PEMIKIRAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
MENURUT ISMAIL RAJI AL-FARUQI
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata
Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
MUAIYADA
NIM: E01212027PROGRAM STUDI FILSAFAT AGAMA
JURUSAN PEMIKIRAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Muaiyada, NIM E01212027, 2016. Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut Ismail Raji Al-Faruqi. Skripsi Program Studi Filsafat Agama Jurusan Pemikiran Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Kata kunci: pemikiran, Islamisasi ilmu pengetahuan, Ismail Raji Al-Faruqi,
Skripsi dengan judul “Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut Ismail Raji Al-Faruqi” ini adalah hasil penelitian kepustakaan yang dilakukan
oleh peneliti guna untuk mengetahui latar belakang dari Islamisasi ilmu pengetahuan yang ditujukan untuk orang-orang Muslim pada khususnya. Apalagi dengan adanya berbagai kemunduran yang dialami oleh umat Muslim ketika kebangkitan Barat.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian library research dengan pendekatan hermeneutik yaitu panafsiran, suatu upaya untuk memahami suatu makna atau maksud dalam suatu pemikiran agar tidak terjadinya kesalah pahaman. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan selama peneliti lakukan adalah dengan cara mengumpulkan data-data dari buku-buku, jurnal, maupun artikel.
Dari penelitian yang dilakukan dapat dikatakan bahwa pengaruh Barat yang begitu signifikan telah membuat masyarakat Muslim tercengang, mulai hal pendidikannya, budaya, serta teknologi yang sangat cepat berkembang ke seluruh dunia. Masyarakat Muslim banyak yang taqlid dengan hal itu semua tanpa memikirkan apa dampak kedepannya. Apalagi dengan sikap yang seperti di jaman modern yang kapitalis seperti sekarang semakin merajalela sekulerisme, westernisasi di kalangan masyarakat Muslim pada khususnya. Sikap yang membuat masyarakat Muslim jauh dengan dunia spiritual. Pemikiran ummat diubahnya menjadi pemikiran sekuler yang hanya memikirkan kesenangan dunia tanpa memikirkan hal-hal yang ukhrawi.
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ... i
SAMPUL DALAM ... ii
ABSTRAK ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN ... v
PEDOMAN TRANSLITRASI ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN ... viii
MOTTO ... ix
PERSEMBAHAN ... x
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I : PENDAHULUAN a. Latar Belakang ... 1
b. Identifikasi Masalah ... 15
c. Rumusan Masalah ... 16
d. Definisi Operasional... 16
e. Alasan Memilih Judul ... 17
f. Tujuan ... 17
g. Kegunaan Penelitian ... 18
h. Kajian Pustaka ... 18
i. Motode Penelitian ... 20
BAB II : LATAR BELAKANG KONSEP ISLAMISASI ILMU
PENGETAHUAN
a. Biografi Ismail Raji Al-Faruqi ... 25
b. Argumentasi-argumentasi Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut Ismail Raji Al-Faruqi ... 27
c. Prinsip-prinsip Menjalankan Islamisasi Ilmu Pengetahuan ... 31
BAB III : RENCANA KERJA ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN a. Langkah-langkah Untuk Mencapai Islamisasi Ilmu Pengetahuan ... 48
b. Alat-alat Bantu yang Digunakan ... 54
c. Tujuan Mencapai Islamisasi Ilmu Pengetahuan ... 55
d. Dialektika Munculnya Islamisasi Ilmu Pengetahuan ... 55
BAB IV : TINJAUAN KHAS ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN MENURUT ISMAIL RAJI AL-FARUQI a. Latar Belakang Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan ... 67
b. Tinjauan Khas Islamsasi Sains Menurut Al-Faruqi ... 70
c. Implikasi Islamisasi Sains dalam Perkembangan Masyarakat Modern ... 72
BAB V : PENUTUP a. Kesimpulan ... 75
b. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mencari ilmu merupakan hal yang wajib bagi kita sebagai makhluk Allah.
Dengan ilmu kita bisa mengetahui segala sesuatu yang ada di dunia ini. Dengan
ilmu serta pengetahuan yang dimilikinya pula, manusia memiliki ketajaman
intelektual yang tinggi dan bisa mencapai apa yang diinginkan dan di cita-citakan.
Sebab, ilmu adalah suatu pengetahuan tentang obyek tertentu yang telah disusun
secara sistematis sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metode tertentu.
Sedangkan, pengetahuan adalah hasil usaha yang dilakukan oleh manusia untuk
memahami suatu obyek tertentu. Jadi, ilmu pengetahuan adalah suatu pengetahuan
tentang obyek tertentu yang disusun secara sistematis sebagai hasil penelitian
dengan menggunakan metode tertentu1.
Dengan berbagai cara ataupun metode bisa digunakan untuk mendapatkan
ilmu dan pengetahuan. Karena Allah swt. memerintahkan kepada kita manusia
untuk senantiasa menuntut ilmu. Bahkan, nabi Muhammad diperintahkan oleh
Allah pertama kali adalah menuntut ilmu. Seperti yang dikutip dalam sebuah
hadis yaitu sebabik-baiknya orang beriman adalah orang yang menuntut ilmu.
Dalam alquran dan hadis pun juga dijelaskan bahwa ilmu pengetahuan penting
bagi kehidupan manusia, karena orang yang berilmu akan mendapatkan posisi
1
2
yang paling tinggi dan paling mulia. Seperti dijelaskan dalam Qs. Al-Mujadillah2:
11
نﻮُﻠَﻤ ۡﻌَﺗ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
“Berlapang-lapanglah dalam majlis”. Maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”. Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Dari situlah kita mengetahui betapa pentingnya kita untuk menuntut ilmu.
Kita diwajibkan oleh Allah untuk menuntut ilmu mulai dari dalam kandungan
hingga liang lahat. Dalam hadis nabi pun juga dijelaskan bahwa “tuntutlah ilmu sampai ke negeri China”. Karena ilmu tidak mengenal batasan. Semakin banyak
ilmu pengetahuan yang kita peroleh, semakin luas pula wawasan kita terhadap
dunia. Dengan begitu, banyak bermunculan para intelektual-intelektual Muslim
maupun Barat yang mengemukakan tentang kajian-kajian keilmuan yang
dimilikinya. Hingga pada akhirnya ilmu pengetahuan mencapai masa
keemasannya di masa daulah Umayyah dan Abbasiyah yang berlandaskan Islam,
seperti ditandai dengan didirikannyaDar Al-Hikmah pada masa Harun Al-Rasyid
sebagai pusat ilmu pengetahuan, dan lembaga riset laboratorium penelitian. Selain
3
dalam berbagai bidang, seperti Al-Kindi, Musa Al-Khawarizmi, Ibn Rusyd, Ibn
Bajjah, Al-Bagdadi, dsb.
Namun, dengan seiring waktu dan perkembangan zaman yang semakin
pesat serta banyaknya para intelektual baru yang bermunculan di bidang ilmu
pengetahuan Barat menjadikan intelektual Muslim semakin terpinggirkan. Hingga
saat ini pun Barat masih menjadi kiblat ilmu pengetahuan seluruh manusia yang
ada di dunia ini. Melalui teori-teori baru yang dikemukakan dan
penemuan-penemuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu mencengangkan,
Barat terus melihat dunia Islam dengan sebelah mata. Apalagi dunia Islam sendiri
tidak kunjung beranjak dari ketertinggalannya. Hal itu bisa dilihat dari pendidikan
zaman sekarang yang terus berkembang dan mengalami perubahan dalam sistem
pembelajarannya maupun kurikulumnya, seperti di madrasah-madrasah sekarang
lebih banyak dimasuki pelajaran-pelajaran umum yang mengarah ke Barat-baratan
sedikit memperoleh pelajaran keagamaan. Selain itu, pola berpikir dan tingkah
laku manusia zaman sekarang lebih mengarah dan mengikuti budaya-budaya
Barat atau westernisasi yang mengakibatkan manusia lebih sekuler.
Maka dari itu, menurut Prof. Dr. Abdus Salam mengatakan bahwa
kemerosotan atas ilmu pengetahuan yang hidup di dunia Islam lebih banyak
disebabkan oleh faktor-faktor intern, yaitu karena terasingnya usaha-usaha ilmiah
kita dan karena kehilangan gairah untuk mengadakan pembaharuan (taglid)3.
