Hadis
Mawd}u>>‘
Tentang Keutamaan Surat
Al-Ikhla>s}
Dalam
Perspektif
Muh}ammad Na>s}r Al-Di>n Al-Alba>ni><
(Studi Kitab Silsilah Al-Ah}a>di>th Al-D{a‘i>fa>t Wa Al-Mawd}u>‘a>t Wa Atharu>ha>
Shayy’i Fi Al-‘Ummah)
SKRIPSI
Oleh
Usamah Abdurrahman NIM. E53211095
PRODI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
. KEMENTBRIAN
AGAMA
UNTYERSITAS
ISLAM
NEGERI
SUNAIYAMPEL
SURABAYA
PERPUSTAKAAN
Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300 E-Mail : perpus@uinsby. ac.id
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ]I-il,tIAH UNTUK KE,PE.NTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini., saya:
Nama
NIM
Fakultas/Jurusan
E-mail address
:
Usamah Abdurrahman:
853277095:
Ushuluddin/ Tafsir hadis:
[email protected]Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetuiui untuk memberikan kepada Perpustakaan LIIN Sunan Ampel Sutabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :
[}I
Skripsi fl Tesis
l-1
Disertasi E
Lain-lain(...
...)**yangbetiudul:
HADIS KEUTAIVLqu{N SLIRAT AL-IKHLAS DALAM PERSPEKTF MUHAMMAD
ry-A$IR AL:DIN AL:ALB_AM
(llydl
K{at_ llhilah Sllahpdilh ql;D1-ifgh w3 3l:M.aln{du.iah.}rya.Atharuha.-fi .Shay.yl-ial=IJ.m.mah)...
besera perangkat yang dipedukan @ila ada). Dengan Hak Bebas Royatti Non-Ekslusif ini Pelpustakaan
UIN
Sunafl Ampel Suabaya bethak menyimpan, mengalih-medialformat-kan, mengelolanya dalambentuk
pangkalandata
(database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Intemet atau media lain secara fulltextunatk kepentingan akademis tanpa petlu meminta iiin dari saya selama tetap mencantumkan rlarna s^ya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkuan.Saya bersedia untuk meflangung secara ptibadi, tanpa melibatkan pihak Perpusakaan UIN
Sunan Ampel Suabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.
Demikian petnyataan ini yang saya buat dengan sebcnarnya.
ABSTRAK
Usamah Abdurrahman, E53211095, Hadis Mawd}u>‘ Tentang Keutamaan Surat
Al-Ikhla>s} Menurut Perspektif Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> (Studi Kitab
Silsilah Al-Ah}a>di>th Al-D{a‘i>fa>t Wa Al-Mawd}u>‘a>t Wa Atharu>ha> Shayy’i Fi
Al-‘Ummah)
Surat al-Ikhlas merupakan surat ke 112 dari al-Qur’an, merupakan salah
satu surat yang paling sering dibaca baik dalam solat maupun momen-momen tertentu, karena dianggap memiliki keutamaan yang mulia bagi seorang muslim yang membacanya. Akan tetapi hadis-hadis tentang keutamaan surat al-Ikhla>s} ini
tidak seluruhnya sahih terdapat banyak pula yang d}a’i>f bahkan mawd}u>‘. Seperti
dinilai oleh Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> setidaknya terdapat 9 hadis yang dianggap palsu. Di antara kesembilan hadis palsu tersebut, ada satu hadis yakni tentang keutamaan membaca surat Al-Ikhla>s} sebanyak 200 kali yang mana ulama hadis berbeda pendapat dengan nya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan keh}ujjahan dari
hadis keutamaan surat al-Qur’an yang dinilai mawd}u>‘ oleh Na>s}ir Di>n
Al-Alba>ni>, yakni hadis tentang keutamaan membaca surat Al-Ikhla>s} sebanyak 200 kali, serta menjelaskan pendapat ulama hadis tentang hadis tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode takhri>j berdasarkan
status hadis, status yang diangkat adalah mawd}u>‘. Kemudian penelusuran
dilakukan menggunakan kitab Silsilah Al-Aha>dith Al D}a‘i>fa>t Wa Al-Mawd}u>‘>'a>t Wa
Atharu>ha Al-Sayyi Fi Al Ummah karya Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> sendiri. Pada tema
keutamaan membaca surat Al-ikhlas. Kemudian analisis berdasarkan kualitas hadis tersebut disertai dengan penilaian Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> dan juga para ulama.
Berdasarkan hasil takhri>j pada penelitian didapatkan bahwa kulitas hadis
tersebut adalah d}a’i>f terdapat seorang rawi yang da}‘i>f yakni H}a>tim bin Maymu>n.
Ulama berbeda pandangan dalam memberi penilaian jarh} terhadap rawi tersebut,
terutama dalam penggunaan s{ighah-s{ighah. Para ulama menilai bahwa H}a>tim bin
Maymu>n, adalah seorang yang cacat, munkar, dan tidak bisa dijadikan h}ujjah,
kedudukan ungkapan tersebut tidak menunjukan adanya indikasi pemalsuan sehingga hadis tersebut dinilai lemah. Sedangkan Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> mengambil pendapat Ibn Al-Jawzi> dan Al-Shawka>ni> bahwa H}a>tim bin Maymu>n
tidak bisa dijadikan h}ujjah dan mereka beranggapan bahwa ungkapan tersebut
jika ditujukan kepada H}a>tim bin Maymu>n maka hadisnya adalah dusta, sehingga
hadis tersebut dihukumi mawd}u>‘.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
ABSTRAK ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 10
C. Rumusan Masalah ... 11
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11
E. Telaah Pustaka ... 12
F. Metodologi Penelitian ... 13
G. Sistematika Pembahasan ... 20
B. Klasifikasi Hadis ... 27
C. Kedudukan Hadis Mawd}u>‘ ... 46
D. Pengertian Hadis Mawd}u>‘ ... 48
E. Latar Belakang Munculnya Mawd}u>‘ ... 50
F. Karakteristik Hadis Mawd}u>‘... 59
G. Hukum Meriwayatkan Mawd}u>‘ ... 63
H. Kritik Sanad dan Matan ... 66
BAB III PEMIKIRAN MUH{AMMAD NA>S}IR AL-DI<N AL-ALBA>NI> TENTANG HADIS MAWD{U<‘ A. Biografi Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> ... 77
B. Karakteristik Pemikiran Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> ... 82
C. Pandangan Ulama Tentang ... 83
D. Metode Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> dalam Memawd}u>‘kan hadis dalam Kitab Silsilah Al-Ah}a>di>th Al-D{a‘i>fa>t Wa Al-Mawd}u>‘a>t Wa Atharu>ha> Shayy’i Fi Al-‘Ummah ... 87
E. Hadis Tentang Keutamaan Surat Al-Ikhla>s} Yang Dinilai Mawd}u>‘ oleh Muh}ammad Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> ... 93
BAB IV ANALISIS KEMAWD}U>‘AN HADIS TENTANG KEUTAMAAN SURAT AL-IKHLA>S} DALAM PEMIKIRAN MUH}AMMAD NA>S}IR AL-DI>N AL-ALBA>NI> A. Tinjauan kualitas Hadis Tentang Keutamaan Surat Al-Ikhla>s} Dalam Pemikiran Muh}ammad Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni ... 103
C. Analisis Pandangan Ulama Mengenai Penilaian
Mawd}u>‘ Muh}ammad Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> Terhadap Hadis
Tentang Keutamaan Surat Al-Ikhla>s} Dalam Pemikiran
Muh}ammad Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> ... 131
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 139
B. Saran ... 139
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak zaman dahulu hingga sekarang banyak sekali pemalsuan-pemalsuan
Hadis. Ada yang menyebutkan bahwa hadis sudah pernah terjadi sejak zaman
Rasulullah SAW. Dengan bersandar pada ungkapan Hadis,
اَنَ ث دَح
ُد مَُُ
ُنْب
ٍدْيَ بُع
ا
،ُييََُغْل
اَنَ ث دَح
وُبَأ
،َةَناَوَع
ْنَع
يَِأ
،ٍنيصَح
ْنَع
يَِأ
،ٍحيلاَص
ْنَع
يَِأ
،َةَرْ يَرُ
َلاَق
:
َلاَق
ُلوُسَر
يها
ى لَص
ُها
يهْيَلَع
َم لَسَو
:
ْنَم
َبَذَك
يَلَع
،اًدِمَعَ تُم
ْأ وَ بَتَيْلَ ف
َُدَعْقَم
َنيم
يرا نلا
1Telah menceritakan pada kami Muhammad bin Ubayd al-G}ubari>, Telah
menceritakan pada kami Abu ’Awa>nah, dari Abi> H{as}i>nin, Dari Abi> S{a>lih}, dari Abi>
Hurayrah berkata, Telah Bersabda Rasulullah Saw, “Barangsiapa berdusta atas
namaku dengan sengaja maka tempatnya di neraka.”
