• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER YANG MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER YANG MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN PENELITIAN

PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER

YANG MENGAKIBATKAN

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENELITI

I PUTU RASMADI ARSHA PUTRA, SH., MH

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)

iii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, kerena

berkat Anugrahnya sehingga pelaksanaan kegiatan penelitian dapat terlaksana dengan lancar

dan semstinya sesuai dengan rencana dan jadwal yang telah ditetapkan.

Hasil penelitian ini, dituangkan dalam bentuk laporan yang Berjudul

“PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER YANG MENGAKIBATKAN

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT” Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dn kerjasama dari para pihak diantaranya :

1. Tim Peneliti yang telah meluangkan banyak waktu dalam pelaksanaan penelitian

ini.

2. Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini, yang

tidak dapat diungkapkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa kegiatan dan laporan Penelitian ini jauh dari sempurna, akan

tetapi diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik kalangan

akademis maupun praktisi yang mempunyai perhatian terhadap permasalahan yang dikaji

dalam penelitian ini.

Denpasar, Agustus 2015

(4)

iv DAFTAR ISI

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ……….. ……… ii

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR ISI ………. iv

I. PENDAHULUAN ..……….……….. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 5

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ……….……… 9

IV. METODE PENELITIAN ………... 10

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 12

(5)

v

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sebagai lembaga pengemban amanat UU No 5 tahun 1999, KPPU berkewajiban untuk memastikan terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif di Indonesia. Untuk tujuan tersebut KPPU periode pertama (2000-2005) telah meletakan lima program utama, yakni pengembangan penegakan hukum, pengembangan kebijakan persaingan, pengembangan komunikasi, pengembangan kelembagaan dan pengembangan sistem informasi. Dalam periode 2006-2011 kelima program tersebut tetap menjadi program KPPU, tetapi penekananan lebih dilakukan terhadap dua fungsi utama KPPU yaitu melakukan penegakan hukum persaingan dan memberikan saran pertimbangan kepada pemerintah terkait dengan kebijakan yang berpotensi bertentangan dengan UU No 5 tahun 1999.

Fungsi penegakan hukum bertujuan untuk menghilangkan berbagai hambatan persaingan berupa perilaku bisnis yang tidak sehat. Sementara proses pemberian saran pertimbangan kepada Pemerintah akan mendorong proses reformasi regulasi menuju tercapainya kebijakan persaingan yang efektif di seluruh sektor ekonomi. Selama ini, baik dalam proses penegakan hukum maupun dalam analisis kebijakan Pemerintah, seringkali ditemui bahwa kebijakan menjadi sumber dari lahirnya berbagai praktek persaingan usaha tidak sehat di beberapa sektor. Memperhatikan perkembangan ini, maka kebijakan persaingan menempati prioritas utama KPPU ke depan melalui program regulatory reform, dengan bentuk upaya internalisasi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dalam setiap kebijakan Pemerintah.

Terkait dengan upaya internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam kebijakan Pemerintah, KPPU selama ini memainkan perannya dengan senantiasa melakukan

(6)

vi

Dalam beberapa tahun terakhir, dalam kerangka sinergi program KPPU dengan agenda Pemerintah, regulatory assessment difokuskan terhadap kebijakan di sektor yang memiliki keterkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Misalnya dalam sektor yang memiliki keterkaitan erat dengan pelayanan publik seperti telekomunikasi, energi, kesehatan dan transportasi. KPPU juga senantiasa melakukan assessment terhadap berbagai kebijakan tataniaga komoditas pertanian yang seringkali memberikan efek distorsi yang berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat, mengingat sektor pertanian sampai saat ini masih menjadi sektor di mana sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya. Penetapan sektor-sektor Prioritas ini dilakukan untuk dapat mengoptimalkan peran KPPU dalam upaya mendorong lahirnya sektor ekonomi yang efisien yang dalam gilirannya akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.

