• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KABUPATEN BULELENG BALI TAHUN 1800-1953.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KABUPATEN BULELENG BALI TAHUN 1800-1953."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KABUPATEN BULELENG BALI TAHUN 1800-1953

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh: RIZKY ANNISA NIM: A0.22.12.097

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Perkembangan Agama Islam di Kabupaten Buleleng Bali Tahun 1800-1939. Beberapa permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu (1) Bagaimana sejarah masuknya agama Islam di Kabupaten Buleleng, Bali? (2) Bagaimana perkembangan agama Islam di Kabupaten Buleleng, Bali? (3) Bagaimana pengaruh agama Hindu terhadap agama Islam di Kabupaten Buleleng Bali?.

Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan pendekatan historis dan antropologi, serta menggunakan dua metode yaitu sejarah dan Antropologi. Pendekatan historis digunakan untuk mencari informasi tentang perkembangan agama Islam di Kabupaten Buleleng dengan menggunakan cara yang sistematis. Metode sejarah digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa masuk dan berkembangnya agama Islam di Kabupaten Buleleng, Bali, metode Antropologi digunakan untuk menjelaskan kebudayaan pada masyarakat Islam di Buleleng. Untuk menganalisa perkembangannya penulis menggunakan teori Difusi, yang mana agama Islam dapat berkembang di Buleleng karena adanya imigran.

(6)

ABSTRACT

This thesis is titled Development of Islam in Buleleng Bali Year 1800-1939. Some of the issues discussed in this paper: (1) How does the history of the emergence of Islam in Buleleng, Bali? (2) How is the development of Islam in Buleleng, Bali? (3) How does the influence of Hinduism to Islam in Buleleng Bali ?.

To answer these problems writer use approach historis and uses two methods historiy and antopology. The historical approach is used to seek information about the development of Islam in Buleleng using systematic way. The method used to describe the history of the event entry and the development of Islam in Buleleng, Bali, anthropology methods used to explain the culture on Muslim society in Buleleng. To analyze the development of the author uses the theory of diffusion, in which Islam can flourish in Buleleng due to immigrants.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Kegunaan Penelitian ... 6

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 9

G.Metode Penelitian ... 10

H.Sistematika Pembahasan ... 13

BAB II : BULELENG BALI SEBELUM KEDATANGAN ISLAM A.Sejarah Lahirnya Kabupaten Buleleng ... 16

1.Letak Geografis ... 20

(8)

C.Sejarah Masuknya Agama Islam Di Buleleng Bali... ... 27

1. Penyebar Agama Islam di Buleleng Bali ... 31

2. Sarana Penyebaran Agama Islam di Buleleng Bali ... 33

a. Sarana Perdagangan. ... 34

b. Sarana Pengobatan. ... 35

BAB III : PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KABUPATEN BULELENG BALI A. I Gusti Ketut Jelantik Celagi Masuk Islam ... 37

B. Kedatangan Penduduk Pendatang Ke Buleleng Bali ... 39

C. Periodisasi Perkembangan Agama Islam di Buleleng Bali ... 44

D. Berdirinya Organsasi-Organisasi Masyarakat Islam di Buleleng Bali ... 48

1. Nahdatul Ulama ... 48

2. Muhammadiyah ... 51

E. Berdirinya Sarana Pendidikan Islam di Buleleng Bali ... 53

1. Madrasah Ibtidaiyah ... 53

2. Pondok Pesantren di Buleleng ... 58

BAB IV : PENGARUH HINDU TERHADAP MASYARAKAT ISLAM DI KABUPATEN BULELENG BALI A. Kebudayaan Masyarakat Muslim di Buleleng ... 60

1. Tradisi Pemberian Nama Anak ... 61

2. Tradisi Subak ... 63

3. Tradisi Membakar Kemenyan ... 67

(9)

5. Tradisi Ngejot...68

6. Tadisi Maulid Nabi ... 69

B.Jejak-Jejak Sejarah Kebudayaan Islam di Buleleng ... 73

1. Masjid Kuno dan Masjid Agung Jamik Singaraja ... 73

2. Masjid Safinatussalam. ... 78

3. Makam The Kwan Lie (Syekh Abdul Qadir Muhammad) ... 80

4. Al-Quran Kuno Karya Gusti Ketut Jelantik Celagi ... 84

C.Hubungan Antar Umat Beragama di Buleleng Bali ... 85

1. Hubungan Harmonis ... 85

2. Hubungan Tidak Harmonis ... 89

BAB V : PENUTUP A.Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 94

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bali diidentikan dengan agama Hindu, namun sebagaimana telah diketahui bahwa selain

agama Hindu, di Bali juga terdapat agama lainnya seperti agama Islam yang di Bali sendiri

dikenal sebagai “Bali Selam”.1Pulau Bali sejak ratusan tahun lalu yaitu sekitar abad XIV XVI

menjadi salah satu tujuan migrasi orang-orang Islam.2 Sejak zaman kerajaan orang-orang

Islam di Bali sudah hidup berdampingan. Mereka hidup di enclave nyama selam, yang

bermukim di sekitar pelabuhan pantai dan kota;di enclave pegunungan (Pegayaman,

Tegalinggah, Batugambir, Candi Kuning, Batur, Karangasem, Bangli, Kepaon, Serangan,

Loloan, Negara, dll).3

Demikian juga masyarakat IslamdiwilayahkabupatenBuleleng, seperti Islam Pegayaman

dan Kampungtinggi. Pesisir utara dari Bali utara banyak dihuni oleh masyarakat islam

beretnik Jawa, Madura dan Bugis.4

Pada umumnya kebanyakan diantara mereka berasal dari luar Bali dan bertempat tinggal

terutama di beberapa desa di Kabupaten Karangasem, Buleleng dan Jembrana.5

Kabupaten Buleleng adalah sebuah kabupaten di propinsi Bali, Indonesia, Ibukotanya

adalah Singaraja. Buleleng berbatasan dengan laut Jawa disebelah utara, Kabupaten

1

I Nyoman Darma Putra, Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif (Denpasar: Pustaka Bali Post, 2004), 39. 2Susanti, “Potensi Masjid Nur Singaraja, Bali Sebagai Sumber Belajar Sejarah Kebudayaan Di Sma”, (Skripsi

, Universitas Pendidikan Ganesha Fakultas Ilmu Sosial, Singaraja, 2014), 3.

3

I Made Pageh, et al, “Analisis Faktor Integratif Nyama Bali-Nyama Selam, Untuk Menyusun Buku Panduan Kerukunan Masyarakat di Era Otonomi Daerah”,Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 2, No. 2, Oktober 2013, Singaraja,240.

4

Wayan Supartha, Bali dan Masa Depannya (Denpasar:PT. Offset BP.1999), 47-48. 5

(11)

2

Jembrana di sebelah barat, Kabupaten Karangasem disebelah timur dan Kabupaten Bangil,

Tabanan serta Badung disebelah selatan.6

Kabupaten Buleleng yang terletak di belahan utara Pulau Bali memanjang dari Barat ke

Timur mempunyai wilayah terluas diantara 8 kabupaten dan kota lainnya di Bali, yaitu

hampir sepertiga luas Pulau Bali (± 1365,88 hektar) dengan batas: sebelah barat Kabupaten

Jembrana sebelah selatan KabupatenTabanan,Badung, dan Bangli, sebelah timur Kabupaten

Karangasem, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Bali.

Kelompok yang tergolong minoritas di Bali adalah etnis yang menganut agama

Islam.Sekalipun kelompok minoritas, mereka dapat hidup berdampingan secara damai

dengan kelompok etnis lainnya juga tidak ada pembatas dalam kehidupan

sehari-hari.7Akulturasi dan toleransi di Buleleng sudah lama terjadi seiring dengan masuknya agama

Islam yang di bawa oleh beberapa etnis dari luar Bali. Seperti Jawa, Bugis, Makasar dan

Sasak. Kelompok pendatang tersebut yang mendominasi adalah etnis Jawa dan etnis Bugis.8

Masyarakat Islam di Kabupaten Buleleng tetap memelihara dengan baik simbol-simbol

adat Bali seperti subak, seka, banjar. Akulturasi agama dan tradisi di Bali nampak harmonis,

bahkan termasuk pula dalam pemberian nama-nama anak mereka. Nama-nama seperti

Wayan/Putu, Made, Nyoman, Nengah, Ketut tetap diberikan sebagai nama depan

berdasarkan tradisi umat Hindu di Bali.9

Berdasarkan versi Babad Bulelengagama Islam masuk ke Buleleng terjadi pada tahun

1587, saat itu terjadi pertempuran yang hebat antara I Gusti Ngurah Panji Sakti dengan

6

Dayat Suryana,Bali dan Sekitarnya (Denpasar: Manikgeni,2012), 91. 7

I Ketut Ardhana, et al, Masyarakat Multi Kultural Bali: Tinjauan Sejarah, Migrasi dan Integrasi(Denpasar: Pustaka Lararasan, 2011), 75.

8

Ibid., 43.

9Sigit Yoesni, “Menyambagi Kampung

(12)

3

rakyat Blambangan. Akhirnya pertempuran dimenangkan oleh I Gusti Ngurah Panji, setelah

raja Blambangan mati tertikam oleh keris I Gusti Ngurah Panji yang terkenal dengan Ki

Semang. Oleh karna itu Dalem Solo menghadiahkan seekor Gajah untuk kendaraan I Gusti

Ngurah Panji. Gajah tersebut dibawa oleh tiga orang Jawa yang menjadi pengantar gajah.

