• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI KOPING, TEKANAN EKONOMI, DAN

KETAHANAN KELUARGA DI KAWASAN KUMUH

HARDIYANTI NURILLAH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HARDIYANTI NURILLAH. Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh. Dibimbing oleh TIN HERAWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga. Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Contoh penelitian adalah keluarga dengan anak usia 3-6 tahun yang tinggal di kawasan kumuh yang diambil secara propotional random sampling sebanyak 90 orang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara usia suami, pendapatan total, pendapatan per kapita, kepemilikan aset, dan strategi koping dengan ketahanan keluarga dan hubungan negatif yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dan tekanan ekonomi keluarga dengan ketahanan keluarga. Analisis regresi menunjukkan bahwa ketahanan keluarga dipengaruhi oleh tekanan ekonomi dan strategi koping.

Kata kunci: kemiskinan, kesulitan, ketahanan keluarga, perilaku adaptasi

ABSTRACT

HARDIYANTI NURILLAH. Coping Strategies, Economic Pressure, and Family Strength in Urban Area. Supervised by TIN HERAWATI.

The aim of this research was to analyze correlations and influences of coping strategy, economy pressure, and family strength. The research was conducted in Sukasari Village, Eastern District of Bogor, Bogor. Samples of this research were family with children aged 3-6 years old that live in urban area. The samples which consist of 90 people were chosen by propotional random sampling. The data collected by interview based on questionnaire. The study showed that there were significant and positive correlation between the age of husband, total income, per capita income, asset ownership and coping strategy with family strength and significant and negative correlation between family size and economy pressure with family strength. By using regression analysis, it show that family strength influenced by economy pressure and coping strategy.

(5)

STRATEGI KOPING, TEKANAN EKONOMI, DAN

KETAHANAN KELUARGA DI KAWASAN KUMUH

HARDIYANTI NURILLAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Nama : Hardiyanti Nurillah

NIM : I24090024

Disetujui oleh

Dr Tin Herawati, SP MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Hartoyo, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Agustus 2013 ini ialah keluarga, dengan judul Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh .

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Tin Herawati SP MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas dukungan, doa dan arahan yang diberikan kepada penulis. Dr Herien Puspitawati MSc MSc selaku dosen penguji skripsi dan Dr Ir Istiqlaliah Muflihati MSi selaku dosen pemandu seminar hasil dan penguji skripsi atas kritik dan saran yang diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir Retnaningsih MSi selaku wali akademik yang senantiasa mengarahkan dan membimbing penulis selama menjalani perkuliahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Encih selaku kader posyandu RW 3 dan RW5 Kelurahan Sukasari Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, yang telah membantu penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Ahmad Jubaedi dan ibunda Eti Hartati SKep, adik-adik Azzahra Rahma Pebriyanti dan Muhammad Farid Arifin, serta seluruh keluarga, atas segala motivasi, doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapan kepada Nawazilah Diatmoko Seputra SE yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan bantuan dalam banyak hal. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih atas segala dukungan dari rekan-rekan Ilmu Keluarga dan Konsumen 46, Rumah Warna, BEM FEMA Kabinet Garda Tosca dan Sinekologi atas kebersamaan dan kerjasamanya selama penulis kuliah di Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

KERANGKA PEMIKIRAN 5

METODE 6

Desain, Lokasi, dan Waktu 6

Jumlah dan Cara pengambilan Contoh 7

Jenis dan Pengumpulan Data 8

Pengolahan dan Analisis Data 9

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 12

Karakteristik Keluarga 12

Masalah Keluarga 13

Tekanan Ekonomi Keluarga 14

Strategi Koping 16

Ketahanan Keluarga 17

Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Masalah Keluarga, Tekanan

Ekonomi, Strategi Koping dengan Ketahanan Keluarga 19 Pengaruh Karakteristik Keluarga, Tekanan Ekonomi, dan Strategi Koping

terhadap Ketahanan Keluarga 20

Pembahasan Umum 21

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data 8 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga 12

3 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan rumah 13

4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan suami isteri 13 5 Sebaran contoh berdasarkan masalah yang dihadapi keluarga 14 6 Sebaran contoh berdasarkan dimensi tekanan ekonomi 15 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori tekanan ekonomi keluarga 16 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada masalah 16 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada emosi 17 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori strategi koping total 17 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan fisik 17 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan sosial 18 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan psikologis 18 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan keluarga total 18 15 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga, masalah keluarga, tekanan

ekonomi, strategi koping dengan ketahanan keluarga 20 16 Sebaran koefisien regresi karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi

koping terhadap ketahanan keluarga 21

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan

keluarga di kawasan kumuh 6

2 Kerangka pengambilan contoh 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kajian Penelitian Terdahulu 28

2 Sebaran contoh berdasarkan usia suami isteri 31

3 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 31

4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita 31 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami isteri 32 6 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan suami isteri 32 7 Sebaran contoh berdasarkan jawaban masalah yang dihadapi keluarga 32 8 Sebaran contoh berdasarkan jawaban persepsi terhadap kondisi ekonomi 33 9 Sebaran contoh berdasarkan jawaban strategi koping keluarga 34 10 Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan keluarga 35 11 Hasil uji korelasi Pearson (koefisien korelasi) antara karakteristik keluarga,

masalah keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi koping dengan ketahanan

keluarga 37

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan dan pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin meningkat. Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, persentase penduduk di daerah perkotaan meningkat lebih dari tujuh persen dalam satu dekade yaitu mencapai 49.79 persen dari semula 42 persen pada tahun 2000. Pertumbuhan penduduk dapat disebabkan oleh pertumbuhan secara alamiah dan migrasi dari desa ke kota serta reklasifikasi desa pedesaan menjadi desa perkotaan1. Perpindahan penduduk ke perkotaan dilatarbelakangi oleh ketertarikan masyarakat desa terhadap kehidupan kota yang dipercaya menjamin semua kebutuhan hidup. Selain itu juga karena terlalu beratnya beban yang harus dipikul di daerah pedesaan guna menyambung hidup dan memenuhi kebutuhan ekonomi (Suparlan 1984).

Pada kenyataannya, pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan tidak diiringi dengan pesatnya perkembangan ekonomi. Masalah utama para pendatang baru di daerah perkotaan adalah mencari tempat berteduh. Keluarga yang memiliki kemampuan secara materi, pemenuhan tempat tinggal tidak menjadi masalah, tetapi bagi keluarga yang memiliki kemampuan terbatas akan mengalami kesulitan dalam mencari tempat tinggal. Lahan-lahan yang diinginkan yang dekat dengan tempat bekerja hanya dimiliki oleh keluarga-keluarga kaya (Suparlan 1984). Oleh karena itu, masyarakat ekonomi rendah memilih wilayah yang tetap strategis dengan tempat bekerja namun dengan biaya sewa yang rendah. Wilayah yang dipilih keluarga sebagai tempat tinggal diantaranya di sekitar bantaran sungai, di sepanjang rel kereta api, dan di tanah-tanah kosong yang dapat dengan mudah ditemukan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan semakin banyaknya tempat tinggal di daerah yang tidak seharusnya menyebabkan timbulnya wilayah padat penduduk hingga berkembang menjadi kawasan kumuh. Menurut Putro (2011), kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk dan tidak teratur, rumah maupun fasilitas, sarana dan prasarana yang ada tidak memadai dan tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.

Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar fisik yang harus dipenuhi suatu keluarga. Namun dengan banyaknya pemukiman kumuh, kebutuhan dasar tersebut tidak dapat terpenuhi. Ketersediaan kawasan pemukiman kumuh yang semakin banyak seringkali menjadi pusat timbulnya masalah kesehatan karena tidak higienis dan masalah sosial seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Kawasan pemukiman kumuh pun sering dihubungkan dengan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi (Hariyanto 2010). Peningkatan pengangguran tersebut dapat disebabkan

1

(12)

adanya persaingan-persaingan yang ketat untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup.