Pada akhirnya, melalui kegiatan-kegiatan utama tersebut, KPPU memberikan andil dalam pembangunan perekonomian nasional, dengan meminimalkan hambatan persaingan dalam bentuk hambatan bagi inovasi pelaku usaha dan hambatan bagi efektifitas dunia usaha itu sendiri, baik dalam bentuk private restraint maupun government restraint. Upaya KPPU untuk mendorong reformasi kebijakan sektor-sektor pelayanan publik, infrastruktur serta review terhadap tataniaga komoditas pertanian akan sejalan dengan program Pemerintah untuk meningkatkan peran sektor swasta dalam perekonomian nasional. Di sisi lain, proses harmonisasi kebijakan persaingan yang dilakukan KPPU diharapkan mampu mempertegas fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun badan regulator sektoral.

(7)

vii

Implementasi UU No. 5 Tahun 1999 oleh KPPU telah dijalankan selama beberapa tahun, sepanjang periode tersebut KPPU telah menerima kurang lebih 450 laporan dari masyarakat mengenai dugaan pelanggaran persaingan usaha, dan hampir 60 % dari kasus yang ditangani KPPU adalah kasus dugaan persekongkolan tender. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kondisi terkini pengadaan barang dan jasa masih banyak diwarnai perilaku usaha yang tidak sehat, dimana pelaku usaha cenderung memupuk insentif untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan tindakan-tindakan anti persaingan, seperti melakukan pembatasan pasar, praktek persekongkolan, serta melakukan kolusi dengan panitia pengadaan untuk menentukan hasil akhir lelang.1

Berbagai kondisi tersebut diduga menjadi penyebab tingginya tingkat korupsi dan kolusi di Indonesia, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa proyek pemerintah. Keadaan yang demikian menyebabkan hilangnya persaingan dan mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien serta menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi kinerja industri dan perkembangan ekonomi.

Dalam konteks persaingan inilah, KPPU menjalankan fungsinya sebagai pengawas yang menelusuri pembuktian dugaan persekongkolan yang terjadi pada setiap tahapan proses pengadaan. Berkaitan dengan upaya penciptaan iklim usaha yang sehat di bidang pengadaaan barang dan jasa, KPPU berusaha mengetahui sejauh mana kebijakan yang ada telah sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, terutama terhadap aspek pemberian kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha. Persekongkolan sering terjadi dalam tender-tender pemerintah. Untuk menghindari persekongkolan vertikal terus berlangsung, pihak KPPU sudah memberikan masukan pada pemerintah agar berhati-hati dalam pelaksanaan tender, juga dalam persyaratan tender. Harus hati-hati, jangan sampai mengarah ke pelaku usaha tertentu.

1

(8)

viii

1.2Rumusan Masalahan

(9)

ix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Banyak sarjana yang mengemukakan pandangannya tentang hukum dan tujuan pemberlakuannya di masyarakat. Hubungan hukum dan masyarakat tidak pernah dapat dipisahkan karena berinterdependensi satu sama lain. Untuk menganalisis data yang dikumpulkan guna menjawab permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka penelitian ini menggunakan teori Economic Analysis of Law yang dikembangkan oleh Richard Posner. Paling tidak ada tiga keuntungan menggunakan teori Economic Analysis of Law, yaitu: 2

1. Ilmu ekonomi membantu para sarjana hukum dalam memperoleh suatu perspektif dari luar disiplin ilmu mereka.

2. Pada tingkat normatif, ilmu ekonomi membantu menjelaskan konflik-konflik nilai dengan menunjukkan berapa banyak satu nilai, khususnya efisiensi, harus dikorbankan untuk mencapai nilai yang lain.

3. Pada tingkat analisis positif, ilmu ekonomi memberikan kontribusi untuk pemahaman yang mendasari alasan-alasan keputusan hukum tertentu.

Pendekatan ekonomi pada hukum pertama kali diperkenalkan kurang lebih 40 tahun yang lalu oleh Ronald H. Coase yang menulis tentang Biaya Sosial (The Problem of Social Cost) dan Guido Calabresi yang membahas tentang Perbuatan Melawan Hukum (torts) pada awal tahun 1960-an. Analisis ekonomi diterapkan secara sistematis pada masalah-masalah hukum yang tidak berhubungan sama sekali dengan pengaturan masalah-masalah ekonomi. Selanjutnya pendekatan ini benar-benar menjadi teori dalam ilmu hukum setelah Posner menerbitkan bukunya yang berjudul Economic Analysis of Law pada tahun 1986.3

Posner memahami ilmu ekonomi sebagai ilmu pilihan yang dibuat oleh aktor-aktor rasional dan mempunyai kepentingan diri sendiri di dunia dimana sumber daya (resources) terbatas.4 Analisis mikro ekonomi modern mendalilkan bahwa aktor-aktor rasional akan

2

Nick Hanley, Jason F. Shogren, dan Ben White, Environmental Economics: In Theory and Practice, (New York: Plgrave Macmilan, 1997), h. 24-26, dalam Riyatno, “Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”, h. 14.