Mehdi Golshani juga mengatakan bahwa kemunduran umat Islam terhadap ilmu
pengetahuan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: Pertama, umat Islam
3
4
menghentikan semua kegiatan yang berkaitan dengan kretivitas berpikir para
ilmuwan Muslim dalam bentuk ijtihad. Kedua, dalam mencari ilmu-ilmu empiris
umat Islam banyak terasing dari ilmu-ilmu agama, akibatnya kurang memahami
pandangan dunia Islam karena tepengaruh dengan tradisi keilmuan Barat yang
ateistik. Ketiga, dihapusnya studi-studi ilmu-ilmu kealaman dari
kurikulum-kurikulum madrasah-madrasah agama dan kurangnya hubungan yang harmonis
antara sumber-sumber ilmu modern dengan kelompok sarjana-sarjana agama4.
Selain itu, kemunduran dan keterbelakangan peradaban Islam dalam
bidang sains dan teknologi di dunia Islam dipengaruhi oleh beberapa faktor,
bukan hanya dari faktor luar saja namun juga berasal dari dalam diri umat Islam
itu sendiri yang kurang peduli terhadap kebebasan penalaran intelektual dan
kurang menghargai kajian rasional-empirik atau kurang adanya semangat dalam
pengembangan ilmiah dan filosofi5.
Apalagi jika kita melihat dan menyaksikan sebab dari kemunduran yang
menimpa ummat (manusia) adalah sikap kecerobohan mereka untuk begitu saja
meniru kebudayaan-kebudayaan Barat6. Hal itu terlihat dari beberapa bidang yang
mempengaruhi kehidupan manusia, diantaranya mulai dari desain-desain rumah,
kantor, perilaku, pembicaraan yang terkesan lebih mengikuti budaya Barat.
Dengan berbagai permasalahan kemunduran yang dihadapi para ilmuwan
Muslim, Shaber Ahmed mengatakan bahwa untuk mengatasi kemunduran di
4
Mehdi Golshani,Filsafat Sains menurut Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2003), 27
5
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam; Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, (Bandung: Nuansa, 2003), 337
6
5
bidang ilmu pengetahuan diperlukan suatu usaha untuk membangun suatu Negara
yang memegang Islam secara komprehensif sebagai sebuah ideologi yang dianut
dan diterapkan di dalamnya7. Untuk itu diperlukan suatu perombakan atau
pembaharuannya khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebab, kemajuan di
bidang ilmu pengetahuan merupakan tolak ukur dari kemajuan suatu bangsa.
Melihat keadaan dunia Islam yang semakin miris tersebut membuat para
intelektual Muslim yang bermunculan sebagai tokoh-tokoh intelektual pembaharu
Islam yang bertujuan untuk meningkatkan kejayaan Islam seperti pada masanya
dahulu dan meninggalkan metode-metode taqlid yang berbahaya8. Sebut saja
Muhammad Abdul Wahab (1703-1787M) dan Muhammad Abduh (1849-1905M)
yang merupakan tokoh pembaharu Islam pada Abad 20 yang pemikirannya tidak
lepas dari nash-nash alquran dan hadis9. Selain kedua tokoh tersebut banyak para
pemikir Islam yang mulai bermunculan setelahnya dari berbagai negara dan
mempunyai cara berpikir masing-masing, namun mereka mempunyai usaha yang
sama yaitu untuk menjernihkan pola pikir masyarakat yang sekuler dan telah
mendapatkan pengaruh westernisasi yang telah mengesampingkan dunia spiritual
secara utuh.
Pengaruh yang diberikan oleh Barat kepada dunia Islam tidak bisa
terelakkan. Mulai dari dunia militer, ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan
bahkan spiritual membuat batin Ummat Islam semakin lemah. Apalagi yang
paling cepat mempengaruhi ummat Islam dari dunia Barat adalah dari segi budaya.
7
Shabir Ahmed, at.all,Islam dan Ilmu Pengetahuan, terj. Zetira Nadia Rahmah, (Bangil: Al-Izzah, 1999), vii
8
Ismail Raji Al-Faruqi,Islamisasi Pengetahuan, xi
9
6
Budaya modernisme yang terus berkembang di dunia ini membuat manusia
menjadi manusia yang kapitalis, orientalis, dsb. Penyakit modernisme itu juga
sudah menjungkirbalikkan antara sarana dan tujuan sehingga sains dan teknologi
yang semakin berkembang sudah tidak lagi berada di lingkungan manusia
semestinya10. Seperti, dalam bidang sains dan teknologi yang sudah memberikan
dampak negatif bagi masyarakat Islam pada khususnya dengan munculnya
beberapa film dan karikatur yang menghina nabi Muhammad, munculnya
nabi-nabi palsu, bahkan ada yang mengaku dirinya sebagai malaikat Jibril, dsb.
Sedangkan dari sains sendiri lebih mengarah kepada hal sekuler.
Maka dari itu, pada kajian kali ini penulis lebih memusatkan perhatian
kepada seorang tokoh pembaharu Islam yang berasal dari Palestina yaitu Ismail
Raji Al-Faruqi. Beliau adalah seorang tokoh yang berjuang untuk kejayaan umat
Islam. Beliau berusaha untuk mengangkat harkat dan martabat umat Islam melalui
ide besarnya yaitu Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Ide tersebut muncul akibat dari
kegelisahan yang dirasakan oleh para intelektual Muslim terhadap kemunduran
umat Islam yang begitu jauh dengan Barat dalam bidang ilmu pengetahuan. Selain
itu, Al-Faruqi mengemukakan idenya tersebut juga atas dasar malaise yang
dihadapi oleh ummah, karena mereka telah dikalahkan, dibantai, dirampas negeri
dan kekayaannya, dirampas kehidupan dan harapan-harapannya. Mereka juga
disekularkan, diwesterniskan, dide-Islamiskan oleh Barat11.
Ketidakberdayaan umat Islam ketika itulah membuat mereka lebih bersifat
taqiyah yaitu kaum Muslim lebih menyembunyikan identitasnya sebagai seorang
10
7
Muslim, karena mereka merasa malu dan takut terhadap ancaman dunia luar yang
bisa saja mengancam keselamatan dirinya12. Kejadian tersebut menggugah para
intelektual Muslim hadir untuk membangkitkan semangat masyarakat Muslim
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang terkalahkan oleh Barat dengan
berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Dengan begitu, muncullah ide gagasan
Islamisasi Ilmu Pengetahuan yaitu suatu upaya pembebasan pengetahuan dari
asumsi-asumsi atau penafsiran-penafsiran Barat terhadap realitas dan kemudian
menggantikannya dengan pandangan dunia Islam13. Tujuan utamanya yaitu untuk
merumuskan kajian yang mencakup segala kajian tentang alam semesta bersama
dengan aplikasi teknologinya dan didasarkan pada prinsi-prinsip Islam.
Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan itu muncul ketika
diselenggrakannya konferensi Dunia di Mekkah pada tahun 1977 tentang
pendidikan Muslim14. Konferensi tersebut diprakarsai dan dilaksanakan oleh King
Abdul Aziz University yang telah behasil membahas 150 makalah yang ditulis
oleh sarjana-sarjana dari 40 negara dan merumuskan rekomendasi untuk
pembenahan dan penyempurnaan sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan
oleh umat islam seluruh dunia. Gagasan ini dilontarkan oleh Syed Muhammad
Naquib Al-Attas dalam makalahnya yang berjudul“Preliminary Thoughts On The
Nature of Knowledge and The Definition and The Aims of Edication”, dan Ismail
Raji Al-Faruqi dalam makalahnya“Islamicizing sosial Science”.
12
Moh. Shofan, Jalan Ketiga Pemikiran Islam; Mencari Solusi Perdebatan Tradisionalisme dan Liberalisme, (Yohyakarta: IRCiSSoD, 2006), 248
13
Ibid, 264
14
8
Kedua tokoh tersebut merupakan pelopor dari gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan yang memiliki tujuan yang sama yaitu membangkitkan kembali
semangat umat Islam dalam hal mencari ilmu, mengetahui dan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan tanpa mengesampingkan ajaran-ajaran agama.
Meskipun mereka berasal dari negara yang berbeda, akan tetapi memiliki
kesamaan yaitu memperjuangkan umat Islam dari keterpurukannya. Selain itu,
mereka yakin dengan gagasan Islamisasi yang mereka kemukakan dengan
berbagai pendapat bisa membeikan konstribusi yang baik dalam kehidupan umat
Islam.
Naquib Al-Attas menyatakan bahwa tatangan terbesar yang diam-diam
dihadapi oleh umat Islam pada zaman ini adalah tantangan pengetahuan, bukan
dalam bentuk kebodohan, melainkan pengetahuan yang dipahamkan dan
disebarkan ke seluruh dunia oleh peradaan Barat. Adapun jalan yang ditempuh
untuk mengubah cara pandang dunia Barat yang sekuler adalah melalui apa yang
dimaksud dengan islamisasi bahasa, sebab semua berawal dari pikiran dan
perubahan pikiran pararel itu dengan perubahan bahasa15.
