SKRIPSI
HUBUNGAN PELAKSANAAN PRINSIP ENAM BENAR
TERHADAP INSIDEN
MEDICATION ERRORS
(KESALAHAN PEMBERIAN OBAT)
Studi dilakukan: di Ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar
Oleh:
I MADE KRESNA YANA
NIM. 1102105062
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
i
SKRIPSI
HUBUNGAN PELAKSANAAN PRINSIP ENAM BENAR
TERHADAP INSIDEN
MEDICATION ERRORS
(KESALAHAN PEMBERIAN OBAT)
Studi dilakukan: di Ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Oleh:
I MADE KRESNA YANA
NIM. 1102105062
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
Hubungan Pelaksanaan Prinsip Enam Benar Terhadap Insiden Medication Errors (Kesalahan Pemberian Obat) di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Udayana. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran pembimbing dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis diberikan kepada:
1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K). M. Kes., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
3. Ns. Nyoman Guna Hariati. S.Kep, MM sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan ini tepat waktu.
vi
5. Kepada kepala ruangan ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan penelitian pada instansi yang dipimpin.
6. Kedua orang tua saya Bapak (I Nyoman Sukawirata), Ibu (alm. Ni Nyoman Wiryawati) beserta saudara dan teman-teman angkatan 2011 PSIK A, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Denpasar, Juni 2015 Penulis
viii
ABSTRAK
Yana, I Made Kresna. 2015. Hubungan Pelaksanaan Prinsip Enam Benar Terhadap Insiden Medication Errors (Kesalahan Pemberian Obat) di RSUP Sanglah. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Nyoman Guna Hariati. S.Kep, MM dan pembimbing (2) Ns. I Gusti Ayu Triyani S.Kep, M.Fis.
Pelaksanaan prinsip enam benar merupakan suatu prinsip yang harus diperhatikan oleh perawat dalam pemberian obat untuk menghindari kesalahan pemberian obat. Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Perawat harus menerapkan prinsip 6 benar untuk mencegah kerugian dan meningkatkan keamanaan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan prinsip enam benar terhadap insiden medication errors di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni di ruang Angsoka I dengan jumlah sampel 22. Metode penelitian ini adalah deksriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan total sampling atau sample jenuh. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji Contingency Coefficient
Test, dimana p<0,005 hipotesis diterima. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa nilai p=0,030 (p<0,05) sehingga didapat hubungan yang bermakna antara pelaksanaan prinsip enam benar terhadap insiden medication errors.
Saran pada peneliti selanjutnya yaitu melibatkan pasien untuk mengevaluasi pelaksanaan prinsip 6 benar agar hasil observasinya lebih optimal.
Kata kunci: Prinsip enam benar, kesalahan pemberian obat,
viii
ABSTRACT
Yana, I Made Kresna. 2015. Relationship of the Implementation Six Right Principles with Incidence of the Medication Errors (Administration Errors) at RSUP Sanglah. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Nyoman Guna Hariati. S.Kep, MM dan pembimbing (2) Ns. I Gusti Ayu Triyani S.Kep, M.Fis.
The implementation of the six right principles is a principle that must be considered by nurses in the administration of drugs to avoid medication errors. Nurse responsible to give safe drugs for patient. So nurses must held the six right principles. The purpose of this study to determine the relationship between the implementation of the six right principles with incidence of medication errors at Sanglah Hospital. This research was conducted in June at Angsoka I with 22 sample. This research method is descriptive correlation with cross sectional approach with total sampling. This research analyzed by Contingency Coefficient Test, where p <0.005. The results of this research that p = 0.030 (p <0.05) it means there are a relationship between the implementation of the six right principles with incidence of medication errors. Suggestions on further research that involves the patient to evaluate the implementation of the six right principles.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ii
PERNYATAAN LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v 2.1 Konsep Enam Benar Dalam Pemberian Obat ... 10
2.1.1 Prinsip Enam Benar ... 10
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip enam benar 17 2.1.3 Peran Perawat Terhadap Pemberian Obat ... 21
2.2 Konsep Kesalahan Pemeberian Obat (Medication Error) ... 21
2.2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety) ... 21
2.2.2 Jenis Insiden dan Keselamatan Pasien ... 24
2.2.3 Definisi Kesalahan Pemberian Obat ... 25
2.2.4 Dampak dan Jenis Kesalahan Pemberian Obat ... 26
2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Insiden Kesalahan Pemberian Obat (Medication Errors) ... 39
2.2.6 Pencegahan Kesalahan Pemberian Obat ... 32
2.2.7 Hubungan Pelaksanaan Prinsip Enam Benar Terhadap Insiden Kesalahan Pemberian Obat (Medication Errors) ... 39
x
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 43
3.2.1 Variabel Bebas (Independen) ... 43
4.4 Populasi, Teknik Sampling Penelitian, dan Sampel ... 49
4.4.1 Populasi Penelitian ... 49
4.4.2 Sampel Penelitian ... 49
4.4.3 Teknik Sampling ... 50
4.5 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data ... 50
4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 50
4.5.2 Cara Pengumpulan Data ... 50
4.5.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 51
4.5.4 Etika Penelitian ... 52
4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 52
4.7 Pengolahan Data dan Analisa Data ... 52
4.7.1 Teknik Pengolahan Data ... 52
4.7.2 Teknik Analisa Data ... 54
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 56
5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian ... 56