Ini merupakan konsekuensi logis bahwa Hadis telah dipalsukan sejak
zaman beliau. Dalam ungkapan lain telah terjadi kebohongan atas nama
Rasulullah Saw. pada saat itu, sehingga beliau memberikan peringatan dan
ancaman bagi orang-orang yang berdusta atas namanya. Akan tetapi, pendapat
ini dianggap tidak memiliki alasan historis, apalagi pemalsuan Hadis pada zaman
Rasulullah Saw. tidak termuat dalam kitab-kitab standar terkait dengan asbāb
al-wuru>d.2
Muh}ammad ‘Ajja>j Al-Khat}i>b juga menolak terjadinya pemalsuan Hadis
pada zaman Rasulullah Saw. Menurutnya hal itu tidak mungkin terjadi, apalagi
jika dilakukan oleh para sahabat, sangat tidak logis. Ia menggambarkan
1Lihat Muqaddimah S}ahi>h Muslim bab Wuju>b al-Riwa>ya>h ‘an al-Thiqa>h wa Tarku
al-Ka>dhibi>n, Muslim, S}ahi>h Muslim, Juz 1 (Riyad}, Dar al-T}ayyib, 2006), 4.
2
bagaimana perjuangan para sahabat mendampingi Rasulullah Saw, berkorban
dengan harta dan jiwa demi tegaknya agama Allah SWT, serta menghadapi
berbagai ujian. Disamping itu para sahabat hidup dibawah bimbingan Rasulullah
Saw dan mereka menjalani hidup dengan penuh ketaqwaan dan wara’. Sehingga
tidak mungkin jika ada salah seorang diantara mereka yang melakukan
kebohongan atas nama Rasulullah SAW.3
Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa pemalsuan terjadi pada
masa sahabat terutama pada zaman khalifah Ali r.a. Pada masa ini benih
perpecahan mulai berkembang dan meluas, orang-orang Islam terpecah menjadi 3
golongan yaitu: golongan pendukung Ali (Shi>’ah), golongan pendukung
Muawiyah, dan golongan Khawa>rij. 4 Perbedaan antar golongan ini awalnya
hanya berkisar hanya pada masalah politik, lalu merambat ke bidang aqidah dan
ibadah dengan memunculkan hadis dan mengatakan bahwa hadis tersebut berasal
dari Rasululah SAW.
Hadis palsu atau mawd}u>‘ ialah apa-apa yang disandarkan kepada
Rasulullah SAW dibuat secara dusta, apa-apa yang tidak dikatakan, tidak
diperbuat dan tidak ditaqrirkan Rasulullah SAW.5 Para ulama menyepakati
bahwa tidak halal meriwayatkan hadis mawd}u>‘ kecuali disertai dengan
penjelasan tentang kemawd}u>‘an (kepalsuan) hadis tersebut. 6
3Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul Hadith ‘Ulumuhu Wa Mus}t}ala>h}uhu, (Beirut: Dar
al-Fikr, 1989 M / 1409 H), 416. 4Ibid., 276.
5Ibid., 415.
3
َم لَسَو يهْيَلَع ُها ى لَص يها يلوُسَر ْنَع
«
ٍثييدَيَ َِِع َث دَح ْنَم
ُدَحَأ َوُهَ ف ،ٌبيذَك ُه نَأ ىَرُ ي
َنيبيذاَكْلا
.»
َع ،ٌعييكَو اَنَ ث دَح ،َةَبْيَش يَِأ ُنْب يرْكَب وُبَأ اَنَ ث دَح
ْعُش ْن
يدْبَع ْنَع ،يمَكَْحا ينَع ،َةَب
َب وُبَأ اَنَ ث دَحَو ح ، ٍبَدْنُج ينْب َةَرََُ ْنَع ،ىَلْ يَل يَِأ ينْب ينَْْ رلا
دَح ،اًَْيَأ َةَبْيَش يَِأ ُنْب يرْك
اَنَ ث
َش يَِأ ينْب ينوُمْيَم ْنَع ، ٍبييبَح ْنَع ،َناَيْفُسَو ،َةَبْعُش ْنَع ،ٌعييكَو
ا ينَع ، ٍبييب
َبْعُش ينْب يةَريغُمْل
،َة
َكيلَذ َم لَسَو يهْيَلَع ُها ى لَص يها ُلوُسَر َلاَق : َااَق
Dari Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa meriwayatkan suatu hadis dariku
yang ia ketahui bahwa hadis itu dusta, maka ia adalah salah seorang pendusta. Telah mencaritakan pada kami Abu Bakr bin Syaibah, telah menceritakan pada
kami Waki>‘ dari Shu’bah, dari Al-Hakim, dari Abd al-Rah}ma>n bin abu Layla>, dari
Samurah bin Jundab. Dan juga telah menceritakan pada kami Abu Bakar bin
Syaibah, telah menceritakan pada kami Waki>‘ dari Shu’bah dan S}ufya>n dari Ja>bi,
dai mayu>n bin Abu Shabi>b dari Al Mug}irah mereka berdua berkata bahwa mamang Rasulullah SAW telah bersabda demikian. 7
Banyak motif dari para pemalsu membuat Hadis-hadis mawd}u>‘ ini salah
satunya adalah sebagai upaya taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dalam
hal ini dengan meletakkan hadis-hadis targ}ib (yang mendorong) manusia untuk
berbuat kebaikan, atau hadis yang berisi ancaman terhadap perbuatan munkar.
Mereka yang membuat hadis-hadis mawd}u>‘ ini biasanya menyandarkannya
kepada golongan ahli zuhud dan orang-orang s}a>lih}. Hal tersebut tidak sesuai
dengan ajaran islam sehingga balasanya pun adalah neraka, disebutkan dalam
Kitab S}ah}i>h} Muslim,
ُنْب ُد مَُُ اَنَ ث دَحَو
يَِأ ْنَع ،َةَناَوَع وُبَأ اَنَ ث دَح ،ُييََُغْلا ٍدْيَ بُع
يَِأ ْنَع ،ٍحيلاَص يَِأ ْنَع ،ٍنيصَح
َع َبَذَك ْنَم: َم لَسَو يهْيَلَع ُها ى لَص يها ُلوُسَر َلاَق :َلاَق ،َةَرْ يَرُ
ْقَم ْأ وَ بَتَيْلَ ف ،اًدِمَعَ تُم يَل
َنيم َُدَع
يرا نلا
Telah menceritakan pada kami Muh}ammad bin Ubayd Al-G}ubari>, telah
menceritakan pada kami Abu ‘Awwa>nah, dari Abu> H}asni>nin, dari Abu> S}a>lih}. Dari
7Lihat Muqaddimah S}ahi>h Muslim bab fi> Tah}dhi>r min al-Kadhab 'ala> Rasu>lalla>h
4
Abi> Hurayrah berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, “Barang Siapa berdusta atas
namaku dengan sengaja maka tempatnya di neraka.” 8
Banyak hadis yang dipalsukan oleh orang-orang s}a>leh ini diantaranya
hadis tentang keutamaan surat-surat Al-Qur’an.9
Membaca Al-Qur’an adalah salah satu ibadah, bahkan membacanya satu
huruf saja dinilai dengan 10 kebaikan. Dijelaskan bahwa Abdullah bin Mas’ud
berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al
-Qur’an maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan
dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan
alif-lam-mim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, La>m satu huruf dan Mi>m satu
huruf.”10
Mengenai pemalsuan hadis ini, terdapat beberapa contoh. Ibn H{ibban
telah meriwayatkan dari kitabnya Al-D{u'afa>, dari Ibn Mahdi, dia bertanya kepada
Maisarah bin Abdi Rabbihi, “Dari mana engkau mendatangkan hadis-hadis
seperti, ‘Barangsiapa membaca ini maka ia akan memperoleh itu?’ Ia menjawab,
‘Aku sengaja membuatnya untuk memberi dorongan kepada manusia.’”11
Hadis Ubay bin Ka’ab ini digolongkan sebagai hadis mawd}u>‘ (palsu),
yang dibuat-buat dengan mengatas namakan Rasulullah SAW. Hadis ini
merupakan salah satu contoh hadis yang menjelaskan mengenai fad}a>il al-Su>rah
Al-Qur’a>n (keutamaan Surat Al-Qur.an) yang secara rinci menyebutkan beberapa
8Lihat Muqaddimah S}ahi>h Muslim bab Wuju>b al-Riwa>ya>h ‘an al-Thiqa>h wa Tarku
al-Ka>dhibi>n, Muslim, S}ahi>h Muslim ..., 4.
9Al-Khatib, Al-Sunnah Qabla Al-Tadwi>n (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), 213-214.
10‘Abdullah bin ‘Abd al-H{amid al-Athari, Intisari Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, terj. Farid
bin Muhammad Bathathy (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i. 2006), 100.