Sedangkan menurut Al-Faruqi, sistem pendidikan Islam telah dicetak
dalam karikatur Barat, sehingga ia dipandang sebagai inti malaise atau
penderitaan yang dialami umat. Ia mengkritik ilmu pengetahuan Barat yang
berkembang dewasa ini telah terlepas dari nlai-nilai spiritual16. Oleh karena itu,
menurutnya Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah suatu bentuk usaha yang harus
15
A. Khudori Soleh,Filsafat Islam; Dari Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), 233
16
9
dilakukan guna meng-Islamkan ilmu pengetahuan dengan cara menempatkan
ajaran tauhid sebagai suatu ajaran yang bersuber dari alquran dan hadis sebagai
kebenaran yang absolute dari Allah.
Islamisasi ilmu Pengetahuan adalah jantung dari visinya 17 . Ia
memperjuangkan ide besarnya tersebut ke seluruh dunia Islam, mulai dari
Pakistan, India, Afrika Selatan, Malaysia, Mesir, Libya, hingga ke Arab Saudi.
Idenya tersebut sangat terkenal dengan konsep integrasi antara ilmu pengetahuan
(umum) dan agama. Beliau juga dikenal sebagai penentang yang paling keras
terhadap dikotomi ilmu pengetahuan dan agama. Menurutnya, Islam tidak
mengenal dikotomi lmu. Ilmu dalam Islam dan asalnya adalah bersumber dari
nash-nash alquran dan hadis. Bukan seperti sekarang saat dunia Barat maju dalam
bidang ilmu pengetahuan, namun kemajuan itu kering dari ruh spiritualitas, hal itu
tidak lain karena adanya pemisahan dan dikotomi antara ilmu pengetahuan dan
agama18.
Maka dari itu, konsep Islamisasi Ilmu pengetahuan yang ditawarkan oleh
Ismail Raji Al-Faruqi adalah suatu proses untuk memberikan ruh atau spirit Islam
kepada ilmu pengetahuan modern dengan mengetahui terlebih dahulu landasan
filsafat pengetahuan tersebut yang kemudian di nilai relevansinya terhadap
nilai-nilai Islam19. Oleh karena itu, dalam hal ini diperlukan untuk mempelajari ilmu
pengetahuan Islam dan ilmu pengetahuan modern sebagai langkah penting dalam
memajukan dunia Islam.
17
John L. Esposito-John O. Voll,Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, terj. Sugeng Hariyanto,dkk. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), 13
18
Herry Muhammad,Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, 209
19
10
Hal itu juga sesuai dengan pendapat Osman Bakar yang mengatakan
bahwa umat Islam sebaiknya bisa menerima secara positif ilmu pengetahuan
modern dalam bingkaian prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam dalam melakukan
Islamisasi Ilmu Pengetahuan20. Dengan menerima ilmu pengetahuan modern
berarti dalam usaha meng-Islamkan ilmu pengetahuan tidak dimulai dari dasar,
melainkan dengan mempelajari perkembangan ilmu pengetahuan modern yang
ada. Selain itu, diperlukan juga mempelajari ilmu pengetahuan Islam sebagai
pelajaran yang patut diketahui dan dijadikan sebagai alat untuk mensukseskan
usaha Islamisasi Ilmu pengetahuan.
Hal itulah yang membuat para pengagas Islamisasi Ilmu Pengetahuan
memulai argumentasinya dari premis bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bebas
nilai21. Oleh karena itu, nilai-nilai sebuah agama dapat masuk dalam pembicaraan
tentang ilmu pengetahuan.
Maka dari itu, makna dari apa itu Islamisasi ilmu pengetahuan yang
dikemukakan oleh Ismail Raji Al-Faruqi pada khususnya penulis menggunakan
pendekatan teori hermeneutik. Sebab, hermeneutik merupakan tafsiran. Ketika
kita ingin mengartikan atau memahami makna dari suatu kata atau bahasa kita
bisa lakukan dengan menggunakan hermeneutika. Jika melihat arti hermeneutika
sendiri secara etimologi yaitu sebuah penafsiran atau tafsiran. Sedangkan, secara
terminologi hermeneutik merupakan suatu disiplin yang berkepentingan denga
20
Osman Bakar,Tauhid dan Sains; Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam, terj. Yuliani Liputo, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), 233
21
11
upaya memahami makna atau arti dan maksud yang terkandung dalam sebuah
konsep pemikiran22.
Hermeneutika tampil sebagai cara yang baru untuk mengenal bahasa
dengan cara interpretasi atau pemahaman. Setiap kegiatan manusia yang berkaitan
dengan berpikir, berbicara, menulis, dan menginterpretasikan sesuatu selalu
berkaitan dengan bahasa. Realitas yang masuk dalam dunia perbincangan manusia
selalu berupa realitas yang terbahasakan, sebab manusia memahami dalam bahasa.
Dengan begitu, dalam kehidupan manusia tidak aka lepas dari bahasa. Meskipun
dengan bahasa mereka berkomunikasi, akan tetapi dengan bahasa pula seseorang
bisa salah paham dan salah tafsir. Hal inilah yang membuat hermeneutika tampil
sebagai cara baru untuk mengenal bahasa dengan cara interpretasi atau
pemahaman23.
Hermeneutika berbicara tentang pemahaman bukan untuk menciptakan
kembali hal yang dibaca. Hermeneutika bukan hanya terkadang mengeluarkan
kembali sesuatu yang sudah tersimpan lama. Namun, hermeneutika menunjuk
suatu masalah principal tidak hanya dalam setiap bentuk bacaan, akan tetapi
dalam bentuk semua jenis ekspresi verbal. Hermeneutika adalah seni untuk
menghindari salah paham24.
Oleh karena itu, dalam pembahasan kajian ini menjelaskan tentang
pemikiran dari Ismail Raji Al-Faruqi dalam ide besarnya tentang Islamisasi Ilmu
pengetahuan dengan mengggunakan metode hermeneutik. Sebab, hermeneutik
22
Abdullah Khozin Afandi,Hermeneutika, (Surabaya, Alpha, 2007), 3
23
Edi Mulyono, Belajar Hermeneutika; Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praksis Islamic Studies, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2013), 19
24
12
berperan untuk menjelaskan seperti apa yang diinginkan penulis teks. Apalagi
penerapan hermeneutik sangatlah luas yaitu dalam bidang teologis, filosofis,
linguistic, maupun hukum. Sebab, hermeneutik pada dasarnya adalah filosofis
yaitu suatu bagian dari seni berpikir.
Dalam kajian kali ini penulis menggunakan pendekatan hermeneutik kritik
Jurgen Habermas yaitu seorang filosof Jerman yang terkenal dengan ilmu-ilmu
sosial. Akan tetapi, dalam bidang hermeneutiknya ia berada dalam lingkungan
hermeneutik kritik yang menurutnya sebagai pembenahan dari hermeneutik
sebelumnya yaitu hermeneuti teori dan hermeneutik filosofis yang tidak
mempertimbangkan faktor extra linguistik sebagai kondisi yang mempunyai
pengaruh terhadap pemikiran atau perbuatan seseorang.
Maka dari itu, hermeneutik kritik ini yang dipelopori oleh Jurgen
Habermas (sebagai generasi kedua dari madzhab fankfurt) meletakkan
perhatiannya pada permasalahan faktor extra bahasa dan dalam perkembangannya
ini melahirkan apa yang dikonsepsikan sebagai hermeneutika kritik.
Hermeneutika kritik bergerak tidak hanya sebatas menafsirkan melainkan
mempunyai tujuan untuk mengubah serta pembebasan sekedar menafsirkannya.
Selain itu, paradigma yang digunakan dalam hermeneutika kritik ini
adalah paradigma psikoanalisis, yaitu meliputi keadaan jiwa yang ada dalam diri
seseorang. Setelah mengetahui kejiwaan seseorang, langkah selanjutnya adalah
kita harus mengetahui latar belakang tau sejarah kehidupannya. Dengan begitu,
dapat dikatakan bahwa pedekatan ini berusaha untuk memperhatikan bagaimana
13
atau pemikiran yang bisa memiliki konstribusi terhadap kehidupan masa yang
akan datang.
Hal itulah yang bisa dijadikan oleh penulis untuk melakukan suatu kajian
dari pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang Islamisasi Ilmu pengetahuan dengan
menggunakan pendekatan hermeneutika Jurgen Habermas bisa dianggap relevan.