Pusat tertua Islam di Buleleng adalah Banjar Jawayang kemudian menyebar ke

daerah-daerah lainnya.10

Pengantar gajah yang tiga orang dibagi dua. Dua orang bermukim disebelah utara Banjar

Petak. Banjar tempat mereka bermukim sejak itu dikenal dengan Banjar Jawa, yang seorang

lagi bermukim di Lingga (Probolinggo) di Jawa. Diantara Banjar Jawa dan Banjar Petak

terdapat sebuah banjar yang dinamakan Banjar Peguyangan, karena ditempat itulah gajah

pemberianDalem Solo itu bebas berguling-guling atau mungkin juga dimandikan

(nguyang=memandikan binatang, bahasa Jawa). Lama kelamaan orang Jawa yang bermukim

di Banjar Jawa makin berkembang. Sebagian diperintahkan oleh raja untuk membuka hutan

di desa Pegatepan yang kini terkenal dengan nama Pegayaman. Penduduk desa Pegatepan

mendapat tugas untuk menjaga keamanan daerah pegunungan.11

Tersebarnya agama Islam di Buleleng tentu tidak luput dari perjuangan tokoh Islam“The

Kwan Lie” yang bergelar Syekh Abdul QodirMuhammad, merupakan saudagar Tiongkok

yang mendaratkan kapal niaganya di pesisir pantai kawasan Bali Utara di pertengahan abad

XVI. Beliau berlabuh di pantai Lovina, Singaraja Bali dan mulai menyebarkan agama Islam.

10

M. Sarlan, Islam di Bali (Denpasar: Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana Kehidupan Beragama, 1997), 31. 11

(13)

4

Beliau sangat ahli dalam pengobatan Cinadansambil berdagangbeliau jugamulai

menyiarkan agama Islam di setiap kawasan yang disinggahinya.12

Tahun 1800an terjadi suatu peristiwa I Gusti Made Celagi rajaBuleleng masuk Islam.

Seorang pengelingsir muslim bernama Haji Yusuf dariBanjar Bali atau Buleleng memohon

kepada Raja Buleleng untuk memperkenankan I GustiMade Celangi menjadi warga muslim

dan mengangkat menjadi pemimpin dengan tetap mengakui titel kegustiannya itu. I Gusti

Made Celagi merupakan penulis al-Quran yang sekarang masih tersimpan di Masjid Agung

atau Jamik Singaraja, pintugerbangMasjid adalah pemberian dari Anak Agung Made Rai.13

Masuknya agama Islam ke Buleleng ternyata mengalami perkembangan yang baik

sebagaimanahalnya dengan tempat-tempat lainnya di Indonesia, di Bali terdapat pula

gerakan-gerakan Islamsebagai organisasi sosial keagamaan sepertiNUdanMuhammadiyah.

Muhammadiyah yang melakukan kegiatannyadalamlapangan pendidikan, sosial, dan

keagamaan. Muhammadiyah memasuki Bali bersamaan dengan masuknya kelompok migran

yang kebanyakan diantaranya beragama Islam. Seperti halnya di Negarakabupaten Jembrana,

di Buleleng dan bagian lainnya di Bali. Muhammadiyah yang bergerak dalam lapangan sosial

keagamaan memiliki peran yang signifikan dibandingkan dengan Islam lainnya di Bali. Di

Negara( nama suatu tempat yang ada di daerah Bali) Muhammadiyah didirikan pada tahun

1934, di Buleleng pada tahun 1939.14

Adanya rasa ingin tahu yang tinggi terhadap perkembangan agama Islam, menumbuhkan

rasa penasaran sehingga penulis merasa sangat tertarik untuk meneliti perkembangan agama

Islam di Kabupeten Buleleng Bali. Karena agama Islam merupakan agama minoritas di

12

Amanda Destianty Poetri Asmara,“Makam Keramat Karang Rupit Syeikh Abdul Qadir Muhammad (The Kwan Lie) di Desa Temukus Labuan Aji Banjar, Buleleng Bali (Perspektif Sejarah dan Pengembangannya Sebagai Objek Wisata Spiritual)”,(Skripsi, Universitas Pendidikan Ganesha Fakultas Ilmu Sosial, Singaraja, 2014), 69.

13

I Gusti Ngurah Panji,Sejarah Buleleng (Singaraja: UPTD Gedong Kirtya, 1956), 42. 14

(14)

5

Kabupaten Buleleng Bali yang dapat berkembang di tengah-tengah agama yang paling kuat

yaitu agama Hindu. Masyarakat Buleleng yang memeluk agama Islam dapat bertahan dengan

ajaran Islam sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan mereka. Selain itu kehidupan

antar umat beragama di Buleleng Bali berjalan dengan rukun. Toleransi antar umat beragama

tergolong tinggi, sangat jarang terdengar adanya bentrok antar agama di Buleleng. Semua

masyarakatnya hidup dengan damai walaupun memiliki adat yang berbeda-beda.

B. Rumusan Masalah

Dari deskripsi latar belakang masalah diatas, maka penulis mengambil tiga rumusan

masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, antara lain :

1. Bagaimana sejarah masuknya agama Islam di Buleleng

2. Bagaimana perkembangan agama Islam di Buleleng, Bali tahun 1800-1953

3. Apa pengaruh masyarakat Hindu terhadap masyarakat Islam di Buleleng Bali

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui sejarah masuknya agama Islam di Kabupaten Buleleng, Bali

2. Untuk mengetahuiperkembangan agama Islam di Kabupaten Buleleng, Bali tahun

1800-1953

3. Untuk mengetahui perngaruh agama Hindu terhadap agama Islam di Buleleng Bali

4. Untuk dapat menyelesaikan kuliah di Strata satu (S-1) jurusan Sejarah dan Kebudayaan

(15)

6

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua orang,

baik dari sisi keilmuan akademik maupun dari sisi praktis :

1. Dari sisi keilmuan akademik

a. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan wawasan serta

pengetahuan dalam menganalisis permasalahan khususnya untuk mengetahui

perkembangan agama Islam di Buleleng, Bali tahun 1800-1953.

b. Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan bahan informasi

2. Dari sisi praktis

Bagi jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai informasi dan bahan pembelajaran mengenai perkembangan agama islam di

Buleleng, Bali

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam penulisan skripsi inipenulis menggunakan pendekatan historis.

Maksudnyapenulismendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau yaitu sejarah

masuknya agama Islam di Kabupaten Buleleng sampai dengan perkembangan agama Islam

yang ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi keagamaan di kabupaten Buleleng,

Bali.

Selain menggunakan pendekatan historis, penulis menggunakan pendekatan antropologi

karena pada penelitian ini penulis juga menjelaskan tentang pengaruh Hindu terhadap

masyarakat Islam di Kabupaten Buleleng Bali.

Dalam penelitian sejarah ini, penulis menggunakan perspektif teoritis sebagai kerangka

(16)

7

yang lain, seperti sosiologi sangat penting dijadikan sabagai pisau analisis untuk

menganalisis peristiwa sejarah yang berkaitan dengan “Perkembangan Agama Islam di

Kabupaten Buleleng Bali Tahun 1800-0923”. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

teori difusi. Difusi adalah salah satu bentuk penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu

tempat ke tempat yang lainnya. Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok manusia

yang melakukan migrasi ke suatu tempat, sehingga kebudayaan mereka turut melebur di

daerah yang mereka tuju.15 Lebih tepatnya penulis menggunakan tipe teori difusi

penampungan. Difusi penampungan adalah proses penyebaran informasi atau material yang

didifusikan meninggalkan daerah asal dan berpindah atau ditampung di daerah baru.

Hal ini sama seperti tersebarnya agama Islam di Buleleng, para penduduk pendatang dari

Jawa, Bugis, Sasak, Madura meningalkan daerah asal mereka dan pergi menetap di daerah

yang mereka datangi yaitu Buleleng. Informasi yang mereka bawa dari daerah asal tentang

agama Islam berpindah dan ditampung di daerah baru yang mereka datangi. Hal inilah yang

menjadikan jumlah umat Islam di Buleleng semakin banyak, sehingga agama Islam semakin

bertambah dan semakin berkembang.

Selain teori difusi, penulis juga menggunakan teori challenge and response yang

diperkenalkan oleh Arnold Toynbee. Teori ini mengandung pernyataan bahwa lahirnya suatu

kultur tidak lain merupakan suatu jawaban terhadap keinginan dan kecenderungan

masyarakat terhadap kultur tersebut.16

Islam sebagai agama minoritas di Buleleng, masyarakat muslim yang berada di

kabupaten Buleleng ditengah masyarakatnya yang mayoritas Hindu selalu dihadapkan

dengan tantangan kehidupan (challenge). Tantangan tersebut kemudian mendorong mereka

15

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi(Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), 152. 16

(17)

8

untuk terus dapat bertahan hidup (survive). Timbullah pemikiran untuk menghadapi

(response) tantangan tersebut. Keberhasilan menghadapi tantangan tersebutlah yang

kemudian menjadikan masyaakat islam semakin berkembang di Buleleng Bali.

F. Penelitian Terdahulu

Tema tentang agama Islam di BulelengBali ini menurut penulis merupakan tema yang

langka jarang orang yang meneliti tentang judul ini, namununtuk menunjang hasil penelitian

penulis menulusuri beberapa karya-karya ilmiah dalam bentuk buku dan hasil penelitian

tentang tema yang mirip dengan topik skripsi penulis.

1. Tulisan yang pertama adalah buku yang terbit pada tahun 2009 karya Hamdan Basyar

dengan judul “Minoritas Muslim Bali: di Denpasar, Badung, Buleleng dan Jembrana”.

