• Tidak ada hasil yang ditemukan

18548 22596 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " 18548 22596 1 PB"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PENALARAN MATEMATIKA SISWA SMP DITINJAU DARI GAYA BELAJAR KOLB Khairunnisa Nur Hamidah

Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : khairunnisahamidah @mhs.unesa.ac.id

Abdul Haris Rosyidi

Pendidikan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, e-mail : abdulharis@unesa.ac.id

Abstrak

Penalaran merupakan salah satu tujuan pendidikan matematika. Penalaran yang berhubungan dengan konsep atau informasi matematika disebut penalaran matematika. Penalaran matematika penting karena materi matematika dipahami melaluinya. Penalaran berkaitan erat dengan gaya belajar karena sama-sama berkaitan dengan pengolahan informasi. Gaya belajar Kolb adalah gaya belajar yang menekankan pada kajian mengenai pengolahan informasi. Jenis gaya belajar tersebut adalah konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan profil penalaran matematika siswa SMP ditinjau dari gaya belajar Kolb. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif menggunakan metode angket dan wawancara berbasis tugas. Subjek penelitian ini terdiri dari empat siswa yang masing-masing bergaya belajar berbeda, berjenis kelamin sama, dan mempunyai kemampuan matematika setara. Penalaran matematika siswa dianalisis berdasarkan indikator penalaran matematika yaitu menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika, menyusun konjektur, membuat generalisasi/kesimpulan, dan memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan.

Berdasarkan hasil penelitian, subjek konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen menunjukkan perbedaan dalam proses bernalar. Subjek konvergen dan asimilasi menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika melalui pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi yang dikumpulkan secara tertulis dan dianalisis menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Bedanya, subjek konvergen menulis informasi yang dikumpulkan tanpa disertasi keterangan, sedangkan subjek asimilasi menuliskan secara tertulis teratur. Subjek konvergen dan asimilasi sama-sama menggunakan pola dan hubungan untuk menyusun konjektur dan generalisasi. Konjektur yang dibuat oleh subjek konvergen dan asimilasi juga sama-sama dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki, namun subjek asimilasi lebih sistematis dalam menunjukkan proses terbentuknya konjektur. Subjek konvergen dan asimilasi membuat generalisasi dalam bentuk penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks, namun subjek asimilasi juga mampu membuat generalisasi dalam bentuk simbol (persamaan) disertai penjelasan lengkap. Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek konvergen dan asimilasi menggunakan counter example dari pernyataan tersebut. Subjek akomodasi dan divergen menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika melalui pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi yang nampak (kongkrit), namun subjek divergen mempertimbangkan cara pembentukan aturan sebelumnya untuk mencari aturan yang baru. Subjek akomodasi menggunakan pola dan hubungan untuk menyusun konjektur dan generalisasi, sedangkan subjek divergen menggunakannya hanya untuk menyusun generalisasi saja. Subjek akomodasi menyusun konjektur berdasarkan pola dan hubungan dari informasi yang nampak, sedangkan subjek divergen hanya berdasarkan informasi yang nampak. Subjek akomodasi dan divergen membuat generalisasi terbatas pada penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks. Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek akomodasi menggunakan counter example, sedangkan subjek divergen menggunakan contoh pendukung dari pernyataan tersebut tanpa memerhatikan kasus-kasus yang lain.

Kata Kunci: Penalaran Matematika, Gaya Belajar Kolb

Abstract

Reasoning is one of the aims of mathematics education. Reasoning has closely related to learning styles because it is equally related to information processing. Kolb learning style is a style of learning that emphasizes the study of the processing of information. Types of learning styles are convergent, assimilation, accommodation, and divergent.

(2)

Volume 3 No 5 Tahun 2016

Based on the results of the research, subjects convergent, assimilation, accommodation, and divergent show the differences in the process of reasoning. Subject convergent and assimilation use patterns and relationships to analyze the situation of mathematics through the establishment of a rule based on written information gathered and analyzed using the knowledge he had. The difference is, the subject convergent write the information collected without explanation, while the subject assimilation write regularly. Subject convergent and assimilation both use patterns and relationships to develop a conjecture and generalization. A conjecture made by the subject convergent and assimilation were similarly associated with the concept of the knowledge possessed, but the subject assimilation more systematic in showing the process of making conjecture. Subject convergent and assimilation make generalizations in the form of a verbal explanation of the form of words or text, but the subject assimilation are also able to make generalizations in the form of a symbol (equation) with a full explanation. In examining validity an argument, subject convergent and assimilation shows an counter example of the argument. Subject accommodation and divergent use patterns and relationships to analyze the situation of mathematics through the establishment of a rule based on the concrete information, but the subject diverges consider how the formation of the previous rule to look for the new rule. Subject accommodation use patterns and relationships to develop a conjecture and generalization, while the diverging subject only to draw any generalizations. Subject accommodation make conjecture based on patterns and relationships of concrete information, while the divergent subjects based only on concrete information. Subject accommodation and diverges make generalizations in the form of a verbal explanation of the form of words or text. In examining validity an argument, the subject accommodation showing an counter example, while the subject divergent shows an example of the support that argument without regard the other cases.

(3)

PENDAHULUAN

Manusia seringkali dihadapkan dengan masalah atau situasi yang menuntut dirinya untuk mengambil keputusan dalam kehidupan. Tidak sedikit orang yang terjebak dalam keputusan yang salah karena tidak mempertimbangkan konsekuensi apa yang akan diterima setelah keputusan itu diambil. Sebelum menentukan sebuah keputusan terbaik, ada kalanya perlu dilakukan hal seperti mengumpulkan fakta-fakta, memikirkan alasan dibalik diambilnya sebuah keputusan, dan kemungkinan/konsekuensi apa yang akan terjadi setelahnya. Berpikir seperti ini disebut penalaran. Keraf (dalam Shadiq, 2004) mendefinisikan penalaran sebagai proses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta yang diketahui untuk membentuk suatu kesimpulan/keputusan. Penalaran dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan keterampilan ini seseorang mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Vince (2011) menyatakan bahwa penalaran membantu manusia untuk bertahan hidup dan bergerak maju dengan kemampuannya dalam menentukan alasan, tindakan, kesimpulan, atau keputusan yang tepat.

