• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBELAJARAN PAI PADA SISWA TUNARUNGU SMPLB MUHAMMADIYAH JOMBANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PEMBELAJARAN PAI PADA SISWA TUNARUNGU SMPLB MUHAMMADIYAH JOMBANG."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

ERLINA RIZQI DWI ARYANI NIM. D71211118

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)

viii

Erlina Rizqi Dwi Aryani (D71211118), Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Key word: Strategi, Pembelajaran PAI, Tunarungu.

Pembimbing: Dra. Hj. Fauti Subhan, M.Pd.I

Cara mendidik dan mengajar anak tunarungu yang tentunya relatif lebih sulit dibandingkan dengan anak normal, karena secara kodrati mereka tidak mampu menggunakan indra pendengarannya sebagaimana orang normal pada umumnya. Dan salah satu faktor yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar adalah guru, strategi guru mengajar akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, apalagi jika mengingat anak tunarungu harus mendapat perlakuan yang lebih khusus. Dalam proses pembelajaran, untuk mencapai tujuan pembelajaran, perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok, tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan dapat tercapai. Dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik mengadakan penelitian tentang strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

Bagaimana implementasi strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang? Apa faktor pendukung dan penghambat implementasi strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang?

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif, karena dengan pendekatan ini penulis bisa memadukan antara fakta dan data untuk menggambarkan implementasi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Jombang yang pada selanjutnya bisa menjawab dan menjelaskan rumusan masalah di atas.

Dari hasil penelitian ini, menghasilkan kesimpulan bahwa implementasi strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang, berjalan menyesuaikan keadaan dan kebutuhan siswa serta harus mengetahui dasar pembelajaran bagi anak tunarungu. Sehingga guru dengan mudah memilih strategi apa yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan siswa yang nantinya akan

memunculkan beberapa metode. Metode yang mereka gunakan adalah metode

(6)

xi DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 10

C.Tujuan Penelitian ... 10

D.Kegunaan Penelitian ... 11

E. Penelitian Terdahulu ... 12

F. Batasan Masalah ... 13

G.Definisi Operasional ... 14

(7)

xii BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.Strategi Pembelajaran PAI ... 18

1. Strategi Pembelajaran Kontekstual ... 24

2. Strategi Pembelajaran Partisipatif ... 25

3. Strategi Belajar Tuntas ... 25

4. Strategi Pembelajaran dengan Modul ... 26

5. Strategi Pembelajaran Ekspositori ... 27

6. Strategi Pembelajaran Inkuiri ... 27

7. Strategi Pembelajaran Kooperatif ... 28

8. Strategi Pembelajaran Aktif ... 29

B.Tinjauan Tentang Tunarungu ... 30

1. Pengertian Tunarungu ... 30

2. Ciri-ciri dan Karakteristik Anak Tunarungu ... 31

3. Klasifikasi Anak Tunarungu ... 32

4. Penyebab Tunarungu ... 36

C.Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu ... 38

1. Rangkaian (seri) ... 38

2. Pengulangan dan Umpan Balik ... 38

3. Mulai dari yang Kecil dan Kembangkan ... 39

4. Kurangi Kesulitan ... 39

5. Pertanyaan ... 39

(8)

xiii

7. Instruksi Kelompok ... 39

8. Tingkatkan Keterlibatan Guru dan Teman Sebaya ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 43

B.Prosedur Penelitian ... 44

1. Tahap Persiapan ... 44

2. Tahap Pelaksanaan ... 45

C.Informan ... 48

D.Jenis Data ... 49

1. Data Primer ... 49

2. Data Sekunder ... 50

E.Teknik Pengumpulan Data ... 50

1. Observasi ... 50

2. Interview (wawancara) ... 51

3. Dokumentasi ... 51

F. Teknik Analisis Data ... 51

1. Reduksi Data/ Data reduction ... 52

2. Penyajian Data/ Data display ... 53

3. Kesimpulan atau Verifikasi/verification ... 53

G.Pemeriksaan Keabsahan Data ... 54

1. Triangulasi ... 54

(9)

xiv

3. Member Check ... 56

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 57

1. Profil SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 57

2. Visi dan Misi SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 58

3. Tujuan SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 59

4. Keadaan Siswa dan Guru SMPLB Muhammadiyah Jombang 59

5. Sarana dan Prasarana SMPLB Muhammadiyah Jombang 66

6. Program Bimbingan SMPLB Muhammadiyah Jombang . 67

B.Penyajian dan Analisis Data ... 69

1. Implementasi Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 69

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 80

a. Faktor Pendukung Implementasi Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 80

b. Faktor Penghambat Implementasi Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 83

BAB V PENUTUP A.Simpulan ... 87

(10)

xv

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi

Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu

SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 87

a. Faktor Pendukung Implementasi Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 87

b. Faktor Penghambat Implementasi Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang ... 88

B.Saran ... 88

1. Bagi Kepala Sekolah ... 88

2. Bagi Guru PAI ... 88

3. Bagi Orang Tua ... 89

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran adalah membelajarkan peserta didik menggunakan asas

pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan

pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar

dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh

peserta didik mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi

pelajaran.1

Menurut Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan

dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan

terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat

memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah

diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai

pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun

di akhirat kelak.2 Sedangkan Tayar Yusuf mengartikan Pendidikan Agama Islam

sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan,

1

Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 164

2

(12)

2

kecakapan, dan keterampilan kepada generasi muda agar menjadi manusia

bertaqwa kepada Allah.3

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam

adalah upaya membelajarkan siswa secara sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati hingga

mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama

Islam dari sumber utamanya Al-Qur’an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman untuk mencapai hasil yang

diinginkan berdasarkan kondisi pembelajaran yang ada.

Dasar pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu landasan

yang dijadikan pegangan dalam menyelenggarakan pendidikan. Dasar

pendidikan negara kita secara yuridis formal telah dirumuskan dalam:

1. Undang-Undang RI No. 2, 1989, tentang sistem pendidikan Nasional BAB II

pasal 2 yaitu, “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.

2. Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 memuat tujuan Pendidikan

Nasional sebagai berikut: “Pendidikan nasional bertujuan berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

3

(13)

Dengan demikian jelaslah bahwa dasar pendidikan di Indonesia adalah

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan dasar Pendidikan Agama

Islam sudah jelas dan tegas yaitu firman Allah dan Sunnah Rasulullah SAW.

Maka isi Al-Qur’an dan Hadits-lah yang menjadi pedoman Pendidikan Agama

Islam. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Agama Islam, sedangkan

Sunnah Rasulullah yang dijadikan landasan Pendidikan Agama Islam adalah

berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan Rasulullah dalam bentuk isyarat

dan perundang-undangan yang berlaku di negara kita.4

Pendidikan Agama Islam merupakan faktor penting untuk terciptanya

kehidupan yang harmonis dan berdasar tata nilai yang jelas. Tanpa pendidikan

tersebut pola hidup manusia tidak dapat berjalan dengan benar, mengikuti hawa

nafsu dan jauh dari nilai ideal yang harus diperjuangkan dan

dipertanggung-jawabkan. Oleh karena itu, mengajarkan pengetahuan tentang agama Islam

sangat penting bagi seluruh umat Islam. Hal ini sejalan dengan konsep Al-Qur’an

Surat Al-Hajj ayat 54:

“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Qur'an

itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang

yang beriman kepada jalan yang lurus.”

