Sistem Tebang Parsial
&
Tebang Habis
Laboratorium Silvikultur &Agroforestry
Jurusan Budidaya Hutan
FakultasKehutanan, UGM
Tebang Parsial
(Seed tree dan Shelterwood method)
Mengarah
ke Tegakan
seumur
membiarkan
sejumlah pohon
untuk tidak
ditebang
Pohon yang berfungsi
sebagai pohon biji
Pohon yang berfungsi sebagai pelindung yang akan menjamin keberhasilan dari proses permudaan
Seed-tree
Shelter-wood
Apa yang membedakan metoda
Tebang Partial dan Tebang habis?
1. Keduanya merupakan alternatif untuk
membentuk hutan seumur, seperti halnya metoda
tebang habis.
2. Pada tebang habis, pembentukan hutan seumur
bisa melalui permudaan buatan maupun
permudaan alam, sedangkan pada Seed tree dan
Shelterwood method pembentukan hutan hanya
terjadi dengan permudaan alam (Natural
regeneration).
3. Pada tebang habis, hutan yang dibentuk berasal
dari satu cohort, sedang pada Seed tree dan
Shelterwood dan Seed tree
dibedakan dengan tebang habis ?
1. Pada regime shelterwood dan Seed tree method
pada blok tebangan masih ditinggalkan beberapa
pohon yang tidak ditebang. Pohon sebagai pohon
biji, sekaligus sebagai pohon pelindung
2. Tegakan tinggal dengan tajuk untuk melindungi
lingkungan sekitar, khususnya bagi anakan yang
baru terbentuk
3. Tanah hutan masih terlindung
4. Pada seed tree maupun shelterwood relatif
kurang terbuka untuk gulma (masih terlindung)
5. Tegakan tinggal akan dipanen bila ukuran, jumlah
dan tebaran anakan mencukupi persyaratan.
Pelaksanaan Seed tree dan Shelterwood di
Indonesia
Seed-tree dan
shelterwood
Sistem tebang
atau tebas jalur
Permudaan alam
atau permudaan buatan
Pohon-pohon yang
dibiarkan tidak ditebang
dan dipelihara adalah
pohon yang berfungsi
sebagai pohon pelindung
dan pohon biji yang akan
menghasilkan biji bagi
terjadinya permudaan.
Untuk apa dibentuk double cohort ?
Tujuan membentuk double
cohort adalah :
1.
Menjamin kontinuitas sumber benih
2.
Perlindungan bagi anakan yang
dibentuk
1.
Tebangan persiapan,
2.
Seeding cutting,
3.
Tebangan pemungutan
(Final cutting)
1.
Tebang persiapan (Smith et al, 1997) menyatakan
mirip dengan tebangan penjarangan dalam praktek
seperti pada Malayan Uniform System
2.
Establishment atau Seeding Cutting tujuan untuk
memacu kondisi lingkungan yang kondusif bagi
permudaan alamnya, pada Shelterwood cutting ,
terhadap pembukaan tajuk lebih hati-hati, sebab
tingkat semainya memerlukan cahaya yang sangat
moderat, sedangkan pada Seed tree method
semainya lebih memerlukan cahaya yang lebih
banyak.
3.
Tebang pemungutan dilakukan setelah permudaan di
bawah pohon-pohon pelindung/pohon sumber biji
terpenuhi syaratnya. Baik jumlah maupun ukurannya.
Contoh di Amerika serikat pada daerah pantai barat
ukuran semai antara 0.5 – 0.6 m sedang di bagian
selatan ukuran tinggi semai antara 0.9 – 1,1 m dengan
jumlah minimal 2470 semai per hektar.
Seed Trees Method
Pohon-pohon terpilih :
1. Mempunyai kemampuan untuk memproduksi biji
2. Tahan terhadap angin
3. Sehat serta mempunyai penampilan bentuk yang
baik
Jumlah pohon per satuan luas akan bergantung pada
beberapa faktor seperti jumlah produksi biji per
pohon dan jumlah biji yang diperlukan sampai
dengan tegakan muda terbentuk.
1.Perlakuan seperti perampingan tajuk
dan pemupukan dapat dilakukan untuk
merangsang dan meningkatkan
produksi biji
2.Perlindungan dari hama pemakan dan
perusak biji juga perlu dilakukan
Seed
Trees
Pohon tersebar
merata
Tersebar secara
acak
Jaminan persebaran biji secara alami akan dapat dicapaiPemilihan bentuk-bentuk sebaran pohon biji
tentunya didasarkan pada pertimbangan
terhadap sifat-sifat dari jenis tegakan
bersangkutan.
