KATA PENGANTAR
Kegiatan Penyusunan Kajian Desa Wisata di DIY merupakan langkah penting yang
diperlukan untuk menyusun Instrumen standardisasi/
guidelines
desa wisata
sebagai paduan pengembangan sebuah kampung/desa untuk menjadi desa
wisata. Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh upaya pembangunan dan
penataan desa wisata di DIY yang dilakukan oleh pemangku kepentingan terkait
dapat dilaksanakan secara lebih terarah, dalam kerangka keterpaduan
pemanfaatan potensi desa sebagai destinasi pariwisata, tanggap terhadap
dinamika pasar, serta dikelola secara berkelanjutan.
Laporan ini merupakan
Laporan Akhir
yang disusun sebagai laporan ketiga
dari tiga tahap pelaporan pekerjaan
Kajian Desa Wisata di DIY .
Laporan akhir
ini di dalamnya memuat uraian mengenai pendahuluan, pendekatan, batasan
kajian desa wisata serta profil desa amatan yang menjadi dasar penyusunan
Instrumen standardisasi/
guidelines
desa wisata sebagai paduan pengembangan
sebuah kampung/desa untuk menjadi desa wisata, analisis, instrumen
standarisasi/ guidelines pengembangan desa wisata serta strategi dan program
pengembangan desa wisata. Sekaligus studi kasus penerapan program pada desa
wisata Pentingsari.
Atas terselesaikannya laporan ini, Tim Penyusun menyampaikan terima kasih
kepada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pariwisata Daerah
Istimewa Yogyakarta serta semua pihak yang telah membantu selama proses
penyusunan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
oran
hir
ajian
n
gembangan Desa Wisata di DIY
t
eng
nt
r
i
ft
r
si
ii
ft
r
Gambar
vi
Daftar Tabel
vii
1.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1 1
1.2. Tujuan dan Sasaran
1 10
1.3. Lingkup Keluaran
1 12
BAB 2
BATASAN KAJIAN DESA WISATA
2.1. Pengertian Wisata Pedesaan dan Desa Wisata
2 1
2.2. Tipologi Desa Wisata di Indonesia
2 5
2.3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Desa Wisata
2 8
2.4. Model Pengembangan Desa Wisata
2 11
2.5. Prinsip dasar Pengembangan Desa Wisata
2 13
2.6. Komponen Kajian Pengembangan Desa Wisata
2 14
2.6.1. Daya Tarik
2 14
2.6.2. Aksesibilitas
2 19
2.6.3. Fasilitas
2 20
2.6.4. Pemberdayaan Masyarakat
2 21
2.6.5. Pemasaran dan Promosi
2 27
2.6.6. Kelembagaan dan SDM
2 31
3.
BAB 3
PROFIL DESA WISATA AMATAN
3.1. Batasan Lingkup Amatan
3 1
3.1.1. Justifikasi Batasan Amatan
3 1
3.1.2. Pemilihan Desa Wisata Amatan
3 1
3.2. Profil Desa Wisata Amatan
3 3
3.2.1. Desa Wisata berbasis Keunikan Sumber Daya Budaya
Lokal
3 6
3.2.1.1. Desa Wisata Kebon Agung
3 7
3.2.2.1. Desa Wisata Nglanggeran
3 19
3.2.2.2. Desa Wisata Ketingan
3 - 23
3.2.2.3. Desa Wisata Nglinggo
3 27
3.2.3. Desa Wisata berbasis Perpaduan Keunikan Sumber
Daya Budaya dan Alam
3 31
3.2.3.1. Desa Wisata Srowolan
3 31
3.2.3.2. Desa Wisata Kembangarum
3 37
3.2.3.3. Desa Wisata Pentingsari
3 42
3.2.4. Desa Wisata berbasis Keunikan Aktifitas Ekonomi
Kreatif
3 48
3.2.4.1. Desa Wisata Bobung
3 48
3.2.4.2. Desa Wisata Kasongan
3 52
3.2.4.3. Kampung Wisata Prawirotaman
3 56
3.3. Isu-isu Strategis yang Berkaitan dengan Pengembangan
Desa Wisata
3 60
4.
BAB 4
PENDEKATAN PENGEMBANGAN DESA WISATA
4.1. Pendekatan Pariwisata Berkelanjutan
(Sustainable
Tourism Development)
4 1
4.2. Pendekatan Ekowisata
4 1
4.3. Pendekatan Pariwisata berbasis Pemberdayaan
Masyarakat
(Community Based Tourism)
4 3
4.4. Pendekatan Budaya
4 4
4.5. Pendekatan Good Tourism Governance
4 6
4.6. Pendekatan Kesesuaian antara Permintaan dan
Penawaran
(Demand and Supply)
4 7
5.
BAB 5
ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA
6.
BAB 6
INSTRUMEN STANDARISASI/ GUIDELINES
PENGEMBANGAN DESA WISATA
6.1. Instrrumen Dasar Pengembangan Desa Wisata
6 1
6.1.1.
Instrumen Dasar Desa Wisata
6 1
6.1.2.
Komponen Dasar Desa Wisata
6 6
6.1.3.
Persyaratan Dasar Pembentukan Desa Wisata
6 7
6.2. Instrumen Standarisasi/ Guidelines Pengembangan Desa
Wisata
6 9
6.2.1.
Embrio/ Potensial
6 9
6.2.2.
Berkembang
6 10
6.2.3.
Maju
6 11
7.
BAB 7
PROGRAM IMPLEMENTASI BERDASAR TINGKAT
PERKEMBANGAN
7.1. Strategi Pengembangan
7 1
7.2. Program Pengembangan
7 - 4
8.
BAB 8
9.
BAB 9
STUDI KASUS DESA WISATA PENTINGSARI
9.1. Justifikasi Pemilihan
9 1
9.2. Profil Singkat Desa Wisata Pentingsari
9.3. Program Pengembangan
10.
BAB 10
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
10.1. Kesimpulan
10 1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Contoh Desa Wisata Candirejo di kawasan
Borobudur, Jawa Tengah
1 7
Gambar 2.1.
Tipologi Desa Wisata
2 5
Gambar 2.2.
Skema Upaya Peningkatan Pemberdayaan
Masyarakat
2 23
Gambar 2.3.
Aspek Keterlibatan Masyarakat dalam Konsep
Pemberdayaan
2 26
Gambar 2.4.
Skema Proses Pembentukan Branding
2 30
Gambar 3.1.
Peta Administratif Daerah Istimewa Yogyakarta
3 3
Gambar 3.2.
Peta Sebaran Desa Wisata di DIY
3 5
Gambar 3.3.
Peta Sebaran Desa Wisata Amatan
3 6
Gambar 4.1.
Skema Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
4 - 2
Gambar 4.2.
Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan
Pariwisata
4 5
Gambar 4.3.
Diagram
Good Tourism Governance Model
4 10
Gambar 4.4.
Diagram Kesesuaian Permintaan dan Penawaran
4 11
Gambar 4.5.
Konsep Pengembangan Wilayah Berdasar pada
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Pengelompokkan SDM pariwisata
3 - 34
Tabel 3.1.
Luas Wilayah, Ketinggian, dan Jarak Lurus ke
Ibukota Provinsi menurut Kabupaten/Kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta
4 4
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
1.1.1. KONDISI UMUM KEPARIWISATAAN INDONESIA
ustr
r
w
s
t
ru
ustr
y
! " !#
s
" !s
# $s
tu s
%t
r
%r
% !rtu
"u
$ % %&r
s
t
%r
r
w
s
t
"r
!ru
$s
! 't
r
$r
% %
sy
r
t
(ustr
)r
w
s
t
ru
!t
y
!
t
! # "t
s ru
!w
#y
$(borderless).