5
surat Al-Qur’an dari mulai Al-Fa>tih}ah hingga Al-Na>s. Mengutip hadis ini dari
kitab Al-Mawd}u>‘a>t karya Imam Al-Jawzi>,
ْب ُدََْْأ َلاَق كلما دبع نب نورخ ُنْب ُ َراَبُمْلا اَنَأَبْ نَأ
ٍرياَط وُبَأ اَنَأَبْ نَأ َلاَق ٍنوُرْ يَخ ينْب ينَسَْحا ُن
ْب يرْكَب وُبَأ اَنَأَبْ نَأ َلاَق ُييمَدآا ٍد مَُُ ُنْب ُناَمْمُع اَنَأَبْ نَأ َلاَق يفََعْلا ينْب ِييلَع ُنْب ُد مَُُ
َدُواَد يَِأ ُن
ُد مَُُ اَنَ ث دَح َلاَق اًنْذيإ ُ يِاَتْسيِِسلا
نب د مَُُ اَنثدَح َلاَق ٍرا وَس ُنْب ُةَبا بَش اَنَ ث دَح َلاَق ٍميصاَع ُنْب
ى ٍشْيَ بُح[ سيبح ينْب ِريز ْنَع َةَنوُمْيَم يَِأ نْبا ءاَطَعَو ناَعدج نب يدْيَز ينْب ِييلَع ْنَع يديحاَوْلا دبع
لَص يه للا َلوُسَر نيإ " :َلاَق ٍبْعَك ينْب َُِِأ ْنَع
لا ي نآْرُقْلا يَلَع َضَرَع َم لَسَو يهْيَلَع ُه للا ى
س
ةن
َنآْرُقْلا َكْيَلَع َأَرْ قَأ ْنَأ يَِرَمَأ ُمَ سلا يهْيَلَع َلييَْيج نيإ َلاَقَو يْنَ ت رَم اَهييف ىَتاَم[ تاي يَ لا
َوَُو
ُمَ سلا َكُئيرْقُ ي
َأَرَ ق ا مَل ُتْلُقَ ف ٌَُِأ َلاَقَ ف
تَناَك ىأ[ اَمَك ملسَو يهْيَلَع ها ى لَص يه للا ُلوُسَر يَلَع
َُُِأ اَي ْمَعَ ن َلاَق ؟يهْيَلَع َكَعَلْطَأَو ُه للا َكَم لَع ا يِ ينآْرُقْلا يباَوَ ميب ىصحف ة صاَخ ى
َأَرَ ق ٍميلْسُم اَََُأ
َ َّأَك يرْجَْا َنيم َييطْعُأ يباَتيكْلا َةَياَف
ِلُك ىَلَع َق دَصَت اَ َّأَك يرْجَْا َنيم َييطْعُأَو ينآْرُقْلا ييَمُلُ ث َأَرَ ق ا
َرَ ق ْنَمَو ،َم نَهَج يرْسيج ىَلَع اًناَمَأ اَهْ نيم ٍةَيآ ِلُكيب َييطْعُأ َناَرْميع َلآ َأَرَ ق ْنَمَو ،ٍةَنيمْؤُمَو ٍنيمْؤُم
َأ
ْجَْا َنيم َييطْعُأ يءاَسِنلا َةَروُس
َييطْعُأ َةَديئاَمْلا َأَرَ ق ْنَمَو ،اًثاَريم ُهَثيرَو ْنَم ِلُك ىَلَع َق دَصَت اَ َّأَك ير
َييَُُو ٍتاَنَسَح َرْشَع
ٍ يِاَرْصَنَو ٍييدوُهَ ي ِلُك يدَدَعيب ٍتاَجَرَد ُرْشَع ُهَل َعيفُرَو ٍتاَئِيَس ُرْشَع ُهْنَع
َ ق ْنَمَو ،اَيْ نُدلا ي ْس فَ نَ ت
َفاَرْعَْا َأَرَ ق ْنَمَو ،ٍكَلَم َفْلَأ َنوُعْ بَس يهْيَلَع ى لَص يماَعْ نَْا َةَروُس َأَر
َفِ نلا َنيم ٌئيرَبَو اًدياَشَو اًعييفَش ُهَل ُنوُكَأ َلاَفْ نَْا َأَرَ ق ْنَمَو ، َسييلْبيإ َْنَ بَو ُهَنْ يَ ب ُه للا َلَعَج
، يقا
َنيم َييطْعُأ َسُنوُي َأَرَ ق ْنَمَو
ْنَم يدَدَعيبَو يهيب َق دَصَو َسُنوُييب َب ذَك ْنَم يدَدَعيب ٍتاَنَسَح َرْشَع يرْجَْا
حون قدص نم يدَدَعيب ٍتاَنَسَح َرْشَع يرْجَْا َنيم َييطْعُأ ٍدوُ َةَروُس َأَرَ ق ْنَمَو ،َنوَعْريف َعَم َقَرَغ
اَت َباَوَ ث ٍةَروُس ِلُك ي َرَكَذَو ،يهيب َب ذَكَو
ينآْرُقْلا يريخآ َىيإ اَهييل
".
Telah memberitakan kepada kami, Al-Muba>rak bin Khayru>n bin Abd al-Mulk kerkata, Ah}mad Al-H}asan bin Khayrun berkata, telah memberitakan kepada kami
T}ahir Muh}ammad bin ‘Ali>bin Al-‘Alaf beliau berkata, telah menceritakan pada
kami Muh}ammad bin ‘Abd al-Wah}id, dari ‘Ali> bin Zayd bin Jud’a>n dan ‘Ata’ bin
Abu Maymunah dari Zirri bin Hubaysh dari Ubay bin Ka’ab berkata, sesunguhnya
Rasulullah SAW menawarkan pada ku mati yang dua kali dan berkata sesungguhnya Jibril As memerintahkanku agar aku membacakan padamu Al-Qur’an
dan dia memberi salam dan akupun menjawab mengucap salam. Lalu Rasulullah
SAW bersabda Ubay. Maka akupun menjawab,”tidaklah Rasulullah mengucapkan
salam padaku sebagaimana aku memiliki kekhususan dalam mempelajari Al-Qur’an
dari apa yang Allah ajarkan dan perlihatkan padamu? Rasulullah SAW bersabda,
“Wahai Ubay, barangsiapa membaca Al-Fa>tih}ah ia diberi pahala seperti seorang
membaca dua pertiga Al-Qur’an, dan akan diberi pahala seperti bersedekah kepada
6
dari tiap ayatnya ia akan mendapatkan keamanan (saat melalui) jembatan jahannam. Barangsiapa membaca surat Al-Nisa>’ maka ia akan diberi pahala seperti halnya sedekah kepada semua orang yg memperoleh harta warisan. Barangsiapa membaca surat Al-Ma>idah maka ia akan diberi pahala sepuluh kebaikan, dileburkan darinya sepuluh kejelekan dan diangkat martabatnya sepuluh derajat setara dengan jumlah semua orang Yahudi dan Nasrani, dan nafas di dunia. Barangsiapa membaca Al-An’a>m maka 70.000 malaikat akan bershalawat atasnya. Barangsiapa membaca surat Al-A’ra>f, Allah l akan menjadikan penghalang antara dia dan iblis. Barangsiapa membaca surat Al-Anfa>l, aku akan memberi syafaat untuknya dan menjadi saksi baginya serta dia terbebas dari kemunafikan. Barangsiapa membaca surat Yunus akan diberi pahala sepuluh kebaikan yg setara dengan jumlah orang yg mendustakan Nabi Yu>nus dan yg membenarkannya, serta sebanyak orang-orang yg tenggelam bersama Raja(Fir’awn), barang siapa yang membaca surat Hu>d diberi sepuluh pahala dengan jumlah orang-orang yang membenarkan Nu>h} dan mendustakannya. Dan mengatakan dalam semua surat tersdapat pahala bagi yang membacanya hingga akhir Al-Qur’an.”12
Terdapat kelemahan yang menyebabkan hadis mawd}u>‘ oleh ulama.
Pertama dari segi sanad didapatkan dalam hadis ini terdapat beberapa perawi
yang dipermasalahkan salah satunya adalah Ba>di’. Dia adalah Ba>di’ bin H{ibban
Abd al-Khalil. Al-Imam Al-Da>ruqut}ni> berkomentar bahwasanya (Ba>di’), “Wa
Hua Matruk.” (Dan dia seorang yang ditinggalkan).13
Selain dari sisi sanad juga dari sisi matan (kandungan) Ibnl Al-Jawzi> t
berkata, “Kandungan hadis ini nyata menunjukkan kepalsuannya. Di dalamnya
dirinci penyebutan surat-surat dan disebutkan pada masing-masingnya pahala
yang disesuaikan untuk tiap surat dengan bahasa yang tak berbobot dan sangat
hambar. Tidak mungkin berasal dari ucapan Rasulullah SAW.”ia pun
menambahkan, “Hadis tentang fad}ilah surat-surat (Al-Qur’an) ini, adalah hadis
palsu, tanpa keraguan.”14
12Ibn Jawzi>, Al-Mawd}u>’a>t (Madinah: Maktabah Al-Salafiyah, 1966), Jilid I, 240. 13Ibid.