Banyaknya pengangguran yang terjadi menyebabkan semakin terbatasnya keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok sehingga keluarga menjadi tertekan terutama dalam bidang ekonomi. Tekanan ekonomi sebagai salah satu konflik yang dialami oleh keluarga diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya akibat kehilangan pekerjaan, pendapatan rendah sehingga keluarga tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya serta tidak stabilnya aset dan hutang yang dimiliki (Tati 2004). Tekanan ekonomi yang terjadi secara terus-menerus meningkatkan kadar kemarahan individu, permusuhan, depresi, kecemasan, rendahnya kesehatan fisik, dan menurunkan kualitas hubungan (Fox dan Bartholomae 2000). Sementara itu, semakin tinggi tekanan ekonomi yang dialami oleh keluarga, keluarga akan menghadapi resiko ketidak-tahanan yang lebih besar juga (Hartoyo 2009). Ketidak-tahanan akibat kondisi ekonomi keluarga yang semakin tidak stabil dan tidak memadai akan berpengaruh terhadap tidak optimalnya fungsi keluarga (Aytec et al. 2005). Hal ini membuat keluarga harus melakukan adaptasi atau strategi koping untuk mengatasi permasalahan keluarga dan memenuhi tuntutan yang dihadapi keluarga. Menurut McCubbin dan Peterson (1980) dalam Herawati (2011), strategi koping merupakan suatu bentuk upaya yang diakukan oleh keluarga untuk mencapai tingkat keseimbangan serta bentuk penyesuaian terhadap krisis yang dihadapi keluarga. Kegiatan koping dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya keluarga yang dimiliki dan kemampuan semua anggota keluarga. Keluarga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengatasi masalah dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perbedaan itu terjadi seiring dengan kepemilikan sumber daya keluarga. Meskipun sumber daya yang dimiliki keluarga terbatas, namun harus dimanfaatkan secara maksimal sehingga keluarga dapat tahan terhadap permasalahan yang dialami.

Variasi kemampuan keluarga dalam melaksanakan fungsi, mengelola sumberdaya yang dimiliki, dan kemampuan keluarga dalam mengelola masalah dan stress yang dihadapi menyebabkan ketahanan keluarga menjadi sangat penting (Hartoyo 2009). Oleh karena itu, ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi permasalahan dapat berpengaruh pada ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga memiliki tiga aspek yaitu ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis (Sunarti 2001).

Perumusan Masalah

(13)

mencapai 47 000 hektar dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 57 000 hektar (Hernawati et al. 2011).

Kawasan kumuh timbul sebagai akibat dari ketidakmampuan dalam pemenuhan tempat tinggal yang layak karena terbatasnya lahan-lahan tempat tinggal yang tidak seimbang dengan padatnya penduduk. Daerah yang menjadi tempat berkembangnya kawasan kumuh diantaranya daerah sepanjang pinggiran suangai dan rel kereta api (Adianti 2005). Kawasan kumuh memiliki tingkat kepadatan populasi yang tinggi dan berpenduduk miskin karena umumnya dihuni oleh masyarakat yang berpenghasilan dan pendidikan rendah, serta terbelakang. Menurut Slamet (1996) dalam Khasanah (2011), keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah, menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu untuk memiliki rumah yang memenuhi syarat sehat dan akan menimbulkan permasalahan kesehatan seperti sanitasi yang jelek. Menurut Dinas Tata Kota dan Pemukiman (DTKP) Kota Bogor, luas wilayah kumuh di Kota Bogor pada tahun 2008 seluas 78.45 ha menurun dibandingkan pada tahun 2004 seluas 229.95 ha. Penurunan wilayah kumuh di Kota Bogor merupakan hasil dari penataan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah seperti program urban renewal, perbaikan rumah tidak layak huni, dan Rencana Pengembangan Kawasan Pemukiman Prioritas (RPKPP). Meskipun terjadi penurunan, keberadaan kawasan kumuh tetap berpengaruh baik secara mikro maupun makro terhadap kehidupan keluarga. Keberadaan kawasan kumuh sering dikaitkan dengan tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Semakin luas kawasan kumuh suatu wilayah, tingkat kemiskinan keluarga akan semakin tinggi. Hal itu sesuai juga dengan yang dinyatakan oleh Hariyanto (2010), bahwa kawasan kumuh sering dikaitkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi serta menjadi sumber masalah sosial dan masalah kesehatan. Pengangguran di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 7 614.2 ribu jiwa sedangkan pengangguran di Kota Bogor sebagai wilayah penelitian pada tahun 2011 mencapai 44 985 jiwa (BPS 2012). Ketidaktersediaan tenaga kerja yang terjadi semakin menambah kompleksitas masalah yang ada baik masalah sosial, kesehatan, lingkungan hidup, dan keamanan serta pembangunan. Masalah-masalah yang terjadi tersebut mengakibatkan banyaknya perubahan pada keluarga.

(14)

dan dukungan emosional antar anggota keluarga yang baik yang merupakan sumber ketahanan keluarga akan lebih ditunjukkan oleh keluarga yang mengalami kemiskinan.

Berbagai masalah yang terjadi mengganggu kehidupan keluarga hingga menimbulkan stress dan berbagai tekanan yang dirasakan keluarga. Masalah-masalah tersebut sekaligus meningkatkan tekanan ekonomi yang dialami keluarga. Tekanan ekonomi dilihat berdasarkan pendapatan per kapita, rasio utang dengan aset, status pekerjaan, kehilangan pekerjaan (Conger dan Elder 1994). Oleh karena itu, tekanan ekonomi berbeda sesuai dengan persepsi dan kondisi keluarga. Namun demikian, keluarga harus melakukan koping untuk menyelesaikan masalah itu. Perbedaan tekanan ekonomi yang dialami keluarga, akan berbeda juga cara keluarga melakukan strategi koping. Strategi koping dilakukan dengan mengalokasikan sumber daya dan kemampuan semua anggota keluarga (Herawati 2011). Meskipun keberadaannya terbatas, sumber daya keluarga harus dimanfaatkan secara optimal. Pengoptimalan sumber daya dan kemampuan yang dimiliki menjadikan keluarga mampu untuk lebih tahan dalam menghadapi masalah dan tekanan yang terjadi. Kondisi inilah yang mendukung untuk mencapai suatu ketahanan keluarga. Menurut Krysan et al. (1990) keluarga yang tahan memiliki ciri-ciri seperti adanya komunikasi yang baik dan efektif dalam keluarga, adanya dorongan dari anggota keluarga, memiliki komitmen, berorientasi dengan agama, mampu beradaptasi terhadap segala perubahan dalam keluarga, memiliki peran dan fungsi dalam keluarga yang jelas, dan memiliki waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Berdasarkan permasalahan di atas, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik sosial, dan ekonomi keluarga di wilayah kumuh? 2. Masalah-masalah apa saja yang di hadapi keluarga di wilayah kumuh? 3. Bagaimana tekanan ekonomi yang dialami keluarga?

4. Bagaimana strategi koping yang dilakukan keluarga? 5. Bagaimana ketahanan keluarga?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga di wilayah kumuh.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi masalah-masalah dan tekanan ekonomi yang dialami keluarga

2. Menganalisis strategi koping yang dilakukan keluarga dan ketahanan keluarga

3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, strategi koping, tekanan ekonomi terhadap ketahanan keluarga

Manfaat Penelitian

(15)

ketahanan keluarga di kawasan kumuh. Selain itu penelitian juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan dan menghasilkan solusi yang lebih efektif dalam pengambilan tindakan terhadap keluarga–keluarga yang tinggal di kawasan kumuh.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kemiskinan dan pengangguran yang terjadi mengakibatkan berkurangnya pendapatan masyarakat sehingga mengalami kesulitan ekonomi. Menurut Herawati (2011), tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima dimana semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pendapatannya. Tingkat pendidikan juga dapat menentukan status ekonomi keluarga. Tinggi rendahnya pendapatan yang didapatkan oleh keluarga dapat mempengaruhi tingkat tekanan ekonomi yang dialami. Oleh karena itu secara tidak langsung pendidikan memberikan dampak pada tekanan ekonomi. Rendahnya pendapatan keluarga yang berdampak pada tekanan ekonomi akan menimbulkan resiko pada ketahanan suatu keluarga. Menurut Conger dan Elder (1994), tekanan ekonomi keluarga dapat dinilai secara objektif yaitu dilihat dari dari pendapatan per kapita, rasio utang dengan aset, status pekerjaan, kehilangan pekerjaan.