Buku ini menjelaskan tentang identitas masyaakat Islam di Bali, khususnya di daerah

Denpasar, Badung, Buleleng dan Jembrana.

Selain menggambarkan identitas umat Islam di beberapa daerah di Bali, buku ini juga

menggambarkan tentang dinamika hubungan sosial budaya masyarakat Muslim Bali di

daerah Denpasar, Badung, Buleleng, dan Jembrana dengan mayoritas Hindu Bali.

Jika karya Hamdan Basyar lebih memfokuskan pada identitas masyarakat muslim di

Bali, serta menggambarkan dinamika hubungan sosial budaya masyarakat Muslim Bali,

maka berbeda dengan penelitian penulis yang terfokus pada perkembangan agama Islam

di Buleleng Bali tahun 1800-1953.

2. Tulisan kedua adalah skripsi karya Ikhsan yang berjudul “Islamisasi Di Buleleng Bali

Abad XVII” skripsi ini menjelaskan tentang sejarah masuknya agama Islam di Buleleng

(18)

9

Penelitian Ikhsan berbeda dengan penelitian penulis, karena penelitian penulis lebih

mengarah pada perkembangan agama Islam di Kabupaten Buleleng, sedangkan penelitian

Ikhsan lebih menjelaskan pada sejarah masuknya agama Islam di Buleleng.

3. Tulisan selanjutnya adalah skripsi karya Desak Putu Wirastini yang berjudul “Tradisi

Mengarak Ogoh-Ogoh Telor Pada Masyarakat Islam di Desa Tembok, Tejakula, Buleleng,

Bali Sebagai Sumber Belajar Sejarah Kebudayaan Di Sma Negeri 0 Tejakula”. Skripsi ini

menjelaskan tentang latar belakang tradisi mengarak ogoh-ogoh telor pada masyarakat

muslim di Buleleng Bali, bentuk tradisiya dan aspek dari tradisi tersebut yang bisa

dijadikan sebagai sumber belajar sejarah.

Penelitian penulis dengan penelitian Desak Putu Wirastini memang sama-sama

membahas tentang masyarakat Muslim di Kabupaten Buleleng Bali, namun penelitian

Desak Putu Wirastini berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan, karna penelitian

penulis lebih terfokus pada perkembangan agama Islam di Kabupeten Buleleng Bali

sedangkan penelitian Desak Putu Wirastini terfokus pada tradisi mengarak ogoh-ogoh

telor pada masyarakat Islam di desa Tembok, Tejakula, Buleleng, Bali.

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua metode yaitu metode Sejarah dan

Antropologi. Metode sejarah penulis gunakan untuk menjelaskan sejarah dan perkembangan

agama Islam di Kabupaten Buleleng Bali, sedangkan metode antropologi penulis gunakan

(19)

10

Tahapan-tahapan metode penelitian sejarah yang penulis lakukan meliputi empat langkah

yaitu heuristik, verifikasi, interprestasi dan historiografi, yang akan dijelaskan sebagai

berikut:

1. Heuristik (Pengumpulan Sumber). Tahap ini penulis akan melakukan pengumpulan

sumber untuk penulisan karya ilmiah, terutama yang ada kaitannya dengan pokok

pembahasan dalam proposal ini. Untuk memperoleh pendalaman dalam penulisan skripsi

ini penulis menggunakan dua langkah untuk mencari dan menemukan sumber sejarah

yaitu :

Langkah pertama yaitu dengan mencari sumber primer berupa arsip yang memuat

fakta-fakta sejarah. Dimana arsip-arsip yang menjadi sumber primer bagi penulis adalah

beberapa foto catatan-catatan lontar yang berjudul Babad Buleleng, Babad Buleleng

Sasak, Babad Mangwi Buleleng, Rusak Buleleng. Selain itu ada juga foto al-Quran tertua

Desa Pegayaman, foto Al-Quran Kuno karya Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi, foto

masjid-masjid kuno di Buleleng Bali. Surat keterangan berdirinya Muhammadiyah di

Buleleng, data masjid-masjid tua yang telah berdiri sejak masa kerajaan Buleleng.

Langkah kedua yaitu mengumpulkan sumber sekunder yang berupa buku-buku, yang

berhubungan dengan sejarah dan perkembangan agama Islam di Buleleng. Sumber

sekunder selain dari buku-buku penulis juga melakukan wawancara kepada para tokoh

masyarakat dan para ahli sejarah yang ada di Kabupaten Buleleng.

2. Verifikasi (Kritik sumber), setelah data diperoleh penulis berusaha melakukan kritik

terhadap sumber-sumber yang bekaitan dengan sejarah Islam di Buleleng dan

perkembangannya. Pada proses ini penulis akan memilah-milah sumber. Penulis sangat

(20)

11

data yang otentik, maka penulis memilah sumber tersebut sesuai dengan tema yang akan

ditulis lalu kemudian dianalisa.

3. Interpretasi (Penafsiran) Pada langkah ini penulis menafsirkan fakta-fakta agar suatu

peristiwa dapat direkonstruksi dengan baik, yakni dengan menguraikan sumber-sumber

yang telah dikumpulkan sumber sekunder dan sumber kepustakaan (sumber primer) yang

kemudian disimpulkan agar dapat dibuat penafsiran terhadap data yang diperoleh

sehingga dapat diketahui kesesuaian dengan masalah yang dibahas. Mengenai data-data

yang diinterpretasi adalah data-data tentang masuknya agama Islam di Kabupaten

Buleleng, pembawa agama Islam, tahun masuknya agama Islam, dan problematika yang

terkait dengan hal tersebut. Penulis juga akan mencoba untuk bersikap se-objektif

mungkin terhadap penyusunan penelitian ini.

4. Historiografi (Penulisan Sejarah), tahap ini merupakan bentuk penulisan, pemaparan,

atau pelaporan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai penelitian sejarah yang

menekankan aspek kronologis. Laporan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti

kemudian peneliti menulis dan mencoba menyajikan penelitian tersebut ke dalam satu

karya yang berupa skripsi.

Dalam menjelaskan kebudayaan masyarakat Islam di Kabupaten Buleleng Bali

yang terpengaruh oleh ajaran Hindu, penulis menggunakan metode Antropologi, karena

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia pada umumnya dengan

mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.

Metode antropologi dilakukan yaitu dengan memperhatikan kebudayaan masyarakat

Islam di Kabupaten Buleleng yang beralkulturasi dengan kebudayaan masyarakat Hindu

(21)

12

H. Sistematika Bahasan

Untuk memudahkan pemaham pembaca dalam penelitian ini, maka penulis menyusun

sistematika bahasan sebagai berikut :

BAB I: Pendahuluan. Dalam bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian

terdahulu, metode penelitian, sistematika pembahasan dan daftar pustaka (Bibliografi)

sementara.

BAB II: Sejarah masuknya agama Islam di Bueleng, Bali. Bab ini memberikan

penjelasan secara umum tentang letak Geografis Kabupaten Buleleng, selain itu juga

menjelaskan tentang sejarah masuknya agama Islam di Buleleng. Menjelaskan juga tentang

tokoh penyebar agama Islam The Kwan Lie di Kabupaten Bulelengserta menjelaskan tentang

sarana penyebaran agama Islam di Kabupaten Buleleng Bali.

BAB III: Perkembangan agama Islam di Buleleng, Bali tahun 1800-1953. Bab ini

menjelaskan tentang perkembangan agama islamdi Kabupaten Buleleng tahun 1800-1953

dimana saat itu terjadi peristiwa anak raja Buleleng I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi

yang masuk Islam dan menulis al-Quran. Selain itu juga menjelaskan tentang kedatangan

penduduk pendatang yang membawa ajaran Islam dan menjadikan agama Islam berkembang

di Buleleng.Bab ini juga menjeaskan perkembangan agama Islam berikutnya yang ditandai

dengan berdirinya organisasi-organisasi Islam yaitu Nahdatul Ulama‟, Muhammadiyah serta

berdirinya madrasah-madrasah dan pondok pesantren.

BAB IV: Pengaruh Hindu terhadap masyarakat Islam di Kabupaten Buleleng.Bab ini

(22)

13

dalam hal pemberian nama anak, tradisi subak, ngejot, membakar kemenyan, nyapar, maulid

Nabi.Selanjutnya akan dijelaskan pula tentang jejak-jejak sejarah kebudayaan Islam di

Buleleng, seperti al-Quran kuno, masjid kuno, dan makam penyebar agama Islam di

Buleleng. Serta memberikan penjelasan tentang kerukunan antar umat beragama di

Kabupaten Buleleng diantara kerukunan tersebut akan dijelaskan juga tentang hubungan

harmonis dan tidak harmonis masyarakat Islam di Buleleng.

BAB V: Penutup. Pada bab ini merupakan bagian penutup yang meliputi kesimpulan dan

saran. Kesimpulansebagai jawaban fokus kajian yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

Serta berisikan saran-saran yang berkaitan dengan pembahasan ini, daftar pustaka dan

(23)

14

BAB II

BULELENG BALI SEBELUM KEDATANGAN ISLAM A.Sejarah Lahirnya Kabupaten Buleleng

Sebelum menjadi Kabupaten, Buleleng pada zaman dahulu merupakan sebuah daeah yang

bernama Den Bukit. Masyarakat Bali Selatan saat zaman berkembangnya pengaruh Majapahit

melihat Den Bukit sebagai “daerah nun dibalik bukit”. Daerah misterius, banyak pendatang

yang datang secara silih berganti.1Namun setelah Ki Gusti Ngurah Panji Sakti menjadi raja,

lalu nama Den Bukit berganti menjadi Kerajaan Buleleng.

