• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAKWAH DAN KEKERABATAN KAJIAN TENTANG STRATEGI PENGORGANISASIAN ANGGOTA PENGAJIAN MAJELIS TA’LIM AL-AHADI DI PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG PAJARAKAN KAB. PROBOLINGGO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAKWAH DAN KEKERABATAN KAJIAN TENTANG STRATEGI PENGORGANISASIAN ANGGOTA PENGAJIAN MAJELIS TA’LIM AL-AHADI DI PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG PAJARAKAN KAB. PROBOLINGGO."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAKSI Nama Penyusun : Saiful Islam

NIM : F0.5.4.10.241

Judul Tesisi : Dakwah Dan Kekerabatan (Strategi Pengorganisasi Anggota Majlis Ta’lim al-Hadi Pesantren Zainul Hasan Genggong Di Pajarakan Kabupaten Probolinggo).

Penyebaran agama Islam ke Nusantara pertama kalinya dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara dan saluran, perdagangan, politik kekuasaan dan sebagainya. Pelopor dakwah di Jawa, yang terkenal dengan

sebutan wali songo, memilih memanfaatkan medium jalinan kekerabatan

yang menghubungkan secara geneologis, baik antara mereka sesama pelaku

dakwah (da>‘i>) maupun dengan masyarakat strategis yang menjadi objek

pengislaman (mad‘u>). Dalam kenyataanya, model komunikasi dakwah

semacam itu terbukti sangat efektif meningkatkan keberhasilan dakwah Islam.

Dakwah Islam dengan kekerabatan memperoleh banyak keuntungan berkat jalinan kekerabatan. Seperti, hubungan kekerabatan yang mengacu pada skema anggota-anggota keluarga, baik yang bertalian darah segaris keturunan (lineage) atau nasab-atas (nenek moyang), ke bawah (anak cucu), serta samping kanan dan kiri (semendo), mampun yang diakibatkan oleh oleh suatu kontrak perkawinan. Dakwah dengan kekerabatan tidak hanya ditemukan pada massa wali songo yang sangat sukses mengislamkan tanah Jawa, hal itu juga ditemukan di media dakwah Majlis Ta’lim al-Ahadi Di Pesantren Zainul Hasan Genggong Kabupaten Probolinggo. Dakwah dengan

kekerabatan yang pereankan oleh Kyai (da>‘i>) dan anggota pengajian Majelis

Ta’lim al-Ahadi di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, merupakan fenomina dakwah yang menarik untuk diteliti, melihat dakwah dengan kekerabatan sangat sulit ditemukan pada saat sekarang apalagi dengan usianya Majlis Taklim ini sudah hampir satu abad. Karena itu peneliti menganggkat judul; Dakwah dan Kekerabatan, Kajian tentang Strategi

Pengorganisasian Anggota Pengajian Majelis Ta’lim al-Ahadi di pondok

Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan Kab. Probolinggo.

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif dengan tujuaan untuk mendiskripsikan anggota

pengajian dan pelaku dakwah di Majlis Ta’lim al-Ahadi. Sedangkan teori

yang digunakan untuk membedah jamaah dan pelaku dakwah, penulis menggunakan teori Cliford Greertz tentang agama dan kebudayaan, dan teori James W. Zanden tentang terbentuknya kelompok.

(2)

itu sendiri, adapun anggota penggajian membentuk kekerabatan yaitu alumni santri yang dulu menjadi santri di pesantren mengikuti pengajian dan

mengajak saudara-saudaranya di Majlis Ta’lim al-Ahadi.

Keunikan dari media dakwah ini adalah masih bisa mempertahankan nilai nilai lama, meskipun media dakwah yang lain sudah menggunkan media elektronik seperti televisi untuk mempublikasin dan mensosialisasikan

dakwah islam kepada masyarakat. Hal inilah yang membuat Majlis Ta’lim

(3)

DAKWAH DAN KEKERABATAN

Kajian Tentang Strategi Pengorganisasian Anggota Pengajian Majelis Ta’lim al -Ahadi di Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan Kab. Probolinggo

TESIS

Diajukan Untuk memenuhi sebagian syarat

Memperoleh Gelar Magister Dalam Program Studi Ilmu Keislaman Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Oleh SAIFUL ISLAM N I M : F0.5.4.10.241

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 6

C. Perumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 8

F. Penelitian terdahulu ... 8

G. Sistematika pembahasan ... 13

BAB II KAJIAN TEORITIK METODE DAKWAH A. Kajian Pustaka ... 16

B. Teori Penelitian ... 25

1. Cliford Greetz Tentang Agama Dan Kebudayaan ... 32

2. James W. Zanden Teori tentang terbentuknya kelompok ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jeinis Penelitian ... 36

(8)

C. Sumber Data Dan Lokasi Penelitian ... 41

D. Tahap-Tahap Penelitian ... 42

E. Teknik Analisis Data ... 49

F. Teknik Keabsahan Data ... 51

G. Jadwal Penelitian ... 54

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA A. Latar Belakang Berdirinya Majlis Ta’lim al-Ahadi ... 56

1. Majlis Ta’lim al-Ahadi Pada Masa KH. Moh. Hasan ... 57

2. Majlis Ta’lim al-Ahadi Masa KH.Moh. Hasan Saifurrizdal ... 61

3. Majlis Ta’lim al-Ahadi Masa KH. Moh. Hasan Saiful Islam ... 64

B. Visi Dan Misi Majlis Ta’lim Al-Ahadi ... 66

C. Perkembangan Majlis Ta’lim al-Ahadi ... 67

D. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ... 70

1. Pola Kekerabatan Majlis Ta’lim al-Ahad ... 70

2. Hubungan (interrelationship) Kekerabatan Anggota Majelis Ta’lim al-Ahadi ... 75

3. Strategi Majlis Ta’lim al-Ahadi Pesantren Zainul Hasan ... 77

a. Barokah dan Karomah Kyai Pesantren, Akan Dari Staregi Dakwah Majlis ta’lim al-Ahadi ... 77

b. Santri Sebagai Modal Stragi Dakwah Majlis Ta’lim al-Ahadi ... 81

E. ANALIS DATA 1. Pola Kekerabatan Pimpinan Majlis Ta’lim al-Ahadi ... 83

2. Pola Kekerabatan Anggota Pengajian Majlis Ta’lim al-Ahadi .... 85

3. Strategi Majelis Ta’lim al-Ahadi Bisa Bertahan Sampai Sekarang... 86

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan... 88

(9)

DAFTAR PUSTAKA ...

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyebaran agama Islam ke Nusantara pertama kalinya dilakukan

dengan menggunakan berbagai macam cara dan saluran, perdagangan,

politik kekuasaan dan sebagainya. Pelopor dakwah di Jawa, yang terkenal

dengan sebutan wali songo,1 memilih memanfaatkan medium jalinan

kekerabatan yang menghubungkan secara geneologis, baik antara mereka

sesama pelaku dakwah (da>‘i>) maupun dengan masyarakat strategis yang

menjadi objek pengislaman (mad‘u>). Dalam kenyataanya, model

komunikasi dakwah semacam itu terbukti sangat efektif meningkatkan

keberhasilan dakwah Islam.2

Wali-wali pun, pada waktu itu, diakui peranannya dalam struktur

komunitas penduduk pribumi bahkan melalui isyarat-isyarat

kesinambungan keturunan antarsesama wali sebagai da>‘i>, seperti wali

songo. Kekerabatan para wali songo ini dapat diterangkan dengan teori

ujung timur pulau Jawa, yang menyebutkan empat orang suci agama Islam

pada zaman kuno diperkirakan masih satu saudara. Mereka ialah Jumadil

1 Wali songo adalah wali yang berjumlah sembilan yang terdiri dari Malik Ibrahim (Gresik),

Sunan Ampel (Surabaya), Sunan Giri (Gresik), Sunan Bonang (Tuban), Sunan Drajat (Lamongan), Sunan Kudus (Kudus), Sunan Kali Jaga (Kadilangu Demak), Sunan Muria (Kudus), dan Sunan Gunung Jati (Cirebon). Lihat Sukarma, “Kekerabatan: Akar Keunggulan

Strategi Dakwah Wali Songo”, Ilmu Dakwah, Vol. 10, No. 2 (April, 2005), 3.

(11)

2

Kubra di mantingan,3 dan Nyampok di suku Dhomas, Dada Pethak di

Gunung Bromo dan Maulana Ishak dari blangbangan.

Pada paruh pertama abad ke-15, saat Islam memperoleh momentum

di istana dan wilayah kekuasaan majapahit, sebelumya prabu Kertawijaya

dan Brawijaya 1 yang masih menganut agama Hindu support kepada

pribadi dan aktifitas muslim, dalam hal ini adalah Santri Gresik, Raden

‘Alim atau Sunan Mejagung dan Raden Rahmat (Sunan Ampel), semantara

itu perkawinan raja legendaris Majapahit Brawijaya V dengan wanita

kebangsaan Tionghoa. Dara Pethak melahirkan Raden Fatah, jadi secara

geneologis raja Demak yaitu Raden Fatah, yang di kemudian hari menjadi

penguasa Muslim pertama di tanah Jawa. Jadi secara geonologis, raja

Demak itu masih tergolong kerabat dekat Sunan Ampel dari lingkungan

keraton Majapahit.