Matematika dan pembelajarannya memiliki peran yang baik dalam mengembangkan tata nalar siswa. Menurut Soedjadi (2000:45), terdapat dua tujuan yang seharusnya diperhatikan dalam pendidikan matematika, yaitu:

1. Tujuan bersifat formal yang menekankan pada penataan nalar serta pembentukan kepribadian 2. Tujuan bersifat material yang menekankan pada

penerapan matematika dan keterampilan matematia. Sejalan dengan hal itu, National Council of Teacher of Mathematic (NCTM, 2000) juga menetapkan penalaran sebagai salah satu dari lima keterampilan proses yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika. Dari dua pendapat di atas dapat dilihat bahwa penalaran merupakan salah satu kemampuan yang harus ada dalam tujuan pembelajaran matematika. Pada pendidikan matematika di Indonesia sendiri, penalaran juga menjadi salah satu tujuan pendidikan matematika SMP pada tiga kurikulum terakhir, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan Kurikulum 2013 (K-13).

Siswa pada rentang usia SMP dianggap sudah mampu untuk bernalar. Menurut Nur (2001), rentang usia siswa SMP merupakan periode awal siswa mampu bernalar, memeriksa hasil proses penyelesaian suatu masalah dan hasil penarikan kesimpulan-kesimpulan, serta mencari penyelesaian dari sudut pandang lain, dimana kemampuan itu yang dibutuhkan untuk melakukan proses penalaran. Pada rentang usia ini pula, menurut teori Piaget, siswa sudah berada pada tahap operasional formal sehingga mereka sudah mampu untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.

Penalaran dalam matematika disebut dengan penalaran matematika atau mathematical reasoning. Brodie (2010:7) menyatakan, “Mathematical reasoning is reasoning about and with the object of mathematics”.

Pernyataan tersebut berarti bahwa penalaran matematika adalah penalaran mengenai objek matematika. Selanjutnya, Russel (dalam English, 2004) juga menyebutkan penalaran matematika memuat perkembangan, pembenaran, dan penggunaan generalisasi matematika dalam bidang matematika. Hal tersebut berarti penalaran matematika selalu menggunakan pengetahuan-pengetahuan dan aturan-aturan matematika.

Shadiq (2004) menyebutkan materi matematika dan penalaran matematika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui materi matematika. Hal ini sejalan dengan Russel (NCTM, 1999) yang menyebutkan penalaran merupakan pusat belajar matematika. Menurutnya, matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan objek abstrak dan penalaran digunakan sebagai alat untuk memahaminya.

Salah satu materi yang ada pada pembelajaran matematika adalah materi aljabar. Aljabar merupakan cabang matematika yang berhubungan dengan lambang struktur matematika (Kieren, 1992). Penalaran yang digunakan dalam aljabar memungkinkan siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menemukan pola kemudian membuat generalisasi. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Van de Walle (2003:258) yang mengungkapkan “Algebra is a useful tool for generalizing arithmetic and representing patterns and regularities in our world” (aljabar adalah alat yang berguna untuk generalisasi aritmatika dan mewakili pola dan keteraturan di dunia kita). Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini penalaran matematika digunakan pada permasalahan yang berhubungan dengan materi aljabar.

Penalaran merupakan proses berpikir yang berhubungan erat dengan pengolahan informasi, hal itu terkait dengan gaya belajar yang didefinisikan DePorter dan Hernacki (2003) sebagai kombinasi dari cara seseorang menyerap, mengatur, serta mengolah informasi. Sehingga, cara seseorang mengatur dan mengolah informasi tersebut menjadi komponen penting dalam bernalar.

Gaya belajar yang digunakan pada penelitian ini adalah gaya belajar yang dikembangkan oleh David Kolb atau yang biasa dikenal dengan gaya belajar Kolb (Kolb’s Learning Style). Alasan peneliti memilih gaya belajar ini adalah karena gaya belajar Kolb merupakan gaya belajar yang menekankan pada kajian mengenai pengolahan informasi. Terdapat 4 tipe gaya belajar yang dikemukakan oleh Kolb yaitu gaya belajar Kolb tipe konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen.

Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan penelitian ini yaitu bagaimana profil penalaran matematika siswa SMP ditinjau dari gaya belajar Kolb tipe konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen?

(4)

Volume 3 No. 5 Tahun 2016

asimilasi, akomodasi, dan divergen. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi guru maupun peneliti lain yang akan dijadikan bahan rujukan atau perbandingan terhadap penelitian sejenis.

Penalaran

Penalaran merupakan salah satu aktivitas mental dari kegiatan berpikir. Copi (1978) mengungkapkan penalaran merupakan jenis khusus dari aktivitas berpikir yang digunakan untuk membentuk suatu kesimpulan atau suatu pernyataan baru yang ditarik dari beberapa pernyataan yang diketahui yang disebut premis. Selain itu, Keraf (dalam Shadiq, 2004) juga menjelaskan bahwa penalaran merupakan proses berpikir yang didasarkan pada beberapa pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya untuk membentuk suatu kesimpulan atau pernyataan baru yang benar.