7
Ibnl Qayyim berkata bahwa sebagaiman oleh beberapa ulama yakni
AL-Tha’labi>, Al-Wa>h}idi dan Al-Zamakhshari>, Hadis-hadis yang menyebutkan fad}ilah
dan pahala bagi orang yang membaca surat-surat tertentu, dari Al-Fa>tih{ah
sampai Al-Nas, adalah palsu. Dan ‘Abd Allah Ibn Al-Muba>rak juga
menambahkan, “Aku yakin, orang-orang zindiq-lah yang memalsukannya.”15
Dalam hadis tersebut disebutkan beberapa surat Al-Qur’an yang memiliki
keutamaan yang luar biasa, seperti disebutkan yakni Surat Al-Fa>tih}ah,
Ali-‘Imra>n, Al-Nisa>’, Al-Ma>’idah, Al-‘An’am, Al-Anfa>l, Yu>nus, dan Hu>d. Namun
tidak hanya surat pada hadis tersebut disebutkan saja terdapat pula hadis dalam
hadis lain surat Al-Qur’an yang memiliki keutamaan.
Adapun Surat Al-Ikhla>s} yang merupakan surat ke 112 dari Al-Qur’an.
Surat ini termasuk sering dibaca karena memiliki faedah yang sangat mulia.
Salah satu hadis tersebut adalah
نيد هيلع نوكي نأ اإ ،ةنسح ةئم سمو افلأ هل ها بتك ةرم يئم دحأ ها و لق أرق نم
1
Barangsiapa membaca “Qul Hua Allahu Ah}ad” Dua Ratus kali dalam sehari.
Maka, Allah akan menulis untuknya lima ratus kebaikan, kecuali kalau ia mempunyai hutang.
Hadis-hadis diatas semuanya dinilai mawd}u>‘ ditulis oleh Muh}ammad
Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni, dalam Karyanya Silsilah Al-Ah}a<di>th Al-D}a’i>fah Wa Al
-Mawd}u>‘ah Wa A<tha>ru>ha Al-Sayyi Fi> Al-‘Ummah. Beliau mengutip perkataan
Ibn Al-Jawzi> dalam pendahuluan kitabnya tersebut yang menyatakan, saat tidak
15Ibn Qayyim, Al-Mana>r Al-Mun>if Fi> Al-S}ah{i>h} Wa al-D{a’i>f (t.t : Maktabah al-Mat}bu>’a>t al-Isla>miyyah, 1970), 113.
16Muh}ammad Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni>>, Silsilah Al- Aha>dith Al-D}a’i>fah Wa Al
8
ada lagi yang mampu mengusik Al-Qur’an, mulailah sckelompok orang beralih
pada hadis-hadis Rasulullah SAW, mereka mulai mengada-ada dan
mengubah-ubahnya. Kemudian Allah pun menganugerahkan kepada segenap ulama yang
mahir mendeteksi dan menempatkan hadis pada tempatnya untuk menjelaskan
mana yang s}ah}ih} dan mana pula yang d}a>’if. Hal seperti ini tak akan berhenti
sepanjang zaman walaupun kini ulama atau pakar di bidang ini sangat langka.17
Dalam hal ini Yusuf Al-Qard}awi> menganjurkan kaum muslimin agar
membaca buku-buku yang disusun khusus untuk mengumpulkan hadis-hadis d}a’i>f
dan mawd}u>‘. Beliau memulainya dengan menyebutkan buku-buku salaf, seperti
karangan Ibn Al-Jawzi> dan terakhir beliau menambahkan buku Silsilah
Al-Ah}a<di>th Al-D}a’i>fah Wa Al-Mawd}u>‘ah Wa A<tha>ru>ha Al-Sayyi Fi> Al-‘Ummah.
Karya Muhammad Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni>, ia merupakan seorang ulama hadis
yang cukup perhatian dalam mengkaji hadis-hadis d}a’i>f dan mawd}u>‘ dengan
munculnya karya tersebut.18
Alba>ni> memiliki anggapan bahwa ada dua hal yang perlu dilakukan dalam
menghadapi persoalan umat, yakni tas}fiyyah (pemurnian ajaran agama) dan
tarbiyyah (pembinaan umat diatas ajaran yang murni). Tas}fiyyah maksudnya
ialah pembersihan ajaran Islam dari noda-noda yang disusupkan dan disisipkan ke
dalamnya. Caranya adalah membersihkan Sunah dari hadis mawd}u>‘ dan d}a’i>f.
Kemudian menafsirkan Al-Qur’an atas dasar-dasar hadis s}ah}i>h} saja menurut
pandangan dan pemahaman salaf al-s}a>lih}. Dan terakhir ini tidak mungkin
17Lihat pengantar cetakan pertama, Muhammad Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni>, Silsilah Hadits
9
terealisasi kecuali dengan mempelajari Ilmu jarh} dan ta’di>l. Maksudnya bukan
untuk membatasi diri dengan tafsir yang telah disampaikan oleh ulama salaf,
namun hendaknya kita memegang tegus manhaj salad dalam menafsirkan
Al-Qur’an. Memegang teguh manhaj dalam hal ini merupakan jaminan barsatunya
pandangan dan mencegah terjadinya perpecahan.19
Jika dikaitan dengan persoalan keutamaan surat Al-Qur’an khususnya
Al-Ikhlas, maka pengamalan hadis-hadis keutamaan surat tersebut bisa disimpulkan
bahwa menjadi tidak perlu bahkan tidak boleh dilakukan. Dengan
mempertautkan antara pemikiran Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> dengan adanya hadis
mawd}u>‘ mengenai surat Al-Quran khususnya Surat Al-Ikhla>s} yang sering dibaca.
maka perlu untuk memilah dan memilih mana hadis yang bisa digunakan dengan
yang tidak.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menelaah dan memaparkan keterkaitan
antara idelisme Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni tersebut dengan realita hadis-hadis
Keutamaan Surat Al-Ikhlas yang tersebar dalam berbagai kitab Hadis kedalam
sebuah judul yakni “Hadis-Hadis Mawd}u>‘ Tentang Keutamaan Surat Al-Ikhla>s{
Dalam Pandangan Muh}ammad Na>s}ir Di>n Alba>ni> (Studi Kitab Silsilah
Al-Ah}a<di>th Al-D}a’i>fah Wa Al-Mawd}u>‘ah Wa A<tha>ru>ha Al-Sayyi Fi> Al-‘Ummah).”
10
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi
Melihat pada uraian later belakang, terdapat beberapa permasalahan
diantaranya seperti hukum dari mengamalkan hadis mawd}u>‘ tersebut. Hadis
mawd}u>‘ yang banyak memuat persoalan ibadah khususnya dalam membaca
surat Al-Qur’an. Ini juga menjadi problem ketika hanya ada sebagian surat
dari 114 surat Al-Qur’an yang hanya memiliki keutamaan yang diantaranya
adalah Surat Al-Ikhla>s}.
Adanya sosok ulama bernama Muh}ammad Na>s}ir Al-Din Alba>ni> yang
memiliki perhatian khusus dalam fenomena hadis mawd}u>‘. Telah memberi
kontribusi dengan karya-karyanya yang dimaksudkan untuk memberi
pencerahan umat Islam agar lebih memperhatikan banyaknya hadis palsu
yang ada. Namun belum sepenuhnya dapat menjadi jawaban karena perlu
ditinjau kembali mengenai metode dan kapasitas beliau sebagai ulama hadis.
2. Batasan
Terdapat setidaknya 9 hadis mengenai keutamaan surat Al-Ikhla>s
yang dihukumi palsu, diantara 9 hadis tersebut 8 dinataranya sudah
disepakati ulama hadis tentang kemawd}u>‘annya dan ini sejalan dengan
pemikiran Na>s}ir al-Di>n al-Alba>ni>. terseisa satu hadis tentang keutamaan
mambaca surat Al-Ikhla>s} sebanyak 200 kali. Oleh karena itu penelitian ini
akan dibatasi pada hadis tersebut yang mana ulama hadis berbeda pandangan
11
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi permasalahan yang sudah diuraikan, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:
1. Bagaimana kualitas hadis-hadis tentang keutamaan surat Al-Ikhla>s} yang
dinilai mawd}u>‘ oleh Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni?
2. Bagaimana keh}ujjahan hadis-hadis tentang keutamaan surat Al-Ikhla>s} yang
dinilai mawd}u>‘ oleh Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni?
3. Bagaimana pandangan ulama hadis mengenai penilaian mawd}u>‘ Muh}ammad
Na>s}ir al-Di>n Alba>ni terhadap hadis-hadis tentang keutamaan surat
Al-Ikhla>s?
D. Tujuan dan kegunaan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan kualitas hadis-hadis tentang keutamaan surat Al-Ikhla>s}
yang dinilai mawd}u>‘ oleh Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni.