5.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian ... 58
5.1.3 Hasil Pengamatan Terhadap Obyek Penelitian Berdasarkan Variabel Penelitian ... 61
5.2 Analisa Data ... 64
5.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian ... 66
5. 3 Keterbatasan Penelitian ... 76
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 77
6.2 Saran ... 78 Daftar Pustaka
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi medication errors kesalahan pemberian obat
berdasarkan dampak ... 27 Tabel 2 Jenis-jenis medication errors (kesalahan pemberian obat)
(berdasarkan alur jenis pengobatan) ... 28 Tabel 3 Cara mencegah medication errors (kesalahan pemberian obat) 34 Tabel 4 Definisi operasional hubungan pelaksanaan prinsip enam benar
Terhadap insiden medication errors...... . 44 Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan usia pada perawat yang
ada di Ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar ... 58 Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Ruang
Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar ... . 58 Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
di ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar ... . 59 Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan lamanya bekerja di ruang
Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar ... . 60 Tabel 5.5 Data pelaksanaan prinsip enam benar oleh perawat di ruang
Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar ... 61 Tabel 5.6 data insiden medication errors (kesalahan pemberian obat)
oleh perawat di ruang Angsoka I RSUP Sanglah Denpasar ... 62 Tabel 5.7 distribusi presentase pelaksanaan prinsip enam benar
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian ... 41 Gambar 2 Kerangka kerja Hubungan Pelaksanaan Prinsip Enam
Benar Terhadap Insiden Medication Errors Studi Dilakukan: di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Penelitian Lampiran 2 Rencana Anggaran Penelitian
Lampiran 3 Lembar Observasi Pelaksanaan Prinsip Enam Benar Lampiran 4 Master Tabel
Lampiran 5 Hasil Statistik
xv
DAFTAR SINGKATAN
BOR : Bed Occupation Rate
IOM : Institute of Medicne
IPSG : International Patient Safety Goal
JCAHO : Joint Commission on Acreditation of Health Organization
KKP-RS : Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit KTD : Kejadian Tidak Diharapkan
KNC : Kejadian Nyaris Cidera
PERSI : Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia KTC : Kejadian Tidak Cidera
KPC : Kejadian Potensial Cidera LASA : Look Alike Sound Alike
TJC : The Joint Comission
ISMP : Institute for Save Medication Practise
MAR : Medication Administration Record
WHO : World Health Organization
xv
NCC MERP : National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention
JCI : Joint Comission International
ISO : International Organization for Standarization
DOI : Daftar Obat Inhealth
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Keselamatan pasien menjadi acuan bagi tenaga kesehatan dalam mencegah setiap kesalahan yang mungkin muncul akibat tindakan kelalaian. Hal ini sesuai dengan tujuan keselamatan pasien Depkes 2006 yang menyebutkan manajemen keselamatan pasien sangat penting dilaksanakan di setiap rumah sakit mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat luas. Masyarakat sudah jeli untuk melihat rumah sakit mana yang pantas dijadikan sebagai tempat mencari pertolongan pelayanan kesehatan. Terpenuhinya harapan masyarakat terhadap mutu pelayanan rumah sakit merupakan salah satu tantangan terbesar bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit. Mutu pelayanan yang kurang baik berisiko meningkatkan kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan sehingga mengakibatkan pemborosan waktu dan sumber daya (Kusumapraja, 2007).
2
kesehatan pasien yang lebih baik seringkali menjadi tumpang tindih, sehingga berisiko pada ketidakefektifan pengobatan dan kekeliruan.
Menurut Potter dan Perry (2005), kesalahan pemberian obat (medication error) merupakan suatu kejadian yang dapat membuat pasien menerima obat yang salah atau tidak mendapat terapi yang tepat. Kesalahan pengobatan dapat dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran, dan pemberian obat. Menurut Institute of Medicine (2011), kesalahan pemberian obat (medication error) merupakan definisi umum yang digunakan untuk kesalahan pengobatan, yaitu suatu peristiwa yang sebenarnya dapat dicegah dan dapat menyebabkan penggunaan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien sementara pengobatan ada dalam kendali tenaga kesahatan dan pasien.
3
waktu (50), salah cara pemberian rute (19), kelebihan dosis (45), penulisan resep oleh perawat (102).
Medication error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien, mulai dari industri, dalam peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan, dan monitoring pasien. Di dalam setiap mata rantai pada beberapa tindakan mempunyai potensi sebagai sumber kesalahan. Setiap tenaga kesehatan dalam mata rantai ini dapat memberikan kontribusi terhadap kesalahan (Cohen, 1999). Menurut The Institute of Medicine (2006), mencatat bahwa kejadian kesalahan pemberian obat adalah sekitar 1,5 juta orang setiap tahun. Kesalahan tersebut terjadi disebabkan kesalahan penulisan, kesalahan persepsi, cara pemberian obat dan monitoring terhadap respon obat. Perawat salah satu tenaga kesehatan yang juga memiliki peran terhadap kesalahan pemberian obat tersebut, karena salah mendokumentasikan, kurang mengenali efek samping dan kontraindikasi, serta ketidaktahuan terhadap alergi yang diderita.
4
Lokasi kejadian tersebut berdasarkan provinsi ditemukan DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9%, diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Sulawesi Selatan 0,69 dan Aceh 0,68%. Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI, 2007), disebutkan kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing dan administering menduduki peringkat pertama.
