan anak dengan beban kerja, beban kerja dengan kuantitas pengasuhan, beban kerja dengan pola asuh makan, pengetahuan ibu dengan pola

(16)

asuh makan anak, dan pola asuh. Analisis regresi linear digunakan untuk pengaruh antara karakteristik keluarga dan anak dengan beban kerja, beban kerja dengan kuantitas pengasuhan, beban kerja dengan pola asuh makan, dan pengetahuan ibu dengan pola asuh makan anak.

Definisi Operasional

Anak balita adalah anak yang berumur 36 bulan sampai 60 bulan baik laki-laki

maupun perempuan.

Beban kerja ibu adalah tanggung jawab atau kewajiban yang dilakukan oleh ibu

yang diukur berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan yang meliputi besar keluarga, status kerja ibu, alokasi waktu ibu, dan keberadaan tenaga lain yang membantu. Beban kerja ibu dikategorikan berdasarkan kategori ringan, sedang, dan berat.

Status kerja ibu adalah keadaan ibu dalam menggunakan waktunya untuk

memperoleh upah/penghasilan. Status kerja ibu dikategorikan atas bekerja dan tidak bekerja.

Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang digunakan ibu untuk melakukan

kegiatan dalam sehari. Alokasi waktu diukur dengan menggunakan metode activity recall 2x24 jam (hari biasa dan hari libur).

Alokasi waktu pengasuhan adalah kuantitas atau jumlah waktu yang digunakan

ibu untuk mengasuh anaknya dalam sehari yang diukur dengan menggunakan motede food recall 2x24 jam (hari biasa dan hari libur).

Tingkat pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah

diselesaikan oleh ibu, yang dikategorikan atas tidak tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat Perguruan Tinggi.

Pengetahun gizi ibu adalah pengetahuan yang dimiliki ibu yang berkaitan dengan

gizi anak dan keluarganya.

Status gizi balita adalah keadaan tubuh anak akibat konsumsi, absorbsi, dan

penggunaan zat gizi yang ditentukan berdasarkan berat badan menurut umur dengan menggunakan baku rujukan NCHS (National Centre for Health Statistic) dari WHO (World Health Organization).

Pola asuh makan adalah seluruh interaksi antara subjek dan objek berupa

bimbingan, pengarahan, dan pegawasan, serta cara-cara dalam pemberian makan balita yang berlangsung secara rutin sehingga membentuk suatu pola.

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Keluarga Usia Orang Tua

Sebagian besar usia suami (67.5%) berada pada kategori dewasa awal (18-40 tahun) dan sisanya (32.5%) berada pada kategori dewasa madya ((18-40-60 tahun). Tidak ada suami yang memiliki usia remaja (<18 tahun) dan usia dewasa akhir (>60 tahun). Untuk usia istri, hampir seluruhnya (95%) usia istri berada pada kategori dewasa awal (18-40 tahun) dan sisanya (5%) berada pada kategori dewasa madya (40-60 tahun).

Tabel 2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan umur orang tua

Umur (tahun) Ayah Ibu

n % n %

Remaja (<18 tahun) Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa madya (40-60 tahun)

0 54 26 0.00 67.50 32.50 0 76 4 0.00 95.00 5.00 Total 80 100.00 80 100.00

Umur ibu menentukan pola pengasuhan dan penentuan makan yang sesuai bagi anak. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya umur ibu, maka semakin bertambah pula pengalaman dan kematangan ibu dalam pola pengasuhan dan penentuan makan anak (Hastuti 2008). Faktor usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan kurang terpenuhi, sedangkan ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998).

Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan suami separuhnya (50%) adalah SLTP/sederajat dan sebesar 33.75% memiliki tingkat pendidikan SD/sederajat. Tidak ada suami tidak bersekolah. Pendidikan istri, hampir separuhnya (42.5%) memiliki tingkat pendidikan SLTP/sederajat dan sebesar 28.75% istri tidak tamat SD. Hasil penelitian Rahmawati (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak. Tingkat pendidikan orang tua merupakan aspek yang mempengaruhi keefektifan komunikasi dalam keluarga. Mariani (2002) dalam hasil penelitiannya juga menyatakan bahwa pendidikan orang tua secara tidak langsung akan mempengaruhi komunikasinya dengan anak, diantaranya berkaitan dengan pola asuh.

(18)

Tabel 3 Sebaran keluarga contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua

Tingkat pendidikan Ayah Ibu

n % n % Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Sarjana 0 7 27 40 4 2 0 0.00 8.75 33.75 50.00 5.00 2.50 0.00 0 23 20 34 3 0 0 0.00 28.75 25.00 42.50 3.75 0.00 0.00 Total 80 100.00 80 100.00

Tingkat pendidikan yang rendah mempunyai konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan ekonomi. Tingkat pendidikan yang rendah mengurangi peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang relatif tinggi, sehingga kemampuan untuk menyediakan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup juga terbatas, apalagi dengan tingkat pengetahuan gizi yang rendah (Hartoyo et al. 2003).

Pekerjaan Orang Tua

Jenis pekerjaan suami sebagian besar adalah buruh pabrik (27.5%), sebesar 16.25% bekerja sebagai wirasawasta, dan sebesar 26.25% dalam kategori pekerjaan lain-lain, yang meliputi asisten rumah tangga, pedagang di pasar, guru, dan beberapa pekerjaan tidak tetap lainnya. Presentase istri yang bekerja yaitu sebesar 11.25% termasuk dalam kategori lain-lain, dan hanya sebesar 1.25% ibu yang bekerja di sebagai PNS. Sebagian besar istri tidak memiliki pekerjaan (67.5%). Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Menurut Sukarni (1994), pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan dan akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonominya. Khomsan (1999) menyatakan bahwa dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut akan relatif terjamin pendapatannya setiap bulan.