Hermeneutika Jurgen Habermas yang dimaksudkan adalah yang ada dalam
tulisannya yang berjudul Knowledge and Human Interest(pengetahuan dan minat
manusia)25. Dalam hal ini Habermas mengatakan bahwa semua peristiwa yang
akan terjadi di masa yang akan mendatang tidak akan mempersulit
keyakinan-keyakinan tersebut, malah akan memperteguhkannya. Hal itu dikarenakan
Habermas mengikuti petunjuk yang diberikan oleh C.S. Pierce yang menggunkan
tiga bentuk penyimpulan, yaitu deduksi, induksi, dan abduksi26.
Dengan deduksi ia membuktikan bahwa sesuatu seharusnya berperilaku
dalam cara tertentu tanpa memerlukan informasi baru, namun harus ada sebuah
fakta ilmiah yang sudah terbukti valid. Dalam induksi ia ingin membuktikan
bahwa sesuatu pada kenyataannya akan berperilaku dalam suatu cara tertentu,
selain itu juga ada pengujian apa yang harus dilakukan dan dengan kemungkinan
apa prediksi-prediksi itu dapat diyakini kebenarannya. Sedangkan, dengan
abduksi ia ingin membuktikan bahwa sesuatu mungkin akan berperilaku menurut
suatu caa tertentu, dalam gal ini yang dimaksudkan adalah membentuk suatu
hipotesis yang bersifat menerangkan, karena jika kita harus mempelajari sesuatu
25
E. Sumaryono,Hermeneutika; Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 81
26
14
atau memahami fenomena secara lugas, maka harus melalui proses yang bisa
menjelaskan suatu atau fenomena tersebut.
Dalam hal ini habermas membedakan anatar pemahaman dan penjelasan.
Pemahaman merupakan suatu kegiatan dimana pengalaman dan pengertian teoritis
menjadi satu. Seperti halnya pemikiran, Hbermas menegaskan bahwa penjelasan
haruslah berupa penerapan secara obyektif sesuatu hukum atau teori terhadap
fakta, dan pemahaman menjadi bagian subyektifnya. Sebab, pemahaman juga
melibatkan pengalaman interpreter. Sedangkan, penjelasan adalah sutu bentuk
pemahaman yang sudah kita lakukan yng kemudian kita kemukakan dengan
menggunakan bahasa sesuai dengan pemahaman kita.
Habermas juga memberikan peringatan kepada kita bahwa kita tidak dapat
memahami sepenuhnya makna suatu fakta, sebab ada juga fakta yang tidak dapat
diinterpretasikan. Habermas menyatakan bahwa selalu ada makna yang lebih yang
tidak dapat dijangkau oleh interpretasi. Karena semua hal tersebut akan mengalir
secara terus-menerus dalam kehidupan kita.
Apalagi Ismail Raji Al-Faruqi dalam mgemukakan idenya tersebut bukan
tanpa alasan. Sebab, ia mengetahui bagaimana situasi serta kondisi yang dihadapi
oleh umat Islam pada waktu itu. Seperti teori horizon yang dikemukakan oleh
Gadamer bahwa suatu hal yang terjadi tidak akan lepas dari pengaruh situasi
lingkungan.
Dengan begitu, jika dikaitkan dengan melihat sumbangan ide tebesar dari
Ismail Raji Al-Faruqi dalam bidang ilmu pengetahuan bisa dijadikan sebagai
15
memajukan dunia Islam di masa yang akan datang. Sehingga mampu menjadikan
dunia Islam sebagai pemimpin sebuah peradaban dunia sebagaimana yang pernah
dialami pada zaman keemasan Islam. Sedangkan, dalam hermeneutik Habermas
dalam metode yang digunakannya dapat memberikan suatu pemahaman terhadap
apa yang dimaksudkan oleh Ismail Raji Al-Faruqi tentang Islamisasi Ilmu
Pengetahuan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkannya. Selain itu
juga, sebagai seorang tokoh pembaharu Islam apa yang menjadikan Islamil Raji
Al-Faruqi mencetuskan ide tersebut dan mempertahankannya demi memajukan
dan mengangkat harkat martabata umat Islam dengan kita mengetahui sejarah
umat Islam pada zaman rasulullah, pada zaman kejayaannya dahulu dalam bidang
ilmu pengetahuan, dan mengepa bisa terjadi kemunduran yang begitu jauh dengan
Barat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan oleh penulis di atas,
perlu kiranya penulis melakukan suatu batasan permasalahan yang akan diangkat
dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:
1. Dengan berbagai permasalahan yang dialami oleh umat Islam dalam hal sains
dan teknologi para pemikir Islam beusaha untuk membangkitkan kembali
semangat umat Islam untuk bisa bersaing dengan Barat, para pemikir Islam
memunculkan ide besarnya yang berkaitan dengan sains dan teknologi yaitu
Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang bermaksud untuk tetap mengembangkan
ilmu-ilmu pengetahuan akan tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai
16
2. Dengan mengembangkan ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan perlulah suatu cara
agar masyarakat muslim mengetahui tentang adanya usaha yang dilakukan
oleh para pemikir Islam guna mengangkat harkat dan martabat sebaagi
seorang Muslim agar tidak terus-menerus ditindas oleh Barat dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Meskipun dalam
hal ini akan terdapat pro dan kotra yang akan terjadi dikemudian hari dengan
usaha yang dilakukan oleh para pemikir Islam
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas,
penulis telah membatasi permasalahan tersebut menjadi dua permasalahan,
diantaranya:
1. Menjelaskan latar belakang munculnya Islamisasi Ilmu Pengetahuan
2. Menjelaskan argumentasi-argumentasi Ismail Raji Al-Faruqi dan
langkah-langkah mencapai Islamisasi Ilmu Pengetahuan
D. Definisi Operasional
Untuk dapat diketahui ruang lingkup pembahasan dalam penulisan skripsi
ini, penulis perlu memberikan batasan pengertian terhadap kata-kata yang
digunakan dala judul skripsi agar terhindar dalam penafsiran yang salah,
diantaranya:
Pemikiran adalah suatu istilah yang menunjuk baik pada proses kegiatan
17
yang berkenaan dengan metafisika, universalia (hal-hal universal), dan
epistemologi27.
Islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu upaya untuk membangun
semangat umat Islam dalam berilmu pengetahuan, mengembangkannya melalui
kebebasan penalaran intelektual dan kajian rasional empirik atau semangat
pengembangan ilmiah (scientific inquary) dan filosofis yang merupakan
perwujudan dari sikap concern, loyal dan komitmen terhadap doktrin-doktrin dan
nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam alquran dan hadis28.
Ismail Raji Al-Faruqiadalah seorang pemikir Islam abad 20 yang berasal
dari Palestina, seorang Faqih dan mencoba mengangkat harkat dan martabat umat
Islam melalui ide besarnya yaitu Islamisasi Ilmu Pengetahuan29.
E. Alasan Memilih Judul
Ada beberapa yang menjadikan alasan bagi penulis untuk memilih judul
Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi untuk dijadikan sebagai topik pembahasan dalam
skripsi ini. Hal tersebut antara lain:
1. Memperoleh wawasan tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang
dikemukakan oleh Ismail Raji Al-Faruqi
2. Ingin mengetahui dan mengkaji maksud dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan
3. Memperoleh wawasan kajian keIslaman dalam pemikiran Islam pada
umumya dan memahami pokok pemikiran dari setiap tokoh pada khususnya
27
Lorens Bagus,Kamus Filsafat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), 793 28Muhaimin,Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam,337
29
18
F. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang dimaksudkan penulis dalam judul skripsi ini adalah
meliputi tujuan praktis dan tujuan teoketik. Sebagai tujuan praktisnya adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya Islamisasi ilmu pengetahuan
2. Untuk mengetahui argumentasi-argumentasi yang dikemukakan oleh Ismail
Raji Al-Faruqi dan langkah-langkah mencapai Islamisasi ilmu pengetahuan
Adapun, tujuan teoketiknya adalah:
1. Mengoperasionalkan teori hermeneutik sebagai pendekatan dalam judul
skripsi ini untuk mengikuti mengembangkan khazanah keilmuan
2. Merumuskan suatu teori yaitu untuk mengetahui makna teks yang
dimaksudkan dari pengarang tentang pemikirannya Islamisasi Ilmu
Pengetahuan tersebut, mengapa pemikiran tersebut bisa muncul
G. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu sumbangan khazanah keilmuwan, khususnya di jurusan
Filsafat Agama
2. Dapat dijadikan pijakan untuk mengembangkan kajian berikutnya
(development research)
3. Sebagai bahan informasi untuk menumbuh kembangkan kajian mahasiswa
Muslim yang sadar dan peduli akan pentingnya kemajuan ilmu pengetahuan
di dunia Islam
19
Berdasarkan pra penelitian yang penulis lakukan, telah ditemukan
beberapa pembahasan mengenai Islamisasi Ilmu Pengetahuan dengan berbagai
macam alasan. Hal ini menunjukkan bahwa Islamisasi Ilmu pengetahuan sangat
menarik untuk dibahas dan dipelajari, karena Islamisasi Ilmu Pengetahuan
merupakan suatu gerakan baru dalam upaya untuk memajukan dunia Islam yang
dipelopori oleh pemikir Islam termasuk Ismail Raji al-Faruqi.