4

(14)

4

Maka semua manusia adalah sama, sama haknya dalam mendapatkan

pendidikan, sama memerlukan pendidikan agama dan ilmu pengetahuan.5 Pada

dasarnya setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan

potensi yang dimilikinya agar mampu hidup yang layak, maka sangat dibutuhkan

perhatian dan bantuan dari orang lain yang mampu membimbingnya. Begitu pula

dengan para penyandang cacat tunarungu, mereka mempunyai potensi

keagamaan yang sama dengan orang lain pada umumnya.

Tunarungu adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut

kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam indra pendengaran. Agar

bisa terus berkomunikasi dengan orang lain, penderita tunarungu ini harus

menggunakan bahasa isyarat. Sama seperti anak normal lainnya, anak tunarungu

juga memiliki kelebihan dan bakat yang bila digali bisa membuat mereka

sukses.6

Setiap anak yang menyandang tunarungu akan mengalami beberapa

masalah berkaitan dengan ketidakmampuannya untuk mendengar, bahkan pada

anak berbakat sekalipun. Walaupun memiliki potensi yang sangat tinggi dan cara

berpikir kreatif visualnya juga tinggi, apabila kemampuan berbahasanya kurang,

5

Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985), h. 30

6

(15)

maka perkembangan kognitif, prestasi akademis dan kemampuan sosialnya pun

akan terpengaruh.7

Bagaimanapun keadaannya, mereka adalah makhluk Allah yang nilai

kemanusiaannya perlu mendapat pengakuan dan diperhitungkan dalam

pelayanan-pelayanan kesejahteraan bagi mereka dengan cara memberikan

bimbingan rohani, agar mereka merasa aman dan mampu menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Anak-anak cacat berhak mendapatkan pengajaran

sebagaimana anak-anak normal, karena pada dasarnya manusia dilahirkan di

dunia mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menuntut ilmu.

“Setiap anak lahir dalam keadaan fitroh, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashroni ataupun Majusi.” (HR. Al Bukhori: 1385)

Seorang bayi ibarat selembar kertas berwarna putih, bersih dari

kekafiran. Setiap anak yang dilahirkan mempunyai bakat (kecenderungan

beragama) yang selanjutnya tergantung orang tuanya.8 Kedua orang tuanyalah

yang berperan lebih besar dalam menentukan warna kertas itu selanjutnya.

Mereka adalah orang yang terdekat dengan anak, sehingga dalam mendidik,

membimbing serta mengarahkan, mereka memiliki peran yang sangat vital

daripada yang lainnya. Apakah akan mereka pertahankan warna putih tersebut

7

Conny R. Semiawan dan Frieda Mangunsong, Keluarbiasaan Ganda [Twice Exceptionality]; Mengeksplorasi, Mengenal, Mengidentifikasi, dan Menanganinya, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 95

8

(16)

6

ataukah mereka beri corak dengan warna lain. Termasuk bayi yang lahir dalam

keadaan cacat fisik, mereka pun lahir dalam keadaan fitroh.

Di negara Indonesia, mengenai kesempatan yang sama untuk

memperoleh pendidikan telah disinggung dalam UUD 45 pasal 31 ayat I, yaitu

pasal tentang hak untuk mendapatkan pendidikan bagi setiap warga negara

Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”

Makna dari pernyataan tersebut adalah bahwa anak tunarungu sama

seperti warga negara lainnya berhak mendapat pendidikan dan pengajaran. Anak

tunarungu berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan

belajar saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat dan kemampuan

masing-masing. 9

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memang berbeda dengan anak

normal pada umumnya, baik dari segi fisik, mental, maupun secara pemikiran.

Meskipun demikian, ABK (khususnya dalam hal ini adalah tunarungu) harus

memiliki kesamaan perlakuan seperti yang telah anak-anak normal rasakan, tidak

terkecuali dalam masalah pendidikan. Pendidikan adalah salah satu modal utama

untuk semua anak, tidak hanya untuk anak normal, ABK pun juga membutuhkan

pendidikan untuk modal hidupnya agar tetap bertahan dan dapat bersaing dengan

lingkungan sekitarnya yang terkadang sulit untuk ditebak. Pendidikan untuk

9Arif Tri Nurcahyo, “Pembelajaran Al

-Qur’an Terhadap Siswa Tunarungu di SLB Negeri 1

(17)

ABK yang melalui pendidikan khusus saat ini minim sekali. Untuk anak yang

mengalami masalah ketunaan saja, masih sekitar 20% dari 346.800 anak lebih

yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah khusus.

Eko Djatmiko Sukarso Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa

Depdiknas menjelaskan layanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus di

Indonesia hingga saat ini masih belum bisa ditangani secara maksimal. Masih

banyak anak-anak usia sekolah yang belum terlayani dengan baik.10

Semua anak berhak mendapatkan pendidikan, termasuk juga anak

tunarungu. Sangatlah penting untuk mengizinkan dan memberikan pelatihan

kepada anak tunarungu dalam mengembangkan kecakapan komunikasi dengan

anak-anak lain yang normal ataupun dengan anak-anak yang memiliki nasib yang

sama dengan anak tersebut. Anak-anak akan mulai belajar dari dalam yang

artinya dari keinginan dirinya, dari keluarga, maupun dari lingkungan sekitar,

termasuk juga dengan teman-temannya. Dengan mengamati setiap pembicaraan

orang lain, untuk anak tunarungu hal tersebut dijadikan bahan pembelajarannya

tentang berkomunikasi. Ketika anak tersebut ikut berpartisipasi dengan

lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar, mereka juga belajar mengenai

emosi dan membangun kecakapan emosional mereka.

Dengan memasukkan anak ke sekolah, akan meningkatkan kemampuan

mereka dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain, khususnya

dalam hal belajar membaca dan menulis. Hal tersebut bisa dijadikan suatu cara

10

(18)

8

agar dapat berkomunikasi dengan orang lain yang tidak mengetahui bahasa

isyarat. Dengan membaca, dapat membantu anak-anak penderita tunarungu

dalam mengembangkan dan memunculkan ide, emosi, dan pengalaman, entah

dari diri sendiri maupun dari orang lain. Sedangkan, dengan menulis dapat

membantu mereka dalam berbagi pikiran dan emosi yang mereka rasakan.