Pengaruh globalisasi akibat perkembangan teknologi informasi yang
diikuti dengan kemudahan akses membuat pergerakan manusia
menjadi lebih cepat, lebih bervariasi, lebih nyaman, lebih
ekonomis, lebih mudah. Berwisata merupakan salah satu
kebutuhan manusia. Rekreasi, relaksasi, mencari pengalaman,
kekaguman, nostalgia, keindahan dan beberapa alasan lain,
membuat orang untuk melakukan perjalanan ke berbagai destinasi
untuk menikmati berbagai produk pariwisata dan fasilitas yang
tersedia.
Beberapa negara bahkan mengandalkan industri pariwisata sebagai
pandapatan utamanya (sektor yang diandalkan untuk perkembangan
ekonomi). Agar mampu bersaing dengan Destinasi lain, mereka
mengemas potensi obyek dan tujuan wisatanya secara sistematis,
terprogram, terencana, konsisten, integrated dan holistik. Berbagai
kemudahan, fasilitas, pelayanan prima, kemudahan iklim dan
regulasi dijadikan sebagai alat promosi. Komitmen yang tinggi
dengan perencanaan yang berkelanjutan (sustainable) serta
penjagaan (pelestarian) yang benar menjadi ciri beberapa destinasi
yang mampu bertahan. Mereka sadar akan konsekuensi yang akan
diterimanya, apabila tidak menjaga potensi dan produk wisatanya
secara komprehensif. Industri Pariwisata memiliki konsumen (pasar)
yang tak dapat diatur atau dipaksa agar pergi kesuatu destinasi
tertentu. Kebebasan wisatawan untuk berkunjung ke destinasi
tertentu bersifat absolut.
y
01 2 31
t
4 2r
0t
45 5 01s
06312 7412u
1tu
12, 01(simbiosis mutualisme).
Namun, sesuai hukum pasar, suatu destinasi harus mengerti benar
kaidah dan permasalahan pasar. Kepercayaan, adalah kata kunci
bila akan bergerak dibidang jasa. Berbagai bidang jasa saling
berhubungan erat dalam Industri Pariwisata seperti perbankan,
money changer, jasa tranportasi, pertanian dan perkebunan (agro
wisata), dan masih banyak lagi. Persaingan, perjanjian,
penghindaran klaim, proteksi, inteljen bisnis dilakukan oleh para
pelaku dan pengelola pariwisata. Dia harus mengenal siapa
konsumennya, kompetitornya dan potensinya sehingga destinasi
tersebut dapat mengerti posisi dan kemampuannya dalam
mempengaruhi pasar. Analisa komprehensif terhadap keinginan
konsumen diperlukan untuk mengetahui varian dan kualitas produk
yang diinginkan atau laku Dijual. Kualitas dan bauran
(keanekaragaman) produk yang dihasilkan, merupakan cermin
kemampuan produsen. Kemampuan produsen merupakan output
dari proses pembinaan dan pembelajaran. Pemberdayaan
masyarakat dengan model atur diri sendiri dibarengi dengan
kualitas dan bauran produksi signifikan serta ketergantungan
penghidupan pada kelestrian destinasi, merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan ekonomi rakyat, utamanya disekitar destinasi.
Kualitas, validitas, ketersediaan dan menejemen data merupakan
hal terpenting dalam upaya untuk mengerti terhadap kemampuan
diri sendiri dan kemampuan pesaing. Output Perencanaan (solusi)
yang tepat hanya akan diperoleh apabila masukan (data) tentang
permasalahan dapat diperoleh dengan cepat dan tepat.
Pariwisata sering dipersepsikan sebagai wahana untuk
meningkatkan pendapatan, terutama meningkatkan pendapatan
pemerintah,
khususnya
pendapatan
devisa,
sehingga
> ? @ A B CA D
u
Er
EBw
Fs
Et
Ew
EB(expenditures)
c
? 8
am
a tinggal w
isataw
an
(lengh of stay)
(Renstra Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasional tahun
2005 2009)
WTO (World Tourism Organization) memprediksi bahwa
pertumbuhan Industri Pariwisata Dunia (travel Industry) adalah 4,2%
pertahun dalam jangka waktu 10 tahun (2000 s/d 2010). Tingkat
pertumbuhan terbesar akan dimiliki oleh beberapa negara
dikawasan Asia. Optimisme yang sama disampaikan oleh World
Travel & Tourism Council (WWTC) yang menyatakan bahwa :
Disadari atau tidak, Kepariwisataan dunia akan menjelma menjadi
Mega Industri dan diperkirakan akan menjadi salah satu penggerak
utama perekonomian di abad 21 . WWTC juga memprediksikan
Industri pariwisata akan menggerakkan antara 850 juta hingga 1
miliar wisatawan mancanegara di seluruh dunia pada tahun 2005.
Bahkan, melihat tren perkembangan pariwisata tahun 2020,
perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang, 438 juta
orang akan berkunjung ke kawasan Asia-pasifik dan 100 juta ke
Cina.
Pada tahun 2002, pengeluaran wisatawan internasional di seluruh
dunia mencapai US$ 474 miliar, dimana US$ 94,7 miliar diantaranya
diterima oleh negara-negara di kawasan Asia-Pasifik (WTO,2003).
Dengan perolehan US$ 4,496 miliar pada tahun 2002, penerimaan
devisa Indonesia baru mewakili 0,95% dari pengeluaran wisatawan
dunia. Indonesia diperkirakan akan dikunjungi oleh 10 juta orang
wisatawan pada tahun 2009 dengan perolehan devisa (diperkirakan)
sebesar US$ 10 miliar.
1.1.2. SADAR WISATA DAN PERAN PENTINGNYA DALAM PENGEMBANGAN
DESTINASI PARIWISATA
M N OP
r
PQ R Nst
S MPSs
T Pr
Sw
Ss
Pt
Py
PM O US V NMtu
I W XNYs
Nr
P MOI PS PM I W Z[ WM NM [r
WUu
I\w
SXPy
PY UP Mcitra atau karakter atraksi m
enjadi
fokus penting dalam
pengem
bangan kepariw
isataan
\khususnya
dalam
m
engem
bangkan keunggulan banding dan keunggulan saing
dalam
berkom
petisi u
ntuk m
enarik pasar w
isataw
an regional
m
aupun internasional
QR
alam
konteks
]ndonesia
\pengem
bangan destinasi pariw
isata m
asih
m
engalam
i sejum
lah kendala dan ham
batan
\baik dari m
anajem
en
produk w
isata yang dikem
bangkan didalam
nya
\m
aupun koordinasi
dan dukungan sektoral yang m
asih terbatas serta koordinasi lintas
w
i layah
^daerah yang belum
bisa berjalan efektif karena ego
^sem
angat kedaerahan
QR
i lain pihak
\perkem
bangan pariw
isata dan tren pasar dunia
sem
akin m
enuntut pengem
bangan dan pengelolaan destinasi
pariw
isata yang m
am
pu m
em
berikan daya tarik yang atraktif
\m
anajem
en atraksi yang kreatif dan non kon
_ N MSW M PX\s
[ NM OP XP ZPMw
S
s
Pt
P U PM [ N XPy
P MPMy
PM O V NIr
u
PXSt
Ps s
Nrt
P V Nr
V P OPS I N Z` UPY PMU P
r
Ss
N OS PIs
Ns
SMa Wr
ZPs
S \ PIs
Ns
S V S XSt
Ps
S Mt
Nr
Kr
N OS WMP X Z Pu
[u
M I N Z ` U PY P M UP M I N My
PZ P MPMV Nrw
Ss
Pt
P XPSM My
PQRPS
r
US MP ZS I P [ Nr
IN ZV P M OP M I N[ PSr
Sw
s
Pt
PP M M Ps
SWM P Xs
PM OPt
t
N
r
XSY Pt
V POPS ZPMP SZ[ XS I Ps
Ss
NIt
Wr
I N[ Pr
SSw
s
Pt
PP Mt
Nr
YP U P[ [ N ZV PM Ou
MP M NI WMW ZSQ T PSr
Sw
s
Pt
Ps
P MOPt
US [ NM OPru
YS W XNYs
Stu
PSs
U P M I WMUSs
S [ Nr
NI W M WZSPMQ R N M OPM NI WM WZSy
PM O ZPbu
[ Pr
Sw
Ss
Pt
P PI PM V Nr
I N ZV PM O I Pr
N MP USUu
Iu
M O W X NY I Ns
Nb PYt
Nr
PPM [ NM Uu
Uu
I U P M aPs
SXSt
Ps
UP NPYr
tu
bu
PMw
Ss
Pt
Py
PM O ZNZ P UPSQHal sebaliknya
juga dapat terjadi yaitu pariwisata dapat mendorong perekonomian
regional dan nasional. Kegiatan pariwisata akan menimbulkan
demand akan barang dan jasa yang selanjutnya akan merangsang
pertumbuhan produksi.