Pada sekitar tahun Candrasangkala “Raja Manon Buta Tunggal” atau Candrasangkala

6251 atau sama dengan tahun Caka 1526 atau tahun 1604 Masehi, Ki Gusti Ngurah Panji

Sakti menitahkan rakyatnya membabat tanah untuk mendirikan sebuah istana diatas padang

rumput alang-alang yakni ladang tempat pengembala ternak, dimana ditemukan orang-orang

menanam Buleleng. Pada ladang Buleleng itu Baginda melihat beberapa buah pondok-pondok

yang berjejer memanjang. Disanalah beliau mendirikan istana baru, yang menurut perhitungan

hari sangat baik pada waktu itu, jatuh pada tanggal 30 Maret 1604.2

Selanjutnya Istana Raja yang baru dibangun itu disebut “Singaraja” karena mengingat

bahwa keperwiraan Raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti tak ubahnya seperti Singa. Demikianlah

lahirnya kota Singaraja pada tanggal 30 Maret 1604 yang bersumber pada sejarah Ki Gusti

Ngurah Panji Sakti, sedangkan nama Buleleng adalah nama asli jagung gambal atau jagung

gambah yang banyak ditanam oleh penduduk pada waktu itu.3

1Kenzie Kayana, “Sejarah Kerajaan Buleleng”, dalam

http://e-kuta.com/blog/sejarah/sejarah-kerajaan-buleleng.htm (20Desember 2015)

2

Bappeda, Buleleng Dalam Angka 2004 (Denpasar: Bappeda Kabupaten Buleleng Dan BPS Kabupaten Buleleng, 2004), viii.

3

(24)

15

Diceritakan pula dalam babad Buleleng bahwa Sri Panji Sakti membersihkan lahan dan

membangun sebuah istana ditegaldi manaorang-orangmenanam jagung(bulelen), sebuah

kuilbengkokditemukandi sanadariorang-orang yang memiliki kebun disekitar tempat itu,

akhirnya rumah dan tempat tinggal yang ramai itu disebut Buleleng.4

Pada waktu ketika Ki Gusti Ngurah Panji Sakti memerintah rakyat merabas ladang di

Jenggala Blalak, yaitu tempat orang menanam buleleng artinya jagung gembal (jagung

gambah) disebelah utara Sukasada. Setelah selesai disanalah raja membangun puri. Demikian

juga pegawai-pegawai kerajaan dan rakyat membuat bangunan-bangunan disana. Tempat

yang baru itu dinamai “BULULUNG”, sebab bekas ladang jagung gembal (Bueleleng). Sejak

itu kota kerajaan dipindahkan dari Sukasada ke Buleleng. Dengan ibu Kotanya dinamai

“SINGARAJA”, karena rajanya gagah perkasa seperti Singa, ialah Ki Gusti Ngurah Panji

Sakti.5

Buleleng terletak tidak jauh dari sungai yang disebut juga tukad Buleleng. Purinya disebut

Puri Buleleng. Puri yang yang lebih tua, terletak di desa Sangket yang dinamai puri Sukasada.

Ki Gusti Panji sakti diperkirakan wafat tahun 1699 dengan meninggalkan banyak keturunan. 6

Sangat boleh jadi bahwa nama Buleleng tersebut sudah ada jauh sebelum Panji bermukim

di Den Bukit, dan merupakan nama sebuah desa adat, yang merupakan bagian dari desa-desa

adat yang mula-mula ada di Den Bukit. Ini sesuai dengan keterangan dari sebuah naskah di

Gedong Kirtya, yaitu sebuah peta model Eropa yang paling tua tentang Bali (1597), dibuat

oleh Cornelis de Houtman, diterbitkan tahun 0756. “Valentyn Onden en Nieuw Oost-Indien,

4

Tiicapa sri Panji Saktya / anaruk anaŋunaŋ pura / rin jangala balalak / tegal pangonanin wwan anandur inkana san akubwan-kubwan / prenahin palapat ika / salorin akweh asulun-suluntikan wwan manalih teka nka / awasana titip tikan umah pagrehan / inaranan kuta Bulelen. P.J. Worsley, Babad Bulelen (Leiden: Koninklijk Instituut Voor Taal-En Volkenkunde, 1972), 160.

5

W. Simpen AB, Babad Kerajaan Buleleng (Denpasar: Cempaka 2, 1989), 16-17. 6

(25)

16

III Deel”. Tweede sluk hal. 524. Dalam peta kuno tersebut sudah tercantum nama sebuah

desa: Boeliling, yang dapat dipastikan adalah permulaan daripada Buleleng sekarang.

Kenyataan bahwa nama tersebut sudah ada, jauh sebelum legenda tempat itu di dikatakan

dibuat atau didirikan, kemungkinan juga terjadi pada tempat yang bernama Sukasada.7

Raja dari Kerajaan Buleleng adalah Ki Gusti Panji Sakti, ia adalah seseorang yang

memiliki banyak julukan, yaitu Ki Barak, Ki Panji Sakti, Ki Gusti Anglurah Panji Sakti, yang

berkonotasi tangguh, teguh, berjiwa pemimpin, merakyat, memiliki daya supra natural, dan

sakti. Beliau adalah pendiri kerajaan Buleleng di tahun 1660an. Selama berkuasa di Kerajaan

Buleleng, Raja Panji Sakti sejak tahun 1660-1697 sangat disegani kawan maupun lawan,

dengan pasukan Gowak yang diorganisir bersama rakyat, beliau dapat menguasai beberapa

kerajaan yaitu Blambangan, Pasuruan, Jembrana. Hingga tahun 1690an Panji Sakti menikmati

kejayaannya.

Kerajaan Buleleng adalah salah satu kerajaan di Bali bagian utara yang didirikan sekitar

pertengahan abad ke 17 dan jatuh ketangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini dibangun

oleh I Gusti Ngurah Panji Sakti dari Wagsa Kepakisan dengan cara menyatukan wilayah bali

utara yang sebelumnya dikenal dengan nama Den Bukit.8 Setelah masa penjajahan Belanda,

Kerajaan Buleleng berubah menjadi sebuah Kabupaten di Pulau Dewata Bali.

Kabupaten Buleleng yang merupakan bagian dari Wilayah Provinsi Bali, dibentuk

berdasarkan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang pembentukan Daerah. Daerah

Tingkat II dalam Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, setelah

Provinsi Sunda Kecil dibagi menjadi 3 Wilayah Provinsi yaitu: Provinsi Bali, Nusa Tenggara

7

Soegianto Sastrodiwiryo, I Gusti Anglurah Panji Sakti Raja Buleleng 1599-1680 (Denpasar: CV. Kayumas Agung, 1994),94.

8Kenzie Kayana, “Sejarah Kerajaan Buleleng”, dalam

(26)

17

Barat dan Nusa Tenggara Timur. Pemerintah Kabupaten Buleleng secara administrasi terdiri

dari 9 Kecamatan, 129 Desa, 19 Kelurahan, 63 Lingkungan, 535 Dusun/Banjar, dan 168 Desa

Adat. Kecamatan yang ada di kabupaten ini adalah Kecamatan Tejakula, Kecamatan

Kubutambahan, Kecamatan Seririt, Kecamatan Sawan, Kecamatan Buleleng, Kecamatan

Busungbiu, Kecamatan Sukasada, Kecamatan Banjar dan Kecamatan Gerokgak.9

1. Letak Geografis

Gambar: 2.1 Peta Pulau Bali (Kamis 04 Februari 2016, 8:18:54 pm.)

Buleleng adalah sebuah kabupaten di propinsi Bali, Indonesia, Ibukotanya adalah

Singaraja. Buleleng berbatasan dengan laut jawa disebelah utara, kabupaten Jembrana di

sebelah barat, kabupaten Karangasem disebelah timur dan kabupaten Bangli, Tabanan serta

Badung disebelah selatan.10

Secara geografis Kabupaten Buleleng terletak di Pulau Bali dengan posisi koordinat

berada pada8003'40"sampai 8023'00" Lintang Selatan dan 114052„55" sampai 115057„58"

Bujur Timur. Kabupaten Buleleng berbatasan dengan Kabupaten Jembrana dibagian

barat, Laut Jawa/Bali dibagian utara, dengan Kabupaten Karangasem dibagian timur dan

9

K. Administratif, “PKPBM: Pembangunan Kawasan Pedesaan Berbasis Masyarakat”, dalam psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2014/09/401.pdf (20 Desember 2015)

10

(27)

18

di sebelah selatan berbatasan dengan 4 (empat) Kabupaten, yaitu Kabupaten Jembrana,

Tabanan, Badung dan Bangli.11

Kecamatan Buleleng terletak sekitar 90 km arah utara Denpasar. Perjalanan dari

Denpasar ke Buleleng dengan kendaraan roda empat mencapai waktu tempuh antara 1.5

sampai 2 jam. Sekalipun jalan tidak terlalu besar dan berkelok-kelok, tetapi dapat

dinikmati dengan nyaman karena pemandangan yang cukup indah dengan hawa sejuk

khususnya ketika melewati kawasan Gunung Bedugul. Pemandangan sepanjang

perjalanan akan lebih indah ketika melewati Danau Bratan, Buyan, dan Danau

Tamblingan. Selepas Bedugul, perjalanan tidak terlalu menyenangkan karena harus

melewati jalan yang sempit, menurun dan berkelok-kelok.Seperti daerah lainnya di

Provinsi Bali yang kaya akan obyek wisata, Buleleng memiliki obyek wisata antara lain

Pantai Lovina dan pemandian Air Sanih. Sementara di bagian timur Kabupaten Buleleng

terdapat kantung-kantung pemukiman miskin dan tanah-tanah tandus. Di daerah seperti

Seririt dan Gerokgak mungkin kita tidak merasa berada di Bali tetapi seperti berada di

daerah tandus Gunung Kidul atau di Nusa Tenggara Timur.12

Wilayah bagian utara kecamatan Buleleng merupakan ataran rendah yang

membentang sepanjang pantai, sedangkan wilayah bagian timur merupakan dataran

tinggi. Wilayah kecamatan Buleleng yang memiliki garis pantai sepanjang 16,52

kilometer disebelah utara juga memiliki dua tanjung, yaitu Tanjung Buntekan dan

Tanjung Penarukan. Selain memiliki dua tanjung, wilayah ini juga memiliki dua teluk

yaitu Teluk Bulon dan Teluk Agung.