Arti berpikir menurut Soemanto (2006) adalah peletakkan hubungan antar bagian pengetahuan seperti konsep, informasi, gagasan, dan pengetahuan yang telah dimiliki atau diperoleh manusia untuk membentuk suatu pengertian, pendapat, atau keputusan. Selain itu, berpikir juga diartikan oleh Solso (2007) sebagai proses yang menghasilkan representasi mental baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi kompleks antara berbagai proses mental, seperti penilaian, abstraksi, penalaran, representasi, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep, kreativitas, dan kecerdasan. Arti proses menurut KBBI adalah runtutan peristiwa atau rangkaian tindakan yang menghasilkan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu yang digunakan untuk menemukan kebenaran. Karakteristik tersebut adalah pola berpikir yang logis dan proses berpikir yang analitis. Narbuko dan Achmadi (2009:18) menyatakan penalaran sebagai suatu kegiatan berpikir selaras yang memiliki ciri-ciri:

1. Adanya proses berpikir logis, selaras, sehingga menghasilkan kesimpulan yang tepat dan valid. 2. Adanya proses kegiatan berpikir secara analisis,

hingga menimbulkan kesimpulan yang tepat dan valid.

Penjelasan mengenai ciri-ciri penalaran tersebut sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2010) yang menyatakan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan dan mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Lebih lanjut, Suriasumantri menenerangkan penalaran merupakan proses berpikir yang logis dan analisis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola atau logika

tertentu dan berpikir analisis diartikan sebagai suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah rangkaian aktivitas mental yang menghubungkan beberapa konsep atau informasi sebelumnya untuk membentuk suatu kesimpulan baru yang logis dan terbukti kebenarannya.

Penalaran Matematika

Belajar matematika tidak hanya melatih siswa untuk mahir dalam berhitung, tetapi yang lebih penting adalah melatih siswa untuk berpikir, salah satunya berpikir nalar. Dalam belajar matematika, seseorang perlu menggunakan nalarnya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Penalaran dalam matematika biasa disebut dengat penalaran matematika atau mathematical reasoning. Brodie (2010:7) menyatakan, “Mathematical reasoning is reasoning about and with the object of mathematics” yang berarti bahwa penalaran matematika adalah penalaran mengenai objek matematika. Selanjutnya, Russel (dalam English, 2004) juga menyebutkan penalaran matematika memuat perkembangan, pembenaran, dan penggunaan generalisasi matematika dalam bidang matematika. Hal tersebut berarti penalaran matematika selalu menggunakan pengetahuan-pengetahuan dan aturan-aturan matematika.

Pernyataan mengenai penalaran matematika juga disebutkan Sternberg (dalam English, 2004:13), “The traditional view of mathematical reasoning as superior computational and analytical skill has been revised to accomodate processes that are important in today’s era. These include gathering evidence, analyzing data, making conjectures, constructing argument, drawing and validating logical conclusion”. Pernyataan tersebut berarti bahwa penalaran matematika tidak lagi dipandang sebagai keterampilan berhitung dan analisis saja, melainkan juga meliputi keterampilan mengumpulkan bukti, menganalisis data, membuat dugaan, membangun argumen, membuat dan memvalidasi kesimpulan logis.

(5)

Sumarmo (2010) memberikan indikator penalaran dalam matematika sebagai berikut, (1) menarik kesimpulan yang logis, (2) menggunakan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan, (3) memperkirakan jawaban dan proses solusi, (4) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, (5) menarik analogi dan generalisasi, (6) menyusun dan menguji konjektur, (7) memberikan lawan contoh (counter example), (8) mengikuti aturan inferensi, (9) memeriksa validitas argumen, (10) menyusun argumen valid, dan (11) menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi matematika.

Secara garis besar, indikator penalaran matematika yang telah dipaparkan memiliki beberapa kesamaan, sehingga dalam penelitian ini indikator penalaran yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika

Indikator menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika dapat muncul saat siswa diberi sebuah situasi matematika yang berupa masalah untuk dicari penyelesaiannya. Dengan menggunakan pola dan hubungan yang mereka temukan pada permasalahan yang diberikan, siswa dapat menganalisis soal sehingga ditemukan apa yang sebenarnya dicari dalam permasalahan tersebut berdasarkan informasi yang tersedia. 2. Menyusun konjektur

Konjektur atau dugaan yang dibuat oleh siswa dilakukan setelah siswa mengumpulkan data. Data yang dimaksud dalam hal ini adalah pola dan hubungan yang telah ditemukan sebelumnya. Konjektur tersebut berupa perkiraan jawaban atau solusi atas permasalahan yang disebutkan. Sehingga munculnya indikator menyusun konjektur ini, dapat dapat dilihat dari kemampuan siswa menyusun konjektur dari hubungan yang digunakannya pada indikator 1.

3. Membuat generalisasi/kesimpulan

Siswa melakukan generalisasi dengan membuat sebuah pernyataan umum (baik itu suatu penggambaran atau suatu aturan) yang mengikuti pola dan hubungan yang ditemukan sebelumnya. Kemudian pernyataan tersebut diberlakukan lebih lanjut atau pada situasi lain.

4. Memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan Indikator 4 dapat ditunjukkan saat siswa memeriksa kebenaran sebuah pernyataan dengan memberikan argumen yang tepat. Argumen siswa dalam menunjukkan kebenaran pernyataan tersebut didasarkan pada aturan matematika atau sifat untuk menunjukkan kebenaran atau kesalahan pernyataan berdasarkan hal-hal yang diketahui sebelumnya.

Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai penalaran matematika beserta indikatornya tersebut, maka penalaran matematika dalam penelitian ini adalah rangkaian aktivitas mental yang menghubungkan beberapa konsep atau informasi matematika sebelumnya

untuk membentuk suatu kesimpulan atau keputusan baru yang logis dan dapat dibuktikan kebenarannya dengan memenuhi indikator menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika, menyusun konjektur, membuat generalisasi/kesimpulan, dan memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan. Gaya Belajar

Siswa terdiri dari beberapa individu yang memiliki karakteristik berbeda, baik perbedaan dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak dalam suatu kelas. Perbedaan karakteristik siswa dalam belajar mempengaruhi cara pengolahan informasi tiap siswa. Menurut Dunn (dalam DePorter, 2003) “Learning style is the way person processes, internalizes,and studies new, and challenging material” (gaya belajar merupakan cara seseorang dalam memproses, memahami, dan mempelajari informasi baru yang menantang). Pernyataan tersebut sejalan dengan DePorter dan Hernacki (2003) yang menyatakan bahwa gaya belajar merupakan kombinasi dari cara seseorang menyerap, mengatur, serta mengolah informasi.