Sejauh pengetahuan penulis, sebelumnya sudah ada yang membahas
namun penulis jadikan sebagai acuan agar mencapai kesempurnaan. Maka dari itu,
perlu kiranya untuk melakukan kajian pustaka agar tidak terjadi penulisan ulang
sehingga pembahasan yang dilakukan tidak sama dengan yang lain. Terdapat buku,
jurnal, skripsi, atau sejenisnya yang ditulis oleh beberapa orang yang menuliskan
hal yang serupa, akan tetapi berbeda dengan judul yang kami ambil, diantaranya:
1. Tesis Drs. Aan Najib, Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islam
(Telaah Atas pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi), yang membahas tentang
permasalahan Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam pandangan Ismail Raji
Al-Faruqi yang meliputi landasan epistemologi Islamisasi, langkah aktualisasi
Ilmu pengetahuan, dan bentuk implikasi ilmu pengetahuan dalam pendidikan
2. Isno, Islamisasi Ilmu pengetahuan dalam Perspektif Ismail Raji Al-Faruqi,
2005, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan
Ampel Surabaya. Dalam skripsi ini mengkaji tentang karya dari Ismail Raji
Al-Faruqi tentang Islamisasi Ilmu pengetahuan dan implikasinya terhadap
lingkungan pendidikan Islam (Universitas Islam pada umumnya dan IAIN
20
3. Halimatus Sa’diyyah, Islamisasi Ilmu pengetahuan: Studi Komparasi antara Pandangan Ismail Raji Al-Faruqi dan Ziauddin Sardar, 2004, Jurusan
Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin. Dalam skripsi ini menjelaskan
perbedaan dan persamaan pemikiran mengenai Islamisasi Ilmu pengetahuan
dari masing-masing kedua tokoh pemikir tersebut
4. Wirna Khusnul Urifah, Konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut Syed
Nuqaib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi: Studi Perbandingan, 2010,
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Ampel
Surabaya. Dalam skripsi ini menjelaskan perbedaan dan persamaan pemikiran
tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan dari masing-masing kedua tokoh
tersebut
Berpijak pada tinjauan pustaka di atas, maka dalam skripsi mencoba
mengkaji, dan mengedepankan sisi yang belum banyak dikaji oleh penulis
terdahulu yaitu “PemikiranIslamisasi Ilmu pengetahuan Menurut Ismail Raji
Al-Faruqi”.
I. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian yang digunakan adalah library research (penelitian
kepustakaan) yang dimulai dengan mengumpulkan kepustakaan.
Pertama-tama mencari segala buku yang ada yang mengenai tokoh dan topik yang
bersangkutan
2. Sumber data
21
a. Data Primer
1. Islamization of Knowledge oleh Ismail Raji Al-Faruqi,
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Islamisasi Pengetahuan
b. Data Sekunder
1. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Dinamika Masa Depan Kini oleh
Taufik Abdullah
2. Tokoh-tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer oleh John L.
Espositi-John O. Voll
3. Tokoh-tokoh yang Berpengaruh Abad 20 oleh Herry Muhammad
4. Tauhid dan Sains, Esai-Esai tentang sejarah dan Filsafat Sains Islam
oleh Osman Bakar
5. Filsafat Sains menurut Alquran oleh Mehdi Golshani
6. Islam sebagai Ilmu oleh Kuntowijoyo
7. Jalan Ketiga Pemikiran Islam; Mencari Solusi Perdebatan
Tradisionalisme dan Liberalisme oleh Moh. Shofan
8. Filsafat Islam; Dari Klasik Hingga Kontemporer oleh A. Khudori
Soleh
9. Hermeneutika; Sebuah Metode Filsafat oleh E. Sumaryono
10. Hermeneutika oleh Poespropodjo
11. Dan masih banyak lagi karya-karya yang lainnya
3. Metode Pengumpulan data
Mengenai pengumpulan data, penulis menggunakan studi kepustakaan
22
dengan tema yang akan dibahas. Dengan mengambil karya tokoh pribadi dan
dengan karangan khusus tentang filsafatnya30.
4. Metode Analisis data
Dalam menganalisa data yang telah diperoleh penulis menggunakan
metode deskriptif, induktif, historis, dan interpretasi. Diantaranya:
a. Metode deskriptif, yaitu metode yang menguraikan secara teratur seluruh
konsespsi tokoh31. Makasudnya adalah untuk menggambarkan pemikiran
Ismail Raji Al-Faruqi terhadap masalah yang dibahas
b. Metode Induktif, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menelaah
pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang islamisasi ilmu pengetahuan
dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal yang bersifat khusus
yang kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum32
c. Metode historis, yaitu dilihat benang merah dalam pengembangan pikiran
tokoh, baik berhubungan dengan lingkungan historis dan
pengaruh-pengaruh yang di alaminya, maupun dalam perjalanan kehidupannya
sendiri. Sebagai latara belakang diselidiki keadaan khusus yang dialami
tokoh dan diperiksa riwayat hidup tokoh, pendidikannya, pengaruh yang
diterimanya dan segala macam pengalaman yang membentuk
pandangannnya serta mencari pandangan pokoknya33
30
Anton Bakker dan Ahmad Charis Zubair,Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 63
31
Ibid, 65
32
23
d. Metode interpretasi, yaitu metode untuk menangkap arti dan nuansa yang
dimaksudkan tokoh secara khas34. Dalam hal ini usaha memahami
pemikirasn yang khas dari Ismail Razi Al-Faruqi
J. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penyusunan hasil penelitian ini, maka
pembahasannya dikelompokkan menjadi lima bab yang penjelasannya adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN menjelaskan tentang latar belakang,
identifikasi masalah, rumusan masalah, definisi operasional, alasan memilih judul,
tujuan, kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, sistematika
pembahasan
BAB II : LATAR BELAKANG KONSEP ISLAMISASI ILMU
PENGETAHUAN menjelaskan tentang biografi Ismail Raji Al-Faruqi,
argumentasi-argumentasi Islamisasi ilmu pengetahuan menurut Ismail Raji
Al-Faruqi, dan prinsip-prinsip menjalankan Islamisasi ilmu pengetahuan
BAB III : RENCANA KERJA ISLAMISASI ILMU
PENGETAHUAN menjelaskan tentang langkah-langkah untuk mencapai
Islamisasi ilmu pengetahuan, alat-alat bantu yang digunakan, tujuan mencapai
Islamisasi ilmu pengetahuan, dialektika munculnya Islamisasi ilmu pengetahuan
BAB IV : TINJAUAN KHAS ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN
MENURUT ISMAIL RAI AL-FARUQI menjelaskan tentang latar belakang
34
24
gagasan Islamisasi imu pengetahuan, tinjauan khas Islamisasi sains menurut
Al-Faruqi, implikasi Islamisasi sains dalam perkembangan masyarakat modern
BAB II
LATAR BELAKANG KONSEP ISLAMISASI ILMU
PENGETAHUAN
A. Biografi Ismail Raji Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada tanggal 1 Januari 1921 di Jaffa, Palestina.
Ia adalah seorang pemikir Islam yang intens yang memadukan antara Islam
dengan esensi ajaran tauhid dengan pengetahuan dan seni. Sebagai seorang yang
berasal dari Palestina yang dahulunya belum dikuasai oleh Israel, ia begitu
mengagumi tempat kelahirannya tersebut. Akan tetapi, ketika Palestina telah
dikuasai oleh Israel, Al-Faruqi menjadi salah seorang penentang zionisme.
Bahkan, pendapat yang dikemukakannya bahwa Negara Israel harus dirobohkan
dan rakyat Palestina berhak melawan aksi-aksi mereka dipertahakannya hingga
kematiannya1.
Riwayat pendidikan yang dilalui oleh Al-Faruqi tidak jauh bebeda dengan
anak-anak keturunan Arab pada umumnya yang selalu mengutamakan pendidikan
agama. Ia memulai pendidikannya di College Des Fress, Libanon dari tahun
1926-1936. Kemudian, ia melanjutkan kuliah di American University, Beirut sampai
tahun 1941. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di bidang filsafat dan
meraih gelar Ph.D di Universitas Indiana pada tahun 1952. Akan tetapi,
menurutnya apa yang dicapainya masih belum memuaskan. Pada akhirnya, ia
1
26
melanjutkan studinya ke Universitas Al-Azhar, Kairo untuk mendalami ilmu
ke-Islaman. Sepulangnya ia dari Kairo dengan bekal ilmu ke-Islaman yang semakin
mendalam, ia lebih sering mengisi tentang kajian-kajian Islam di
universitas-universitas maupun di majlis ta’lim. Selain itu juga, ia sering diundang untuk menjadi guru tamu di universitas-universitas Amerika untuk mengisi kajian
ke-Islaman. Tidak lama kemudian, pada tahun 1968 Al-Faruqi menjadi guru besar
pemikiran dan kebudayaan Islam di Temple University, Philadelphia.