Tabel 4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan orang tua

Tingkat pendidikan Ayah Ibu

n % n % Tidak bekerja Petani Buka toko/warung PNS Pegawai swasta Buruh pabrik Sopir/ojek Lain-lain 2 0 5 7 5 22 5 34 2.50 0.00 6.25 8.75 6.25 27.50 6.25 42.50 54 0 7 1 0 7 0 11 67.50 0.00 8.75 1.25 0.00 8.75 0.00 13.75 Total 80 100.00 80 100.00

(19)

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga diukur berdasarkan Garis Kemiskinan Jawa Barat menurut BPS tahun 2013. Kategori pendapatan terbagi menjadi dua, yaitu miskin yaitu pendapatan < Rp 305 870 dan tidak miskin yaitu pendapatan > Rp 305 870. Hampir seluruh keluarga memiliki pendapatan keluarga per kapita per bulan termasuk kategori tidak miskin (97.5%) dan sisanya (2.5%) tergolong miskin. Pendapatan terendah keluarga adalah sebesar Rp 120 000 dan pendapatan tertinggi per kapita per bulan adalah sebesar Rp 7 300 000 dengan rata-rata pendapatan Rp 1 842 100±1 236 401. Status sosial ekonomi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat anak dengan sosial ekonomi tinggi tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup baik dibandingkan dengan anak yang sosial ekonominya rendah (Hidayat 2004).

Karakteristik Anak

Karakteristik anak yang diteliti pada penelitian ini adalah usia anak dan jenis kelamin. Lebih dari separuh anak (54%) berusia 49-60 bulan dan sisanya (46%) berusia 36-48 bulan, sedangkan untuk jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan tersebar secara merata (50%).

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin contoh

Kelompok umur (bulan) Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 36-48 49-60 19 21 47.50 52.50 18 22 45.00 55.00 37 43 46.00 54.00 Total 40 100.00 40 100.00 80 100.00

Thoha (2004) menjelaskan bahwa salah satu aspek yang penting dalam masa tumbuh kembang anak adalah aspek gizi. Hidayat (2004) menyebutkan bahwa manfaat gizi dalam tubuh adalah dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah berbagai penyakit akibat kekurangan gizi dalam tubuh. Anak balita merupakan kelompok penduduk yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi, karena alasan sebagai berikut: (1) status imunitas, diet, dan psikologis anak belum matang atau masih dalam tahap perkembangan yang pesat; (2) kelangsungan dan kualitas hidup anak balita sangat tergantung pada penduduk dewasa terutama keluarga atau ibunya (Thoha 2004).

Beban Kerja

Gawron (2008) mendefinisikan beban kerja sebagai berikut: “Workload has been defined as a set of task demands, as effort, and as activity or accomplishment”, yang artinya bahwa beban kerja telah didefinisikan sebagai perangkat tuntutan tugas, sebagai upaya, dan sebagai kegiatan atau prestasi. Beban kerja yang dirasakan oleh seorang pekerja dapat menjadi faktor penekan menghasilkan kondisi-kondisi tertentu, sehingga menuntut manusia memberikan energi atau perhatian (konsentrasi) yang lebih.

(20)

Beban kerja ibu meliputi besar keluarga, status kerja ibu, alokasi waktu, dan ketersediaan tenaga yang membantu. Sebagian besar keluarga (72.5%) memiliki besar keluarga 5-6 orang dengan kategori keluarga sedang.

Beban kerja ibu berbeda dengan beban kerja seorang ayah. Ibu selain perannya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anak dan suami, ibu seringpula bekerja di luar rumah. Bekerjanya ibu di luar rumah menyebabkan berpengaruhnya pola asuh anak (pola asuh makan) yang nantinya akan berdampak terhadap konsumsi dan status gizi anak. Peran ganda ibu rumah tangga baik pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan mencari nafkah ternyata memiliki kesulitan dalam menjumlahkan alokasi waktunya.

Alokasi Waktu Ibu

Ibu rumah tangga yang bekerja mencari nafkah (pekerja produktif) mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam tugasnya, yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pencari nafkah. Tugas rangkap yang dimiliki ibu tersebut menyebabkan waktu yang dimiliki oleh ibu untuk melakukan tugas sebagai ibu rumah tangga akan berkurang, keputusan yang sulit dan pilihan yang terbatas yang dihadapi oleh ibu berekonomi rendah. Mereka berjuang mengimbangi multi-peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah yang mempunyai beban yang berat (Myers 1992). Alokasi waktu ibu dalam penelitian ini meliputi enam kegiatan, yaitu kegiatan produktif, pengasuhan, domestik, pribadi, sosial, dan istirahat dengan metode activity recall 2x24 jam pada hari biasa dan hari libur.

Kegiatan produktif dalam penelitian ini adalah kegiatan yang menghasilkan uang untuk menambah pendapatan keluarga. Kegiatan produktif ini hanya dilakukan oleh ibu yang bekerja. Hari biasa (hari kerja) menunjukkan bahwa ibu menghabiskan rata-rata 10.02±1.49 jam diluar rumah untuk bekerja, sedangkan pada hari libur ibu menghabiskan waktu 6.10±4.67 jam diluar rumah. Beberapa ibu yang bekerja tidak mengenal hari libur dikarenakan ibu memiliki pekerjaan sebagian besar adalah pedagang, asisten rumah tangga, buruh, dan pekerjaan tidak tetap. Kegiatan pengasuhan meliputi kegiatan keluar dengan anak, yaitu memberi makan anak, memandikan anak, mengerjakan pekerjaan rumah dengan anak, dan menidurkan anak. Rata-rata kegiatan pengasuhan pada hari biasa adalah 4.47±2.47 jam. Alokasi waktu pengasuhan yang paling panjang (9.92 jam) pada ibu yang tidak bekerja dan tercepat (0.33 jam) pada ibu yang bekerja. Hari libur menunjukkan rata-rata pengasuhan menghabiskan waktu selama 4.32±2.15 jam dan waktu yang dihabiskan paling lama (10 jam) pada ibu tidak bekerja dan tercepat (0.5 jam) pada ibu yang bekerja.

Kegiatan domestik meliputi kegiatan yang dilakukan dirumah, yaitu bersih-bersih rumah, mencuci dan menyetrika pakaian, serta memasak. Hari biasa menunjukkan rata-rata ibu menghabiskan waktu 3.06±1.48 jam, sedangkan pada hari libur, ibu menghabiskan waktu lebih banyak yaitu 3.19±1.12 jam. Kegiatan berikutnya adalah kegiatan pribadi, termasuk didalamnya adalah tidur, makan, minum, dan kegiatan personal lainnya. Rata-rata ibu (bekerja dan tidak) menghabiskan waktu yang cukup banyak pada kegiatan pribadi yaitu 9.45±1.23 jam pada hari biasa dan 9.95±1.33 jam pada hari libur. Kegiatan istirahat pada hari ibu menghabiskan waktu sebesar 2.44±0.93 jam dan pada hari libur 2.66±1.10 jam.