Berdasarkan penjelasan diatas, gaya belajar dalam penelitian ini adalah cara yang dimiliki oleh seseorang untuk memperoleh dan mengolah sebuah informasi atau pengetahuan agar tersimpan dengan baik. Gaya belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya belajar Kolb (Kolb’s Learning Style). Alasan peneliti memilih gaya belajar Kolb adalah karena gaya belajar ini menekankan pada kajiannya mengenai pengolahan informasi.

Gaya Belajar Kolb

Kolb dan Kolb (2005) mengklasifikasikan gaya belajar ke dalam 4 kuadran kecenderungan seseorang dalam belajar yang digambarkan pada sebuah lingkaran belajar yaitu:

Gambar 1 Lingkaran Belajar dan Gaya Belajar (Kolb, 1984:141)

(6)

Volume 3 No. 5 Tahun 2016

2. Reflective Observation (RO) - Kuadran observasi reflektif adalah bagian dari lingkaran belajar dimana seseorang belajar melalui pengamatan (watching), penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara atau kejadian dari berbagai pandangan sehingga akan menghasilkan suatu opini atau pendapat, melihat persoalan dari berbagai sudut pandang, dan mencari makna dari banyak hal. 3. Abstract Conceptualization (AC) - Kuadran

konseptualisasi abstrak adalah bagian dari lingkaran belajar dimana seseorang belajar melalui pemikiran (thinking), mengutamakan analisis secara logis, lalu suatu permasalahan akan direncanakan secara sistematis dan dipahami secara intelektual.

4. Active Experiment (AE) - Kuadran eksperimen aktif adalah bagian dari lingkaran belajar dimana seseorang belajar dengan menggunakan tindakan (doing) untuk menyelesaikan sesuatu, cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani dalam mengambil resiko, dan mampu mempengaruhi orang lain melalui tindakan yang dia perbuat.

Kolb (1984) mengemukakan bahwa dalam proses belajar setiap siswa tidak hanya memiliki satu kecenderungan dari empat kuadran tersebut. Biasanya terdapat kombinasi dari dua kuadran yang membentuk suatu kecenderungan. Kecenderungan tersebut disebut gaya belajar. Gaya belajar tersebut adalah gaya belajar Divergen (CE/RO), Asimilasi (AC/RO), Konvergen (AC/AE), dan Akomodasi (CE/AE). Gaya belajar Kolb dalam konteks matematika disampaikan oleh Knisley (2002) dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Divergen adalah gaya belajar dimana siswa belajar melalui Reflective Observation (RO) dan Concrete Experience (CE). Siswa memiliki kemampuan berimajinasi dan kreatif dalam menghubungkan suatu informasi dengan informasi yang lain.

2. Asimilasi adalah gaya belajar dimana siswa belajar melalui Abstract Conseptualization (AC) dan

Reflective Observation (RO). Siswa menganalisis sesuatu yang abstrak, menyelesaikan masalah secara logis, tahap demi tahap dengan memulai dari asumsi, dan menyimpulkan pada akhir penyelesaian.

3. Konvergen adalah gaya belajar dimana siswa melihat konsep sebagai alat untuk membangun ide dan pendekatan baru. Siswa belajar melalui terlibat langsung dalam situasi kongkrit dan lebih pada intuisi daripada logika. Siswa menyelesaikan masalah dengan pertimbangan “kira-kira”,

contohnya mereka membandingkan masalah-masalah yang telah mereka kerjakan.

Hubungan antara Gaya Belajar dan Penalaran Suriasumantri (2010:42) menyatakan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik simpulan yang berupa pengetahuan. Dimana berpikir diartikan oleh Soemanto (2006) sebagai peletakkan hubungan antar bagian pengetahuan seperti konsep, informasi, gagasan, dan pengetahuan yang telah dimiliki atau diperoleh manusia untuk membentuk suatu pengertian, pendapat, atau keputusan. Karena penalaran merupakan proses berpikir yang berhubungan dengan pengolahan informasi, maka hal itu terkait dengan gaya belajar. DePorter dan Hernacki (2003) menyatakan bahwa gaya belajar merupakan kombinasi dari cara seseorang menyerap, mengatur, serta mengolah informasi. Sehingga, cara seseorang mengatur dan mengolah informasi tersebut menjadi komponen penting dalam bernalar.

Berdasarkan hal tersebut, dapat terlihat bahwa terdapat hubungan antara gaya belajar dengan penalaran, karena bernalar merupakan suatu proses berpikir yang didalamnya terdapat pemrosesan informasi dan pemrosesan informasi tersebut berbeda-beda tergantung gaya belajar yang dimiliki individu. Hal ini diperkuat oleh berbagai sumber yang membahas penalaran yang ditinjau dari perbedaan gaya belajar siswa. Hasil penelitian terdahulu yaitu oleh Laksana (2015) yang berjudul Profil Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar Matematika dan Tipe Kepribadian menunjukkan bahwa perbedaan gaya belajar berpengaruh dalam penalaran. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti menduga bahwa terdapat hubungan antara gaya belajar dengan penalaran matematika siswa.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan profil penalaran matematika siswa SMP ditinjau dari gaya belajar Kolb tipe konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen.

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII-G SMP Negeri 26 Surabaya pada tanggal 18 dan 20 Mei 2016. Subjek penelitian terdiri dari empat siswa yang masing-masing mewakili 4 gaya belajar (konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen) dengan jenis kelamin sama dan kemampuan matematika setara yang ditunjukkan dengan nilai UTS matematika yang tidak jauh berbeda, yaitu dengan selisih nilai antar subjek ≤ 5.