Raden Sahid atau Sunan Kalijaga adalah kerabat dari Sunan

Bonang bila dilihat dari ibunya yang berasal dari kedaton tua Tuban, dan

juga Sunan Kalijaga mempunyai hubungan dekat dengan Sunan Gunung

Jati karena menikahi saudara perempuanya yaitu Ratna Sitti Jainab, adapun

Sunan Sarif Hidayatullah mempunyai kekerabatan dengan Sultan

Tranggana Demak karena menikahi saudara perempuanya. Sunan Kudus

nama aslinya Jaf’ar Sodik di ketahui putra dari Sunan Maulana Ishak,

3 Mantingan atau pemantingan adalah suatu tempat di dekat Jepara. Sebelum zaman Islam,

(12)

3

saudara sekandung dari lain ibu, sementara Umar Sahid yang bergelar

Suna Muria adalah putra Sunan Kalijaga.

Penyebaran Islam dengan kekerabatan memperoleh banyak

keuntungan berkat jalinan kekerabata. Seperti, hubungan kekerabatan yang

mengacu pada skema anggota-anggota keluarga, baik yang bertalian darah

segaris keturunan (lineage) atau nasab-atas (nenek moyang), ke bawah

(anak cucu), serta samping kanan dan kiri (semendo), mampun yang

diakibatkan oleh oleh suatu kontrak perkawinan.4

Dakwah Islam mengalami akselerasi setalah para penyebar Islam

memanfaatkan kualitas-kualitas kenisbatan (ascriptive), seperti faktor

kekeluargaan di atas, dalam fungsi kolegial antar mereka selaku pembawa

risalah (pesan da‘wah) di bumi Indonesai. Selanjutnya, mereka menjalin

suatu pathnership dengan masyarakat pribumi, khususnya

penguasa-penguasa setempat. Sejarawan Tunisia Ibnu Khaldun (W. 808 H./322-1406

M) mengatakan, da‘wah agama sesungguhnya tidak akan berhasil tanpa

dukungan solidaritas keturunan. Para nabi sendiri selaku pelaku dakwah

dan diyakini paling mampu melakukan hal-hal laur biasa sekalipun, masih

memerlukan perlindungan dari anak kerabatnya.

Untuk menegakkan suatu agama, memang motivasi keagamaan saja

tidak cukup bila tidak ditunjang oleh adanya kekuatan solidaritas sosial

yang bertumpu, pada ikatan darah atau persamaan keturunan. Misalnya,

usaha-usaha Muhammad b. Abd al-Wahab memperbaharui agama Islam

(13)

4

(gerakan wahabi) baru berhasil menuai hasil yang lebih luas setelah sang

pelopor menjalin “aliansi genealogis” dengan keluarga penguasa Saudi.

Dakwah dengan kekerabatan tidak hanya di temukan pada masa

para wali songo, yang menuai keberhasilan menanamkan Islam pada

masyarakat Jawa dan pemabaharuan Islam (gerakan wahabi) yang

dilakukan oleh Muhammad B. Abd al-Wahab di Arab Saudi. Dakwah

dengan kekerabatan, juga ditemukan di Majelis Ta’lim al-Ahadi di

Pesantren Zainul Hasan Genggong.

Dakwah dengan kekerabatan di Majelis Ta’lim al-Ahad di perankan

oleh Kyai dan anggota pengajian.5 Pola kekerabatan yang dilakukan oleh

Kyai-santri dan simpatisan (masyarakat) sebagai anggota dakwah. Pertama,

Kyai mewariskan kepada potranah (putra) untuk menggantikan

kepemimpinan Majelis Ta’lim al-Ahadi. Kedua, anggota pengajian yang

terdiri dari alumni santri dan non-alumni (simpatisan) mewariskan tradisi

pengajian kepada saudaranya.

Dakwah dengan kekerabatan yang dilakukan oleh Kyai pesantren

dan anggota pengajian, memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi

keberlangungan dakwah Majelis Ta’lim al-Ahadi. Strategi yang masih

konvensional masih di pertahankan dan nyaris tidak ada perubahan dalam

strateginya.

5 Kyai Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, meliputi. KH. Moh. Hasan Sepuh, KH. Moh.

(14)

5

Di lihat dari usianya media dakwah Majelis Ta’lim al-Ahadi sudah

lebih dari 80 tahun, keunikan tersendiri bagi Majelis Ta’lim al-Ahadi

sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat

sebagai sasaran dakwah (mad’u>>), melihat perkembangan media dakwah

yang digunakan oleh para pelaku dakwah (da>’i) sekarang dengan

menggunakan media dakwah modern, seperti. Televisi, Hanphond, Koran,

Majalah, Tabloid, Internet.6

Tujuan didirikanya Majelis Ta’lim al-Ahadi sebagai media dakwah

untuk menamkan imam dan takwah kepada masyarakat, dari lahirnya

sampai sekarang Majelis Ta’lim al-Ahadi sudah memilki 5000 lebih

anggota pengajian.7 Untuk memperluas tujuan didirikanya Majelis Ta’lim

al-Ahadi, pelau dakwah (Kyai) mereformasi tujuan pengajian, dari

imam-takwah kepada penyuluhan dan penerangan yang dikenal dengan sebutan

(P2), dengan memberi pemahaman kepada anggota pengajian tentang

penyuluhan-penerangan, supaya masyarakata khususnya anggota pengajian

lebih memahami pentinganya penyuluhan-penerangan di kehidupan

sehari-hari.

Dakwah dengan kekerabatan yang pereankan oleh Kyai (da>‘i>) dan

anggota pengajian Majelis Ta’lim al-Ahadi di Pondok Pesantren Zainul

Hasan Genggong, merupakan fenomina dakwah yang menarik untuk

diteliti, melihat dakwah dengan kekerabatan sangat sulit ditemukan pada

6 Hasan Malik, Wawancara, Probolinggo, 20 Maret, 2012.

7Arief Umar, 150.Tahun Menebar Ilmu di Jalan Allah, Sejarah Perjalanan dan Perkembanganya

(15)

6

saat sekarang apalagi dengan usianya Majlis Taklim ini sudah hampir satu

abad.

Karena itu peneliti menganggkat judul; Dakwah dan Kekerabatan,

Kajian tentang Strategi Pengorganisasian Anggota Pengajian Majelis

Ta’lim al-Ahadi di pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan

Kab. Probolinggo.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dalam berdakwah, da>‘i> merupakan seorang komunikator yang

menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui berbagai cara dalam

ber-dakwah, dengan tujuan supanya mad’u> menerima pesan dari da>‘i> dan mad’u>

bisa memahami sekaligus mengamalkan.

Seorang da>‘i> tidak bisa efektif menyampaikan pesanya apabila tidak

mempunyai metode dan strategi dalam berdakwah dengan katagori

efektifitas materi yang di sampaikan, bertahan atau tidaknya media dakwah

yang dilakukan oleh da>‘i> karena petimbangan peminat dari pengajian

tersbut, bukan hanya melulu di dasarkan pada pesan atau materi yang di

sampaikan oleh para da>‘i> dengan alasan kurang sesuai dengan harapan

mad‘u> .

Tetapi pengusaan strategi dakwah yang juga harus di teliti oleh para

da>‘i> demi keberlangsungan dari media dakwah yang menjadi tempat Kyai

untuk menyampaikan pesan-pesanya kepada masyarakat. Strategi

(16)

7

Kesuksesan para wali songo menyebarkan ajaran-ajaran agama

Islam di Jawa faktor yang sangat menentukan adalah jalinan kekerabatan

yang di perankan oleh para wali songo. Wali satu dengan wali yang lainya

mempunya hubungan kekerabatan.8

Setelah abad 13 M, saat da>‘i> profisional mengantikan kedudukan

pedagang dalam proses islamisasi Nusantara, jaringan kekerabatan melalui

perkawinan ini tetap merupakan salah satu media dakwah yang efektif.

Senada dengan A.H. Jhones, suksesnya guru-guru sufi yang mengislamkan

Nusantara adalah juga dengan mengawini puteri-puteri bangsawan lokal.

Praktek perkawinan tersebut justru merupakan faktor strategis

penyebaran agama Islam yang paling mudah, dimana individu-individu

terlibat, suami istri membangun keluarga inti (nuclear family), kemudian

menghimpun pertalian kekerabatan lebih besar antara trah (keluarga besar)

samapai membentuk emberio masyarakat muslim.