(21)

Judith dan Popkin (1989) menyatakan bahwa wanita banyak mencurahkan waktu dan pekerjaan rumah tangga yaitu sebesar 60%, pekerjaan di luar rumah sebesar 30% dan kegiatan sosial sebesar 10%.

Tabel 6 Alokasi waktu kegiatan ibu

Kegiatan Min (jam) Maks (jam) Rata-rata (jam) SD

Hari biasa Pengasuhan Domestik Sosial Pribadi Produktif Istirahat 0.33 0.25 0.00 7.00 0.00 0.33 9.92 6.25 5.50 11.67 12.50 5.50 4.47 3.06 1.31 9.45 10.02 2.44 2.47 1.43 1.18 1.23 1.49 0.93 Total 14.41 51.34 24.00 8.03 Hari libur Pengasuhan Domestik Sosial Pribadi Produktif Istirahat 0.50 1.00 0.00 5.00 0.00 0.33 10.00 6.00 9.67 12.67 12.25 5.08 4.32 3.19 1.90 9.95 6.10 2.66 2.15 1.12 1.75 1.33 4.67 1.10 Total 6.83 55.67 24.00 12.13

Status Kerja Ibu dan Ketersediaan Tenaga yang Membantu

Jumlah ibu yang bekerja dan tidak bekerja pada penelitian tidak tersebar merata. Sebagian besar ibu (67.5%) tidak bekerja dan sisanya (22.5%) bekerja. Sebagian besar (11.25%) ibu bekerja sebagai asisten rumah tangga. Pekerjaan ibu lainnya yang sama besar adalah pedagang/buka toko dan buruh pabrik yaitu sebesar 8.75%. Lebih dari separuh keluarga (66.25%) tidak memiliki tenaga kerja yang membantu. Persentase terbesar pada keluarga yang memiliki tenaga yang membantu adalah ibu/ mertua (26.25%) Berikut adalah sebaran responden berdasarkan beban kerja yang telah diakumulasikan.

Tabel 7 Sebaran ibu contoh berdasarkan beban kerja

Kategori beban kerja

Hari biasa Hari libur Rata-rata

n % n % n % Ringan Sedang Tinggi 30 30 20 37.50 37.50 25.00 33 28 19 41.25 35.00 23.75 28 36 16 35.00 45.00 20.00 Total 80 100.00 80 100.00 80 100.00 p 0.719

Berdasarkan Tabel 7, baik hari biasa maupun hari libur, beban kerja ibu tergolong kategori beban kerja ringan dan sedang. Hal ini juga sejalan dengan hasil uji beda yang dilakukan dengan menggunakan uji beda Mann Whitney yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara beban kerja ibu pada hari biasa dan hari libur (p>0.05).

(22)

Kuantitas Pengasuhan

Kegiatan pengasuhan anak meliputi enam kegiatan pengasuhan, yaitu keluar rumah dengan anak, mengerjakan PR dengan anak, memberi makan, memandikan, bermain dan tidur dengan anak. Alokasi waktu yang digunakan ibu dalam kegiatan pengasuhan dijabarkan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran ibu contoh berdasarkan kegiatan pengasuhan

Kegiatan pengasuhan

Alokasi waktu (jam)

Ibu bekerja Ibu tidak bekerja

Hari biasa Hari libur Hari biasa Hari libur Keluar rumah dengan anak

Mengerjakan PR dengan anak Memberikan makan anak Memandikan anak Bermain dengan anak Tidur dengan anak

0.00 0.00 0.26 0.17 1.27 7.51 0.00 0.23 0.50 0.20 2.13 7.97 0.53 0.25 0.73 0.46 3.83 8.43 0.32 0.33 0.78 0.43 3.06 8.38 Total 9.20 11.04 14.23 13.29

Pengasuhan adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan, baik pada hari biasa maupun hari libur. Ibu bekerja memiliki waktu pengasuhan terpanjang, yaitu 14.23 jam pada hari biasa dan 13.29 jam pada hari libur. Penelitian Yulianis et al. (2008) menyatakan bahwa rata-rata kegiatan pengasuhan (memberi makan anak, bermain bersama anak, menidurkan anak, dan memandikan anak) adalah selama 4.5 jam. Waktu kegiatan pengasuhan yang terpanjang terdapat pada ibu yang tidak bekerja yaitu selama 9 jam dan waktu yang terpendek pada ibu yang bekerja yaitu selama 2 jam.

Tabel 9 Sebaran ibu contoh berdasarkan kategori kegiatan pengasuhan

Kategori pengasuhan Ibu bekerja Ibu tidak bekerja Total

n % n % n % Hari biasa Rendah: <7.06 jam Sedang: 7.06-12.62 jam Tinggi: >12.62 jam 1 25 0 3.85 96.15 0.00 1 11 42 1.85 20.37 77.78 2 36 42 2.50 45.00 52.50 Total 26 100.00 54 100.00 80 100.00 p 0.000 Hari libur Rendah: <7.3 jam Sedang: 7.3-13.66 jam Tinggi: >13.66 jam 1 22 3 3.85 84.62 11.54 1 31 22 1.85 57.41 40.74 2 53 25 2.50 66.25 31.25 Total 26 100.00 54 100.00 80 100.00 p 0.001

Kegiatan pengasuhan terhadap ibu bekerja dan tidak bekerja diolah dengan mengggunakan uji Independent Samples t-test. Hasil uji menunjukkan bahwa baik pada hari biasa maupun hari libur, terdapat perbedaan yang signifikan antara pengasuhan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja (p<0.05), artinya bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki kuantitas waktu pengasuhan yang lebih besar

(23)

dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Ogunba (1992) yang menyatakan bahwa ibu yang bekerja menghabiskan waktu 8 jam sehari diluar rumah, sedangkan ibu yang tidak bekerja mempunya waktu lebih dari 16 jam untuk mengurus rumah tangga dan anaknya.

Pengetahuan dan Sikap Gizi Ibu

Pengetahuan adalah hasil dari kegiatan mengetahui, sedangkan mengetahui artinya mempunyai bayangan tentang sesuatu (Maman 2003). Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis, sintesis, dan evaluasi.

Sikap gizi adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada suatu subjek terkait gizi. Sikap bersifat evaluatif atau berakhir pada nilai yang dianut dan terbentuk kaitannya dengan suatu subjek (Notoadtmodjo 2003). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap gizi merupakan perasaan setuju tidak setuju terhadap hubungannya dengan gizi. Sikap gizi yang baik didukung oleh pengetahuan gizi yang baik pula.