3

Jeffrey L. Harrison, Law and Economics, (USA: West Publishing Co, 1995), h.1 dalam Hikmahanto Juwana, “Analisa Ekonomi Atas Hukum Perbankan”, Hukum dan Pembangunan, Nomor 1-2 Tahun XXVIII, 1998, h. 84.

4

Richard A. Posner, The Economics of Justice, (Cambridge:Harvard University Press, 1981), h. 1, dalam Riyatno,

(10)

x

berusaha memaksimalkan kesejahteraan mereka dari ketersediaan sumber daya yang terbatas. Posner mengasumsikan bahwa orang adalah pemaksimal rasional kepuasan mereka,5 dan berupaya menerapkan asumsi ini dan disiplin ilmu ekonomi yang dibangun atas dasar asumsi tersebut kepada bidang hukum. Apabila rasionalitas tidak dibatasi secara tegas terhadap transaksi pasar, maka konsep-konsep yang dibangun oleh ahli ekonomi untuk menjelaskan

market behavior dapat digunakan juga untuk menjelaskan non market behavior.6

Dasar dari Economic Analysis of Law adalah gagasan efisiensi dalam alokasi sumber daya. Posner mendefinisikan efisiensi dengan mengatakan, “...that allocation of resources in which value is maximated”. Posner berupaya menggunakan teori ekonomi untuk

merekonstruksi transaksi pasar dalam situasi dimana pertukaran terjadi secara tidak sukarela.

Economic Analysis of Law mempunyai unsur baik positif maupun normatif. Walaupun Posner menegaskan bahwa karyanya tersebut menekankan analisis positif, unsur normatif juga ada sebagai suatu teori bagaimana hukum seharusnya. Posner menganut normative directive

bahwa hukum seharusnya mempromosikan efisiensi. Aspek normatif dari Economic Analysis of Law berpendapat bahwa ”social wealth maximization” merupakan sasaran yang berguna.

Pemerintah seharusnya menciptakan suatu sistem untuk melindungi hak-hak tersebut.

Posner menggambarkan analisis ekonomi dari hukum sebagai teori hukum, akan tetapi analisis ekonomi tersebut juga dapat dipandang sebagai teori keadilan ketika dia

mengatakan bahwa ”the most common meaning of justice is efficiency”. Posner memahami

efisiensi ekonomi sebagai konsep etika, dan walaupun Posner menyadari bahwa ”there is more to justice than economics”, Para ahli ekonomi menghadapi suatu permasalahan ketika

mencoba membandingkan tingkat kepuasan antar individu. Mereka belum menentukan alat untuk mengukur kepuasan relatif guna menetapkan kapan seseorang mendapatkan kepuasan lebih dari urusan sosial-politik negara tertentu dengan alokasi khusus sumber daya atas pihak lain. Tanpa upaya semacam ini, para ahli ekonomi tidak dapat menentukan kapan individu-individu dalam masyarakat memperoleh kepuasan yang lebih besar dan oleh karenanya, tidak dapat menganjurkan perubahan yang akan mengakibatkan agregat kepuasan yang lebih besar. Kesulitan dalam menentukan kapan satu urusan negara superior daripada urusan yang lain dalam hal kepuasan terbesar bagi individu-individu dalam masyarakat memerlukan introduksi

5

Richard A. Posner, h Op. cit., h. 14-15.

6

(11)

xi

Pareto criteria. Posner mendefinisikan ”a Pareto-superior transaction as one that makes at least one person...better off and no one worse off” (tidak ada orang dapat dibuat lebih baik

lagi tanpa membuat seseorang lain lebih buruk lagi)7.