Karena itu peneliti ingin membatasi pada persoalan Dakwah dan

Kekerabatan, Kajian Tentang Strategi Pengorganisasian Anggota

Pengajian Majelis Ta’lim al-Ahadi di Pondok Pesantren Zainul Hasan

Genggong Pajarakan Kabupaten Probolinggo.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan

masalah, maka dapat rumusan masalah sebagai berikut:

(17)

8

1. Bagaiman Pola Kekerabatan Anggta dan Pimpinan Pengajian Majelis

Ta’lim al-Ahadi di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan

Kab. Probolinggo?

2. Bagaimana Strategi Pengajian Majelis Ta’lim al-Ahadi di Pondok

pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan Kab. Probolinggo bisa

bertahan.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola kekerabatan anggota pengajian Majelis T>a’lim

al-Ahadi di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan Kab.

Probolinggo.

2. Untuk mengetahui strategi pengajian Majelis Ta’lim al-Ahadi di Pondok

Pesantren Zainul Hasan Genggong Pajarakan Kab. Probolinggo bisa

bertahan sampai sekarang.

E. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan memiliki arti akademis

menambah data informasi dan dipertimbangkan dalam memperkaya

tentang strategi dakwah ksusunya dakwah dengan kekeratabatan,.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

pertimbangan oleh para tokoh dakwah dalam proses dakwahnya, untuk

selalu mempertimbangkan sebaik mungkin strategi dakwah yang

digunakan.

(18)

9

Beberapa karya tulis ilmiah yang membahas dakwah. dalam

searching yang dilakukan peneliti, sangat jarang sekali di temukan

penelitian yang meneliti dakwah dengan kekerabatan. Hanya saja, ada

penelitian dalam jurnal ilmu Dakwah. Yang bisa dijadikan peneliti sebagai

bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian ini.

Tulisan Sukarma Dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel

Surabaya dalam jurnal ilmu dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, dengan

judul Kekerabatan: Akar Keunggulan Strategi Dakwah wali songo. Di

terbitkan tahun 2004.

Artikel tersebut membahas tentang gerakan dakwah wali songo

yang membuai kesuksesan mengislamkan masyarakat pada waktu. Generasi

pelopor dakwah di Jawa, yang terkenal disebut wali songo dalam tulisan

Sukarma di sebabkan dengan keunggulan strategi kekerabatannya yang di

pakai oleh para wali songo. Dalam kenyataannya, model komunikasi

dakwah seperti sangat efektif mengislamkan masyarakat non muslim pada

waktu itu.

Wali songo sangat di akui keberhasilannya oleh para peneliti dan

masyarakat umum tentang jasanya mengislamkan masyarakat Jawa pada

khusunya, wali-wali secara umum semakin di akui peranannya dalam

struktur komunitas penduduk pribumi. Bahkan kemudian, melalui

isyarat-isyarat kesinambungan keturunan, dakwah dengan personal beralih pada

dakwah yang sifatnya kesinambungan keturunan, sebagaimana yang kita

(19)

10

Penelitian Agus Sunyoto.9 Sebuah tulisan dalam jurnal yang

membahas tentang Sunan Ampel sebagai raja Surabaya dan dakwah

kekerabatan menjadi suksesnya islam di tanah Jawa.

Berdakwah adalah tugas setiap muslim sesuai sabda Nabi

Muhammad Saw: sampaikan apa yang dari aku sekalipun satu ayat. Itu

sebabnya, tidak perduli apakah seorang muslim berkedudukan sebagai

pedagang, tukang, petani, nelayan, pejabat, atau raja sekali pun memiliki

kewajiban utama menyampaikan kebenaran Islam kepada siapa saja dan di

mana saja. Sunan Ampel, raja Surabaya, sebagaimana para penyebar agama

Islam lainnya terbukti menjalankan amanat agama itu dengan sangat baik

melalui prinsip dakwah, maw’iz}atul hasanah wa muja>dalah billati> hiya

ahsan. Malahan, sejak sebelum menjadi raja Surabaya, Sunan Ampel sudah

menyampaikan dakwah kepada Arya Damar Adipati Palembang dan kepada

Prabhu Brawijaya sebagaimana dituturkan Serat Walisongo.

Sunan Ampel berdakwah juga melalui ikatan-ikatan kekerabatan

lewat jalan pernikahan dengan keluarga para tokoh. Usaha-usaha dakwah

Sunan Ampel lewat jalinan kekerabatan dengan keluarga para tokoh, dapat

dipaparkan sebagai berikut.

Penelitian menggunakan metode penilitian historiografi lokal yang

menuturkan bahwa Raden Rahmat kelak termashur dengan gelar Sunan

Ampel adalah orang asing. Ibunya yang bernama Candrawati,

9 Agus Sunyoto, Membaca Kembali Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad

(20)

11

berkebangsaan Campa. Ayahnya yang bernama Ibrahim as-Samarqandi,

berasal dari Samarkand. Kemudian melalui bibinya, Darawati, yang

dinikahi Maharaja Majapahit Prabhu Kertawijaya (Brawijaya V), Raden

Rahmat masuk ke dalam ikatan kekerabatan dengan penguasa di Majapahit.

Menurut Serat Kandha, atas keinginan Prabhu Kertawijaya, suami bibinya,

Raden Rahmat dinikahkan dengan Nyi Ageng Manila, puteri Arya Teja,

adipati Tuban.

Menikahi puteri Arya Teja, Raden Rahmat telah masuk ke dalam

lingkungan keluarga raja Surabaya, Arya Lembu Sura. Sebab ibu Nyi

Ageng Manila, adalah puteri Arya Lembu Sura. Atas kehendak Prabhu

Kertawijaya pula, kakak Raden Rahmat, Ali Murtadho, dinikahkan dengan

puteri Arya Baribin di Pamekasan. Tokoh Arya Baribin ini juga putera

Arya Lembu Sura.

Masuknya Raden Rahmat ke dalam lingkungan keluarga Arya

Lembu Sura, dapat dilihat sebagai titik tolak bagi menguatnya kedudukan

tokoh asal Campa itu di Surabaya. Sebab dengan menjadi keluarga Arya

Lembu Sura, berarti Raden Rahmat telah menjadi bagian dari keluarga

besar Maharaja Majapahit. Dengan kedudukannya sebagai pangeran

Majapahit pertama yang beragama Islam, Arya Lembu Sura dihormati

tidak saja oleh keluarga Maharaja Majapahit tetapi juga oleh umat Islam

yang mulai tumbuh di kawasan pesisir. Dan sebagai cucu menantu raja

Surabaya yang dihormati itu, tentu saja Raden Rahmat ikut dihormati

(21)

12

Sekalipun keberadaan Arya Lembu Sura sebagai raja Surabaya

banyak diabaikan oleh cerita tutur maupun historiografi lokal, tampaknya

tokoh tersebut memiliki peran yang tidak kecil dalam usaha pengembangan

Islam di Surabaya. Salah satu bukti tak terbantah tentang kedudukan Arya

Lembu Sura, adalah keberadaannya sebagai tonggak yang menjalin

hubungan genealogi antara para penyebar agama Islam dengan keluarga

penguasa-penguasa Majapahit. Setelah Raden Rahmat dan Ali Murtadho

masuk ke dalam lingkaran keluarga Arya Lembu Sura, misalnya, masuk

pula seorang penyebar Islam bernama Khalifah Husein yang menikahi cucu

Arya Lembu Sura, puteri Arya Baribin, Raja Pamekasan

Serat Kandha menuturkan, bahwa Khalifah Husein adalah kerabat

Sunan Ampel. Jadi wajar jika Sunan Ampel memerintahkan Khalifah

Husein untuk mengislamkan Madura, Sumenep, Balega, dan Surabaya,

karena penguasa-penguasa di Madura dewasa itu adalah kerabat dan

keturunan Arya Lembu Sura. Arya Baribin, raja Pamekasan, adalah putera

Arya Lembu Sura.

Lembu Peteng, Raja Gili Mandangin pulau kecil di Sampang, adalah

kemenakan Arya Lembu Sura. Arya Menak Sunaya, raja Pamadegan

berpusat di pesisir laut sampai saat ini menjadi pelabuhan yang

menghubungkan antara Sampang dan pulau Gili Mandangin, putera Arya

Damar Adipati Palembang, adalah cucu kemenakan Arya Lembu Sura.

Jaran Panoleh, raja Sumenep, adalah kemenakan Arya Lembu Sura juga.

(22)

13

Syeikh Waliy al-Islam telah menikah dengan Retna Sambodhi puteri

penguasa Pasuruaan.