t
i
r
ej kt
lim njm ojr
kkw
js
t
j jt
ju
kmlustr
k pjqjus
y
jm n r iejr
j er
t
ir
kst
keoj
r
kkw
js
t
j s oim km nejt
jm oi mlj ojt
jm oimlu
lu
es eii t ojs
t
j m eir
uj lj m kmvist
js
kwxi e
t
yr
ojr
kw
kjs
t
j r ir
ejkt
jms
icara langsung dan tak langsung
dengan berbagai sektor perekonom
ian yang m
em
produksi barang
gr j
r
jm n ljm ujs
j gujs
jy
j mns
i r j nkj m jt
ju s
i zuru
q my
j l ke ymt {ksu
yzi qw
ks
jt
jj m sw
r j ke ktu
w
ks
jt
jjmw
tj mcanegara m
aupun
w
isataw
an nusantara
w|engan dem
ikian berarti pertum
buhan sektor
pariw
isata dapat dianggap sebagai pendorong laju pertum
buhan
sektor
gs
i et
yr
zjkmt
ir
tjsu
e oirt
jmkj m w |j toj e i e ym yt ks
ojr
kw
kjs
t
jy
j mn z km
t
js s
i et
yr
km k r jq ejm unju
ti z kmt
js
t }zt
ks
i et
yr
lj zjt r i metu
oi tir
jt
jj m oimljojt
jms eii tojs
t
jm eir
uj ljm kmv
ist
js
kw x kst
it eit
ir
ej kt
jm or
y lu
e ljm ujs
j zjy
jm jm lj zjt ei n kjt
jm eiojr
kw
kjs
t
jjm jejm t i z kr jt
ejmu
msur
gmu
sur
ujr
kmnjm tjs
ejojk oi mir
r jm njmstr
j m o yrt
jkss
ujr
km njm qyt
i zs r kr
y gr kr
y oir
uj zj mjm s kmlustr
k ujjs
rynj ljm rir
r jnjk ujs
jt
ir
ej kt
zjkm my
j ljr
ks
i zuru
ql
u
mkjw1.1.3. TUMBUHNYA TREN WISATA MINAT KHUSUS DAN PENGARUHNYA
TERHADAP KUNJUNGAN DESA WISATA
~j
r
kkw
js
t
js
ir j njks
jzjqs
jtu s
i et
yr
lj zj t oi tr jm nu
mjm m lym is
kjst i
ru
oj ejms
i et
yr y
jmns
jm njt
l km jt ks
l k ljzj t tim jnejo r ir j nj kr
eicenderungan perkem
bangan global
wHal ini terlihat dari
r
cerm
in kepada pola konsum
si w
isataw
aan terutam
a
m
ancanegara m
aka dew
asa ini banyak berm
unculan w
isataw
an
m
inat khusus yang orientasinya tidak lagi terbelenggu oleh
keindahan alam
sem
ata tetapi lebih kepada suatu interaksi baik
terhadap budaya
m
asyarakat m
aupun alam
setem
pat
t
t
s
w
u
u
r
t
r
s
y
s
t
r
s
s
u
u
su
tu
w
s
rut
w
s
t
rs
ut
t
y
t
zim dan berbeda dari kesehariam wisatawan
tersebut. Keunikan tersebut dapat tertuang dalam suatu bentuk
kebiasaan, aktivitas sehari-hari, ritual serta pola hidup yang
harmonis dengan alam. Berlandaskan semangat untuk meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat serta menyikapi keinginan wisatawan
untuk mencari sesuatu hal yang baru, eksotisme, maka konsep desa
wisata merupakan salah satu sarana untuk menyatukan kedua
elemen tersebut.
Gambar 1.1.
¡
t
¢ £ ¤s
¥¦§s
¥t
¥¥ ¡¨§r
¤© ¨§ª¥w
¥¥ ¡s
«r
¬u
¨ur
®¥w
¥¯¤¡°¥ ¢1.1.4. WISATA PEDESAAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KEGIATAN
WISATA ALTERNATIF YANG PROSPEKTIF
± ² ³
tu
´²³tu
² µ¶ ·t
·³w
¶s
·t
· ·¸t
²r
³ ·t
¶ ¹ º²r
¸u
» ²³¼·½ ¶ º²r
¾·t
¶·³ º ²³t
¶³ µ ½ ·¸ ·» º² ³ µ² »´ ·³ µ ·³ ½ ··y
t
·¶r
w
¶s
·t
· ½ ¶ ¿³ ½ À³²¶ ·Ás
¾usus
³y
·t
²r
·¶t
½ ²³ µ ·³ ²r
·µ·» ·³ ´u
½ ·y
· ½ ·³ ²u
³¶ ·³ ·¸ ·»Âò¼·¸ ·³ ½ ²³µ ·³ º² »¶¶
r
·³t
²rs
²´Áut
»· · º² ³ µ ² »´ ·³ µ ·³w
¶s
·t
· º ²½ ²s
··³(
village tourism) atau desa wisata (tourism village)
sebagai aset pariwisata menjadi alternatif yang dipandang sangat
strategis untuk menjawab sejumlah agenda dalam pembangunan
kepariwisataan.
[image:17.595.142.509.99.376.2]Ê Ë ÌÍ ÎÎÌÏ ÐÌÐÏ
u
ÐÑÐ ËÍË ÐÌÒÆ ÌÍ ÏÓt
ÑÍs
Ëur
Ô ÌÍ ËÌs
s
Ë ÐÌÌsy
r
ÌÆ Ìt
ÊÌr
Ë Ï Ñ Ê Ñs
ÌÌÍ Æ Ñ Ï Ñr
ÆÓt
ÌÌÍ ÊËÆ Ìr
ÑÍÌÆ ÌÍ Ð ÌÐÏu
Ð ÑÍciptakan aktifitas
ekonom
i di w
ilayah pedesaan yang berbasis pada kegiatan
pariw
isata
(ekonomi pariwisata). Daya produktif potensi lokal
termasuk didalamnya adalah potensi-potensi wilayah pedesaan akan
dapat didorong untuk tumbuh dan berkembang dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh desa, sehingga akan
dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mendorong
pengembangan bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat
pedesaan. Lebih lanjut, akan dapat didorong berbagai upaya untuk
melestarikan dan memberdayakan potensi keunikan berupa budaya
lokal dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang ada di
masyarakat yang cenderung mengalami ancaman kepunahan akibat
arus globalisasi yang sangat gencar dan telah memasuki wilayah
pedesaan.
Sejalan dengan mengemukanya agenda pembangunan pariwisata
berkelanjutan (sustainable tourism development) sebagai respon
atas kepedulian yang semakin tinggi akan lingkungan, serta nilai
manfaat pariwisata bagi masyarakat, maka dalam konteks
pengembangan kepariwisataan muncul konsep wisata alternatif
(alternative tourism) sebagai bentuk penyeimbang atas dominannya
perkembangan wisata massal (mass tourism) dalam ranah
pengembangan produk kepariwisataan.