Tidak ada kesepakatan yang pasti untuk pendidikan anak tunarungu

tersebut, apakah belajar di dalam rumah, belajar di sekolah regular, ataupun

belajar di sekolah khusus dan panti rehabilitasi. Dan apakah mereka harus

berkomunikasi dengan bahasa isyarat atau berbicara dengan menggunakan ejaan

huruf isyarat. Yang paling penting adalah bagaimana membuat anak tersebut

merasa nyaman berada dengan lingkungannya, entah lingkungan sekolahnya,

lingkungan keluarga, maupun dengan lingkungan sekitarnya. Mereka

membutuhkan penerimaan dari orang-orang dalam lingkungannya dan dapat

berkomunikasi baik dengan mereka.11

Namun, yang harus diketahui di sini adalah bagaimana cara mendidik

dan mengajar anak tunarungu yang tentunya relatif lebih sulit dibandingkan

dengan anak normal, karena secara kodrati mereka tidak mampu menggunakan

indra pendengarannya sebagaimana orang normal pada umumnya. Dan salah satu

faktor yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar adalah guru, strategi guru

mengajar akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, apalagi jika mengingat

anak tunarungu harus mendapat perlakuan yang lebih khusus dari guru. Dalam

11

(19)

proses pembelajaran, untuk mencapai tujuan pembelajaran, perlu disusun suatu

strategi agar tujuan itu tercapai dengan optimal. Tanpa suatu strategi yang cocok,

tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan dapat tercapai.12 Perekayasaan proses

pembelajaran dapat didesain oleh guru sedemikian rupa. Idealnya kegiatan untuk

siswa pandai harus berbeda dengan kegiatan untuk siswa sedang atau kurang,

walaupun untuk memahami satu jenis konsep yang sama karena setiap siswa

mempunyai keunikan masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman

terhadap pendekatan, strategi dan metode pembelajaran tidak dapat diabaikan.13

Oleh karena itu, strategi pembelajaran harus benar-benar dikuasai oleh seorang

guru dalam menghadapi peserta didik, khususnya siswa tunarungu, agar siswa

tunarungu akan lebih mudah menyerap dan memahami materi yang disampaikan

guru dengan baik.

Wacana ini sungguh sangat menarik untuk diteliti, disamping karena

berkenaan dengan penyandang tunarungu, juga karena berkaitan dengan

pendidikan agama, sesuai dengan studi yang penulis tempuh. Dan yang menjadi

keunikan dari tempat penelitian penulis yakni SMPLB Muhammadiyah Jombang,

adalah proses pembelajaran di kelas, terdapat komunitas siswa tunarungu akan

tetapi berbeda tingkat. Jadi dalam satu kelas siswa tunarungu, terdapat siswa

tunarungu kelas VII dan VIII (tidak terdapat siswa di kelas IX untuk tahun

12

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), h. 99

13

(20)

10

pelajaran 2014/2015) sehingga guru harus menguasai teknik dan strategi

pembelajaran di tingkatan kelas serta dengan kurikulum yang berbeda pula.

Untuk itu, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan

pembelajaran PAI bagi siswa tunarungu yang dilakukan SMPLB

Muhammadiyah Jombang, melalui skripsi yang berjudul “STRATEGI

PEMBELAJARAN PAI PADA SISWA TUNARUNGU SMPLB

MUHAMMADIYAH JOMBANG”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dikemukakan

sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu

SMPLB Muhammadiyah Jombang?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat implementasi strategi pembelajaran

PAI pada siswa tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui implementasi strategi pembelajaran PAI pada siswa

tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang.

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat implementasi strategi

(21)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1. Teoritis

Secara akademis terutama bagi calon guru Pendidikan Agama Islam

adalah hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan

dapat memberi masukan serta sumbangan pemikiran dalam pengembangan

keilmuan Pendidikan Agama Islam dalam hal kompetensi guru khususnya

yang mengajar di SLB. Sehingga siswa tunarungu akan lebih mudah

memahami materi yang disampaikan.

2. Praktis

a. Bagi Penulis

Sebagai bahan informasi dan suatu pengalaman bagi penulis sebagai calon

pendidik guna menambah dan memperluas pemahaman berpikir dalam

strategi pembelajaran PAI bagi siswa tunarungu.

b. Bagi Lembaga

Sebagai sumbangan pikiran, masukan dan koreksi diri agar sekolah tersebut

dapat lebih maju serta dapat mengembangkan sistem pendidikan yang lebih

bermutu yang salah satunya dengan meningkatkan kompetensi para guru

(22)

12

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu

memiliki relevansi dengan penelitian lain. Bahkan, yang menjadi masalah urgen

dalam penelitian terkait pembelajaran PAI bagi siswa tunarungu sudah dibahas

dalam penelitian yang relevan. Tetapi subjek, objek dan kajiannya berbeda.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini berjudul “Metode

Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu Wicara

Melati”, dilakukan oleh Ida Nur Farida untuk persyaratan gelar Sarjana Sosial

Islam (S.Sos.I) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009. Penelitian ini

mengkaji tentang metode yang digunakan oleh sekolah dalam memberikan

bimbingan ibadah mahdhah untuk siswa tunarungu. Teori yang ada di dalamnya

adalah bimbingan agama, metode bimbingan agama dalam setiap aspek, bentuk

bimbingan ibadah. Juga terdapat teori tentang tunarungu, karakteristik tunarungu,

media komunikasi tunarungu, dan perkembangan anak tunarungu. Kemudian

penulis hanya membatasi masalah tentang penelitian metode dan hanya meneliti

pada tingkat SMA saja, yaitu kelompok A yang berjumlah 20 orang.

Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini berjudul

“Pembelajaran Al-Qur’an Terhadap Siswa Tunarungu di SLB Negeri I Wonosari

Gunungkidul”, dilakukan oleh Arif Tri Nurcahyo untuk persyaratan gelar Sarjana Strata I Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

tahun 2009. Penelitian ini mengkaji tentang metode khusus yang diterapkan

(23)

dan faktor pendukung, hambatan serta usaha pemecahannya dalam proses

pembelajaran Al-Qur’an terhadap siswa tunarungu di SLB Negeri I Wonosari.

Hasil penelitian menunjukkan, metode yang diterapkan dalam kegiatan

pembelajaran Al-Qur’an di SLB Negeri I Wonosari antara lain metode ceramah,

metode tanya jawab, metode drill, metode abjad jari, metode taktil dan metode

resitasi.

Berdasarkan pada pembahasan skripsi di atas, tidak ditemukan

pembahasan tentang strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu SMPLB

Muhammadiyah Jombang. Alasan tersendiri peneliti mengambil tempat

penelitian, yakni SMPLB Muhammadiyah Jombang, adalah proses pembelajaran

di kelas, terdapat komunitas siswa tunarungu akan tetapi berbeda tingkat. Jadi

dalam satu kelas siswa tunarungu, terdapat siswa tunarungu kelas VII dan VIII

(tidak terdapat siswa di kelas IX untuk tahun pelajaran 2014/2015), sehingga

guru harus menguasai teknik dan strategi pembelajaran di tingkatan kelas serta

dengan kurikulum yang berbeda pula. Untuk kelas VII pihak SMPLB

Muhammadiyah Jombang menggunakan kurikulum 2013, sedangkan untuk kelas

VIII menggunakan KTSP. Oleh karena itu, penyusun merasa perlu untuk

membahas tentang permasalahan ini.

F. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, melihat luasnya

(24)

14

kajian yang dilakukan agar pembahasan masalah yang diteliti tidak menjadi bias.

Oleh karena itu, penulis hanya meneliti tentang pembelajaran PAI yang diajarkan

pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Jombang, yakni tentang

pembelajaran PAI di kelas saja.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahfahaman dari judul di atas, yaitu

“STRATEGI PEMBELAJARAN PAI PADA SISWA TUNARUNGU

SMPLB MUHAMMADIYAH JOMBANG” maka perlu dijelaskan beberapa

kata kunci dengan harapan dapat menjadi pijakan awal untuk memahami uraian

lebih lanjut dan juga dapat menepis kesalahan-kesalahan dalam memberikan

orientasi penelitian ini.

1. Strategi

Strategi adalah Ilmu atau cara untuk mencapai sesuatu.14 Dalam hal

ini adalah strategi pembelajaran, yakni pola-pola umum kegiatan guru beserta

anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai

tujuan yang telah digariskan.15

14

Pius A. Partanto dan Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Poluler, (Surabaya: Arkola, 2001), h. 733

15

(25)

2. Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu usaha mengorganisasi lingkungan

sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa.16

3. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan manusiawi seutuhnya,

akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena

itu, Pendidikan Agama Islam menyiapkan manusia hidup dalam keadaan

damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat

dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.17

4. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah upaya membelajarkan

siswa secara sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk

mengenal, memahami, dan menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan

berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber

utamanya Al-Qur’an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,

latihan serta penggunaan pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan

berdasarkan kondisi pembelajaran yang ada.18

16

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Bumi Aksara, 2007), h. 48.

17

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 5

18

(26)

16

5. Tunarungu

Tunarungu adalah kondisi seseorang yang memiliki hambatan

perkembangan indra pendengar.19

H. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penulisan, maka dalam penelitian ini dibagi

menjadi beberapa bab dan sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah:

BAB satu, pendahuluan. Pada bab ini memberikan gambaran secara

umum yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, batasan masalah, definisi

operasional dan sistematika pembahasan.

BAB dua, kajian pustaka. Meliputi: tinjauan tentang strategi

pembelajaran Pendidikan Agama Islam, tinjauan tentang tunarungu dan tinjauan

tentang strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunarungu.

BAB tiga, metode penelitian. Jenis dan pendekatan penelitian, prosedur

penelitian, informan, jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data

dan pemeriksaan keabsahan data.

BAB empat, paparan data dan temuan penelitian. Pertama, gambaran

umum tentang objek penelitian. Kedua, paparan data meliputi: implementasi

strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunarungu serta faktor

19

(27)

pendukung dan penghambat implementasi strategi pembelajaran Pendidikan

Agama Islam pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Jombang.

(28)

18 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Strategi Pembelajaran PAI

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar

haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.1

Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai a plan, method, or

series of activies designed to achieves a particular educational goal. Jadi dengan demikian, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi

tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu.2

Kemp menjelaskan, bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan

pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran

dapat dicapai secara efektif dan efisien.3 Senada dengan pendapat tersebut, Dick

and Carrey juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set

materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk

menimbulkan hasil belajaran pada siswa. 4

1

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), ed. 1, cet. Ke-2, h. 206

2

Mulyono, Strategi Pembelajaran, (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), h. 8

3

Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya, (Jakarta: Diknas, 2008), h. 3-4

4

(29)

Kozma menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah sebagai

kegiatan yang dilakukan guru untuk menfasilitasi (guru sebagai fasilitator)

peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sedangkan menurut

Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah cara-cara yang

dipilih guru untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik

dalam lingkungan pembelajaran tertentu. 5

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa strategi

pembelajaran adalah langkah-langkah yang ditempuh guru untuk memanfaatkan

sumber belajar yang ada, guna mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan

efisien.

Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian di atas. Pertama,

strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)

termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau

kekuatan dalam pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan

tertentu. Artinya arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah

pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah-langkah pembelajaran,

pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam

upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu sebelum menentukan strategi, perlu

dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan

adalah roh-nya dalam implementasi suatu strategi.

5

(30)

20

Upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam

kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, ini yang

dinamakan metode. Berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi

yang telah ditetapkan. Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk

melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan apa yang dikehendaki,

dan juga merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan

suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang direncanakan.6 Sedangkan pengertian

metode pembelajaran adalah usaha dan daya, serta kegiatan yang dilakukan guru

agar murid mengerti dan paham apa yang diterangkan dan lebih jauh lagi

muridnya nanti mendapat perubahan dalam dirinya yang berupa pengetahuan

yang baru.7

Dengan demikian, satu strategi pembelajaran digunakan beberapa

metode. Oleh karenanya, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk

pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara

yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain strategi

adalah a plan of operation achieving something, sedangkan metode adalah a way

in achieving something.8

Strategi pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada

pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana menerapkan strategi itu

6

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke-1, h. 740

7

M. Zein, Metodologi Pengajaran Islam, (Jogjakarta: AK Group, 1995), h. 166.

8

(31)

tergantung pada metode yang dipilih. Pemilihan metode dapat disesuaikan

dengan gaya guru mengajar atau teknik pembelajaran yang relevan dengan

metode tersebut.9

Gambar 2.1 Model Pembelajaran10

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak sudut

pandang pendidik terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan

tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya

mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran

dengan cakupan teoritis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran

terdapat beberapa jenis pendekatan, antara lain: 11

1. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student

(32)

22

2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher

centered approach).

3. Pendekatan ekonomi pendidikan yang memandang anak sekolah sebagai

investasi masa depan sehingga kegiatan pembelajaran harus dirancang sesuai

kebutuhan pasar kerja yang dapat mengembalikan investasi yang dibutuhkan

selama sekolah baik kepada diri siswa, keluarga maupun kepada negara.

4. Pendekatan agama memandang pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian

dari nilai ibadah sehingga nilai-nilai agama sangat mempengaruhi terhadap

seluruh proses pendidikan dan pembelajaran.

Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam kedua pendekatan

doktrin-religius dan saintifik-empiris harus dijalankan bersamaan. Kajian dan

pendidikan agama yang hanya menekankan pada pendekatan doktrin akan cepat

membosankan dan artifisal. Sedangkan pendekatan saintifik (natural science

maupan behavioral science) yang tidak diberi muatan doktrin, akan

menyebabkan siswa lupa akan sikap dan pandangan hidup yang sebenarnya.12

Sedangkan Depag menyajikan konsep pendekatan terpadu dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi: 13

1. Keimanan

Memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan

pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber kehidupan makhluk sejagat ini.