11

Bappeda, Buleleng Dalam Angka 2004 (Denpasar: Bappeda Kabupaten Buleleng Dan BPS Kabupaten Buleleng, 2000), 1.

12

(28)

19

Indonesia yang letaknya berada di garis lintang membuat negara ini termasuk

kedalam daerah tropis, sehingga dalam satu tahun hanya memiliki dua musim yaitu

musim hujan dan musim kemarau. Begitu pula dengan kecamatan Buleleng, yang berada

di garis lintang bagian selatan ini memiliki rata-rata suhu udara 280 Celcius dengan

musim hujan terjadi pada bulan Desember hingga Maret dan musim kemarau terjadi pada

bulan Juni hingga September. Bulan April hingga Mei dan Oktober hingga November

merupakan masa peralihan kedua musim tersebut. Kecamatan Buleleng yang berada di

daerah pantai cenderung memiliki curah hujan yang rendah dari pada kecamatan lain

yang berada di selatan Kabupaten Buleleng.13

Kecamatan Buleleng merupakan kecamatan yang memiliki wilayah pesisir yang

panjang dari kecamatan lainnya di Kabupaten Buleleng. Luas wilayah Buleleng secara

keseluruhan adalah 46,94 Km2. Apabila dilihat dari wilayah masing-masing Kecamatan

Gerokgak merupakan Kecamatan terluas yakni sebesar 26,10% dari luas Kabupaten,

diikuti Kecamatan Busungbiu sebesar 14,40%, selanjutnya Kecamatan Sukasada dan

Banjar masing-masing 12,66% dan 12,64%, kemudian Kecamatan Kubutambahan

sebesar 8,66%, Kecamatan Seririt 8,18, Kecamatan Tejakula 7,15%, Kecamatan Sawan

6,775%, dan yang terkecil adalah kecamatan Buleleng yaitu hanya dengan 3,44%.14

Di kecamatan Buleleng terdapat 29 Desa/Kelurahan dimana memiliki jumlah

penduduk sekitar 125.345 jiwa (Badan Pusat Statistik Kabupeten Buleleng 2013). Secara

fisiografis Kecamatan Buleleng berada di daerah pesisir yang sangat luas dengan potensi

kelautan begitu melimpah, yang menyebabkan banyak masyarakat membuat tempat

13Shinta Paramitha, “Pola Keruangan Implementasi Caturwana Di Kecamatan Bueleng, Provinsi Bali Tahun 5105”, (Skripsi, Universitas Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Depok, 2012), 28.

14

(29)

20

hunian atau permukiman di wilayah pesisir dengan melihat peluang pekerjaan serta

memanfaatkan sumberdaya kelautan yang ada di wilayah pesisir kecamatan Buleleng.

Kecamatan Buleleng ini memiliki ciri-ciri tanah bertekstur kasar, gembur dengan

kadar pasir lebih dari 80% dan peka terhadap erosi dan tidak menunjukkan sifat

hidromorfik. Kondisi tanah seperti ini berpengaruh terhadap daya serap air (Dinas

Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, 2014). Kondisi tanah seperti ini

sesungguhnya tidak sesuai untuk pemukiman di wilayah pesisir. Ketika curah hujan

tinggi maka akan terjadi erosi. Akan tetapi karena nelayan mengutamakan kehidupannya

di laut maka para masyarakat yang bekerja sebagai nelayan terpaksa membangun

permukiman pada wilayah pesisir.

B.Kepercayaan Masyarakat Buleleng Sebelum Kedatangan Agama Islam

Sebelum adanya pengaruh ajaran agama Hindu, Budha dan Islam masyarakat Buleleng

Bali secara keseluruhan percaya kepada animisme dan dinamisme, yaitu suatu bentuk

kepercayaan terhadap bermacam-macam roh dan makhluk halus yang menempati alam sekitar

tempat tinggal manusia dan merupakan sistem kepercayaan bahwa segala sesuatu di alam ini

memiliki kekuatan atau daya.

Sebelum menganut agama Hindu, masyarakat Bali sudah memiliki suatu peradaban

prasejarah yang relatif tinggi, dikenal sebagai masa perundingan, yang sudah merupakan

lanjutan dari masa bercocok tanam. Saksi-saksi bisu dari budaya pra sejarah itu masih

bertebaran di seluruh pulau. Salah satu contoh adalah Bulan Pejeng, yaitu nekara perunggu

(30)

21

lainnya adalah sarkofa-sarkofa yang ditemukan dalam posisi gunung-laut, suatu hal yang

menunjukkan adanya kepercayaan terhadap roh nenek moyang.15

Dari beberapa peristiwa yang terjadi dapat diketahui, sebagaimana eratnya hubungan

antara pulau jawa khususnya Jawa Timur dengan pulau Bali, yang terjalin baik dan tidak

boleh diabaikan, terutama dalam hal-hal yag berkaitan dengan spiritual. Ditambah lagi dengan

pernah berkuasanya Ratu Kediri atas pulau Bali seperti dicantumkan pada prasasti Desa Julah

yang disimpan di Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula (Buleleng) yang bertahun Saka 905

(tahun 983), di dalamnya mencantumkan nama seorang ratu bernama Wijaya Mahadewi.

Apabila dikaitkan dengan sebuah prasasti yang mempergunakan tahun Saka 859 (tahun 937

M), yang didalamnya terdapat sebuah kalimat antara lain berbunyi: “Sri‎Mahadewi‎siniwi‎di‎

Kediri” (Sri Mahadewi dijunjung di Kediri atau Sri Mahadewi bertahta di Kediri). Dapat

diambil kesimpulan bahwa Ratu Wijaya Mahadewi yang berkuasa di Bali, tidak lain adalah

Sri Mahadewi Ratu Kediri di Jawa.16

Dari nama-nama bikshu yang memakai unsur nama shiwa, kita mungkin dapat

menyimpulkan bahwa agama yang berkembang pada waktu itu adalah agama Siwa. Agama

Siwa ini rupa-rupanya juga berkembang pada masa pemerintahan raja Ugrasena, Tabanendra,

dan Jasadhu Warmmadewa. Akan tetapi, harus diketahui pula bahwa dalam abad VIII M

agama Budha rupa-rupanya sudah berkembang di pulau Bali, terutama di daerah sekitar

Pejeng, Bedulu, Tampaksiring, dan Buleleng. Hal ini terbukti dengan temuan-temuan stupika

tanah liat yang berisi mantra-mantra suci agama Buddha dan juga arca Buddha di dalam ceruk

selatan Goa Gajah dan di Pura Pegulingan, serta temuan stupa di Buleleng.17

15

Usadi Wiryatnaya dan Jean Couteau, Bali di Persimpangan Jalan (Denpasar: NusaData IndoBudaya, 1995), 33. 16

Jro Mangku Gde Ketut Soebandi, Babad Warga Brahmana: Pandita Sakti Wawu Rawuh (Denpasar: PT Pustaka Manik Geni, 1998), 13-14.

17

(31)

22

Candi Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng, berupa sebuah stupa yang bentuk dasarnya

oktagonal diapit dua buah stupa perwara. Sejumlah stupika dan materai tanah liat ditemukan

di dalam salah satu stupa perwara. Huruf pada materai tanah liat diperkirakan dari abad

VIII-IX M. Jadi, bangunan yang sebagian sudah dipugar ini memberikan bukti bahwa di Bali Utara

pada abad tersebut telah berkembang agama Buddha Mahayana.18

Adanya pengaruh kebudayaan India dan agama Hindu di kepulauan Nusantara telah

banyak membentuk kehidupan umat manusia ini dapat dilihat dari banyaknya

warisan-warisan budaya yang bernafaskan agama Hindu yang ditinggalkan seperti archa, candi dan

beberapa hasil kesusastraan. Pengaruh agama Hindu di Bali telah membawa perubahan di Bali

secara umum bahwa dari segi ritual yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari maupun

segi kebudayaan.

Pembawa agama Hindu di Bali ada tiga tokoh agama Hindu dari Jawa diantaranya:

Sangkul Putih, Empu Kuturan dan Dang Hyang Dwijandra (Dyang Niratha). Ketiga tokoh ini

memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarkan agama Hindu di Bali hingga

ajaran-ajarannya berlaku sampai sekarang.19

Agama Hindu Syiwa mendominasi kehidupan masyarakat Buleleng, tetapi tradisi

megalitik masih mengakar kuat dalam masyarakat Buleleng. Kondisi ini dibuktikan dengan

ditemukannya beberapa bangunan-bangunan pemujaan seperti punden berundak di sekitar

pura-pura di Hindu. Pada masa pemerintahan Janasadhu Warmadewa agama Budha mulai

18

Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), 371. 19

(32)

23

berkembang. Perkembanga ini ditandai dengan penemuan unsur-unsur Budha seperti arca

Budha di Gua Gajah dan stupa di pura Pegulingan.20

C.Sejarah Masuknya Agama Islam di Buleleng Bali

I Gusti Ngurah Panji telah diperintahkan oleh Dalem Sagening (ayahhandanya) untuk

memerintah di Bali Utara. Baginda memerintah di Bali sejak tahun 1568 hingga 1647 Masehi.