Tabel 10 Sebaran ibu contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi

Kategori Ibu bekerja Ibu tidak bekerja Total

n % n % n % Pengetahuan gizi Baik: > 80% Sedang: 60-80% Kurang: <60% 5 21 0 19.20 80.80 0.00 8 41 5 14.81 75.93 9.26 13 62 5 16.25 77.50 6.25 Total 26 100.00 54 100.00 80 100.00 p 0.649 Sikap gizi Baik: > 80% Sedang: 60-80% Kurang: <60% 16 10 0 61.50 38.50 0.00 27 27 0 50.00 50.00 0.00 43 37 0 53.75 46.25 0.00 Total 26 100.00 54 100.00 80 100.00 p 0.778

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan gizi ibu bekerja (80.8%) dan ibu tidak bekerja (75.9%) keduanya berada pada kategori sedang. Uji beda Independent Samples t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan gizi ibu bekerja dan tidak bekerja (p>0.005). Hasil uji beda Independent Samples t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara sikap gizi ibu bekerja dan tidak bekerja (p>0.05). Lebih dari separuh ibu bekerja (61.5%) memiliki sikap gizi baik, meskipun tidak jauh berbeda dengan ibu tidak bekerja (50%) yang juga termasuk kategori sikap gizi baik. Hasil studi Khomsan et al. (2006) tentang pengetahuan gizi pada ibu rumah tangga di daerah tinggi (Bogor) menyatakan bahwa baik kategori miskin maupun tidak miskin, pengetahuan gizi ibu tergolong baik.

(24)

Pola Asuh Makan

Pola asuh sebagai praktek pengasuhan anak meliputi banyak aspek, salah satunya adalah pola asuh pemberian makan. Menurut Karyadi (1985), pola asuh makan adalah praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang kerkaitan dengan pemberian makan. Tujuan pemberian makan kepada anak adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup demi kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan, aktivitas pertumbuhan dan perkembangan.

Pola asuh makan diukur dari beberapa pertanyaan kuesioner yang dijabarkan melalui analisis secara deskriptif. Hampir seluruhnya (96.25%) ibu menyatakan memberi kolostrum pada saat bayi lahir. Kurang dari separuh ibu (43.74%) menyatakan memberikan makanan anak beragam, artinya sisanya (56.25%) tidak memberikan makanan beragam setiap harinya kepada anak. Sebesar 27.5% ibu yang membujuk anaknya apabila tidak nafsu makan sedangkan sisanya (72.5%) tidak melakukan tindakan apapun. Berdasarkan pertanyaan kuesioner, pola asuh makan kemudian dikelompokkan dalam kategori baik, cukup baik, dan kurang. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh ibu (70%) memiliki skor pola asuh makan dalam kategori baik, sedangkan hanya 1.25% ibu yang memiliki pola asuh makan kurang baik. Lebih dari separuh ibu bekerja (57.69%) dan tidak bekerja (75.93%) termasuk dalam kategori pola asuh makan baik. Hasil penelitian yang sama yang dilakukan Yulianis et al. (2008) yang menyatakan bahwa baik ibu bekerja maupun tidak bekerja, lebih dari separuh ibu (57.8%) berada pada kategori baik dan hanya 2.2% pada kategori buruk. Hasil uji beda Mann Whitney juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pola asuh makan ibu bekerja dan tidak bekerja (p>0.05).

Konsumsi Pangan Balita

Tingkat kecukupan energi, hampir seluruhnya ibu bekerja baik pada hari biasa (73.08%) dan hari libur (88.46%) anak balita termasuk dalam defisit berat. Begitu pula dengan ibu tidak bekerja, lebih dari separuh pada hari biasa (66.67%) dan hari libur (81.48%) anak defisit berat. Berdasarkan uji beda Independent Samples t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi anak pada ibu bekerja dan tidak bekerja (p>0.05). Berikut dijabarkan dalam Tabel 11 mengenai sebaran contoh berdasarkan TKE.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan TKE pada ibu bekerja dan tidak bekerja

Kategori

Ibu bekerja Ibu tidak bekerja

Hari biasa Hari libur Hari biasa Hari libur

n % n % n % n % Defisit berat Defisit ringan Normal Lebih 19 6 1 0 73.08 23.08 3.85 0.00 23 2 1 0 88.46 7.96 3.85 0.00 36 18 7 13 66.67 25.93 5.56 1.85 44 5 4 1 81.48 9.26 7.41 1.85 Total 26 100.00 26 100.00 54 100.00 54 100.00 p 0.824

(25)

Berdasarkan perhitungan, tingkat kecukupan protein anak pada ibu bekerja baik hari biasa dan hari libur tergolong defisit ringan (34.62%). Begitu pula pada ibu tidak bekerja, hari biasa (33.33%) dan hari libur (29.63%) terbanyak pada kategori defisit ringan. Hasil uji beda Independent Samples t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara tingkat kecukupan protein anak pada ibu bekerja maupun tidak bekerja (p>0.05). Berikut dijabarkan tingkat kecukupan protein anak dalam Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan TKP pada ibu bekerja dan tidak bekerja

Kategori

Ibu bekerja Ibu tidak bekerja

Hari biasa Hari libur Hari biasa Hari libur

n % n % n % n % Defisit berat Defisit ringan Normal Lebih 8 9 5 4 30.77 34.62 19.23 14.38 7 9 4 6 26.92 34.62 15.38 23.08 16 18 7 13 29.63 33.33 12.96 24.07 19 16 9 10 35.19 29.63 16.67 18.52 Total 26 100.00 26 100.00 54 100.00 54 100.00 p 0.428

Tahap awal dari kekurangan zat gizi dapat diidentifikasikan dengan penilaian konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang akan berdampak terhadap kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum, terdapat dua kategori untuk menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein. Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan, daging, telur, dan susu (Supariasa et al. 2002).

Status Gizi Balita

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari zat gizi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa et al. 2002). Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi dan penggunaan (utilization) zat gizi.

Status gizi dihitung berdasarkan WHO (2007) yaitu berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, dan berat badan menurut tinggi badan. Kategori berat badan menurut umur pada ibu bekerja lebih dari separuh (57.69%) termasuk kategori normal, begitu pula pada ibu tidak bekerja hampir separuh (44.44%) termasuk dalam kategori normal. Hasil uji beda Independent Samples t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi BB/U pada ibu bekerja dan tidak bekerja (p>0.05). Hasil uji beda Independent Samples t-test pada indeks status gizi tinggi badan menurut umur menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara indeks status gizi pada ibu bekerja dan tidak bekerja (p>0.05).