Salah satu bentuk wisata alternatif yang menyentuh langsung
kepada masyarakat dan secara signifikan dapat mengurangi
kecenderungan fenomena urbanisasi masyarakat dari desa ke kota
adalah pengembangan wisata pedesaan (village tourism)
yangberbasis pada pemanfaatan potensi desa dengan segala entitas
masyarakat, alam, dan budaya yang ada di dalamnya sebagai
kekuatan daya tarik wisata.
Û ÜÝ ÞÝß×Þ à à Ü á
u
Þ Ýß à Ür
× Ü ÛâÞ ÝßÞÝ × ÜàÞr
ã ãw
s
Þt
ÞÞÝs
Ürt
Þ ÛãÝÞt
à Þs
Þr u
Ýtu
× Û ÜÝcari destinasi w
isata alternatif diluar destinasi
Ù ä Üst
ã ÝÞs
ã à åàu
áÜr y
ÞÝ ßsu
äÞ æ âÞ Ýy
Þ × äã× ÜÝÞ á äÞáÞÛ × åÝt
Ü×s
w
ãs
Þt
Þ ÛÞss
Þ á(
mass tourism) dan wisata konvensional.
1.1.5. NILAI
STRATEGIS
KEGIATAN
PENYUSUNAN
KAJIAN
PENGEMBANGAN DESA WISATA
Desa wisata dalam konteks produk wisata umumnya memiliki
penduduk yang masih memegang teguh tradisi dan budaya yang
relatif masih asli, begitu pula halnya dengan alam dan lingkungan
yang masih terjaga kelestariannya. Selain keunikan dan kekhasan
yang dimilikinya, kawasan desa wisata harus memiliki berbagai
fasilitas pendukung untuk menunjang kegiatan kepariwisataan yang
berlangsung didalamnya, yang akan memudahkan para pengunjung
atau wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata.
Desa wisata adalah suatu wilayah dengan luasan tertentu dan
memiliki potensi keunikan daya tarik wisata yang khas dengan
komunitas masyarakatnya yang mampu menciptakan perpaduan
berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk
menarik kunjungan wisatawan termasuk tumbuhnya fasilitas
akomodasi yang
disediakan oleh masyarakat setempat.
Pengembangan desa wisata harus direncanakan secara tepat agar
dampak yang timbul dapat dikontrol.
Adanya perkembangan desa wisata yang begitu pesat perlu
didukung dengan kajian pengembangan desa wisata yang
selanjutnya dapat digunakan bagi segenap pemangku kepentingan
dalam pengembangan desa wisata yang dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat setempat melalui pembangunan pariwisata
berkelanjutan (sustainable tourism development) yang berbasis
pemberdayaan masyarakat lokal (community based tourism).
s
í î ï ð ñò óð é ô
s
írt
ð îí î õ ír
ò îðö ÷ððt y
ðö øs
ò øö ò÷ò éðö õ ðøòs
íùóuru
îðsy
ðr
ð éðt
úís
ð î íùð ùòu
tu
îõu
ó ú ðö õír
éí î õ ðö øöy
ð íéûö ûî ò ñ ðr
òòw
s
ðt
ð õír
õ ðòs
s
ñ íî õ ír
ú ðy
ð ðöîðsy
ðr
ðéðt
üýí ö øí îõ ðö øðö
s
í õu
ðó ú ís
ðw
òðs
t
ð îí î ír
ùu
éðö éðþòðös
íó ò ö øøð ú ðî ñ ðé ú ðr
ò ñí ö øí îõ ðöø ðö éí øò ðt
ðö éíñ ðòr
w
òs
ðt
ð ðö úò éðw
ðs
ðö ñ í ú ís
ððö ú ðñ ðt
ú òéûötr
û ùôú ò ðöðt
r
ðöy
ð îíùðùu
ò ñí ö øí îõðö ø ðös
éðùðt
í
r
õ ðt
ðs
(
small scale development), dengan memperhatikan faktor
daya dukung (carrying capacity) dan keberlangsungan
(sustainability) serta dapat memberikan manfaat ekonomi baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat desa.
Oleh karenanya, pengembangan suatu desa wisata perlu
menitik-beratkan pada pentingnya pemberdayaan masyarakat melalui
Community Based Tourism.
1.2.
TUJUAN DAN SASARAN
1.2.1. TUJUAN
Tujuan dari kegiatan
Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY
adalah:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyakat lokal dalam pariwisata,
khususnya dalam konsep desa wisata berbasis alam dan ekonomi
kreatif
2. Membangun sektor pariwisata sebagai salah satu pilar utama
pembangunan perekonomian Yogyakarta yang berkelanjutan
3. Memetakan potensi dan permasalahan desa wisata Yogyakarta
1.2.2. SASARAN
s
r
r
t
Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY
:
1. Tersusunnya dokumen pemetaan potensi desa wisata
Yogyakarta sebagai media edukasi, pariwisata dan peningkatan
sosial ekonomi masyarakat pedesaan
2. Tersusunnya dokumen klasifikasi desa wisata yang sesuai
dengan tipologi desa-desa wisata
sehingga program
pengembangan desa wisata DIY dapat tepat sasaran dan sesuai
dengan kondisi desa wisata tersebut
3. Meningkatnya pemberdayaan masyakat lokal dalam pariwisata
1.3.
LINGKUP KELUARAN
Kajian Pengembangan Desa Wisata DIY akan menghasilkan:
A. Batasan/ cakupan desa wisata amatan
B. Profil dan kondisi desa wisata amatan, yang mencakup di
dalamnya:
a. Profil dan kondisi daya tarik wisata
b. Profil dan kondisi aksesibilitas/ transportasi
c. Profil dan kondisi fasilitas pariwisata
d. Profil dan kondisi pemberdayaan masyarakat
e. Profil dan kondisi pemasaran dan promosi
f. Profil dan kondisi Kelembagaan dan SDM
C. Analisis desa wisata amatan yang mencakup analisis lingkungan
internal maupun eksternal
s
s
u
st
r
cakup analisis dinam
ika
eksternal bai
k dalam
konteks paradigm
a
regulasi atau
kesepakatan global
internasional
tren dan aspek
s
y
r
t
su
t
su
t
r
!
t
s
s
w
s
t
" #
su
su str
t
s s
s
r
r
canaan
dan
bangan
pengem
desa w
isat
a di
"#Y
$ #
stru
st
r
s
s
u
s
s
w
s
t
s
u
s
u
u
s
u
tu
%s
w
s
t
y
cakup di dalam
nya
:
a. Instrumen daya tarik wisata
b. Instrumen aksesibilitas/ transportasi
c. Instrumen fasilitas pariwisata
BAB
2
BATASAN KAJIAN
DESA WISATA
2.1. PENGERTIAN WISATA PEDESAAN DAN DESA WISATA
2.1.1. WISATA PEDESAAN
Wisata Pedesaan atau
village tourism
telah dikenal secara luas
sebagai salah satu bentu produk wisata yang dikembangkan di
kawasan atau area pedesaan
(country side)
di berbagai tempat di
dunia, sebagai bentuk kegiatan wisata yang membawa wisatawan
pada pengalaman untuk melihat dan mengapresiasi keunikan
kehidupan dan tradisi masyarakat di pedesaan dengan segala
potensinya
2.1.2. DESA WISATA
A. Pengertian
Desa Wisata memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
1) Suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan
tradisi yang berlaku.
2) Suatu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan dan daya
tarik yang khas (baik berupa daya tarik/ keunikan fisik
lingkungan alam pedesaan maupun kehidupan sosial budaya
kemasyarakatan), yang dikelola dan dikemas secara alami
dan menarik dengan pengembangan fasilitas pendukung
wisata dalam suatu tata lingkungan yang harmonis dan
pengelolaan yang baik dan terencana Sehingga daya tarik
pedesaan tersebut mampu menggerakkan kunjungan
wisatawan ke desa tersebut, serta menumbuhkan aktifitas
ekonomi pariwisata yang meningkatkan kesejahteraan dan
pemberdayaan masyarakat setempat.
remote villages and learn about village life and the local
environment
. Terjemahan bebas : Wisata pedesaan dimana
sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat
dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang
terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan
lingkungan setempat.