Dalam teorinya, Posner mengganti konsep Kaldor-Hicks (nama dua ahli ekonomi Inggris) yang dia rujuk sebagai ”potential Pareto superiority: the transaction would only be Pareto superior if the transacting parties compensated third parties for any harm suffered by

them”.8 Konsep Kaldor-Hicks didasarkan atas kemungkinan memberikan kompensasi individu-individu yang dihilangkan dari sumber daya atau dirugikan oleh pihak lain,9 tidak mempersoalkan apakah suatu realokasi sumber-sumber akan menyebabkan seseorang tertentu akan menjadi lebih buruk, melainkan apakah manfaat bagi masyarakat secara menyeluruh telah diperbesar. Realokasi sumber-sumber disebut efisiensi, jikalau mereka yang mendapat alokasi, memperoleh cukup untuk dapat secara penuh mengkompensasi mereka yang kehilangan alokasi, meskipun tidak diharuskan adanya kompensasi yang sesungguhnya. Berdasarkan konsep Kaldor-Hicks, maka kompensasi diasumsikan untuk dibuat tanpa biaya terkait. Ini merupakan gagasan efisiensi Kaldor-Hicks yang digunakan Posner dalam teorinya. Kerangka teori adalah alur pemikiran secara garis besar atau butir-butir pendapat mengenai suatu peristiwa dan permasalahan yang menjadi bahan perbandingan di dalam suatu penelitian ilmiah. Dalam melihat sejauh mana pelaksanaan dari competition policy di Indonesia, maka perlu dilihat institusi yang paling berwenang dalam penyelenggaraan kebijakan persaingan tersebut, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).10

KPPU didirikan pada tanggal 7 Juni 2000 merupakan institusi independen yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.11 Sebagai suatu institusi yang masih relatif baru, KPPU harus berusaha untuk menunjukkan eksistensinya dengan dukungan sumber daya yang relatif masih serba terbatas.

Salah satu indikator yang cukup penting dalam melihat aspek kemampuan (affordability) adalah adanya persaingan di dunia usaha menyebabkan perusahan perusahaan

Ethics, Vol. 94, 1984, h. 649 dan 651 dalam Riyatno, “Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”, h. 17.

10

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

11

(12)

xii

(13)

xiii

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk pengembangan dan pemahaman di bidang keilmuan, tepatnnya ilmu hukum terkait dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai proses) dalam penggaliannya atas kebenaran dibidang obyeknya masing-masing, yang dalam penelitian ini memfokuskan pada bidang Hukum persaingan bisnis.

Tujuan Khusus

Sehubungan dengan tujuan umum tersebut, maka tujuan khusus yang ingin dicapai lebih lanjut dari penelitian ini adalah mengetahui dampak hukum persekongkolan dalam tender yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat

3.2 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis

Secara teoritis penulisan proposal ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan sumbangan pemikiran bagi pengembangan kajian di bidang ilmu hukum, khususnya persaingan usaha

Manfaat Praktis

(14)

xiv

BAB IV

METODE PENULISAN

4.1 Jenis Penelitian

Penyusunan penelitian ini memperguanakan jenis penelitian normative, “Penelitian

hukum normative disebut juga penelitian hukum doctrinal. Pada penelitian hukum acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berperilaku manusia yang dianggap pantas”12

Peraturan perundang-undangan yang menjadi objek penelitian adalah Undang undang Nomor UU No 5 tahun 1999.

4.2 Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan perbandingan (comparative Approach)

dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach).

Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.

13

Pendekatan perbandingan (comparative Approach) pendekatan perbandingan dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum.14

pendekatan konseptual (Conceptual Approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan-pendekatan tersebut dipergunakan dalam penelitian ini, mengingat adanya karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu sui gerneris, yang berarti ilmu hukum merupakan ilmu jenis tersendiri.15

12

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet 4 PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.118

13

Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 96

14

Ibid, h. 132.

15

(15)

xv

4.3 Sumber Bahan Hukum

Sebagai karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, maka dipergunakan bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Bahan hukum yang dipakai terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat” 16 Jika ditinjau dari sumber hukum nasional, maka bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Nomor UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaiangan usaha tidak sehat.

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer. Contohnya buku, artikel, laporan penelitian dan berbagai karya tulis ilmiah lainnya. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah berupa buku-buku literature, karya ilmiah/pendapat para sarjana dan artikel yang erat kaitannya dengan bahasan yang dibahas dalam permasalahan.