(16)

METODE

Desain, Lokasi, dan Waktu

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul

“Kajian Ketahanan Keluarga, Kualitas Lingkungan Pengasuhan, dan Keterampilan Sosial Anak di Kawasan Kumuh”. Penelitian ini menggunakan

desain cross sectional study, yaitu dilakukan dengan meneliti pada satu waktu tertentu. Lokasi penelitian bertempat di Kelurahan Sukasari yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang paling banyak memiliki keluarga yang tinggal di daerah kumuh menurut data BPS Kota Bogor tahun 2012. Waktu penelitian mulai dari persiapan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, dan penulisan laporan dilakukan dalam jangka waktu tujuh bulan terhitung mulai bulan Februari hingga Agustus 2013.

Karakteristik

(17)

Jumlah dan Cara pengambilan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia 3-6 tahun di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Contoh penelitian adalah keluarga dengan anak usia 3-6 tahun yang tinggal di kawasan kumuh sebanyak 90 orang. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini, didapatkan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

Keterangan:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

E = nilai kritis (batas penelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi)

Berdasarkan data sekunder dari Kelurahan Sukasari, diketahui bahwa populasi keluarga yang memiliki anak 3-6 tahun di Kelurahan Sukasari adalah 686 orang. Berdasarkan jumlah populasi tersebut maka jumlah contoh minimal 87 atau dibulatkan menjadi 90 orang. Adapun kerangka penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.

Purposive

Purposive

Purposive

Propotional random sampling Kota Bogor

Kecamatan Bogor Timur

RW 05 90 keluarga RW 03

106 keluarga

n =90 orang Kelurahan Sukasari

RW 03 49 keluarga

RW 05 40 keluarga

Purposive

(18)

Jenis dan Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara langsung kepada keluarga yang menjadi contoh penelitian dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data primer yang diperoleh meliputi karakteristik keluarga contoh (besar keluarga, umur, lama pendidikan, pendapatan, pekerjaan, kepemilikan aset, kepemilikan hutang), masalah yang dialami keluarga, strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga. Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran umum lokasi penelitian. Jenis dan cara pengambilan data, variabel, skala, sumber kuesioner, serta kategori data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data

Jenis Data Variabel Skala

Rasio Berdasarkan BKKBN (2005): Kecil: < 4 orang

Sedang: 5-7 orang

Besar: ≥ 7 orang

Umur (suami, isteri) Rasio Berdasarkan Hurlock (1980): Dewasa awal: 18-40 tahun Dewasa madya: 41-60 tahun Dewasa lanjut: > 60 tahun

Lama pendidikan (suami, isteri)

Rasio Berdasarkan wajib belajar 9 tahun:

Pendapatan per kapita Rasio Berdasarkan Garis Kemiskinan Kota Bogor 1. Miskin : < Rp278 530 2. Hampir miskin : Rp278 530

– Rp417 795

3. Tidak miskin: > Rp417 795

Pekerjaan (suami, isteri)

Nominal [0] Tidak bekerja; [1]

Wiraswasta; [2] Pedagang; [3] PNS; [4] Buruh; [5]

Karyawan; [6] Jasa angkutan; [7] Ibu rumah tangga; [8] Lainnya

Kepemilikan aset Rasio Berdasarkan sebaran data

(19)

Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data

Ordinal Berdasarkan sebaran data

Diacu dan

Primer Tekanan Ekonomi Ordinal

Dikategorikan menjadi:

(20)

Data tekanan ekonomi, strategi koping, dan ketahanan keluarga dikategorikan berdasarkan skor yang dicapai. Skor yang dicapai didapatkan dari hasil perhitungan dengan rumus:

Kemudian, skor ang dicapai tersebut dimasukan ke dalam kategori kelas yang sesuai. Untuk memperoleh kategori tersebut digunakan teknik scoring dengan rumus Slamet (1993):

Data karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, umur, lama pendidikan, jenjang pendidikan, pendapatan per kapita, pekerjaan, kepemilikan aset, dan kepemilikan hutang. Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan BKKBN (2005)

menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-6 orang), dan besar (≥ 7 orang). Umur isteri dan suami dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (> 60 tahun). Lama pendidikan formal berdasarkan wajib belajar

Sembilan tahun yaitu ≤ 9 tahun dan > 9 tahun. Jenjang pendidikan dikelompokkan

menjadi 1= tidak tamat SD, 2= tamat SD, 3= tamat SMP, 4= tamat SMA, 5= PT/akademi. Pendapatan per kapita diperoleh dari penjumlahan antara pendapatan keluarga dan pendapatan hasil usaha lain selama sebulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pendapatan per kapita dilihat dengan membandingkan kepada garis kemiskinan Kota Bogor yaitu sebesar Rp278 530. Pendapatan per kapita dibagi menjadi kategori miskin (<Rp278 530), hampir miskin (Rp278 530-Rp417 794), dan tidak miskin (>Rp417 795). Kepemilikan aset dilihat dari jumlah aset yang dimiliki keluarga. Jumlah aset dinilai berdasarkan jenis aset yaitu kepemilikan rumah, lahan, bangunan, kamar mandi, kendaraan bermotor, barang elektronik, perhiasan, tabungan, dan hewan ternak. Nilai aset berupa aset yang telah diuangkan menurut harga pembelian.

Permasalahan keluarga terdiri dari masalah ekonomi, sosial, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Data permasalahan keluarga total terdiri atas 20 pertanyaan dan diberi skor 1 untuk jawaban tidak pernah, skor 2 untuk jawaban kadang-kadang, dan skor 3 untuk jawaban sering. Kemudian dihasilkan skor maksimum 60 dan skor minimum 20. Selanjutkan dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

(21)

tetap. Setiap pertanyaan pada tekanan ekonomi objektif diberi skor. Kemudian tekanan ekonomi keluarga dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.

Data strategi koping keluarga meliputi strategi koping fokus pada masalah dan strategi koping fokus pada emosi. Data strategi koping total terdiri atas 29 pertanyaan dan diberi skor 1 untuk jawaban tidak pernah, 2 untuk jawaban kadang-kadang, dan 3 untuk jawaban sering. Kemudian dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Data ketahanan keluarga terdiri atas ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis. Ketahanan keluarga diberi skor 0 untuk jawaban tidak dan skor 1 untuk jawaban ya. Ketahanan keluarga terdiri dari 70 pertanyaan dimana 22 pertanyaan ketahanan fisik, 26 ketahanan sosial, dan 22 ketahanan spikologis.

Definisi Operasional

Keluarga di wilayah kumuh adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya yang bertempat tinggal di wilayah kumuh.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga (terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya) yang tinggal dalam satu rumah.

Pendapatan per kapita keluarga adalah rata-rata penghasilan per bulan yang diperoleh dari pekerjaan utama maupun tambahan ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya yang dinilai dengan uang. Pendapatan per kapita dikategorikan menjadi miskin, hampir miskin, dan tidak miskin.

Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai ayah atau ibu dan ditandai dengan adanya tanda tamat atau ijazah.

Jumlah kepemilikan aset adalah jumlah dari keseluruhan kekayaan yang dimiliki oleh keluarga yang dapat dinilai dengan uang.

Masalah keluarga adalah berbagai masalah yang dialami keluarga yang tinggal di wilayah kumuh yang dapat memicu terjadinya stres.Masalah keluarga terdiri dari masalah ekonomi, sosial, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Tekanan ekonomi adalah ketidakmampuan keluarga di kawasan kumuh untuk

memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan papan) serta ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tambahan keluarga seperti makan bersama di luar atau rekreasi. Diukur dengan melihat ketidakstabilan pekerjaan, status pekerjaan, pendapatan per kapita, dan rasio hutang dengan aset serta persepsi terhadap situasi dan kondisi ekonomi yang dialami.