Desa Wisata dalam konteks wisata pedesaan tersebut dapat
disebut sebagai asset kepariwisataan yang berbasis pada
potensi pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya
yang dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk
wisata untuk menarik kunjungan wisatawan ke lokasi desa
tersebut.
B. Kriteria
Desa
Wisata
Suatu Desa dapat dikembangkan sebagai
DESA WISATA
apabila
memiliki kriteria-kriteria dan faktor-faktor pendukung sebagai
berikut :
Memiliki
potensi produk
/ daya tarik yang unik dan
khas yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik
kunjungan wisatawan (sumber daya wisata alam,
budaya). Potensi obyek dan daya tarik wisata
merupakan modal dasar bagi pengembangan suatu
kawasan pedesaan menjadi Desa Wisata.
Potensi-potensi tersebut dapat berupa :
potensi fisik lingkungan alam (persawahan,
perbukitan, bentang alam, tata lingkungan
perkampungan yang unik dan khas, arsitektur
bangunan yang unik dan khas, dsbnya).
potensi kehidupan sosial budaya masyarakat (pola
kehidupan keseharian masyarakat yang unik dan
khas, adat istiadat dan tradisi budaya, seni
kerajinan dan kesenian tradisional, dsbnya).
Tingkat penerimaan dan komitmen masyarakat
terhadap kegiatan kepariwisataan; yaitu adanya sikap
keterbukaan dan penerimaan masyarakat setempat
terhadap kegiatan pariwisata sebagai bentuk kegiatan
yang akan menciptakan interaksi antara masyarakat
lokal (sebagai tuan rumah/
host
) dengan wisatawan
(sebagai tamu/
guest
) untuk dapat saling berinteraksi,
menghargai dan memberikan manfaat yang saling
menguntungkan, khususnya bagi masyarakat local
adalah bagi penghargaan dan pelestarian budaya
setempat dan manfaat ekonomi kesejahteraan
masyarakat lokal. Sedangkan bagi wisatawan adalah
pengkayaan wawasan melalui pengenalan budaya
local. Untuk itu perlu adanya semangat dan motivasi
yang kuat dari masyarakat dalam menjaga karakter
yang khas dari lingkungan fisik alam pedesaan dan
kehidupan budaya yang hidup dan tumbuh dalam
masyarakat setempat. Hal tersebut juga merupakan
faktor yang sangat mendasar, karena komitmen atau
motivasi tersebut sesungguhnya yang akan menjamin
kelangsungan daya traik dan kelestarian sumber daya
wisata yang dimiliki desa tersebut. Karena apabila hal
tersebut tidak terjaga maka modal dasar yang menjadi
daya tarik dan magnet wisatawan untuk berkunjung ke
desa tersebut akan hilang, dan kegiatan pariwisata
tidak dapat berlangsung kembali. Oleh karena itu
kelembagaan yang mendukung pengembangan dan
pengelolaan desa wisata menjadi faktor pendukung
keberhasilan pengembangan desa wisata.
Tingkat
penerimaan dan
komitmen yang
kuat dari
Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya
manusia (SDM) lokal
yang cukup dan memadai untuk
mendukung pengelolaan desa wisata. Hal tersebut
sangat penting dan mendasar karena pengembangan
desa wisata dimaksudkan untuk memberdayakan
potensi SDM setempat sehingga mampu meningkatkan
kapasitas dan produktifitasnya secara ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan
melalui bidang-bidang yang dimilikinya. Dengan
demikian dampak positif pengembangan pariwisata di
desa tersebut akan dapat dirasakan langsung
masyarakat setempat, dan bukannya pihak lain.
Potensi dasar yang dimiliki oleh suatu desa untuk
menjadi desa wisata selanjutnya perlu didukung
dengan
faktor peluang akses terhadap akses pasar.
Faktor ini memegang peran kunci, karena suatu desa
yang telah memiliki kesiapan untuk dikembangkan
sebagai desa wisata tidak ada artinya manakala tidak
memiliki akses untuk berinteraksi dengan pasar/
wisatawan. Oleh karena itu kesiapan desa wisata harus
diimbangi dengan kemampuan untuk membangun
jejaring pasar dengan para pelaku industri pariwisata,
dengan berbagai bentuk kerjasama dan pengembangan
media promosi sehingga potensi desa tersebut muncul
dalam peta produk dan pemaketan wisata di daerah,
regional, nasional maupun inernasional. Sedemikian
sehingga dapat dijaring peluang kunjungan wisatawan
ke desa tersebut.
Potensi SDM lokal
yang mendukung
Memiliki
alokasi ruang/ area untuk pengembangan
fasilitas pendukung
wisata pedesaan, seperti :
akomodasi/ homestay, area pelayanan umum, area
kesenian dan lain sebagainya. Hal tersebut sangat
penting dan mendasar karena aktifitas wisata
pedesaan akan dapat berjalan baik dan menarik
apabila didukung dengan ketersediaan fasilitas
penunjang yang memungkinkan wisatawan dapat
tinggal, berinteraksi langsung dengan masyarakat
lokal, dan belajar mengenai kebudayaan setempat,
kearifan lokal dan lain sebagainya.
2.2. TIPOLOGI DESA WISATA DI INDONESIA
[image:29.595.102.549.467.692.2]Tipologi desa wisata didasarkan atas karakteristik sumber daya dan
keunikan yang dimilikinya dapat dikelompokkan dalam 4 (empat)
kategori, yaitu:
Gambar 2.1.
Tipologi Desa Wisata
Ketersediaan area/
ruang untuk
pengembangan
fasilitas
Gambaran tipologi desa wisata tersebut, selanjutnya dapat
diuraikan sebagai berikut:
1)
Desa wisata berbasis keunikan sumber daya budaya lokal
(adat tradisi kehidupan masyarakat,artefak budaya, dsb)
sebagai daya tarik wisata utama
Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan berbagai unsur adat
tradisi dan kekhasan kehidupan keseharian masyarakat yang
melekat sebagai bentuk budaya masyarakat pedesaan, baik
terkait dengan aktifitas mata pencaharian, religi maupun
bentuk aktifitas lainnya.
2)
Desa wisata berbasis keunikan sumber daya alam sebagai
daya tarik utama (pegunungan, agro/ perkebunan dan
pertanian, pesisir pantai, dsbnya)
Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan lokasi yang berada di
daerah pegunungan, lembah, pantai, sungai, danau dan
berbagai bentuk bentang alam yang unik lainnya, sehingga
desa tersebut memiliki potensi keindahan view dan lansekap
untuk menarik kunjungan wisatawan.
3)
Desa wisata berbasis perpaduan keunikan sumber daya
budaya dan alam sebagai daya tarik utama
Yaitu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan daya tarik
yang merupakan perpaduan yang kuat antara keunikan sumber
daya wisata budaya (adat tradisi dan pola kehidupan
masyarakat) dan sumber daya wisata alam (keindahan bentang
alam/ lansekap).
Yaitu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan dan daya tarik
sebagai tujuan wisata melalui keunikan aktifitas ekonomi
kreatif yang tumbuh dan berkembang dari kegiatan industri
rumah tangga masyarakat local, baik berupa kerajinan,
maupun aktifitas kesenian yang khas.
Kriteria Desa Wisata yang bisa menjadi acuan lain dalam
menentukan tipologi desa wisata yaitu :
1) Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan
hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling
menarik dan atraktif di desa.
2) Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata
terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari
ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.
3) Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah,
jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria
ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu
desa.
4) Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan aspek
penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada
komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama
yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.
5) Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan
transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan
sebagainya.