12

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran; Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 133

13

(33)

2. Pengamalan

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan dan

merasakan hasil-hasil pengamalan ibadah dan akhlak dalam menghadapi

tugas-tugas dan masalah dalam kehidupan.

3. Pembiasaan

Memberikan kesempatan pada siswa untuk membiasakan sikap dan

perilaku baik yang sesuai dengan ajaran Islam dan budaya bangsa dalam

menghadapi masalah kehidupan.

4. Rasional

Usaha memberikan peranan pada rasio (akal) siswa dalam memahami

dan membedakan berbagai bahan ajar dalam standar materi serta kaitannya

dengan perilaku yang baik dengan perilaku yang buruk dalam kehidupan

duniawi.

5. Emosional

Upaya menggugah perasaan (emosi) siswa dalam menghayati

perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa.

6. Fungsional

Menyajikan bentuk semua standar materi (Al-Qur’an, Keimanan,

Akhlak, Fiqih/ Ibadah dan Tarikh), dari segi manfaatnya bagi siswa dalam

(34)

24

7. Keteladanan

Menjadikan figur guru agama dan non agama serta petugas sekolah

lainnya maupun orang tua siswa, sebagai cermin manusia berkepribadian

agama.

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya

diturunkan ke dalam strategi pembelajaran.14 Strategi pembelajaran berikut ini

adalah di antara cara yang dapat digunakan oleh guru untuk dapat mengaktifkan

siswa:

1. Strategi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) 15

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau

biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada

keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata,

sehingga siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil

belajar dalam kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah CTL:

a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan

keterampilan barunya.

b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

(35)

e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan.

g. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2. Strategi Pembelajaran Partisipatif (Partisipative Teaching and Learning)16

Pembelajaran Partisipatif (Partisipative Teaching and Learning)

merupakan model pembelajaran dengan melibatkan siswa secara aktif dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Pengembangan

pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur:

a. Menciptakan suasana yang mendorong siswa siap belajar.

b. Membantu siswa menyusun kelompok, agar bisa belajar dan

membelajarkan.

c. Membantu siswa untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan

belajarnya.

d. Membantu siswa menyusun tujuan belajar.

e. Membantu siswa merancang pola-pola pengalaman belajar.

f. Membantu siswa melakukan kegiatan belajar.

g. Membantu siswa melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.

3. Strategi Belajar Tuntas17

Diknas menjelaskan bahwa pembelajaran tuntas dalam proses

pembelajaran berbasis kompetensi adalah pendekatan dalam pembelajaran

16

Ibid., h. 53-55

17

(36)

26

yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar

kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Adapun

langkah-langkahnya adalah:

a. Mengidentifikasi prasyarat (prerequisite)

b. Membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi

c. Mengukur pencapaian kompetensi siswa.

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam strategi

pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan

teman sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil.18

4. Strategi Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction) 19

Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan

bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk

digunakan oleh siswa disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para

guru. Format modul adalah sebagai berikut:

a. Pendahuluan

(37)

5. Strategi Pembelajaran Ekspositori20

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang

guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai

materi pelajaran secara optimal. Roy Killen, menamakan strategi ekspositori

ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct instruction). Fokus

utama strategi ini adalah kemampuan akademis siswa. Ada beberapa langkah

dalam implementasi strategi ekspositori, yaitu:

a. Persiapan (preparation)

b. Penyajian (presentation)

c. Korelasi (correlation)

d. Menyimpulkan (generalization)

e. Mengaplikasikan (application)

Metode pembelajaran yang sering digunakan untuk mengaplikasikan

strategi ini adalah metode kuliah atau ceramah, tanya jawab dan diskusi

dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk penggunaan

media pembelajaran.

6. Strategi Pembelajaran Inkuiri21

Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) adalah rangkaian kegiatan

pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

20

Wina Sanjaya, Perencanaan, ibid, h. 189-191

21

(38)

28

untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban yang sudah pasti dari suatu

masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan

melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering

juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu

heuriskein yang berarti saya menemukan. Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Orientasi

b. Merumuskan masalah

c. Merumuskan hipotesis

d. Mengumpulkan data

e. Menguji hipotesis

f. Merumuskan kesimpulan

Metode pembelajaran yang sering digunakan untuk mengaplikasikan

stategi ini adalah metode pengalaman lapangan, brainstorming, debat, dan

sebagainya.

7. Strategi Pembelajaran Kooperatif22

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan

menggunakan sistem pengelompokan (tim kecil), yaitu antara empat sampai

enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademis, jenis

kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Prosedur pembelajaran

kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:

22

(39)

a. Penjelasan materi

b. Belajar dalam kelompok

c. Penilaian

d. Pengakuan tim

Metode pembelajaran yang sering digunakan untuk mengaplikasikan

stategi ini adalah metode demonstrasi, diskusi, dan sebagainya.

8. Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning) 23

Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang

memungkinkan peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran,

baik dalam bentuk interaksi antar peserta didik ataupun peserta didik dengan

guru dalam proses pembelajaran.

Terdapat 101 metode yang sering digunakan untuk mengaplikasikan

stategi ini antara lain metode membangun tim, diskusi, debat aktif, the power

of two, TV commercial, question student have, assessment search, active knowledge sharing, lightening the learning climate, go to your post, belajar

kelas penuh, point counterpoint, reading aloud, everyone is a teacher here,

student created case studies, jigsaw learning, card sort, finger signal (kode jari)dll.24

23

Suyadi, Strategi, ibid, h. 36

24

(40)

30

B. Tinjauan Tentang Tunarungu

1. Pengertian Tunarungu

Tunarungu adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut

kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam indra pendengaran. Pada

anak tunarungu, ketika dia lahir dia tidak bisa menangis. Meskipun

menggunakan cara adat sekalipun, misalkan adat Jawa, yaitu dengan cara

digeblek atau si bayi dibuat kaget agar bisa menangis.25

Kata tunarungu menunjukkan kesulitan pendengaran dari yang ringan

sampai yang berat, yang digolongkan ke dalam bagian tuli dan kurang dengar.

Orang tuli bisa bisu, tetapi orang bisu belum tentu tuli, sedangkan orang tuli

disebut tunarungu. Tunarungu terdiri dari dua kata, yaitu tuna dan rungu. Tuna

artinya luka, rusak, kurang dan tiada memiliki. Sedangkan rungu berarti

pendengaran.26

Pada anak tunarungu, tidak hanya gangguan pendengaran saja yang

menjadi kekurangannya. Sebagaimana kita ketahui, kemampuan berbicara

seseorang juga dipengaruhi seberapa sering dia mendengarkan pembicaraan.

