51 BAB 5
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dari uraian sebelumnya dan merupakan intisari dari hasil penelitian dan jawaban dari persoalan penelitian. Kesimpulan yang diperoleh selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan implikasi teoritas.
5.1 KESIMPULAN
52 Selanjutnya untuk persoalan penelitian yang kedua adalah aspek mental accounting sebagai perangkat self-control. Penelitian ini menyebutkan bahwa responden yang merupakan pegawai wanita pada Non Akademik UKSW Salatiga tidak terpengaruh ketika dihadapkan dengan kebutuhan yang dianggap kurang penting serta tidak akan mengambil uang yang sudah dialokasikan di pos-pos tertentu untuk memuaskan keinginan yang tiba-tiba muncul. Maka, dapat disimpulkan bahwa persoalan penelitian kedua terbukti terjadi pada objek penelitian, bahwa Pegawai Non Akademik
53 Dari hasil penelitian juga ditemukan perbedaan mental
accounting berdasarkan perbedaan demografi responden yang
terdiri dari marital status, usia dan tingkat pendidikan, diketahui bahwa kecenderungan mental accounting berpeluang terjadi pada responden yang belum menikah. Hasil penelitian menunjukan bahwa pegawai wanita dengan usia kurang dari 40 tahun cenderung mengalami perilaku mental accounting dibandingkan dengan usia lebih dari 40 tahun. Hasil dari penelitian ini juga memberikan informasi bahwa perilaku
mental accounting cenderung dialami oleh pegawai wanita
dengan tingkat pendidikan S1 ke atas daripada tingkat pendidikan responden lainnya.
5.2 Implikasi
5.2.1 Implikasi Teoritis
54
accounting menunjuk pada perilaku atau cara berpikir
seseorang yang memiliki kecenderungan untuk mengelompokan dan memberlakukan uang secara berbeda antara lain tergantung dari mana uang tersebut berasal.
Selanjutnya, Hattereje, Heath dan Min (2009) mengungkapkan bahwa mental accounting dapat membawa dampak tidak baik dalam pengambilan keputusan. Namun,menurut Karlsson (1998) dan Hoch dan Loewenstein (1991) mengungkapkan bahwa mental accounting dapat digunakan sebagai perangkat self-control. Hasil penelitian menunjukan bahwa mental accounting berdampak positif dalam pengelolaan keuangan yaitu dapat digunakan sebagai perangkat self-control karena dapat digunakan untuk mencegah pemanfaatan dana untuk kepentingan yang bersifat konsumtif. Hal ini berarti bahwa walaupun seseorang berpikir tidak rasional namun tidak selamanya berdampak negatif, sehingga penelitian ini bertolak belakang dengan Chattereje dkk melainkan mendukung pendapat Karlsson (1998) dan Hoch dan Loewenstein (1991).
5.2.2 Implikasi Terapan
55 tengah bulan) atau bonus sehingga gaji yang berasal dari TTB/bonus lebih cepat habis untuk hal-hal yang bersifat konsumtif daripada gaji rutin. Oleh karena itu, walaupun dalam pengalokasian berbeda dengan gaji rutin, diharapkan penggunaan gaji yang berasal dari TTB/bonus juga untuk hal-hal yang bersifat produktif.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menyadari terdapat kekurangan-kekurangan pada penulisan penelitian ini antara lain bahwa pengujian kecenderungan perilaku mental accounting dan mental acconting sebagai perangkat self-control menggunakan metode survey dengan teknik kuisioner, dimana instrumennya dibuat oleh peneliti sendiri sehingga masih belum baku. Kuisioner dalam penelitian ini juga bersifat pemisalan atau pengandaian sehingga responden diminta untuk memberikan tanggapan atau gambaran suatu peristiwa atau kejadian. Hal tersebut dilain sisi kurang mencerminkan perilaku responden yang sesungguhnya karena hanya bersifar gambaran. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menguji ulang instrument tersebut. Penelitian dengan topik mental accounting masih relatif sedikit, oleh sebab itu perlu lebih digali hal-hal lain tentang mental accounting.