Strategi koping keluarga adalah respon perilaku dan tindakan yang dilakukan keluarga untuk memecahkan masalah yang dihadapi akibat kehidupan keluarga di kawasan kumuh. Strategi koping yang dilakukan mencakup koping yang berfokus pada masalah dan koping yang berfokus pada emosi. Ketahanan Keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola masalah

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Bogor Timur dengan luas 1 015 Ha memiliki batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Bogor Utara, sebelah timur dengan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor, sebelah barat dengan Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Bogor Tengah, dan sebelah selatan dengan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Kecamatan Bogor Timur terdiri dari enam kelurahan yaitu Kelurahan Tajur, Kelurahan Sukasari, Kelurahan Katulampa, Kelurahan Sindangsari, Kelurahan Sindarngrasa dan Kelurahan Baranangsiang. Empat kelurahan yang berada di sekitar bantaran sungai yaitu Kelurahan Baranangsiang, Katulampa, Sukasari, dan Sindangrasa.

Kelurahan Sukasari memiliki luas sekitar 48 Ha dengan suhu rata-rata 260C-270C. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Babakan Pasar, sebelah selatan dengan Kelurahan Tajur, sebelah barat dengan Kelurahan Bondongan, dan sebelah timur dengan Kelurahan Baranangsiang. Jumlah penduduk di Kelurahan Sukasari per Maret 2013 sebanyak 11 927 jiwa yang terdiri dari laki-laki 6 084 jiwa dan perempuan 5 843 jiwa. Kelurahan Sukasari memiliki jumlah kepala keluarga terbanyak yang tinggal di bantaran sungai yaitu 440 KK. Kelurahan Sukasari terdiri dari 7 RW dan 39 RT. RW 2, RW 3, dan RW 5 merupakan daerah yang paling panjang berada di bantaran sungai. Namun, hanya RW 3 dan RW 5 yang memiliki jumlah anak 3-6 tahun yang paling banyak.

Karakteristik Keluarga

Umur isteri contoh berkisar antara 21 hingga 46 tahun dengan rata-rata 32.2 tahun sedangkan umur suami berkisar antara 24 hingga 62 tahun dengan rata-rata 37.4 tahun. Berdasarkan Hurlock (1980), umur suami isteri termasuk dalam kategori dewasa awal. Lama pendidikan yang ditempuh oleh isteri paling rendah adalah 3 tahun dan tertinggi 16 tahun dengan rata-rata 9.71 tahun sedangkan suami menempuh pendidikan minimal adalah tidak sekolah dan paling tinggi selama 16 tahun dengan rata-rata 10.32 tahun (Tabel 2). Dilihat dari rata-rata lama pendidikan, suami isteri rata-rata telah menempuh pendidikan hingga tamat SMP. Jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 11 orang dengan rata-rata 4 orang. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran keluarga dalam penelitian ini rata-rata merupakan keluarga kecil (BKKBN 2005).

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga

Kategori Karakteristik Keluarga Min-Maks Rata-rata ± SD

Usia Isteri (tahun) 21 – 46 32.2 ± 5.958

Usia Suami (tahun) 24 – 62 37.4 ± 6.936

Pendidikan Isteri (tahun) 3 – 16 9.7 ± 2.915

Pendidikan Suami (tahun) 0 – 16 10.3 ± 2.941

Jumlah Anggota Keluarga (orang) 3 – 11 4.3 ± 1.314

Pendapatan Keluarga Total (Rp) 300000 – 10000000 1767888.89 ± 1445333.828 Pendidikan Per Kapita

(Rp/kapita/bulan)

54286 – 2500000 453599.42 ± 407423.794

(23)

Pendapatan total yang diterima keluarga berkisar antara Rp300 000 sampai Rp10 000 000 dengan rata-rata Rp1 767 888.89. Pendapatan per kapita keluarga berkisar antara Rp54 286 dan Rp2 500 000 dengan rata-rata Rp453 599.42 per bulan. Jika mengacu pada garis kemiskinan Kota Bogor sebesar Rp278 530 per kapita per bulan (BPS 2012), maka sebanyak 35.6 persen keluarga contoh termasuk dalam kategori miskin. Lama menikah keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 27 tahun dengan rata-rata 9.8 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini rata-rata keluarga telah menikah lebih dari 9 tahun.

Kepemilikan Rumah

Berdasarkan Tabel 3 lebih dari separuh contoh (52.2%) memiliki rumah dengan status milik orang tua. Rumah milik orang tua tersebut disekat-sekat untuk ditempati masing-masing anggota keluarga yang telah berkeluarga.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan rumah

Kategori Kepemilikan Rumah Persentase (%)

Sendiri 28.9

Orang tua 52.2

Sewa 18.9

Total 100

Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4, lebih dari satu per empat (27.8%) suami bekerja sebagai karyawan dan terdapat 1.1 persen suami tidak bekerja dan hampir seluruh isteri (90%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Pada isteri yang bekerja, jenis pekerjaan yang dilakukan adalah pedagang (3.3%), buruh (3.3%), dan PNS (2.2%).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan suami isteri

Kategori Pekerjaan Suami Isteri

% %

Tidak Bekerja 1.1 0

Wiraswasta 11.1 0

Pedagang 8.9 3.3

PNS 2.2 2.2

Buruh 21.1 3.3

Karyawan 27.8 1.1

Jasa Angkutan 18.9 0

Ibu Rumah Tangga 0 90

Lainnya 8.9 0

Total 100 100

Masalah Keluarga

(24)

tidak turut aktif dalam masyarakat (45.6%). Lebih dari separuh (66.7%) keluarga contoh mengalami masalah pangan pada kategori tinggi. Hal ini disebabkan keluarga tidak makan menu makanan lengkap setiap hari (52.2%) dan sering membatasi jumlah pangan yang dibeli untuk keperluan sehari-hari (41.1%).

Pada masalah pendidikan, lebih dari tiga per empat (78.9%) keluarga contoh mengalaminya pada kategori rendah. Hal ini diduga karena lebih dari dua per tiga (67.8%) keluarga contoh merupakan keluarga kecil dan banyak ditemukan keluarga yang tidak memiliki anak usia sekolah sehingga masalah pendidikan tidak terlalu menjadi beban untuk keluarga. Masalah kesehatan yang dialami keluarga contoh berada pada kategori sedang (72.2%). Hal ini dikarenakan meskipun keluarga contoh tinggal di kawasan kumuh namun keluarga sering memanfaatkan fasilitas kesehatan (puskesmas) jika ada anggota keluarga yang sakit (58.9%). Secara keseluruhan, hampir seluruh keluarga contoh mengalami masalah keluarga total termasuk pada kategori sedang (94.4%). Hal ini diduga karena kondisi keluarga contoh yang lebih dari separuhnya (67.8%) termasuk keluarga kecil sehingga keluarga memiliki tanggungan yang kecil dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan masalah yang dihadapi keluarga Kategori Masalah

Keluarga

Persentase (%)

Ekonomi Sosial Pangan Pendidikan Kesehatan Total Rendah (0-33.3) 2.2 22.2 0 78.9 24.4 0 Sedang (33.4-66.7) 67.8 76.7 66.7 13.3 72.2 94.4 Tinggi (66.8-100) 30 1.1 33.3 7.8 3.3 5.6 Total 100 100 100 100 100 100

Tekanan Ekonomi Keluarga

(25)

Sebagian besar contoh (95.6%) tidak mengalami kehilangan pekerjaan atau PHK. Keluarga contoh yang mengalami PHK hanya sebanyak 3.3 persen. Berdasarkan status kerja, lebih dari tiga per empat contoh (77.8%) berstatus kerja tetap dan hampir satu per empat contoh (21.1%) berstatus kerja tidak tetap. Status kerja tidak tetap keluarga contoh adalah jenis pekerjaan seperti buruh. Hanya ada 1.1 persen keluarga contoh yang tidak bekerja.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan dimensi tekanan ekonomi

Rasio Hutang dan Asset Persentase (%)

Tidak Berhutang 30

< 50% 37.8

≥ 50% 32.2

Total 100

Pendapatan Per Kapita Persentase (%)

Tidak Miskin 35.6

Hampir Miskin 28.9

Miskin 35.6

Total 100

Hilang Kerja Persentase (%)

Tidak PHK 95.6

PHK 3.3

Tidak Bekerja 1.1

Total 100

Status Kerja Persentase (%)

Tetap 77.8

Tidak Tetap 21.1

Tidak Bekerja 1.1

Total 100

Tekanan ekonomi keluarga juga dinilai berdasarkan persepsi diri terhadap situasi dan keadaan ekonomi keluarga. Berdasarkan persepsi tersebut, lebih dari separuh (61.1%) keluarga contoh mengalami tekanan ekonomi dalam kategori tinggi. Hal ini disebabkan karena keluarga contoh kadang-kadang merasa tidak puas dengan penghasilan keluarga (43.3%), merasa membutuhkan bantuan keuangan dari orang tua (42.2%), merasakan ketidakmampuan dalam mencukupi kebutuhan hidup (45.6%) sehingga berpikir untuk mencari pekerjaan tambahan (60%), merasa pengeluaran lebih besar dari pendapatan (62.2%), belum mampu untuk membeli rumah (65.6%) dan memberikan rumah yang layak (57.8%), dan sering merasa tidak leluasa untuk memenuhi kebutuhan tambahan seperti makan diluar rumah (56.7%), rekreasi (44.4%), dan membeli alat permainan untuk anak (38.9%).