5
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) merupakan insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Misalnya suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan kepada pasien; Kejadian Potensial Cedera (KPC), merupakan suatu kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Misalnya obat-obatan Look Alike Sound Alike (LASA) disimpan berdekatan; Kejadian Sentinel, merupakan suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Indikator kesalahan pemberian obat MEDMARX (2002) adalah obat yang rusak, kadaluarsa, dosis yang berlebih, dosis yang salah/tidak tepat, kesalahan dosis karena kelalaian, salah membuat resep, kesalahan yang tidak ditentukan, obat yang tidak sah, kesalahan dalam mendokumentasikan obat, kesalahan dosis obat, kesalahan dalam mempersiapkan obat, kesalahan pasien, kesalahan pemberian rute obat dan kesalahan waktu pemberian. Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak dianggap atau tidak jelas. Termasuk hal yang sangat penting adalah bahwa saat memberikan obat pada pasien, perawat perlu memperhatikan aspek enam benar (six right principle) (Armiyati Yunie, Ernawati, Riwayati, 2007)
6
pemberian; benar dokumentasi) (Kee dan Evelyn, 1996). Supaya pelayanan perawat dan farmasi berkualitas dan berkurangnya Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) diharapkan bisa menerapkan enam benar dalam pemberian obat kepada pasien. Namun seringkali dalam pelaksanaannya staf perawat dan farmasi belum maksimal dalam melaksanakan tahapannya. Kelancaran pelaksanaan enam benar ditentukan oleh kepatuhan perawat dan farmasi sebagai tenaga profesional yang bekerja di rumah sakit selama 24 jam secara terus menerus yang dibagi dalam tiga shift, yaitu pagi, sore, malam (Virawan K, 2012).
7
Perawat memainkan peran yang sangat penting dalam lingkaran esensial pencegahan kesalahan pengobatan. Kebanyakan kesalahan pengobatan dilakukan oleh perawat dan terjadi saat perawat gagal mengikuti prosedur. Kesalahan yang terjadi harus segera diketahui dan dilaporkan kepada pegawai rumah sakit yang tepat. Perawat memliki kewajiban etis dan profesi untuk melaporkan kesalahan kepada dokter dan manajer keperawatan. Dokter dapat memutuskan untuk menetralkan efek kesalahan dengan memberikan sebuah antidote ketika obat yang diberikan salah, menunda pemberian obat apabila obat sebelumnya diberikan terlalu dini, atau memantau efek obat ketika sebuah obat diberikan dalam dosis yang tinggi yang tidak lazim. Perawat sebaiknya tidak menyembunyikan kesalahan pengobatan. Pada catatan dalam status klien harus ditulis obat apa yang telah diberikan kepada klien, pemberitahuan kepada dokter, efek samping yang klien alami sebagai respons terhadap kesalahan pengobatan, dan upaya yang dilakukan untuk menetralkan obat, misalnya memberikan antidote (Potter dan Perry, 2005).
Dari studi pendahuluan yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 27 Desember 2014, diperoleh data dari laporan tahunan patient safety (2014) yang menyebutkan terjadinya insiden prescribing errors sebanyak 1957 kejadian,
8
pemberian rute, salah mencatat identitas pasien. Menurut data laporan tersebut juga menyebutkan dalam kurun waktu bulan Juni-Desember 2014 terjadi insiden keselamatan pasien sebanyak 82 Kejadian Nyaris Cidera (KNC).
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Pelaksanaan Prinsip Enam Benar Terhadap Insiden Medication Error (kesalahan pemberian obat) di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar.
1.2Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan pelaksanaan prinsip enam benar terhadap insiden medication error (kesalahan pemberian obat) di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar?
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan prinsip enam benar oleh perawat terhadap insiden medication error (kesalahan pemberian obat) di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi penerapan pelaksanaan prinsip enam benar yang dilakukan perawat di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar.
9
c. Menganalisis hubungan antara pelaksanaan prinsip enam benar oleh perawat terhadap insiden medication errors kesalahan dalam pemberian obat di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1.4.1 Segi Praktis
a. Memberikan informasi tentang penerapan pelaksanaan prinsip enam benar oleh perawat di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar.
b.Memberikan informasi tentang insiden medication errors (kesalahan pemberian obat) yang dilakukan oleh perawat di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar.
c. Memberikan informasi tentang hubungan antara penerapan pelaksanaan prinsip enam benar dengan insiden medication erros (kesalahan pemberian obat) di dalam meningkatkan mutu pelayanan di Ruang Angsoka 1 RSUP Sanglah Denpasar.
1.4.2 Segi Teoritis
a. Mendorong peningkatan mutu pelayanan kesehatan khusunya pelayanan kesehatan di setiap instansi rumah sakit.
b.Sebagai bahan usulan untuk meningkatkan kepatuhan perawat dalam penerapan pelaksanaan prinsip enam benar.
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Konsep Enam Benar Dalam Pemberian Obat
2.1.1 Prinsip Enam Benar
Prinsip enam benar merupakan serangkaian langkah atau tindakan yang dijadikan pedoman sebelum obat diberikan kepada pasien yang mengedepankan keamanan demi kesembuhan pasien (Kee dan Hayes, 2000). Menurut Kuntarti (2005) menyebutkan prinsip enam benar merupakan prinsip yang harus diperhatikan oleh perawat dalam pemberian obat untuk menghindari kesalahan pemberian obat dan keberhasilan pengobatan perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan diluar batas yang direkomendasikan. Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat harus melakukan prinsip enam benar yang meliputi: benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute pemberian, dan benar dokumentasi (Kee J. L & Hayes E.R, 2000).
11
melakukan tugas atau prosedur tersebut, yang dilaksanakan dengan tanggung gugat dan tanggung jawab yang diterimanya (Kozier, 2004)
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat diberikan. Perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan (Potter & Perry, 2005).
Menurut Kozier (2004) dan Potter & Perry (2009) menyebutkan upaya dalam menghindari kesalahan dalam pemberian obat dapat dilaksanakan dengan mengidentifikasi indikator terhadap prosedur-prosedur yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pemberian obat. Pemberian obat harus diperhatikan prinsip enam benar pemberian obat yaitu:
a. Benar Pasein
12
gunakan paling sedikit dua identifikasi kapanpun pemberian obat akan diberikan (TJC, 2008) dalam Potter & Perry (2009).