Aman sentausalah kerajaan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Maka timbullah angan-angan akan

menyerang Blambangan di bumi Jawadwipa.21 Pada tahun 1584 I Gusti Ngurah Panji

membentuk pasukan “Taruna Goak” di desa Panji. Pasukan ini dibentuk dengan jalan

memperpolitik seni permainan burung gagak-gagakan, yang dalam istilah bahasa Bali terkenal

disebut “ magoak-goakan”. Pasukan tersebut berintikan 5111 orang yang gagah berani dan

perkasa.

Mendengar berita pasukan Mataram dibawah pimpinan Tumenggung Danu Paya

menyerang Belambangan dengan setengah hati karena di Mataram terjadi konflik antara

pangeran Alit saudara muda Amangkurat I. Penggantinya Sultan Agung namun revolusi

istana tersebut dengan mudah dapat ditumpas. I Gusti Ngurah Panji di dalam persiapan

penguasaan atas negeri Belambangan serta merta menawarkan jasa ikut bergabung dan

membantu penyerangan tersebut dengan tujuan dalam pengenalan medan disamping melatih

prajurit Teruna Goaknya mengembangkan taktik tempur secara bergabung.22

Pada suatu hari yang baik menurut petunjuk Pendita Bagawanta berangkatlah Angkatan

Perang I Gusti Ngurah Panji Sakti akan menyerang Blambangan. Dua batang tombak pakarya

20Puji Lestari, “Kehidupan Kerajaan Buleleng”, dalam

http://pujel.blogspot.co.id/2014/03/kehidupan-kerajaan-buleleng.html (20 Desember 2015)

21

W.Simpen AB, Babad Kerajaan Buleleng (Denpasar: Cempaka 2, 1989), 14. 22

(33)

24

Banjar, yang bernama Ki Baru ketug di bawa oleh Ki Tamblangsampun dan Ki Baru Sakti

dibawa oleh Ki Gusti Made Batan. Angkatan perang berlayar menuju ke barat, melalui Gili

Manuk, Segara Rupek, Batu Sondol, kemudian berlabuh di Candigading, yaitu pantai Tirtha

Harum (Banyuwangi), yang berjalan kaki sampai di Gilimanuk baru menyebrang.

Setelah sampai disana lalu menyerang Banger, yang segera dapat diduduki karena

penyerangannya dengan tiba-tiba. Pada waktu itu tentara panji sakti mendapatkan perlawanan

yang hebat dari tentara Blambangan, maka terjadilah pertempuran yang hebat. Karena

sama-sama kuat dan sama-sama-sama-sama tiada mau mundur, tetapi karna pukulan tentara Panji Sakti,

terutama Taruna Goak yang dikemudikan oleh Ki Tamblang Sampun, Ki Gusti Batan, Ki

Macan Gading, yang langsung dibawah pimpinan Panji Sakti maka kota kerajaan Blambangan

dapat diduduki.23

Akhirnya pertempuran dimenangkan oleh I Gusti Ngurah Panji, setelah raja Blambangan

mati tertikam oleh keris I Gusti Ngurah Panji yang terkenal dengan Ki Semang. 24Dalam

Babad Buleleng dituliskan:

Ri pamenerin diwasa ayu / kan tinuduh denin sri bagawanta / umankat ta sri bupati / anungan palwa / inirin denin wadwakweh / nda rurun-lampahin palwa / jumog marin Candi Gadin kakisik in Tirtarum / teher anrampak en Baner / pinagut de dalem Branbanan / antyan ramenikan laga / dadi madwandwa punan laga / pada lagawen patrayudda / piran kunan lawasikan pran / kacidra dalem Branbanan / pinatreman wijanira / de sri Panji Sakti / de kadga ki Seman / anuli tiba dalem Branbanan / uwus anemasi paratra / awekasan kawes nagaren Branbanan / padanunkul aminta jiwitanya / / karene de sri bupati Solo / yan kawijayanira sri Panji Sakti / anuli masampriti asihira / / san karo / aneher sri Panjy Asakti sinunan wahana gajah / ri sampunin sidden karya / mulih sri Panji Sakty anabali / amawa dwaja hreta tawan jarahan / salwirnin utamen pelag / nanhin ana sekel in ati / apan sutanira kan balaka / san manaran / nrurah Panjy Anoman / Danudresta papasihnira waneh /.25

23

W.Simpen AB, Babad Kerajaan Buleleng (Denpasar: Cempaka 2, 1989), 15. 24

M. Sarlan, Islam di Bali (Denpasar: Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana Kehidupan Beragama, 1997), 31. 25

(34)

25

Berita tentang kemenangan I Gusti Ngurah Panji ini tersebar luas hingga terdengar

pula oleh dalem Solo (yang dimaksud disini adalah raja Mataram). Oleh karena itu, Dalem

Solo ingin berjumpa dengan I Gusti Ngurah Panji untuk mengadakan pesahabatan. Untuk

membuktikan persahabatan itu, maka Dalem Solo menghadiahkan seekor gajah untuk

kendaraan I Gusti Ngurah Panji. Gajah hadiah tersebut diantarkan oleh tiga orang Jawa

yang sudah memeluk agama Islam, yang sekaligus menjadi pengembala gajah

tersebut.Setelah selesai pertempuran, Ki Panji Sakti kembali ke Buleleng dengan segala

kemenangannya. Ki Panji beserta tentaranya mendapat sambutan hebat, walaupun hati Ki

Panji Sakti amat sedih karena kehilangan putranya yang masih bujangan dalam

pertempuran di Blambangan. Kesedihan karena melihat Ngurah Panji Nyoman Danudrasta

yang gugur dalam pertempuran itu, tidak berlangsung lama, karena baginda dihibur oleh

para pendeta raja yang bernama Pedanda Sakti Ngurah.26

Pengiring Gajah kemudian dipindahkan sebagian sebagai penjaga perbatasan di Alas

Getap atau Gayam diselatan Denbukit dan sekarang tempat itu disebut desa Pegayaman,

sebagian prajurit berasal dari Kedu di tugaskan menjaga Puri Gendis (Mandung=penjaga

istana) sehingga dikenallah Banjar Mandul dan Kedu desa panji dan kandang gajahnya

ditempatkan ke suatu tempat yang sekarang disebut Banjar Petak, tempat gajah untuk

main-main (mekipu) sekarang menjadi Banjar Peguyangan dan seorang pengembala dari

gajah ditempatkan di suatu tempat yang sekarang menjadi Banjar Jawa, serta yang seorang

lagi kebetulan pada waktu itu ditugaskan untuk menjaga gajah, bila gajah tersebut mandi

atau minum air, tempatnya itu adalah ditepi pantai dekat dengan muara sungai (Kali

Banyumala) yang sekarang disebut Pantai Lingga (Karena orangnya berasal dari

26

(35)

26

Probolinggo.27Tempat yang dihuni oleh orang-orang asal Probolinggo sampai saat ini

tempat itu sangat terkenal sebagai tempat rekreasi masyarakat Buleleng, dan namanyapun

masih mengingatkan akan kota Probolinggo, karena tempat itu bernama Pantai Lingga,

kini bersebelahan dengan pasar Banyuasri Singaraja. Bahkan sebuah banjar di dalam kota

Singaraja yang bernama Banjar Peguyangan kini telah dibangun sebuah bale-kulkul yang

pondasinya bercirikan kepala seekor Gajah.28

Demikianlah agama Islam masuk ke Buleleng terjadi pada tahun 1587, dibawa oleh

tiga orang Jawa yang menjadi pengantar Gajah hadiah dalem Solo. Pusat tertua Islam di

Buleleng adalah Banjar Jawa yang kemudian menyebar ke daerah-daerah lainnya.

1. Penyebar Agama Islam di Buleleng Bali

Tersebarnya agama Islam di Buleleng tentu tidak luput dari perjuangan tokoh

Islam“The Kwan Lie” (Syekh Abdul Qodir Muhammad). Dengan mencermati peran

pedagang Cina di Jawa pada abad ke-15 dan ke-16, yakni sebagai pedagang dan

pendakwah Islam, keberadaan Syekh Abdul Qadir Muhammad di Labuhan Haji bisa

jadi berdagang sambil berdakwah. Dia bermukim cukup lama di Labuhan Haji sampai

akhirnya meninggal dunia. Nama Labuhan Haji mengingatkan kepada gelar haji yang

dipakai oleh orang-orang Islam setelah menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah.