(26)

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori tekanan ekonomi keluarga Kategori Tekanan Ekonomi Keluarga Persentase (%)

Rendah (0-33.3) 0

Sedang (33.4-66.7) 47.8

Tinggi (66.8-100) 52.2

Total 100

Strategi Koping Koping Fokus pada Masalah

Berdasarkan Tabel 8, lebih dari tiga perempat (75.66%) keluarga contoh melakukan koping fokus pada masalah termasuk dalam kategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa belum maksimalnya upaya yang dilakukan keluarga untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi yang disebabkan karena terbatasnya sumberdaya yang dimiliki keluarga. Koping fokus pada masalah yang telah dilakukan diantaranya membuat perencanaan masa depan (48.9%), mengubah kebiasaan menjadi lebih baik (37.8%), mengungkapkan emosi yang dirasakan (52.2%), dan menerima simpati dari orang lain (44.4%). Empat per lima (80%) keluarga tidak berani mengambil kesempatan dengan resiko yang besar. Lebih dari separuh (53.3%) keluarga contoh tidak pernah menjual aset yang dimilikinya dan jarang mencari pinjaman (43.3%). Keluarga contoh pun berusaha untuk meminta nasihat (37.8%), bercerita atau mencari dukungan sosial lainnya dalam menyelesaikan masalah (32.2%). Menurut Tchombe et al. (2012), dalam menyelesaikan masalah yang terjadi, individu akan mengandalkan hubungan sosial dan jaringan kekeluargaan serta berusaha keras untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada masalah Kategori Koping Fokus pada Masalah Persentase (%)

Rendah (0-33.3) 0

Sedang (33.4-66.7) 75.66

Tinggi (66.8-100) 24.4

Total 100

Koping Fokus pada Emosi

(27)

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada emosi Kategori Koping Fokus pada Emosi Persentase (%)

Rendah (0-33.3) 0

Sedang (33.4-66.7) 7.8

Tinggi (66.8-100) 92.2

Total 100

Berdasarkan Tabel 10, strategi koping total yang dilakukan keluarga contoh termasuk dalam kategori tinggi (80%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga contoh mampu melakukan strategi koping total dengan maksimal dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Keluarga contoh lebih memaksimalkan koping fokus pada emosi dibandingkan koping fokus pada masalah.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori strategi koping total

Kategori Strategi Koping %

Rendah (0-33.3) 0

Sedang (33.4-66.7) 20

Tinggi (66.8-100) 80

Total 100

Ketahanan Keluarga Ketahanan Fisik

Berdasarkan Tabel 11, hampir separuh keluarga contoh (48.9%) memiliki ketahanan fisik yang sedang. Ketahanan fisik keluarga yang termasuk kategori sedang terjadi diduga karena meskipun keluarga memiliki pendapatan per kapita (62.2%), memiliki jamkesmas untuk pengobatan (57.8%), mampu membeli pakaian minimal satu potong setahun (95.6%), tetapi keluarga contoh tidak memiliki rumah (70%), tanah (75.6%), dan pekarangan rumah sendiri (88.9%), mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan papan (63.3%), mengalami kesulitan keuangan (68.9%), dan luas rumah kurang dari 7m per orang (58.9%). Frekuensi makan keluarga contoh pun kurang dari tiga kali dalam sehari (51.1%). Hal ini dikarenakan keluarga telah terbiasa untuk makan kurang dari tiga kali dalam sehari.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan fisik Kategori Ketahanan Fisik Persentase (%)

Rendah (0-33.3) 35.6

Sedang (33.4-66.7) 48.9

Tinggi (66.8-100) 15.6

Total 100

Ketahanan Sosial

(28)

(58.9%) menempuh pendidikan normal lebih dari 9 tahun. Keluarga memiliki cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai (78.9%). Dalam merencanakan sesuatu dan mengambil keputusan, keluarga selalu bermusyawarah (86.7%) dan melakukan diskusi (84.4%). Keluarga tidak memiliki waktu khusus untuk berkumpul setiap hari (83.3%), tetapi keluarga selalu berkomunikasi setiap hari (66.7%) terutama saat mau tidur (63.3%) dan menonton televisi (82.2%). Lebih dari empat perlima (87.8%) keluarga contoh tidak terdapat pembagian peran yang jelas di dalam keluarga. Seluruh keluarga contoh (100%) meyakini bahwa keutuhan keluarga, mengurus anak, dan pekerjaan suami merupakan hal yang penting.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan sosial Kategori Ketahanan Sosial Persentase (%)

Rendah (0-33.3) 1.1

Sedang (33.4-66.7) 24.4

Tinggi (66.8-100) 74.4

Total 100

Ketahanan Psikologis

Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh keluarga contoh (60%) memiliki ketahanan psikologis yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan keluarga memiliki kecemasan terhadap kehidupan di masa depan (70%), sering merasa kesal pada diri sendiri karena merasa tidak berdaya (58.9%), memiliki rasa kesal pada suami (64.4%), dan perasaan tidak puas terhadap pendapatan (62.2%) dan rumah yang dimiliki (65.6%). Selain itu, keluarga memendam rasa marah kepada suami (75.6%) dan keluarga besar (82.2%) serta rasa bersalah dalam mengasuh anak (64.4%). Lebih dari separuh (57.8%) ibu merasa belum menjadi tetangga yang baik. Ibu juga merasa belum menjadi isteri yang baik (70%), orang tua yang baik (72.2%), dan insan beragama yang baik (76.7%).

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan psikologis Kategori Ketahanan Psikologis Persentase (%)

Rendah (0-33.3) 12.2

Sedang (33.4-66.7) 60

Tinggi (66.8-100) 27.8

Total 100

Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa ketahanan keluarga total keluarga contoh termasuk dalam kategori sedang (75.6%). Sisanya adalah sebesar 23.3 persen keluarga contoh memiiki ketahanan keluarga total dalam kategori tinggi dan hanya 1.1 persen yang termasuk kategori rendah.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan keluarga total Kategori Ketahanan Keluarga Persentase (%)

Rendah (0-33.3) 1.1

Sedang (33.4-66.7) 75.6

Tinggi (66.8-100) 23.3

(29)

Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Masalah Keluarga, Tekanan Ekonomi, Strategi Koping dengan Ketahanan Keluarga

Pada Tabel 15 menunjukkan hasil uji korelasi yang disusun dengan mengikuti alur sistem yang terdiri atas dimensi input (materi dan sumber daya), proses, dan output (ketahanan keluarga). Pada dimensi input sumber daya keluarga menunjukkan bahwa usia suami memiliki hubungan positif yang signifikan dengan ketahanan psikologis. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi usia suami maka akan semakin meningkatkan ketahanan psikologis keluarga. Usia suami yang semakin tua diduga akan semakin bijaksana dalam menilai permasalahan yang dihadapi. Pendidikan isteri dan pendidikan suami memiliki hubungan positif yang signifikan dengan ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan isteri dan suami maka ketahanan keluarga akan semakin baik terutama ketahanan fisik dan sosial keluarga. Keluarga yang memiliki pendidikan yang baik akan memudahkan keluarga untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan pendapatan yang besar. Penelitian Ginanjarsari (2010) juga menunjukkan bahwa ketahanan sosial dan fisik memiliki hubungan positif dengan pendidikan suami dan isteri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berhubungan negatif yang signifikan dengan ketahanan keluarga terutama ketahanan fisik. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan ketahanan keluarga akan semakin rendah terutama ketahanan fisik keluarga.