2. Mendeskripsikan keh}ujjahan hadis-hadis tentang keutamaan surat Al-Ikhla>s}
yang dinilai mawd}u>‘ oleh Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni.
3. Mendeskripsikan pandangan ulama mengenai penilaian hadis mawd}u>‘
Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni terhadap hadis-hadis tentang keutamaan
12
Kegunaan penelitian ini adalah
1. Secara teoretik diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan pemikiran wacaca kagamaan dan menambah khazanah
literatur studi hadis di Indonesia.
2. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberi pemahaman tentang
hadis-hadis mengenai keutamaan surat Al-Ikhla>s} yang dinilai mawd}u> oleh
Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni> dan status hadis tersebut dalam pandangan Ulama
Hadis.
E. Telaah Pustaka
Sepengetahuan penulis, belum ada skripsi yang membahas topik yang
penulis teliti khususnya di UIN Sunan Ampel. Namun penulis menemukan
beberapa skripsi di Universitas lain yang membahas tentang hadis Mawd}u>‘
tentang keutaman suatu Surat Al-Qur’an dan juga tentang Na>s}ir al-Di>n
Al-Alba>ni>, di antaranya :
1. Surahmat, Hadis-hadis Keutamaan Surat Al-Wa>qi‘ah (studi Kritik Sanad
Dan Matan Hadis), Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009. Penelitian ini
membahas mengenai status dan kualitas Sanad dari hadis-hadis tentang
keutaman Surat Al-Wa>qi‘ah.
2. Lili Nurlia, Riwayat-Riwayat Keutamaan Surat Al-Mulk Dalam Tafsir
'Al-Qur’an Al-Azim', Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Penelitian ini
mengumpulkan dan membahas hadis-hadis tentang surat al-Mulk yang
13
3. Ahmad Ramli, Metodologi Kritik Hadis Muhammad Nashiruddin Al Albani
(tinjauan Atas Kontroversi Kitab Silsilah Al Ahadis Al Dla'ifah Wa Al
Maudlu'ah Wa Atsaruha Al Sayyi Fi Al Ummah), Yogyakarta: Sunan
Kalijaga, 2011. Penelitian ini membahas metode penilaian hadis Na>s}ir al-Di>n
Al-Alba>ni, yang digunakan dalam bukunya tersebut. Melihat pada
persilangan pendapat para pakar terhadap karyanya yang dianggap
kontroversi.
Dari semua penelitian atau skripsi diatas belum ada yang membahas yang
setema dengan yang penulis angkat, penelitian ini penulis mencoba mencari
ruang pembahasan yang belum diteliti seperti skripsi-skripsi diatas yakni dengan
tidak terfokus tehadap pendapat Muhammad Na>s}ir al-Di>n al-Alba>ni> dan ditinjau
kembali dengan pandangna ulama dalam memberi status terhadap suatu hadis.
F. Metode penelitian
Metode merupakan upaya agar kegiatan penelitian dapat dilakukan secara
optimal.20 Berikut penulis paparkan metode yang penulis gunakan dalam
penelitian ini:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research),
yaitu penelitian dengan mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis
seperti buku atau kitab yang berkenaan dengan topik pembahasan sehingga
dapat diperoleh data-data yang jelas.
14
2. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, metode ini lebih
menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu
masalah. Dengan memaparkan persoalan mengenai hadis-hadis surat
Al-Ikhla>s} kemudian dikumpulkan dan kaji pemikiran Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni
secara khusus yang sudah memberi status mawd{u>’, dan juga pendapat Para
ulama melihat hadis-hadis mawd{u>’ dari Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni.
3. Teknik pengumpulan data
Oleh karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah mengkaji dan menelaah
berbagai kitab hadis khususnya karya Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni>, kitab hadis
ulama lain yang juga membahas hadis Mawd}u>‘, kitab Ilmu Hadis, buku,
artikel, karya ilmiah dan sumber-sumber lainnya yang mempunyali relevansi
dengan kajian ini, baik yang bersifat primer maupun sekunder.
4. Sumber data
Data-data yang diperlukan dibagi menjadi data primer dan data
sekunder. data primer yakni Kitab Silsilah Al- Aha>dith Al D}a‘i>fa>t Wa Al
-Mawd}u>‘a>t Wa Atharu>ha Al-Sayyi Fi Al Ummah selanjutnya dilakukan
pengklasifikasikan hadis-hadis Tentang keutamaan Surat Al-Qur’an
berdasarkan penilaian Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni>, yang nantinya akan muncul
kedalam beberapa status kedudukan hadis yang terdapat pada buku tersebut
yakni mawd}u>‘ dan da‘i>f. Selain kitab tersebut sumber primer lainnya,
15
a. Kitab Al-Mawd}u>‘a>t karya Ibn Al-Jawzi>, digunakan untuk menelusuri
sumber asli yang digunakan Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni.
b. Buku Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany Dalam Kenangan
Umar Abu Bakar, yang merupakan terjemahan dari kitab H}ayah
Al-Alba>ni. Digunakan untuk mendapatkan penjelasan mengenai riwayat
hidup Alba>ni>
c. Buku Ushul Hadith ‘Ulumuhu Wa Mus}t}ala>h}uhu karya Muh{ammad
‘Ajja>j al-Khat}i>b, digunakan dalam membahas ilmu hadis mawd}u>‘.
Data sekunder meliputi kitab-kitab lain yang memuat hadis-hadis
mawd}u>‘, dan juga kitab Rija>l al-h}adith khususnya Jarh} wa ta’di>l,
diantaranya:
a. Kitab Al-Tadwi>n fi> Akhba>r Qazwayn, karya Al-Ra>fi’i>
b. Kitab Mu’jamal-Awsat, karya Al-T}abra>ni>
c. Kitab Tahzib al-Kamal oleh al-Mizzi
d. Kitab Tahzib at-Tahzib oleh al-Hafiz Ibn Hajar
e. Kitab Al-Jarh wa at-Ta’dil oleh Ibn Abi Hatim
f. Kitab Al-Dhu’afa al-Kabir oleh Al-‘Uqayli
Serta dengan buku-buku sumber pendukung lain yang relevan dengan
pembahasan, ditambah dengan internet.
5. Analisis Data
Dalam menganalisis data yang diperoleh, maka digunakan teknik
content analisys (Analisis isi), secara umum teknik ini diartikan sebagai
16
analisis isi juga digunakan untuk mendeskripsikan pendekatan analisis yang
khusus. Menurut Holsti, metode analisis isi adalah suatu teknik untuk
mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik
khusus suatu pesan secara objektif, sistematis, dan generalis.21
Serangkaian data (hadis-hadis mengenai Keutamaan Surat Al-Quran)
dikumpulkan melalui penelusuran pada Kitab Silsilah Al- Aha>dith Al D}a‘i>fa>t
Wa Al-Mawd}u>‘>'a>t Wa Atharu>ha Al-Sayyi Fi Al Ummah selanjutnya
dilakukan pengklasifikasikan hadis-hadis Tentang keutamaan Al-Ikhla>s}
berdasarkan penilaian Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni, yang nantinya akan muncul
kedalam beberapa status kedudukan hadis yang terdapat pada buku tersebut
yakni mawd}u>‘ dan da‘i>f.
Hadis yang berstatus mawd}u>‘ dikumpulkan dan hadis tersebut yang
akan dianalisis sesuai dengan langkah-langkah penelitian hadis sebagai
berikut:
a. Takhri>j al-hadi>th
Takhri>j al-hadi>th memiliki arti mengeluarkan hadis. Sedang yang
dimaksud disini ialah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai
kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang di dalam
sumber itu dikemukakan secara lengkap matn dan sanad hadis yang
bersngkutan.22
21Cokroaminoto, “Analisis Isi (Content Analisis) dalam penelitian Kualitatif”,
http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/analisis-isi-content-analysis-dalam.html, (Minggu, 04 April 2015, 11.30)
17
Dalam penelitian ini Takhri>j dilakukan terbatas hanya pada
hadis-hadis mawd}u>‘ tentang keutamaan surat Al-Ikhla>s} yang dinilai mawd}u>‘
oleh Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni.
b. I'tiba>r
Seteleh dilakukan takhrij sebagai langkah awal penelitian hadis,
maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun untuk kemudian
dilakukan kegiatan al-I’tiba>r.
Menurut bahsa, al-Itibar berarti peninjauan terhadap berbagai hal
dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.
Sedangkan menurut istilah ilmu hadis, al-I’tibar berarti menyertakan
sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada
bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja. Dengan
dilakukannya al-I’tibar, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur
sanad hadis yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya dan
metode periwayatan yang digunakan.23\
Setelah hadis-hadis mawd}u>‘ tentang kutamaan Al-Ikhla>s}
di-takhri>j, maka dari data-data yang diperoleh akan dikemukakan dan
dilakukan peninjauan ulang apakah ada atau tidaknya sha>hid dan
muttabbi’ dari hadis-hadis tersebut.
c. Kritik Sanad
Setelah melakukan takhri>j dan i’tibar, langkah selanjutnya
adalah kritik sanad. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian, dan
18
penelusuran sanad hadis tentang individu para perawi dan proses
penerimaan hadis dari guru mereka masing-masing dengan berusaha
menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk
menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis.