Instrumen utama pada penelitian ini yaitu peneliti, dengan instrumen pendukung angket gaya belajar, tugas penalaran matematika, dan pedoman wawancara. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan pemberian angket gaya belajar dan wawancara berbasis tugas. Tugas Penalaran Matematika (TPM) dikerjakan dengan durasi waktu selama 45 menit dan wawancara dilakukan setelah siswa mengerjakan TPM. Wawancara dilakukan secara bergantian.

(7)

Pola ke-1

Pola ke-2

Pola ke-3

Pola ke-4 menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika, (2) menyusun konjektur, (3) membuat generalisasi/kesimpulan, dan (4) memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Angket gaya belajar Kolb yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari angket yang dikembangkan oleh Honey dan Mumford. Angket gaya belajar diberikan kepada siswa kelas VIII-G SMP Negeri 26 Surabaya dan diperoleh 2 siswa bergaya belajar Akomodasi, 15 siswa bergaya belajar Divergen, 2 siswa bergaya belajar Asimilasi, dan 9 siswa bergaya belajar Konvergen. Berdasarkan hasil angket tesebut dipilih 4 siswa yang memiliki gaya belajar berbeda (konvergen, asimilasi, akomodasi, dan divergen), berjenis kelamin sama, dan memiliki kemampuan matematika setara sebagai subjek penelitian. Subjek diberikan TPM dan wawancara dengan soal sebagai berikut:

Seorang petani menanam pohon apel pada kebun dalam beberapa petak dengan pola persegi. Untuk melindungi pohon apel melawan angin, ia menanam pohon pinus di sekeliling kebun. Di bawah ini anda dapat melihat pola pohon apel dan pohon pinus untuk sejumlah (n) petak kebun:

1. Dengan mengikuti pola di atas, berapa banyak pohon apel dan pohon pinus pada:

1. Pola ke-10? 2. Pola ke-n?

2. Menurut anda, mungkinkah pohon apel dan pohon pinus sama banyak dalam satu petak? Jika mungkin, tentukan pada petak ke berapakah dan tunjukkan cara anda memperolehnya.

3. Berdasarkan pola di atas, menurut anda benar atau salah kalimat di bawah ini:

“Pada setiap pola petak ke-berapapun, banyak pohon pinus selalu lebih besar dari banyak pohon apel”

Jelaskan bagaimana anda memperoleh jawaban. Penalaran Matematika Subjek Ditinjau dari Gaya Belajar Konvergen

Subjek Konvergen menyelesaikan permasalahan pada tugas penalaran matematika dengan menggunakan pola dan hubungan yang ditemukannya. Dalam menemukan pola dan hubungan antar informasi yang disediakan, subjek konvergen terlebih dahulu mengumpulkan informasi yang ada di soal dengan menuliskannya pada lembar jawaban namun tidak disertai dengan keterangan. Melalui informasi tersebut,

ditemukan pola dan hubungan yang kemudian dianalisis menggunakan pengetahuan yang dimiliki, sehingga terbentuk suatu aturan yang ditulis pada lembar jawaban tetapi tidak disertai keterangan detail. Aturan pola dan hubungan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dijelaskan secara lisan oleh subjek konvergen.

Subjek konvergen juga menggunakan pola dan hubungan yang diperoleh untuk menyusun konjektur dan membuat generalisasi atas permasalahan yang diberikan. Pola dan hubungan yang digunakan tersebut dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki terkait dengan bilangan kuadrat dan perkalian. Subjek konvergen menuliskan konjektur yang dibuat tanpa disertai keterangan yang jelas, namun diperjelas melalui lisan. Generalisasi yang dibuat subjek konvergen merupakan suatu pernyataan umum mengenai sebuah aturan, yang selanjutnya aturan tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan lainnya. Subjek konvergen tidak dapat menyatakan generalisasi tersebut menggunakan simbol atau rumus persamaan. Generalisasi yang dibuat oleh subjek konvergen hanya terbatas pada penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks.

Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek konvergen dapat menunjukkan contoh kontra (counter example) dari pernyataan yang akan dibuktikan kebenarannya. Subjek konvergen mendasarkan buktinya pada aturan yang telah ia temukan sebelumnya dari pola dan hubungan yang tertera pada informasi soal dan pengetahuan yang dimiliki.

Penjelasan mengenai karakteristik subjek dengan gaya belajar konvergen telah disampaikan pada bab II. Knisley (2002) menyatakan bahwa subjek konvergen melihat konsep sebagai alat untuk membangun ide dan pendekatan baru. Sejalan dengan teori tersebut, terlihat pada kutipan wawancara berikut bahwa beberapa kali subjek konvergen mengaitkan langkah penyelesaiannya dengan konsep yang telah ia miliki terkait perkalian dan bilangan kuadrat.

S K

Aturan banyak apel dikuadratkan dan pinus kelipatan 8 atau dikalikan 8. Kuadrat kan juga memakai cara perkalian. Jadi, jika dikuadratkan untuk banyaknya pohon apel 82 sama dengan 64. Dan untuk pohon pinus

kan emang dikalikan 8, jadi 8

×

8 sama dengan 64. Dan hasilnya sama. Jadi saya temukan di pola ke-8. Knisley (2002) menyatakan bahwa subjek konvergen belajar melalui Abstract Conseptualization

(AC) dan Active Experimentation (AE). Dimana, subjek menggunakan teori dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dengan mengembangkan strategi. Berdasarkan hasil analisis mengenai penyelesaian tugas penalaran matematika yang dilakukan oleh subjek Konvergen, terlihat kesesuaian karakteristik subjek konvergen dengan teori yang dijelaskan.