Status gizi anak menurut tinggi badan menurut umur menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (61.54%) memiliki status kurang gizi pada ibu bekerja dan sebesar 53.7% pada ibu tidak bekerja. Status gizi contoh berdasarkan berat badan menurut tinggi badan menyatakan hampir seluruh contoh (92.31%) memiliki status gizi kurang gizi pada ibu bekerja dan sebesar 90.74% pada ibu

(26)

tidak bekerja. Hasil uji beda Independent Samples t-test pada indeks status gizi berat badan menurut tinggi badan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara indeks status gizi pada ibu bekerja dan tidak bekerja (p>0.05).

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan indeks status gizi

Kategori Ibu bekerja Ibu tidak bekerja Total

n % n % n % BB/U Kurang gizi: <-2SD Normal: (-2SD)–2 SD Lebih: >2SD 6 15 5 23.08 57.69 19.23 17 24 13 31.48 44.44 24.07 23 39 18 28.75 48.75 22.50 Total 26 100.00 54 100.00 80 100.00 p 0.721 TB/U Kurang gizi: <-2SD Normal: (-2SD)–2 SD Lebih: >2SD 16 3 7 61.54 11.54 26.92 29 7 18 53.70 12.96 33.33 45 10 25 56.25 12.50 31.25 Total 26 100.00 54 100.00 80 100.00 p 0.479 BB/TB Kurang gizi: <-2SD Normal: (-2SD)–2 SD Lebih: >2SD 24 1 1 92.31 3.85 3.85 49 1 1 90.74 9.26 0.00 73 6 1 91.25 7.50 1.25 Total 26 100.00 54 100.00 80 100.00 p 0.741

Hubungan Antar Variabel

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Anak dengan Beban Kerja

Hubungan karakteristik keluarga dan anak terhadap beban kerja diolah menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil sebaran ibu menunjukkan bahwa keluarga yang berpendapatan < Rp 305 870, tidak satupun memiliki beban kerja berat namun termasuk dalam kategori sedang dan ringan yang masing-masing persentasenya adalah 50%. Kurang dari separuh ibu yang memiliki beban kerja berat mempunyai pendapatan lebih dari Rp 305 870 (20.51%). Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan per kapita dengan beban kerja ibu.

Sebaran ibu contoh berdasarkan pendidikan ibu terhadap beban kerja yaitu lebih dari separuh ibu yang berpendidikan SD/sederajat (70%) memiliki beban kerja sedang, sedangkan lebih dari separuh ibu berpendidikan SMA/sederajat memiliki beban kerja berat (66.67%) dan sisanya (33.33%) ibu berpendidikan SMA/sederajat memiliki beban kerja ringan. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu contoh dengan beban kerja ibu (p>0.05).

Sebaran ibu contoh berdasarkan umur ibu terhadap beban kerja didapatkan bahwa sebesar 25% ibu yang berusia 40-60 tahun memiliki beban kerja yang berat, lebih banyak daripada ibu yang berusia 18-40 yang memiliki beban kerja berat pula yaitu sebesar 19.75%. Hasi uji korelasi Spearman menunjukkan tidak

(27)

ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan beban kerja ibu (p>0.05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yulianis et al. (2008) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga terhadap beban kerja ibu. Berikut dijabarkan sebaran ibu contoh berdasarkan karakteristik keluarga terhadap beban kerja ibu dalam Tabel 14. Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan karakteristik keluarga terhadap beban

kerja

Karakteristik keluarga

Beban kerja

Total

Berat Sedang Ringan

n % n % n % n % Pendapatan Miskin Tidak miskin 0 16 0.00 20.51 1 35 50.00 44.87 1 27 50.00 34.62 2 78 100.00 100.00 Total 16 20.00 36 45.00 28 35.00 80 100.00 p 0.233 r 0.135 Pendidikan istri Tidak tamat SD SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Sarjana 5 2 7 2 0 0 21.75 10.00 20.59 66.67 0.00 0.00 8 14 14 0 0 0 34.78 70.00 41.18 0.00 0.00 0.00 10 4 13 1 0 0 43.38 20.00 38.23 33.33 0.00 0.00 23 20 34 3 0 0 100.00 100.00 100.00 100.00 0.00 0.00 Total 16 20.00 36 45.00 28 35.00 80 100.00 p 0.678 r 0.047 Umur istri 18-40 tahun 40-60 tahun 15 1 19.74 25.00 34 2 44.74 50.00 27 1 35.52 25.00 76 40 100.00 100.00 Total 16 20.00 36 45.00 28 35.00 80 100.00 p 0.069 r 0.204

Hubungan karakteristik anak yaitu umur dan jenis kelamin terhadap beban kerja dengan menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05), artinya karakteristik anak tidak berhubungan langsung dengan beban kerja ibu.

Hubungan Beban Kerja Ibu dengan Kuantitas Pengasuhan

Kuantitas pengasuhan dibagi menjadi dua waktu yaitu hari biasa dan hari libur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari biasa, ibu dengan beban kerja berat hampir seluruhnya (81.25%) termasuk dalam kuantitas pengasuhan sedang dan sisanya (18.75%) tergolong kuantitas tinggi, sedangkan beban kerja ringan menunjukkan bahwa lebih dari separuh ibu contoh (67.86%) memiliki kuantitas pengasuhan yang tinggi dan tidak ada yang termasuk dalam kuantitas pengasuhan rendah. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif (r=-0.238) dan signifikan antara beban kerja ibu dengan kuantitas pengasuhan pada hari biasa (p<0.05), artinya adalah semakin berat beban kerja ibu, maka semakin rendah kuantitas pengasuhan yang diberikan. Hal

(28)

ini disebabkan karena ibu yang memiliki beban kerja berat atau rata-rata pada ibu yang bekerja, menghabiskan sebagian besar waktunya diluar rumah sehingga kuantitas pengasuhan yang diberikan kepada contoh semakin berkurang. Berikut dijabarkan sebaran ibu contoh berdasarkan beban kerja terhadap kuantitas pengasuhan pada Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran beban kerja ibu terhadap kuantitas pengasuhan pada hari biasa

Beban kerja

Kuantitas pengasuhan

Total

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n % Berat Sedang Ringan 0 1 0 0.00 2.78 0.00 13 15 9 81.25 41.67 32.14 3 20 19 18.75 55.55 67.86 16 36 28 100.00 100.00 100.00 Total 1 1.25 37 46.25 42 52.50 80 100.00 p 0.034 r -0.238*