Namun, pada anak tunarungu tidak bisa mendengarkan apapun sehingga dia

sulit mengerti percakapan yang dibicarakan orang. Dengan kata lain, dia pun

25

Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat; Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus, (Jogjakarta: Katahati, 2010), h. 34

26

(41)

akan mengalami kesulitan dalam berbicara. Untuk berkomunikasi dengan

orang lain, mereka menggunakan bahasa bibir atau bahasa isyarat.27

2. Ciri-ciri dan Karakteristik Anak Tunarungu

Adapun ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai berikut: 28

a. Kemampuan bahasanya terlambat

b. Tidak bisa mendengar

c. Lebih sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi

d. Ucapan kata yang diucapkan tidak begitu jelas

e. Kurang atau tidak menanggapi komunikasi yang dilakukan oleh orang lain

terhadapnya

f. Sering memiringkan kepala bila disuruh mendengar

g. Keluar nanah dari kedua telinga.

h. Terdapat kelainan organis telinga

i. Kualitas suara aneh atau monoton29

j. Banyak perhatian terhadap getaran30

Anak berbakat yang memiliki hambatan pendengaran, memiliki

karakteristik: 31

27

Geniofam, Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jogjakarta: Garailmu, 2010), h. 20

28

Aqila Smart, Anak Cacat, ibid, h. 34-35

(42)

32

a. Keinginan membangun kemampuan membaca dan berbicara tanpa

instruksi

b. Kemampuan membaca sejak usia belia

c. Memiliki ingatan yang kuat

d. Kemampuan untuk mengikuti pembelajaran yang sama di sekolah biasa

e. Cepat mendapatkan ide

f. Kemampuan menalar yang tinggi

g. Performa akademis yang superior di sekolah

h. Memiliki ketertarikan pada banyak hal

i. Mendapatkan informasi dengan cara-cara yang non tradisional

j. Mampu untuk menggunakan kemampuan memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari

k. Tertunda dalam pemahaman konsep

l. Memiliki inisiatif yang tinggi

m.Memiliki selera humor yang tinggi

n. Suka memanipulasi lingkungan

o. Intuitif

p. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam bahasa simbolis

3. Klasifikasi Anak Tunarungu

Klasifikasi tunarungu ini sangat penting bagi orang tua, guru, atau

(43)

mengurangi masalah-masalah yang dihadapi anak tunarungu, sesuai dengan

ketunarunguannya. Adapun klasifikasi tunarungu menurut para ahli, yaitu:

Klasifikasi tunarungu menurut Sastrawinata adalah sebagai berikut: 32

a. Ketunarunguan pada taraf 14-25 dB (desibel), yaitu ketunarunguan taraf

ringan. Anak tunarungu pada taraf ini dapat belajar bersama anak-anak

umumnya dengan pemakaian alat bantu dengar, penempatan yang benar

dan pemberian-pemberian bantuan lainnya.

b. Ketunarunguan pada taraf 26-50 dB, yaitu ketunarunguan pada taraf sedang,

anak tunarungu pada taraf ini sudah memerlukan pendidikan khusus

dengan latihan bicara, membaca ujaran, latihan mendengar dengan

menggunakan alat bantu dengar.

c. Ketunarunguan pada taraf 51-75 dB, yaitu ketunarunguan taraf berat. Anak

tunarungu pada taraf ini sudah harus mengikuti program pendidikan di

Sekolah Luar Biasa, dengan mengutamakan pelajaran bahasa, bicara, dan

membaca ujaran. Alat bantu dengar tidak dapat digunakan untuk bunyi

klakson dan suara bising lainnya.

d. Ketunarunguan pada taraf 76 dB ke atas, yaitu ketunarunguan sangat berat.

Anak tunarungu pada taraf ini lebih memerlukan program pendidikan

kejuruan, meskipun pelajaran bahasa dan bicara masih dapat diberikan

padanya. Penggunaan alat bantu dengar sudah tidak bermanfaat lagi

baginya.

32

(44)

34

Menurut Samuel A Kirk klasifikasi anak tunarungu antara lain: 33

a. 0 dB : Menunjukkan pendengaran optimal.

b. 0-26 dB : Menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran yang

normal.

c. 27-40dB : Mempunyai kesulitan pendengaran bunyi-bunyi yang jauh,

membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan

memerlukan terapi berbicara (tunarungu).

d. 41-55 dB : Mengerti bahasa percakapan, membutuhkan alat bantu dengar

dan terapi bicara (tunarungu ringan).

e. 56-70 dB : Hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat, masih

mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bisa

menggunakan alat bantu dengar dan latihan bicara secara

khusus (tunarungu agak berat).

f. 71-90 dB : Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang

dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang

intensif (tunarungu berat).

g. >91 dB : Mungkin sadar adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak

bergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk

proses penerimaan informasi dan yang bersangkutan dianggap

tuli (tunarungu berat sekali).

33

(45)

Adapun klasifikasi tunarungu menurut LC de Vreede dalam bukunya

Speech Terapi Jilid I berikut : 34

TABEL 2.1

Klasifikasi Tunarungu menurut LC de Vreede dalam buku Speech Terapi Jilid I

Derajat Kehilangan Intensitas Bunyi Implikasi Pendidikan

Ringan 27-40 dB Mempunyai kesulitan dengan

bunyi dari kejauhan dan butuh tempat duduk yang baik serta terapi bicara.

Sedang 41-55 dB Mengerti percakapan, tetapi

tidak dapat diskusi kelas. Membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara.

Berat 71-90 dB Hanya mendengar bunyi yang

sangat dekat. Kadang-kadang

Mendalam 91 dB Sadar akan adanya bunyi dan

getaran dianggap tunarungu.

Menurut Moores, definisi ketunarunguan ada dua kelompok: 35

a. Seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar

pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti

pembicaraan orang lain melalui pendengarannya, baik dengan alat ataupun

tanpa alat bantu mendengar.

b. Seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila kehilangan

pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk

34

Usup Ahlim Madyasukmana, Himpunan Tentang Disaudia, (Jakarta: Akademi Terapi Wicara; Yayasan Institut Rehabilitasi Medis, 1991), h. 14

35

(46)

36

memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya, baik tanpa

ataupun dengan alat bantu mendengar.

4. Penyebab Tunarungu

Terdapat dua penyebab tunarungu yaitu, penyebab genetik dan

penyebab dari lingkungan/ pengalaman (environmental/experiental).

Faktor-faktor ini mempunyai efek pada pendengaran selama pra-kelahiran, selama

periode kelahiran, dan setelah kelahiran. 36

a. Faktor-faktor genetik

Secara genetik, gangguan pendengaran dapat ditularkan oleh

orang tua kepada anak-anaknya, baik itu gen-gen resesif (orang tua

mempunyai pendengaran normal) maupun gen-gen dominan (salah satu

atau keduanya mempunyai dasar gangguan pendengaran secara genetik).