•sendiri-sendiri
•dalam bentuk baris •Jalur
Seed Trees
Shelter-Wood Method
1. Mendapatkan tegakan baru seumur sebelum
seluruh tegakan tua ditebang habis
2. Kegiatan penggantian tegakan dilakukan secara
bertahap dalam suatu rangkaian kegiatan
penebangan selama daur
3. Permudaan alam diharapkan terjadi di bawah
naungan tegakan tua yang nantinya akan ditebang
setelah tegakan muda terbentuk
1. Tinggi rendahnya tingkat penaungan dari pohon
pelindung diatur menurut ruang dan waktu sehingga
terbentuk
lingkungan
mikro
yang
sesuai
bagi
pertumbuhan dan perkembangan semai dari
jenis-jenis terpilih
2. Pohon-pohon yang ditebang adalah pohon-pohon
yang tua atau pohon yang tingkat kemampuan
tumbuhnya rendah
3. Pohon pelindung adalah pohon-pohon yang tidak
hanya mampu memproduksi biji
dan melindungi
tegakan muda yang terbentuk, tapi juga merupakan
pohon-pohon
yang
masih
mempunyai
tingkat
pertumbuhan tinggi.
1. Pemanfaatan ruang tumbuh yang kurang efisien Mungkin sangat rapat sehingga terjadi persaingan yang ketat antar individu tanaman muda tersebut atau dengan permudaan yang sangat jarang
2. Anakan muda yang tumbuh juga mungkin terdiri dari banyak jenis dengan berbagai kualitas produknya sehingga tidak semua jenis merupakan jenis yang laku dijual
Perlakuan-perlakuan silvikultur (penananam pada areal-aeal yang kosong, pembebasan gulma dan penjarangan menjadi penting untuk dilakukan)
Kendala
Solusi
Uniform method
metode ini diaplikasikan secara seragam
(uniform) terhadap seluruh tegakan yang ada
Strip shelterwood method
Aplikasi dari metode ini adalah dalam betuk-bentuk jalur
Group shelterwood method
Aplikasi dari metode ini adalah dalam betuk-bentuk rumpang/mozaik
Irregular shelterwood method
Aplikasi dari metode ini adalah dalam betuk-bentuk yang tidak teratur, pola penebangan dilakukan dengan atau tanpa variasi spasial
Pola
Pelaksanaan
Metode
Shelterwood
(Smith, 1986)
Shelter-Wood
Method
Penaungan Pohon yang
ditebang
Pohon Pelindung
Diatur menurut ruang dan waktu
sehingga terbentuk lingkungan mikro yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan semai dari jenis-jenis terpilih
Pohon-pohon yang ditebang adalah pohon-pohon yang tua atau pohon yang tingkat kemampuan tumbuhnya rendah
1. Pohon-pohon mampu memproduksi biji
2. Melindungi tegakan muda yang terbentuk, tapi juga merupakan pohon-pohon yang masih mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi
TEBANG JALUR TANAM INDONESIA (TJTI)
Keputusan Dirjen PH No.
40/KPTS/IV-BPHH/93
(Pedoman Pelaksanaan)
Disebut juga : Tebang Rumpang dan Tanam dalam Jalur
Latar Belakang
* Sistim silvikultur TPTI murni belum dapat diterapkan pada beberapa kondisi dan tipe hutan
* Pengawasan TPTI dirasa sulit
HTI DENGAN SISTIM TEBANG DAN TANAM JALUR
Pedoman Pelaksanaan : Keputusan Dirjen PH No.
220/KPTS/IV-BPH/1997
Latar Belakang
- TPTI belum menunjukkan adanya kegiatan pembinaan hutan yang intensif terhadap areal bekas tebangan.
- TPTI secara teknis menemui kesulitan dalam
melakukan pemeriksaan, pembinaan dan pengawasan.
Akibatnya timbul pengrusakan hutan (pencurian dan
perambahan hutan).
Kelestarian hutan dan produksi tidak terjamin.
Antisipasi : Penyempurnaan pengelolaan hutan alam
produksi
Keputusan Menteri Kehutanan No. 435/KPTS-II/1997
~ Sistim tebang dan tanam jalur.
Jenis komersial setempat yang berumur sedang
dan panjang, terutama jenisjenis Dipterocarpa -ceae.