(8)

Volume 3 No. 5 Tahun 2016

Subjek Asimilasi menyelesaikan permasalahan pada tugas penalaran matematika dengan menggunakan pola dan hubungan yang ditemukannya. Dalam menemukan pola dan hubungan antar informasi yang disediakan, subjek Asimilasi terlebih dahulu membuat coretan pada soal untuk mengolah informasi secara teliti dan kemudian mengumpulkan informasi yang ada di soal dengan menuliskannya secara teratur pada lembar jawaban. Melalui informasi tersebut, ditemukan pola dan hubungan yang kemudian dianalisis menggunakan pengetahuan yang dimiliki, sehingga terbentuk suatu aturan yang dituliskan secara jelas beserta keterangannya. Aturan pola dan hubungan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dijelaskan secara lisan maupun lisan.

Subjek asimilasi juga menggunakan pola dan hubungan yang diperoleh untuk menyusun konjektur dan membuat generalisasi atas permasalahan yang diberikan. Pola dan hubungan yang digunakan tersebut dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki terkait dengan bilangan berpangkat 2 dan perkalian. Subjek asimilasi menuliskan konjektur yang dibuat dan diperjelas melalui lisan secara runtut, tahap demi tahap, dan sistematis. Generalisasi yang dibuat subjek asimilasi merupakan suatu pernyataan umum mengenai sebuah aturan, yang selanjutnya aturan tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan lainnya. Subjek asimilasi mampu membuat generalisasi dalam bentuk penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks dan dalam bentuk simbol atau suatu rumus persamaan disertai penjelasan lengkap.

Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek asimilasi dapat menunjukkan contoh kontra (counter example) dari pernyataan yang akan dibuktikan kebenarannya. Subjek asimilasi mendasarkan buktinya pada aturan yang telah ia temukan sebelumnya dari pola dan hubungan yang tertera pada informasi soal dan pengetahuan yang dimiliki.

Penjelasan mengenai karakteristik subjek dengan gaya belajar asimilasi telah disampaikan pada bab II. Knisley (2002) menyatakan bahwa subjek dengan gaya belajar asimilasi belajar melalui Abstract Conseptualization (AC) dan Reflective Observation

(RO), dimana subjek pandai menganalisis sesuatu yang abstrak, menyelesaikan masalah secara logis, tahap demi tahap dengan memulai dari asumsi, dan menyimpulkan pada akhir penyelesaian. Karakteristik tersebut terlihat melalui cara subjek asimilasi dengan membuat coretan pada soal untuk kemudian ditulis kembali pada lembar jawaban dengan runtut dan keterangan yang jelas, hal tersebut menandakan bahwa subjek asimilasi menggunakan suatu perencanaan. Subjek Asimilasi membuat suatu ide melalui observasinya menjadi suatu aturan dengan mengandalkan perencanaan yang sistematis. Selain itu, subjek asimilasi mampu membuat generalisasi dalam bentuk simbol atau suatu rumus Pada saat wawancara pun terlihat bahwa subjek asimilasi menyelesaikan permasalahan secara tahap demi tahap sampai pada akhir pembuatan kesimpulan.

SS

Untuk pola pohon pinus. Pertama-tama, saya cari dulu polanya. Menurut pola ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4 pada soal, saya simpulkan untuk pohon pinusnya itu memiliki aturan untuk setiap polanya dikalikan 8. Jadi misalnya ini pada soal, pola ke-1, 1

×

8=8 pohon pinus. Pola ke-2, 2

×

8=16 pohon pinus. Pola ke-3, 3

×

8=24 pohon pinus. Pola ke-4, 4

×

8=32 pohon pinus.

SS

Untuk pola pohon apel, saya mendapatkan untuk setiap polanya ini dipangkatkan 2. Jadi misalnya ini pada soal, pola ke-1, 12=1

×

1=1 pohon apel. Pola

ke-2, 22=2

×

2=4 pohon apel. Pola ke-3, 32=3

×

3=9 pohon apel. Pola ke-4, 42 = 4

×

4 = 16

pohon apel.

Berdasarkan hasil analisis mengenai penyelesaian tugas penalaran matematika yang dilakukan oleh subjek Asimilasi, terlihat kesesuaian karakteristik subjek Asimilasi dengan teori yang dijelaskan.

Penalaran Matematika Subjek Subjek Ditinjau dari Gaya Belajar Akomodasi

Subjek Akomodasi menyelesaikan permasalahan pada tugas penalaran matematika dengan menggunakan pola dan hubungan yang ditemukannya. Dalam menemukan pola dan hubungan antar informasi yang disediakan, subjek Akomodasi mengamati informasi yang nampak (kongkrit) di soal, tidak menuliskannya pada lembar jawaban. Melalui informasi yang nampak (kongkrit) tersebut, ditemukan pola dan hubungan hingga terbentuk suatu aturan yang tidak dituliskan pada lembar jawaban. Aturan pola dan hubungan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dibuat berdasarkan kira-kira (intuisi) dan dijelaskan secara lisan.

Subjek akomodasi juga menggunakan pola dan hubungan yang diperoleh untuk menyusun konjektur dan membuat generalisasi atas permasalahan yang diberikan. Pola dan hubungan yang digunakan tersebut dikaitkan dengan situasi kongkrit dimana ada satu petak yang mempunyai pohon apel dan pohon pinus sama banyak. Subjek akomodasi menuliskan konjektur yang dibuat tanpa disertai keterangan yang jelas, namun diperjelas melalui lisan. Generalisasi yang dibuat subjek akomodasi merupakan suatu pernyataan umum mengenai sebuah aturan, yang selanjutnya aturan tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan lainnya. Subjek akomodasi tidak dapat menyatakan generalisasi tersebut menggunakan simbol atau rumus persamaan. Generalisasi yang dibuat oleh subjek akomodasi hanya terbatas pada penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks.

(9)

ia temukan sebelumnya dari pola dan hubungan yang nampak (kongkrit) pada informasi soal.