Kegiatan kritik sanad ini bertujuan untuk mengetahui kualitas
hadis yang terdapat dalam rangkaian sanad hadis yang diteliti. Apabila
hadis yang diteliti memenuhi kriteria ke-s}ah}i>h}-an sanad, hadis tersebut
digolongkan sebagai hadis s}ah}i>h} dari segi sanad.
d. Kritik Matan
Kritik ini dilakukan untuk mengetahui apakah matan hadis yang
dianggap mawd}u>‘ oleh Na>s}ir al-Di>n Al-Alba>ni ini, mempengaruhinya
dalam memberi status mawd}u>‘ hadis tersebut. Adapun yang menjadi
criteria dalam kes}ah}i>h}an matan hadis, yaitu
1) Terhindar dari Shadh dan ‘Illat,
2) Tidak bertentangan dengan hadis mutawa>tir atau ah}ad yang s}ah}i>h}.
3) Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur'an
4) Sejalan dengan jalur akal sehat
5) Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri kenabian
e. Analisis
Menganalisis keberadaan status rawi-rawi yang lemah,
kemudian dianalisis dengan menghubungkan keseluruhan rangkaian
sanad, baik yang muttabi dan shahidnya. Sehingga bisa diketahui letak
19
dengan mancari keterkaitan dan hubungan dengan dalil-dalil yang
berkaitan pada trersebut, sehingga bisa matan tersebut disa dianggap
sah sebagai matan sebuah hadis dan boleh mendapat dukungan, atau
hanya sebagai pendukung dari matan hadis yang memiliki derajat lebih
baik.
f. Penyimpulan
Hasil dari analisis analisis sanad akan menghasilkan kesimpulan
bahwa sanad hadis tersebut apakah memang berstatus lemah sehingga
bisa dinilai mawd}u>‘ seperti penilaian Muh}ammad Na>s}ir Di>n
Al-Alba>ni> ataukah berbeda, jika memang sama dan tidak terdapat ikhtilaf
antara maka hadis tersebut tidak akan dikaji lebih lanjut karena telah
terjadi kesepakatan penilaian mawd}u>‘. Namun jika berbeda dengan hasil
analisis sanad yang dilakukan kemudian memang terdapat ikhtilaf
mengenai hadis tersebut maka hadis tersebut yang akan dikaji lebih
lanjut, karena merupakan tujuan dari penelitian ini.
G. Sitematika Penulisan
Pembahasan dalam penelitian ini, disusun dalam bab dan sub bab. Adapun
sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB SATU: Pendahuluan, dalam bab ini dipaparkan latar belakang
masalah,sebagai ungkapan inspirasi awal dari penelitian, kemudian pembatasan
terhadap masalah yang tertuang dalam rumusan masalah. Langkah berikutnya
20
sebagai acuan untuk membedakan penelitian ini dengan kajian yang serupa.
Selanjutnya dijelaskan metode yang digunakan dalam penelitian ini, dari mulai
metode pengumpulan data dan metode penelitian hadis itu sendiri yang meliputi
takhri>j al-h}adi>s, I’tiba>r, kritik sanad dan matan, analisis lalu penyimpulan.
kemudian diakhiri dengan rangkaian sistematika pembahasan.
BAB DUA: Hadis Mawd}u>‘, dalam bab ini menjelaskan mengenai
konsep-konsep hadis mawd}u>‘. Dimulai dari pengertian hadis, khabar, atsar dan al-sunnah
beserta persamaan dan perbedaannya. Lalu penjelasan mengenai hadis s}ah}i>h,
h}asan dan d}a’i>f. kamudian masuk pada penjelasan pengertian hadis mawd}u>‘, lalu
latar belakang munculnya, karakteristik hadis mawd}u>‘, dan terakhir hukum
periwayatan hadis mudhu.
BAB DUA: Pemikiran Muh}ammad Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> hadis
mawd{u>‘, tentunya pemikiran-pemikirannya tidak akan lepas dari sosok dari
Muh}ammad Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> sendiri, maka dalam bab ini akan dibahas
mengenai biografi, karakteristik pemikiran, pandangan ulama terhadapnya. Lalu
metode yang digunakannya dalam memberi penilaian mawd}u>‘ suatu hadis yang
juga dijelaskan karyanya Silsilah Al- Aha>dith Al D}a‘i>fa>t Wa Al-Mawd}u>‘>'a>t Wa
Atharu>ha Al-Sayyi Fi Al Ummah kemudian dijelaskan hadis-hadis mawd}u>‘
tentang keutamaan surat al-Ikhla>s} yang dimuat pada buku tersebut.
BAB EMPAT: Analisis kemawd{u>’an hadis-hadis tentang keutamaan
surat-surat al-Ikhla>s} dalam pemikiran Muh}ammad Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni>, dalam
bab ini dibahas tentang analisis tentang kualitas hadis-hadis tentang surat
21
tentang Hadis-Hadis Keutamaan Surat-Surat Al-Ikhla>s} Menurut Muh}ammad
Na>s}ir Al-Di>n Al-Alba>ni> yang meliputi pendapatnya dalam menilai mawd}u>‘ hadis
kemudian ditinjau kembali berdasarkan keseluruhan penelitian yang telah sudah
dilakukan.
BAB LIMA: Penutup adalah bagian akhir penelitian ini yang berisi
kesimpulan, saran-saran dan kata penutup dari pembahasan-pembahasan
BAB II
HADIS MAWD{U<‘
A. Pengertian Hadi>th, Khabar, Athar dan al-Sunnah
1. Hadis
Menurut Ibn Mandhu>r sebagaimana dikutip oleh M.Agus Solahuddin dan
Agus Suyadi, bahwa kata “Hadis” berasal dari bahasa Arab, yaitu al-h}adi>th,
jamaknya al-ah}a>di>s, al-ah}a>dithan, dan al-h}udthan. Secara etimologis, kata ini
memiliki banyak arti, diantaranya al-jadi>d (yang baru) lawan dari al-qa>dim (yang
lama), dan al-Khabar, yang berarti kabar atau berita.1
Didalam Al-Qur‘an, terdapat 23 kali penggunaan kata hadis dalam bentuk
mufrad atau tunggal, dan 5 kali dalam bentuk jamak. Semuanya adalah dalam
pengertiannya secara etimologis.2 Arti kata hadis secara bahasa setidaknya
terdapat 3 macam makna, yakni:
a. Hadis bersinonim dengan al-kala>m, seperti dalam Firman Allah
Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang
1M.Agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 13.
2Ibid.., 32-33.
23
dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.
b. Hadis berarti Khabar dan berita (al-Khabar wa al-naba>’), seperti dalam
Firman-Nya
4Apakah setelah sampai kepadamu kisah Musa’.
c. Hadis bermakna al-jadi>d (baru) sebagai lawan dari al-qadi>m (lama).
Makna ini merupakan arti dasar dari kata al-h}adi>th.5
Konteks penggunaan kata hadis dalam ilmu hadis, tidak terpaut jauh dari
makna etimologis di atas. Hadis merupakan sesuatu yang berisi informasi
(al-khabar wa al-naba>’) dari kala>m Nabi Saw yang bersifat jadi>d bila dibandingkan
dengan kala>m Allah Swt.
Hadis secara istilah (definisinya) menurut jumhur ulama yang dikutip
dalam buku Ikhtisar Mustahalul Hadits bahwa disitu ialah sesuatu yang
disandarkan pada Nabi Saw berupa perkataan atau perbuatan atau taqri>rnya dan
sebagainya.6
Sama halnya dengan Menurut Muh}ammad T}ah}a>n, Sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi, yang meliputi perkataan, perbuatan, persetujuan,
maupun sifat.7
4Al-Qur’an, [20]: 9.
5Ibnu Mandhu>r, Lisa>n al-‘Arab, cet. 4 (Mesir: Maktabah al-Shuru>q al-Dawliyyah, 1425
H/2004 M), juz II, 507.
6Fathur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1970), 6. 7Mah}mud Al-T}ahan, Taysir Must}ala>h} Al-H{adi>th, (Bairut : Dar Al-Thaqafah Al
24
Berdasarkan definisi tersebut kita dapat mengetahui bahwa yang dinamai
hadis itu meliputi tiga unsur pokok, yaitu :
a. Perkataan Nabi Muh}ammad Saw yang beliau sabdakan
b. Perbuatan beliau yang dilihat oleh sahabatnya
c. Perbuataan sahabat yang diketahui oleh Nabi Muh}ammad Saw yang beliau
tidak menegurnya atau beliau tidak menyalahkanya sebagai tanda setuju8
2. Al-Sunnah
Sunnah berarti al-t}ari>qah dan al-sira>h. yang berarti jalan, cara atau
metode. Makna asal dari kata al-sunnah bermakna jalan yang dirintis dan
ditempuh oleh orang terdahulu sehingga menjadi jalan yang selalu diikuti dan
dilalui oleh orang-orang yang datang kemudian.9 Menurut Bahasa, Sunnah juga
bisa bermakna,
ةرسلا
ةنسح
تناك
وا
ةحيبق
Jalan yang dilalui, baik terpuji atau tercela.