Dari jalinan kekerabatan yang dilakukan oleh Sunan Ampel sebagai

raja Surabaya dalam catatan Agus Suyonto sangat ampuh mengislamkan

masyarakat Jawa, pada waktu itu nusantara khususnya Jawa beragama

Hindu.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, maka

dipandang perlu adanya sistematika pembahasanya sebagai berikut:

BAB I : Yaitu bagian pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah

yang dijadikan pijakan awal untuk merumuskan masalah,

sehingga bisa menentukan penelitian dan kegunaan hasil

penelitian. Difenisi operasional merupakan penjelasan

variabel-variabel yang diteliti yang bersifat operasional. Penelitian yang

dilakukan mempunyai metode penelitian yang dalam penulisanya

menggunakan sistematika pembahasan yang merupakan alur

logis dari bangunan bahasan sekripsi.

BAB II : Landasan teori yang memuat deskripsi tentang Dakwah dan

Kekerabatan Majelis Ta’lim al-Ahadi Pesantren Zainul Hasan

Genggong Probolinggo dengan sub bab sebagai berikut: Konsep

Kekeraban dan Konsep Dakwah Majelis Ta’lim al-Ahadi dengan

pokok bahasan teori Zanden teori tentang terbentuknya

(23)

14

kebudayaan yaitu model of dan model for teori ini di

perkenalkan oleh Cliforrd Greert.

BAB III : Pokok pembahasan mengenai sejarah kekerabatan media dakwah

Majelis Ta’lim al-Ahadi Pondok Pesantren Zainul Hasan

Genggong Probolinggo yang di dalamnya sejarah media dakwah

Majelis Ta’lim al-Ahadi Pondok Pesantren Zainul Hasan

Genggong Probolinggo, pemimpin atau pengasuh media dakwah

Majelis Ta’lim al-Ahadi dari KH. Moh. Hasan Sepuh, KH. Moh.

Hasan Saifurrizdhal, KH. Moh. Hasan Saiful Islam. Visi Majelis

Ta’lim al-Ahadi Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong

Probolinggo serta perkembangan media dakwah Majelis Ta’lim

al-Ahadi Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

BAB IV : Analisa, yaitu setelah mengumpulkan dan mendiskripsikan data

yang kemudian di analisa dengan teknik analisa yang telah

ditentukan untuk menjawab untuk mengkategorikan pola

Kekerabatan dan strategi kekerabatan Majelis Ta’lim al-Ahadi di

Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo, pola

kekerabatan media dakwah Majelis Ta’lim al-Ahadi terbagi dalam

3 katagori yaitu, pola kekerabatan pemimpin Majelis Ta’lim al

-Ahadi Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo,

pola kekerabatan alumni Pondok Pesantren Zainul Hasan

Genggong Probolinggo yang aktif menjadi anggota dakwah

(24)

15

Probolinggo, pola kekerabatan non alumni atau masyarakat umum

yang menjadi anggota dakwah Majelis Ta’lim al-Ahadi Pondok

Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

BAB V: Merupakan bagian penutup antara lain berisi kesimpulan dari hasil

kajian terhadap permasalahan yang ada, yang kemudian diakhiri

dengan beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai bahan

(25)

16

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Kajian Pustaka 1. Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab da‘wah yang berarti:

panggilan, ajakan, atau seruan, sebagai bentuk mas}dar dari kata kerja

da‘a>, yadau>, yang artinya: memanggil, mengajak, atau menyeru.10 Arti

kata dakwah seperti ini sering dipergunakan dalam ayat-ayat al-Qur’an,

antara lain:

a. Mengharap dan berdoa kepada Allah swt., seperti terdapat dalam

surah al-Baqarah ayat 186.

كلأس

ع

يّنع

يّنإف

بيرق

بيج

وْع

ّ ل

ع

يجتْسيْ ف

و

يل

11

شْري ْم ّ عل يب ونمْ يْل

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan dalam kebenaran.12

b. Memanggil dengan suara lantang, seperti terdapat dalam surah

al-Rum ayat 25.

ْنم

ت يآ

ے

ْ

و ت

ء ّسل

ضْ أ

هرْمأب

ے

ّمث

ْمك ع

وْع

نم

13

وجرْ ت ْمتْن ضْ أ

10 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983)., 17-18. 11 Ibid., 2: 186.

(26)

17

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradah-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).14

c. Mendorong seseorang untuk memeluk suatu keyakinan tertentu,

seperti terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 221.15

ا

وحكْنت

كرْش ْل

ّتح

مْ ي

ّن

مأ

نمْ م

رْيخ

ْنم

كرْشم

ْول

ْت جْع

ْمك

ا

وحكْنت

نيكرْش ْل

ّتح

ونمْ ي

ْ عل

نمْ م

رْيخ

ْنم

رْشم

ْول

جْع

ْمك

ك ل

وعْ ي

ل

ّنل

َّ

وعْ ي

ل

ّنجْل

رفْغ ْل

نْ إب

ے

نّي ي

هت يآ

س ّن ل

ْم ّ عل

رّك تي

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.16

Dari segi istilah, banyak pendapat tetang definisi dakwah.

Diantaranya pendapat itu adalah sebagai berikut:

a. Muhammad Natsir, dalam tulisannya yang berjudul “Fungsi

Dakwah Islam Dalam Rangka Perjuangan” mendefinisikan bahwa

sebagai: “Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada

perorangan manusia dan seluruh umat konsepsi amal ma’ruf nahi>

mun\kar dengan berbagai macam media cara yang diperbolehkan

14 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, 644. 15 Ibid., 2: 221.

(27)

18

akhlaq dan membimbing pengalamannya dalam peri kehidupan

berumah tangga (usrah), peri kehidupan bermasyarakat dan peri

kehidupan bernegara.

b. Dalam bukunya “Teori Dan Praktek Dakwah Islamiyah”, HSM

Nasaruddin Latif mendefinisikan Dakwah:

Setiap usaha atau aktivitas dengan lisan, tulisan dan lainnya yang

bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk

beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis Aqidah

dan syariat serta akhlaq islamiyah.

c. Dalam bukunya “Sosiologi Dakwah” Prof. Shonhadji Sholeh, Dip.Is

mendifinisikan Dakwah dalam pandangan sosiologi”,.

Dakwah sebagai upaya mengubah masyarakat dari satu tingkat

keberagamaan tertentu ke tingkat yang lebih tegas tinggi, merupakan

aktivitas untuk menggerakan proses perubahan, dan dakwah juga

sebagai aktivitas keagamaan, memang terbukti mampu menpengaruhi

perubahan masyarakat. Perubahan masyarakat biasanya, dimulai dari

perubahan wacana, yakni gagasan, pemikiran, sikap dan perilaku. Dalam

masyarakat tradisional, khususnya di Indonesia, perubahan wacana

menggunakan pola tersendiri dan mereka masih berpegang teguh pada

tradisi, dan ada kalanganya tradisi tersebut direkontruksi.17

17 Shonhaji Sholeh, Dakwah dan Perubahan Masyarakat.Ilmu Dakwah , Vol. 10, No.2. Oktober,

(28)

19

Dari definisi diatas, meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan,

tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

a. Dakwah itu adalah merupakan proses penyelenggaraan suatu usaha

atau aktivitas yang dilakukan dengan sadar dan sengaja.

b. Usaha yang diselenggarakan itu adalah, mengajak orang untuk

beriman dan mentaati Allah swt atau memeluk agama Islam dan

Amar Ma’ruf Nahi> Mungkar, perbaikan dan pembangunan

masyarakat (Islah).

Berdakwah, melaksanakan amar-ma'ruf dan nahi mungkar adalah

salah satu kewajiban setiap muslim di manapun mereka berada menurut

kemampuannya. Juga merupakan kewajiban umat secara keseluruhan.18

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur'an, surat al-nahl

ayat 104.19

ّ

ني ّل

ا

ونمْ ي

ي ب

َّ

ا

م ي ْ ي

َّ

ْم ل

ع

ميل

Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (al-Qur'an) Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih.20

Dalam perkembanganya pengertian dakwah banyak dijelaskan oleh

para pelaku dakwah dan para akademisi untuk memperjelas disiplin ilmu

pengetahuan baru tentang dakwah, dan berkembang kepada tujuan,

18 Hamzah Ya'qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: Diponegoro,

1986), 21.

19 Ibid., 16: 104.

(29)

20

sasaran, metode, dan medium dakwah yang di gunakan oleh pelaku

dakwah (da>‘i>) dalam menjalankan aktivitas dakwanya.

a. Orentasi Dakwah

Menurut A. Rasyad Saleh, tujuan dakwah terbagi dalam dua

katagori.21 Pertama. terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan hidup

manusia di dunia dan di akhirat yang diridai Allah Swt, Kedua.

tujuan departemental yang merupakan tujuan perantara demi tujuan

utama, yaitu kebagian dan kesejahteraan di berbagai bidang, antara

lain sperti, bidang pendidikan, bidang sosial ekonomi, bidang sosial

politik, bidang sosial kebudayaan.