4.4 Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normative, artinya mengacu pada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat.17

4.5 Teknik Analisa Bahan Hukum

Dalam menganalisa bahan hukum yang diperoleh dipergunakan teknik analisa bahan hukum dengan teknik evaluasi. Teknik evaluasi yakni penelitian berupa tempat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah, oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proporsi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder.

16

Bambang Sunggono, 1997, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 113

17

(16)

xvi

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persekongkolan Dalam Tender Yang Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Sistem perekonomian masa kini yang mengglobal dan sangat terintegrasi memberikan peluang dan masalah bagi bangsa Indonesia. Secara umum, kekayaan sumber daya alam Indonesia dan dimensi pasarnya menjanjikan sejumlah keunggulan dalam persaingan global, investasi asing dan pasar ekspor. Namun perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks telah menimbulkan persaingan yang ketat dalam perdagangan internasional, baik perdagangan barang maupun jasa. Berbagai praktik untuk memenangkan persaingan sering dilakukan oleh para pelaku bisnis diberbagai negara di dunia termasuk dengan menggunakan praktik-praktik perdagangan yang tidak sehat (unfair trade practices).

Terdapat adagium bahwa transakasi perdagangan termasuk perdagangan

internasional harus dilakukan secara „fair‟ diantara semua pihak yang bertransaksi. Oleh

karena itu jika suatu pihak ternyata tidak „fair‟ maka pihak yang tidak „fair‟ tersebut pantas

menerima sanksi. Karena praktik dagang yang tidak „fair‟ ini akan dapat mengakibatkan

timbulnya hambatan dalam arus perdagangan.Pada tahun 1999 Negara Republik Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Monopoli dalam Undang-undang ini diartikan sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.

(17)

xvii

manufacture a particular article, or control the sale of the wholesupply of a particular

commodity.18

Monopoli dapat pula terjadi karena memang dikehendaki oleh hukum, sehingga timbullah apa yang disebut sebagai monopoly by the law. Dalam UUD 1945 juga dibenarkan adanya monopoli jenis ini, yaitu dengan memberi hak monopoli oleh negara untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, serta cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak.Sistem ekonomi Pancasila yang ada di Indonesia mencoba untuk menghilangkan ciri-ciri negatif yang terkandung dalam sistem liberalisme dan sosialisme. Dalam Pasal 33 UUD 1945 dapat dilihat ciri positif yang hendak dicapai dalam sistem perekonomian kita. Hal ini dapat dilihat realisasinya dalam penguasaan yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bidang-bidang tertentu yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan mempunyai nilai strategis.

Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ini, para pengusaha harus lebih berhati-hati dalam melakukan perjanjian yang berhubungan dengan penguasaan pasar dan menentukan kerja sama dalam penanganan suatu proyek tertentu terlebih apabila lagi proyek tersebut berasal dari suatu tender yang dilakukan oleh suatu perusahaan besar. Sebelum dikeluarkannnya UU Nomor 5 Tahun 1999, sering kali terjadi dimana dalam suatu tender proyek besar dilakukan dengan tidak transparan, artinya sebelum tender dilakukan telah diketahui siapa yang bakal menjadi pemenang tender, walaupun pelaksanaan tender itu tetap dilaksanakan dengan beberapa peserta tender, hal ini mengakibatkan pelaku usaha yang bergerak dalam bidang pemborongan proyek tersebut merasa diperlakukan tidak jujur (unfair). Keadaan ini dapat terjadi karena adanya persekongkolan (conspiracy) diantara pemberi borongan dan atau pelaku usaha pemborongan tersebut.

Persekongkolan yang dilarang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah mencakup persekongkolan untuk mengatur pemenang tender atau tindakan bid rigging

(Pasal 22), persekongkolan untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing yang yang dapat diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan (Pasal 23), dan persekongkolan untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya

18

(18)

xviii

dengan tujuan agar barang dan atau jasa itu berkurang kualitas maupun kuantitasnya serta terganggunya ketepatan waktu yang dipersyaratkan (Pasal 24).

Persekongkolan dalam tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disebut juga dengan istilah bid rigging. Bid rigging adalah praktek anti persaingan yang bisa terjadi diantara para pelaku usaha yang seharusnya saling merupakan pesaing dalam suatu lelang.19 Secara sederhana bid rigging dapat dikatakan sebagai suatu kesepakatan yang menyamarkan adanya persaingan untuk mengatur pemenang dalam suatu penawaran lelang (tender) melalui pengelabuan harga penawaran.