Mengidentifikasi pasien yang dilakukan yaitu: nama klien, nomor telepon atau identitas pribadi pasien. Jangan menggunakan identifikasi kamar atau ruangan pasien. Melakukan identifikasi dilakukan pada saat berhadapan dengan pasien. Mengidentifikasi pasien dapat dilakukan dengan memberikan tanda di lengan pasien, kemudian menanyakan nama lengkap pasien dan agency nya sehingga yakin bahwa perawat sudah berhadapan dengan pasien yang benar. Beberapa rumah sakit menggunakan barcode sehingga perawat akan terhindar dari kesalahan identifikasi pasien.
b. Benar Obat
Benar obat adalah obat yang diberikan sesuai dengan yang diresepkan. Kadang-kadang perawat harus menuliskan resep yang ada dalam catatan medical record
13
The Joint Commission (TJC, 2008) dalam Potter & Perry (2009), menyatakan hal harus diperhatikan terhadap benar obat, yaitu:
1) Meyakinkan informasi pengobatan kapanpun terhadap obat yang baru atau obat yang diresepakan pada saat pasien pindah ke ruang perawatan yang lain.
2) Jangan Pernah menyiapkan obat yang berada dalam container yang tidak diberi nama atau label yang tidak jelas.
3) Jika memberikan obat harus memperhatikan unuit dosis dalam kemasan kemudian periksa kembali label pada saat memberikan obat.
4) Memeriksa kembali seluruh obat yang dibrikan pada klien sesuai dengan catatan medicar=l record pasien.
5) Memeriksa dua identitas pasien sebelum obat diberikan pada pasein. c. Benar Dosis
Dosis diberikan sesuai dengan karakteristik pasien sesuai hasil perhitungannya dan jenis obatnya (tablet, cairan) dalam jumlah tertentu.
Unit dosis sistem sangat baik dilakukan untuk mencegah kesalahan perhitungan obat. Perawat harus mampu melakukan perhitungan terhadap kalkulasi obat yang dibutuhkan pasien.
14
1) Kemasan obat tablet dibuka hanya pada saat diberikan kepada pasien. Bila dibutuhkan dosis obat hanya dosis tertentu, pemotongan tablet tersebut dilakukan dengan ujung pisau atau alat potong obat. Beberapa rumah sakit mengijinkan atau membiarkan perawat untuk menyimpan obat tablet yang sudah terbuka untuk diberikan pada pemberian selanjutnya. Institute for Save Medication Practise (ISMP, 2006) dalam Potter & Perry (2009) menyatakan bahwa harus diperhatikan kebijakan yang berkaitan dengan keterampilan memotong tablet yang dilakukan perawat, sehingga menghindari kesalahan dosis obat.
2) Sebelum melakukan perhitungan dosis, alat standar digunakan sesuai kebutuhan, seperti gelas ukur obat, syringe, dan skala tetesan, untuk mendapatkan pengobatan dengan ukuran yang tepat.
d. Benar Waktu
Obat yang diberikan harus sesuai dengan program pemberian, frekuensi dan jadwal pemberian. Perawat terus mengetahui jadwal pemberian obat dalam setiap kali pemberian obat yang diberikan setiap 8 jam atau obat yang diberikan tiga kali dalam satu hari. Hal tersebut dapat dijadwalkan dengan baik, sehingga perawat dapat merubah waktu sesuai kebutuhan pasien.
15
dilakukan dalam enam puluh menit sesuai jadwal pemberian obat (30 menit sebelum atau setelah jadwal pemberian).
e. Benar Rute
Obat yang diberikan harus sesuai rute yang diprogramkan, dan dipastikan bahwa rute tersebut aman dan sesuai untuk klien.
Selalu konsultasikan kepada yang meresepkan apabila tidak ada petunjuk rute pemberian obat. Pada saat memberikan injeksi, yakinkan bahwa pemberian obat benar diberikan dengan cara injeksi. Sangat penting diperhatikan dalam melakukan persiapan yang benar, karena komplikasi yang mungkin terjadi adalah abscess atau kejadian efek secara sistemik.
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parentral, topikal, rektal, inhalasi.
1) Oral, adalah rute pemberian yang paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diarbsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tabler ISDN. 2) Parentral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping
16
3) Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membrane mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
4) Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau suposutoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal
dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax sup), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar/kejang (stesolid sup). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk suposutoria.
5) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbutamol (ventolin) combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
f. Benar Dokumentasi
Dokumentasi dilaksanakan setelah pemberian obat dan dokumentasi alasan obat tidak diberikan. Perawat dan petugas kesehatan yang lain penting melakukan dokumentasi untuk melakukan komunikasi. Beberapa kesalahan pemberian obat disebabakan komunikasi yang tidak tepat.
17
tidak ditulis dengan nama singkatan, waktu pemberian, dosis obat yang dibutuhkan, cara pemberian obat dan frekuensi pemberian obat.
Masalah yang bisa muncul terhadap penulisan resep obat diantaranya informasi yang tidak lengkap, tulisan yang sulit dibaca, tidak jelas, tidak dimengerti, penempatan angka desimal, untuk dosis obat sehingga terjadi kesalahan dosis dan tidak sesuai standar (Hughes & Ortiz, 2005 dalam Potter & Perry, 2005), maka segera dilakukan kontak terhadap yang menulis resep tersebut. Pembuat resep harus menulis resep secara akurat, lengkap, dan dapat dimengerti. Dokumentasi setelah melakukan pemberian obat sesuai standar MAR, yaitu mencatat segera pemberian obat yang telah diberikan kepada pasien, ketidaktepatan pendokumentasian terhadap kesalahan pemberian dosis obat sehingga menyebabkan penanganan yang kurang tepat terhadap koreksinya, mencatat repson klien setelah pemberian obat apabila ada efek obat maka pendokumentasian waktu, tanggal dan nama petugas yang memberikan dan yang menulis resep dalam catatan medical record pasien.