Mungkin nama Labuhan Haji berkaitan dengan Syekh Abdul Qadir Muhammad. Dia

adalah seorang pedagang yang bergelar haji (bisa pula haji adalah identik dengan

Islam), sehingga pelabuhan dimana dia bermukim disebut Labuhan Haji. Namun ada

27

I Gusti Ngurah Panji,Sejarah Buleleng (Singaraja: UPTD Gedong Kirtya, 1956), 22. 28

(36)

27

kemungkinan lain yakni, Labuhan Haji adalah tempat orang naik haji ke Mekah yang

dikoordinir oleh pelaut dari Bugis.29

The Kwan Lie mendaratkankapal niaganya di pesisir pantai kawasan Bali Utara di

pertengahan abad XVI.Beliau berlabuh di pantai Lovina, Singaraja Bali dan mulai

menyebarkan agama Islam. Beliau sangat ahli dalam pengobatan Cina dan sambil

berdagang beliau juga mulai menyiarkan agama Islam di setiap kawasan yang

disinggahinya.30

Beliau tidak saja melaksanakan kegiatan berdagang di kawasan ini tetapi juga

beliau menyiarkan agama Islam. Beliau mendaratkan kapalnya di daerah ini karena

saat itu di Labuan Aji pernah menjadi pelabuhan kecil bagi kapal-kapal dari wilayah

lain yang mendarat untuk berdagang. Bahkan Labuan Aji dan beberapa daerah di

dekat Labuan Aji seperti Tigawasa, Banjar, Banyuatis, dan beberapa daerah

lainnya terkenal juga sebagai daerah yang subur dan banyak menghasilkan

berbagai macam produk pokok yang dibutuhkan seperti beras, cengkeh, kopi, dan

bermacam-macam buah-buahan lainnya. 31

The Kwan Lie menyebarkan agama Islam tidak semudah saat beliau

berdagang, justru beliau mendapat berbagai perlakuan yang kurang baik dari

masyarakat setempat karena saat itu masyarakat mayoritas menganut agama

Hindu. Tentu saja masalah agama atau keyakinan merupakan sesuatu yang sangat sulit

untuk diubah. Meski awalnya mendapat pertentangan dari masyarakat setempat,

29

Nengah Bawa Atmadja, Geneologi Keruntuhan Majapahit Islamisasi, Toleransi dan Pemertahanan Agama Hindu di Bali (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 319.

30

Amanda Destianty Poetri Asmara,“Makam Keramat Karang Rupit Syeikh Abdul Qadir Muhammad (The Kwan Lie) di Desa Temukus Labuan Aji Banjar, Buleleng Bali (Perspektif Sejarah dan Pengembangannya Sebagai Objek Wisata Spiritual)”,(Skripsi, Universitas Pendidikan Ganesha Fakultas Ilmu Sosial, Singaraja, 5104), 69.

31

(37)

28

namun The Kwan Lie tidak menyerah begitu saja untuk melaksanakan tugasnya dalam

menyiarkan agama Islam. Berbagai cara dilakukan tidak saja dengan berdagang

tetapi juga beliau ahli dalam bidang pengobatan, secara santun dan bersahaja

mendekatkan diri kepada warga setempat. Keahlian tersebut ternyata menjadikan

The Kwan Lie dapat diterima serta mudah dalam penyebaran Islam. Apalagi The

Kwan Lie yang memang berdarah asli Tiongkok mengenakan busana tradisi

Tiongkok yang saat itu terlihat “aneh” bagi warga setempat. Sampai-sampai

beliau dianggap oleh masyarakat setempat sebagai seorang Raja dari negeri

seberang.32

2. Sarana Penyebaran Agama Islam di Buleleng Bali

Hubungan antara masyarakat Bali dengan masyarakat Jawa dan luar Jawa telah

terjalin sejak masa pemerintahan Raja Panji Sakti, bahkan sejak masa kanal-kanak Ki

Panji Sakti. Masa pemerintahan Raja Panji Sakti di Bali cukup lama, kurang lebih 81

tahun yakni dari tahun 1599-1680. Kemampuan beliau memimpin dalam membangun

Buleleng dapat dilihat dari keberhasilannya mempersatukan orang-orang bali Aga,

seperti orang-orang Sidetapa, Pedawa, Tigewasa, Cempaga, Sepang, Sembiran dengan

orang-orang Melayu, Bugis, Madura, Cina ditambah lagi dengan orang-orang pelarian

dari Gelgel.33

Istilah Bali Aga muncul ketika Maharesi Markendhya datang di Bali dan

menyebarkan agama Hindu (dari sekte Waisnawa). Karena maharesi ini lebih banyak

datang ke gunung-gunung maka masyarakat Bali di gunung itu disebut Bali Aga,

32

Amanda Destianty Poetri Asmara,“Makam Keramat Karang Rupit Syeikh Abdul Qadir Muhammad (The Kwan Lie) di Desa Temukus Labuan Aji Banjar, Buleleng Bali (Perspektif Sejarah dan Pengembangannya Sebagai Objek Wisata Spiritual)”,(Skripsi, Universitas Pendidikan Ganesha Fakultas Ilmu Sosial, Singaraja, 5104),74.

33

(38)

29

karena Aga artinya gunung. Pada akhirnya semua masyarakat Bali pada waktu itu

disebut Bali Aga. Jadi istilah ini sudah berusia sangat tua, karena kejadian itu sekitar

tahun 158 Masehi. Seluruh peduduk Bali saat itulah yang disebut Bali Asli, sedang

yang dibawa Maharesi Markandhya disebut Bali Jawa.34

Sejak masa pemerintahan Raja Panji Sakti, banyak pendatang dari Jawa dan luar

Jawa yang datang ke Bali untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam di

daerah-daerah yang ada di Buleleng Bali, Penyebaran agama Islam di lakukan dengan beberapa

cara diantaranya dengan berdagang dan pengobatan.

a. Sarana Perdagangan

Raja Ki Panji Sakti yang terkenal denga sikapnya yang terbuka, familier, dan

akrab dengan semua orang telah memberikan kesempatan kepada kepada

pendatang-pendatang muslim terutama orang-orang Bugis, Makasar. Hubungan

antara Panji Sakti dengan masyarakat dari luar Jawa sudah terjalin sejak masa

kanak-kanak I Gusti Ngurah Panji Sakti. Ia banyak berkenalan dengan anak-anak

nelayan suku Bugis dan Madura maupun orang-orang Jawa dari Banyuwangi dan

Pasuruan yang acapkali singgah di pelabuhanpantai Buleleng untuk berdagang.35

Dengan demikian saat kepemimpinan I Gusti Ngurah Panji banyak para

pendatang dari suku Bugis dan Madura, Makasar, pedagang-pedagang

muslimJawadari Gresik atau Jepara serta daerah lainnya datang ke Buleleng untuk

berdagang selain berdagang mereka juga menyebarkan agama Islam.

Datangnya para pelaut Bugis yang melakukan hubungan dagang,melalui

hubungan daganginilah Islam diperkenalkan ke masyarakat Bali dan berkembang

34

Putu Setia, Mendebat Bali (Denpasar: PT. Pustaka Manikgeni, 2002), 102. 35

(39)

30

secara damai. Menurut sumber-sumber lokal, kelompok orang-orang Bugis ini

dikenal dengan sebutan "wong sunantara" atau "wong nusantara". Gelombang

masuknya Islam ke Bali menunjukkan intensitas yang tinggi pada tahun 1667

setelah terjadi perang Makassar di mana para pedagang dan bangsawan

Bugis-Makassar meninggalkan daerahnya untuk menghindari diri dari kejaran Belanda

dan akhirnya mendarat di Badung, Buleleng dan Jembrana. Ketiga daerah ini

kemudian menjadi pusat kekuatan orang-orang Bugis di Bali. Hingga kini

masyarakat Muslim paling banyak terdapat di Badung, Buleleng dan Jembrana.36

b. Sarana Pengobatan

Orang-orang Bugis sering memberikan pengobatan. Orang-orang Bugis sering

memberikan pengobatan dengan Cuma-cuma dan dengan perlakuan lemah lembut

menyebabkan timbul rasa simpati dikalangan penduduk. Kepandaian pengobatan

disambut baik dengan penduduk, karena kebanyakan obat-obat yang digunakan

dapat menyembuhkan. Kepercayaan terhadap dukun yang yang mempunyai

kekuatan megic sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kepercayaan

terhadap orang sakti atau dukun juga menimbulkan penilaian terhadap seseorang

Bugis yang telah diketahui banyak mengenal ilmu tersebut.37

Sama halnya dengan The Kwan Lie yang bergelar Syekh Abdul Qadir

Muhammad, Beliau tidak saja melaksanakan kegiatan berdagang di kawasan

karang Rupit Buleleng Bali, tetapi beliau juga menyiarkan agama islam di daerah

Buleleng Bali. Berbagai cara dilakukan tidak saja dengan berdagang tetapi juga

36

M. Hamdan Basyar, “Identitas Minoritas di Indonesia: Kasus Muslim Bali di Gianyar dan Tabanan”, (Laporan Akhir Program Insentif Peneliti Dan Pereka Yasa Lipi, 2010), 8.

37

(40)

31

beliau lakukan dengan cara pengobatan, karna memang The Kwan Lie merupakan

seseorang yang ahli dalam bidang pengobatan Cina, beliau melakukan pengobatan

secara santun dan bersahaja dalam mendekatkan diri kepada warga setempat.