Penjelasan mengenai karakteristik subjek dengan gaya belajar akomodasi telah disampaikan pada bab II. Knisley (2002) menyatakan bahwa subjek dengan gaya belajar akomodasi belajar melalui Active Experimentation (AE) dan Concrete Experience (CE) dimana subjek belajar dengan terlibat langsung dalam situasi kongkrit dan lebih pada intuisi daripada logika. Karakteristik tersebut terlihat melalui cara subjek akomodasi dalam menemukan suatu pola dan hubungan berdasarkan informasi yang nampak (kongkrit) pada soal. Berikut kutipan wawancara dengan subjek akomodasi.

S A

Kayaknya kelipatan gitu kak. Di soal kan pinusnya kan pertama pada pola ke-1 kan ada 8, pola ke-2 ada 16, pola ke-3 ada 24, pola ke-4 ada 32. Ya ituuu...

S

A Ehmmm keliatannya tidak saling berhubungan kak. S

A

Hehe, ya kira-kira seperti itu kak jawabannya menurut saya

Hal itu sejalan dengan penjelasan Knisley bahwa subjek akomodasi lebih mengandalkan intuisi daripada logika dan menyelesaikan masalah dengan pertimbangan “kira-kira”. Berdasarkan hasil analisis mengenai penyelesaian tugas penalaran matematika yang dilakukan oleh subjek Akomodasi, terlihat kesesuaian karakteristik subjek Akomodasi dengan teori yang dijelaskan.

Penalaran Matematika Subjek Subjek Ditinjau dari Gaya Belajar Divergen

Subjek Divergen menyelesaikan permasalahan pada tugas penalaran matematika dengan menggunakan pola dan hubungan yang ditemukannya. Dalam menemukan pola dan hubungan antar informasi yang disediakan, subjek Divergen mengamati informasi yang nampak (kongkrit) di soal dan tidak menuliskannya pada lembar jawaban. Melalui informasi yang nampak (kongkrit) tersebut, ditemukan pola dan hubungan yang dilihat dari sudut pandang lain dan dianalisis menggunakan pengetahuan yang dimiliki hingga terbentuk suatu aturan yang dituliskan pada lembar jawaban. Aturan pola dan hubungan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dijelaskan secara lisan. generalisasi. Generalisasi yang dibuat subjek divergen merupakan suatu pernyataan umum mengenai sebuah aturan, yang selanjutnya aturan tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan lainnya. Namun, subjek Divergen kurang teliti dalam menerapkan generalisasi yang telah dibuat untuk menyelesaikan permasalahan, sehingga menyebabkan jawabannya tidak tepat. Selain

itu, subjek Divergen tidak dapat menyatakan generalisasi tersebut menggunakan simbol atau rumus persamaan. Generalisasi yang dibuat oleh subjek divergen hanya terbatas pada penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks.

Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek Divergen menunjukkan contoh pendukung dari pernyataan tersebut tanpa memerhatikan kasus-kasus yang lain. Sehingga subjek Divergen menganggap benar pernyataan yang tertulis pada soal. Subjek Divergen mendasarkan buktinya pada informasi yang nampak (kongkrit) pada soal.

Penjelasan mengenai karakteristik subjek dengan gaya belajar Divergen telah disampaikan pada bab II. Menurut Kolb & Kolb (2005), dalam menyelesaikan suatu masalah, subjek divergen mempertimbangkan informasi yang baru diterima dengan informasi lama. Hal itu terlihat pada saat subjek menentukan aturan mengenai pola pohon pinus dan pohon apel. Subjek divergen terlebih dahulu menentukan aturan banyak pohon pinus yang berasal dari hubungan meningkat 8 tiap petaknya, sehingga untuk menentukan aturan pohon apel, subjek divergen juga melihat peningkatan jumlah pohon apel tiap petak yang meningkat berdasar bilangan prima. Generalisasi yang dibuat oleh subjek Divergen mengenai aturan penentuan banyak pohon apel dan pinus sudah benar, namun subjek divergen tidak teliti dalam mengaitkan generalisasi tersebut ke dalam penyelesaian soal. Berikut kutipan wawancara dengan subjek divergen.

S D

Oh, haha. Jawaban saya salah mbak, berarti harus mencari lagi. Karena di soal ada keterangan “sejumlah (n)”, jadi untuk n saya pakai penjumlahan semua, tidak memakai aturan yang saya temukan tadi.

Hal tersebut serupa dengan penelitian Zulfidah (2015) terkait dengan subjek divergen yang juga kurang teliti dalam mengaitkan suatu informasi. Berdasarkan hasil analisis mengenai penyelesaian tugas penalaran matematika yang dilakukan oleh subjek Divergen, terlihat kesesuaian karakteristik subjek Divergen dengan teori yang dijelaskan

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan deskripsi profil penalaran matematika siswa sebagai berikut.

1. Profil Penalaran Matematika Siswa SMP Ditinjau dari Gaya Belajar Kolb Tipe Konvergen.

(10)

Volume 3 No. 5 Tahun 2016

adalah generalisasi dalam bentuk penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks. Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek konvergen menggunakan contoh kontra (counter menganalisis situasi matematika melalui pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi yang dikumpulkan secara tertulis dan teratur, serta dianalisis menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Pola dan hubungan yang telah ditemukan oleh subjek asimilasi digunakan untuk menyusun konjektur secara sistematis dan membuat generalisasi. Generalisasi yang dibentuk oleh subjek asimilasi adalah generalisasi dalam bentuk penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks dan dalam bentuk simbol (persamaan) disertai penjelasan lengkap. Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek asimilasi menggunakan contoh kontra (counter example) dari pernyataan tersebut.