Dari paparan di atas, jelaslah betapa luasnya permasalahan yang

harus dimiliki dan dikuasai oleh para para pelaku dakwah (da>‘i>).

secara tersurat, dakwah dapat diartikan sekedar penyampaian

pesan-pesan nilai-nilai agama Islam. Namun secara tersirat, sebagai

seseorang pelaku dakwah (da>‘i>) harus merasa dituntut kemampuan

problem solving atas masalah-masalah ummat manusia sesuai dengan

kebutuhan objek dakwah (mad‘u>)

b. Metode Dakwah

Menurut KH. A. Syamsuri Siddiq, Khafiyat Dakwah, atau yang

lazim disebut metode dakwah, meliputi:

a. Hikmah (kebijaksanaan)

b. Mauizah Hasanah (nasehat yang baik)

(30)

21

c. Mujadalah bi al-lati hiya ahsan (bertukar pikiran)

Rumusan pembagian diatas mengacu pada firman Allah dalam

surah al-Nahl ayat 125.22

ْ

ل

لي س

كّب

ْكحْل ب

عْو ْل

نسحْل

ْم ْل ج

يتّل ب

يه

نسْح

ّ

كّب

وه

م ْع

ْن ب

ّلض

ْنع

ے ي س

وه

م ْع

ني تْ ْل ب

Serulah manusia kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.23

Adapun yang termasuk dalam hikmah kebijaksanaan adalah,

(a) Uswah Hasanah (suri taulada). (b) percontohan. (c)

pelaksanaan sosial. (d) seni budaya yang bernafaskan Islam. (e)

pameran pembangunan. (f) bantuan sosial Islam. (g) pelayanan

kesehatan. Dakwah yang dapat dikatagorikan kedalam bagian

maw’idah hasanah adalah meliputi. (a) kunjungan keluarga. (b)

Sarasehan/obrolan. (c) penantara atau kursus. (d) pengajian berkala

di Majelis Ta’lim. (e) ceramah umum, (f) tabling. (g) penyuluhan.

Sedangkan yang temasuk dalam katagori muja>dalah bi allati>

hiya ahsan (bertukar pikiran) meliputi, (a) dialog, (b) debat, (c)

diskusi, (d) lokarkarya, (e) polemik. Lebih lanjut Syamsuri Siddiq

menjelaskan, untuk menerapkan hal-hal di atas, menekankan agar

da>‘i> berpegang pada lima prinsip dalam berdakwah, yaitu. (a)

22 Ibid., 16: 125.

(31)

22

bijaksana, (b) mudah dan bulat, (c) Jelas, (d) sopan, (e)

bertanggung jawab.24

Dalam perkembanganya metode dakwah tidak terlepas dari

kualitas dari seorang pelaku dakwah (da>‘i>) dalam melakukan

dakwah. Sebagaimana kualitas dakwah wali songo, dengan

mendirikan masjid, (a) dakwah dengan kesenian, wayang kulit,

seni suara/tembang, seni ukir, (b) mencetak kader,

menyelenggarakan pendidikan, (c) dakwah dengan kekerabatan,

sebagaiman penjelasan dalam latar belakang diatas dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana objek dakwah

berada.25

c. Media dakwah

Media dan dakwah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

pisahkan, dakwah membutuhkan media sebagai penunjang untuk

menyampai pesan-pesan (materi) dakwahya oleh pelaku dakwah

(da>‘i>), sedangkan media sebagai alat dari dakwah itu sendiri.

Dalam pengertianya media berasal dari bahasa latin medius

yang secara harfiah berarti perantara, tengah atau pengantar. Dalam

bahasa inggris media merupakan bentuk jamak dari medium yang

berarti tengah, antara, rata-rata. Dari pengertian ini ahli

komunikasikan pengartikan media sebagai alat yang menghubungkan

24 Syamsuri Siddinq, Dakwah dan Teknik Berkhutbah (Bandung, Al-Ma’arif, 1982), 20

25 M. Ridwan Nasir, Dinamikan Sistem Pendidikan, Baca Nur Fattah, Methode Dakwah

(32)

23

pesan komunikasi yang di sampaikan oleh komunikator (da>‘i>) kepada

komunikan (mad‘u>) dalam pengertian komunikasinya orang yang

menerima pesan. Dalam bahasa Arab media sama dengan wasi>lah

atau dalam bentuk jamak, wasa>il yang berarti alat atau perantara.26

Seorang pelaku dakwah (da>‘i>) dalam menyampaikan ajaran

agama Islam kepada umat manusia tidak akan terlepas dari sarana

atau media (wasi>lah) dakwah itu sendiri. Kepandaian untuk memilih

media dakwah yang tepat merupakan unsur keberhasilan dakwah.

Media apa saja yang dapat memperjelaskan dari

pengertian-pengertian media dakwah diatas, dalam hal ini Hamzah Ya’qub

sebagai tokoh media modern dan A. Hasymy mewakili media dakwah

tradisional. Membagi media dakwah sebagai berikut.

a. Lisan adalah media dakwah yang sederhana yang menggunakan

lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato,

ceramah, kuliah, penyuluhan.

b. Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan buku, majalah,

tabloid, jurnal, koran, surat menyurat, spanduk, dan sebagainya.

c. Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan

sebagainya.

(33)

24

d. Audiovisual adalah media yang dapat merangsang indra

pengindraan, penglihatan atau kedua-keduanya, seperti televise,

film, slide, ohp, internet dan sebagainya.27

Menurut A. Hasymy menyebutkan media yang digunakan dalam

pelaksanaan proses dakwah adalah selain dayah-dayah (surau) atau

pesantren-pesantren dan mimbar-mimbar masjid, Majelis Ta’lim, juga

para ulama dan juru dakwah Indonesia menggunakan pena atau qalam

sebagai media dakwah.28

2. Kekerabatan

Untuk memahami pengertian kekerabatan lebih mendalam penulis

menggunakan dua pengertian, Pertama. Menurut Dawan Rahardjo,

ummah dalam hal ini adalah organisasi tapi penulis lebih memfokuskan

pada mengartikan kekerabatan pengertian lain dari ummah, dalam

al-Qur’an di sebut sebanyak 64 kali dalam surat.29dalam frekwensi

sebanyakm itu, ummah mengandung banyak arti seperti, marga (clan,

bangsa (nation), masyarakat atau kelompok masyarakat (community),

agama (religion), atau kelompok keagamaan (religious community).

Semestara tribe atau suku disebut dalam al-Qur’an dengan istilah-istilah

‘asyirah, qabil, raht, dan asbath.

Levi-Strauss dalam strukturalisme adalam hubungan kekerabatan

atau kekeluargaan merupakan hubungan antara tiap entitas yang

27 M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Menejemen Dakwah (Jakarta: Kencana, 2006), 32. 28 A. Hasymy, Dustur Dakwah Menurut Al-Quran (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 390.

29 Dawan Raharjdjo, Eksiklopedia Al-Qur’an, Tafsir Social Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci,

(34)

25

memiliki asal-usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis,

asumsi adasarnya adalah bahwa aturan-aturan yang diikuti oleh

suku-suku primitive di bidang kekerabatan dan perkawinan merupakan sebuah

sistem yang terdiri dari relasi-relasi dan oposi-oposi seperti suami istri,

bapak anak, saudara lelaki saudara perempuan,saudara jauh][saudara

dekat, dan sebagainya.30

Jalinan kekerabatan sebagaimana dalam pranata keluarga, menjadi

sesuatu yang bermanfaat bagi keberlangsungan komunitas tertentu.

Seperti, lembaga-lembaga dakwah, lembaga pendidikan dan seterusnya.

Sehingga keberadaan dari comuniti, perkumpulan, atau lembaga yang di

bentuknya bisa eksis dan bermanfaat kepada masyarakat yang lain.

Sebagaimana lembaga Majelis Ta’lim al-Ahadi Pondok Pesantren Zainul

Hasan Genggong dan anggota pengajian membentuk pola kekerabatan

sangat solid, sehingga Majelis Ta’lim al-Ahadi bisa bertahan sampai

sekarang.

B. Teori Penelitian

Penjelasan dalam bab sebelumnya pola kekerabatan yang

diperankan oleh pelaku dakwah (da>‘i>) dalam hal ini adalah Kyai dan

sasaran dakwahnya anggota Majelis Ta’lim al-Ahadi, terdiri dari alumni

santri dan non alumni (simpatisan) membentuk hubungan kekerabatan

diantarasa sesama anggota. Hubungan persaudaraan pelaku dakwah dan

(35)

26

anggota pengajian mempunyai motivasi tersediri bagi pelaku dakwah dan

anggota pengajian.

Pola yang ada dalam Majelis Ta’lim al-Ahadi penneliti,

menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan Clifford Greertz tentang

agama dan budaya, serta. pendekatan W Teor James W. Vander Zanden

Theory, tentang terbentuknya kelompok sosial.