Lebih dari 200 bentuk penyebab gangguan pendengaran secara genetik

telah diidentifikasi. Faktor-faktor genetik seringkali mengakibatkan

gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada kasus-kasus yang lebih

kecil, pengaruh genetik dapat menyebabkan cacat tulang telinga bagian

tengah, sehingga mengakibatkan berkurangnya pendengaran jenis

konduktif.

36

(47)

b. Faktor-faktor lingkungan/ pengalaman

Lahir prematur (premature birth). Bayi yang lahir prematur

nampak berada pada resiko tinggi untuk mengalami gangguan pendengaran.

Tunarungu yang disebabkan kelahiran prematur dibarengi dengan kondisi

lainnya, seperti:

1) Campak (viral infection).

2) Radang selaput otak atau sumsum tulang belakang (meningitis), radang

otak (encephalitis), beguk/ penyakit gondok (mumps), dan influenza.

3) Ketidaksesuaian Rh darah (blood incompatibility). Tunarungu dapat

terjadi bila seorang wanita dengan Rh darah negatif mengandung janin

dengan Rh darah positif. Saat ini bisa dicegah dengan memberikan obat

yang disebut Rho Gam.

4) Radang telinga tengah.

5) Pemakaian obat-obatan tertentu terutama yang termasuk dalam

kelompok mycin (strapto mycin, neomynin, dll.) dapat menyebabkan tuli

permanen.

6) Otosclerosis, penyakit tulang pada telinga bagian tengah, dapat

menimbulkan tunarungu tipe konduktif.

7) Gegar otak, komplikasi kelahiran dapat menyebabkan pertumbuhan dan

(48)

38

Menurut beberapa ahli, tunarungu dapat disebabkan oleh enam

faktor: 37

a. Keturunan

b. Penyakit bawaan dari pihak ibu

c. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran

d. Radang selaput otak (meningitis)

e. Otitis media (radang pada telinga tengah)

f. Penyakit anak berupa radang atau luka-luka.

C. Strategi Pembelajaran PAI pada Siswa Tunarungu

Strategi pembelajaran bagi siswa tunarungu pada dasarnya sama dengan

pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah formal pada umumnya, akan tetapi

yang menjadi perbedaan hanyalah sarana komunikasi dalam proses belajar

mengajarnya menggunakan bahasa isyarat. Berikut ini beberapa strategi yang

diterapkan pada pembelajaran siswa tunarungu:38

1. Rangkaian (seri)

Bagi tugas dan diberikan selangkah demi selangkah.

2. Pengulangan dan Umpan Balik

Gunakan keterampilan pengetesan sehari-hari, praktek yang berulang-ulang

dan umpan balik harian.

37

Aqila Smart, Anak Cacat, ibid, h. 35

38

(49)

3. Mulai dari yang Kecil dan Kembangkan

Bagi keterampilan yang ditargetkan menjadi unit atau perilaku yang lebih

kecil lalu bangun dari bagian itu menjadi keseluruhan.

4. Kurangi Kesulitan

Tugas yang berurutan dari mudah ke sulit dan hanya memberikan petunjuk

yang diperlukan.

5. Pertanyaan

Ajukan pertanyaan yang berhubungan dengan proses (bagaimana cara?) atau

pertanyaan yang berhubungan dengan isi (apa itu?).

6. Grafik (taktual dan atau visual)

Menekankan gambar atau representasi gambar lainnya.

7. Instruksi Kelompok

Instruksi terjadi dalam kelompok kecil anak dan mungkin didampingi oleh

guru.

8. Tingkatkan Keterlibatan Guru dan Teman Sebaya

Gunakan pekerjaan rumah, orang tua atau teman sebaya untuk membantu

dalam pembelajaran.

Sedangkan metode yang dapat diterapkan pada siswa tunarungu antara

lain: 39

1. Metode Manual

Metode manual memiliki dua komponen dasar:

39

(50)

40

a. Bahasa isyarat (sign language)

1) Bahasa isyarat standar American Sign Language (ASL) untuk

menjelaskan kata dan konsep.

2) Bahasa isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat

konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata.

3) Bahasa isyarat alamiah, yaitu bahasa isyarat yang berkembang secara

alamiah di antara kaum tunarungu (berbeda dari bahasa tubuh) yang

merupakan suatu ungkapan manual (dengan tangan) sebagai pengganti

kata yang pengenalan atau penggunaannya terbatas pada kelompok atau

lingkungan tertentu.

4) Bahasa isyarat konseptual, merupakan bahasa isyarat yang resmi

digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah yang menggunakan

metode manual atau isyarat.

5) Bahasa isyarat formal, yaitu bahasa nasional dalam isyarat yang

biasanya menggunakan kosakata isyarat dengan stuktur bahasa yang

sama persis dengan bahasa lisan.

b. Abjad jari (finger spelling), adalah menggambarkan alfabet secara manual.

Posisi-posisi tangan menunjukkan tiap huruf alfabet huruf latin.

2. Metode Oral

Metode oral adalah metode berkomunikasi dengan cara yang lazim

digunakan oleh orang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan. Pelaksanaan

(51)

berbicara (speech building and speech training) membaca ujaran (speech

reading), dan latihan pendengaran (hear training).

Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk menyimak pembicaraan

melalui pendengarannya. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan

penglihatannya untuk memahami pembicaraan orang lain melalui gerak bibir

dan mimik pembicara. Kegiatan ini disebut membaca ujaran (speech reading).

3. Komunikasi Total

Komunikasi total merupakan suatu falsafah yang memungkinkan

terciptanya iklim komunikasi yang harmonis, dengan menerapkan berbagai

metode dan media komunikasi, seperti sistem isyarat, ejaan jari, bicara,

membaca ujaran, amplifikasi (pengerasan suara dengan menggunakan alat

bantu dengar), gesti, pantomimik, menggambar, menulis, serta pemanfaatan

sisa pendengaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan tunarungu secara

perorangan.

Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat mendorong implementasi

strategi pembelajaran pada siswa tunarungu:40

1. Menjalin kemitraan dengan anak cacat.

2. Meminta mitranya membantu siswa dengan kegiatan seperti kunjungan

lapangan atau permainan tim.

3. Tidak mengajak siswa untuk berbicara dengan cara membelakanginya.

40

(52)

42

4. Siswa hendaknya didudukkan paling depan, sehingga memiliki peluang untuk

membaca bibir guru.

5. Perhatikan postur siswa yang sering memiringkan kepala untuk mendengarkan.

6. Dorong siswa untuk selalu memperhatikan wajah guru, berbicaralah dengan

siswa dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan, kepala guru sejajar

dengan kepala siswa.

7. Guru bicara dengan volume biasa tetapi dengan gerakan bibirnya yang harus

(53)

43 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk

mengungkapkan gejala secara holistik kontekstual melalui pengumpulan data

dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.

Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis

dengan pendekatan induktif. Proses pemaknaan dalam perspektif subjek lebih

ditonjolkan.1

Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif adalah pendekatan penelitian yang

berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat

sekarang.2

Peneliti beralasan karena data dan informasi yang diteliti adalah

mengenai strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu, jadi peneliti hanya

mendeskripsikan strategi serta faktor pendukung dan penghambat implementasi

1

Tim Penyusun Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi; Program Sarjana Strata Satu Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: HMJ PAI FITK, 2013), h. 9

2

(54)

44

strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu kemudian menganalisanya

secara kualitatif.

B. Prosedur Penelitian

Adapun rincian prosedur penelitian yang dilakukan peneliti adalah

sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Penyusunan Proposal Penelitian

Penyusunan proposal, digunakan untuk memulai langkah awal

dalam proses penelitian, dalam penyusunan proposal ini akan memuat

semua komponen yang akan diteliti mulai dari penyusunan judul, skema

pembahasan sampai tahap penelitian dan pelaporan.

b. Penentuan Lokasi Penelitian

Peneliti mengambil lokasi SMPLB Muhammadiyah Jombang.

Adapun alasan dipilihnya lokasi ini karena proses pembelajaran di kelas,

terdapat komunitas siswa tunarungu akan tetapi berbeda tingkat. Jadi dalam

satu kelas siswa tunarungu, terdapat siswa tunarungu kelas VII dan VIII

(tidak terdapat siswa di kelas IX untuk tahun pelajaran 2014/2015)

sehingga guru harus menguasai teknik dan strategi pembelajaran di

(55)

2. Tahap Pelaksanaan

a. Membuat Jadwal Penelitian

Penyusunan jadwal penelitian ini disesuaikan dengan jadwal

kepala sekolah, para guru PAI agar tidak mengganggu kegiatan sekolah.

Sedangkan untuk penelitian pada siswa dilakukan di luar jam KBM.

Untuk memperoleh data yang valid, peneliti membutuhkan waktu

cukup lama untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, karena data yang

dibutuhkan harus benar-benar sesuai dengan prosedur penelitian guna

mencapai validitas sebuah hasil penelitian. Adapun waktu yang dibutuhkan

peneliti yaitu dua bulan. Dengan waktu tersebut peneliti dapat

mengumpulkan data mengenai strategi pembelajaran PAI di SMPLB

Muhammadiyah Jombang. Yang terdiri dari waktu untuk observasi,

wawancara, serta dokumentasi. Adapun waktu penelitian dapat ditampilkan

dalam bentuk tabel, sebagai berikut:

Tabel 3.1

Jadwal Pengumpulan Data di SMPLB Muhammadiyah Jombang

No KEGIATAN Minggu Ke

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Observasi keadaan sekolah 

2 Pencarian data tentang program

strategi pembelajaran PAI 

3 Pencarian data tentang

gambaran umum sekolah  

4 Wawancara kepala sekolah 

(56)

46

6 Wawancara guru

PAI/koordinator kegiatan  

7 Wawancara siswa  

8 Dokumentasi        

Dalam waktu dua bulan, peneliti dapat mengumpulkan data

tentang strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu SMPLB

Muhammadiyah Jombang.

b. Menentukan Sumber Penelitian (Informan)

Sumber penelitian yang peneliti maksud adalah orang atau sesuatu

yang dimanfaatkan oleh peneliti untuk memperoleh informasi tentang

situasi dan kondisi latar belakang penelitian yang mana ia mempunyai

pengalaman banyak tentang latar penelitian itu. Dalam masalah ini yang

menjadi sumber penelitian yaitu:

1) Kepala SMPLB Muhammadiyah Jombang

Kepala sekolah sebagai pimpinan di lembaga tersebut. Peneliti

menggali data dan informasi tentang profil SMPLB Muhammadiyah

Jombang serta faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi

pembelajaran.

2) Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas B (Tunarungu)

Guru sebagai pelaku utama dalam implementasi atau penerapan

program pendidikan di sekolah, guru juga memiliki peranan strategis

dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, dalam hal ini guru

(57)

belajar dan perkembangan peserta didik.3 Peneliti menggali data dan

informasi mengenai strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu

serta faktor pendukung dan penghambat implementasi strategi tersebut.

3) Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (Koordinator Kegiatan

Keagamaan)

Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam yang sekaligus

sebagai koordinator kegiatan keagamaan. Peneliti menggali data dan

informasi mengenai strategi pembelajaran PAI pada siswa tunarungu

serta faktor pendukung dan penghambat implementasi strategi tersebut.

4) Siswa Tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang

Siswa tunarungu SMPLB Muhammadiyah Jombang adalah

komunitas yang dijadikan objek dalam implementasi pembelajaran.

Peneliti menggali data dan informasi sejauh mana keberhasilan dari

strategi pembelajaran PAI yang dilakukan oleh guru.

c. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti hadir langsung untuk melihat

implementasi strategi guru pada siswa tunarungu SMPLB Muhammadiyah

Jombang dalam kegiatan belajar mengajar, sesuai jadwal yang sudah

ditentukan sebelumnya. Peneliti memulai penelitian di lembaga ini sekitar

awal bulan November tahun 2014. Dalam kehadiran peneliti ke tempat

penelitian, peneliti menggunakan beberapa media sebagai alat bantu untuk

3

Gambar

Grafik (taktual dan atau visual) .........................................
Gambar 2.1  Model Pembelajaran
  TABEL 2.1 Klasifikasi Tunarungu menurut LC de Vreede
Tabel 3.1 Jadwal Pengumpulan Data
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui saham-saham yang masih berpotensi memberikan return positif pada kondisi pasar bearish dengan menggunakan Model

Berdasarkan hasil akhir yang didapatkan, dimana ekstrak etanol kulit semangka merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acne sebagai bakteri

Hasil wawancara menunjukkan salah satu kendala ling- kungan kerja adalah keterbatasan fasilitas untuk bekerja secara cepat dan rapi, terkait masalah kom- petensi

Rumusan masalah ada;ah: “Apakah penerapkan model pembelajaran kooperatif pada pelajaran geografi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V Ш semester genap SMP

Pak Najib, Mbak Armi, Mbak Dewi, Mbak Yani, Pak Slamet Rahardjo, Mbak Agnes, Kakak Maru dan seluruh staf yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu) yang telah banyak

Akhir yang berjudul “ Aplikasi Realisasi Penerimaan RTW ( Rail Tank Wagon ) pada PT Pertamina (Persero) Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Lahat ” ini dengan tepat waktu..

Pramila, model pasinaon snowball throwing kalihan media audio visual saged ngindhakaken proses kalihan kasil pasinaon kaprigelan maos endah sekar macapat

Jika informasi mengenai peraturan lainnya yang berlaku belum tersedia di bagian lain dalam lembaran data keselamatan bahan ini, maka hal ini akan dijelaskan dalam bagian ini.