Ket: *nyata pada p-value <0.05

Sebaran ibu contoh pada hari libur yaitu ibu yang memiliki beban kerja berat, hampir seluruhnya (81.25%) ibu memiliki kuantitas sedang dan sisanya (18.75%) termasuk kategori kuantitas pengasuhan tinggi. Tidak ada ibu yang beban kerja berat memiliki kuantitas pengasuhan pada hari libur yang rendah. Sedangkan ibu dengan beban kerja berat, lebih dari separuhnya (55.55%) memiliki kuantitas pengasuhan yang sedang. Lebih dari separuh ibu yang memiliki beban kerja ringan (71.23%) termasuk kuantitas pengasuhan sedang. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja ibu contoh dengan kuantitas pengasuhan pada hari libur (p>0.05). Hal ini diduga bahwa baik ibu yang bekerja maupun tidak bekerja menghabiskan sebagian besar waktunya dirumah pada hari libur sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap beban kerja ibu.

Tabel 16 Sebaran beban kerja ibu terhadap kuantitas pengasuhan pada hari libur

Beban kerja

Kuantitas pengasuhan

Total

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n % Berat Sedang Ringan 0 1 1 0.00 2.78 3.57 13 20 20 81.25 55.55 71.43 3 15 7 18.75 41.67 25.00 16 36 28 100.00 100.00 100.00 Total 2 2.50 53 66.25 25 31.25 80 100.00 p 0.429 r -0.090

Kuantitas pengasuhan apabila dirata-ratakan antara hari biasa dan hari libur kemudian diolah menggunakan uji korelasi Spearman, di didapatkan bahwa terdapat hubungan negatif (r=-0.223) dan signifikan antara beban kerja ibu dengan kuantitas pengasuhan (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi beban kerja ibu, maka semakin rendah kuantitas pengasuhan contoh. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yulianis et al. (2008) yang menyatakan bahwa semakin ringan beban kerja, maka semakin baik kuantitas pengasuhan yang diberikan. Ibu

(29)

yang bekerja memiliki beban kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan ibu yang bekerja mengalokasikan waktunya sebagian besar diluar rumah (kegiatan produktif) dan waktu yang digunakan untuk mengasuh anak lebih sedikit. Hal ini menyebabkan ibu dengan beban kerja lebih berat memiliki kuantitas pengasuhan yang lebih rendah.

Hubungan Kuantitas Pengasuhan dengan Pola Asuh Makan

Pola asuh makan terhadap kuantitas pengasuhan terbagi juga menjadi hari biasa dan hari libur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari biasa, ibu yang memiliki kuantitas pengasuhan tinggi, lebih dari separuh memiliki pola asuh makan baik (73.81%) dan sisanya (26.19%) cukup baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ibu dengan kuantitas pengasuhan rendah, seluruhnya (100%) memiliki pola asuh makan baik dan tidak ada yang termasuk kategori pola asuh makan yang cukup baik dan kurang. Hal ini kemudian sejalan dengan hasil uji korelasi Spearman yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kuantitas pengasuhan pada hari biasa terhadap pola asuh makan. Berikut dijabarkan pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan kuantitas pengasuhan hari biasa terhadap pola asuh makan

Kuantitas pengasuhan

Pola asuh makan

Total

Baik Cukup baik Kurang

n % n % n % n % Rendah Sedang Tinggi 1 24 31 100.00 64.87 73.81 0 12 11 0.00 32.43 26.19 0 1 0 0.00 2.70 0.00 1 37 42 100.00 100.00 100.00 Total 56 70.00 23 28.75 1 1.25 80 100.00 p 0.315 r 0.114

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuantitas pengasuhan pada hari libur dengan kategori sedang, lebih dari separuh ibu (71.7%) memiliki pola asuh makan yang baik dan sisanya (26.41%) tergolong cukup baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kuantitas pengasuhan rendah, separuh ibu contoh (50%) memiliki pola asuh makan yang baik dan sisanya (50%) cukup baik, sehingga terlihat bahwa kuantitas pengasuhan tidak berpengaruh terhadap pola asuh makan anak pada hari libur. Hal ini juga ditunjukkan oleh uji korelasi Spearman yang memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kuantitas pengasuhan hari libur dengan pola asuh makan (p>0.05). Sebaran ibu contoh pada kuantitas pengasuhan hari libur dapat dilihat pada Tabel 18.

Hasil uji korelasi Spearman baik pada hari libur maupun biasa yang menunjukkan tidak hubungan yang signifikan terhadap kunatitas pengasuhan memperlihatkan bahwa baik hari biasa maupun libur tidak mempengaruhi pola asuh makan yang diberikan kepada contoh. Hal ini sejalan dengan penelitian Yulianis et al. (2008) yang menyebutkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kuantitas pengasuhan dengan pola asuh makan. Hasil penelitian Sulistyati (1992) menunjukkan bahwa kualitas interaksi lebih penting daripada sekedar

(30)

kuantitas, waktu interaksi yang tidak lama tapi menyenangkan memberikan hasil yang lebih baik daripada interaksi yang terus menerus.

Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan kuantitas pengasuhan hari libur terhadap pola asuh makan

Kuantitas pengasuhan

Pola asuh makan

Total

Baik Cukup baik Kurang

n % n % n % n % Rendah Sedang Tinggi 1 38 17 50.00 71.70 68.00 1 14 8 50.00 26.41 32.00 0 1 0 0.00 1.89 0.00 2 53 25 100.00 100.00 100.00 Total 56 70.00 23 28.75 1 1.25 80 100.00 p 0.400 r 0.095

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Gizi Ibu dengan Pola Asuh Makan

Pengetahuan gizi ibu terhadap pola asuh makan yaitu hampir separuh ibu yang berpendidikan baik memiliki pola asuh makan yang baik pula (84.62%) sedangkan sisanya (15.38%) memiliki pola asuh makan kategori sedang. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi kurang menunjukkan bahwa lebih dari separuh ibu (60%) termasuk dalam kategori pola asuh makan sedang. Berdasarkan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi ibu dengan pola asuh makan (p>0.05). Sebaran ibu contoh berdasarkan pengetahuan gizi ibu terhadap pola asuh makan dijabarkan dalam Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi ibu terhadap pola asuh makan

Pengetahuan gizi

Pola asuh makan

Total

Baik Sedang Kurang

n % n % n % n % Baik Sedang Kurang 11 43 2 84.62 69.36 40.00 2 18 3 15.38 29.03 60.00 0 1 0 0.00 1.61 0.00 13 62 5 100.00 100.00 100.00 Total 56 70.00 23 28.75 1 1.25 80 100.00 p 0.083 r 0.195

Berdasarkan sikap gizi ibu terhadap pola asuh makan, hampir seluruh ibu contoh (85.71%) yang sikap gizinya baik memiliki pola asuh makan yang baik pula, sedangkan sisanya (14.29%) termasuk memiliki pola asuh makan sedang. Tidak ada satupun ibu yang memiliki sikap gizi yang kurang. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif (r=0.440) dan signifikan antara sikap gizi ibu contoh dengan pola asuh makan (p<0.05). Hal ini berarti bahwa semakin baik sikap gizi ibu, makan semakin baik pula pola asuh makan yang ibu contoh berikan.