3. Profil Penalaran Matematika Siswa SMP Ditinjau dari Gaya Belajar Akomodasi.

Siswa dengan gaya belajar akomodasi menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika melalui pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi yang nampak (kongkrit). Pola dan hubungan yang telah ditemukan oleh subjek akomodasi digunakan untuk menyusun konjektur dan membuat generalisasi. Generalisasi yang dibentuk oleh subjek akomodasi adalah generalisasi dalam bentuk penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks. Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek akomodasi menggunakan contoh kontra menganalisis situasi matematika melalui pembentukan suatu aturan berdasarkan informasi yang nampak (kongkrit) dengan mempertimbangkan cara pembentukan aturan sebelumnya untuk mencari aturan yang baru. Dalam menyusun konjektur, siswa divergen menggunakan informasi yang nampak (kongkrit). Pola dan hubungan yang telah ditemukan oleh subjek divergen digunakan untuk membuat generalisasi. Generalisasi yang dibentuk oleh subjek divergen adalah generalisasi dalam bentuk penjelasan verbal berupa kata-kata atau teks. Dalam memeriksa keshahihan suatu argumen/pernyataan, subjek divergen hanya menggunakan contoh pendukung dari pernyataan tersebut tanpa memerhatikan kasus-kasus yang lain.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Angket gaya belajar yang menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami oleh siswa SMP. 2. Pendidik lebih mengembangkan kemampuan

abstraksi siswa agar siswa lebih bisa menggunakan simbol matematika pada proses generalisasinya

DAFTAR PUSTAKA

Brodie, Karin. 2010. Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School. Classroom. New York: Springer

Copi, I.M. 1978. Introduction to Logic. New York: Macmillan.

DePorter & Hernacki. 2003. Quantum Learning: membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan. Bandung: Kaifa

English, Lyn D. 2004. Mathematical and Analogical Reasoning of Young Learners. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher.

KBBI. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Kemendikbud. 2014. Permendikbud 58 Thn 2014 tentang Kurikulum 2013 SMP dan MTs. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Kieren, C. 1992. The Learning and Teaching of School Algebra. Dalam D.A. Grouws. Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning

(p-390-419). New York: McMillan.

Kolb, D.A. 1984. Experential Learning: Experience As a Source Of Learning and Development. Diakses pada 27 Desember 2015 pukul 21.00 WIB dari

http://academic.regis.edu/ed205/kolb.pdf

Kolb, Alice Y. 2005. The Kolb learning Style Inventory-Version 3.1 2005Technical Specification. Diakses pada tanggal 27 Desember 2015 pukul 21.00 WIB dari

http://whitewater-Penalaran Matematika Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar Matematika dan Tipe Kepribadian. Skripsi tidak diterbitkan. Banten: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

(11)

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM

Nur, M. 2001. Perkembangan Selama Anak-anak dan Remaja. Buku Ajar. Surabaya: UNESA PRESS Ontario Ministry Resources. 2013. Paying Attention to

Algebraic Reasoning K-12. Toronto, ON: Queen’s Printer for Ontario.

Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta. Shadiq, Fadjar. 2007. Penalaran atau Reasoning. Perlu

Dipelajari Para Siswa di Sekolah. Diakses pada tanggal 27 Desember 2015 pukul 19.30 dari

http://prabu.telkom.us/2007/08/29/penalaran-atau-reasoning/

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan (Cetakan Ke 5).

Jakarta: Rineka Cipta.

Sumarmo, Utari. 2010. Berfikir & Disposisi Matematika: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Bandung: FPMIPA UPI. Solso, R.L., Maclin, O.H., & Maclin, M.K. 2007.

Psikologi Kognitif Edisi Kedelapan. Jakarta : Erlangga.

Sugihartono, dkk. 2007.Psikologi Pendidikan.

Yogyakarta: UNY Press.

Suriasumantri, Jujun S. 2010. Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

State New Jersey Department of Education. Tanpa Tahun.

Standard 11 — Patterns, Relationships, andFunctions. Diakses tanggal Diakses pada tanggal 18 Februari 2016 dari http://www.state.nj.us/education/archive/framewor ks/math/math9.pdf.

Turesky, E. F., & Gallagher, D. 2011. Know thyself: Coaching for Leadership using Kolb’s experiential learning theory. Coaching Psychologist,7,5-14

Vince, Michal. 2011. Reasoning in every day life. Slovakia: Comenius University in Bratislava Van de Walle, John A., Karp, Karen., & Bay-Williams,

Jennifer M. 2013. Elementary and Middle School Mathematics: Teaching Developmentally -8th.United States of America : Pearson Education, Inc.

Watson, Anne. 2009. Key Understanding in Mathematics Learning; Paper 6: Algebraic Reasoning.

Londong: Oxford University Nuffield Foundation. Zulfidah, Alia. 2015. Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP pada Materi Aritmetika Sosial berdasarkan Gaya Belajar Kolb. Skripsi

Gambar

Gambar 1 Lingkaran Belajar dan Gaya Belajar

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII di SMP N 3 Sawan antara kelompok siswa

Wiwiek Sundari SEJARAH PERKEMBANGAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS Eni Karlieni “CERMINAN IDENTITAS KESUNDAAN DALAM AKUN FACEBOOK WALIKOTA BANDUNG RIDWAN KAMIL” SUATU

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan penelitian tentang “Kajian Uji Hayati Air

Pengayak dibuat dari kawat logam atau bahan lain yang cocok dengan penampang melintang yang sama diseluruh bagian. Pengayak dan derajat halus serbuk dalam farmakope dinyatakan dalam

The SPSS syntax file (igrowup.sps) calculates z-scores for the nine anthropometric indicators, weight-for-age, length/height-for-age, weight-for- length, weight-for-height, body

• Menjelaskan pengertian dan proses perencanaan tenaga kerja (SDM); peran Manajer Lini dalam perencanaan (SDM); keterkaitan perencanaan SDM dengan uraian pekerjaan;

Berdasarkan penjelasan di atas, secara terminologis organisasi profesi pustakawan mempunyai arti sebagai kelompok kerja yang terdiri dari para profesional yang ahli

Dari rumusan strategi program yang sudah disepakati masyarakat khususnya kelompok bunga teratai dan juga telah pendamping paparkan pada design , dapat disimpulkan bahwa