2.3. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN DESA WISATA
Pengembangan desa wisata sebagai suatu aset kepariwisataan dan
aset ekonomi untuk menumbuhkan ekonomi pariwisata di daerah,
khususnya di wilayah pedesaan, disamping perlu didukung dengan
pemenuhan atas sejumlah kriteria dasar diatas, juga harus
dikembangkan dengan menjaga dan memenuhi prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a.
Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya
masyarakat desa setempat
. Pengembangan suatu desa
menjadi desa wisata harus memperhatikan sebagai aspek yang
berkaitan dengan kehidupan sosial, budaya dan mata
pencaharian
desa
tersebut.
Suatu
desa
dalam
pengembangannya atraksi wisata harus disesuaikan dengan
adat, budaya ataupun tata cara yang berlaku di desa tersebut.
Wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut harus mengikuti
tata cara dan adat istiadat yang berlaku di desa tersebut.
b. Pembangunan fisik ditujukan untuk meningkatkan kualitas
lingkungan desa
. Pengembangan pariwisata di suatu desa
pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa
tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di
desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga
menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pengembangan fisik
seperti penambahan sarana jalan setapak, penyediaan MCK,
penyedeiaan sarana dan prasarana ait bersih dan sanitasi lebih
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang
ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati
oleh wisatawan.
c.
Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian
.
desa tersebut sehingga dapat mencerminkan kelokalan dan
keaslian wilayah setempat. Bahan-bahan/material yang
digunakan untuk bangunan rumah, interior, peralatan
makan/minum dan fasilitas lainnya hendaknya memberikan
nuansa yang alami dan menggambarkan unsur kelokalan dan
keaslian. Bahan-bahan seperti kayu, gerabah, bambu dan sirap
serta material alami lainnya hendaknya mendominasi suasana,
sehingga menyatu dengan lingkungan alami sekitarnya.
Penggunaan bahan-bahan tersebut selain meningkatkan daya
tarik desa yang bersangkutan juga sesuai dengan konsep dasar
lingkungan.
d. Memberdayakan Masyarakat Desa Wisata
.
e. Memperhatikan Daya Dukung dan Daya Tampung serta
Berwawasan Lingkungan
.
Pembangunan suatu desa menjadi desa wisata harus
memperhatikan kapasitas desa tersebut, baik kapasitas fisik
maupun kesiapan masyarakat. Prinsip-prinsip pariwisata yang
berkelanjutan (
sustainable tourism
) harus mendasari
pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui
daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak
hanya pada lingkukngan alam tetapi juga pada kehidupan
sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi
daya tarik desa tersebut.
Pendekatan lain dalam memandang prinsip-prinsip pengembangan
desa wisata adalah:
a.
Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil
beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.
b.
Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan
dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama
atau individu yang memiliki.
c.
Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu sifat
budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau sifat
atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa
sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi
kedua atraksi tersebut.
2.4. MODEL PENGEMBANGAN DESA WISATA
Model pengembangan desa wisata adalah:
1)
Interaksi tidak langsung
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa
mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan
wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal: penulisan
buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa,
arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan
kartu pos dan sebagainya.
2)
Interaksi setengah langsung
Bentuk-bentuk
one day trip
yang dilakukan oleh wisatawan,
kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama
penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat
akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan
hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.
3)
Interaksi Langsung
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam
akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang
terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu
daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain
dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan
kedua.
Berikut ini adalah beberapa langkah penerapan aktivitas
konservasi dalam pengembangan Desa Wisata, antara lain:
Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di
daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata
budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur
yang
khas.
Dalam
rangka
mengkonservasi
dan
mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa
menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang
masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah
tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang
akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar
resor minimum dan kegiatan budaya lain.
2. Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru
untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut
dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area
pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh
pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa
Wisata Sade, di Lombok.
2.5. PRINSIP PENGEMBANGAN DESA WISATA
Prinsip pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk
wisata
alternatif
yang
dapat
memberikan
dorongan
bagipembangunan pedesaan yang berkelanjutan serta memiliki
prinsip-prinsip pengelolaan antara lain, ialah: (1) memanfaatkan
sarana dan prasarana masyarakat setempat, (2) menguntungkan
masyarakat setempat, (3) berskala kecil untuk memudahkan
terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat, (4)
melibatkan masyarakat setempat, (5) menerapkan pengembangan
produk wisata pedesaan, dan beberapa kriteria yang mendasarinya
seperti antara lain:
1. Penyediaan fasilitas dan prasarana yang dimiliki masyarakat
lokal yang biasanya mendorong peran serta masyarakat dan
menjamin adanya akses ke sumber fisik merupakan batu
loncatan untuk berkembangnya desa wisata.
2. Mendorong peningkatan pendapatan dari sektor pertanian
dankegiatan ekonomi tradisional lainnya.
3. Penduduk setempat memiliki peranan yang efektif dalam proses
pembuatan keputusan tentang bentuk pariwisata yang
memanfaatkan kawasan lingkungan dan penduduk setempat
memperoleh pembagian pendapatan yang pantas dari kegiatan
pariwisata.
4. Mendorong
perkembangan
kewirausahaan
masyarakat
setempat.
kreatif, inovatif, dan kooperatif. Tidak semua kegiatan pariwisata
yang dilaksanakan di desa adalah benar-benar bersifat desa wisata,
oleh karena itu agar dapat menjadi pusat perhatian pengunjung,
desa tersebut pada hakikatnya harus memiliki hal yang penting,
antara lain:
1. Keunikan, keaslian, sifat khas
2. Letaknya berdekatan dengan daerah alam yang luar biasa
3. Berkaitan dengan kelompok atau masyarakat berbudaya
yangsecara hakiki menarik minat pengunjung
4. Memiliki peluang untuk berkembang baik dari sisi prasarana
dasar, maupun sarana lainnya.
Perencanaan pariwisata di desa wisata bukanlah tugas yang mudah
terutama dalam keadaan yang mempunyai lingkungan alam dan
budaya yang peka.
2.6. KOMPONEN PENGEMBANGAN DESA WISATA
2.6.1. DAYA TARIK
Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,
budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.
Jenis-Jenis Daya Tarik Wisata terdiri dari 3 (tiga) kategori:
a) Daya tarik wisata alam yang berbasis potensi
keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah
perairan laut, yang berupa antara lain :
•
bentang pesisir pantai;
contoh : pantai Kuta, pantai
Pangandaran,
pantai
Gerupuk, dan sebagainya.
•
bentang laut (baik perairan
di sekitar pesisir pantai
maupun lepas pantai yang
menjangkau jarak tertentu
yang
memiliki
potensi
bahari);contoh : perairan
laut Kepulauan Seribu,
perairan laut kepulauan
Wakatobi, dan sebagainya
•
kolam air dan dasar
laut;contoh : taman laut
Bunaken,
taman
laut
Wakataboi, taman laut dan
gugusan pulau-pulau kecil
Raja Ampat, atol pulau
Kakaban, dan sebagainya.
b) Daya tarik wisata alam yang berbasis potensi
keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah
daratan, yang berupa antara lain:
gunung Rinjani, TN Komodo,
TN Bromo
Tengger
Semeru, dsbnya).
•
perairan sungai dan danau
(contoh : danau Toba,
danau Maninjau, danau
Sentani, sungai Musi, sungai
Mahakam, situ Patengan).
•
perkebunan; contoh : agro
wisata Gunung Mas,dsbnya.
•
pertanian; contoh : area
persawahan
Jatiluwih,
dsbya.
•
bentang alam khusus(gua,
karst, padang pasir, dan
sejenisnya); contoh : Karst
Gunung Kidul, Karst Maros.
2)
Daya tarik wisata budaya
adalah daya tarik wisata berupa
hasil olah cipta, karsa, dan rasa manusia sebagai makhluk
budaya. Daya tarik wisata budaya selanjutnya dapat
dijabarkan, meliputi:
a) Daya tarik wisata budaya yang bersifat berujud
(tangible);
yang berupa antara lain :
monumen), museum, kota
tua, dan sejenisnya. Contoh
: Candi Borobudur, Keraton
Kasunanan
Surakarta,
Komplek
Trowulan,
Monumen Tugu Pahlawan,
Museum Nasional, Kuta Tua
Jakarta
Sunda Kelapa,
dsbnya.