(31)

Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan sikap gizi ibu terhadap pola asuh makan

Sikap gizi

Pola asuh makan

Total

Baik Sedang Kurang

n % n % n % n % Baik Sedang Kurang 36 20 0 85.71 52.63 0.00 6 17 0 14.29 44.74 0.00 0 1 0 0.00 2.63 0.00 42 38 0 100.00 100.00 0.00 Total 56 70.00 23 28.75 1 1.25 80 100.00 p 0.000 r 0.440**

Ket: **nyata pada p-value <0.01

Hubungan Pola Asuh Makan dengan Konsumsi Pangan Balita

Sebaran contoh berdasarkan pola asuh makan terhadap TKE menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh dengan pola asuh makan baik (82.14%) termasuk dalam defisiensi berat. Contoh yang memiliki pola asuh makan sedang menunjukkan hampir seluruh contoh (82.61%) termasuk dalam defisiensi berat dan sisanya (17.39%) termasuk dalam kategori defisiensi ringan.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh makan dengan konsumsi pangan balita. Hal ini diduga disebabkan oleh lingkungan tempat tinggal contoh. Pola asuh makan merupakan salah satu yang menentukan konsumsi pangan balita namun berkaitan pula dengan pengetahuan, sikap dan praktik ibu terhadap pemberian makan. Menurut Masithah et al. (2005), asupan gizi yang adekuat berkaitan dengan kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh status ekonomi. Status ekonomi yang rendah berdampak pada ketidakmampuan untuk mendapatkan pangan yang cukup dan berkualitas karena rendahnya kemampuan daya beli (Ulfani et al. 2011).

Tingkat kecukupan protein contoh terhadap pola asuh makan menunjukkan bahwa contoh yang memiliki pola asuh makan baik, lebih dari separuh contoh (64.29%) memiliki tingkat kecukupan protein yang lebih, sedangkan sebesar 23.21% termasuk kategori normal. Hampir seluruh contoh (84.21%) yang memiliki pola asuh makan sedang memiliki tingkat kecukupan protein yang lebih. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh makan dengan tingkat kecukupan protein contoh. Namun diketahui pula bahwa semakin baik pola asuh makan, maka semakin baik tingkat kecukupan, baik dari energi maupun protein (energi r= 0.027, protein r= 0.049). Mamabolo et al. (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu yang bekerja erat kaitannya dengan pemberian pola asuh anak. Kejadian stunting anak mengalami peningkatan pada ibu yang bekerja. Ibu yang banyak bekerja di luar rumah akan semakin sedikit memberikan perhatian kepada anak dibandingkan ibu rumah tangga atau tidak bekerja.

Hubungan Konsumsi Pangan Balita dengan Status Gizi Balita

Menurut Karyadi dan Muhilal (1996), kecukupan gizi yang dianjurkan (Recommended Dietary Allowance atau RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan untuk mencakup hampir semua orang sehat. Kecukupan gizi dipenuhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan

(32)

dan tinggi badan, genetika, keadaan hamil serta menyusui. Kebutuhan gizi lebih menggambarkan banyaknya zat gizi yang diperlukan oleh masing-masing individu, ada yang tinggi dan ada pula yang rendah. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor genetika (Karyadi dan Muhilal 1996). Menurut Suhardjo (1989), konsumsi pangan seseorang dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk menggali informasi tentang kebiasaan makan dan untuk mengetahui frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi.

Sebaran contoh berdasarkan TKE terhadap status gizi menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh yang defisit berat (90.91%), memiliki status gizi kurang dan sebesar 7.58% status gizi normal. Berdasarkan indeks status gizi menurut BB/TB, tingkat kecukupan energi normal menunjukkan seluruh contoh (100%) termasuk status gizi kurang. Indeks status gizi menurut BB/U menunjukkan hampir separuh contoh (48.75%) memiliki status gizi normal, namun dari hampir separuh contoh tersebut (48.75%), sebesar 63.63% termasuk defisiensi berat. Hal ini memperlihatkan bahwa meskipun status gizi contoh tergolong normal ataupun lebih, sebagian besar atau hampir seluruh contoh termasuk kategori defisiensi berat pada tingkat kecukupan energi. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan pula bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi terhadap status gizi contoh.

Sebaran contoh yang berbeda ditunjukkan pada tingkat kecukupan protein terhadap status gizi contoh. Hasil yang didapatkan bahwa contoh yang memiliki tingkat kecukupan protein tergolong defisit berat, seluruhnya (100%) termasuk dalam status gizi normal menurut BB/TB. Hal yang berbeda ditunjukkan pada tingkat kecukupan protein kategori defisit ringan, yaitu hampir seluruhnya (88.89%) contoh memiliki status gizi kurang, sedangkan untuk tingkat kecukupan protein dengan kategori normal, hampir seluruhnya (94.11%) termasuk dalam kategori status gizi kurang. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi. Hal ini dibuktikan dengan uji korelasi Spearman yang memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein terhadap status gizi contoh.

Hubungan Beban Kerja, Pengetahuan dan Sikap Ibu, serta Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita

FAO (1989) menyatakan bahwa status gizi mempengaruhi mortalitas karena status gizi yang rendah menurunkan resistensi (daya tahan) tubuh terhadap infeksi dan sering merupakan sebab dari kematian, terutama golongan anak umur dibawah lima tahun di negara berkembang dan disebutkan bahwa apabila kurang gizi terjadi pada masa kehidupan dini, pertumbuhan dan perkembangan mentalnya dapat terganggu. Harper et al. (1986) menyebutkan anak-anak yang tumbuh dalam satu keluarga yang miskin adalah yang paling rawan terhadap kurang gizi di antara seluruh anggota keluarga dan anak kecil dan biasanya paling berpengasuh oleh kekurangan pangan.