Dimensi input materi keluarga menunjukkan bahwa pendapatan per kapita memiliki hubungan posistif yang signifikan dengan ketahanan fisik, psikologis, dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita keluarga maka ketahanan keluarga akan semakin baik terutama ketahanan fisik dan psikologisnya. Sesuai dengan penelitian Sholihah (2013) bahwa pendapatan per kapita memiliki hubungan positif dengan ketahanan keluarga. Menurut Sunarti (2001), pendapatan per kapita yang melebihi kebutuhan fisik minimum merupakan salah satu indikator yang harus dimiliki keluarga untuk mencapai ketahanan fisik yang baik. Kepemilikan aset memiliki hubungan yang positif dengan ketahanan fisik dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah aset yang dimiliki keluarga maka ketahanan keluarga akan semakin baik terutama ketahanan fisik keluarga.

Dimensi proses terdiri dari masalah keluarga, tekanan ekonomi,dan strategi koping keluarga. Berdasarkan uji korelasi, masalah keluarga memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan ketahanan fisik, psikologis, dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin banyak masalah yang dihadapi keluarga maka ketahanan keluarganya semakin rendah terutama ketahanan fisik dan psikologis keluarga. Dalam hubungan tekanan ekonomi keluarga dan ketahanan keluarga, tekanan ekonomi keluarga memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan ketahanan fisik, psikologis, dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tekanan ekonomi yang dialami keluarga maka ketahanan keluarga akan semakin rendah terutama ketahanan fisik dan psikologis keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian Okech et al. (2012) bahwa tekanan ekonomi memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan ketahanan keluarga.

(30)

ketahanan keluarga total. Selain itu, strategi koping total juga memiliki hubungan positif yang signifikan dengan ketahanan sosial dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin maksimal strategi koping total yang dilakukan keluarga baik fokus pada masalah ataupun fokus pada emosi akan meningkatkan ketahanan keluarga total terutama ketahanan sosial. Menurut Sunarti (2001), keluarga akan memiliki ketahanan sosial yang baik apabila keluarga memiliki sumber daya non fisik yang baik dan memiliki mekanisme penanggulangan masalah (strategi koping) yang baik.

Tabel 15 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga, masalah keluarga, tekanan ekonomi, strategi koping dengan ketahanan keluarga

Dimensi Variabel Ketahanan Keluarga

Fisik Sosial Psikologis Total

Input Sumber Daya

Kepemilikan Hutang 0.114 -0.010 -0.112 -0.013

Kepemilikan Asset 0.420** 0.123 0.080 0.284**

Ket: **=Korelasi signifikan pada p<0.01 , *=Korelasi signifikan pada p<0.05

Pengaruh Karakteristik Keluarga, Tekanan Ekonomi, dan Strategi Koping terhadap Ketahanan Keluarga

Hasil uji regresi linear pada Tabel 16 menunjukkan bahwa hasil Adjusted R2 sebesar 0.483. Hal ini berarti sebanyak 48.3 persen ketahanan keluarga dipengaruhi oleh tekanan ekonomi, dan strategi koping. Sisanya sebesar 51.7 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian.

(31)

Tabel 16 Sebaran koefisien regresi karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi koping terhadap ketahanan keluarga

Variabel

Ketahanan Keluarga

β

Unstandardized

β

Standardized

Sig.

Konstanta 41.562

Usia Isteri (tahun) 0.107 0.075 0.529

Usia Suami (tahun) 0.012 0.010 0.923

Pendidikan Isteri (tahun) 0.135 0.047 0.669

Pendidikan Suami (tahun) 0.243 0.084 0.401

Lama Menikah (tahun) 0.275 0.171 0.246

Jumlah Anggota Keluarga (orang) -0.971 -0.151 0.154

Pendapatan Per Kapita (Rp/kapita/bulan) -1.735E-6 -0.084 0.432

Tekanan Ekonomi Keluarga (skor) -1.229 -0.649 0.000**

Strategi Koping (skor) 0.316 0.201 0.014*

Adj R2 0.483

F 10.226

Sig 0.000

Pembahasan Umum

Masalah keluarga muncul dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki keluarga (Nasikun 1995 dalam Herawati et al. 2012). Adanya masalah ekonomi dalam keluarga menimbulkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Secara umum, masalah yang dialami keluarga berada pada kategori sedang. Hanya masalah pendidikan yang berada pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan lebih dari separuh keluarga termasuk keluarga kecil sehingga banyak ditemukan keluarga yang belum memiliki anak usia sekolah. Oleh karena itu masalah pendidikan belum menjadi beban untuk keluarga. Masalah yang paling sering dialami keluarga adalah masalah pangan. Hal ini diduga karena lebih dari sepertiga keluarga contoh makan dengan frekuensi kurang dari tiga kali dalam sehari dan sering membatasi jumlah pangan yang dibeli dan lebih dari separuh keluarga tidak pernah makan dengan menu makanan lengkap.

(32)

besar jumlah anggota keluarga maka akan meningkatkan tekanan ekonomi keluarga.

Tekanan ekonomi keluarga termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan meskipun keluarga memiliki pendapatan dan kepala keluarga memiliki pekerjaan yang tetap namun keluarga memiliki persepsi terhadap kondisi ekonominya. Keluarga sering merasa tidak puas dengan penghasilan keluarga, merasakan ketidakmampuan dalam mencukupi kebutuhan hidup, belum mampu untuk membeli rumah yang layak, dan sering merasa tidak leluasa untuk memenuhi kebutuhan tambahan seperti makan diluar rumah, rekreasi, dan membeli alat permainan untuk anak. Menurut Fox dan Bartholomae (2000), kemampuan keluarga dalam mengatasi tekanan ekonomi dipengaruhi oleh bagaimana keluarga mendefinisikan kondisi ekonomi mereka. Tekanan ekonomi yang terus menerus dirasakan keluarga akan meningkatkan kadar kemarahan, depresi, kecemasan, rendahnya kesehatan fisik, dan menurunkan kualitas hubungan.

Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa keluarga telah memaksimalkan strategi koping keluarga dalam menyelesaikan masalah. Meskipun koping fokus pada masalah belum dapat dilakukan secara maksimal oleh keluarga dalam menyelesaikan masalah namun koping fokus pada emosi dilakukan keluarga secara maksimal. Keberhasilan mengatasi permasalahan yang dihadapi keluarga bergantung pada penilaian individu terhadap masalah tersebut. Lazarus (1993) mengatakan bahwa koping fokus pada masalah akan dilakukan jika individu merasa bahwa sumber daya yang dimiliki dapat mengubah situasi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Koping fokus pada emosi cenderung dilakukan bila individu merasa tidak dapat mengubah situasi dan hanya dapat menerima situasi tersebut. Menurut Mardiharini (2001), faktor yang berpengaruh pada pemilihan strategi koping yang dilakukan keluarga adalah jumlah anggota keluarga dan tingkat pendapatan.

Hasil penelitian ini menunjukkan kategori ketahanan fisik masih rendah karena lebih dari satu pertiga keluarga memiliki ketahanan fisik yang berada pada kategori sedang dan rendah. Menurut Sunarti (2001), ketahanan fisik sangat berkaitan dengan kesejahteraan fisik keluarga dan kemampuan ekonomi keluarga. Keluarga dinilai memiliki ketahanan fisik yang baik apabila minimal ada satu orang dalam keluarga yang bekerja dan memperoleh sumber daya ekonomi melebihi kebutuhan fisik minimum dan atau pendapatan per kapita melebihi kebutuhan fisik minimum. Hampir tiga perempat keluarga memiliki ketahanan sosial yang tinggi. Keluarga menjalin hubungan yang baik dan kuat dalam keluarga dan masyarakat serta tingginya rasa saling menghargai dalam keluarga. Menurut Sunarti (2001), keluarga akan memiliki ketahanan sosial yang tinggi jika memiliki sumber daya non fisik yang baik, memiliki mekanisme penanggulangan masalah yang baik untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Kusumo dan Simanjuntak (2009) mengatakan keluarga yang berpenghasilan rendah tidak akan merasa puas dengan sumber daya fisik karena kebutuhan tidak terpenuhi, tetapi keluarga akan puas dengan sumber daya non fisik.