Sehingga sunnah mencakup juga jalan yang dilalui hal itu baik ataupun
buruk, atau jalan yang ditempuh kemudian diikuti orang lain, ataupun cara, arah,
mode, peraturan, dan gaya hidup, kebiasaan dalam hal yang positif ataupun
negatif. Rasulullah Saw bersabda:
8Mah}mud Al-T}ahan, Taysir Must}ala>h ..., 25. 9Ibnu Mandhu>r. Lisa>n al-‘Arab ..., Juz III, 2124.
10Muh}ammad ‘Ajja>j al-Khat}i>b, Ushul al-Hadi>th ‘Ulu>muhu wa Mus}t}ala>hatuhu (Beirut:
25
ْنَم
نَس
ي
يم ََْسيْْا
ًة نُس
ًةَنَسَح
ُهَلَ ف
اَُرْجَأ
ُرْجَأَو
ْنَم
َليمَع
اَيِ
َُدْعَ ب
ْنيم
يْرَغ
ْنَأ
َصُقْ نَ ي
ْنيم
ْمييروُجُأ
ٌءْيَش
ْنَمَو
نَس
ي
يم ََْسيْْا
ًة نُس
ًةَئِيَس
َناَك
َلَع
يهْي
اَُرْزيو
ُرْزيوَو
ْنَم
َليمَع
اَيِ
ْنيم
ييدْعَ ب
ْنيم
يْرَغ
ْنَأ
َصُقْ نَ ي
ْنيم
ْمييراَزْوَأ
ٌءْيَش
Barangsiapa yang mencontohkan suatu sunnah yang baik dalam Islam maka baginya pahala dari perbuatannya dan dari orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang mencontohkan suatu
sunnah yang jelek dalam Islam maka baginya dosa dari perbuatannya dan dari
orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.
Sedangkan Sunnah secara terminologi, dikemukakan oleh Muh}ammad
‘Ajjaj al-Khat}i>b bahwa:
لك
ام
رثأ
نع
رلا
لوس
ىلص
ها
هيلع
ملسو
نم
لوق
وا
لعف
وا
ريرقت
ةفصوا
ةيقلخ
وا
ةيقلخ
وا
ةرس
ناكا
كلذ
لبق
ةمعبلا
ما
دعب
ا
Segala yang bersumber dari Rasulullah Saw, baik berupa perkataan perbuatan, taqrir, sifat khalaqah atau khuluqiyah maupun perjalanan hidupnya sebelum atau sesudah ia diangkat menjadi rasul.
3. Khabar
Khabar menurut bahasa adalah berita, semua berita yang disampaikan
oleh seseorang kepada orang lain. Menurut ulama ahli hadis, Khabar sama artinya
dengan hadis, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw baik
perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat jasmani (fisik), maupun sifat
kepribadian (akhlak), termasuk pula apa yang disandarkan kepada para sahabat
dan ta>bi’i>n.
Dalam kitab Nukhbat al-Fikr, Ibnu hajar menggunakan istilah khabar
yang dapat mencakup semua jenis kabar, baik yang datangnya dari nabi, sahabat
atau ta>bi’i>n.13
26
Sehingga kedua makna khabar tersebut dapat dipakai untuk sesuatu yang
marfu>’, mawqu>f, dan maqtu>’, dan mencakup segala sesuatu yang datang dari
Nabi Muh}ammad Saw, sahabat dan ta>bi’i>n.
Sebahagian ulama mengatakan bahwa Khabar adalah sesuatu yang
datang, selain dari Nabi Muh}ammad Saw, karena yang datang dari Nabi
Muh}ammad Saw disebut hadis, sebahagian ulama lainnya mengatakan bahwa
hadis lebih umum dari Khabar, sehingga tiap hadis dapat dikatakan Khabar,
tetapi tidak setiap Khabar dapat dikatakan hadis.14
4. Atha>r
Secara etimologi atha>r berarti bekas atau sisa. Sedangkan secara
terminologi ada 2 pendapat Pertama, Atha>r sinonim dengan hadis. Kedua, Atha>r
adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan sahabat. Pendapat yang kedua ini
mungkin berdasarkan arti etimologisnya. Dengan penjelasan, perkataan sahabat
merupakan sisa dari sabda Nabi. Oleh karena itu, perkataan sahabat disebut
dengan atha>r merupakan hal yang wajar.15
Adanya pendapat sebagian muh}adithi>n yang mengkhususkan istilah atha>r
untuk khabar yang mawqu>f dan maqt}u’. khabar yang marfu>’ ataupun mawqu>f
semuanya disebut atha>r. Beliau menolak bahwa pendapat para ulama fiqh negeri
13Siroj Munir, "Kajian kitab Nukhbatul Fikar: Hadits Mutawatir", http://www.fikih
kontemporer.com/2013/05/kajian-kitab-nukhbatul-fikar-hadits.html, (Minggu, 8 Agustus 2015, 05.51).
14 Mudasir, Ilmu Hadis (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2005), 32.
15Suwardi, “Kritik Hadits Menurut Tinjauan Ali Musthofa Ya’kub (Materi Diklat Guru
Ma Mapel Al Quran Hadits)”http://bdksemarang.kemenag.go.id/kritik
27
Khurasan yang membedakan bahwa atha>r untuk khabar yang mawqu>f. istilah
atha>r sinonim dengan hadis yang bukan hanya marfu>>’, tapi juga mawqu>f dan
maqt}u>’.16
Walaupun dalam pemakaianya istilah atha>r bersifat global yang
mencakup hadis Nabi. Namun, jika pemakaiannya bersamaan dengan penyebutan
istilah hadis, maka atha>r lebih menunjukkan makna perkataan sahabat, ta>bi’i>n
dan tabi’ al-tabi’i>n.
B. Klasifikasi Hadis
Dilihat dari segi kuantitasnya:
1. Hadis mutawa>tir
a. Pengertian Hadis mutawa>tir
Mutawa>tir menurut bahasa berarti mutata>bi, yakni sesuatu yang
datang kemudian, beriring-iringan, atau berurutan antara satu dengan
lainnya tanpa ada jaraknya.
Setiap hadis pasti mempunyai ra>wi> yang banyak dari berbagai
tingkatan. Jika sejumlah sahabat yang menjadi ra>wi> pertama suatu hadis itu
banyak sekali, ra>wi> yang kedua (ta>bi’i>n), ketiga (tabi’i al-ta>bi’i>n) dan
seterusnya sampai pada ra>wi> yang mendewankan (membukukan) dalam
keadaan yang sama, seimbang atau bahkan lebih banyak jumlahnya, maka
termasuk hadis mutawa>tir.17
16Al-Khat}i>b, Ushul al-Hadi>th ..., 28.
28
Sedangkan mutawa>tir menurut istilah, sebagaimana Mudasir menulis
dalam bukunya dengan mengambil definisi dari Nur Al-Di>n ‘Itr hadis yang
diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka
untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan
pada pancaindera.18
Menurut Muh}ammad ‘Ajja>j Al-Khat}i>b, Hadis Mutawa>tir adalah
hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang tidak mungkin
mereka bersepakat untuk berdusta dari awal sanad sampai akhir sanad.19
Dari definisi yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa Hadis mutawa>tir adalah hadis yang bisa dipertanggungjawabkan
keadaannya berdasarkan sistem periwayatannya karena pada setiap generasi
(t}abaqah) sanadnya terdapat sejumlah pera>wi> yang dimana jumlah tersebut
tidak dimungkinkan bagi mereka melakukan kesepakatan dusta atau
penyelewengan terhadap hadis yang diriwayatkan.
b. Syarat hadis mutawa>tir
Dari definisi tersebut bisa difahami syarat hadis mutawa>tir yaitu:
1) Jumlah ra>wi>
Para ahli berbeda pendapat mengenai jumlah minimal para
pera>wi> yang meriwayatkan hadis mutawa>tir. Ada yang menetapkan
jumlah tertentu dan ada yang tidak menetapkannya. Menurut ulama
yang tidak mengisyaratkan jumlah tertentu, mereka menegaskan
29
bahwa yang penting dengan jumlah itu, menurut adat, dapat
memberikan keyakinan terhadap apa yang diberitakan dan mustahil
mereka sepakat untuk berdusta. Sedangkan menurut ulama yang
menetapkan jumlah tertentu, mereka masih berselisih mengenai
jumlahnya. Antara lain yaitu:
a) Abu Al-T}ayyib Al-T}abari>, mengharuskan lebih dari 4 dengan
alasan banyaknya saksi diperlukan oleh hakim untuk tidak
menjatuhkan vonis terhadap terdakwa.20
b) As}ab Al-Sha>fi’i> menentukan minimal 5 orang. Abu Mansu>r
menceritakan dari Al-Juba>’i>, jumlah 5 ini berdasarkan pada
jumlah rasul ulul azmi. Pendapat ini lemah karena tidak ada
hubungannya dengan kajian persoalan dalam beberapa aspek.