Disamping konstribusinya yang besar dalam memperkenalkan studi-studi
ke-Islaman di berbagi perguruan tinggi di Amerika, ia juga aktif dalam
gerakan-gerakan ke-Islaman dan keagamaan. Kemudian, ia mencanangkan suatu
proyeknya yang terkenal yaitu Islamisasi ilmu pengetahuan. Selain itu juga,
bersama dengan istrinya Louis Lamya, ia membentuk kelompok-kelompok kajian
Islam seperti Muslim Student Assosiation (MSA), American Academy of
Religion (AAR), mendirikan Himpunan Ilmuan Sosial Muslim (The Assosiation
of Muslim Social Scientist-AMSS), Islamic Society of North America (ISNA),
mendirikan Jurnal American Journal of Islamic Social Sciences (AJISS), dan juga
mendirikan perguruan tinggi pemikiran Islam (The International Institute of
Islamic Thought-IIIT)2.
Selain itu juga, Al-Faruqi juga duduk sebagai penasihat serta ikut
mendesain program studi Islam di berbagai universitas di dunia Islam, seperti di
Pakistan, India, Afrika Selatan, Malaysia, Saudi Arabia dan Mesir. Selain itu,
Al-2
27
Faruqi juga ikut mendesain program studi Islam di tempat-tempat isolatif seperti
di Universitas Mindanau, Philipina Selatan, dan Universitas Qum, Teheran, Iran3.
Kehidupan akademis Al-Faruqi sangat produktif. Selama hidupnya ia
banyak menulis ratusan artikel. Hampir semua bidang keilmuan sudah
dijelajahinya, mulai dari etika, seni, ekonomi, metafisika, politik, sosiologi, dll
semua ia kuasai dengan baik dan disajikan secara komprehensif sehingga
membentuk sebuah karya. Diantara karya-karyanya adalah On Arabism, Urabah
and Religions,An Analysis of the Dominant Ideas of Arabism and of Islam as its
Highest Moment of Conciousness (1962), Usul As-Sahyuniyah fi Ad-Din
Al-Yahudi (Analytical Study of the Growth of Particularism in Hebrew Scripture
(1964), Christian Ethics, Historical Atlas of the Religions of the World (1967).
Selain itu, Al-Faruqi juga menjadi seorang penulis buku bersama, seperti dalam
buku Historical Atlas of the World,The Great Asian Religions, dan The Cultural
Atlas of Islam. Hingga menjelang akhir hayatnya, Al-Faruqi telah berhasil
menuangkan konsep-konsep pemikirannya dalammagnum opusnya yang berjudul
Tauhid; Its Implication for Thought and life.
B. Argumentasi-argumentasi Ismail Raji Al-Faruqi tentang Islamisasi Ilmu
Pengetahuan
Gagasan tentang Islamisasi sains pertama kali dilontarkan ole Al-Faruqi
pada saat pembentukan The International Institute f Islamic Thougth di
Washington pada tahun 1981 dan forum The First International Conference of
3
28
Islamic Thought dan Islamization of Knowledge di Islamabad pada tahun 1982.
Esposito menuturkan Islamisasi sains inilah yang menjadi inti visi dari Al-Faruqi.
Ia menganggap kelumpuhan politik, ekonomi, dan religio-kulural umat Islam
utamanya merupakan akibat dualisme sistem pendidikan di dunia Islam, ditamba
hilangnya idetitas dan pudarnya visi Islam. Al-Faruqi meyakini bahwa sosial atas
problem ini adalah mengkaji peradaban Islam dan pengetahuan modern4.
Al-Faruqi berpandangan bahwa pengetahuan modern mengakibatkan
adanya pertentangan antara wahyu dan akal dalam diri umat Islam, memisahkan
pemikiran dari aksi serta adanya dualisme kultural dan religius. Oleh karena itu,
diperlukan Islamisasi sains yang berpijak dari ajaran tauhid. Sains menurut tradisi
Islam tidak menerangkan dan memahami realitas dan entitas yang terpisah dari
independen dari realitas absolute (Allah), tetapi melihatnya sebagai bagian
integral dari eksistensi Allah. Islamisasi sains menurut Al-Faruqi, harus diarahkan
pada suatu kondisi analisis dan sintesis tentang hubungan realitas yang sedang
dipelajari dengan pola hukum Tuhan (divine pattern)5.
Al-Faruqi percaya bahwa Islam adalah solusi bagi problematika yang
dihadapi manusia sekarang ini. Apalagi yang hidapi oleh umat Muslim saat ini
adalah berada dalam keadaan yang lemah dan berada dalam zaman kemunduran,
seperti buta huruf, kebodohan, dan juga tahayul. Sehingga, hal itu membuat umat
Islam lari kepada keyakinan yang buta, bersandar kepada literalisme dan
4
John L. Esposito-John O. Voll,Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, terj. Sugeng Hariyanto,dkk. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), 41
5
29
legalisme atau menyerahkan diri kepada syaikh (pemimpin) mereka dan
meninggalkan ijtihad suatu sumber kreativitas yang seharusnya dipertahankan6.
Kemunduran yang di alami oleh umat Islam dalam berbagai bidang
kehidupanya telah membuat mereka berada dalam anak tangga terbawah. Hal itu
dikarenakan mereka melihat kemajuan bangsa Barat yang begitu mengagumkan.
Sehingga sebagian dari mereka para kaum Muslim yang tergoda dengan kemajuan
Barat melakukan reformasi dengan jalan westernisasi. Namun, ternyata jalan
westernisasi yang ditempuh menurutnya lebih baik telah menghancurkan umat
Islam dari ajaran alquran dan hadis, karena semua yang berhubungan dengan
kemajuan Barat diterima oleh umat Islam tanpa adanya filter7.
Selain permasalahan mengenai westernisasi, juga adanya persoalan
mengenai bidang akademik. Banyak para pemuda-pemuda Muslim yang
berpendidikan Barat, bahkan telah memperkuat westernisasi dan sekularisasi di
lingkungan perguruan tinggi. Kejadian tersebut membuat adaya suatu gejala
dirasakan oleh Al-Faruqi sebagai The Lack of Vision yaitu kehilangan yang jelas
tentang sesuatu yang harus diperjuangkan sampai berhasil8.
Meskipun dalam berbagai aspek-aspek tertentu kemajuan Barat ikut
memberikan dampak yang positif bagi umat Islam, namun Al-Faruqi melihat
bahwa kemajuan yang dicapai oleh umat Islam bukan sebagai kemajuan yang
dikehendaki oleh ajaran agamanya. Kemajuan yang mereka capai hanyalah
kemajuan yang semu. Di satu pihak umat Islam telah berkenalan dengan peradabn
6
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1984), 40
7
Ibid, 4-5
8
30
Barat modern, akan tetapi di sisi yang lain mereka kehilangan pijakan yang
kokoh, yaitu pedoman hidup yang bersumber dari moral agama. Melihat
fenomena ini, Al-Faruqi melihat kenyataan bahwa umat Islam seakan-akan berada
di persimpangan jalan. Sulit untuk menentukan pilihan arah yang tepat. Sebab,
umat Islam pada akhirnya terkesan mengambil sikap mendua, yaitu antara tradisi
ke Islaman dan nilai-nilai peradaban Barat modern. Pandangan dualisme yang
seperti itu menjadi suatu penyebab dari kemunduran yang di alami oleh umat
Islam. Bahkan mencapai pada suatu hal yang serius yaitu malaise. Maka dari itu,
sebagai prasyarat yang harus dilakukan untuk menghilangkan tanggapan
mengenai kemunduran umat Islam seperti dualisme dan sekaligus mencari jalan
keluar dari malaise yang dihadapi oleh umat, hal yang harus dilakukan adalah
pengetahuan harus di-Islamisasikan atau diadakan asimilasi pengetahuan agar
serasi dengan ajaran tauhid dan ajaran Islam9.