•
perkampungan tradisional
dengan adat dan tradisi
budaya masyarakat yang
khas; (misalnya: kampung
Naga, perkampungan suku
Badui, desa Sade, desa
Penglipuran)
•
museum, galeri seni, rumah
budaya, dll.
b) Daya tarik wisata budaya yang bersifat tidak berujud
(intangible),
yang berupa antara lain:
•
Kehidupan adat dan tradisi
•
Kesenian; contoh : kesenian
angklung, kesenian sasando,
kesenian reog, dsb.
3)
Daya tarik wisata hasil buatan manusia
adalah daya tarik
wisata khusus yang merupakan kreasi artifisial (
artificially
created
) dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya di luar
ranah wisata alam dan wisata budaya. Daya tarik wisata
hasil buatan manusia/ khusus, selanjutnya dapat
dijabarkan meliputi antara lain:
•
fasilitas
rekreasi
dan
hiburan/taman
bertema;
yaitu
fasilitas
yang
berhubungan
dengan
motivasi untuk rekreasi,
hiburan/
entertainment
maupun penyaluran hobby;
contoh: taman bertema
(theme
park)/
taman
hiburan (kawasan Trans
Studio, TI Jaya Ancol,
Taman
Mini
Indonesia
Indah).
•
fasilitas
peristirahatan
terpadu (integrated resort);
yaitu
kawasan
Tanjung
Lesung,
dan
sebagainya.
•
fasilitas rekreasi dan olah
raga, misalnya: kawasan
rekreasi
dan
olahraga
(kawasan
Senayan),
kawasan padang golf, area
sirkuit olah raga.
2.6.2. AKSESIBILITAS
Semua jenis sarana prasarana, transportasi yang mendukung
pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi
pariwisata, contohnya adalah: Jalan Raya, jalan Tol, jembatan,
transportasi darat, laut, udara, penyeberangan, dan sebagainya.
2)
Jasa / Pelaku Pariwisata
3)
Durasi Waktu & Aktifitas
Rentang waktu yang diperlukan dan aktifitas yang dilakukan
wisatawan dalam melakukan kunjungan perjalanan wisata untuk
menyusun program kegiatan.
2.6.3. FASILITAS UMUM DAN FASILITAS WISATA
Semua jenis sarana yang secara khusus
ditujukan untuk mendukung penciptaan
kemudahan, kenyamanan, keselamatan
wisatawan dalam melakukan kunjungan
ke destinasi pariwisata.
Contoh
Fasilitas
Wisata adalah:
akomodasi (tempat mengiap, hotel,
homestay
),
restoran,
artshop,
workshop
, dan sebagainya
bank/money changer, rest area
, dan
sebagainya.
2.6.4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pemberdayaan masyarakat merupakan aspek penting dalam
pengembangan desa wisata. Hal ini dikarenakan pengembangan
desa wisata banyak memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki oleh
masyarakat. Masyarakat memiliki peran penting untuk menunjang
keberhasilan pengembangan desa wisata sehingga masyarakat yang
tidak berdaya
(powerless)
perlu diberdayakan untuk menciptakan
kemandirian dan peningkatan kesejahteraan ekonomi
(powerfull).
Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata yang
dilakukan oleh pihak pengelola Desa Wisata diterapkan dalam
bidang atraksi, akomodasi, penyiapan SDM yaitu a)
pertemuan/serasehan, b) pendampingan, c) bantuan modal, d)
pembangunan sarana dan prasarana, e) pembentukan organisasi
desa wisata, f) kerja bakti, g) pemasaran. Kegiatan pemberdayaan
tersebut diharapkan akan memberikan dampak sosial-budaya,
ekonomi kepada masyarakat Desa Wisata.
Pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan digaris
bawahi oleh Murphy (1988), yang memandang bahwa
pengembangan kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang
berbasis komunitas , yaitu bahwa sumber daya dan keunikan
komunitas lokal baik berupa elemen fisik maupun non fisik (tradisi
dan budaya) yang melekat pada komunitas tersebut merupakan
unsur penggerak utama kegiatan pariwisata itu sendiri; di lain pihak
komunitas lokal yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan
suatu objek wisata tidak dapat dipungkiri sebenarnya telah menjadi
bagian dari sistem ekologi yang saling kait mengkait.
Pada dasarnya, pendekatan yang melibatkan partisipasi masyarakat
ini dilakukan sebagai pelengkap sistem perencanaan terpusat yang
dilakukan oleh pemerintah. sistem perencanaan yang terpusat yang
dilakukan oleh pemerintah memiliki baik kekuatan maupun
kelemahan. Dengan adanya sistem perencanaan yang terpusat, akan
lebih efisien apabila dilihat dari sudut pandang sistem penyuluhan
yang seragam, yang terkadang juga memberikan hasil yang baik.
Namun, dengan sistem tersebut, tidak dapat mengembangkan
masyarakat untuk mempunyai tanggung jawab dalam
mengembangkan ide-ide baru yang lebih sesuai dengan kondisi
setempat. Di samping itu pula, sistem top-down yang memposisikan
masyarakat selalu mendapat suapan dari pemerintah dapat
mengakibatkan ketergantungan, karena semua komponennya telah
disediakan, sehingga tidak mendidik masyarakat untuk mandiri
dalam memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Adanya
kecenderungan kegiatan yang tidak berkelanjutan setelah proyek
berakhir yang dilakukan dengan sistem perencanaan terpusat juga
merupakan salah satu kelemahan yang pada akhirnya juga akan
berdampak kepada masyarakat itu sendiri.
kesejahteraan masyarakat. Hasil yang lebih berkelanjutan akan
dicapai jika masyarakat diberikan kepercayaan agar dapat
menentukan proses pembangunan yang dibutuhkan oleh mereka
sendiri. Masyarakat dapat menganalisa masalah dan peluang yang
ada serta mencari jalan keluar sesuai sumber daya yang mereka
miliki. Masyarakat sendiri yang membuat keputusan dan rencana,
mengimplementasikan serta mengevaluasi keefektifan kegiatan
yang dilakukan. Peran dari pemerintah dan lembaga lain sebatas
mendukung dan memfasilitasi.
Gambar 2.2.
Skema Upaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat terjadi pada saat masyarakat mampu:
•
Mengidentifikasi masalah/ penyebab kemiskinan dan alternatif
penyelesaiannya.
•
Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia di wilayahnya.
18
Kebutuhan pokok.
Pendidikan.
Kesehatan.
Transportasi.
Prasaran Fisik.
Dll.
KONSUMSI
PENDAPATAN
Harmonisasi
program yang
outputnya dapat
memberikan
kesempatan
berusaha
dan
menciptakan
penghasilan
bagi
masyarakat miskin.
Harmonisasi
program yang
outputnya dapat
meringankan
konsumsi
masyarakat
miskin.
Memutuskan tindakan yang harus dilaksanakan (peningkatan
kemampuan masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok dan
menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan desa/ kelurahan).
Prinsip-prinsip dalam upaya memberdayakan masyarakat,
diantaranya:
1.
Enabling
: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang
2.
Empowering
: memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
masyarakat
3.
Protecting
: mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah
Tujuan dari adanya pemberdayaan masyarakat
dalam
pengembangan desa wisata adalah memfasilitasi masyarakat agar
mampu menganalisis perikehidupan dan masalah-masalahnya, serta
mencari pemecahan masalah berdasarkan kemampuan dan
keterbatasan yang mereka miliki. Di samping itu pula, dengan
adanya pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu menstimulasi
untuk mengembangkan usahanya sendiri dengan segala kemampuan
dan sumber daya yang dimiliki dan mengembangkan sistem untuk
mengakses sumberdaya yang diperlukan.