(33)

kesulitan dalam mengasuh anak dan memiliki perasaan kesal terhadap suami dan diri sendiri. Lebih dari tiga perempat keluarga mengaku selalu cemas terhadap kehidupan di masa depan. Menurut Sunarti (2001), keluarga memiliki ketahanan psikologis yang baik apabila dalam menghadapi masalah-masalah yang bersifat non fisik, keluarga memiliki kemampuan dalam mengelola emosi dan konsep diri yang baik. Oleh karena itu, anggota keluarga yang memiliki konsep diri dan emosi yang positif menjadi indikator dari ketahanan psikologis.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi usia suami akan meningkatkan ketahanan psikologis keluarga. Menurut Hastuti (2008), semakin muda usia orang tua akan semakin renta terhadap adanya tantangan dalam kehidupan keluarga. Semakin meningkatnya usia suami memungkinkan suami dapat lebih bersikap bijaksana dalam menghadapi masalah keluarga. Haylip dan Panek (1989) dalam Khasanah (2011) menyebutkan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang maka akan semakin besar kemungkinan individu untuk lebih mengasumsikan suatu keadaan yang penuh tekanan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan baik sehingga usia juga merupakan faktor penting dalam melakukan startegi koping.

Pendidikan suami isteri, pendapatan total, pendapatan per kapita, dan kepemilikan aset berhubungan positif signifikan dengan ketahanan keluarga. Semakin tinggi pendidikan suami isteri memungkinkan keluarga mendapatkan pekerjaan yang baik sehingga meningkatkan pendapatan per kapita keluarga. Dengan demikian, aset yang yang dimiliki keluarga akan semakin banyak sehingga akan semakin meningkatkan ketahanan keluarga baik fisik, sosial, maupun psikologis. Penelitian Ginanjarsari (2010) menunjukkan bahwa ketahanan sosial dan fisik keluarga akan semakin meningkat seiring dengan tingginya pendidikan suami dan isteri. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2000), tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara dan pola berpikir, persepsi, dan kepribadian seseorang. Semakin tinggi pendidikan memungkinan seseorang memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang baik semakin besar. Khomsan (2007) dalam Khasanah (2011) menyatakan bahwa adanya pekerjaan yang dimiliki keluarga maka memungkinkan pendapatan keluarga pun akan terjamin.

Jumlah anggota keluarga yang semakin banyak akan menurunkan ketahanan keluarga terutama ketahanan fisik. Hal ini disebabkan karena semakin banyak anggota keluarga maka tekanan ekonomi yang dialami keluarga semakin tinggi (Firdaus dan Sunarti 2009). Masalah keluarga dan tekanan ekonomi yang dihadapi keluarga semakin besar, akan menurunkan ketahanan keluarga terutama pada ketahanan fisik dan psikologis. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Okech et al. (2012) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi tekanan ekonomi keluarga maka ketahanan keluarga akan semakin rendah.

(34)

Pada strategi koping keluarga, semakin maksimal strategi koping yang dilakukan keluarga akan meningkatkan ketahanan keluarga terutama ketahanan psikologisnya. Strategi koping merupakan tindakan yang terbukti dapat mengurangi stress pada keluarga dan dampaknya pada fungsi fisik dan psikologis keluarga (Lazarus 1999 dalam Beasley et al. 2003). Keluarga yang mengalami tekanan ekonomi keluarga yang tinggi akan memiliki ketahanan keluarga yang lebih rendah. Ketahanan keluarga akan meningkat jika keluarga mampu melakukan strategi koping secara maksimal. Menurut Elder et al. (1994), keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup akan berusaha untuk mengurangi tekanan ekonomi dengan menggunakan satu atau lebih dari strategi koping. Hal itu dapat dilakukan dengan mengurangi kebutuhan atau permintaan atau dengan meningkatkan pendapatan keluarga melalui menerima beberapa pekerjaan atau mencari pekerjaan tambahan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rata-rata usia suami dan isteri berada dalam kategori dewasa awal. Pendidikan yang ditempuh suami isteri adalah hingga tamat SMP. Keluarga merupakan keluarga kecil dan rata-rata pendapatan per kapita per bulan sebesar Rp453 599.42. Secara keseluruhan, masalah yang dialami keluarga berada pada kategori sedang dan lebih dari separuh keluarga mengalami tekanan ekonomi yang tinggi. Dalam menyelesaikan masalah, koping fokus pada emosi lebih dilakukan secara maksimal dibandingkan fokus pada masalah. Ketahanan fisik dan piskologis keluarga berada pada kategori sedang dan ketahanan sosial pada kategori tinggi. Ketahanan keluarga total berada pada kategori sedang.

Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga (pendidikan isteri, pendidikan suami, pendapatan total, pendapatan per kapita, kepemilikan aset), masalah keluarga, tekanan ekonomi, strategi koping baik fokus pada masalah dan emosi dengan ketahanan keluarga. Semakin tinggi pendidikan suami isteri, semakin tinggi pendapatan per kapita yang dimiliki keluarga, semakin banyak aset yang dimiliki, semakin tinggi strategi koping baik fokus pada masalah dan emosi maka ketahanan keluarga akan semakin tinggi; semakin rendah masalah yang dihadapi keluarga, semakin rendah tekanan ekonomi keluarga, maka akan semakin tinggi ketahanan keluarga. Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa ketahanan keluarga dipengaruhi oleh tekanan ekonomi dan strategi koping.

Saran

(35)

mengenai ketahanan keluarga dengan karakteristik tempat dan tahapan keluarga yang berbeda serta populasi keluarga yang lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Adianti G. 2005. Analisis faktor–faktor yang mempengaruhi kemiskinan di DKI Jakarta (Studi komparatif di pemukiman kumuh dan tidak kumuh) [Tesis]. Bogor (ID): Instritut Pertanian Bogor.

Aytec IkA, Rankin BH. 2005. Economic crisis and family distress in Turkey: Findings from the work and family life under sege study [Internet]. [Diunduh pada 4 April 2013]. Tersedia pada: http://citation.allacademic.com//meta/p_mla_apa_research_citation/0/2/2/4/5 /pages22457/p22457-1.php

Beasley M, Thompson T, Davidson J. 2003. Resilience in response to life stress: the effects of coping style and cognitive hardiness. Personality and Individual Differences. 34:77-95.

Bhana A, Bachoo S. 2011. The determinants of family resilience among families in low-andmiddle-income contexts: a systematic literature review. South African Journal of Psychology. 41(2): 131-139.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1978. Program Nasional Keluarga Berencana dalam Grafik dan Gambar. Jakarta (ID): BKKBN.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID); Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2012. Kota Bogor dalam Angka 2012 . Bogor (ID): Badan Pusat Statistik.

Conger RD, Elder GHJr. 1994. Families in troubled times: The Lowa Youth and Family Project. In R.D. Conger & G.H. Elder Jr. (Eds), Families in trouble times: Adapting to change in rural America (3-16). Hawthorne (NY): Aldine de Gruyter.

Crosnoe R, Mistry RS, Elder GHJr. 2002. Economic disadvantage, family dynamics, and adolescent enrollment inhigher education [abstrak]. Journal of Marriage and Family. 64: 690-702.

Elder GHJr, Conger RD, Foster EM, Ardelt M. 1992. Families under economic pressure. Journal of Family Issues. 13(1): 5-37.

Elder GHJr, Robertson EB, Ardelt M. 1994. Family under economic pressure. Di dalam: R.D. Conger & G.H. Elder Jr. Families in Trouble Times: Adapting to Change in Rural America. Hawthorne (NY): Aldine de Gruyter. 79-103. Firdaus, Sunarti E. 2009. Hubungan antara tekanan ekonomi dan mekanisme

koping dengan kesejahteraan keluarga wanita pemetik teh. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2 (1): 21-31.

Fitriani. 2010. Kajian modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan keluarga nelayan di daerah rawan bencana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(36)

encounter outcomes. Journal of Personality and Social Psychology. 50(5): 992-1003.