Apalagi Al-Faruqi tidak menginginkan apapun kecuali
mempertimbangkan kembali seluruh khasanah ilmu pengetahuan manusia dari
titik pijak Islam. Maka dari itu, Al-Faruqi mengatakan bahwa tidak ada cara lain
untuk membangkitkan Islam dan menolong nestapa dunia, kecuali dengan
mengkaji kembali kultur keilmuan Islam masa lalu, masa kini, dan keilmuan Barat
sekaligus, kemudian mengolahnya menjadi keilmuan yang rahmatan li al-alamin
melalui apa yang disebut dengan Islamisasi ilmu yang kemudian disosialisasikan
lewat sistem pendidikan Islam yang integratis10. Oleh karena itu, ia tidak pernah
9
Ibid, 22
10
31
bosan mengingatkan orang-orang Islam yang menerima secara utuh westernisasi
dan modernisasi barat untuk melakukan reformasi pemikiran Islam. Ini berarti
bahwa umat Islam tidak saja menguasai ilmu-ilmu warisan Islam saja, melainkan
juga harus menguasai disiplin ilmu modern. Sangat perlu bagi umat Islam
melakukan integrasi pengetahuan-pengetahuan baru dengan warisan Islam dengan
penghilangan, perubahan, penafsiran kembali dan adaptasi
komponen-komponennya sehingga sesuai dengan pandangan dan nilai-nilai Islam. Dalam
bukunya Islamization of Knowledge; General Principles and Work Plan,
Al-Faruqi mengelaborasi gagasannya, dan gagasanya Al-Al-Faruqi ini tidak hanya
bersifat teoritis, namun juga cenderung kepada perencanaan praktis11.
C. Prinsip-prinsip Menjalankan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Dalam menjalankan suatu usaha yang dilakukan untuk membangun
masyarakat Islam yang lebih baik lagi, maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi perlu adanya prinsip-prinsip yang harus dijalankan agar tidak keluar
dari ketentuan dan batasan yang telah menjadi patokan. Oleh karena itu, Al-Faruqi
dalam menjalankan Islamisasi Pengetahuan mengemukakan prinsip-prinsip dasar
yang digunakannya, diantaranya:
1. Ke-Esaan Allah (tauhid)
Tauhid merupakan prinsip penentu pertama dalam Islam, kebudayaannya,
dan sainsnya. Tauhid inilah yang memberikan identitas kepada peradaban
Islam yang mengikat semua unsurnya bersama-sama dan menjadikan
unsur-unsur tersebut sebagai suatu kesatuan integral yang organis. Dalam mengikat
11
32
unsur yang bebeda tersebut, tauhid membentuk sains dan budaya dalam
bingkainya sendiri. Ia mencetak unsur-unsur sains dan budaya agar saling
selaras dan saling mendukung. Tanpa harus mengubah sifat-sifat mereka,
esensi tersebut mengubah unsur-unsur yang membentuk peradaban dengan
memberikannya ciri baru sebagai bagian dari peradaban tersebut. Tingkat
perubahan ini bisa beragam, mulai dari tingkat yang kecil hingga yang
radikal. Perubahan yang bersifat kecil hanya mempengaruhi bentuknya,
sedangkan yang radikal jika mempengaruhi fungsinya. Hal ini dikarenakan
fungsilah yang merupakan relevansi unsure peradaban dengan esensinya.
Itulah sebabnya umat Islam perlu mengembangkan ilmu tauhid dan
menjadikan displin-disiplin logika, epistemology, metafisika, dan etika
sebagai cabang-cabangnya. Dengan demikia, tauhid merupakan perintah
Tuhan yang tetinggi dan paling penting. Ini dibuktikan oleh kenyataan adanya
janji Tuhan untuk mengampuni semua dosa kecuali pelanggaran terhadap
tauhid.
Tidak ada satupun perintah dalam Islam yang bisa dilepaskan dari tauhid.
Seluruh agama itu sendiri, kewajiban manusia untuk menyembah Tuhan,
untuk mematuhi perintah-perintah-Nya dan menjauhi laranga-larangan-Nya
akan hancur begitu tauhid dilanggar. Oleh karena itu, berpegang teguh pada
prinsip tauhid merupakan suatu keniscayaan dan merupakan fondamen dari
seluruh kesalehan, religiusitas, dan kebaikan. Seorang Muslim dapat
33
ke-Esaan dan transendensi Allah sebagai prinsip tertinggi dari seluruh
ciptaan, wujud, dan kehidupan.
Islam menyatakan bahwa transendensi Tuhan adalah urusan semua orang.
Islam telah menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan semua manusia
dalam keadaan mampu mengenal-Nya dalam transenden-Nya. Ini adalah
anugerah bawaan manusia sejak lahir, suatu fitrah yang dimiliki semua orang.
Dengan mengidentifikasi hal yang transenden seperti Tuha, maka manusia
akan menyingkirkan bimbingn perbuatan diluar hal yang trnsenden tersebut.
Setiap manusia memiliki pengalaman keagamaan yang esensinya kembali
kepada tauhid. Tuhan bukanlah sesuatu yang absolute semata, namun
merupakan esensi dari kenormatifan12. Tuhan sebagai kenormatifan berarti
bahwa dia adalah zat yang memerintah. Gerak-geriknya, piki6rannya,
perbuatannya adalah segala realitas yang pasti dan dapat dipahami oleh
manusia.
Disamping sebagai makhluk metafisis, Tuhan juga sebagai tujuan
akhirbagi setiap umat Islam. Jika mereka menggunakan pengetahuannya,
maka mereka akan menyatakan bahwa nilai metafisik adalah yang dapat
digunakan sebagai hikmah yang sangat penting dalam melaksanakan
perintah-perintahnya yang akan menggerakkan kepada dan ke arah apa yang
diserukan atau dengan kata lain kenormatifan.
Al-Faruqi menambahkan bahwa Tuhan adalah suatu tujuan dan suatu
akhir. Dia adalah obyek akhir dari semua harapan. Konsepsi Tuhan sebagai
12
34
terminus finalistis tertinggi dan latar dasar aksiologis member pengertian
bahwa ia sangat unik. Sebab, jika tidak demikian maka masalahnya yang
perlu diangkat lagi adalah masalah prioritas atau ultimatnya yang satu
terhadap yang lain. Sangat wajar jika suatu akhir finalistis itu unik. Al-quran
secara tegas menyatakan “jika ada Tuhan-tuhan lain di langit dan di bumi
selain Allah, maka pastilah langit dan bumi itu akan rusak dan binasa”. Inilah
keunikan yang oleh orang Islam dan diteguhkannya dalam pengakuan
keyakinan imannya. Tidak ada Tuhan melainkan hanya Allah semata. Syirk
atau menghubungkan Tuhan-tuhan lain dengan Allah sebenarnya adalah
mensekutukan nilai-nilai moral dengan yang bersifat elemental dan utilitarian
yang kesemua itu, menurut Al-Faruqi hanyalah sebagai instrumental dan
tidak pernah berakhir13.
Untuk mengerti Tuhan sebagi inti kenormatifan dan tujuan akhir dimana
segala makhluk yang diperintahkan oleh Tuhan tidak mungkin, kecuali
makhluk-makhluk yang mengerti bahwa kenormatifan ini adalah benar-benar
kenormatifan, mengingat kenormatifan adalah suatu konsep yang relasional.
Oleh karena itu, maka para makhluk yang diciptakan seharusnya mengerti
dan menyadari perintah-perintah-Nya. Relasionalitas bukanlah relatifitas dan
seharusnya tidak dipahami secara langsung bahwa Tuhan tergantung atau
membutuhkan kepada manusia dan dunianya. Dalam Islam, Tuhan itu Maha
Kaya dan Berkecukupan. Akan tetapi, sifat Tuhan ini tidak lantas
menghalangi penciptaan suatu dunia dimana manusia mendapatkan dan
13
35
menerima berbagai kewajiban serta menyadari kemampuannya. Inti
terpenting dari elaborasi Al-Faruqi ini adalah bahwa pengalaman agama
dalam Islam ada pada Tuhan yang unik dan kehendak-Nya menjadi
kewajiban serta membimbing kehidupan manusia. Alquran menjelaskan
tentang pemakluman Tuhan kepada para malaikat tentang maksud-Nya untuk
menciptakan dunia dan memposisikan manusia sebagai khalifah Tuhan.
Manusia yang berani menerima kebenaran, akan mampu melaksanakan
keinginan, kehendak, serta kemauan Tuhan14.
Dalam menjalankan tugas kosmiknya, manusia seharusnya dibimbing
dengan etika tauhid dalam setiap perbuatan atau tindakannya yaitu etika
dimana keberhargaan manusia sebagai pelaku diukur dengan tingkat
keberhasilan yang dicapainya dalam mengisi aliran ruang dan waktu, dalam
dirinya, dan juga lingkungan sekitarnya. Melalui tauhid, Islam mencegah
etika manusia menjadi etika konsekuensi atau etika utilitarian.
Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa tauhid tidak hanya menjadi
esensi dari etika Islam, namun juga menjadi esensi bagi pengetahuan. Dalam
hubungannya dengan keilmuan, tauhid memberikan tiga pedoman, yaitu:
a. Ia menolak segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas. Prinsip
ini menjadikan segala sesuatu dalam agama terbuka untuk diselidiki dan
dikritik. Prinsip ini bertujuan untuk melindungi umat Islam dari
pengetahuan dan statement yang tidak teruji dan tidak dikonfirmasikan.
14
36
b. Ia menolak adanya kontradiksi-kontradiksi hakiki, termasuk kontradiksi
antara akal dan wahyu. Dalam al ini tauhd sebagai kesatupaduan
kebenran menurut umat Isam untuk mengembalikan tesis-tesis yang
kontadiktif kepada peahaman untuk dikaji sekali lagi. Islam
mengausmsikan bahwa pasti ada sau aspek yang luput dari hubungan
yang kontradiktif tersebut. Demikian pula tauhd menuntut umat Islam
untuk mengembalikan solusi atas kontradiksi tersebut kepada wahyu
supaya mereka kembali membaca wahyu itu sekali lagi, jika ada arti yang
kurang jelas yang mungkin telah lupt dari pemahamannya pada
pembacaan yang pertama, dan jika diteliti kembali akan dapat
menghilangkan kontradiksi tersebut.
c. Ia terbuka dengan segala bukti baru yang bertentangan. Prinsip ketiga ini
melindungi umat Islam dari literalisme, fanatisme, dan konservatisme
yang mengakibatkan kemandegan sekaligus mendorong umat Islam
kepada sikap rendah hati intelektual.
Tauhid juga menjadi prinsip tata sosial yang artinya tauhid tidak hanya
menekankan kesalehan sosial. Seperti halnya, Islam mengajarkan bahwa
shalat yang tidak mencega pelakunya dari perbuatan eji dan mungkar adalah
sia-sia, dan ibadah haji yang tidak mendatangkan manfaat sosial bagi para
pelakunya adalah tidak sempurna. Dalam Qs. Ali Imran: 104
37
Artinya: “Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar. Dan mereka itulah oran-orang yang beruntung”
Al-Faruqi mendefinisikan ummah disini sebagai suatu kumpulan warga
yang organis dan padu yang tidak dibatasi oleh tanah kelahiran, kebangsaan,
ras, kebudayaan yang bersifat universal, total dan bertanggung jwab dalam
kehidupan bersamanya dan juga dalam kehidupan pribadi masing-masing
anggotanya. Masing-masing individu dari ummah ini erlu mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat nanti dan mengaktualisasikan setiap
kehendak Ilahi dalam ruang dan waktu dari semesta ini.
Aktualisasi kehendak Ilahi pada manusia mensyaratkan manusia itu
meniah dengan lawan jenisnya dan melahirkan keuturunan, hidup bersama
yang dengan demikian menyediakan ajang bagi hubungan-hubungan dimana
unsur moral dari kehendak Ilahi dapat dipenuhi oleh keputusan dan tindakan
manusia. Ajang ini dalam kenyataannya terdiri dari empat peringkat, yaitu
diri sendiri, keluarga, suku, bangsa atau ras, dan ummah secara universal.
Oleh kaena itu, berpegang pada tauhid berarti mengahayti
perintah-perintah Tuhan sebagai kewajiban, dan mengaktualisasikan nilai-nilai yang
tersirat dalam perintah-perintah tersebut, maka secara logis semua ini
berkaitan antara satu individu dengan individu yang lainnya. Disini, Tuhan
tidak hanya memerintahkan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut,
melainkan juga mengarahkan metode yang menetapkan matri-materi untuk
38
hubungan yang dilahirkannya. Keniscayaan keduanya dapat ditetapkan
secara rasional. Penetapan Tuhan atas keduanya adalah penegasan atas
keniscayaan rasional mereka. Karenanya, Al-Faruqi menegaskan bahwa
tidak mungkin ada tauhid tanpa keluarga. Keluarga itu pul yang menjadi
embrio terbentuknya komunitas yang lebih besar lagi, sehingga internalisasi
nilai-nilai tauhd dalam keluarga menjadi suatu keniscayaan, dengan harapan
dari komunitas tauhid yang kecil ini bisa mencetak komunitas tauhid secara
global yang mendunia.
Dalam tauhid kehidupan umat Islam berada dalam pengawasan Tuhan.
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, dan segala sesuatu itu dicatat dan
diperhitungan bagi pelakunya, bai itu berupa kebaikan ataupun kejahatan.
Demikian pula dalam tata ekonomi, Islam mensyaratkan bahwa produksi
barang-barang dan jasa harus bebas sepenuhnya dari unsur penipuan dan
pemalsuan. Tauhid mengaitkan aktifitas produksi dengan empat prinsip:
Selain menetapkan etika produksi, tauhid juga mengatur etika konsumsi.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Al-Faruqi memang mendasarkan
interpretasi Islamnya pada doktrin tauhid, memadukan penegasan klasik
sentalitas ke-Esaan Tuhan (monoteisme) dengan interpretasi mdernis
(ijtihad) dan penerapan Islam dalam kehidupan modern. Tauhd inilah yang
menjadi esensi pengalaman keagamaan, inti Islam, dan prnsip sejarah,
pengetahuan, sains, etika, estetika, umat, keluarga, serta tatanan politik,
39
2. Kesatuan Alam
a. Tata Kosmis
Al-Faruqi menyatakan bahwa hal ini merupakan kelanjutan dari
ke-Esaan Allah16. Orang yang mengakui akan ke-Esaan Allah berarti
harus menerima ke-Esaan ciptaan-Nya. Seperti yang dijelaskan dalam
Qs. Al-Anbiya17: 22
Artinya: “seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Maha suci Allah telah memiliki ‘Arsy dari apa yang mereka sifatkan”
Dari ayat tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada realitas
tertinggi kecuali Allah swt. Jika ada realitas tertinggi yang lebih dari satu,
maka realitas tertinggi itu bukanlah yang tertinggi. Kemudian, alam
semesta ini tentu akan mempunyai tata atau aturan yang berbeda-beda
agar kita sebagai manusia mengetahui tentang alam semesta ini. Selain
itu, kesatuan alam ini mengandung makna adanya suatu tata kosmik yang
didalamnya terdapat berbagai obyek, baik itu sebagi substansi-substansi,
kualitas-kualitas, hubungan-hubungan, maupun peristiwa-peristiwa.
Dari konsistensi atau kesatuan tata kosmis itulah yang membuat
kita dapat menyadari kepermanenan substansi sebagai benda-benda dan
pengulangan-pengulangan sebagai kausalitas. Tanpa tata kosmis ini,
16
Ismail Raji Al-Faruqi,Islamisasi Pengetahuan, 58
17
40
benda-benda, sebab-sebab, dan konsekuen-konsekuen tidak akan sama.
Tata kosmis tersebut terdiri dari hukum-hukum alam. Hukum-hukum ini
berlaku di alam semesta dan meresapi setiap bagian atau aspek alam.
Jadi, bisa dikatakan bahwa segala sesuatu kehidupan yang ada di dalam
kosmos dan setiap peristiwa yang terjadi adalah sesuai dengan
perintah-Nya.
b. Penciptaan: Sebuah Tujuan-tujuan Ukhrawi
Menurut Al-Faruqi, segala sesuatu berjalan dan bergerak sesuai
dengan tujuan-tujuan sang pencipta. Manusia dituntut untuk mengetahui
dan meneliti hukum-hukum dan tujuan-tujuan yang telah dimaksudkan.
Hal itu dikarenakan alam semesta ini diciptakan oleh Allah untuk
kepentingan manusia. Seperti yang dijelaskan dalam Qs. Al-Furqan18: 2
Artinya: “Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya, dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat”
Ukuran yang dimaksudkan adalah memeberikan kepada segala
sesuatu yang berupa sifat, hubungan-hubungannya dengan hal-hal lain,
dan perjalanan eksistensinya. Sebab, ukuran Tuhan terhadap segala
41
merujuk kepada sebuah tujuan akhir yaitu kepada siapa segala sesuatu itu
akan kembali. Apalagi Tuhan akan membuat suatu kehendak yang baik
kepada sesuatu hal yang memang seharusnya baik.
Sebagai seorang Muslim begitu memahami bahwa segala sesuatu
yang diciptakan oleh Allah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, meskipun
hal itu tidak diketahui oleh mereka (manusia). Mereka menganggap
bahwa setiap kehidupan adalah baik, segala apap