Dasar-dasar pemberdayaan masyarakat yang seharusnya dianut di
antaranya:
1. Mengutamakan masyarakat, khususnya kaum miskin dan
kelompok terpinggirkan;
2. Menciptakan hubungan kerjasama antara masyarakat dan
lembaga-lembaga pengembangan;
4. Mengurangi ketergantungan;
5. Membagi kekuasaan dan tanggung jawab;
6. Meningkatkan tingkat keberlanjutan.
Manfaat yang diharapkan dari adanya pemberdayaan masyarakat
antara lain:
1. Peningkatan kesejahteraan jangka waktu panjang yang
berkelanjutan;
2. Peningkatan penghasilan dan perbaikan penghidupan kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah;
3. Peningkatan penggunaan sumberdaya daerah yang tersedia
secara efektif dan efisien;
4. Program pengembangan dan pemberian pelayanan yang lebih
efektif, efisien, dan terfokus;
5. Proses pengembangan yang lebih demokratis.
Gambar 2.3.
Aspek Keterlibatan Masyarakat dalam Konsep Pemberdayaan
1. Pada
tahap perencanaan
, keterlibatan masyarakat lokal
terutama berkaitan dengan identifikasi masalah atau persoalan,
identifikasi potensi pengembangan, pengembangan alternatif
rencana dan fasilitas, dan sebagainya
2. Pada
tahap implementasi
, bentuk keterlibatan masyarakat
berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program pengembangan, pengelolaan objek atau usaha terkait
dengan kegiatan, dan sebagainya
2.6.5. PEMASARAN DAN PROMOSI
Secara umum tujuan dari pembangunan pemasaran Desa Wisata
adalah menyiapkan data dan informasi wisatawan nusantara dan
mancanegara yang akan digunakan secara optimal bagi pengambil
kebijakan dalam pemasaran pariwisata dalam negeri (pasar
wisatawan nusantara) dan pariwisata luar negeri (pasar wisatawan
mancanegara).
Ruang lingkup pembangunan pemasaran meliputi pembekalan
berbagai aspek, sebagai berikut:
1. Pasar Desa Wisata
Pasar Desa Wisata mencakup batasan segmentasi wisatawan
yang satu sama lainnya memiliki perbedaan, baik dalam hal
negara asal, usia, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan,
keinginan, sikap, daya beli dan cara-cara pembeliannya.
Berbagai variabel tersebut yang dapat digunakan untuk
mensegmenkan suatu pasar. Variabel utama yang dapat
dilakukan untuk melakukan segmentasi adalah:
a. Segmentasi geografis
Segmentasi ini membagi pasar ke dalam unit-unit geografis,
misalkan daerah/negara asal wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Desa Wisata. Unit-unit geografis disini dapat
berupa negara, provinsi, kota, kabupaten, dan kecamatan.
b. Segmentasi demografis
dan keinginan konsumen paling sering dipengaruhi oleh
variabel-variabel demografis ini.
c. Segmentasi psikografis
Segmentasi ini membagi pasar ke dalam
kelompok-kelompok berdasar pada orientasi nilai dan perilaku
wisatawan yang merepresentasikan kelas sosial, gaya hidup,
dan karakteristik pribadi/ individu. Seseorang yang berada
pada kelompok demografis yang sama bisa memiliki profil
psikografis yang berbeda.
d. Segmentasi berdasar perilaku
(behavior segmentation)
Segmentasi ini membagi pasar kedalam kelompok-kelompok
berdasar pengetahuan mereka, sikap, penggunaan atau
tanggapan terhadap suatu produk.
Setelah segmen pasar diidentifikasi, selanjutnya dipilih segmen
yang paling menarik dan menguntungkan untuk dijadikan
sasaran pasar
(target market)
, yaitu pasar utama dan pasar
potensial. Pengertian dari kedua kategori pasar ini adalah:
a. Pasar utama merupakan pasar yang memiliki kontribusi
signifikan (10 besar) sebagai penyumbang kunjungan
terbesar secara nasional dan telah berlangsung dalam kurun
waktu setidaknya 5 10 tahun terakhir.
2. Pencitraan Desa Wisata dan Media Komunikasi Pemasaran
a. Slogan
(Branding)
Brand
merupakan identitas yang dimiliki suatu destinasi
wisata dalam hal ini adalah Desa Wisata, dan juga
merupakan cerminan citra destinasi wisata (
brand image
).
Setiap destinasi wisata mempunyai citra atau
image
tertentu yaitu
mental maps
seseorang terhadap satu
destinasi wisata yang mengandung keyakinan, kesan dan
persepsi (I Gde Pitana dan Putu G. Gayatri, 2005).
Pencitraan merupakan bagian dari
Positioning
, yaitu
kegiatan untuk membangun
citra
atau
image
dibenak pasar
melalui desain terpadu antara produk, komunikasi
pemasaran, kebijakan harga, dan saluran pemasaran yang
tepat dan konsisten dengan citra atau
image
yang ingin
dibangun serta ekspresi yang tampak dari sebuah produk.
Positioning
bertujuan membantu wisatawan untuk
mengetahui perbedaan yang sebenarnya antara suatu
destinasi dengan destinasi pesaing.
Gambar 2.4.
S
kema
Proses Pembentukan
Branding
Sumber:
Tourist Destination Image
, Risk De Keyser, 1993
b. Media Komunikasi Pemasaran
Berbagai program termasuk slogan tidak akan mampu
menjamin keberhasilan tanpa adanya strategi komunikasi
yang tepat. Salah satu cara menentukan strategi komunikasi
yang baik adalah dengan memiliki media komunikasi
pemasaran yang relevan, dan prosesnya disebut dengan
promosi.
2.6.6. KELEMBAGAAN DAN SDM
A. Aspek Kelembagaan
Berdasarkan UU No 10/2009, ruang lingkup organisasi
kepariwisataan meliputi:
Organisasi Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Swasta, dan Masyarakat
a. Organisasi Pemerintah
Merupakan unsur pelaksana Pemerintah, dipimpin oleh Menteri
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
dan mempunyai tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang
kepariwisataan. Urusan Pemerintahan bidang Pariwisata
merupakan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
b. Organisasi Pemerintah Daerah
Merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam rangka
penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah. Pembagian
urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, urusan
pemerintahan bidang pariwisata merupakan urusan pilihan.
c. Organisasi Swasta
Merupakan orang atau sekelompok orang (pengusaha) yang
menyediakan barang dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
d. Organisasi Masyarakat
e. Regulasi dan Mekanisme Operasional di Bidang
Kepariwisataan
Pemberlakuan Otonomi Daerah yang dimulai sejak 1 Januari
2001 dengan UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999 dan UU No.
25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah,
memberikan sinyal bahwa Pemerintah Daerah diberi
kewenangan untuk mengatur daerahnya baik dalam hal
pendanaan kegiatan pemerintah maupun pelayanan kepada
masyarakat. Perubahan yang penting dari hubungan pemerintah
pusat dan daerah dalam desentralisasi adalah kewenangan dan
tanggung jawab pembangunan daerah yang semakin luas.
Pemerintah Daerah, terutama tingkat kabupaten, bukan lagi
berperan sebagai operator pembangunan, namun juga
inisiator, motivator,
planner, controller, supervisor
, dan fund
raising
.
Salah satu faktor penghambat lingkungan investasi di Indonesia
adalah kebijakan Pemerintah Daerah yang tidak jelas akibat
dari tumpangtindih peraturan pusat dan daerah maupun antar
daerah menjadi satu hal yang sering dikeluhkan oleh investor
dan calon investor yang mau menanamkan modalnya di
Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa era otonomi daerah
ternyata tidak diikuti oleh reformasi regulasi terutama di
tingkat daerah otonomi, serta masih ada beberapa fakta yang
menunjukkan masih adanya inefisiensi dalam hal regulasi,