Dengan berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1999, persekongkolan dalam tender (bid rigging) seperti tersebut di atas jelas sangat dilarang berdasarkan Pasal 22, yang berbunyi

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan

pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak

sehat.”Pengawasan terhadap tindakan persekongkokal tersebut di atas diatur dalam Pasal 30

UU Nomor 5 Tahun 1999, yaitu Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (selanjutnya disebut KPPU), KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintahan serta pihak lain dan juga mempunyai kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif. KPPU inilah yang menentukan apakah pelaku usaha bersekongkol untuk memenangkan tender sehingga mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat , dan juga memberikan putusan sebagai akibat dipenuhinya unsur melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:

1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.

19

(19)

xix

2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang segala bentuk cara persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain dengan tujuan mengatur atau menentukan pemenang suatu tender. Hal itu jelas perbuatan curang dan tidak fair terutama bagi peserta tender lainya. Sebab sudah inherent dalam istilah „tender‟ bahwa pemenangnya tidak dapat diatur melainkan siapa yang melakukan bid yang baik dialah yang menang.20 Karena itu segala bentuk persengkongkolan untuk mengatur atau menentukan pemenang tender dapat mengakibatkan terjadinya suatu persaingan usaha yang tidak sehat. Penjelasan Pasal 22 dari UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud tender adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk mengadakan suatu jasa. Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengasumsikan bahwa persekongkolan terjadi diantara para pelaku usaha, dengan demikian penerapan ketentuan tersebut harus menyepakati dua kondisi, yaitu pihak-pihak tersebut harus berpartisipasi, dan harus menyepakati persekongkolan.

Persekongkolan ini ditujukan untuk mengakibatkan tender kolusif, artinya para pesaing sepakat untuk mempengaruhi hasil tender demi kepentingan salah satu pihak dengan tidak mengajukan penawaran atau mengajukan penawaran pura-pura.21 Manipulasi tender adalah kesepakatan antara para pihak agar pesaing memenangkan suatu tender.22 Kesepakatan ini dapat dicapai oleh satu atau lebih peserta tender yang sepakat menahan diri untuk tidak mengajukan penawaran atau oleh para peserta tender yang menyepakati satu peserta dengan dengan harga lebih rendah dan kemudian menawarkannya di atas harga perusahaan yang direncanakan (dan dinaikkan). Proses pelelangan dirancang untuk meningkatkan keadilan dan

20

Munir Fuady, 2000, Hukum Anti-Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra Aditya Bakti, Bandung:, h. 85.

21

A.M. Tri Anggraini, Op.cit. h. 303.

22

(20)

xx

menjamin bahwa harga yang serendah mungkin yang diterima. Manipulasi harga dalam suatu tender akan menghancurkan proses kompetitif ini. Kasus ini sering terjadi atas proyek-proyek pemerintah.23 Praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam proyek pemerintah telah menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam usaha memenangkan tender proyek tersebut, persaingan yang tidak sehat ini membuka peluang terjadinya monopoli orang atau perusahaan tertentu dalam proyek-proyek yang berkaitan dengan pemerintah dan pada gilirannya merugikan masyarakat umum. Mekanisme manipulasi dalam tender sangat beragam dan bervariasi, tetapi umumnya termasuk dalam kategori berikut ini:24

1. tekanan penawaran. Satu atau lebih pesaing setuju menahan diri untuk tidak mengikuti tender atau untuk menarik penawaran yang telah diajukan sebelumnya agar perusahaan lain dapat memenangkan pelelangan itu. Pihak-pihak dalam kesepakatan secara administratif atau melalui pengadilan dapat menantang penawaran perusahaan-perusahaan yang bukan merupakan pihak dalam kesepakatan atau dengan cara lain berupaya mencegah mereka mengikuti lelang, misalnya dengan menolak untuk mensuplai bahan-bahan atau surat penawaran untuk sub kontrak.