1. Cliford Greertz, Tentang Agama dan Kebudanyaan

Agama di lihat sebagai pola bagi tindakan (pattern for behavior).

agama merupakan pedoman yang dijadikan sebagai kerangka

interpretasi dari tindakan manusia dan Agama juga merupakan pola dari

tindakan, yaitu sesuatu yang hidup dalam diri manusia yang tampak

dalam kehidupan keseharianya, sekaligus agama dianggap sebagai

bagian dari sistem kebudayaan.31 Karena dalam agama terdepat

seperangkat nilai yang menghubungan manusia dengan identitas nilai,

tidak menutup kemungkinan para individu dalam anggota Majelis

Ta’lim al-Ahadi menginterpretasi nilai dengan alasan apa yang

dilakukan mendapat sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya.

Bisa juga dengan mengikuti pengajian dirinya bermotif untuk

mendapatkan nilai-nilai yang berbeda dengan apa yang di dapatkan

dalam kehidupannya-barokah. Kepercanyaan terhadap barokah Kyai

didasarkan pada karakter masyarakat Jawa yang masih mempercanyai

31 Clifford Geertz, Kebudayaan danAgama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 8-9, juga diedit oleh

(36)

27

bahwa Kyai yang sudah meninggal masih memiliki kekuatan sama

halnya dengan Kyai masih hidup.32

Disisi lain dimungkinkan motifnya juga dilatar belakangi oleh

sesuatu yang berbeda, sebelum dirinya tidak mendapatkan apa-apa,

tetapi ketika mengikuti aktifitas keagamaan mendapatkan sesuatu yang

beda, seperti, ketenangan karena sudah mendapatkan barokah Kyai

pesantren. Keamanan bisa juga diartikan dirinya merasa nyaman karena

menjadi anggota dalam media dakwah Majelis Ta’lim al-Ahadi, disisi

lain bertambahnya ilmu agama Islam yang tidak pernah di dapatkan

pada hari-hari sebelumnya ketika mengikuti pengajian-pengajian di

comunitas yang lain.

Adapun pola bagi (model for) tindakan terkait dengan sistem nilai

(barokah, ilmu,) dan pola dari (model of) tindakan terkait dengan sistem

kognitif yaitu terbentuknya sebuah pengetahuan karena anggota

pengajian menginterpretasi dari nilai-nilai yang ada di Majelis Ta’lim

al-Ahadi. Interpretasi dari nilai (pedoman) menghasilkan kesepakatan

untuk mempertankan tradisi pengajian yang sudah lama dilakukan oleh

pesantren dimana dirinya menambah ilmu, bagi non alumni sangat

memungkinkan dirinya beralasan tradisi mengikuti pengajian sudah

dilakukan oleh orang tua, saudara, yang pada akhirnya dirinya mengikuti

pengajian Majelis Ta’lim al-Ahadi. Faktor yang lain tidak menutup

kemungkinan apa yang dilakukan oleh alumni satri sama dengan

32 M. Bambang Pranowo. Memahami Islam Jawa ((Jakarta: Pustaka Alvabet, Oktober 2009),

(37)

28

individu yang bukan santri di pesantren dimana Majelis Ta’lim berada,

sama-sama mengharapkan barokah, karomah dan ilmu dari para pelaku

dakwah (da>‘i>) di Majelis Ta’lim al-Ahadi.33

Pada perkembanganya Geertz memberikan pengertian kebudayaan

dan membagi dalam dua elemen, berangkat dari pemaparan diatas.

Yaitu, kebudayaan sebagai sistem kognitif serta sistem makna dan

kebudayaan sebagai sistem nilai. Sistem kognitif dan sistem makna

ialah representasi dari pola dari atau model of, sedangkan sistem nila

ialah representasi dari pola bagi atau model for. Jika “pola dari” adalah

representasi dari kenyataan sebagaimana wujud nyata dari perilaku.34

Tindakan dari anggota Majelis Ta’lim al-Ahadi maka “pola bagi”

adalah hasil representasi dari apa yang menjadi pedoman bagi manusia

atau individu anggota Majelis Taklim al-Ahadi untuk melakukan

tindakan-tindakan yang sesuai dengan pedoman baginya. Sederhananya

adalah upacara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat, upacara

keagaamaan dicirikan mengacu pada sifat dan tujuan mistis.35

Cliforrd Greetz memberi istilah pola dari (model of), sedangkan

ajaran yang diyakini kebenaranya sebagai dasar atau acuan melakukan

upacara keagamaan adalah pola bagi atau model untuk (model for).36

Pola bagi dalam fenomena dakwah kekerabatan adalah barokah dan

33Pelaku dakwah di Majelis Ta’lim al-Ahadi adalah Alm. KH. Moh. Hasan Sepuh, KH. Moh.

Hasan Saifurrizdhal, KH. Moh. Hasan Saiful Islam, KH. Moh. Mutawakkil Alallah, KH. Moh. Hasan Abdul Bar, KH. Moh. Hasan Naufal, dll.

34 Nur Syam, Mazhab-Mazhab Antropologi (Yogyakarta: LKIS, 2009), 10.

35 Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Local Potret Dari Cirebon (Jakarta: Logos,

2001), 114.

(38)

29

karomah Kyai Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.37 yang

dinyakini bisa memberikan barokah dan karomah, kepada masyarakat

khususnya santri. barokah Kyai menjadi objek penafisiran terhadap

individu, dimungkinkan penafsiran untuk mendapatkan barokah Kyai

alumni santri dan simpatisan mengikuti pengajina.

Beragamnya penafisran mengapa menjadi anggota Mejelis Ta’lim

al-Ahadi, dalam hal ini di bagi menjadi dua elemen. yaitu, alumni dan

masyarakat umum (simpatisan), berbedaan latar belakang memberikan

penafsiran berbeda beda oleh anggota pengajian

Karomah KH. Moh. Hasan Sepuh pernah dipertegas oleh KH. Hamid Pasuruan ketika wafatnya, KH Moh. Hasan Sepuh adalah wali Kutub dan memilki karomah yang jarang dimiliki oleh orang lain.38 cerita yang lain karomah KH. Moh. Hasan Sepuh,

bertemunya dengan Nabiyuallah Khidir pada tengah malam beliau almarhum Habib Mukhsin bersowan kepada almarhum KH. Moh. Hasan Sepuh, ketika sedang pembicaraan sudah dimulai beberapa menit kemudian ada seorang tamu berbaju hitam, tamu tersebut member uang kepada Habib Mukhsin sebanyak 7 ringgit uang belanda, setelah uang diterima oleh habib, lantas dirinya shodoqohkan kepada pemeberi tadi, dan tamu baju hitam tadi mengucapkan terima kasih kepada habib, setelah tamu pergi Habib Mukhsin bertanya kepada KH. Moh. Hasan sepuh. Siapa tamu berbaju hitam itu Kyai, KH. Moh. Hasan Sepuh tidak menjawab, pertanyaan ketiga kalinya KH. Moh. Hasan Sepuh menjawab dari pertanyaan Habib Mukhsin, bahwah tamu tadi itu adalah Nabinyullah Khidir, mendapat jawaban begitu dari Kyai Habib Mukhsin merangkul KH. Moh. Hasan sepuh.39

Kembali pada teori, Perbedaan penafsiran dalam teori diatas

disebabkan oleh pola dari melihat dari pola bagi yang berbeda

37 KH. Moh. Hasan Sepuh, KH. Moh. Hasan Saifurrizdhal, KH. Moh. Hasan Saiful Islam, KH.

Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, KH. Moh. Hasan Abdil Bar. Dan muassis Pesantren Zainul Hasan Genggong

38 Ahmad Taufiq, Wawancara, 20 Maret, 2012

(39)

30

dikarenakan pemaknaan yang menghasilkan alasan berbeda dari anggota

Majelis Ta’lim al-Ahadi, seperti. Perbedaan latar belakang sosial,

pendidikan, budaya dan lain-lain.

Berlanjut pada upaya menyatukan dari pola dari dan pola bagi atau

model of dan for, Geertz melihat hal itu terletak pada simbol, yang

memungkinkan manusia menangkap hubungan antara dunia nilai dengan

dunia pengetahuan. Kecermatan Geertz upaya menjawab dari pertayaan

bagaimana untuk menyatukam dari pola dari dan bagi, jawaban simbol

juga di pertegas dengan pembagian tiga prasarat terjadinya kebudayaan.