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Prinsip Enam Benar
18
penelitian tersebut menyatakan bahwa diantara faktor yang diteliti hanya faktor pengetahuan dan motivasi kerja perawat yang mempengaruhi pelaksnaan prinsip enam benar. Dalam penelitian Wardana R, Maria S, Sayono (2013) yang berjudul Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Penerapan Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. H. Soewondo Kendal mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip enam benar yaitu: umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja perawat. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa diantara faktor yang diteliti hanya faktor umur yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip enam benar.
a. Umur Perawat
Usia dewasa awal responden cenderung lebih benar dalam menerapkan prinsip enam benar bila dibandingkan dengan usia dewasa akhir dan usia tua (Wardana R, Maria S, Sayono, 2013). Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan fisher exact test didapat nilai p value = 0,026. Karena nilai p < 0,05 maka dapat diasumsikan bahwa ada hubungan umur dengan penerapan prinsip enam benar.
b. Pengetahuan Perawat
19
berpengetahuan baik sebesar 42 orang (91.3%) dimana yang mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat sebesar 41 orang (89,1%) dan yang tidak melaksanakan dengan tepat sebesar 1 orang (2,2%). Sedangkan Perawat dengan pengetahuan yang kurang baik sebesar 4 orang (8,7%) dimana yang mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat sebesar 1 orang (2,2%) dan yang tidak melaksanakan dengan tepat sebesar 3 orang (6,5%). Penelitian tersebut menggunakan uji statistik dengan metode Fisher’s Exact Test dengan diperoleh
nilai ρ=0,001, yang berarti nilai ρ < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan prinsip enam benar dalam peberian obat oleh perawat pelaksana di ruang interna dan bedah Rumah Skait Haji Makasar. Berdasarkan dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa perawat dengan pengetahuan yang baik akan cenderung untuk mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat dibandingkan dengan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik.
c. Motivasi Perawat
20
mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemerian obat dengan tepat. Sedangkan perawat dengan motivasi kerja kurang sebesar 5 orang (10,9%), dimana yang mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat sebesar 1 orang (2,2%) dan yang tidak melaksanakan dengan tepat sebesar 4 orang (8,7%). Hasil uji statistik dengna metode Fisher’s Exact Test
21
2.1.3 Peran Perawat Terhadap Pemberian Obat
Pemberian obat terhadap klien yang dilakukan oleh perawat dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan sebagai fungsi unik yang harus dimiliki oleh perawat. Perawat yang pertama kali melakukan pengkajian terhadap kebutuhan pengobatan klien. Perawat melakukan pengkajian terhadap kemampuan klien terhadap pengobatan terhadap dirinya, membantu memutuskan kapan klien menerima pengobatan sesuai dengan waktunya, menerima obat yang tepat dan memonitor efek samping terhadap pengobatan (Potter & Perry, 2009)
Klien dan keluarga diberi pengetahuan tentang administrasi pengobatan dan dilibatkan dalam memonitor pasien sebagai bagian integral terhadap peran perawat. Jangan mendelegasikan proses pemberian obat kepada asisten perawat dan gunakan proses keperawatan sebagai bagian dan asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2009)
2.2 Konsep Kesalahan Pemberian Obat (Medication Error).
2.2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety)
22
Institute of Medicine (IOM) (2000) dalam (Zerwekh, J., Claborn, J.C., & Miller, C. J, 2009), mendefinisikan keselamatan pasien sebagai bebas dari keadaan cedera. Kecelakaan cedera disebabkan karena kesalahan yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental Injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Menurut WHO (2007) menyebutkan langkah-langkah pelaksanaan keselamatan pasien, meliputi sembilan solusi keselamatan pasien di rumah sakit, yaitu:
a. Memperhatikan nama obat , rupa dan ucapan mirip (lool-alike, sound-alike medication names)
b. Memastikan identifikasi pasien
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
d. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar e. Mengendalikan cairan elektrolit pekat
f. Memastikan akurasi/ketepatan dalam pemberian obat g. Menghindari salah kateter dan salah sambung slang h. Menggunakan alat injeksi sekali pakai
i. Meningkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial Indikator keselamatan pasien berdasarkan program akreditasi rumah sakit (National Patient Safety Goals/NSPG) yang ditetapkan oleh The Joint Commission
23
a. Tidak terdapat kesalahan pemberian obat terutama terhadap dua pasien yang memiliki nama yang sama.
b. Tidak terjadi keselahan identifikasi terhadap pelaksanaan tranfusi darah. c. Pemberian alasan yang tepat terhdap pemberian obat dalam durasi waktu kerja
obat.
d. Pemberian label pada obat, tempat obat, dan pencampuran obat yang tepat ditempatkan dalam area yang steril terutama pada pasien perioperatif dan prosedurnya.
e. Prosedur yang tepat untuk penanganan degan terapi antikoagulan.
f. Mempertahankan dan komunikasi yang akurat terhdap informasi pengobatan pasien.
g. Adanya sistem pencegahan dan kontrol infeksi panduan mencuci tangan. h. Adanya upaya penelitian dan penatalaksanaan pencegahan infeksi terhadap
pemasangan transfusi darah, infus dan vena sentral.
i. Penatalaksanaan evidence base practice terhadap upaya pencegahan infeksi. j. Penatalaksanaan evidence base practice terhadap pencegahan infeksi
pemasangan cateter urine.