2. penawaran pelengkap. Perusahaan-perusahaan yang bersaing sepakat diantara mereka sendiri siapa yang seharusnya memenangkan lelang dan kemudian setuju bahwa yang lainnya akan mengajukan harga-harga penawaran yang pura-pura tinggi untuk menciptakan penampilan persaingan yang bersemangat, atau perusahaan-perusahaan yang kalah dapat mengajukan harga-harga kompetitif tetapi disertai dengan syarat-syarat lain yang tidak dapat diterima.

3. rotasi penawaran. Para pesaing bergiliran menjadi pemenang lelang, sedangkan yang lain mengajukan harga yang tinggi.

Persengkongkolan tender terjadi apabila pesaing menyepakati mempengaruhi hasil tender untuk kepentingan salah satu pihak, dengan cara tidak mengajukan penawaran atau mengajukan penawaran yang pura-pura saja, dengan penawaran harga tertinggi yang terkoordinasi, yang mengharap bahwa kontrak diberikan kepada penawar yang memasukkan penawaran tertinggi. Perilaku tersebut biasanya didasarkan pada harapan bahwa pihak yang

23

Ibid.

24

(21)

xxi

tidak mengikuti tender bersangkutan akan mendapatkan giliran pada tender yang akan datang berdasarkan kegiatan kolusif yang dilakukan. Tender kolusif biasanya bermaksud untuk meniadakan persaingan harga dan menaikkan harga. Oleh karena itu, hambatan hukum untuk memulai penyelidikan hal ini berbeda, yaitu bahwa dalam persekongkolan antara pelaku persaingan usaha harus ditegaskan tentang kemungkinan yang cukup bagi terjadinya pembatasan kebebasan bertindak pihak luar kartel dan/atau pihak lawan dalam pasar, dan dalam persekongkolan antara pembeli dan pemasok pun harus ditegaskan tentang kemungkinan yang cukup bagi pembatasan peluang terciptanya pasar para pesaing dari pelaku usaha yang menyebabkan hal tersebut. Persyaratan-persyaratan inilah yang selalu ada dalam persekongkolan untuk mencapai tender kolusif.

Kegiatan persekongkolan dalam tender yang mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat merupakan salah satu hal yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Persekongkolan tersebut terjadi bilaman ada kerjasama antara dua orang atau lebih dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Hal tersebut unsur-unsur dalam persekongkolan tender dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pelaku Usaha Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

2. Bersekongkol merupakan kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu. Unsur lainnya dapat berupa :

a. kerjasama antara dua pihak atau lebih

b. secara terang-terangan mapun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lain

(22)

xxii

d. menciptakan persaingan semu

e. menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan

f. tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu

g. pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung mapun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender dengan cara melawan hukum.

3. Pihak lain Persekongkolan tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti dilakukan dengan pihak lain. Pihak lain di sini adalah para pihak yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai peserta dan atau subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender tertentu.

4. Mengatur dan atau Menentukan Pemenang Tender Maksud dari unsur ini ialah suatu perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan atau untuk memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara. Pengaturan dan atau penentuan pemenang tender tersebut antara lain dilakukan dalam hal penetapan kriteria pemenang, persayaratan teknik, keuangan, spesifikasi, proses tender, dan sebagainya.

5. Persaingan Usaha Tidak Sehat Yaitu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalakan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengelompokkan persekongkolan tender sebagai Pasal yang menggunakan pendekatan Rule of Reason. Dalam pendekatan Rule of reason

pelanggaran pasal terjadi bila terdapat akibat yang merugikan pesaing, menghambat persaingan dan kepentingan umum. Pembuktian dalam hal ini meliputi :

a. ada tidaknya pelanggaran

b. akibat pelanggaran itu yang berupa akibat ekonomis yang dapat berupa kerugian pada pesaing, persaingan, dan konsumen.

(23)

xxiii

setelah pengumuman pemenang tender tidak terdapat sanggahan dari peserta lain maka peserta lain dianggap menerima. Sebelumnya Peserta pemilihan penyedia barang/jasa yang merasa dirugikan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya, dapat mengajukan surat sanggahan kepada pengguna barang/jasa apabila ditemukan :

a. penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa;

b. rekayasa tertentu sehingga menghalangi terjadinya persaingan yang sehat; c. penyalahgunaan wewenang oleh panitia/pejabat pengadaan dan/atau pejabat

yang berwenang lainnya;

d. adanya unsur KKN di antara peserta pemilihan penyedia barang/jasa;

e. adanya unsur KKN antara peserta dengan anggota panitia/ pejabat pengadaan dan/atau dengan pejabat yang berwenang lainnya.