17 m 1.5 m 2 .5 m 20 m 3 m Line distance Cutting direction Cutting direction
3 years old S. leprosula 3 years old S. johorensis
Shorea Plantation
Management Model
TPTI Intensif
TEBANG PILIH TANAM
INDONESIA INTENSIF (TPTII):
PELAKSANAAN DI BEBERAPA
TPI
TPTI
TPTJ
SK Dirjen No. 35/72 SK Menhut 485/89 SK Menhutbun 625/98
organisasi personnel keuangan ketertiban dan kontrol
+
+
Regime silvikultur
TPTJ
TPTJ
TPTII
Jenis terpilih • Jenis dimuliakan• Manipulasi
lingkungan
• Pengendalian
hama terpadu
Shorea leprosula umur 3 tahun diameter 10 cm di
G. Kencana, Banten Shorea johorensis umur
4 tahun diameter 10 cm di PT. SBK
Shorea selanica umur 17 tahun diameter 45 cm di
Uji Keturunan S. leprosula
di PT. SBK
Uji Keturunan S. leprosula
umur 2,5 th diameter
Uji Keturunan S. leprosula di PT. SBK
3 years old of S leprosula progeny test, 10-16 cm diameter, 6-10 meter height
Kegiatan pengusahaan hutan alam yang dapat
menyebabkan timbulnya dampak negatip
Kegiatan pembukaan wilayah hutan
(pembangunan sarana jalan sarad dan angkutan,
jembatan, kamp kerja dan sarana lainnya serta
kegiatan pemanenan hasil hutan kayu)
Kegiatan tersebut akan dapat
menimbulkan peluang bagi terjadinya
dampak secara phisik- kimia, biologi dan
Pembukaan wilayah
&
Pemanenan hasil hutan
1. Hilangnya tanah yang subur lebih jauh akan menimbulkan menurunnya produkttivitas lahan.
2. Kawasan yang telah mengalami proses erosi akan berkurang kemampuannya untuk menyerap dan menyimpan air pada saat hujan turun sehingga akan dapat memperbesar peluang untuk terjadinya bahaya banjir
Aliran
permukaan
(run off)
Erosi
tanah
Kerusakan unsur
Biologi (dari kegiatan
pembukaan wilayah dan
pemanenan hasil kayu)
Struktur
vegetasi
berubah
Populasi dan
keanekaragaman
jenis
menurun
Genetik
tanaman
menurun
Potensi
tegakan
menurun
TEBANG HABIS
(
CLEAR CUTTING
)
Tebang Habis Permudaan Buatan
(THPB)
Tegakan Seumur
Tegakan baru dibangun secara alamiah atau buatan. Permudaan dalam sistem tebang habis mempunyai rentang pelaksanaan yang sangat luas; mulai dari yang paling sederhana, murah dan ekstensif sampai
dengan sistem yang sangat kompleks, mahal dan intensif
Tebang Habis Permudaan Alam (THPA)
Tebang Habis
(Clear Cutting)
1. Diterapkan pada lahan-lahan yang tidak produktif dan potensi kayunya rendah 2. Diarahkan pada terbentuknya suatu
tegakan seumur baik secara alamiah maupun buatan
Tebang Habis
Perlakuan Silvikultur
Tersedianya Ruang
untuk Pertumbuhan
Tanaman Baru
Secara teknis, tebang habis dikaitkan dengan perlakuan
silvikultur dimana semua vegetasi dipungut
1.Pemanenan Kayu
2.Mengubah tegakan dari potensi
rendah menjadi tinggi
3.Tujuan lain :
a. Sumber biji meningkat
b.Habitat Kehidupan binatang liar
c. Tujuan-tujuan lain yang berguna
Tebang Habis pada Gmelina arborea
Tebang Habis pada Acacia mangium
Perkiraan, Evaluasi dan Penanganan
Dampak Tebang Habis
Kegiatan PWH
dan
pemanenan
hasil kayu
Menurunnya
potensi tegakan
hutan
Menurunnya daya
dukung habitat
satwa
Merubah struktur
dan komposisi
tegakan
Perkiraan, Evaluasi dan Penanganan Dampak
Tebang Habis (lanjutan)
Pemanfatan
pemanenan
hutan
Penanaman
perlindungan
hutan
1. Tanah
2. Iklim
3. Air (Hidrologi)
Komponen
Fisik-Kimia
Komponen
Biologi
Komponen
Sosial
Ekonomi
Penanganan
Dampak
Pendekatan
teknologi
Pendekatan
sosial-ekonomi
Pendekatan
institusional
Konsep
1. Alternative Silviculture regime 2. Biodiversity-oriented silviculture 3. Biologically sustainable silviculture 4. Close-to-nature silviculture 5. Close-to-natural silviculture6. Continuous cover forestry
7. Diversity-oriented silviculture 8. Ecological silviculture 9. Ecologically oriented silviculture 10. Ecologically sustainable silviculture 11. Innovative Silvicultural systems 12. Natural forestry 13. Natural silvicuture 14. Natural-oriented silviculture 15. Nature-based silviculture 16. Nature-oriented silviculture 17. Near-natural silviculture
18. Silvicuture based on natural
dynamics
19. Systemic silviculture