24
2.2.2 Jenis Insiden dan Keselamatan Pasien
a. Pengertian Insiden
Menurut Permenkes No 1691 tahun 2011, insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden merupakan setiap kejadian yang tidak sengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden keselamatan pasien juga merupakan akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) (Kemenkes, 2008).
b. Jenis-Jenis Insiden
Berdasarkan Permenkes No 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, menyebutkan insiden keselamatan pasien terdiri dari, yaitu:
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Merupakan suatu kejadian yang tidak diharapakan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Kejadian tersebut dapat terjadi di semua tahapan dalam perawatan dari diagnosis, pengobatan dan pencegahan.
2) Kejadian Tidak Cedera (KTC)
25
3) Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Merupakan insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Misalnya suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan kepada pasien.
4) Kejadian Potensial Cedera (KPC)
Merupakan suatu kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Misalnya obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike) disimpan berdekatan.
5) Kejadian Sentinel
Merupakan suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
2.2.3 Definisi Kesalahan Pemberian Obat (Medication Error)
Kesalahan pemberian obat (medication error) adalah suatu kejadian yang dapat membuat klien menerima obat yang salah atau tidak mendapat terapi yang tepat Kesalahan pengobatan dapat dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran dan pemberian obat (Edgar, Lee, Cousins, 1994 dalam Potter dan Perry, 2005)
26
praktek profesional, produk perawatan kesehatan, prosedur, dan sistem, termasuk resep, komunikasi ketertiban (label produk, kemasan, dan tata nama), peracikan, pengeluaran, distribusi, administrasi , pendidikan, pemantauan, dan penggunaan. Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat; memberi dua kali obat yang dilupakan sebagai kompensasi; memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar melalui rute yang salah (Tambayong, 2001).
Medication error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien, mulai dari industri, dalam peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan, dan monitoring pasien. Di dalam setiap mata rantai pada beberapa tindakan mempunyai potensi sebagai sumber kesalahan. Setiap tenaga kesehatan dalam mata rantai ini dapat memberikan kontribusi terhadap kesalahan (Cohen, 1999).
Menurut Athanasakis (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Prevention of Medication Errors Made by Nurses in Clinical Practise menyebutkan keamanan dalam pemberian obat bertujuan untuk mengurangi tingkat kesalahan dalam pemberian obat, hal tersebut dapat mengidentifikasi lebih awal sebelum pasien mendapat pengobatan yang membahayakan mereka
2.2.4 Dampak dan Jenis Kesalahan Pemberian Obat (Medication Errors)
27
tiga derajat yaitu; 1) tidak menyebabkan perubahan fisik, mental, dan psikologis, 2) menyebabkan perubahan, serta 3) menyebabkan kematian. Derajat yang paling ringan adalah kejadian medication error terdeteksi tetapi tidak mengakibatkan perubahan apapun. Medication error derajat yang kedua akan menyebabkan perubahan yang dapat sembuh dengan sendirinya atau memerlukan terapi baru. Derajat paling parah dalam
medication error yaitu dapat menyebabkan yang berakibat kematian. Tabel katagori
medication error berdasarkan dampak diperlihatkan sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi kesalahan pemberian obat (medication error) berdasarkan dampak. (Sumber:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI Tahun 2008)
Kesalahan (error) Katagori Hasil
No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan
Error, no harm B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum /digunakan pasien
tetapi tidak membahayakan pasien
D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus dilakukan
tetapi tidak membahayakan pasien
Error, harm E Terjadi kesalahan, hingga terapi dan intervensi lanjut diperlukan
dan keslahan ini memberikan efek yang buruk yang sifatnya
sementara
F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus dirawat lebih
lama di rumah sakit serta memberikan efek buruk yang sifatnya
28
G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang bersifat
permanen
H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasein contoh
syok anafilaktik
Error, death I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
Tabel 2. Jenis-jenis kesalahan pemberian obat (medication error) (berdasarkan alur jenis pengobatan) (Sumber:Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI Tahun 2008)
Tipe Medication Error Keterangan
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal
diresepkan bukan oleh dokter yang berwenang
Inmproper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai
dengan yang dimaksud dalam resep
Wrong dose preparation method Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang tidak
sesuai
Wrong dose form Obat yang diresepkan dalam dosis dan cara pemberian
yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam
resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru
yang tidak sesuai dengan yang tertera diresep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
29
yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang
bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan
secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak
berkompeten
Wrong administration technique Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk
misalnya menyiapkan dengan teknik yang tidak
dibenarkan (misalkan obat im diberikan secara iv)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian
atau diluar jadwal yang ditetapkan
2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Insiden Kesalahan Pemberian Obat (Medication Errors)
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap insiden medication error yang disampaikan oleh Carayon & Smith (2000); AHRQ (2003); Depkes (2008); Henriksen, et al (2008); Vincent (1998); dapat disimpulkan meliputi:
a. Karakteristik Individu
30
adalah kualitas yang dibawa individu tersebut ke dalam pekerjaan seperti pengetahuan, tingkat keterampilan, pengalaman, kecerdasan, kemampuan mendeteksi, pendidikan dan pelatihan, dan bahkan sikap seperti kewaspadaan, kelalaian, kelelahan, dan motivasi.
b. Sifat Dasar Pekerjaan
Sifat dasar pekerjaan merujuk pada karakteristik pekerjaan itu sendiri dan meliputi pula sejauh mana prosedur yang digunakan terdefinisi dengan baik, sifat alur kerja, beban pasien pada puncak dan tidak, ada atau tidak adanya kerjasama antar tim, kompleksitas perawatan, fungsional alat dan masa penyusutan, interupsi dan pekerjaan yang bersaing, dan persaratan fisik/kognitid untuk melakukan pekerjaan. Meskipun penelitian empiric terhadap dampak faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan tidak sebanyak penelitian studi pada faktor-faktor manusia, faktor ini tetap ada (Henrisken, Kem, et al. 2008).