Fox JJ, Bartholomae S. 2000. Families and individuals coping with financial stress. Di dalam: McKency PC & Price SJ. Families and Change:Coping with Stressful Events and Transition. California (US): Sage Publication, Inc. 250-271

Friedman. 1998. Family Nursing, Theory and Practice (3rd ed). Applenton & Lange, California.

Ginanjarsari G. 2010. Hubungan antara tipologi keluarga dengan komponen ketahanan keluarga pada keluarga miskin dan tidak miskin [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gunarsa SD, Gunarsa Y. 1991. Psikologis Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta (ID): BPK Gunung Mulia.

Hariyanto A. 2010. Strategi penanganan kawasan kumuh sebagai upaya menciptakan lingkungan perumahan dan pemukiman yang sehat (Contoh kasus: Kota Palangkaraya). Jurnal PWK Unisba: 11-37.

Hartoyo. 2009. Pemberdayaan Ekonomi Keluarga dalam Rangka Peningkatan Ketahanan Keluarga. Di dalam: Sunarti E, editor. Naskah Akademis Pengembangan Model Ecovillage: Pembangunan Kawasan Perdesaan serta Peningkatan Sumbangan Pertanian bagi Peningkatan Kualitas Hidup Penduduk Perdesaan. Bogor (ID): LPPM IPB.

Hastuti D. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia.

Herawati T. 2011. Kajian manajemen sumberdaya keluarga dan ketahanan keluarga peserta pemberdayaan masyarakat di pedesaan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

_________, Krisnatuti D, Rukmayanti IY. 2012. Dukungan sosial dan ketahanan keluarga peserta dan bukan peserta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 5(1): 1-10.

Hernawati N, Sukandar D, Khomsan A. 2011. Studi ketahanan pangan dan coping mechanism rumah tangga di daerah kumuh. Bogor (ID): LPPM.

Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta (ID): Erlangga.

Khasanah NN. 2011. Permasalahan, kelentingan, dan strategi koping keluarga koran bencana longsor di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Khomsan A. 2007. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor.

Krysan M, Moore KA, Zill N. 1990. Reseacrh on succesful families. a report on a conference sponsored by the office of the assistant secretary for planning and evaluation [catatan penelitian]. U.S. Department of health and human services.

Kusumo RAB, Simanjuntak M. 2009. Tingkat kepuasan keluarga berpendapatan rendah terhadap sumber daya yang dimiliki. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2:122-136.

(37)

Lazarus RS. 1993. From psychological stress to the emotions: a history of changing outlooks [Annual Review]. Annual Review Psychology. 44:1-21. _________. 1999. Stress and Emotion: a new synthesis. New York (US): Spinger. Mardiharini. 2001. Family-coping strategies in maintaining welfare during the

economic crisis in Indonesia: a case study in rural and urban areas in Bogor, West Java, Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 23 (1): 54-70 [internet]. [Diunduh 5 Maret 2013]. Tersedia pada: www.litbang.deptan.com.

Maryam S. 2007. Strategi koping keluarga yang terkena musibah gempa dan tsunami di provinsi Nangroe Aceh Darussalam [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

McCubbin HI, Peterson JM. 1980. Family inventory of live events and change. In H.I. McCubbin & A.I. Thompson, Family Assesment Inventories for Research and Practice. USA (US): University of Wisconsin.

Nasikun. 1995. Kemiskinan di Indonesia Menurun, dalam Perangkap Kemiskinan, Problem dan Strategi Pengentasannya.

Okech D, Howard WJ, Mauldin T, Mimura Y, Kim Jungkhyn. 2012. The effect of economic pressure on the resilience and strengths of living in extreme poverty [abstrak]. Journal of Poverty. 16 (4).

Putro JD. 2011. Penataan kawasan kumuh pinggiran sungai di Kecamatan Sungai Raya. Jurnal Teknik Sipil Untan. 11 (1).

Rachmawati A. 2010. Strategi koping dan fakor–faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif pada keluarga penerima program keluarga harapan (PKH) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[RPJP]Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2010-2025 (ID)

Sholihah FV. 2013. Manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga lanjut usia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Publisher.

Slamet JS. 1996. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Sunarti E. 2001. Ketahanan keluarga dan pengaruhnya terhadap kualitas kehamilan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

________, Hidayat S, Megawangi R, Hardinsyah, Saefuddin A, Husaini. 2003. Perumusan ukuran ketahanan keluarga. Media Gizi dan Keluarga. 27 (1): 1-11.

________. 2008. Peningkatanan ketahanan keluarga dan kualitas pengasuhan unuk meningkatkan status gizi anak usia dini. Media Gizi dan keluarga. 32 (2): 65-72.

Suparlan P. 1984. Kemiskinan di Perkotaan. Yogyakarta (ID): Sinar Harapan dan Yayasan Obor Indonesia.

Tati. 2004. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial, dan kualitas perkawinan terhadap pengasuhan anak [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(38)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kajian Penelitian Terdahulu

Penulis Tahun Judul Hasil

Michaela Robila, Ambika Krishnakumar

2005 Effects of Economic Pressure on Marital Conflict in Romania

- Temuan hasil ini sama dengan hasil sample dari Republik Ceko (Hraba et al.2000) dan US yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya tekanan ekonomi, tingkat depresi pun semakin meningkat.

- Tekanan ekonomi juga berhubungan dengan dukungan sosial. Menurut Lorentz et al. 1994, orang yang dihadapkan dengan tekanan ekonomi akan menarik diri dari keluarga dan teman-teman.

- Ketika menghadapi kesulitan ekonomi, ibu merasakan kekurangan dukungan emosional dan finansial dari keluarga dan teman-teman. - Tekanan ekonomi memiliki dampak

pada fungsi keluarga.

2012 Psychological undertones of family poverty in rural communities in Cameroon: resilience and coping strategies

Keluarga yang miskin tidak memiliki akses pada pekerjaan yang stabil, pendidikan yang berkualitas. Anak-anak hanya lulus SD dan banyak yang putus sekolah. Kemiskinan

menimbulkan stress yang cukup besar untuk keluarga dan anak-anak (Bell 1990). Kemiskinan juga menyebabkan trauma bagi keluarga, depresi, rendahnya kondisi social seperti kesulitan ekonomi, gaya hidup yg standar, pengalaman rendah, kelaparan, timbulnya penyakit. Kelaparan akibat kemiskinan memaksa banyak orang putus asa, menjadi tenaga prostitusi anak, dan bermigrasi.

Penduduk desa menggantungkan pada hubungan sosial dan jaringan

kekeluargaan. Dalam menyelesaikan masalah, mereka pun bekerja keras untuk memperbaiki diri meeka sendiri. Masyarakat bergantung pada social-budaya dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

Firdaus, Sunarti E.

2009 Hubungan antara Tekanan Ekonomi dan Mekanisme Koping dengan Kesejahteraan Keluarga Wanita Pemetik Teh

- Terdapat hubungan antara tekanan ekonomi objektif dengan usia contoh, usia suami, dan pendidikan suami. Pendidikan yang tinggi

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan
Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh
Tabel 1  Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data
Tabel 1  Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data (Lanjutan)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan dari penelitian tindakan kelas siklus I pertemuan 1 adalah sebagai berikut; Pelaksanaan pembelajaran kooperatif; Guru melakukan tahapan-tahapan pada

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa kualitas petugas pelayanan dalam melayani masyarakat sudah cukup baik hal ini di lihat dari

Komering Ulu Timur, Kabupaten Lebong, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Pringsewu, Kota Bandar Lampung, Kota Cilegon, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Purworejo,

Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan bagaimana prinsip dan alasan yang menjadi dasar bagi bank sebelum melakukan perikatan dengan asuransi, bagaimana

“Mengenai strategi pembelajaran yang akan digunakan oleh guru - guru MA Salafiyah Ahmad Said Kirig Mejobo Kudus, saya selaku Kepala Madrasah memberikan wewenang penuh

NAMA PENERIMA ALAMAT JUMLAH.. BADAN PENGELOLAAN

Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan

Accordingly, you can instruct Photoshop to turn off color manage- ment for working spaces by selecting Off, choose Preserve Embedded Profiles to not affect a color conversion,