c) Ada yang mengatakan 7 dengan pertimbangan jumlah As}h}a>b
al-Kahfi. Pendapat ini dinilai ulama salah karena tidak ada
relevansinya dengan tema.
d) Sebagian ulama menentukan sekurang-kurangnya 20 orang
berdasarkan ketentuan yang telah Allah firmankan dalam Surat
Al-Anfal 65, yang artinya, “Jika ada 20 orang yang sabar diantara
kamu niscaya mereka dapat mengalahkan 200 musuh.”21
30
e) Ulama lain yang menetapkan jumlah tersebut
sekurang-kurangnya 40 orang. Sesuai dengan jumlah yang diisyaratkan
dalam jumlah shalat Jum’at.22
Jumlah-jumlah tersebut tidak dapat dijadikan ukuran yang
kuat, dalam artian jumlah ini dimaksudkan agar terhindarnya dari
kedustaan dalam penyampaian hadis tersebut. Yang pada dasarnya
jumlah tersebut membuktikan kebenaran hadis yang benar-benar
berasal dari Nabi Saw.
2) Jumlah ra>wi>nya seimbang dalam semua tingkatan.
Terdapat kekonsistenan jumlah dalam setiap t}abaqah,
misalnya suatu hadis diriwayatkan oleh 10 sahabat, maka pada
t}abaqah selanjutnya pun harus berjumlah 10, yang artinya dari
setiap sahabat meriwayatkan pada satu orang ta}bi’i>n, terus berlanjut
seperti itu hingga mukharrij. Namun, jika selanjutnya diterima oleh
5 orang ta>bi’i>n dan seterusnya hanya diriwayatkan oleh 2 orang
tabi’itta>bi’i>n, maka tidak termasuk hadis mutawa>tir.
3) Berdasarkan tanggapan panca indra.
Maksudnya redaksi (matan) yang disampaikan itu
benar-benar hasil pendengaran atau penglihatannya sendiri bukan hasil
pemikiran atau teori yang mereka temukan.
31
c. Pembagian Hadis mutawa>tir
Hadis mutawa>tir menjadi dua, yaitu mutawa>tir lafz}i> dan mutawa>tir
ma‘nawi>. Adapun yang dimaksud dengan hadis mutawa>tir lafz}i> adalah hadis
yang diriwayatkan secara redaksional adalah mutawa>tir berdasarkan
sanadnya. Sejak generasi awal sanad hingga akhir matan hadis yang
diriwayatkan adalah sama, konsisten secara redaksional. Sedangkan,
mutawa>tir ma‘nawi> ialah hadis yang ra>wi>nya banyak, tetapi redaksi
pemberitaannya berbeda-beda, hanya prinsip dan maknanya saja yang ada
kesamaan.23
d. Kedudukan Hadis mutawa>tir
Hadis ini mempunyai nilai ‘ilmu d}aruri>, yakni memiliki keharusan
untuk diterima dan diamalkannya sesuai dengan yang diberikan oleh hadis
mutawa>tir tersebut, hingga membawa kepada keyakinan yang qat}’i> (pasti).24
Hadis mutawa>tir seluruhnya maqbu>l, sehingga tidak diperlukan
penelitian terhadap keadaan pera>wi>-pera>wi>nya (sanad) dan dapat dijadikan
h}ujjah. Keadilan dan ked}a>bit}an (kuat ingatan) dari para pera>wi> hadis
mutawa>tir itu sudah tidak diragukan lagi, sehingga mereka tidak mungkin
untuk berbohong dalam membawa berita dari Nabi Saw. Karena itu para
ulama sepakat bahwa hadis mutawa>tir memberi dampak pada faedah ilmu
d}aruri>, yakni keharusan untuk menerima bulat-bulat berita dalam hadis
23Al-Khat}i>b, Ushul al-Hadi>th ..., 301.
32
tersebut secara pasti. Dengan demikian hadis mutawa>tir menduduki
tingkatan teratas dibandingkan dengan hadis-hadis yang lainnya.25
2. Hadis A>h}a>d
a. Pengertian Hadis A>h}a>d
Kata a>h}a>d merupakan bentuk jamak dari kata a>h}a>d yang berarti
tunggal yang menunjukkan makna sedikit. Menurut istilah, Hadis a>h}a>d adalah
hadis yang diriwayatkan oleh satu orang, dua atau tiga orang atau bahkan
oleh sejumlah orang tetapi tidak mencapai jumlah bilangan kemutawa>tiran
(‘adad al-tawa>tur), selanjutnya masing-masing pera>wi> menyampaikan
hadisnya kepada seorang atau dua orang saja atau sejumlah pera>wi> tetapi
dalam setiap tahapnya jumlah pera>wi> tersebut tidak menjadikan hadisnya
terkenal sebagaimana jenis lainnya.26
Hadis a>h}a>d pada dasarnya dapat diterima (maqbu>l) dan bisa ditolak
(mardu>d), tergantung pada kualitas pera>wi>nya dan atau ketersambungan
sanadnya, bukan karena jumlah sanad pada setiap generasi itu sendiri. Hadis
a>h}a>d juga bisa dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan ajaran Islam,
namun tidak bisa dijadikan h}ujjah dalam hal i’tiqad, keyakinan.27
25Zeid B. Smeer. Ulumum Hadist Pengantar Studi Hadist Praktis (Malang: UIN Malang
Press, 2008), 42.
26M Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits ..., 133.
33
b. Pembagian Hadis A>h}a>d
Berdasarkan sedikit dan banyaknya para pera>wi> yang terdapat pada
tiap-tiap tingkatan (t}abaqah), maka hadis A>h}a>d dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu hadis mashhu>r, hadis ‘azi>z dan hadis g{ari>b.
1) Hadis Mashhu>r
Mashhu>r menurut bahasa ialah al-intisha>r wa al-zuyu>’ (sesuatu
yang sudah tersebar dan populer). Menurut ulama us}u>l,“Hadis yang
diriwayatkan dari sahabat, tetapi bilangannya tidak sampai ukuran
bilang mutawa>tir, kemudian baru mutawa>tir setelah sahabat dan
demikian pula setelah mereka.”28
Ibnu Hajar mendefinisikan,“Hadis yang mempunyai jalan yang
terhingga, tetapi lebih dari dua jalan dan tidak sampai kepada batas
hadis yang mutawa>tir”.29
Adapun menurut istilah terdapat beberapa definisi yang jika
disimpulkan hadis mashhu>r adalah hadis yang,
a) Diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih
b) Hadis yang dalam jumlah setiap tingkatan tidak sama, tetapi
jumlah lebih dari tiga
c) Hadis yang memiliki jalur terbatas
d) Hadis yang tidak mencapai derajat atau batasan mutawa>tir.30
28Munzier Suparta, Ilmu Hadis ..., 110-111. 29Al-Khat}i>b, Ushul al-Hadi>th ..., 364.
30Moh. Akib Muslim, Ilmu Musthalah Hadits: Kajian Historis Metodologis (Kediri:
34
Dilihat dari segi makna Mashhu>r berarti terkenal atau populer.
Maka ulama hadis membagi hadis Mashhu>r dari segi maknanya menjadi
tiga kelompok, yaitu :
a) Mashhu>r di kalangan ahli hadis
b) Mashhu>r di kalangan ulama ahli hadis, ulama-ulama lain, dan di
kalangan orang awam
c) Mashhu>r di kalangan ulama ahli fikih
d) Mashhu>r di kalangan ulama ahli us}ul al-fiqh
e) Mashhu>r di kalangan ahli sufi.31
Hadis mashhu>r adakalanya s}ah}i>h}, h}asan, atau d}a’i>f.32 Akan tetapi
hadis mashhu>r yang berkualitas s}ah}i>h} memiliki kelebihan untuk ditarji>h}
(diunggulkan) bila ternyata bertentangan dengan hadis ‘a>zi>z dan hadis
g}ari>b. Hadis Mashhu>r yang S}ah}i>h} artinya Hadis Mashhu>r yang
memenuhi syarat-syarat kes}ah}i>h}annya, Hadis Mashhu>r yang H}asan
artinya Hadis Mashhu>r yang kualitas pera>wi>nya di bawah kualitas
pera>wi> Hadis Mashhu>r yang S}ah}i>h}, sedangkan Hadis Mashhu>r yang
D}a’i>f artinya Hadis Mashhu>r yan