c. Faktor Lingkuangan Fisik
31
Yang termasuk dalam faktor ini meliputi perlengkapan atau peralatan medis, lokasi atau peletakan alat-alat, pengontrolan alat. Interaksi sistem dan manusia menunjuk pada tata dimana dua sistem berinteraksi atau berkomunikasi dalam ruang lingkup sistem. Perawat menggunakan perangkat medis dan peralatan secara intensif dan dengan demikian memiliki banyak pengalaman.
e. Faktor Organisasi dan Lingkungan Sosial
Lingkungan organisasi merupakan lingkungan manusia di dalam organisasi melakukan pekerjaan mereka. Lingkungan pekerjaan yakni lingkungan organisasi rumah sakit dapat menentukan kualitas dan keamanan pelayanan perawat kepada pasien. Sebagai jumlah tenaga tersebar dalam ketenagaan kesehatan, perawat mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk memerikan kebutuhan pasien.
f. Faktor Manajemen
Faktor ini terdiri dari budaya keselamatan pasien, kemudahan akses personal, pengembangan karyawan, kemampuan kepemimpinan, kebijakan pimpinan dalam hal SDM, finansial, peralatan dan teknologi. Membangun budaya kesadaran akan nilai keselamatan pasien, menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil merupakan langkah pertama dalam menetapkan keselamatan pasien rumah sakit. Faktor manajemen sangat menentukan dan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan termasuk pada terjadinya insiden keselamatan pasien.
32
Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah pengetahuan dasar, demografi, teknologi terbaru, kebijakan pemerintah , keadaan ekonomi, kebijakan kesehatan, kesadaran masyarakat. Lingkungan eksternal dapat memberikan dampak terhadap usaha meningkatkan keselamatan pasien. Tekanan eksternal dapat berupa tuntutan hukum, tuntutan masyarakat terhadap mutu dan keselamatan pasien. Lingkungan eksternal merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan agar organisasi dapat memiliki komitmen yang tinggi dalam menerapkan mutu melalui keselamatan pasien. Lingkungan eksternal lainnya berupa regulasi nasional terhadap kompetensi SDM pada pelayanan kesehatan (standarisasi profesi, penilaian kompetensi staf, sertifikasi) dan untuk institusii berupa akreditasi rumah sakit.
2.2.6 Pencegahan Kesalahan Pemberian Obat (Medication Errors)
Perawat memainkan peran yang sangat penting dalam lingkaran esensial pencegahan kesalahan pengobatan (Potter & Perry, 2005). Strategi pencegahan dalam kesalahan pemberian obat meliputi standarisasi dan penyederhanaan prosedur pengobatan dan lain-lain. Persiapan obat dan administrasi merupakan bagian dari prosedur pengobatan, yang melibatkan langkah-langkah berikut: Menjamin atau memastikan lingkungan
yang aman untuk persiapan obat dengan menempatkan label ( “jangan masuk”, untuk
33
perhitungan obat. Pengiriman obat dari apotek ke bangsal perawatan tanpa membutuhkan setiap pemeriksaan lebih kanjut atau persiapan khusus oleh staf perawat (terutama obat pediatrik yang membutuhkan presisi dalam perhitungan dosis). Wajib melakukan pengecekan ulang obat oleh dua perawat yang terpisah (terutama dalam obat yang berisiko tinggi, yang biasanya bertanggung jawab untuk efek samping atau kesalahan). Pelaksanaan lima tepat (obat yang tepat, dosis yang tepat, rute yang tepat, waktu yang tepat, pasien yang tepat) ketika mempersiapkan obat (meskipun faktor ini berfokus pada kinerja individu dan tidak mencerminkan kompleksitas prosedur pengobatan). Pemisahan obat yang jelas dengan kesamaan baik dalam warna atau nama, dengan meletakan label pada obat tersebut; persiapan dan pemberian obat saat yang sama; dan cek jika obat telah diadministrasikan dengan pasein yang tepat (Athanasakis E, 2012).
34
respons terhadap kesalahan pengobatan, dan upaya yang dilakukan untuk menetralkan obat, misalnya memberikan antidot.
Perawat juga bertanggung jawab melengkapi laporan yang menjelaskan sifat insiden tersebut. Laporan insiden merupakan bukan pengakuan tentang suatu kesalahan atau menjadi dasar untuk memberi hukuman dan bukan merupakan bagian catatan medis klien yang sah. Laporan ini merupakan analisis objektif tentang apa yang terjadi dan merupakan penatalksanaan risiko yang dilakukan institusi untuk memantau kejadian semacam ini. Laporan kejadian membantu komite interdisiplin mengidentifikasi kesalahan dan menyelesaikan masalah sistem di rumah sakit yang mengakibatkan terjadinya kesalahan
(Potter & Perry, 2005).
Tabel 3. Cara mencegah kesalahan pemberian obat ( Sumber: Potter & Perry, 2005)
No Kewaspadaan Rasional
1 Baca label obat dengan teliti Banyak produk yang tersedia dalam kotak,
warna, dan bentuk yang sama
2 Pertanyakan pemberian banyak tablet
atau vial untuk dosis tunggal
Kebanyakan dosis terdiri dari satu atau dua
tablet atau kapsul atau satu vial dosis tunggal.