Yaitu, pengetahuan (kognitif), nilai (evaluatife) dan simbol yang

memungkinkan pemaknaan atau interpretasi terjadi.40

Miller senada dengan teori Clifford Gerrtz dalam bukunya Material

Cultural And Mass Comsumtion. Menurutnya kehidupan berbudaya,

manusia melakukan proses objektivikasi terhadap yang benda yang ada

disekitarnya, proses obejektifikasi menurut Miller. Melibatkan

hubungan diantara subjek dalam hal ini adalah manusia dan biasanya

bersifat kolektif, kebudayaan sebagai bentuk ekternal, dan artefak

sebagai ciptaan manusia, dalam kaitan ini, menginternalisasikan dirinya

melalui penciptaan objek-objek, yang dimaksudkan untuk menciptakan

diferensiasi yaitu penciptaan perbedaan dengan objek-objek sebelumnya

dan kemudian menginternalisasi sesuatu yang mengembalikan pada

40 Ignaz Kleden dari Clifford Geertz, Etnografi keEtnografi dalam tiga tahap After The Fact,

(40)

31

dirinya, nilai-nilai ciptaan tersebut melaui proses sublasi atau

memberikan pengakuan.41

Akan tetapi dalam proses sublasi, subjek selalu merasa tidak puas

dengan hasil ciptaanya sendiri karena, selalu membandingankan dengan

ciptaan pengetahuan absolut, yang justru beranjak lebih jauh tatkala ia

didekati oleh subjek. Kemudian yang terjadi adalah rasa ketidakpuasan

tanpa akhir serta penciptaan terus menerus untuk pemenuhanya. Rasa

ketidakpuasan abadi dan daya yang tak habis-habisnya bagi

membangkitkan motivasi dan daya yang tak habis-habisnya bagi

pengembangan lebih lanjut dalam suatu dialektika penciptan.

Ketidakpuasan subjek dalam hal ini adalah individu yang berada

dalam anggota pengajian merasa dirinya tidak puas kerana objek yang

dilihatnya bukan sesuatu yang berbentuk material akan tetapi benbentuk

nilai, seperti, barokah dan karomah Kyai pesantren, ketidakpusaan

subjek mengakibatkan motivasinya untuk mengetahuinya terhadap

objek sangat begitu tinggi sekali demi pengembangan diri subjek.

Bertahanya individu dan berkembangnya pengetahuan individu Majelis

Ta’lim al-Ahadi bisa dikabitkan ketidakpuasanya dari hasil ciptaanya

dirinya terhadap barokah dan karomah.

Pengertian kebudayaan dalam, Canadian commission for unesco

kesepatan pada tahun 1977. 42 Kebudayaan dinyatakan sebagai, dynamic

value system of learned elements, with assumptions, convention, beliefs

(41)

32

and rules permitting members of group to relate to each and to the word,

to comunecate and to develop their creative potential. Ada beberapa

elemen penting di dalam definisi di atas, bahwa kebudayaan adalah

sebuah sistem nilai yang dinamis dari elemen-elemen pembelajaran yang

berisi asumsi, kesepatakatan, keyakinan dan aturan-aturan yang

berhubungan dengan yang lain. Pengertian kebudayaan ini termasuk di

sebagai sistem nilai, yaitu kebudayaan sebagai sistem normatif yang

mengatur kehidupan masyarakat.43 Sehingga dapat ditarik benang merah

dari teori Gerrtz, anggota penagajian yang terdiri dari alumni

santri-simpatisan. Tujuan mengikuti pengajian di sebabkan oleh barokah-ilmu

dari Kyai pesantren, faktor yang lain disebabkan oleh intrpretasi darinya

terhadap Kyai.

2. Teori James W. Vander Zanden Theory.

Pada tahun (1979), Zanden teori, memfokuskan terbentuk kelompok

kekerabatan yang didasarkan pada 3 (tiga) kretia di bawah, karena

penelitian ini tentang kelompok-kelompok berdasarkan 3 (tiga) kriteria

di kutip dari Robert Biersted pada tahun (1948),44 yaitu:

a. Conciousness of Kind (kesadaran akan jenis yang sama)

Pranata sosial seperti lemabga keagamaan, pendididkan dan

lainnya, ada faktor yang menyadari sebuah individu terlibat dalam

pranata sosial. Faktor itu bisa berupa latar belakang pendidikan,

43 Nur Syam, Memhami Agama danBudaya Dalam Prespektif Antropologi (Yogyakarta: LKIS,

(42)

33

idiologi, ras dan status sosial meskipun keterlibatan individu dalam

lembaga sudah lama atau sebentar. Kesamaan latar belakang

membuat individu itu mengikuti berbagai acara yang diadakan oleh

kelompok sosial, baik momentum yang bersifat keagamaan,

aktivitas politik, pendidikan, organisasi sosail dan lainya.

b. Relationship Between Individualis (adanya hubungan sosial antar

individu social)

Hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi dalam hal

perasaan, sikap, dan tindakan yang di lakukan oleh individu yang

berada dalam kelompok organisasi menjadi poin penting untuk

mempertahankan kelompok organisasi tersebut.

c. Goal-Oriented Associations (orientasi tujuan yang sudah

ditentukan)

Sebuah unit sosial yang secara sengaja dibuat untuk mencapai

tujuan tertentu, tujuan mengupanyakan bagaimana individu yang

berada dalam unit sosial bisa menerima dan memahami dari tujuan

unit sosial tersebut.

Terbentuknya kelompok, selalu ada dalam setiap masyarakat

organisasi, termasuk di lembaga dakwah Majelis Ta’lim al-Ahadi

Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong. Tergabung individu dalam

lembaga dakwah, tentu tidak bisa lepas dari ketiga penyebab

terbentuknya kelompok di atas. Sebab bergabungnya individu dalam

(43)

34

yang sama supaya individu bertahan cukup lama, kalau tidak di dasarkan

kepentingan dan latar yang sama begitu sulit individu bertahan dalam

kelompok organisasi seperti halnya dalam Majelis Ta’lim al-Ahadi

Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong. Sangat mustahil bila

individu tidak dilatar belakangi kepentingan, indiologi, perasaaan yang

sama individu bisa menyatu dalam comunitas-kelompok.

Dengan bergabungnya individu dalam Majelis Ta’lim al-Ahadi,

seorang individu terlebih dahulu melihat dan menanyakan apakah

kelompok organisasi yang pingin diikutinya memiliki kesamaan latar

belakang dengan dirinya. Karena kesamaan latar belakang itu yang

membuat dirinya bertahan apakah tidak, dalam bab sebelumnya

dijelaskan keberadaan Majelis Ta’lim al-Ahadi berada dalam Pondok

Pesantren Zainul Hasan Genggong adapun para pelaku dakwah (da>‘i>)

adalah Kyai Pesantren Zainul Hasan Genggong dimana Majelis Ta’lim

berdomisili, sedangkan anggota pengajian (mad‘u>) Majelis Ta’lim al

-Ahadi, yaitu. santri Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong dan

masyarakat pedesaan yang sarat butuh akan pesan-pesan ajaran agama

Islam.

Kesamaan bukan hanya di latar belakangi oleh asal muasal santri itu

mondok akan tetapi kesamaan idiologi Pesantren Zainul Hasan

Genggong dengan anggota Majelis Ta’lim al-Ahadi yaitu, paham

Ahlusunnah Wal-jamaah, paham tersebut modal bagi pimpinan Majelis

(44)

35

sebagai negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan Indonesia juga

terkenal dengan pandangan Keislamanya yang sangat homogen.

Para kyai sering mengungkapkan bahwa ajaran Imam Safi’I,

al-Asya’ri-Maturidi, dan Imam Junaid sangat cocok dengan watak

Indonesia karena mereka mengajarkan “tawassut” (memilih jalan

tengah), “tasamuh”(toleran), dan “tawazun” (menjaga keseimbangan).45

Demikianya dengan masyarakat Probolinggo, Islam Ahlusunnah

Wal-Jamaah merupakan pilihan utama dalam menjalankan aktifitas

keagamaanya, dan tidak bisa dipungkiri bahwa anggota Majelis Ta’lim

al-Ahadi memilih Islam Ahlussunnah Wal-Jamaah di bandingan dengan

Islam Syiah, Muhammaddiyah dan sebagainya.

Disamping itu perasaan, sikap, dan tindakan individu dalam

kelompok organisasi menjadi poin penting untuk mempertahankan

kelompok organisasi tersebut. Karena perasaan yang sama antara

individu dengan individu dalam organisasi apapun menjadi faktor

penting keberlangsungan dari organisasi apapun. Perasaan akan

butuhnya siraman rohani dari Kyai pesantren, individu dengan individu

anggota Majelis Ta’lim al-Ahadi sikap atau keinginanya untuk

mendapatkan barokah dari Kyai pesantren dengan cara mengikuti

pengajian di Majelis Ta’lim al-Ahadi Pondok Pesantren Zainul Hasan

Genggong merupakan faktor terbentuknya sebuah kelompok atau

organiasi dan sejenisnya. Sebagaimana di bawah ini.