(33)

Tabel 21 Hasil uji korelasi Spearman

Variabel Status gizi

r Sig.

Umur suami (tahun) Umur istri (tahun)

Lama pendidikan istri (tahun) Lama pendidikan suami (tahun) Pendapatan per kapita (rupiah)

0.095 0.092 0.155 0.105 0.061 0.400 0.418 0.169 0.355 0.591 Umur suami (tahun)

Umur istri (tahun)

Lama pendidikan istri (tahun) Lama pendidikan suami (tahun) Pendapatan per kapita (rupiah) Umur anak (tahun)

Beban kerja

Kuantitas pengasuhan (jam) Pendidikan gizi

Sikap gizi Pola asuh makan

Tingkat kecukupan energi (kkal) Tingkat kecukupan protein (gram)

0.095 0.092 0.155 0.105 0.061 0.375** -0.006 -0.011 0.064 0.012 0.186* 0.169 0.083 0.400 0.418 0.169 0.355 0.591 0.001 0.961 0.926 0.571 0.917 0.099 0.133 0.465

Ket: **nyata pada p-value <0.01; *nyata pada p-value <0.05

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga dan anak, beban kerja ibu, pengetahuan dan sikap gizi ibu, serta konsumsi makan anak terhadap status gizi. Masuda et al. (2010) dalam penelitiannya terhadap anak di Bangladesh dengan hubungannya sosial ekonomi menyebutkan bahwa anak dengan tingkat pendidikan orang tua yang rendah, rata-rata memiliki status gizi kurang dan mengalami stunting. Hal yang sama dikemukakan Rajaram et al. (2003) dalam penelitiannya bahwa sosial ekonomi memiliki hubungan yang signifikan terhadap status malnutrisi di daerah tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa konsumsi pangan dan pengetahuan serta sikap gizi ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap status gizi. Hal ini bertentangan dengan penelitian Solihin et al. (2013) di Kabupaten Bogor yang melaporkan bahwa tingkat kecukupan energi balita berhubungan positif dengan status gizi balita secara signifikan. Semba et al. (2008) melaporkan bahwa tingkat pendidikan ibu secara signifikan berkaitan dengan status gizi anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan berdampak pada pola asuh yang diberikan kepada anak. Hasil penelitian berbeda yang ditunjukkan Munthofiah (2008) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi balita dengan pengetahuan, sikap dan praktik gizi ibu. Berdasarkan hasil penelitian umur ibu berhubungan signifikan dengan status gizi anak balita. Hal ini diduga disebabkan oleh ibu yang memiliki pengetahuan gizi belum tentu memiliki praktik gizi yang baik pula. Hasil penelitian Meirita et al. (200) tentang kualitas pengasuhan dan status gizi anak balita menyebutkan bahwa sebagian besar (78.9%) contoh menderita KEP, dan sebesar 10.5% termasuk dalam kategori berat. Korelasi positif hanya ditemukan antara kualitas waktu pengasuhan untuk makan (pola asuh makan) dengan status gizi anak balita (r=-0.284) yang diduga faktor konsumsi adalah faktor yang berhubungan langsung dengan status

(34)

gizi anak balita. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini yang menyebutkan bahwa pola asuh makan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap status gizi (p<0.05).

Tabel 22 Hasil uji pengaruh linear regression

Variabel Status gizi

Beta Sig.

Umur anak (tahun) Pola asuh makan

0.358* 0.286* 0.001 0.015 F 3.315 Sig 0.004 R-square 0.438

Ket: *nyata pada p-value <0.05

Hasil uji pengaruh linear regression menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pola asuh makan dan umur anak terhadap status gizi. Berikut adalah persamaan regresinya.

y = 15.933 + 0.358x1+ 0.286x2

Keterangan: y = status gizi anak x1= umur anak

x2= pola asuh makan

Berdasarkan hasil uji regresi umur anak dan pola asuh makan terhadap status gizi contoh berdasarkan berat badan menurut umur, diperoleh nilai R square sebesar 0.438. Hal ini menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini dapat menjelaskan bahwa sebesar 43.8% umur anak dan pola asuh makan berpengaruh secara bersamaan terhadap status gizi anak dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik keluarga menurut umur orang tua menunjukkan sebagian besar umur ibu dan ayah termasuk kategori dewasa awal (18-40 tahun) dan menurut tingkat pendidikan menunjukkan sebagian besar pendidikan ayah dan ibu SMP/sederajat. Pendapatan per kapita per bulan keluarga menunjukkan hampir seluruh keluarga tergolong keluarga tidak miskin.

Status kerja ibu berdasarkan penelitian menunjukkan lebih dari separuh ibu tidak bekerja (67.5%) dan sisanya bekerja (22.5%). Alokasi waktu ibu menunjukkan bahwa rata-rata kegiatan terpanjang yang dilakukan ibu adalah kegiatan produktif pada hari biasa dan kegiatan pribadi pada hari libur. Hampir seluruh keluarga tidak memiliki ketersediaan tenaga kerja membantu (66.25%)

Gambar

Gambar  1  Kerangka  pemikiran  hubungan  antara beban  kerja,  pengetahuan  dan sikap gizi ibu, serta pola asuh makan dengan status gizi balita di Kota Bogor
Gambar 2 Cara pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Tabel 1 Jenis dan kategori variabel penelitian
Tabel 2  Sebaran keluarga contoh berdasarkan umur orang tua
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif antara Persepsi Citra Merek dengan Keputusan Pembeliandeterjen Daia pada Warga RW 004, Jakarta

PBI tentang Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu pada pasal 1 angka 10 yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen kurikulum di TK Islam Miftahul Jannah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum telah berjalan dengan baik

Seberapa besar akibat yang ditimbulkan oleh pergeseran peran lingkungan keluarga ini berimbas pada proses pendidikan dan hasil pendidikan, dapat dilihat dari

Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa secara bersama-sama variabel struktur modal, likuiditas, profitabilitas, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap luas pengungkapan

Agar aktifitas yang dilakukannya lebih bermanfaat maka dari itu dengan membiasakan anak – anak membaca buku pop up cerita dongeng Cindelaras, yang diharapkan anak –

Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan

Dalam hal ini nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelompokan RVI bangunan berdasarkan bentuk atap tidak