Interpretasi yang sa;ah terhadap program obat
dapat mengakibatkan pemberian dosis tinggi
35
3 Waspadai obat-obatan bernama sama Banyak nama obat terdengat sama (mis.
Digoksin, Keflex dan Keflin, Orinase dan
Orinade
4 Cermati angka di belakang koma Beberapa obat tersedia dalam beberapa jumlah
yang merupakan perkalian satu sama lain
(contoh, tablet Coumadindalam tablet 2,5 dan
25 mg, Thorazine dalam spansules (sejenis
kapsul) 30 dan 300 mg.
5 Pertanyakan peningkatan dosis yang
tiba-tiba dan berlebihan
Kebanyakan dosis diprogramkan secara secara
bertahap supaya dokter dapat memantau efek
terapeutik dan responsnya.
6 Ketika suatu obat baru atau yang tidak
lazim diprogramkan, konsultasikan
kepada sumbernya.
Jika dokter juga tidak lazim dengan obat
tersebut maka risiko pemberian dosis yang
tidak akurat menjadi lebih besar.
7 Jangan beri obat yang diprogramkan
dengan nam pendek atau singkatan
tidak resmi
Banyak dokter menggunakan nama pendek
atau singkatan tidak resmi untuk obat yang
sering diprogramkan. Apabila perawat atau
ahli farmasi tidak mengenal nama tersebut,
obat yang diberikan atau dikeluarkan bisa
salah.
8 Jangan berupaya menguraikan dan
mengartikan tulisan yang tidak dapat
dibaca
Apabila ragu, tanyakan dokter. Kesempatan
terjadinya salah interpretasi besar, kecuali jika
perawat mempertanyakan program yang sulit
36
9 Kenali klien yang memeiliki nama
akhir sama. Juga, minta pasien
menyebutkan nama lengkapnya.
Cermati nama yang tertera pada tanda
pengenal.
Seringkali, satu atau dua orang pasien memiliki
nama akhir yang sama atau mirip. Label khusus
pada kardeks atau buku obat dapat memberi
peringatan tentang masalah yang potensial.
10 Cermati ekuivalen Saat tergesa-gesa, salah membaca ekuivalen
mdah terjadi (contoh, dibaca milligram,
padahal milliliter).
37
a. Mengetahui dengan baik proses permintaan obat institusional dan sistem pemberiannya (floor stock dibanding dosis unit).
b. Mengetahui kemana mencari informasi mengenai obat. Sumber informasi termasuk dokter, apoteker, perpustakaan, dan refrensi obat.
c. Verifikasi setiap instruksi pemberian obat sesering mungkin. Proses penyakinan harus lengkap sesuai potensi kesalahan.
d. Menggunakan waktu pemberian obat standar. Hal ini membantu menghindari kebingungan, khususnya bila pemantauan tes laboratorium harus dilakukan pada waktu tertentu setelah pemberian obat.
e. Pada saat memberikan obat, periksa produk obat untuk kemungkinan adanya kerusakan (retak pada kapsul, obat suntik yang keruh, endapan dalam larutan). Laporkan hal ini sesegera mungkin. Pastikan identitas pasien sebelum pemberian obat. Jaga agar obat berlabel jelas selama mungkin (tempatkan dalam kemasan dosis unit tepat di sisi tempat tidur). Dokumentasikan pemberian obat dalam catatan yang tepat. Bila suatu obat ternyata tidak tersedia pada saat pemberian, jangan meminjamnya dari pasien yang lain. Selidiki mengapa obat tidak ada. Pasti ada alasan sehingga obat tidak diberikan sampai diperoleh informasi yang pasti (interaksi potensial, riwayat reaksi sebelumnya). f. Observasi adanya efek obat, termasuk reaksi merugikan. Mendokumentasikan
38
g. Bila kalkulasi obat diperlukan, sangat bijaksana untuk memeriksanya kembali dengan orang lain (apoteker atau perawat). Penggunaan konsentrasi standar atau tabel kecepatan infus sangat bermanfaat.
h. Biasakan diri dengan alat pemberian obat sebelum menggunakannya dan pahami keuntungan dan kerugiannya. Berbagai sistem pemberian obat berteknologi tinggi (pompa infus, inhaler, patch) membutuhkan perhatian khusus mengenai penggunaan yang tepat.
i. Ajarkan pada pasien mengenai obat mereka sebanyak mungkin. Berikan informasi ini dalam format yang dapat dipahami pasien. Berikan informasi ini dalam format yang dapat dipahami pasien. Berikan informasi dengan huruf berukuran besar, terjemahan, gambar, atau cara apapun agar pasien bener-benar mengerti. Lakukan penyuluhan pada pemberian dosis pertama dan perkuat informasi pada pemberian dosis berikutnya.
j. Bila obat tidak diberikan sesuai instruksi, untuk alasan apapun, hal ini harus didokumentasikan.
39
12 bulan, dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang berlaku dan menyediakan informasi yang mudah bagi semua yang terlibat dalam penggunaan obat.
2.2.6 Hubungan Pelaksanaan Prinsip Enam Benar Terhadap Insiden Medication Error
Penelitian yang dilakukan oleh Herwina E (2012) menggunakan variabel independen yang berbeda, yaitu metode tim keperawatan. Berdasarkan tesisnya yang berjudul hubungan pelaksanaan metode tim keperawatan dengan kesalahan pemberian obat di RSUD Gunung Jati Cirebon menyatakan bahwa perawat yang mempersepsikan pelaksanaan metode tim yang kurang baik melakukan kesalahan pemberian obat maksimal hanya 45%. Sedangkan perawat yang mempersepsikan pelaksanaan metode tim yang baik justru lebih tinggi, yaitu 79% untuk melakukan kesalahan pemberian obat maksimal. Hasil analisis lebih lanjut menyatakan ada hubungan antara persepsi
pelaksanaan metode tim keperawatan yang baik dengan kesalahan pemberian obat (ρ