45 Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Study Pandangan Hidup Kyai dan Visinya

(45)

36

Dengan sikap dan perasaan sama antara anggota sehingga

menghasilkan tindakan dan komitmen untuk mengikuti pengajian dan

mempertahankan pengajian Majelis Ta’lim al-Ahadi sampai dirinya

wafat. Sikap dan perasaan yang sama tidak mungkin bertahan lama

apabila tidak terjadi hubungan timbale balik antara anggota dan unit

sosial, Sebuah unit sosial yang secara sengaja dibuat untuk mencapai

tujuan tertentu, tujuan mengupanyakan bagaimana individu yang berada

dalam unit sosial bisa menerima dan memahami dari tujuan unit sosial

tersebut. Bagaimanapun unit sosial harus memilki tujua supaya individu

dalam unit sosial bisa bertahan, ketiaka unit sosial tidak memiliki

tujuaan dalam sebuah organisasi visi-misi sangat sulit unit sosial bisa

bertahan sampai lama meskipun individunya solit, lama tapi tidak

membuah hasil apa-apa.46

Sedangakan ciri-ciri kelompok sosial yang berlandaskan, kepada

idiologi-latar belakang-tujuan yang sama, mempunyai cirri sebagai

berikut.

a. Bersifat kultural

b. Relatif bertahan lama

c. Memiliki organisasi cultural dengan arah pembagian dan tujuan

sesuai dengan ajaran Islam

46 Unit sosial, meliputi, lembaga agama,pendidikan, ekonomi, budaya. Adapun visi-misi

(46)

37

d. Jika berbentuk lembaga-lembaga sosial-keagamaan, didasarkan pada

kebiasaan-kebiasaan tradisional individu-individu yang membentuk

anggota dalam kelompok organisisai keagamaan

e. Memilki perangkat kaidah terhadap dimana aktifitas kelompok

menyerasikan diri.

Dengan demikian, jika diteliti ciri-ciri utamanya. Organisasi Majelis

Ta’lim al-Ahadi merupakan organisasi kultural, yang masih

dipertahankan oleh para Kyai (pemimpin). Kulturalnya organiasasi ini

bisa di lihat dari metode konvensional yang masih di pertahankan, dan

tanpa menggunakan media cetak dan elektronik sebagaimana media

dakwah sekarang, dan organisasi ini juga tidak memilki anggaran dasar

dan anggaran rumah tangga (AD-ART). Untuk menyampaikan pesan

dakwah terhadap mad‘u> pelaku dakwah menggunakan metode

kultural-halaqoh. Dan organisasi dakwah ini memiliki nilai-barokah yang

dijadikan pedoman oleh para anggota, sehingga anggota Majelis Ta’lim

al-Ahadi begitu mempercanyai pedoman tersebut, dan memberikan nilai

positif bagi anggota pengajian (mad‘u>). Dengan pedoman turun temurun

yang selalu diajarkan oleh para Kyai, sehingga Majelis Ta’lim al-Ahadi

(47)

88

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah penulis kemukakan, maka sesuai dengan

judul dan rumusan masalah tesis ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ada dua pola kekerabatan Majelis Ta’lim al-Ahadi, (a) Pola pimpinan,

Kyai sebagai pelaku dakwah mewariskan kepemimpinan Majelis Ta’lim

al-Ahadi kepada putranya (gus), supaya trah kepemimpinan Kyai di

Majelis Ta’lim al-Ahadi masih terjaga (b) Pola anggota, kekerabatan

dalam Majelis Ta’lim al-Ahadi perankan oleh alumni santri Pondok

Pesantren Zainul Hasan Genggong, santri mengajak saudara, kerabat,

tetangga kedalam pengajian, adapun motif santri mengikuti pengajian

supaya hubungan dengan Kyai masih terjaga, sekaligus untuk

mendapatkan barokah Kyai sebagaimana harapan anggota yang lainya.

2. Majelis Ta’lim Al-ahadi memiliki 2 (dua) strategi, (a) Barokah kyai

pesantren menjadi motivasi tersendiri bagi anggota pengajian. Barokah

yang dimiliki oleh Kyai pesantren, yang selalu disebutkan dalam

momentum, harlah, haul, halal bihalal, membuat masyarakat

mempercanyai tentang barokah yang dimiliki oleh para muasiss

pesantren, kepercanyaan anggota pengajian terhadap barokah juga di

dapatkan dari cerita-cerita santri terdahulu pada masa KH. Moh. Hasan

(48)

89

pesantren membuat masyarakat mengikuti pengajian. (b) Mengharuskan

santri menggikuti pengajian. Anggota pengajian mayoritas adalah santri

Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kyai mengharuskan kepada

santri untuk menjalin hubungan dengan Kyai pesantren dengan cara

mengikuti pengajian Majelis Ta’lim al-Ahadi, dengan mengikuti

pengajian hubungan kyai dengan guru, dan ilmu yang di dapatkan akan

barokah.

B. Saran

Majelis Ta’lim al-Ahadi Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong,

mematahkan pandangan para pelaku dakwah (mad’>u) yang mengatakan,

untuk mempertahan media dakwah, para pelaku dakwah harus mengikuti

strategi media dakwah modern, tidak seperti Majelis Ta’lim Al-Ahadi,

mempertahankan medium dakwah dengan menggunakan hubungan

kekerabatan antar sesame anggota pengajian, dengan motivasi barokah, dan

konsistenya para pelaku dakwah dalam menjalankan dakwahya.

Bagi pelaku dakwah kegunanaan strategi yang digunakan oleh

pelaku dakwah untuk mempertahankan dakwahya tidak melulu dengan

menggunakan strategi yang mengikuti media dakwah modern atau dengan

strategi modern pula, akan tetapi nilai-nilai seperti barokah, karokamah,

ikhlas pelaku dakwah yang ada dalam pengajian menjadi hal penting yang

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Zanden, W James. Sociology. Toronto: Willey 1979

Sunyoto, Agus, Sunan Ampel Raja Surabaya: Membaca Kembali Dinamika

Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XV M. Surabaya, PT.

Diantama, 2004

Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya, Al-Ikhlas,1983

Amin, Mansyur, Dakwah Islam & Pesan Moral. Yogyakarta: Al-Amiin Press,

1997

Sholeh, Shonhadji, Dakwah dan Perubahan Masyarakat. Penerbit Dakwah IAIN

Sunan Ampel Surabaya, 2004

Ya'qub, Hamzah Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership. Bandung :

Diponegoro, 1986

Saleh, Rasyad, Menegement Dakwah Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1977

Siddinq, Syamsuri, Dakwah dan Teknik Berkhutbah. Bandung, Al-Ma’arif, 1982

Ali Aziz, Moh., Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009

Strauss, Levi-, Strukturalisme. Yogyakarta: LKIS, 2006

Geertz, Clifford. Kebudayaan dan Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1992)

Pranowo, M. Bambang. Memahami Islam Jawa. Jakarta : Pustaka Alvabet

Oktober 2009

Syam, Nur. Mazhab-Mazhab Antropologi. Yogyakarta: LKIS, 2009

Geertz, Clifford. Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta: LKIS, 1999)\

(50)

Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: Penerbit LKIS, 2005

Dhofier, Zamakhasyari. Tradisi Pesantren “Study Pandangan Hidup Kyai Dan

Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta Barat, LP3S 2011

Bagoes Mantra, Ida. Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial .

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Moleong, Lexy J. “Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2008)

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University

Press, 2001

Nasir, Moh. Metodologi Penelitian. Jakarta: Galia Indonesia, 1988

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2008)

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Airlangga University

Press, 200)

Sayyed Hossen Nasr, Islam And The Pling Of Modern Man (London and New

York: Longman, 1795.

Gus Hasan Malik, Wawancara, Probolinggo, 2 Oktober 2012

Mohohammad Taufiq, Wawancara, Probolinggo, 24 Oktober 2012

Mohammad Taufiq, Wawancara, Probolinggo 24 Oktober 2012

Gus Hasan Malik, Wawancara, 2 Oktober 2012

Gus Alba, Wawancara, 2 Oktober 2012

KH. Moh. Hasan Saiful Islam, Statemen Pilpres, 2004.

(51)

KH. Moh. Hasan Saiful Islam, Wawancara, 1 Oktober 2021

Ahmad Zainullah Fatah, Wawancara, Probolinggo,

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum echinocarpum) sebagai Pencegah Disfungsi Sel Endotelium Aorta Tikus Diabetes Melitus.. Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kadar pektin maka akan tinggi nilai kuat tarik, penambahan asam sitrat juga menambah kuat tarik.. Semakin tinggi suhu maka

Tingkat konversi dalam chemostats dioperasikan closeto tingkat pengenceran optimal untuk produktivitas biomassa (lihat Bagian 13.5.4.2) sering 10-20 kali lebih besar dari dalam

Memperhatikan hasil penelitian Siklus I yang dikemukakan di atas, dapat diketahui rata-rata kemampuan siswa dalam menyimak cerita pendek pada mata pelajaran Bahasa

direkomendasikan : Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk

Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa pengawasan terhadap produk pangan salah satunya produk minuman impor yang beredar dimasyarakat merupakan hal yang

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan bina diri (memakai baju seragam sekolah) anak tunagrahita ringan. DEFINISI OPERASIONAL Pendekatan

Kebutuhan yang dianggap perlu untuk diakomodasi pada perancangan aplikasi travelling bagi kelompok usia paruh baya adalah aplikasi travelling yang mudah di- gunakan, kompatibel