Keahlian tersebut ternyata menjadikan The Kwan Lie dapat diterima serta

(41)

32

BAB III

PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KABUPATEN BULELENG BALI A.I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi Masuk Islam

Tahun 1800an terjadi suatu peristiwa I Gusti Ketut Jelantik Celagi masuk Islam. Seorang

pengelingsir muslim bernama Haji Yusuf dariBanjar Bali atau Buleleng memohon kepada

Raja Buleleng untuk memperkenankan I Gusti Made Celangi menjadi warga muslim dan

mengangkat menjadi pemimpin dengan tetap mengakui titel kegustiannya itu. I Gusti Made

Celagi merupakan penulis al-Quran yang sekarang masih tersimpan di Masjid Agung atau

Jamik Singaraja.Pintu gerbang Masjid adalah pemberian dari Anak Agung Made Rai.1

Kitab suci Islam itu ditulis tangan oleh keluarga Raja Panji Sakti VI, I Gusti Ngurah Ketut

Jelantik Celagi.Dia menyepi-menyepi setelah terjadi perang saudara di Puri Buleleng.Saat

prahara mendera Puri Buleleng, Ketut Celagi menyingkir ke sebuah masjid.Dia diterima

dengan tangan terbuka oleh Haji Muhammad Yusuf Saleh, imam pertama masjid

tersebut.Berdasarkan catatan lontar dan cerita para pendahulu warga Buleleng, setiap orang

yang menimba ilmu agama Islam kepada Haji Muhammad Yusuf Saleh diwajibkan menulis

Alquran sebagai ujian akhir. Alquran tersebut harus ditulis tangan sebagai syarat untuk lulus

dalam ujian akhir.Ketut Celagi menggunakan kertas yang didatangkan dari Eropa untuk

menulis Alquran ini.Selain itu, dia menulis ayat-ayat dalam Alquran ini dengan

menggunakan bahan pewarna alami dari dedaunan lokal.Hiasan Alquran juga menggunakan

ornamen-ornamen khas Bali.2

Karena keterbatasan sumber yang berhubungan dengan Gusti Ketut Jelantik Celagi, maka

penulis mendapatkan kesulitan untuk mengetahui bagaimana peran Gusti Ketut Jelantik

1

I Gusti Ngurah Panji,Sejarah Buleleng (Singaraja: UPTD Gedong Kirtya, 1956), 42. 2

(42)

33

Celagi dalam penyebaran Islam di Buleleng, serta tidak diketahui dengan jelas bagaimana

Gusti Ketut Jelantik Celagi belajar menulis Alquran. Namun berdasarkan keterangan bapak

Saihudin selaku keturunan Gusti Ketut Jelantik ke 9, bahwa Gusti Ketut Jelantik belajar

menulis Alquran ketika dia menjadi murid Haji Muhammad Yusuf.Gusti Ketut Jelantik

belajar tentang agama dan belajar mengaji dengan gurunya Haji Yusuf di masjid

Kuna.Hingga saat ini keturunan dari Gusti Ketut Jelantik masih ada yang beragama Hindu

dan ada pula yang beragama Islam.Hubungan baik antara agama Hindu dan agama Islam

dalam keturunan Gusti Ketut Jelantik masih tetap terjalin dengan baik.Hal ini terlihat ketika

umat Hindu keturunan Raja Ketut Jelantik yang masih mau mengajak saudara Islamnya

untuk datang ke Puri.

Puri adalah tempat persemayaman dan tempat tinggal raja beserta keluarganya yang

memiliki aspek struktur, makna simbolis dan fungsi sosial.Puri juga berarti sebutan untuk

tempat tinggal bangsawan Bali, khususnya mereka yang merupakan keluarga dekat raja-raja

Bali.

Pak Saihudin yang beragama Islam mengaku kadang diundang oleh keluarga Hindu dari

keturunan raja untuk datang ke Puri berkumpul bersama dengan keturunan raja, tidak hanya

dari keturunan Gusti Ketut Jelantik Celagi, namun juga seluruh keturunan dari Raja Panji

Sakti.

Melihat nama I Gusti Ketut Jelantik Celagi dari nama itu dapat diketahui identitas dirinya.

Kata I Gusti menunjukkan bahwa ia adalah seseorang yang berkasta Kesatria, kemudian kata

Ketut menunjukkan ia adalah anak ke empat, selanjutnya kata Jelantik, nama Jelantik berasal

dari keturunan Sang Ratu Ugrasena leluhur Sanjayawamsa. Sanjayawamsa adalah ksatrya

(43)

34

hanyalah rakayat Girikmanadari ularan Singaraja.Keturunan beliau sangat pemberani dan

selalu menjabat sebagai panglima perang pada kerajaan Gelgel.Beliau bergelar Djelantik,

sangat terkenal sebagai arya ularan panglima dulang mangap yang menaklukan blambangan

dan Djelantik Bogol pahlawan perang pasuruan.Dan Celagi adalah namanya.

B.Kedatangan Penduduk Pendatang Ke Buleleng Bali

Balimerupakan satu-satunya pulau yang masih tetap bisa mempertahankan agama Hindu

sebagai basis bagi kebudayaan Bali.Bali adalah bagian dari Majapahit, begitupula ketika

Majapahit runtuh terjadi migrasi orang Majapahit ke Bali sehingga tidak mengherankan jika

Bali dianggap sebagai pewaris dan pelanjut tradisi Majapahit.3

Kemunculan Bali sebagai basis agama Hindu, dikelilingi oleh kerajaan-kerajaan

Islam.Pedagangan sebagai sektor yang dianaktirikan, memberikan peluang bagi orang Islam

untuk bermigrasi ke Bali dan mengisi bidang perdagangan sebagai sumber nafkahnya.Namun

dibalik itu maka kerajaan-kerajaan di Bali secara cerdik menggunakan jasa orang Islam, tidak

saja sebagai penggerak roda perdagangan, tetapi juga untuk memupuk modal sosial guna

dialihkan bagi kepentingan tenaga militer maupun panjakdilingkungan puri dan

geriya.Pemukiman mereka dikarantinaisasikan sehingga terbentuk koesistensi secara damai,

karena yang satu tidak mengganggu yang lainnya dalam mengembangkan identitasnya agama

(Hindu, Islam) maupun etnik.Kesemuanya tidak bisa pula dilepaskan dari toleransi yang

dirancang oleh elite politik dan agama (Dang Hyang Nirartha) atas dukungan orang Islam

yang bermukim di Bali.4

3

Nengah Bawa Atmaja, Geneologi Keruntuhan Majapahit Islamisasi, Toleransi dan Pemertahanan Agama Hindu di Bali (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 425.

4

(44)

35

Kelompok yang tergolong minoritas di Bali adalah etnis yang menganut agama

Islam.Sekalipun kelompok minoritas, mereka dapat hidup berdampingan secara damai dengan

kelompok etnis lainnya, juga tidak ada pembatas dalam kehidupan sehari-hari.5

Demikian juga masyarakat Islam di wilayah kabupaten Buleleng, seperti Islam

Pegayaman dan Kampungtinggi. Pesisir utara dari Bali utara banyak dihuni oleh masyarakat

islam beretnik Jawa, Madura dan Bugis.6

Akulturasi dan toleransi di Buleleng sudah lama terjadi seiring dengan masuknya agama

Islam yang di bawa oleh beberapa etnis dari luar Bali. Seperti Jawa, Bugis Makasar dan

Sasak. Kelompok pendatang tersebut yang mendominasi adalah etnis Jawa dan etnis Bugis.7

Kerajaan Buleleng ketika raja I Gusti Ngurah Panji Sakti berkuasa, sekitar tahun 1587

tentaranya Berjaya menaklukan Blambangan, membawa banyak orang Jawa muslim dari

Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, Ponorogo, Mayong, ditempatkan di Pegayaman atau

Pegateman.8

Hubungan masyarakat Hindu Bali dan masyarakat Islam bali telah terjalin sejak lama,

terbukti pada masa I Gusti Anglurah Panji Sakti sebagai raja Buleleng. Para pelarian dan

desartir dari kerajaan-kerajaan di selatan, mereka yang menginginkan kehidupan yang lebih

bagus dan terhormat, karena ditempat mereka yang lama terhimpit oleh persoalan-persoalan

yang muncul oleh tindakan sewenang-wenang para penguasa lokal yang korup, bergerak ke

utara mencari kehidupan baru yang lebih baik. Keberanekaan arus manusia ini menunjukkan

berbagai motivasi dan kepentingan yang membawa mereka memasuki wilayah kerajaan yang

5

I Ketut Ardhana, et al, Masyarakat Multi Kultural Bali: Tinjauan Sejarah, Migrasi dan Integrasi(Denpasar: Pustaka Lararasan, 2011), 75.

6

Wayan Supartha, Bali dan Masa Depannya (Denpasar:PT. Offset BP.1999), 47-48. 7

I Ketut Ardhana, et al, Masyarakat Multi Kultural Bali: Tinjauan Sejarah, Migrasi dan Integrasi(Denpasar: Pustaka Larasan, 2011), 43.

8

(45)

36

baru ini, mereka juga adalah kelompok pedagang-pedagang (diluar pedagang seperti para

pengalu

Referensi

Dokumen terkait

Islam masuk ke Sei Kepayang melalui cara politik dari pihak Kesultanan Asahan, selain itu jalur tasawuf dan dakwah banyak memberikan dampak dalam perkembangan Islam

In- ternumat Islam adalah bagian-bagian dari struk- tur sosial masyarakat yang memeluk agama Is- lam, dan kaitannya dengan masyarakat muslim atau umat Islam sebagai

Peran guru Pendidikan Agama Islam sebagai pemimpin dalam meningkatkan perkembangan emosional peserta didik di SMK Islam 1 Durenan yang dilakukan dengan: guru

Oleh sebab itu, bila seseorang pada awalnya memeluk satu agama kemudian berpindah kepada agama lainnya (riddah) baik dari Islam kepada non Islam atau sebaliknya, maka perlu

Berdasarkan hasil temuan di lapangan dengan menggunakan analisis SWOT, strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh kepariwisataan Buleleng diantaranya: (1)

Pada abad ke-16, di Sulawesi Selatan telah berdiri kerajaan Hindu Gowa dan Tallo. Penduduknya banyak yang memeluk agama Islam karena hubungannya dengan kesultanan Ternate. Pada

Dengan cara tersebut, banyak pedagang Indonesia memeluk agama Islam dan mereka pun menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada orang lain.. Dengan

Selain itu, khusus terkait dengan ciri khas Kota Salatiga yang plural dan toleran yang ternyata juga kerap terjadi konversi agama, peran penyuluh Agama Islam juga sangat