Persekongkolan dalam tender ini menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dapat berdampak buruk bagi konsumen antara lain :

a. Konsumen membayar harga yang lebih mahal dari pada yang sesungguhnya b. Barang dan atau jasa yang diperoleh sering kali lebih rendah dari yang akan

diperoleh apabila tender dilakukan secara jujur

c. Terjadi hambatan pasar bagi peserta potensial yang tidak memperoleh kesempatan untuk mengikuti dan memenangkan tender.

d. Nilai proyek menjadi lebih tinggi akibat mark-up yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersekongkol. Apabila hal tersebut dilakukan dalam proyek pemerintah yang pembiayaannya melalui APBN, maka persekongkolan tersebut berpotensi menimbulkan ekonomi baiay tinggi.

(24)

xxiv

PENUTUP

6.1 Simpulan

Persekongkolan dalam tender atau dikenal dengan bid rigging adalah praktek anti persaingan yang bisa terjadi diantara para pelaku usaha yang seharusnya saling merupakan pesaing dalam suatu lelang. Dimana Persekongkolan diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Persekongkolan yang marak terjadi belakangan ini merupakan persekongkolan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki akses ke pemerintahan. Hal ini mengakibatkan semakin tidak terkendalikannya praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Ini merupakan tugas berat bagi Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dalam eksistensinya mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

6.2 Saran

(25)

xxv

DAFTAR PUSTAKA

Black, Henry Campbell. Black Law Dictionary: 6th ed. St. Paul, Minnesotta: 1990.

Bank Dunia Washington D.C., dan OECD Paris, Kerangka Rancangan dan Pelaksanaan Undang-undang dan Kebijakan Persaingan.

Fuady, Munir. Hukum Anti-Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Jeffrey L. Harrison, Law and Economics, (USA: West Publishing Co, 1995), hal.1

dalam Hikmahanto Juwana, “Analisa Ekonomi Atas Hukum Perbankan”, Hukum dan Pembangunan, Nomor 1-2 Tahun XXVIII, 1998.

Jules Coleman, “Economic and the Law: A Critical Review of the Foundations of the Economic Approach to Law”, Ethics, Vol. 94, 1984, hal. 649 dan 651 dalam Riyatno,

“Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”.

Nick Hanley, Jason F. Shogren, dan Ben White, Environmental Economics: In Theory and Practice, (New York: Plgrave Macmilan, 1997), hal. 24-26, dalam Riyatno,

“Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup”.

Nusantara, Abdul Hakim Garuda dan Benny K. Harman. Analisa dan Perbandingan Undang-undang Anti Monopoli: Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Elex Media Komputindo, 1999.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, yakarta, 2005

Richard A. Posner, The Economics of Justice, (Cambridge:Harvard University Press,

(26)

Referensi

Dokumen terkait

(1) Kepala Dinas mempunyai tugas membantu Wali Kota dalam memimpin, mengendalikan, dan mengkoordinasikan perumusan kebijakan teknis dan pelaksanaan fungsi urusan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang beresiko tinggi memiliki kecenderungan untuk memilih metode akuntansi yang konservatif dengan cara

Menurut Bowen (2000:20) reward adalah sesuatu yang diberikan atau diterima sebagai imbalan untuk pelayanan sedangkan punishment adalah pemberian stimulus mengikuti

Pada situasi kegawatdaruratan ahli bedah orthopaedi memiliki beberapa pilihan untuk stabilisasi pelvis untuk menolong menekan pendarahan pada pasien dengan fraktur

Nokta ve yuvarlak delik kaynaklarında kaynak sembolünün sol tarafında nokta ve delik çapı, sağ tarafında ise kaynak sayısı ve kaynaklar arası mesafe verilir. Nokta

PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MAKAN BERSAMA PADA REMAJA TUNANETRA DI KELAS IX SMPLB NEGERI A KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia |

Tambahan dari penelitian ini untuk melengkapi simpulan penelitian sebelumnya tentang peran karakteristik kepribadian atasan terhadap kualitas interaksi atasan bawahan